Anda di halaman 1dari 14

Makalah

Mustatsna (‫)المستثنى‬

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Nahwu III


Dosen pengampu: Dr. Slamet Daroini, MA

Oleh:
Alfin Khoiriyah (18150057)
Hilyatul Bahiyyah (18150065)
Safira Ekta Firdausi (18150067)

Jurusan Pendidikan Bahasa Arab


Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan
syafa’atnya di akhirat kelak.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas mata kuliah
nahwu dengan judul 'Mustatsna'.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah
ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah
ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Malang, 10 April 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari ilmu nahwu sangatlah penting ilmu
nahwu bagaikan akar dari segala bidang ilmu karena dengan ilmu nahwu kita
bisa mengetahui/mempelajari ilmu yang lain. Ruang yang ingin bisa baca
kitab kuning tidak akan terlepas dari mempelajari ilmu nahwu. Dalam ilmu
nahwu banyak sekali bab-bab yang penting diantaranya bab yang
menerangkan tentang mustastna. Mustastna adalah isim yang berada setelah
adat/alat Istitsna yang keadaan hukumnya berada dengan hukum Mustatsna
Minhu, yaitu lafazh yang disebut sebelum alat istitsna. Dari definisi
Mustatsna tersebut memberi kepahaman bahwa mustatsna berupa kalimah
isim yang berbeda setelah  huruf-huruf istitsna yang terdiri dari delapan huruf.
Dalam makalah tentang mustatsna ini akan lebih dijelaskan secara
mendetail dalam pembahasan mengenai pengertian mustatsna, huruf-huruf
mustatsna dan beberapa ketentuan mustatsna.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas terdapat beberapa rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan mustatsna?
2. Apa saja yang termasuk huruf-huruf mustatsna?
3. Bagaimana ketentuan hukum mustatsna?
C. Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, makalah ini disusun
bertujuan untuk:
1. Mengetahui definisi dari mustatsna.
2. Mengetahui huruf-huruf mustastna
3. Mengetahui ketentuan hukum mustastna.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mustatsna
Mustastna adalah isim yang berada setelah adat/alat Istitsna yang
keadaan hukumnya berada dengan hukum Mustatsna Minhu, yaitu lafazh
yang disebut sebelum alat istitsna, contoh:

َ ‫ا َد ا ْل ُم‬///َ‫(ع‬Telah pulang orang yang bepergian kecuali


 ‫ ُر ْونَ إالّ ُم َح َّم ًدا‬///‫ا ِف‬///‫س‬
Muhammad)
‫نَ َج َح ْاألَ ْوالَ ُد إِالَّ َعلِيًّا‬ (Telah lulus anak-anak itu kecuali Ali).

KETERANGAN :

‫ ُم ْست َْثنَى‬ (mustatsna) : artinya yang dikecualikan


 ُ‫ ِم ْنه‬5‫ست َْثنَى‬
ْ ‫ ُم‬ (mustatsna minhu) : artinya yang dikecualikan darinya
‫ا ِإلستثناء‬ ْ (ististsna') : artinya pengecualian
‫ أَدَاةُ ْا ِإلستثناء‬ ('adad ististsna’) : artinya alat/huruf yang bisa digunakan untuk
mengecualikan
Contoh : 
‫ َعلِيًّا‬ disebut 5‫ ُم ْست َْثنَى‬ (yang dikecualikan)
‫اَألَوْ الَ ُد‬  disebut ُ‫ ُم ْست َْثنَى ِم ْنه‬  (yang dikecualikan darinya)
َ    Itu dikecualikan dari ُ‫اَألَوْ الَد‬
Maksudnya, kata ‫علِيًّا‬
َّ‫إِال‬ disebut ‫ أَدَاةُ ْا ِإلستثناء‬yaitu huruf yang digunakan untuk mengecualikan.
Yang dimaksud dengan hukum Mustatsna berbeda dengan
hukum Mustatsna Minhu, yaitu jika Mustatsna Minhunya dinyatakan  lulus
maka Mustatsna nya berarti tidak lulus, seperti dalam contoh di atas;
‫ن ََج َح ْاألَوْ الَ ُد إِالَّ َعلِيَا‬ ; Telah lulus anak-anak kecuali Ali (yang tidak lulus).

B. Macam-Macam Huruf Istitsna

.5‫ االستثناء ثمانية وهي إال وغير و ِسوى وسُوى وسواء وخال وعدا وحاشا‬5‫وحرف‬
Huruf istitsna itu ada delapan, yiatu :
َّ‫إِال‬       : Kecuali ‫ َغ ْي َر‬                               : Selain
‫ ِس َوى‬     : Selain                                         ‫ َخاَل‬   : selain
‫ َعدَا‬       : Selain                                       ‫ َحا َشا‬  : Selain

C.  Ketentuan-Ketentuan Istitsna
1. Mustatsna  dengan ( ‫)اِاَّل‬

Ada 3 ketentuan mustatsna dengan  ‫اِاَّل‬ yaitu:

a. keadaan kalamnya (kalimatnya) ‫جبًا‬


َ ْ‫ُمو‬ ‫ا‬55‫تَا ًم‬   (sempurna dan positif),
maka mustatsna wajib manshub. Contoh:
‫الطاَّل بُ اِاَّل َح َسنًا‬ ُّ ‫ن ََج َح‬    ; telah lulus siswa-siswi kecuali Hasan.
‫ َد ي ِْن‬5 َ‫ ُذ اِاَّل َ َو ل‬55ْ‫ َع التَّاَل ِمي‬5‫ َر َج‬ ; Telah pulang anak-anak kecuali dua
orang.
b. Jika keadaan kalamnya ‫َم ْنفِيًا‬ ‫ا‬55‫تَ ًم‬  (sempurna tetapi negatif), maka
Mustatsna boleh manshub dan boleh itba’ (mengikuti i’rab) Mustatsna
Minhu, contoh:
ُّ ‫ا ن ََج َح‬55‫ َم‬ ; Tidak lulus siswa-siswa kecuali
َ ً‫ن‬5‫اِاّل َح َس‬   ُ‫الطاَل ب‬
‫ ٌن‬5 ‫ح َس‬/‫ا‬
Hasan (  ‫سنًا‬
َ ‫ َح‬, dibaca manshub) atau kecuali Hasan (‫ َح َس ٌن‬ dibaca
marfu’).
‫ َولَ َد ا ِن‬/‫ َما َر َج َع الطّاَل ِم ْي ُذ اِاّل َولَ َد ي ِْن‬ ; Tidak pulang anak-anak kecuali
dua orang ( ‫ْن‬ ِ ‫ َو لَ َدي‬, dibaca manshub atau ‫ َو لَ َد ا ِن‬ ; dibaca marfu’).

c. Jika keadaan kalamnya  ٌ‫نَا قِص‬ (kurang), yaitu tidak disebut Mustatsna


Minhunya, maka kedudukan i’rab Mustatsna tergantung kebutuhannya
dalam jabatan kalimat, contoh :
‫ َما نَ َج َح ِااَّل َح َس ٌن‬  Tidak ada yang lulus kecuali Hasan (dibaca
marfu’ sebagai fa’il).
َ ‫ْت اِاَّل َحس‬
 ‫سنًا‬ ُ ‫ َما َر اَي‬  Saya tidak melihat kecuali kepada Hasan
(dibaca manshub sebagai maf’ul bih).
‫ ٍن‬5‫ت اِاّل بِ َح َس‬
ُ ْ‫ َما َم َرر‬  Tidak saya lewat kecuali kepada Hasan
(dibaca majrur karena ada huruf jar)

KETERANGAN:
‫تَا ًما‬  artinya sempurna, yaitu jika disebut Mustastna Minhunya.
‫ َموْ َجبًا‬  artinya positif, yaitu jika kalimatnya positif (bukan kalimat negatif).
‫ َم ْنفِيًا‬  artinya negatif, yaitu jika kalimatnya negatif.
‫ناقِصًا‬ artinya kurang, yaitu jika tidak disebut Mustatsna Minhu.
Ketentuan I’rabnya
- kalimatnya ‫ تَا ًما ُموْ جبا‬, maka mustatsnanya wajib Manshub.

- Jika kalimatnya ‫تَا ًما َم ْنفِيًا‬, maka mustatsnanya boleh Manshub


bolehItba’(mengikuti i’rab Mustatsna Minhu).
- Jika kalimatnya 5‫ناقصا‬, maka tergantung kebutuhan.
- Jika butuh fa’il dijadikan fa’il dan dibaca marfu’, jika butuh maf’ul
bih dijadikan maf’ul bih dan dibaca manshub. Dan jika terdapat huruf
jar maka dijadikan majrur. (lihat contoh di atas)
َ  dan ‫س َوى‬
2. Mustatsna dengan  (‫غ ْي َر‬ ِ  )
َ  dan ‫ َوى‬55‫س‬ 
Adapun mustatsna dengan ‫ َر‬55ْ‫غي‬ ِ , maka selamanya harus
majrur sebagai‫ إليه‬5‫اف‬55555555‫ض‬
َ ‫ ُم‬. Sedangkan hukum ketentuan
َ  dan  ‫ ِس َوى‬ adalah seperti hukum isim yang berada setelah  ‫إِاَّل‬ .
lafazh ‫غي َْر‬

KETERANGAN:
َ  dan ‫ ِس َوى‬ selamanya harus majrur sebagai ُ‫ضاف‬
I’rab Mustatsna dengan ‫غي َْر‬ َ ‫ُم‬
‫إِلَ ْي ِه‬.
َ  dan ‫ ِس َوى‬ adalah seperti i’rab isim mustatsna setelah  ‫إِاَّل‬ ,
Sedangkan i’rab ‫غ ْي َر‬
َ  .
yaitu; terkadang dibaca dengan ‫غي َْر‬

‫ َغي َْر‬ atau ‫ َغي َْر‬ , tergantung mustatsnanya, contoh:


: ‫تَا ًما َم ْنفِيًا‬  :                                                                            ‫تَا ًما موجبا‬
ُّ ‫ب‬
‫الطاَل بُ َغي َْر َعلِ ٍي‬ ُّ ‫ب‬
َ ‫ َر َس‬                  ‫ َغ ْي ُر َعلِ ًّي‬/‫الطاَل بُ َغي َْر‬ َ ‫ َما َر َس‬                 
ُّ ‫ن ََج َح‬                      ‫ ِس َوى َح َس ٍن‬   ُ‫ َما ن ََج َح الطّاَل ب‬                    
‫الطاَل بُ ِس َوى َح َس ٍن‬
: 5‫ناقصا‬
ُ ‫َما َري‬
‫ْت َغي َْر َعلِ ٍّي‬
‫َما ن ََج َح ِس َوى َح َس ٍن‬
CATATAN:
Lafazh ‫س َوى‬
ِ   tetap dibaca ‫ َوى‬5‫ ِس‬ , baik dalam keadaan marfu’, mansub atau
majrur, karena i’rabnya senantiasa Muqaddarah tidak bisa Zhahirah.

3. Mustatsna dengan (  ‫ َخاَل‬ – ‫ َعدَا‬ – ‫ َحا شَا‬ )


َ  - ‫ َح َشا‬ -  ‫ خَ اَل‬maka
Adapun mustatsna dengan menggunakan lafazh  ‫عدَا‬

boleh mansub dan boleh majrur. Sedangkan jika dimasuki ُ‫اَل النَّفِة‬, maka wajib
manshub, contoh:

ُّ ‫نَ َج َح‬                                  ‫ َعلِ ٍي‬/‫الطاَل بُ خَ اَل َعلِيًا‬


‫الطاَل بُ َما خَاَل ُم َح َّمدًا‬ ُّ ‫نَ َج َح‬
‫ض ْالقَوْ َما َعدَا ح‬
َ ‫ َم ِر‬                               ‫ َر ُج ٍل ِم ْنهُ ْم‬/ ‫آ َمنَ ْالقَوْ ُم َعدَا َر ُجاًل‬

Tambahan:
 Mustatsna dengan kata ‫حاشا‬-‫عدا‬-‫ خال‬dibaca nashob sebagai maf'ul bih,
karena kata ‫حاشا‬-‫عدا‬-‫ خال‬sebagai fi'il madhi. Jadi mustatsnanya menjadi
maf'ul nih dari kata ‫حاشا‬-‫عدا‬-‫خال‬.
 Mustatsna dibaca jer karena kata ‫حاشا‬-‫دا‬$$$‫ع‬-‫ خال‬menjadi huruf jer
tambahan. Jadi mustatsnanya majrur.
 Lafadz ‫ عدا‬+ ‫ خال‬paling sering menashobkan mustatsnanya dan jarang
membuat mustatsnanya dibaca jer
 Lafadz ‫ حاشا‬paling sering mengejerkan mustatsnanya.

D. Contoh-contoh ististna dalam alqur’an

٥٥ ‫ الروم‬....‫ َسا َع ٍة‬ ‫ َغي َْر‬ ‫ُون َما َل ِب ُثوا‬ َ ‫ُي ْقسِ ُم ْالمُجْ ِرم‬ 
١٢ :‫ المطففين‬.‫أَث ٍِيم‬ ‫ ُك ُّل مُعْ َت ٍد‬  ‫إِاَّل‬ ‫َو َما ُي َك ِّذبُ ِب ِه‬ 
.‫ين‬ َ ‫ِين أَ ْن َعم‬
ِ ‫ ْال َم ْغضُو‬ ‫ َغي ِْر‬ ‫ْت َع َلي ِْه ْم‬
َ ِّ‫ َع َلي ِْه ْم َواَل الضَّال‬ ‫ب‬ َ ‫اط الَّذ‬ َ ‫صِ َر‬ 

٧ :‫الفاتحة‬
١٠١ :‫ هود‬.ٍ‫َو َما َزا ُدو ُه ْم َغي َْر َت ْت ِبيب‬ 

ِ ‫م َِن الرِّ َج‬ ‫أُولِي اإْل ِرْ َب ِة‬ ‫ َغي ِْر‬ ‫ِين‬


...‫ال‬ َ ‫ال َّت ِابع‬ ‫ت أَ ْي َما ُنهُنَّ أَ ِو‬ْ ‫أَ ْو َما َم َل َك‬ 
٣١ :‫النور‬
‫‪E. Nadhom tentang mustatsna‬‬
‫‪a. Nadhom Imrithy‬‬

‫ِال‪ُ$‬سْ ت ِْث َنا ِء‬


‫َبابُ ا ُِ‬

‫أَ ْخ ِرجْ ِب ِه ْال َكالَ ِم َما َخ َرجْ ‪ِ ¤‬منْ ُح ْك ِم ِه َو َك َ‬


‫ان فِي اللَّ ْفظِ ا ْن َد َرجْ‬
‫‪Keluarkanlah (kecualikan) dengan huruf istisna’ dari kalam yang‬‬
‫‪dikecualikan ¤ dari hukumnya dan itu termasuk pada lafadznya‬‬

‫ِال‪ُ$‬سْ ت ِْث َنا الَّذِي َق ْد َح َوى ‪ ¤‬إِالَّ َو َغيْراً َوسِ َوى سُوىً َس َوا‬ ‫َو َل ْف ُ‬
‫ظ ا ُِ‬
‫‪َ ¤ Dan lafadz Ististna' yang tergolong adalah‬س َوا ‪ -‬سُوىً ‪َ -‬سِ َوى ‪َ -‬غيْراً ‪-‬‬
‫إِالَّ‬

‫ب‬ ‫ب ‪َ ¤‬ما أَ ْخ َر َج ْ‪$‬‬


‫ت ِمنْ ذِي َت َم ٍام م َ‬
‫ُوج ِ‬ ‫َخالَ َعدَا َحا َشا َف َمعْ إِالَّ ا ْنصِ ِ‬
‫(‪َ )Lanjutan‬حا َشا ‪َ -‬عدَ ا ‪َ -‬خالَ ‪ maka beserta‬إِالَّ ‪menashobkan ¤ Kalam‬‬
‫‪yang di kecualikan dari Kalam Tam lagi mujab‬‬
‫ك َقا َم ُك ُّل ْال َق ْو ِم إِالَّ َواحِدَ ا ‪َ ¤‬و َق ْد رأَي ُ‬
‫ْت ْال َق ْو َم إِالَّ َخالِدَا‬
‫‪َ Seperti‬قا َم ُك ُّل ْال َق ْو ِم إِالَّ َواحِدَ ا ‪َ َ dan ¤‬ق ْد رأَي ُ‬
‫ْت ْال َق ْو َم إِالَّ َخالِدَ ا‬

‫َوإِنْ َي ُكنْ ِمنْ ذِي َت َم ٍام ا ْن َت َفى ‪َ ¤‬فأ َ ْب ِد َلنْ َوال َّنصْ بُ فِي ِه ُ‬
‫ض ِّع َفا‬
Apabila mustasna di dalam kalam yang tam dan manfi ¤ maka
jadikanlah badal dari mustasna minhu atau dibaca nashob (tarkib
istisnaiyah) tetapi hukumnya lemah

‫ َو َما سِ َواهُ ُح ْك ُم ُه ِب َع ْكسِ ِه‬¤ ‫َه َذا إِ َذا اسْ َت ْث َن ْي ُه ِمنْ ِج ْنسِ ِه‬
Perincian tersebut apabila antara mustasna dan mustasna minhu itu
sejenis (Muttasil) ¤ sedang selainya (munqoti’) hukumnya
sebaliknya

‫ َوا َّنصْ بُ فِي إِالَّ َبعِيراً أَ ْك َث ُر‬¤ ‫َك َلنْ َيقُو َم ال َق ْو ُم إِالَّ َجعْ َف ُر‬
sedang membaca nashob didalam ¤ ‫ لَنْ َيقُو َم ال َق ْو ُم إِالَّ َجعْ َف ُر‬Seperti
itu hukumnya lebih banyak )’istisna’ Munqoti( ‫ اال بعيرا‬lafadz
ْ ‫ َق ْد أ ُ ْل ِغ َي‬¤ َّ‫ِص َفإِال‬
َّ‫ت َو ْال َعا ِم ُل اسْ َت َقال‬ ٍ ‫َوإِنْ َي ُكنْ ِمنْ ناق‬
¤ ‫ اال‬di dalam kalam yang naqis maka ‫ اال‬Apabila mustasna dengan
hukumnya di ilgho’kan (tidak beramal menashobkan) dan amilnya
sendiri yang langsung beramal

َ ‫ َوالَ أَ َرى إِالَّ أَ َخ‬¤ َ‫بوك أَ َّوال‬


َ‫اك َم ْق ِبال‬ َ َ‫َك َل ْم َيقُ ْم إِالَّ أ‬
َ ‫ َالَ أَ َرى إِالَّ أَ َخ‬dan ¤ َ‫بوك أَ َّوال‬
َ‫اك َم ْق ِبال‬ َ َ‫ لَ ْم َيقُ ْم إِالَّ أ‬Seperti

‫ َيجُو ُز َبعْ دَ ال َّسب َْع ِة ْال َب َواقِي‬¤ ‫اإل ْطالَ ِق‬ ْ


ِ ‫َو َخ ْفضُ مُسْ َتثنىً َع َلى‬
Dan jer-kan lah Mustasna secara muthlaq ¤ boleh jatuh setelah
salah satu perabot istisna’ (menjadi mudhof ilaih)

‫ ِب َما َخالَ و َما َع َدا َو َما َح َشا‬¤ ‫َوال َّنصْ بُ أّيْضا ً َجا ِئ ٌز لِ َمنْ َي َشا‬
Dan membaca Nashob juga boleh bagi orang yang menghendaki ¤
َ‫ َما َخال‬- ‫ َما َعدَ ا‬- ‫ َما َح َشا‬dengan perabot
b. Nadhom Alfiyah ibn Malik
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
 Mustatsna adalah isim yang berada setelah huruf Istitsna yang
keadaan hukumnya berada dengan hukum Mustatsna Minhu. Mustatsna
minhu yaitu lafazh yang disebut sebelum alat/huruf istisna. Mustatsna itu ada
tiga ketentuan yaitu; Mustatsna dengan َّ‫إِال‬ , Mustatsna dengan  (

‫ َغي َْر‬ dan ‫س َوى‬ 


ِ ) dan Mustatsna dengan (‫ َحا َشا‬- ‫)خَ االَ – عَدا‬.

B.   Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya dalam pembuatan makalah ini
banyak kekurangan dan hal yang mungkin luput dari pengamatan penyusun,
untuk itu kritik dan saran dari pembaca yang bersifat konstruktif dari sangat
kami harapkan. Akhir kata semoga makalah ini dapat menjadi tambahan ilmu
umumnya bagi pembaca, khususnya bagi penyusun.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Zaini dahlan, Matan Al-Jurumiyah. Semarang. PT. Pustaka Alawiyah. 2008


hal;126

Muhammad Bin Ahmad bin Abdul Al-Bari, Kawakib Adz-Dzuriyah.Jedah


Sangkapuro,2003, hal, 14

Mustofa Al-Kulayaini, Jami’ad-durus al-arobiyah.Jiddah. PT. Maktabah Asriah.8355

Ahmad Zahdi Dahlan. Matan Al-Jurumiyah. Semarang. PT. Pustaka Alawiyah,2004


hal.152

Muhammad Bin Muhammad bin Abdullah Al-Bari. Kawakib Adz-Dzuriyah. Jeddah.


Sangkapur, 2005, hal;122

Anda mungkin juga menyukai