Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

METODOLOGI KITAB SUNAN IBNU MAJAH


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah : Studi Kitab Hadits Primer
Dosen pengampu : Bpk. Zulham Qudsi Farizal Alam,MA

Disusun oleh :
1 Amin Fauzan (2130410036)
2 Ahcmad Choirul Anam (2130410035)

PROGRAM STUDI ILMU HADITS


FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hadis merupakan sumber kedua hukum Islam setelah Al-Quran. Al-Quran yang
bersifat mujmal itu harus dijelaskan secara terperinci melalui hadis. Hal ini karena fungsi
hadis yaitu sebagai penjelas Al-Quran untuk memperkuat keterangan, memperinci yang
global, mengkhususkan yang umum, membatasi kemuthlakan ayat, me-nasakh hukum dalam
Al-Quran dan untuk menciptakan hukum syariat. Jadi, hadis mempunyai peran yang utama
baik secara eksplisit maupun implisit.
Hubungan antara hadis dan Al-Quran sangat integral, keduanya tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, karena keduanya berdasarkan wahyu yang
datang dari Allah dan Muhammad SAW untuk disampaikan umatnya, hanya proses
penyampaiannya dan periwatannya yang berbeda. Akibat dari adanya peyampaian dan
periwayatan yang berbeda, maka timbullah hadis yang palsu baik dari segi sanad maupun
perawinya.
Masa Rasulullah Saw. merupakan masa pewahyuan dan pembentukan masyarakat
islam. Didalamnya, hadits-hadits diwahyukan oleh nabi yang terdiri atas perkataan, perbuatan
dan ketetapan nabi dalam membina islam. Keadaan hadits terus dijaga oleh sahabat. Pada
abad ke-3 sampai abad ke-5, hadits-hadits nabi dibukukan dalam berbagai kitab dengan
berbagai metode penulisannya.
Pada abad ke-3 H, merupakan masa keemasan dalam pemurnian serta
penyempurnaan hadis nabawi. Langkah penyusunan dan pembukuan hadis yang dilakukan
para ulama pada masa ini mendapatkan apresiasi yang tinggi dan posisi yang terhormat.
Kemunculan para ulama besar seperti Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, al-
Tirmidhi, al-Nasa’I, Ibnu Majah, dan sejumlah imam yang lainnya dengan karya-karya yang
sangat monumental dapat disebutkan sebagai bukti historis tersendiri yang memperkuat
adanya perkembangan hadis yang gemilang pada masa ini.
Salah satu ulama hadis yang dibahas penulis dalam makalah ini adalah Ibnu Majah.
Menurut berbagai sumber, kitab Sunan Ibnu Majah masih menjadi perdebatan ulama, dimana
sebagian sepakat jika Kitab Sunan Ibnu Majah dikategorikan ke dalam jajaran kelompok al-
Kutub al-Sittah dan sebagian ulama tidak sepakat dan bahkan memasukkan Kitab Muawatta’
atau pun kitab Sunan al-Darimi sebagai peringkat ke-enam di dalam kelompok al-Kutub al-
Sittah, dengan alasan yang mendasarinya.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat dua rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana biografi tentang Ibnu majah dan profil kitab Sunan Ibnu Majah?
2. Bagaimana penilaian para ulama tentang Ibn Majah dan kitabnya itu?

C. TUJUAN
Tujuan yang hendak dicapai dalam makalah ini yaitu:
1. Mengetahui biografi Ibnu Majah dan mengetahui profil kitab Sunan Ibnu Majah.
2. Mengetahui penilaian ulama terhadap Ibnu Majah dan kitab Sunan Ibnu Majah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI IBNU MAJAH


Ibnu Majah dikenal sebagai seorang muhaddith, mufassir, dan muarrikh, yang lahir
di Qazwin, Iraq pada tahun 209 H/824 M. 1 Ibn Majah hidup pada masa pemerintahan Dinasti
Abbasiyah yakni pada masa pemerintahan Khalifah al-Makmun (198 H/813 M) sampai akhir
pemerintahan Khalifah al-Muqtadir (295 H/908 M). Beliau meninggal dalam 74 tahun, usia
tepatnya pada tanggal 20 Ramadhan tahun 273 H/18 Februari 887 M.2
Nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdillah Muhammad bin Yazid al-Raba’I al-
Qazwini. Sedangkan sebutan Majah, adalah nama gelar (laqab) bagi Yazid, ayahnya yang
juga dikenal dengan nama Majah Maula Rab’at. Ada juga yang menyebutkan bahwa Majah
adalah ayah dari Yazid. Jika pendapat kedua ini benar, maka nama lengkap Ibnu Majah
adalah Abu ‘Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah al-Raba’I al-Qazwini. 3 Namun,
pendapat pertamalah yang lebih kuat.
Sama halnya dengan para imam-imam terdahulu yang gigih menuntut ilmu, seorang
imam terkenal Imam Ibnu Majah juga melakukan perjalanan yang cukup panjang untuk
mencari secercah cahaya ilmu, karena ilmu yang dituntut langsung dari sumbernya memiliki
nilai lebih tersendiri daripada belajar di luar daerah ilmu itu berasal. Ibnu Majah mulai
tertarik dan belajar hadis sejak masa mudanya, yaitu semenjak berusia 15 tahun pada seorang
guru yang bernama Ali bin Muhammad al-Tanafusi (w.233 H). Sedangkan pada usia 21
tahun, dia mulai melakukan rihlah untuk mengumpulkan, mendalami dan menulis hadis.
Adapun negeri-negeri yang menjadi obyek rihlahnya adalah Rayy (Teheran, Iran), Bashrah,
Kufah, Baghdad, Mesir, Khurasan dan Suriah.4
Dalam pengembaraannya Imam Ibnu Majah bertemu banyak guru yang dicarinya,
dari merekalah nantinya ia menggali sedalam-dalamnya ilmu pengetahuan dan menggali

1
Umi Sumbulah, Studi 9 Kitab Hadis Sunni (Malang: UIN Maliki Press, 2013), 101.
2
Muhammad Khoirul Zamzami, Makalah Ibn Majah, diakses dari
http://kzamzami.wordpress.com/2013/03/05/makalah-ibnu-majah.html, pada tanggal 12
September 2014.
3
Umi Sumbulah, Studi 9 Kitab Hadis Sunni, 102.
4
Ibid.
potensinya.5 Guru-guru yang ditemui Ibnu Majah adalah guru-guru yang mempunyai
kredibilitas keilmuan yang berbeda-beda. Di antara guru-gurunya adalah: Abu Bakar bin Abi
Syaibah, Muhammad bin Abdullah bin Mumayr, Hisyam bin Amr, Malik dan al-Lays. 6
Selain guru-guru yang telah disebutkan itu, ada lagi tambahan dari sumber yang berbeda
yaitu Jabbarah bin Al-Mughollas, Mush’ab bin ‘Abdullah az Zubair, Suwaid bin Sa’îd,
Abdulloh bin Muawiyah al Jumahî, Muhammad bin Ramh, Ibrohîm bin Mundzir al Hizami
dan Abu Sa’id Al Asyaj.7
Ibnu Majah juga dikenal sebagai penulis dan guru hadits sehingga banyak murid
yang meriwayatkan darinya, di antaranya: Ibnu Sibawaih, Muhammad bin Isa al-Saffar, Ishaq
bin Muhammad, Ali bin Ibrahim bin Salamah al-Qattan, Ahmad bin Ibrahim, Sulaiman bin
Yazid dan Ibrahim bin Dinar al-Jarasy al-Hamdani dan lain-lain. Dari sejumlah guru dan
orang yang meriwayatkan hadis kepada Ibnu Majah, maupun para murid dan orang yang
meriwayatkan hadis darinya, dapat dipahami bahwa Ibnu Majah adalah seorang ulama besar
yang cukup tinggi kapasitas intelektualnya.
Semasa hidupnya Ibnu Majah menghasilkan karya dalam bidang tafsir, hadis, dan
tarikh.8 Selain lebih dikenal sebagai muhaddith dengan karya populernya “Sunan Ibnu
Majah”, dia juga dikenal sebagai seorang mufassir yang pikiran-pikirannya dituangkan di
dalam kitab Tafsir al-Quran al-Karim. Disamping itu, ia juga dikenal sebagai muarrikh yang
terkenal kitabnya al-Tarikh yang berisi biografi para periwayat hadis sejak awal hingga
masanya. Dua kitab (tafsir dan tarikh) ini nampaknya kurang begitu popular dan akhirnya
hilang dari peredaran sehingga tidak sampai terbaca oleh generasi berikutnya. Sedangkan
yang masih eksis dan banyak dijumpai sekarang adalah kitab al-Sunan-nya.9

B. PROFIL KITAB SUNAN IBNU MAJAH


1. Isi dan Sistematika Kitab Sunan Ibnu Majah
Di dalam penyeleksian hadis (matan maupun sanadnya), Ibnu Majah tidak
menjelaskan kriteria dan standard yang digunakannya. Di samping itu, dia juga tidak
mengemukakan alasan dan tujuan penyusunan kitab Sunannya itu. Kitab tersebut berisi

5
Biografi Ibnu Majah, diakses dari http://bukuensiklopediahadits.blogspot.com/2013/04/biografi-
imam-ibnu-majah.html, pada tanggal 10 September 2014.
6
Umi Sumbulah, Studi 9 Kitab Hadis Sunni, 102.
7
Biografi singkat Ibnu Majah, diakses dari http://beritappg.blogspot.com/2013/12/biografi-singkat-
imam-ibnu-majah.html, pada tanggal 10 September 2014.
8
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2012), 298.
9
Umi Sumbulah, Studi 9 Kitab Hadis Sunni, 103.
4.341 hadis. Akan tetapi, dari sejumlah itu, sebanyak 3002 hadis telah termuat di dalam
kitab al-Ushul al-Khamsah10 baik sebagian maupun seluruhnya. Dengan demikian
masih ada sisa 1339 hadis yang hanya diriwayatkan sendiri oleh Ibnu Majah dengan
rincian sebagai berikut: pertama, 428 berkualitas shahih; kedua, 199 berkualitas hasan;
ketiga, 613 berkualitas lemah isnadnya; keempat, 99 berkualitas munkar dan
makdhub.11
Malihat dari sejumlah hadis yang dihimpun sendiri oleh Ibnu Majah tersebut,
tampak sekali bahwa dia tidak memilah-milah kriteria hadis/kualitas hadis yang dimuat
di dalam sunan-nya. Sebenarnya, seperti kitab-kitab sunan lainnya tidak hanya memuat
hadis-hadis yang berkualitas shahih dan atau yang hasan saja, tetapi mereka juga
memasukkan hadis yang berkualitas dhaif. Namun demikian, mereka memberikan
catatan-catatan khusus terhadap hadis yang berkualitas dhais tersebut untuk
menunjukkan kedhaifannya. Lain halnya dengan sikap yang diambil oleh Ibnu Majah
dalam Sunan-nya. Dia tidak memberikan rambu-rambu khusus dan keterangan di antara
hadis-hadis yang dimuat di dalamnya. Bahkan M. M. Azami, menyebutkan bahwa
terhadap hadis makdhub pun, Ibnu Majah lebih mengambil sikap diam daripada
berkomentar. Tidak diketahui secara jelas mengapa Ibnu Majah lebih mengambil sikap
demikian terhadap hadis-hadis yang dinilai berkualitas dhaif itu. Agaknya, karena
model penulisan yang kurang begitu jelas batasan-batasannya itulah, hingga Kitab
Sunan Ibnu Majah menimbulkan polemic yang berkepanjangan apakah kitab tersebut
layak diklasifikasikan ke dalam jajaran kelompok al-Kutub al-Sittah atau tidak.
Menurut Umi Sumbulah, justru sikap Ibnu Majah yang demikian ini dapat
membangkitkan sikap kreatif para ulama yang concern terhadap hadis untuk memilah-
memilahnya.12
Sebagaimana kitab-kitab sunan yang lain, Sunan Ibnu Majah ini disusun
berdasarkan materi dan bab fiqih. Tetapi secara rinci, terjadi beberapa perbedaan
dengan Sunan al-Nasa’I. Ulama menduga bahwa kitab hadis yang dikarang Ibn Majah
disusun berdasarkan masalah hukum. Di samping itu, ia memasukkan masalah-masalah
lain seperti zuhud, tafsir dan sebagainya. Kadang-kadang, hadis yang disebut ada yang
hadis mursal dengan tidak menyebut periwayat di tingkat pertama, yaitu sahabat. Hadis
semacam ini disebut kurang dari 20 hadis. Di samping itu, hadis-hadis yang ada juga
10
Al-Ushul al-Khamsah sebenarnya merupakan kelompok al-Kutub al-Sittah, hanya saja tidak
memasukkan kitab Sunan Ibnu Majah.
11
Umi Sumbulah, Studi 9 Kitab Hadis Sunni, 103.
12
Ibid.
tidak semuanya sahih dan hasan. Di dalamnya juga terdapat hadis-hadis yang bernilai
da’if, munkar, batil, dan bahkan maudu’. Walaupun begitu, Ibn Majah tidak
menjelaskan sebab-sebabnya.13 Adapun lebih jelasnya, dapat dicermati pada sistematika
berikut ini:14

N
o Nama Kitab Jumlah Bab Nomor Hadis
1 Al-Muqaddimah 46 1-278
2 Al-Taharah wa Sunanuha 139 279-711
3 Al-Shalah 13 712-754
4 Al-Adhan wa al-Sunnat Fiha 7 755-783
5 Al-Masajid wa al-Jamaah 19 784-851
6 Iqamat al-Shalah wa al-Sunnah 205 852-1499
7 Al-Janaiz 65 1500-1707
8 Al-Shiyam 68 1708-1854
9 Al-Zakat 28 1855-1917
10 Al-Nikah 63 1918-2093
11 Al-Thalaq 36 2094-2167
12 Al-kafarat 21 2168-2219
13 Al-Tijarah 69 2220-2395
14 Al-Ahkam 33 2396-2464
15 Al-Hibah 7 2465-2479
16 Al-Shadaqah 21 2480-2529
17 Al-Ruhun 24 2530-2586
18 Al-Syuf’ah 4 2587-2597
19 Al-Luqatah 4 2598-2607
20 Al-‘Itqu 10 2608-2629
21 Al-Hudud 38 2630-2712
22 Al-Diyah 36 2713-2797

13
Muhammad Khoirul Zamzami, Makalah Ibn Majah, diakses dari
http://kzamzami.wordpress.com/2013/03/05/makalah-ibnu-majah.html, pada tanggal 12 September
2014.
14
Umi Sumbulah, Studi 9 Kitab Hadis Sunni, 103-106.
23 Al-Washaya 9 2798-2822
24 Al-Faraid 18 2823-2857
25 Al-Jihad 46 2858-2991
26 Al-Manasik 108 2992-3238
27 Al-Adahi 17 3239-3281
28 Al-Dhabaih 15 3282-3320
29 Al-Shaid 20 3321-3373
30 Al-At’imah 62 3374-3495
31 Al-Asyribah 27 3496-3561
32 Al-Tibb 45 3562-3678
33 Al-Libas 47 3679-3787
34 Al-adab 59 3788-3958
35 Al-Du’a 22 3959-4025
36 Ta’bir al-Ru’ya 10 4026-4060
37 Al-Fitan 36 4061-4238
38 Al-Zuhd 39 4239-4485

Ada beberapa catatan khusus yang penting untuk diperhatikan mengenai


sistematika penulisan Sunan Ibnu Majah tersebut. Catatan-catatan khusus yang
dimaksud adalah menyangkut hal-hal berikut: pertama, lihat pada nomor 8 dan 9, disana
terlihat Ibnu Majah mendahulukan al-Shiyam kemudian al-Zakat. Kedua, pada nomor
24 dan 25, didahulukan al-Jihad untuk kemudian baru mengenai al-Hajj. Ketiga,
mengenai Muqaddimah-nya, tampaknya Sunan Ibnu Majah membahasnya secara
panjang lebar. Di dalam bagian muqaddimah ini saja terdapat 24 bab yang menyangkut
sunah (baca praktek ibadah Nabi), keimanan, keutamaan-keutamaan dan masalah iman,
bahkan hingga memuat 278 hadis.15

2. Kitab Syarh Sunan Ibnu Majah


Untuk melacak lebih lanjut Sunan Ibnu Majah ini, dapat mengacu kepada
kitab-kitab syarh yang disusun para ulama sebagai komentar terhadapnya. Akan tetapi,
tidak ditemukan data tentang bagimana ulsan-ulasan dan komentar mereka terhadap

15
Ibid, 106.
kitab tersebut. Literature-literatur yang ada juga tidak menginformasikan dari sisi dan
bagian mana yang disyarh oleh para ulama itu. Kitab-kitab syarh Sunan Ibnu Majah
yaitu:16
a. Mishbah al-Zujajah ‘ala Sunan ibn Majah karya Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Bakr
al-Suyuti (w. Tahun 911 H).
b. Kifayatul Hajah fi Syarh Sunan ibn Majah karya Abul Hasan bin ‘Abdul Hadi al-
Sindi.
c. Iljah al-Hajah li Syarh Sunan ibn Majah, kitab ini ditulis oleh Syaikh ‘Abdul Ghani
al-Majdawi al-Dahlawi.
d. Mishbah al-Zujajah fi Zawaid ibn Majah yang ditulis oleh Ahmad bin Abi Bakr bin
Ismail al-Bushiri.
e. Ma Yaliqu min Halli al-Lughati wa syarh al-Musykilat karya al-Fakhr al-Hasan al-
Kankuhi.
f. Mukhtasharu ma tamassu ilahi al-Hajatu liman Yutali’u sunan ibn Majah karya al-
Nu’mani.

Dalam cetakan Baitul Afkar al-Dauliyah di Yordania pada tahun 2007,


keenam kitab syarh di atas dicetak menjadi satu kitab dengan nama Syuruh Sunan Ibn
Majah yang terdiri dari dua jilid besar dan ditahqiq oleh Ra’id bin Shabri bin Abi ‘Ilfah.
Sedangkan karya ulama lainnya yang juga mengulas tentang hadis-hadis yang termuat
dalam Sunan Ibn Majah adalah Syarh al-Dibajah Karya al-Darimi yang meninggal
pada tahun 808 H, yang mana kitab tersebut memuat 15 jilid. Begitu juga kita Syarh
Sunan Ibn Majah susunan Ibrahim bin Muhammad al-Halbi yang meninggal pada tahun
841 H.17

3. Penilaian Ulama terhadap Sunan Ibnu Majah


Salah satu permasalahan pada kitab Sunan Ibnu Majah yaitu apakah layak
diklasifikasikan dalam jajaran kitab hadis yang enam (al-Kutub al-Sittah) atau tidak.
Hal ini disebabkan oleh berbagai visi dan pandangan ulama yang berbeda di dalam
memberikan penilaian terhadap kualitas hadis yang ada dalam kitab tersebut. Di
samping itu, juga disebabkan oleh karena Ibnu Majah sendiri belum cukup tegas
memberikan kriteria penyeleksian kualitas hadis-hadis yang dimuat di dalam kitab
Sunan-nya. Sehingga kondisi kitab yang demikian ini, cukup menjadi argument logis
16
Ibid, 106-107.
17
Ibid, 107.
bagi mereka yang menolak untuk mengkategorikannya sebagai peringkat keenam dalam
kelompok al-kutub al-sittah.18
Pada awalnya, sebenarnya terbentuknya formulasi dan kemunculan al-kutub
al-sittah, bukanlah merupakan upaya perencanaan para ulama yang concern terhadap
hadis. Akan tetapi, lebih merupakan hasil dari perkembangan dan kesempurnaan proses
ilmiah mereka. Meskipun demikian, masuk atau tidak masuknya sebuah kitab hadis
dalam kelompok “al-kutub al-sittah” yang notabene dianggap –meskipun menolak—
sebagai referensi hadis yang memiliki prestise yang cukup bisa diandalkan, tidak akan
menambah atau mengurangi sedikitpun nilai hadis yang telah terangkum di dalamnya.
Hal ini disebabkan oleh karena setiap hadis yang telah dimuat di dalam kitab-kitab
tersebut diuji berdasarkan kriteria, cara kerja dan kejelian periwayatnya dan bukan
bertitik tolak dari prestise pembukunya.19
Ulama pertama yang mengeluarkan pendapat mengenai masuknya Sunan Ibnu
Majah ke dalam al-Kutub al-Sittah adalah Ibnu Tahrir al-Maqdisi yang kemudian
diikuti jejaknya oleh al-Hafidz ‘Abdul Ghani al-Maqdisi yang dituangkan di dalam
kitab al-Ikmal-nya. Alasan yang dimajukan mereka adalah karena di dalam kitab Sunan
Ibnu Majah tersebut banyak memuat zawaid,20 yang tidak termuat di dalam kitab-kitab
lainnya meskipun ada beberapa ulama yang menilai bahwa mayoritas zawaid dimaksud
berkualitas dhaif. Dengan demikian, nampaknya mereka masih ada kemungkinan
berasal dari Nabi. Oleh karena itu, mereka –dan mayoritas ahli hadis- tetap berpegang
pada prinsip tersebut.21
Namun, dari sumber yang berbeda menyatakan bahwa hadis-hadis zawaid
tersebut terdiri dari 428 hadis yang diriwayatkan oleh periwayat yang dapat dipercaya
dan sahih sanadnya, 199 hadis sanadnya bernilai hasan, 613 mempunyai sanad yang
da’if, 99 hadis memiliki sanad yang lemah, munkar dan didustakan. Pernyataan
Muhammad Fuad Abd al-Baqi tersebut juga didukung oleh al-Suyuti dan al-Busyairi al-
Misri (w. 840 H.) dalam kitabnya al-Misbah al Zujajah fi Zawa’id Ibn Majah bahwa
hadis-hadis dalam zawaid bernilai sahih, hasan, da’if dan maudu. Kenyataan tersebut

18
Ibid, 108.
19
Ibid.
20
Zawaid adalah sekumpulan hadis yang dimuat di dalam Sunan Ibnu majah yang tidak tersajikan di
dalam kitab-kitab hadis yang lainnya.
21
Ibid, 109.
menafikan tuduhan al-Mizzi yang mengatakan bahwa semua hadis yang diriwayatkan
dari Ibn Majah adalah da’if.22
Sebagian ulama yang lain ada yang berpendapat bahwa yang lebih patut untuk
dikategorikan sebagai peringkat ke-enam itu adalah al-Muwatta’ Imam Malik atau
bahkan Kitab al-Muntaqa karya Ibnu Jarud yang layak menduduki peringkat ke-enam
dari kitab hadis yang standard yang enam itu. Ulama yang berpendapat bahwa al-
Muwatta’lah yang berhak mendudukinya adalah Razin al-Saqasti dan Ibnu al-Athir.
Bagaimana pun adanya, perbedaan pendapat ulama tersebut terhadap kualitas hadis itu
disebabkan oleh karena kriteria penilaian dan point of view yang berbeda pula. Sehingga
boleh jadi zawaid maaupun hadis-hadis lainnya yang dimuat Ibnu Majah di dalam
sunan-nya itu, Ibnu Majah sendiri mengkriteriakannya sebagai hadis berkualitas shahih,
hasan atau meskipun dhaif namun tidak terlalu parah tingkat ke-dhaif-annya. Oleh
karena itu, meskipun terdapat beberapa ulama yang menilai hadis-hadis yang termuat di
dalam Sunan Ibnu Majah itu mayoritas dhaif –utamanya hadis-hadis zawaidnya-- kita
tidak patut bersikap apriori terhadapnya. Seharusnya kondisi yang demikian ini, justru
mejadi motivasi bagi kita untuk berupaya mengkajinya lebih jauh lagi. Karena
bagaimana pun juga, meskipun kitab itu telah menjadi “barang jadi”, namun proses
pengembangan intelektualitasnya belum merupakan sesuatu yang final.23

C. Penilaian Terhadap Ibnu Majah


Ibnu Majah merupakan imam hadits yang banyak mempunyai kelebihan sehingga banyak
ulama' yang memberikan sanjungan kepadanya, diantaranya:
1. Al-Hafidz al-Kholili menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang yang tsiqoh kabir,
muttafaq ‘alaih, dapat di jadikan sebagai hujjah, memiliki pengetahuan yang
mendalam dalam masalah hadits, dan hafalan.”
2. Al-Hafidz al-Dzahabi menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang hafidz yang agung,
hujjah dan ahli tafsir.”
3. Al-Mizzi menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang hafidz, pemilik kitab al-sunan
dan beberapa hasil karya yang bermanfaat.”

22
Muhammad Khoirul Zamzami, Makalah Ibn Majah, diakses dari
http://kzamzami.wordpress.com/2013/03/05/makalah-ibnu-majah.html, pada tanggal 12 September
2014.
23
Umi Sumbulah, Studi 9 Kitab Hadis Sunni, 109-110.
4. Ibnu Katsîr menuturkan: “Ibnu Majah adalah pemilik kitab as Sunnan yang
Masyhur.24

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Abu ‘Abdillah Muhammad bin Yazid al-Raba’I al-Qazwini atau yang terkenal dengan
nama Ibnu Majah adalah seorang muhaddith, mufassir dan muarrikh yang sangat terkenal di
Qazwin. Ibnu Majah mulai tertarik dan belajar hadis sejak masa mudanya, yaitu semenjak
berusia 15 tahun pada seorang guru yang bernama Ali bin Muhammad al-Tanafusi (w.233
H). Sedangkan pada usia 21 tahun, dia mulai melakukan rihlah untuk mengumpulkan,
mendalami dan menulis hadis. Adapun negeri-negeri yang menjadi obyek rihlahnya adalah
Rayy (Teheran, Iran), Bashrah, Kufah, Baghdad, Mesir, Khurasan dan Suriah.

Adapun karyanya yang sangat terkenal yaitu Kitab Sunan Ibnu Majah. Kitab tersebut
berisi 4.341 hadis. Akan tetapi, dari sejumlah itu, sebanyak 3002 hadis telah termuat di dalam
kitab al-Ushul al-Khamsah baik sebagian maupun seluruhnya. Dengan demikian masih ada
sisa 1339 hadis yang hanya diriwayatkan sendiri oleh Ibnu Majah dengan rincian: pertama,
428 berkualitas shahih; kedua, 199 berkualitas hasan; ketiga, 613 berkualitas lemah
isnadnya; keempat, 99 berkualitas munkar dan makdhub.

Kitab ini menjadi permasalahan apakah termasuk dalam al-kutub al-sittah atau tidak.
Salah satu penunjang kitab ini termasuk kategori itu adalah adanya zawaid yang tidak ada
dalam kitab-kitab hadis sebelumnya. Selain itu, sistematika penulisan bab dan subbab yang
tertatur menjadi keunggulan dan daya Tarik tersendiri. Namun, dibalik keunggulan-
keunggulan itu terdapat pula kekurangannya, yaitu Ibnu Majah tidak mengklasifikasikan
hadis-hadis yang shahih, hasan, dhaif, ataupun makhdub. Sampai saat ini, tidak diketahui
alasan Ibnu Majah tidak memberikan tanda-tanda khusus jenis hadis-hadis yang dikumpulkan

24
Biografi singkat Ibnu Majah, diakses dari http://beritappg.blogspot.com/2013/12/biografi-singkat-
imam-ibnu-majah.html, pada tanggal 10 September 2014.
beliau. Mungkin dengan cara ini, dapat meningkatkan ketelitian ulama dalam mengkaji hadis
dan status hadis tersebut.

Daftar Pustaka

Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta: Bumi Aksara, 2013.


Sumbulah, Umi. Studi 9 Kitab Hadis Sunni. Malang: UIN-Maliki Press, 2013.
Biografi Ibnu Majah, diakses dari http://bukuensiklopediahadits.blogspot.
com/2013/04/biografi-imam-ibnu-majah.html, pada tanggal 10 September 2014.
Biografi singkat Ibnu Majah, diakses dari http://beritappg.blogspot.com/2013/12/ biografi-
singkat-imam-ibnu-majah.html, pada tanggal 10 September 2014.
Muhammad Khoirul Zamzami, Makalah Ibn Majah, diakses dari http://kzamzami.
wordpress.com/2013/03/05/makalah-ibnu-majah.html, pada tanggal 12 September 2014.

Anda mungkin juga menyukai