Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HADITS MATRUK, HADITS MUNKAR, DAN HADITS SYADZ


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Harian Mata Kuliah
Ulumul Hadits
Dosen : Ust. Muhammad Fikri, M.A.

Oleh :

Muhammad Izharuddin
Muhamad Syafrudin
Nur Kholili Wasik

PRODI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI KULLIYATUL QUR’AN AL HIKAM DEPOK
2021 M/1442 H

Jl. H Amat, No.21. RT.06/RW.01, Kukusan, Beji, Kota Depok, Jawa Barat 16425
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan terima kasih kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga terwujudnya makalah kami yang berjudul “ HADITS MATRUK,
HADITS MUNKAR, DAN HADITS SYADZ”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
mata kuliah Ulumul Hadits dengan dosen pengampu Ust. Muhammad Fikri, M.A.

Terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Ulumul Hadits Ust. Muhammad
FIkri, M.A. yang selalu membimbing kami dan memberikan arahan serta ilmu yang telah
beliau sampaikan. Dan tak lupa pula kepada teman-teman sekalian yang telah mendukung
kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Kami haturkan mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam pembuatan
makalah ini, untuk itu pemakalah menerima segala bentuk kritik membangun demi
terciptanya kesempurnaan dalam pembuatan makalah selanjutnya.

Depok, 28 Maret 2021

penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
B. Rumusan masalah......................................................................................................................4
C. Tujuan........................................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
A. Hadits Matruk..........................................................................................................................5
1. Pengertian Hadits Matruk......................................................................................................5
2. Tanda-Tanda Hadits Matruk..................................................................................................5
3. Contoh Hadits Matruk...........................................................................................................5
4. Hukum hadits matruk.............................................................................................................6
B. Hadits Munkar.........................................................................................................................6
1. Pengertian Hadits Munkar.....................................................................................................6
2. Contoh Hadits Munkar...........................................................................................................7
3. Hukum hadits munkar............................................................................................................8
C. Hadits Syadz.............................................................................................................................8
1. Pengertian Hadits Syadz........................................................................................................8
2. Pembagian Hadits Syadz........................................................................................................8
3. Hukum Hadits Syadz.............................................................................................................9
4. Perbedaan antara Hadits Syadz dan Hadits Munkar.............................................................10
BAB III...............................................................................................................................................11
PENUTUP..........................................................................................................................................11
A. Kesimpulan..............................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................12

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Ilmu hadits adalah ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui kedudukan

sanad dan matan, apakah diterima atau ditolak. Sebagai diketahui, banyak istilah untuk

menyebut nama-nama hadits sesuai dengan fungsinya dalam menetapkan syariat Islam. Ada

hadits shahih, hadits hasan, dan hadits dhoif. Masing-masing memiliki persyaratannya

sendiri-sendiri. Persyaratan itu ada yang berkaitan dengan persambungan sanad, kualitas para

periwayat yang dilalui hadits, dan ada pula yang berkaitan dengan kandungan hadits itu

sendiri.

Hadits dha’if ialah hadits hadits yang tidak mencukupi sifat hasan kerana ketiadaan

salah satu syaratnya. Tahap kedha`ifan hadits berbeda mengikut tahap berat dan

ringan kelemahan para perawi sebagaimana hadits shahih berbeda-beda. Banyaknya jenis

hadits dha’if melatarbelakangi penulis untuk secara khusus membahas tentang jenis hadits

dha’if yakni hadits syadz dan hadits munkar . Oleh sebab itulah penulis menulis makalah

dengan judul “ Hadits Matruk, Hadits Munkar, Dan Hadits Syadz”.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hadits Matruk, Hadits Munkar, Dan Hadits Syadz ?
2. Apa tanda-tanda, contoh dan hukum hadits Matruk, Hadits Munkar, Dan Hadits Syadz
?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan hadits Matruk, Hadits Munkar, Dan Hadits
Syadz.
2. Mengetahui tanda-tanda, contoh dan hukum dengan hadits Matruk, Hadits Munkar,
Dan Hadits Syadz.

4
BAB II

PEMBAHASAN
A. Hadits Matruk
1. Pengertian Hadits Matruk
Matruk berasal dari kata dasar “ at-tark”, artinya sama dengan “ at-tariikah ”, yaitu
“kulit telur, sedangkan menurut istilah adalah hadits yang di riwayatkan oleh seorang
perawi yang tertuduh kuat berlaku dusta ( terhadap haditsyang di riwayatkanya) atau
nampak kefasikannya, baik pada perbuatan maupun ucapan atau orang yang banyak
lupanya atau banyak keragu-raguannya.
Jadi hadits matruk adalah hadits yang dalam mata rantainya sanadnya
ditemukan seorang perawi yang tertuduh kuat berlaku dosa dalam penyampaian
haditsnya, bahkan terkenal banyak melakukan kesalahan-kesalahan.
2. Tanda-Tanda Hadits Matruk
a. Haditsnya tidak diriwayatkan oleh siapa saja kecuali dari jalurnya
b. Haditsnya menyalahi kaidah umum yang telah diketahui dalam syari’at,
seperti nash-nash yang qath’i baik dalam Al-Qur’an maupun sunnah nabawiyah.
c. Kebohongan yang dilakukannya sudah dikenal oleh publik, sekalipun belum
diketahui secara pasti dalam hal penyampaian hadits nabawi.1
d. Didalam hadits itu terdapat perawi yang dituduh berdusta, yakni diketahui
berdusta didalam perkataannya kepada manusia atau orang lain, bukan diketahui
berdusta didalam meriwayatkan hadits.
e. Salah satu dari perawinya banyak melakukan kesalahan atau dituduh berbuat
fasiq atau banyak lupa atau lalai.2
3. Contoh Hadits Matruk
Hadits yang dikeluarkan oleh imam Ibnu Majah beliau berkata, telah
menceritakan Muhammad bin Basyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Harits dari Muhammad bin Abdirrahman al-Bailamani dari ayahnya dari Ibnu
Umar berkata Rasulullah bersabda: “Syuf’ah itu melepas tali pengikat”.
Muhammad bin Abdirrahman al Bailamani adalah orang yang dituduh
berdusta dan munkar haditsnya.

1
Muhammad Ma’sum Zein, Ulumul Hadits dan Mustholah Hadits, (Jatim : Darul Hikmah)) hlm. 144.
2
Luqman al-hakim, Imdaadul Mughiits Bi Tashiili Ulumil Hadits, ( Cairo : Darus Shalih) hlm. 71.

5
Contoh lain hadits riwayat Umar bin Syamir al-Ju’fiy al-Kufiy al-Syi’iy dari
Jabir, dari Abi Tufail dari Ali dari Ibnu Amr, berkata:
“Nabi saw berqunut dalam shalat shubuh dan membaca takbir pada hari arafah mulai
dari shalat shubuh dan memutuskannya pada akhir hari-hari tasyrik.”
Dalam menanggapi hadits ini, an-Nasa’i dan Daaruqutni berkomentar bahwa
Umar Bin Syamir, dari Jabir al-Ju’fiy adalah perawi yang matrukul hadits (orang yang
haditsnya ditinggalkan). Oleh karena itu, hadits yang diriwayatkan melalui dua perawi
riwayat tersebut hadits matruk.3
4. Hukum hadits matruk
Bahwasanya hadits matruk dihukumi gugur karena kuat kedhoifannya maka
tidak bisa dijadikan hujjah dan saksi.4

B. Hadits Munkar
1. Pengertian Hadits Munkar
Munkar adalah isim maf’ul dari kata dasar al- inkar, lawan dari kata al-iqrar,
sedangkan menurut istilah yang didefinisikan oleh Ibnu Hajar adalah hadits yang
diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah (jauh dari dhabt dan mutqin) yang
bertentangan dengan perawi hadits orang yang terpercaya (tsiqah). Inilah definisi
yang dipilih oleh kebanyakan muhadditsin, diantaranya Ibnu Hajar dalam kitabnya al-
Nukhbah dan syarahnya.5 Sedangkan menurut al-Qasimi, ia mengatakan
mendefinisikan bahwa hadits munkar adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang
perawi yang tingkat hafalannya sangat rendah.6
Cara mengetahui hadits munkar yaitu apabila tedapat hadits yang memiliki
perbedaan riwayat perawinya yang menyalahi (bertentangan) terhadap riwayat
selainnya dari Ahlu Huffadz, maka ia disebut dengan hadits munkar. Sedangkan
lawan dari hadits munkar adalah hadits ma’ruf.7

3
Muhammad Ma’sum Zein, ….., hlm. 145.
4
Luqman al-Hakim, …. ,hlm. 71.
5
Nuruddun Itr, Ulumul Hadits, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya), hlm. 461
6
Muhammad Ma’sum Zein, …, hlm. 145.
7
Luqman al-Hakim, …. ,hlm. 72.

6
2. Contoh Hadits Munkar
Hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi, dari Abi Sa’id Yahya bin Sulaiman Al-
Ju’fiy, menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, mencgabarkan padaku Dahya bin
Ayyub, dari Yahya bin Sa’id, dari Ja’far bin Umayyah Adh-Dhommari dari ayahnya :
“Bahwasanya Ash-Sho’b bin Jutsamah menghadiahkan kepada Nabi seekor himar
wahsy (liar) yang lemah, sedangkan Nabi berada di Juhfah, maka beliau memakannya
dan begitu pula kaumnya”
Hadits ini dinilai munkar dari dua cara :
a. Pertama, dari segi perawinya terdapat Yahya bin Ayyub al-Ghofiqi walaupun
dinilai hasan oleh sebagian muhadditsin, tapi sekumpulan jama’ah seperti Abu
Zur’ah, Ahmad, Abu Hatim, An-Nasai dan Adz-Dzahabi banyak yang
mendhoifkan, mengatakan bahwa ia memiliki hafalan yang buruk, munkar
haditsnya, tidak bisa dijadikan hujjah dan sebagainya. Selain itu, juga terdapat
Yahya bin Sulaiman Al-Ju’fiy yang menurut An-Nasa’i bahwa ia bukan orang
yang tsiqah.
b. Kedua, riwayat ini juga bertentangan dengan riwayat sekumpulan perawi yang
tsiqah, yakni riwayat yang dikenal shahih yaitu Malik, Ubaidillah, Ibnu Umar,
Ibnu Abi Adz-Dzi’b, Al-Laits, Ibnu Juraij, Sufyan, Yunus, Az-Zuhri dari
Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Mas’ud, dari Abdullah bin Abbas, dari
Ash-Sho’b bin Jutsamah Al-Laitsi :
“Bahwasnya dia menghadiahkan Rasulullah himar liar sedangkan beliau
berada di Abwa’, atau di Wad’an, lalu beliau menolaknya, maka tatkala ia
melihat apa yang ada di wajahnya, beliau bersabda : “Sungguh kami tidak
menolaknya kecuali bahwa itu haram”.
Riwayat pertama mengatakan bahwa Nabi menerima hadiah dan
memakannya bersama para shahabat, riwayat ini bertentangan dengan riwayat
jama’ah yang tsiqah yang menunjukan bahwa Nabi tidak menerima hadiah,
dan beliau dan par3a shahabat tidak memakannya. Sungguh telah bersepakat
para perawi bahwa Nabi tidak memakannya kecuali dari riwayat yang syadz
dan munkar ini.8

3. Hukum hadits munkar


8
Luqman al-Hakim, …. ,hlm. 73.

7
Hadits ini dihukumi dha’if lagi tertolak dan tidak bisa dijadikan hujjah baik
dari perawi yang mempunyai sifat yang sering berbuat kesalahan, sering lupa atau
nampak kefasiqannya atau perawi dhoif yang bertentangan periwatannya dengan
perawi yang tsiqah. Hanya yang hanya bisa dijadikan hujjah adalah hadits yang
bertentangan dengannya (kebalikannya) atau ma’ruf9.

C. Hadits Syadz
1. Pengertian Hadits Syadz

Syadz berasal dari kata dasar syadz, yang artinya sama dengan kata infarada
yaitu “kesendirian” sedangkan menurut istilah adalah hadits syadz adalah hadits yang
di riwayatkan oleh orang yang (periwatannya) dapat diterima (maqbul), tetapi
bertentangan dengan perawi lain yang kualitasnya lebih utama. Maksudnya adalah
hadits yang di riwayatkan oleh perawi tsiqqah, berlawanan dengan riwayat perawi lain
yang berkualiatas lebih utama darinya, lantaran memiliki kelebihan dalam
kedlabitannya atau banyak sanad atau hal-hal lain yang berhubungan erat dengan
masalah pen-tarjih-an.10

Jadi hadits syadz adalah hadits yang diriwayatkan sendiri oleh salah seorang
perawi tsiqah, tetapi hadits itu tidak mempunyai muttabi’ ( jalan lain ) yang dapat
menguatkan pribadi yang tsiqah tersebut, sebab jika memiliki muttabi’, maka hadits
tersebut tidak memiliki perlawanan diantara perawi tsiqah yang lain.

2. Pembagian Hadits Syadz


Hadits syadz sesuai dengan tempat terjadinya kejanggalan itu, dapat dibagi
menjadi dua, yaitu syadz dalam sanad dan syadz dalam matan.
a. Hadits syadz dalam sanad. Contoh hadits syadz dalam sanad adalah seperti
hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi di dalam Sunan Al-Kubra, dari jalur
Hammad bin Zaid, dari Amr’ bin Dinar, dar Ausajah budaknya Ibnu Abbas :
“Sungguh telah wafat seorang laki-laki di masa Rasulullah sedangkan dia tidak
meninggalkan warisan kecuali seorang budak miliknya, Nabi memerdekakannya lalu
Nabi memberikan kepadanya warisan laki-laki itu”

9
Luqman al-Hakim, …. ,hlm. 74
10
Muhammad Ma’sum Zein,…., Hlm. 161

8
Baihaqi berkata Al-Qadhi telah berkata hadits ini mursal dari Hammad bin Zaid,
tidak sampai kepada Ibnu Abbas. Sementara itu, At-Tirmizi, Ibnu Majah dan Ahmad
meriwayatkannya secara mashul dari jalur Ibnu Uyainah, Ibnu Juraij, Hammad bin
Salmah, Muhammad bin Muslim at-Thoifi dari Amr bin Dinar dan seterusnya hingga
kepada Ibnu Abbas. Inilah yang disebut dengan Mahfuzh.11
b. Hadits syadz pada matan. Contoh hadits syadz pada matan adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzzi dari hadits Abdul Wahid bin
Ziyad dari A’masy dari Abi Sholih dari Abu Hurairah secara marfu :
“Apabila telah shalat salah seorang dari kalian maka hendaklah ia berbaring ke
arah kanan”.
Baihaqi mengatakan bahwa Abdul Wahid berbeda dengan banyak perawi dalam
hal ini, karena mereka meriwayatkan dari perbuatan Nabi bukan dari perkataannya.
Abdul Wahid menyendiri diantara sahabat A’masy yang tsiqat tentang lafaz ini. Dan
telah meriwayatkannya Muhammad bin Ibrahim at-Taimi, dari Abi Sholih As-
Samman, dari Abu Hurairah hikayat tentang perbuatan Nabi. Selain itu juga telah
meriwayatkan dari Abi Sholah yaitu Suhail bin Abi Sholih
Selain itu adapula hadits yang syadz pada sanad dan matannya. Contohnya ialah
hadits yang diriwayatkan oleh Daaruqutni dari Aisyah bahwa “Rasulullah saw
kadang-kadang mengqashar shalat dalam perjalanan dan kadang-kadang
melaksanakan dengan sempurna, kadang-kadang berbuka dan kadang-kadang
berpuasa.”
Hadits ini para perawinya tsiqah dan sanadnya dinilai shahih. Akan tetapi
hadits ini janggal dalam sanad dan matannya. Kejanggalan dalam sanadnya adalah
karena riwayat ini menyalahi riwayat yang disepakati oleh para rawi yang tsiqah dari
Aisyah, bahwa kandungan riwayat itu adalah dari tindakan dari Aisyah sendiri tidak
marfu’ kepada Rasulullah. Adapun kejanggalan pada matan bahwa tindakan nabi
yang shahih menurut para perawi yang tsiqah adalah beliau senantiasa mengqashar
shalatnya dalam perjalanan.
3. Hukum Hadits Syadz
Bahwasanya hadits syadz termasuk dari hadits dha’if dan ia ditolak, tidak
boleh diterima meskipun riwayat itu tsiqah ketika riwayatnya menyalahi riwayat yang
lebih kuat daripadanya, maka dipastikan ia tidak dhabit. Yang bisa dijadikan hujjah

11
Luqman al-Hakim, …. ,hlm. 75.

9
adalah hadits mahfudz, yakni hadits yang diriwayatkan oleh periwayat yang tsiqah
yang menyalahi riwayat yang lebih rendah daripadanya.
Akan tetapi jika ada tambahan tsiqat yang memungkinkan untuk
meringkasnya dengan tidak tejadinya perbedaan maka tambahan tersebut diterima dan
dinamakan ziyadah tsiqat. 12
4. Perbedaan antara Hadits Syadz dan Hadits Munkar
Hadits syadz adalah hadang diriwayatkan oleh perawi yang maqbul yakni para
perawi yang shahih dan hasan (adalah yang sempurna dan dhabt atau adalah yang
ringan dhabtnya). Sedangkan hadits munkar adalah hadits yang perawinya dhaif,
buruk kesalahannya, sering lupa, dan fasiq dan bertentangan dengan perawi yang
tsiqah.

12
Luqman al-Hakim, …. ,hlm. 79.

10
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Hadits matruk adalah hadits yang dalam mata rantainya sanadnya ditemukan seorang
perawi yang tertuduh kuat berlaku dosa dalam penyampaian haditsnya, bahkan terkenal
banyak melakukan kesalahan-kesalahan, dengan tanda-tandanya yaitu Haditsnya tidak
diriwayatkan oleh siapa saja kecuali dari jalurnya, Haditsnya menyalahi kaidah umum yang
telah diketahui dalam syari’at, seperti nash-nash yang qath’i baik dalam Al-Qur’an maupun
sunnah nabawiyah, Kebohongan yang dilakukannya sudah dikenal oleh publik dan lain-lain.
hadits matruk dihukumi gugur karena kuat kedhoifannya maka tidak bisa dijadikan hujjah
dan saksi

Hadits munkar menurut Ibnu Hajar yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi
yang lemah (jauh dari dhabt dan mutqin) yang bertentangan dengan perawi hadits orang yang
terpercaya (tsiqah). Hadits ini dinilai munkar dari dua cara Pertama, dari segi perawinya dan
Kedua, riwayat ini juga bertentangan dengan riwayat sekumpulan perawi yang tsiqah. Hadits
munkar ini dihukumi dha’if lagi tertolak dan tidak bisa dijadikan hujjah baik dari dari perawi
yang mempunyai sifat yang sering berbuat kesalahan, sering lupa atau nampak kefasiqannya
atau perawi dhoif yang bertentangan periwatannya dengan perawi yang tsiqah.

Hadits syadz- adalah hadits yang diriwayatkan sendiri oleh salah seorang perawi tsiqah,
tetapi hadits itu tidak mempunyai muttabi’ ( jalan lain ) yang dapat menguatkan pribadi yang
tsiqah tersebut, sebab jika memiliki muttabi’, maka hadits tersebut tidak memiliki perlawanan
diantara perawi tsiqah yang lain. Pembagian Hadits Syadz tebagi dua, syadz dalam sanad dan
syadz pada matan. Hukum hadits syadz tidak boleh diterima meskipun riwayat itu tsiqah
ketika riwayatnya menyalahi riwayat yang lebih kuat daripadanya, karena termasuk dari
hadits dha’if dan ia ditolak, maka dipastikan ia tidak dhabit.

11
DAFTAR PUSTAKA

Zein, Muhammad Ma’sum. 2008. Ulumul Hadits dan Mustholah Hadits, Jatim : Darul
Hikmah
Al-Hakim, Luqman. 2017. Imdaadul Mughiits Bi Tashiili Ulumil Hadits, Cairo : Darus
Shalih
Itr, Nuruddin. 2012. Ulumul Hadits, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya)

12

Anda mungkin juga menyukai