MAQASHID ASSYARI’AH
Untuk memenuhi tugas harian mata kuliah Tafsir Tematik
Dosen : Ust. Hamzah, M.A.
Oleh :
Muhammad Izharuddin
Muhammad Idha Fadillah
Puji dan syukur kami ucapkan terima kasih kepada kehadirat Allah
SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga terwujudnya makalah
berjudul “Maqashid Asyyari’ah”. Makalah ini dibuat untuk menambah
khazanah ilmu pengetahuan sekaligus memenuhi tugas mata kuliah
Tafsir Tematik dengan dosen pengajar Ust. Hamzah, M.A Kami ucapkan
terima kasih kepada dosen pengajar yang selalu membimbing dan
memberikan arahan serta ilmu yang telah beliau sampaikan
Makalah ini memuat hal-hal yang berkaitan dengan berbagai hal
yang berkaitan dengan Maqashid Asy’syariah. Diharapkan kepada para
pembaca dapat lebih mengetahui kepada materi yang akan disampaikan
kali ini sehingga dapat bermanfaat dan diterapkan dalam kehidupan
nantinya.
Kami mengucapkan mohon maaf apabila masih banyak kekurangan
dalam pembuatan makalah ini, untuk itu penulis menerima segala bentuk
kritik membangun demi terciptanya kesempurnaan dalam pembuatan
makalah selanjutnya.
1. PENDAHULUAN
Tujuan dari penetapan hukum atau yang sering dikenal dengan
istilah maqashid al-syariah merupakan salah satu konsep penting dalam
kajian hukum Islam. Karena begitu pentingnya hal tersebut, para ahli
teori hukum menjadikan maqashid al-syariah sebagai sesuatu yang harus
dipahami oleh mujtahid yang melakukan ijtihad. Adapun inti dari teori ini
adalah untuk mewujudkan kebaikan sekaligus menghindarkan dari
keburukan, atau menarik manfaat dan menolak mudharat. Istilah yang
sepadan dengan hal tersebut adalah maslahat, karena penetapan hukum
dalam Islam harus bermuara kepada maslahat.
Allah sebagai syari’ (yang menetapkan syariat) pasti tidak
menetapkan hukum begitu saja, akan tetapi memiliki tujuan dan maksud
tertentu. Syariat semuanya adil, berisi rahmat dan hikmah. Setiap hal
yang menyimpang dari keadilan, rahmat, hikmah pasti bukan ketentuan
syari’at.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka pengetahuan tentang
teori maqashid al-syariah dalam kajian hukum Islam adalah suatu
keniscayaan. Tulisan singkat ini akan mencoba mengemukakan secara
sederhana teori maqashid al-syariah, baik berupa pengertian, kandungan
dan cara mengetahuinya.
2. PENGERTIAN MAQASHID AL-SYARIAH
Maqashid al-syariah terdiri dari dua kata, maqashid dan syariah.
Kata maqashid merupakan bentuk jamak dari maqsud yang berarti
maksud dan tujuan, sedangkan syariah mempunyai pengertian hukum-
hukum Allah yang ditetapkan untuk manusia agar dipedomani untuk
mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat. Maka dengan
demikian, maqashid al-syariah berarti tujuan-tujuan yang hendak dicapai
dari suatu penetapan hukum.1 Izzuddin bin Abdi Al-Salam, mengatakan
bahwa maqashid al-syariah adalah segala taklif hukum selalu bertujuan
untuk kemaslahatan hamba (manusia) dalam kehidupan dunia dan
akhirat. Allah tidak membutuhkan ibadah seseorang, karena ketaatn dan
kemaksiatan tidak berpenaruh apa-apa terhadap kemuliaan Allah. Jadi,
sasaran manfaat hukum tidak lain adalah kepentingan manusia.
Ibnu Asyur, di dalam Maqashid Al-Syariah Al-Islamiyah,
mengatakan bahwa maqashid al-syariah adalah makna-makna dan
hikmah-hikmah yang diperlihatkan Allah dalam semua atau sebagian
besar syariat-Nya, juga masuk dalam wilayah ini sifat-sifat syariat atau
tujuan umumnya.2
Wahbah Az-Zuhaili mendefinisikan maqashid al-syariah dengan
makna-makna dan tujuan-tujuan yang dipelihara oleh syara’ dalam
seluruh hukumnya atau sebagian besar hukumnya, atau tujuan akhir dari
syariat dan rahasia-rahasia yang diletakkan oleh syara’ pada setiap
hukumnya.
1
Ghofar Shidiq, “Teori Maqashid Al-Syari’ah Dalam Hukum Islam” Sultan Agung. Vol.
44 No. 118
2
Nispan Rahmi, “Maqasid Al-Syari’ah: Melacak Gagasan Awal” Jurnal Syariah: Jurnal
Ilmu Hukum dan Pemikiran Vol 17 No. 2
Ghazali (w.505 H). Pembahasan mereka pada dasarnya dalam rangka
men-
elaskan tujuan-tujuan Allah SWT dalam menetapkan hukum. Tidak
samapi situ, pembicaraan ini j1uga dilanjutkan oleh Fajhr al-Din al-Razi
(w.606 H), al-Amidi (w. 631 H), Izzuddin bin Abdissalam (w.660 H), al-
Qarafi (w. 684 H), Najm al-Din al-Thufi (w. 716 H), terus berlanjut
hingga al-Syatibi (w. 790 H). Menurut pendapat yang masyhur, di tangan
al-Syatibi inilah ilmu Maqashid al-syariah menemukan bentuknya yang
jelas dan sisitematis. Terlepas dari adanya perkembangan pemikiran
pasca al-Syatibi, namun tidak dapat dipungkiri bahwa al-Syatibi adalah
tokoh pertama yangtelah meletakkan pondasi yang kuat dalam mengkaji
dan selanjutnya dalam mengembangkan keilmuan ini.
Ilmu maqashid al-syariah pada dasarnya merupakan sebuah ilmu
yang telah memenuhi kriteria keillmuan dilihat dari tinjauan filsafat,
namun pada umumnya para ulama tidak sepakat untu menjadikannya
sebagai sebuah ilmu yang berdiri sendiri, tetapi teori maqasahid al-
syariah masih diposisikan untuk membantu ilmu ushul fiqih. Oleh karena
itu, aplikasi adillah al-syari’yah (dalil-dalil hukum Islam) yang dijadikan
dasar dalam penetapan hukum Islam yang diilhami oleh maqashid al-
syariah. Berbeda dengan ulama sebelumnya, Ibnu Asyur (w.1973 M)
adalah ulama kontemporer yang mengatakan bahwa maqashid al-syariah
adalah ilmu yang mustaqil (berdiri sendiri) dan dengan sendirinya dapat
menetapkan hukum Islam tanpa membutuhkan ilmu ushul fiqih yang
sudah baku dan dipraktekkan sebelumnya.