Anda di halaman 1dari 48

Biografi Imam Tirmidzi

Nama: Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin adl Dlahhak
Kunyah beliau: Abu Isa
Nasab beliau:
1. As Sulami; yaitu nisbah kepada satu kabilah yang yang di jadikan sebagai afiliasi beliau,
dan nisbah ini merupakan nisbah kearaban
2. At Tirmidzi; nisbah kepada negri tempat beliau di lahirkan (Tirmidz), yaitu satu kota
yang terletak di arah selatan dari sungai Jaihun, bagian selatan Iran.
Tanggal lahir:
Para pakar sejarah tidak menyebutkan tahun kelahiran beliau secara pasti, akan tetapi sebagian
yang lain memperkirakan bahwa kelahiran beliau pada tahun 209 hijriah. Sedang Adz Dzahabi
berpendapat dalam kisaran tahun 210 hijriah.
Ada satu berita yang mengatakan bahwa imam At Tirmidzi di lahirkan dalam keadaan buta,
padahal berita yang akurat adalah, bahwa beliau mengalami kebutaan di masa tua, setelah
mengadakan lawatan ilmiah dan penulisan beliau terhadap ilmu yang beliau miliki.
Beliau tumbuh di daerah Tirmidz, mendengar ilmu di daerah ini sebelum memulai rihlah ilmiah
beliau. Dan beliau pernah menceritakan bahwa kakeknya adalah orang marwa, kemudian
berpindah dari Marwa menuju ke tirmidz, dengan ini menunjukkan bahwa beliau lahir di
Tirmidzi.
Aktifitas beliau dalam menimba ilmu
Berbagai literatur-literatur yang ada tidak menyebutkan dengan pasti kapan imam Tirmidzi
memulai mencari ilmu, akan tetapi yang tersirat ketika kita memperhatikan biografi beliau,
bahwa beliau memulai aktifitas mencari ilmunya setelah menginjak usia dua puluh tahun.
Maka dengan demikian, beliau kehilangan kesempatan untuk mendengar hadits dari sejumlah
tokoh-tokoh ulama hadits yang kenamaan, meski tahun periode beliau memungkinkan untuk
mendengar hadits dari mereka, tetapi beliau mendengar hadits mereka melalui perantara orang
lain. Yang nampak adalah bahwa beliau memulai rihlah pada tahun 234 hijriah.
Beliau memiliki kelebihan; hafalan yang begitu kuat dan otak encer yang cepat menangkap
pelajaran. Sebagai permisalan yang dapat menggambarkan kecerdasan dan kekuatan hafalan
beliau adalah, satu kisah perjalan beliau meuju Makkah, yaitu;

Pada saat aku dalam perjalanan menuju Makkah, ketika itu aku telah menulis dua jilid berisi
hadits-hadits yang berasal dari seorang syaikh. Kebetulan Syaikh tersebut berpapasan dengan
kami. Maka aku bertanya kepadanya, dan saat itu aku mengira bahwa dua jilid kitab yang aku
tulis itu bersamaku. Tetapi yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain
yang masih putih bersih belum ada tulisannya. aku memohon kepadanya untuk menperdengarkan
hadits kepadaku, dan ia mengabulkan permohonanku itu. Kemudian ia membacakan hadits dari
lafazhnya kepadaku. Di sela-sela pembacaan itu ia melihat kepadaku dan melihat bahwa kertas
yang kupegang putih bersih. Maka dia menegurku: Tidakkah engkau malu kepadaku? maka aku
pun memberitahukan kepadanya perkaraku, dan aku berkata; aku telah mengahafal semuanya.
Maka syaikh tersebut berkata; bacalah!. Maka aku pun membacakan kepadanya seluruhnya,
tetapi dia tidak mempercayaiku, maka dia bertanya: Apakah telah engkau hafalkan sebelum
datang kepadaku? Tidak, jawabku. Kemudian aku meminta lagi agar dia meriwayatkan hadits
yang lain. Ia pun kemudian membacakan empat puluh buah hadits, lalu berkata: Coba ulangi
apa yang kubacakan tadi, Lalu aku membacakannya dari pertama sampai selesai tanpa salah satu
huruf pun.
Rihlah beliau
Imam At Tirmidzi keluar dari negrinya menuju ke Khurasan, Iraq dan Haramain dalam rangka
menuntut ilmu. Di sana beliau mendengar ilmu dari kalangan ulama yang beliau temui, sehingga
dapat mengumpulkan hadits dan memahaminya. Akan tetapi sangat di sayangkan beliau tidak
masuk ke daerah Syam dan Mesir, sehingga hadits-hadits yang beliau riwayatkan dari ulama
kalangan Syam dan Mesir harus melalui perantara, kalau sekiranya beliau mengadakan
perjalanan ke Syam dan Mesir, niscaya beliau akan mendengar langsung dari ulama-ulama
tersebut, seperti Hisyam bin Ammar dan semisalnya.
Para pakar sejarah berbeda pendapat tentang masuknya imam At Tirmidzi ke daerah Baghdad,
sehingga mereka berkata; kalau sekiranya dia masuk ke Baghdad, niscaya dia akan mendengar
dari Ahmad bin Hanbal. Al Khathib tidak menyebutkan at Timidzi (masuk ke Baghdad) di dalam
tarikhnya, sedangkan Ibnu Nuqthah dan yang lainnya menyebutkan bahwa beliau masuk ke
Baghdad. Ibnu Nuqthah menyebutkan bahwasanya beliau pernah mendengar di Baghdad dari
beberapa ulama, diantaranya adalah; Al Hasan bin AshShabbah, Ahmad bin Mani dan
Muhammad bin Ishaq Ash shaghani.
Dengan ini bisa di prediksi bahwa beliau masuk ke Baghdad setelah meninggalnya Imam Ahmad
bin Hanbal, dan ulama-ulama yang di sebutkan oleh Ibnu Nuqthah meninggal setelah imam
Ahmad. Sedangkan pendapat Al Khathib yang tidak menyebutkannya, itu tidak berarti bahwa
beliau tidak pernah memasuki kota Baghdad sama sekali, sebab banyak sekali dari kalangan
ulama yang tidak di sebutkan Al Khathib di dalam tarikhnya, padahal mereka memasuki
Baghdad.
Setelah pengembaraannya, imam At Tirmidzi kembali ke negrinya, kemudian beliau masuk
Bukhara dan Naisapur, dan beliau tinggal di Bukhara beberapa saat.
Negri-negri yang pernah beliau masuki adalah;

1. Khurasan
2. Bashrah
3. Kufah
4. Wasith
5. Baghdad
6. Makkah
7. Madinah
8. Ar Ray
Guru-guru beliau
Imam at Tirmidzi menuntut ilmu dan meriwayatkan hadits dari ulama-ulama kenamaan. Di
antara mereka adalah
1. Qutaibah bin Said
2. Ishaq bin Rahuyah
3. Muhammad bin Amru As Sawwaq al Balkhi
4. Mahmud bin Ghailan
5. Ismail bin Musa al Fazari
6. Ahmad bin Mani
7. Abu Mushab Az Zuhri
8. Basyr bin Muadz al Aqadi
9. Al Hasan bin Ahmad bin Abi Syuaib
10. Abi Ammar Al Husain bin Harits
11. Abdullah bin Muawiyyah al Jumahi
12. Abdul Jabbar bin al Ala`
13. Abu Kuraib

14. Ali bin Hujr


15. Ali bin said bin Masruq al Kindi
16. Amru bin Ali al Fallas
17. Imran bin Musa al Qazzaz
18. Muhammad bin aban al Mustamli
19. Muhammad bin Humaid Ar Razi
20. Muhammad bin Abdul Ala
21. Muhammad bin Rafi
22. Imam Bukhari
23. Imam Muslim
24. Abu Dawud
25. Muhammad bin Yahya al Adani
26. Hannad bin as Sari
27. Yahya bin Aktsum
28. Yahya bun Hubaib
29. Muhammad bin Abdul Malik bin Abi Asy Syawarib
30. Suwaid bin Nashr al Marwazi
31. Ishaq bin Musa Al Khathami
32. Harun al Hammal.
Dan yang lainnya
Murid-murid beliau
Kumpulan hadits dan ilmu-ilmu yang di miliki imam Tirmidzi banyak yang meriwayatkan,
diantaranya adalah;
1. Abu Bakr Ahmad bin Ismail As Samarqandi

2. Abu Hamid Abdullah bin Daud Al Marwazi


3. Ahmad bin Ali bin Hasnuyah al Muqri`
4. Ahmad bin Yusuf An Nasafi
5. Ahmad bin Hamduyah an Nasafi
6. Al Husain bin Yusuf Al Farabri
7. Hammad bin Syair Al Warraq
8. Daud bin Nashr bin Suhail Al Bazdawi
9. Ar Rabi bin Hayyan Al Bahili
10. Abdullah bin Nashr saudara Al Bazdawi
11. Abd bin Muhammad bin Mahmud An Safi
12. Ali bin Umar bin Kultsum as Samarqandi
13. Al Fadhl bin Ammar Ash Sharram
14. Abu al Abbas Muhammad bin Ahmad bin Mahbub
15. Abu Jafar Muhammad bin Ahmad An Nasafi
16. Abu Jafar Muhammad bin sufyan bin An Nadlr An Nasafi al Amin
17. Muhammad bin Muhammad bin Yahya Al Harawi al Qirab
18. Muhammad bin Mahmud bin Ambar An Nasafi
19. Muhammad bin Makki bin Nuh An Nasafai
20. Musbih bin Abi Musa Al Kajiri
21. Makhul bin al Fadhl An Nasafi
22. Makki bin Nuh
23. Nashr bin Muhammad biA Sabrah
24. Al Haitsam bin Kulaib

Dan yang lainnya.


Persaksian para ulama terhadap beliau
Persaksian para ulama terhadap keilmuan dan kecerdasan imam Tirmidzi sangatlah banyak,
diantaranya adalah;
1. Imam Bukhari berkata kepada imam At Tirmidzi; ilmu yang aku ambil manfaatnya
darimu itu lebih banyak ketimbang ilmu yang engkau ambil manfaatnya dariku.
2. Al Hafiz Umar bin Alak menuturkan; Bukhari meninggal, dan dia tidak meninggalkan
di Khurasan orang yang seperti Abu Isa dalam hal ilmu, hafalan, wara dan zuhud.
3. Ibnu Hibban menuturkan; Abu Isa adalah sosok ulama yang mengumpulkan hadits,
membukukan, menghafal dan mengadakan diskusi dalam hal hadits.
4. Abu Yala al Khalili menuturkan; Muhammad bin Isa at Tirmidzi adalah seorang yang
tsiqah menurut kesepatan para ulama, terkenal dengan amanah dandan keilmuannya.
5. Abu Sad al Idrisi menuturkan; Imam Tirmidzi adalah salah seorang imam yang di ikuti
dalam hal ilmu hadits, beliau telah menyusun kitab al jami, tarikh dan ilal dengan cara
yang menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang alim yang kapabel. Beliau adalah
seorang ulama yang menjadi contoh dalam hal hafalan.
6. Al Mubarak bin al Atsram menuturkan; Imam Tirmidzi merupakan salah seorang imam
hafizh dan tokoh.
7. Al Hafizh al Mizzi menuturkan; Imam Tirmidzi adalah salah seorang imam yang
menonjol, dan termasuk orang yang Allah jadikan kaum muslimin mengambil manfaat
darinya.
8. Adz Dzahabi menuturkan; Imam Tirmidzi adalah seorang hafizh, alim, imam yang
kapabel
9. Ibnu Katsir menuturkan: Imam Tirmidzi adalah salah seorang imam dalam bidangnya
pada zaman beliau.
Keteledoran Ibnu Hazm;
Dalam hal ini Ibnu Hazm melakukan kesalahan yang sangat fatal, sebab dia mengira bahwa At
Tirmidzi adalah seorang yang tidak dikenal, maka serta merta para ulama membantah
setatemennya ini, mereka berkata; Ibnu Hazm telah menghukumi dirinya sendiri dengan
keminimannya dalam hal penelaahan, sebenarnya kapabalitas Imam Tirmidzi tidak terpengaruh
sekali dengan statemen Ibnu Hazm tersebut, bahkan kapabilitas Ibnu Hazm sendiri yang menjadi
tercoreng karena dia tidak mengenali seorang imam yang telah tersebar kemampuannya. Dan ini
bukan pertama kali kesalahan yang dia lakukan, sebab banyak dari kalangan ulama hafizh lagi

tsiqah yang terkenal yang tidak dia ketahui.


Semua ini kami paparkan dengan tidak sedikitpun mengurangi rasa hormat dan pengakuan kami
terhadap keutamaan dan keilmuannya, akan tetapi agar tidak terpedaya dengan statemenstatemen yang nyeleneh darinya.
Hasil karya beliau
Imam Tirmizi menitipkan ilmunya di dalam hasil karya beliau, diantara buku-buku beliau ada
yang sampai kepada kita dan ada juga yang tidak sampai. Di antara hasil karya beliau yang
sampai kepada kita adalah:
1. Kitab Al Jami, terkenal dengan sebutan Sunan at Tirmidzi.
2. Kitab Al Ilal
3. Kitab Asy Syamail an Nabawiyyah.
4. Kitab Tasmiyyatu ashhabi rasulillah shallallahu alaihi wa sallam.
Adapun karangan beliau yang tidak sampai kepada kita adalah;
1. Kitab At-Tarikh.
2. Kitab Az Zuhd.
3. Kitab Al Asma wa al kuna.
Wafatnya beliau:
Di akhir kehidupannya, imam at Tirmidzi mengalami kebutaan, beberapa tahun beliau hidup
sebagai tuna netra, setelah itu imam atTirmidzi meninggal dunia. Beliau wafat di Tirmidz pada
malam Senin 13 Rajab tahun 279 H bertepatan dengan 8 Oktober 892, dalam usia beliau pada
saat itu 70 tahun.

Imam at Tirmidzi : ahli hadits dan fiqih


Nama lengkapnya adalah Imam Al-Hafidz Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin
Musa bin Ad-Dahhak As-Sulami At-Tirmidzi. Dia adalah salah seorang ahli hadits
kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang masyhur. Tirmidzi lahir pada 279 H
di kota Tirmiz.
Semenjak kecilnya, Tirmidzi gemar mempelajari ilmu dan mencari hadits. Untuk
keperluan inilah ia mengembara ke berbagai negeri: Hijaz, Irak, Khurasan dan lainlain. Dalam lawatannya itu ia banyak mengunjungi ulama-ulama besar dan guruguru hadits untuk mendengar hadits yang kemudian dihapal dan dicatatnya dengan
baik di perjalanan, atau ketika tiba di suatu tempat. Ia tidak pernah menyia-nyiakan
kesempatan tanpa menggunakannya dengan seorang guru di perjalanan menuju
Makkah.
Ia belajar dan meriwayatkan hadits dari ulama-ulama kenamaan. Di antaranya
adalah Imam Bukhari, kepadanya ia mempelajari hadits dan fiqh. Juga ia belajar
kepada Imam Muslim dan Abu Dawud. Bahkan Tirmidzi belajar pula hadits dari
sebagian guru mereka.
Guru lainnya ialah Qutaibah bin Saudi Arabiaid, Ishaq bin Musa, Mahmud bin
Gailan. Said bin Abdur Rahman, Muhammad bin Basysyar, Ali bin Hajar, Ahmad bin
Muni, Muhammad bin Al-Musanna dan lain-lain.
Hadits-hadits dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama. Di
antaranya ialah Makhul ibnul-Fadl, Muhammad bin Mahmud Anbar, Hammad bin
Syakir, Aid bin Muhammad An-Nasfiyyun, Al-Haisam bin Kulaib Asy-Syasyi, Ahmad
bin Yusuf An-Nasafi, Abul-Abbas Muhammad bin Mahbud Al-Mahbubi, yang
meriwayatkan kitab Al-Jami daripadanya, dan lain-lain.
Abu Isa At-Tirmidzi diakui oleh para ulama keahliannya dalam hadits, kesalehan dan
ketakwaannya. Ia terkenal pula sebagai seorang yang dapat dipercaya, amanah dan
sangat teliti.
Para ulama besar memuji dan menyanjungnya, dan mengakui akan kemuliaan dan
keilmuannya. Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad ibnu Hibban, kritikus hadits,
menggolangkan Tirmidzi ke dalam kelompok tsiqat atau orang-orang yang dapat
dipercayai dan kokoh hapalannya. "Tirmidzi adalah salah seorang ulama yang
mengumpulkan hadits, menyusun kitab, menghapal hadits dan bermuzakarah
(berdiskusi) dengan para ulama," kata Ibnu Hibban.
Abu Yala Al-Khalili dalam kitabnya Ulumul Hadits menyatakan Muhammad bin Isa
At-Tirmidzi adalah seorang penghapal dan ahli hadits yang baik yang telah diakui
oleh para ulama. Ia memiliki kitab Sunan dan kitab Al-Jarh wa At-tadil. Hadits-

haditsnya diriwayatkan oleh Abu Mahbub dan banyak ulama lain.


"Ia terkenal sebagai seorang yang dapat dipercaya, seorang ulama dan imam yang
menjadi ikutan dan yang berilmu luas. Kitabnya Al-Jamius Sahih sebagai bukti atas
keagungan derajatnya, keluasan hapalannya, banyak bacaannya dan
pengetahuannya tentang hadits yang sangat mendalam," papar Abu Ya'la.
Di samping dikenal sebagai ahli dan penghapal hadits yang mengetahui kelemahankelemahan dan perawi-perawinya, Imam Tirmidzi juga dikenal sebagai ahli fiqh yang
mewakili wawasan dan pandangan luas. Kajian-kajiannya mengenai persoalan fiqh
mencerminkan dirinya sebagai ulama yang sangat berpengalaman dan mengerti
betul duduk permasalahan yang sebenarnya.
Imam Tirmidzi banyak menulis kitab, di antaranya Kitab Al-Jami (terkenal dengan
sebutan Sunan At-Tirmidzi), Kitab Al-Ilal, Kitab At-Tarikh, Kitab Asy-Syamail AnNabawiyyah, Kitab Az-Zuhd, dan Kitab Al-Asma wa Al-Kuna. Di antara kitab-kitab
tersebut yang paling besar dan terkenal serta beredar luas adalah Al-Jami (Sunan
Tirmidzi).
Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam Tirmidzi terbesar dan paling banyak
manfaatnya. Ia tergolong salah satu "Kutubus Sittah" (Enam Kitab Pokok Bidang
Hadits) dan ensiklopedia hadits terkenal. Al-Jami ini terkenal dengan nama Jami
Tirmidzi, dinisbatkan kepada penulisnya, yang juga terkenal dengan nama Sunan
Tirmidzi.
Sebagian ulama tidak berkeberatan menyandangkan gelar As-Sahih kepadanya,
sehingga mereka menamakannya dengan Sahih Tirmidzi. Sebenarnya pemberian
nama ini tidak tepat dan terlalu gegabah.
Setelah selesai menyususn kitab ini, Tirmidzi memperlihatkan kitabnya kepada para
ulama dan mereka senang dan menerimanya dengan baik. "Setelah selesai
menyusun kitab ini, aku perlihatkan kitab tersebut kepada ulama-ulama Hijaz, Irak
dan Khurasan. Dan mereka semua meridhainya, seolah-olah di rumah tersebut ada
Nabi yang selalu berbicara," ungkapnya.
Di dalam Al-Jami-nya, Imam Tirmidzi tidak hanya meriwayatkan hadits sahih
semata, tetapi juga meriwayatkan hadits-hadits hasan, dhaif, gharib dan muallal
dengan menerangkan kelemahannya.
Ia juga tidak meriwayatkan dalam kitabnya itu, kecuali hadits-hadits yang
diamalkan atau dijadikan pegangan oleh ahli fiqh. Metode demikian ini merupakan
cara atau syarat yang longgar. Oleh karenanya, ia meriwayatkan semua hadits yang
memiliki nilai demikian, baik jalan periwayatannya itu sahih ataupun tidak sahih.
Hanya saja ia selalu memberikan penjelasan yang sesuai dengan keadaan setiap

hadits.
Ia pernah berkata, "Semua hadits yang terdapat dalam kitab ini adalah dapat
diamalkan."
Oleh karena itu, sebagian besar ahli ilmu menggunakannya (sebagai pegangan),
kecuali dua buah hadits, yaitu: Pertama, yang artinya: "Sesungguhnya Rasulullah
SAW menjamak shalat Zuhur dengan Ashar, dan Maghrib dengan Isya, tanpa
adanya sebab 'takut' dan 'dalam perjalanan'.
Kedua, "Jika ia peminum khamar, minum lagi pada yang keempat kalinya, maka
bunuhlah dia." Hadits ini adalah mansukh dan ijma ulama menunjukkan demikian.
Sedangkan mengenai shalat jamak dalam hadits di atas, para ulama berbeda
pendapat atau tidak sepakat untuk meninggalkannya. Sebagian besar ulama
berpendapat boleh (jawaz) hukumnya melakukan salat jamak di rumah selama tidak
dijadikan kebiasaan. Pendapat ini adalah pendapat Ibnu Sirin dan Asyab serta
sebagian besar ahli fiqh dan ahli hadits juga Ibnu Munzir.
Hadits-hadits dhaif dan munkar yang terdapat dalam kitab ini, pada umumnya
hanya menyangkut fadail al-amal (anjuran melakukan perbuatan-perbuatan
kebajikan). Hal itu dapat dimengerti karena persyaratan-persyaratan bagi
meriwayatkan dan mengamalkanhadits semacam ini lebih longgar dibandingkan
dengan persyaratan bagi hadits-hadits tentang halal dan haram.
Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi dan tukar
pikiran serta mengarang, pada akhir kehidupannya Tirmidzi mendapat musibah
kebutaan. Beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra, dan dalam
keadaan seperti inilah akhirnya Tirmidzi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmiz pada
malam Senin 13 Rajab tahun 279 H dalam usia 70 tahun.

Imam Tirmidzi

Abu Isa Muhammad bin Isa bin Surah At Turmudzi (lebih dikenal sebagai Imam Turmudzi/
At Turmudzi/ At Tirmidzi) adalah seorang ahli hadits. Ia pernah belajar hadits dari Imam
Bukhari. Ia menyusun kitab Sunan At Turmudzi dan Al Ilal. Ia mengatakan bahwa dia sudah
pernah menunjukkan kitab Sunannya kepada ulama ulama Hijaz, Irak dan Khurasan dan mereka
semuanya setuju dengan isi kitab itu. Karyanya yang mashyur yaitu Kitab Al-Jami (Jami AtTirmizi). Ia juga tergolonga salah satu "Kutubus Sittah" (Enam Kitab Pokok Bidang Hadits) dan
ensiklopedia hadits terkenal.
Al Hakim mengatakan "Saya pernah mendengar Umar bin Alak mengomentari pribadi At
Turmudzi sebagai berikut; kematian Imam Bukhari tidak meninggalkan muridnya yang lebih
pandai di Khurasan selain daripada Abu 'Isa At Turmudzi dalam hal luas ilmunya dan
hafalannya."

Biografi
Nama dan kelahirannya

Imam al-Hafizh Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin ad-Dahhak asSulami at-Tirmizi, salah seorang ahli hadits kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang
masyhur, lahir di kota Tirmiz.
Perkembangan dan lawatannya

Kakek Abu Isa at-Tirmizi berkebangsaan Mirwaz, kemudian pindah ke Tirmiz dan menetap di
sana. Di kota inilah cucunya bernama Abu Isa dilahirkan. Semenjak kecilnya Abu Isa sudah
gemar mempelajari ilmu dan mencari hadits. Untuk keperluan inilah ia mengembara ke berbagai
negeri: Hijaz, Irak, Khurasan dan lain-lain. Dalam perlawatannya itu ia banyak mengunjungi
ulama-ulama besar dan guru-guru hadits untuk mendengar hadits yang kem dihafal dan
dicatatnya dengan baik di perjalanan atau ketika tiba di suatu tempat. Ia tidak pernah menyianyiakan kesempatan tanpa menggunakannya dengan seorang guru di perjalanan menuju Makkah.
Kisah ini akan diuraikan lebih lanjut.
Wafat

Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi dan tukar pikiran serta
mengarang, ia pada akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan, dan beberapa tahun
lamanya ia hidup sebagai tuna netra; dalam keadaan seperti inilah akhirnya at-Tirmizi meninggal
dunia. Ia wafat di Tirmiz pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H (8 Oktober 892) dalam usia
70 tahun.

Keilmuan
Guru-gurunya

Ia belajar dan meriwayatkan hadits dari ulama-ulama kenamaan. Di antaranya adalah Imam
Bukhari, kepadanya ia mempelajari hadits dan fiqh. Juga ia belajar kepada Imam Muslim dan
Abu Dawud. Bahkan Tirmizi belajar pula hadits dari sebagian guru mereka.
Guru lainnya ialah Qutaibah bin Saudi Arabiaid, Ishaq bin Musa, Mahmud bin Gailan. Said bin
Abdur Rahman, Muhammad bin Basysyar, Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni, Muhammad bin
al-Musanna dan lain-lain.
Murid-muridnya

Hadits-hadits dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama. Di antaranya
ialah Makhul ibnul-Fadl, Muhammad binMahmud Anbar, Hammad bin Syakir, Ai-bd bin
Muhammad an-Nasfiyyun, al-Haisam bin Kulaib asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf an-Nasafi,
Abul-Abbas Muhammad bin Mahbud al-Mahbubi, yang meriwayatkan kitab Al-Jami
daripadanya, dan lain-lain.
Kekuatan Hafalannya

Abu Isa aat-Tirmizi diakui oleh para ulama keahliannya dalam hadits, kesalehan dan
ketakwaannya. Ia terkenal pula sebagai seorang yang dapat dipercaya, amanah dan sangat teliti.
Salah satu bukti kekuatan dan cepat hafalannya ialah kisah berikut yang dikemukakan oleh alHafiz Ibnu Hajar dalam Tahzib at-Tahzib-nya, dari Ahmad bin Abdullah bin Abu Dawud, yang
berkata:
"Saya mendengar Abu Isa at-Tirmizi berkata: Pada suatu waktu dalam perjalanan menuju
Makkah, dan ketika itu saya telah menuslis dua jilid berisi hadits-hadits yang berasal dari
seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia,
mereka menjawab bahwa dialah orang yang kumaksudkan itu. Kemudian saya menemuinya.
Saya mengira bahwa "dua jilid kitab" itu ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah dua jilid
tersebut, melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya telah bertemu dengan dia,
saya memohon kepadanya untuk mendengar hadits, dan ia mengabulkan permohonan itu.
Kemudian ia membacakan hadits yang dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri
pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang masih putih bersih tanpa ada tulisan sesuatu
apa pun. Demi melihat kenyataan ini, ia berkata: Tidakkah engkau malu kepadaku? lalu aku
bercerita dan menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah kuhafal semuanya.
Coba bacakan! suruhnya. Lalu aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia bertanya
lagi: Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku? Tidak, jawabku. Kemudian
saya meminta lagi agar dia meriwayatkan hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan empat
puluh buah hadits yang tergolong hadits-hadits yang sulit atau garib, lalu berkata: Coba ulangi

apa yang kubacakan tadi, Lalu aku membacakannya dari pertama sampai selesai; dan ia
berkomentar: Aku belum pernah melihat orang seperti engkau."

Pandangan para kritikus hadits


Para ulama besar telah memuji dan menyanjungnya, dan mengakui akan kemuliaan dan
keilmuannya. Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad ibn Hibban, kritikus hadits, menggolangkan
Tirmizi ke dalam kelompok "Siqat" atau orang-orang yang dapat dipercayai dan kokoh
hafalannya, dan berkata: "Tirmizi adalah salah seorang ulama yang mengumpulkan hadits,
menyusun kitab, menghafal hadits dan bermuzakarah (berdiskusi) dengan para ulama."
Abu Yala al-Khalili dalam kitabnya Ulumul Hadits menerangkan; Muhammad bin Isa atTirmizi adalah seorang penghafal dan ahli hadits yang baik yang telah diakui oleh para ulama. Ia
memiliki kitab Sunan dan kitab Al-Jarh wat-Tadil. Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh Abu
Mahbub dan banyak ulama lain. Ia terkenal sebagai seorang yang dapat dipercaya, seorang
ulama dan imam yang menjadi ikutan dan yang berilmu luas. Kitabnya Al-Jamius Sahih sebagai
bukti atas keagungan derajatnya, keluasan hafalannya, banyak bacaannya dan pengetahuannya
tentang hadits yang sangat mendalam.

Fiqh Tirmizi dan Ijtihadnya


Imam Tirmizi, di samping dikenal sebagai ahli dan penghafal hadits yang mengetahui
kelemahan-kelemahan dan perawi-perawinya, ia juga dikenal sebagai ahli fiqh yang mewakili
wawasan dan pandangan luas. Barang siapa mempelajari kitab Jaminya ia akan mendapatkan
ketinggian ilmu dan kedalaman penguasaannya terhadap berbagai mazhab fikih. Kajiankajiannya mengenai persoalan fiqh mencerminkan dirinya sebagai ulama yang sangat
berpengalaman dan mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya.
Salah satu contoh ialah penjelasannya terhadap sebuah hadits mengenai penangguhan membayar
piutang yang dilakukan si berutang yang sudah mampu, sebagai berikut:
"Muhammad bin Basysyar bin Mahdi menceritakan kepada kami Sufyan menceritakan kepada
kami, dari Abi az-Zunad, dari al-Arai dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, bersabda:
Penangguhan membayar utang yang dilakukan oleh si berutang) yang mampu adalah suatu
kezaliman. Apabila seseorang di antara kamu dipindahkan utangnya kepada orang lain yang
mampu membayar, hendaklah pemindahan utang itu diterimanya."
Imam Tirmizi memberikan penjelasan sebagai berikut:
Sebagian ahli ilmu berkata: " apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang
mampu membayar dan ia menerima pemindahan itu, maka bebaslah orang yang memindahkan
(muhil) itu, dan bagi orang yang dipindahkan piutangnya (muhtal) tidak dibolehkan menuntut
kepada muhil." Diktum ini adalah pendapat Syafii, Ahmad dan Ishaq.
Sebagian ahli ilmu yang lain berkata: "Apabila harta seseorang (muhtal) menjadi rugi disebabkan
kepailitan muhal alaih, maka baginya dibolehkan menuntut bayar kepada orang pertama

(muhil)." Mereka memakai alas an dengan perkataan Usma dan lainnya, yang menegaskan:
"Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim."
Menurut Ishak, maka perkataan "Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim" ini adalah
"Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang dikiranya mampu, namun
ternyata orang lain itu tidak mampu, maka tidak ada kerugian atas harta benda orang Muslim
(yang dipindahkan utangnya) itu."
Itulah salah satu contoh yang menunjukkan kepada kita, bahwa betapa cemerlangnya pemikiran
fiqh Tirmizi dalam memahami nas-nas hadits, serta betapa luas dan orisinal pandangannya itu.

Karya-karyanya
Imam Tirmizi banyak menulis kitab-kitab. Di antaranya:
1. Kitab Al-Jami, terkenal dengan sebutan Sunan at-Tirmidzi
2. Kitab Al-Ilal
3. Kitab At-Tarikh
4. Kitab Asy-Syamail an-Nabawiyyah
5. Kitab Az-Zuhd
6. Kitab Al-Asma wal-Kuna

Di antara kitab-kitab tersebut yang paling besar dan terkenal serta beredar luas adalah Al-Jami.

Sekilas tentang Al-Jami

Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam Tirmizi terbesar dan paling banyak manfaatnya. Ia
tergolonga salah satu "Kutubus Sittah" (Enam Kitab Pokok Bidang Hadits) dan ensiklopedia
hadits terkenal. Al-Jami ini terkenal dengan nama Jami Tirmizi, dinisbatkan kepada penulisnya,
yang juga terkenal dengan nama Sunan Tirmizi. Namun nama pertamalah yang popular.
Sebagian ulama tidak berkeberatan menyandangkan gelar as-Sahih kepadanya, sehingga mereka
menamakannya dengan Sahih Tirmizi. Sebenarnya pemberian nama ini tidak tepat dan terlalu
gegabah.
Setelah selesai menyususn kitab ini, Tirmizi memperlihatkan kitabnya kepada para ulama dan
mereka senang dan menerimanya dengan baik. Ia menerangkan: "Setelah selesai menyusun kitab
ini, aku perlihatkan kitab tersebut kepada ulama-ulama Hijaz, Irak dan Khurasan, dan mereka
semuanya meridhainya, seolah-olah di rumah tersebut ada Nabi yang selalu berbicara."
Imam Tirmizi di dalam Al-Jami-nya tidak hanya meriwayatkan hadits sahih semata, tetapi juga
meriwayatkan hadits-hadits hasan, daif, garib dan muallal dengan menerangkan kelemahannya.
Dalam pada itu, ia tidak meriwayatkan dalam kitabnya itu, kecuali hadits-hadits yang diamalkan
atau dijadikan pegangan oleh ahli fiqh. Metode demikian ini merupakan cara atau syarat yang
longgar. Oleh karenanya, ia meriwayatkan semua hadits yang memiliki nilai demikian, baik jalan
periwayatannya itu sahih ataupun tidak sahih. Hanya saja ia selalu memberikan penjelasan yang
sesuai dengan keadaan setiap hadits.
Diriwayatkan, bahwa ia pernah berkata: "Semua hadits yang terdapat dalam kitab ini adalah
dapat diamalkan." Oleh karena itu, sebagian besar ahli ilmu menggunakannya (sebagai
pegangan), kecuali dua buah hadits, yaitu:
1. "Sesungguhnya Rasulullah SAW menjamak salat Zuhur dengan Asar, dan
Maghrib dengan Isya, tanpa adanya sebab "takut" dan "dalam perjalanan."
2. "Jika ia peminum khamar, minum lagi pada yang keempat kalinya, maka
bunuhlah dia."

Hadits ini adalah mansukh dan ijma ulama menunjukan demikian. Sedangkan mengenai salat
jamak dalam hadits di atas, para ulama berbeda pendapat atau tidak sepakat untuk
meninggalkannya. Sebagian besar ulama berpendapat boleh (jawaz) hukumnya melakukan salat
jamak di rumah selama tidak dijadikan kebiasaan. Pendapat ini adalah pendapat Ibnu Sirin dan
Asyab serta sebagian besar ahli fiqh dan ahli hadits juga Ibnu Munzir.
Hadits-hadits dhaif dan munkar yang terdapat dalam kitab ini, pada umumnya hanya
menyangkut fadail al-amal (anjuran melakukan perbuatan-perbuatan kebajikan). Hal itu dapat

dimengerti karena persyaratan-persyaratan bagi (meriwayatkan dan mengamalkan) hadits


semacam ini lebih longgar dibandingkan dengan persyaratan bagi hadits-hadits tentang halal dan
haram.

Syu'bah Bin Al Hajaj


07:38

alfagerardi

No comments

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook

Amirul Mukminin Dalam Hadits


Merupakan suatu kebahagiaan ketika bisa menuturkan sejarah kehidupan tokohtokoh ulama karena mereka adalah orang-orang alim yang mulia dan menjadi panutan umat.
Orang-orang yang terkenal dengan kezuhudan dan kehati-hatiannya, kewara'an dan
kesederhanaannya. Mereka yang banyak beribadah dan mempunyai rasa takut yang
mendalam kepada Allah, sehingga tumbuh dalam diri mereka sesuatu yang pantas untuk
dimuliakan. Mereka pantas mendapatkan kenikmatan dan penghormatan itu.
Ini adalah serial biografi edukatif dari beberapa ulama salaf terkemuka. Biografi ini
bertujuan mendidik generasi muda islam sesuai dengan pendidikan yang pernah ditempuh
para ulama dan jejak mereka, para imam yang terkenal dan mulia.
Dan tiba saatnya menjelaskan biografi salah satu dari tokoh ulama salaf yang banyak
bergelut dengan hadits yang berasal dari generasi Tabi'in. Dia adalah ulama yang
berpengaruh dan paling disegani di antara ulama-ulama hadits yang hidup semasa dengannya.
Nama ulama ini adalah Syu'bah bin Al-Hajjaj bin Al-Ward Abu Bistham. Syu'bah sangat
terkenal dengan sifat-sifat seperti zuhud, pemaaf, wira'i dan merasa cukup. Beliau sangat
menyayangi orang-orang miskin, menghormati orang yang berpendidikan, khususnya dalam
ilmu agama, padahal Syu'bah sendiri adalah orang fakir.
Pakaian, keledai dan kelananya jika dijumlahkan hanya seharga sepuluh dirham. Jika
Syu'bah menggaruk kulitnya maka akan muncul debu yang menempel di kulitnya. Meskipun
Syu'bah seorang yang miskin namun dia sangat tekun memperdalam hadits-hadits Nabi.
Seorang ulama berkata: Seandainya tidak ada Syu'bah, maka akan hilanglah haditshadits yang berada di Irak, sehingga ketika Syu'bah meninggal, Sufyan berkata, "Matilah
hadits."
Al-Hajjaj adalah orang pertama yang memperkenalkan ilmu Jarhu wa Ta'dil dalam
istilah ilmu hadits. Ilmu ini diteruskan oleh Yahya bin Said Al-Qaththan, Ibnu Mahdi dan
ulama-ulama yang lain. Sufyan Ats-Tsaury merendah dan menaruh hormat kepadanya,
terbukti dengan perkataannya, "Syu'bah adalah Amirul Mukminin dalam hadits."

Salah satu faedah mempelajari serial biografi para ulama terkemuka ini adalah
memperlihatkan kepada generasi muda islam terhadap tokoh-tokoh ulama yang mulia dan
imam-imam yang berbudi pekerti luhur. Selain itu juga bisa mendekatkan diri kepada Allah
karena mencintai mereka. Semoga Allah memasukkan kita bersama mereka kedalam surgaNya yang abadi.

1. NAMA, KELAHIRAN DAN SIFAT-SIFATNYA


Namanya: Syu'bah bin Al-Hajjaj bin Al-Ward Al-'Ataki Al-Azdi Abu Bistham AlWasathi. Dia adalah mantan seorang budak yang telah dibebaskan.
Kelahirannya: Syu'bah lahir pada tahun 80 Hijriyah di daerah kekuasaan Abdul
Malik bin Marwan. Sedangkan Abu Zaid Al-Harawi mengatakan, "Syu'bah lahir pada tahun
82 Hijriyah". Wallahu a'lam.
Sifat-sifatnya: Syu'bah adalah seorang yang gagap dan mempunyai kulit yang kering
karena banyak melakukan ibadah. Pakaian yang dikenakan Syu'bah seperti warna debu, dia
adalah orang yang banyak beribadah. Abdul Azizi bin Abi Rawwad berkata, "Ketika Syu'bah
menggaruk badannya maka akan muncul debu, dia seorang yang banyak beribadah dan
banyak melakukan shalat".

2. SANJUNGAN PARA ULAMA TERHADAPNYA.


Abu Abdullah Al-Hakim berkata, "Syu'bah adalah pimpinan para ulama hadits yang
ada di Bashrah. Syu'bah hidup sezaman dengan Anas bin Malik dan Amr bin Salamah AlJarmi. Dia telah mendapatkan hadits-hadits dari 400 guru dari generasi Tabi'in."
Abu Nadhar berkata, "Jika Sulaiman bin Al-Mughirah menyebut Syu'bah maka dia
menyebut dengan sebutan 'pimpinan para ulama hadits' dan jika Syu'bah menyebut
Sulaiman, maka dengan sebutan 'pimpinan orang-orang yang gemar membaca'."
Dari Al-Fudhail bin Ziyad, dia berkata, "Ahmad bin Hambal pernah ditanya
seseorang, "Dalam ilmu hadits siapakah yang kamu senangi antara Syu'bah dan Sufyan?" Dia
menjawab: "Syu'bah adalah orang yang paling cerdas dan cermat dalam hadits".

Hasan bin Isa telah berkata, "Aku mendengar Ibnul Mubarak berkata: "Ketika aku
bersama Sufyan, dan datang berita tentang kematian Syu'bah, maka Ibnul Mubarak
berkata, "Pada hari ini hadits telah mati".
Abu Quthn berkata, "Syu'bah memberikan sebuah surat kepadaku untuk aku berikan
kepada Abu Hanifah, dan aku pun mengantarkannya. Setelah sampai, Abu Hanifah bertanya,
"Bagaimana kabar Abu Bistham?" aku menjawab, "Dia baik-baik saja". Lalu Abu Hanifah
berkata, "Dia adalah sebaik-baik anugerah".
Sedang Abu Nu'aim mengatakan, "Di antara para ulama terdapat seorang ulama yang
sangat masyhur, ilmunya telah menyebar ke berbagai penjuru dunia dan namanya telah
dicantumkan di berbagai buku sejarah. Dia seorang ulama yang hidup sederhana, menjadi
seorang budak dan telah banyak meneliti tentang hadits. Dia adalah Amirul Mukminin dalam
riwayat dan hadits. Karena kehadirannya, ulama-ulama hadits merasa bangga, baik yang
salaf maupun yang khalaf. Dia banyak mencurahkan perhatiannya untuk melakukan penelitian
tentang keshahihan hadits, membersihkan hadits dari berbagai kebatilan dan hujjahnya
kuat. Ulama ini adalah Abu Bistham Syu'bah bin Al-Hajjaj. Dia seorang yang fakir, dan
hanya kepada Allah lah dia menggantungkan kebutuhannya."

3. IBADAH DAN KEZUHUDANNYA


Umar bin Harun berkata, "Syu'bah berpuasa menahun dan tidak ada yang
mengetahuinya, Sedang Sufyan Ats-Tsauri berpuasa tiga hari dalam setiap bulannya dan
telah diketahui banyak orang".
Abu Quthn berkata, "Aku tidak melihat Syu'bah sedang rukuk kecuali aku menduga
dia sedang lupa, dan aku tidak melihat dia duduk dari sujud kecuali aku menduga dia sedang
lupa, karena begitu khusyu' dan lamanya dia beribadah".
Syu'bah pernah berkata, " Apabila aku telah mempunyai tepung dan kayu bakar,
maka tidak ada yang membuatku menderita di dunia ini".
Dari Qirad Abu Nuh, dia berkata, "Syu'bah melihatku memakai baju, dia bertanya:
"Berapa kamu membeli baju itu?" Aku menjawab: "Delapan dirham", lalu dia berkata:
"Celaka, takutlah pada Allah, belilah baju dengan harga empat dirham dan shadaqahkanlah
yang empat dirham, karena yang demikian itu lebih baik bagimu." Aku menjawab: "Wahai
Abu Bistham, sesungguhnya aku bergaul dengan banyak orang, dan aku ingin tampil indah di
hadapan mereka." Lalu beliau berkata: "Apa gunanya memamerkan keindahan pada mereka".

Dari Abdurrahman bin Mahdi, dia berkata, " Aku tidak melihat orang yang lebih
cerdas dari Malik bin Anas, Aku tidak melihat orang yang lebih sederhana Dari Syu'bah,
dan aku tidak melihat orang yang lebih baik dalam memberi nasehat kepada umatnya dari
Abdullah bin Mubarak".

4.

KESOPANAN,

TOLERANSI

DAN

KECINTAANNYA

TERHADAP

ORANG-ORANG

MISKIN
Dari Abu Dawud Ath-Thayalisi, dia berkata, "Ketika kami sedang bersama Syu'bah,
Sulaiman bin Al-Mughirah datang dalam keadaan menangis, maka Syu'bah bertanya
kepadanya: "Apa yang membuatmu menangis wahai Abu Said?" dia menjawab: "Keledaiku
mati, sehingga pemasukanku pun menjadi hilang." Syu'bah bertanya: "Berapa kamu
membelinya?" dia menjawab: "Tiga dinar." Syu'bah berkata: "Aku mempunyai tiga dinar,
sungguh aku tidak memiliki lebih dari itu, kemarilah." Syu'bah lalu memberikan uang tiga
dinar kepada Abu Said dan berkata: "Gunakanlah uang ini untuk membeli keledai dan jangan
menangis lagi".
Dari Abu Dawud, dia berkata, "Suatu ketika kami sedang berada di rumah Syu'bah
untuk menulis dan mengarang kitab, tiba-tiba seorang pengemis datang, kemudian Syu'bah
berkata pada kami: "Bershadaqahlah kepada pengemis itu!" Tidak ada yang mau
mengeluarkan

sepersen

pun

untuk

bersedekah,

sehingga

beliau

mengulangi

lagi

perkataannya: "Bersedekahlah untuk pengemis itu! Abu Ishaq telah menceritakan sebuah
hadits kepadaku bahwa Rasulullah bersabda:


"Takutlah kalian dengan bara api neraka, (bersedekahlah) walau dengan separuh kurma".
Abu Dawud berkata: Tetap saja tidak ada yang mau mengeluarkan sedekah, sehingga
Syu'bah berkata lagi: "Sesungguhnya Amr bin Murrah menceritakan sebuah hadits
kepadaku bahwa Rasulullah telah bersabda:

"Takutlah kalian dari bara api neraka, (bersedekahlah) walau dengan separuh kurma. Jika
kalian tidak mempunyai sesuatu, maka ucapkanlah kalimat yang baik".
Tetap saja tidak ada yang mau mengeluarkan sedekah, maka Syu'bah berkata untuk yang
ketiga kalinya: "Bershadaqahlah kepada pengemis itu! Sesungguhnya Muhalla Adh-Dhabi
menceritakan sebuah hadits kepadaku, dari Ady bin Hatim berkata, Rasulullah bersabda:

"Berlindunglah kalian dari sengatan api neraka (dengan bershadaqah) meskipun dengan
separo korma. Jika kalian tidak mempunyai maka ucapkanlah perkataan yang baik".
Dan ketika mereka tetap saja tidak mau mengeluarkan shadaqah, maka Syu'bah berkata:
"Pergilah kalian dari rumahku, sungguh aku tidak akan memberikan hadits kepada kalian
selama tiga bulan". Kemudian dia masuk ke dalam rumah dan mengambil makanan dan
memberikannya kepada pengemis itu sambil berkata: "Ambillah makanan ini, sesungguhnya
ini adalah jatah makan kita hari ini".

5.

KEHATI-HATIANNYA

DALAM

MERIWAYATKAN,

KECERMATAN

DALAM

MENGAMBIL HADITS DAN CELAANNYA KEPADA PARA PENDUSTA HADITS


Abu Dawud Ath-Thayalisi berkata, aku mendengar Syu'bah bin Al-Hajjaj berkata:
"Setiap hadits yang tidak diriwayatkan dengan "Haddatsana" atau "Akhbarana", maka
hadits itu tidak ada artinya dan tidak dianggap".
Hammad bin Zaid berkata, "Aku berpapasan dengan Syu'bah bin Al-Hajjaj yang
menggenggam segumpal tanah, lalu aku bertanya kepadanya: "Mau ke mana wahai Abu
Bistham?" Dia menjawab: "Aku akan menemui Aban bin Iyyasy, dia akan aku adukan ke
pengadilan karena telah mendustakan Rasulullah." Aku berkata kepadanya: "Aku khawatir
terhadapmu." Hammad bin Zaid lalu berkata: Kemudian aku menahannya dan dia pun
kembali".
Abu Nu'aim berkata, aku mendengar Syu'bah berkata: "Sesungguhnya berzina lebih
baik bagiku dari pada berdusta kepada Nabi Muhammad saw."
Abu Al-Walid berkata, Hammad bin Zaid berkata kepadaku: "Jika terjadi
perselisihan antara aku dan Syu'bah, maka aku akan mengikuti pendapatnya", akupun
bertanya kepadanya, "kenapa bisa seperti itu, wahai Hammad?" dia menjawab: "Karena
Syu'bah tidak cukup mendengar setiap hadits dengan dua puluh kali, sedangkan aku hanya
cukup mendengar sekali".
Abu Al-Walid berkata, "aku bertanya kepada Syu'bah tentang suatu hadits", maka
dia menjawab: "Sungguh aku tidak akan mengatakan sesuatu kepadamu tentang hadits itu".
Aku bertanya kepadanya, "Kenapa?" dia menjawab: "Karena aku tidak mendengar hadits itu
kecuali hanya sekali".

6. BEBERAPA MUTIARA PERKATAANNYA


Dari Muammal bin Isma'il, dia berkata: "Aku mendengar Syu'bah berkata: "Setiap
hadits yang tidak disertai "Haddatsana" adalah seperti seorang laki-laki yang berada di
padang pasir yang sedang menunggang seekor unta yang tiada kendali baginya".
Hamzah bin Az-Ziyat berkata, "Aku mendengar Syu'bah bebicara tidak lancar
(gagap) dan kulitnya mengering karena terlalu banyaknya dia beribadah. Syu'bah pernah
berkata: "Jika aku meriwayatkan kepada kalian sebuah hadits, maka aku telah mendengar
dari orang yang bisa dipercaya periwayatannya".
Ibnu Quthn berkata, "Aku mendengar Syu'bah berkata: "Tidak ada yang lebih aku
takuti kecuali dimasukkan ke dalam kobaran api neraka karena meriwayatkan hadits".

7. SEKELUMIT KISAH DAN CERITA LUCUNYA


Al-Ashmui berkata, Kami di rumah Syubah mendengarkannya berbicara, dan dalam
waktu yang bersamaan terdengar suara pelepah kurma bergoyang diterpa angin. Syubah
berkata: Apakah hujan turun? Orang-orang memjawab, Tidak. Kemudian dia meneruskan
bicaranya, dan terdengar kembali suara seperti semula hingga dia berkata kembali: Apakah
hujan turun? Orang-orang menjawab, Tidak. Dan dia pun meneruskan bicaranya kembali,
dan untuk yang ketiga kalinya terdengar suara seperti semula, dan dia berkata: Sungguh,
hari ini aku tiak berbicara kecuali kepada orang-orang yang buta! Kemudian dia terdiam,
dan tidak beberapa lama kemudian seseorang yang buta berdiri dan berkata, Wahai Abu
Bistham, apakah kamu ingin memberikan hadits kepadaku?
Suatu ketika Syubah dan Husyaim pergi ke Makkah, dan ketika baru sampai di
Kuffah mereka melihat Abu Ishaq. Husyaim bertanya: Siapa ini? Syubah menjawab: Dia
adalah seorang penyair yang handal." Dan ketika mereka keluar dari Kuffah, Syubah
berkata: Abu Ishaq telah bercerita sebuah hadits kepadaku." Husyaim bertanya: Di mana
kamu bertemu dengan Abu Ishaq? Syubah menjawab: Dia adalah orang yang aku katakan
kepadamu bahwa dia seorang penyair yang handal. Dan ketika mereka sampai di Makkah,
Syubah melihat Abu Ishaq sudah duduk bersama Az-Zuhri. Syubah lalu berkata kepada
Husyaim: Wahai Abu Muawiyah, siapa dia? Husyaim menjawab: Penjaga Bani Umayyah.
Dan ketika mereka kembali, Husyaim berkata: Az-Zuhri telah memberikan sebuah hadits
kepadaku. Syubah bertanya kepadanya: Di mana kamu bertemu dengan Az-Zuhri?
Husyaim menjawab: Dia adalah orang yang aku katakan kepadamu sebagai penjaga Bani

Umayyah. Syubah berkata kepada Husyaim: Perlihatkanlah tulisan hadits itu, kemudian
Husyaim mengeluarkan tulisan itu dan aku membakarnya.
Syubah berkata: Aku memberi nama kepada anakku dengan Saad (orang yang
senang) namun ternyata dia adalah seorang yang tidak senang dan tidak beruntung.
Abu Ar-Rabi As-Samman berkata, Syubah berkata kepadaku: Hendaknya kamu
menyibukkan diri untuk bekerja di pasar, maka kamu akan beruntung. Sedang aku sibuk
dengan hadits, maka aku menjadi orang yang merugi.

8. MENINGGALNYA
Dari Syababah, dia berkata: Aku datang kepada Syubah di mana dia akan
meninggal. Saat itu Syubah sedang menangis sehingga aku menanyainya, Apa yang
membuatmu sedih wahai Abu Bistham? Bergembiralah! Kamu telah lahir dalam masyarakat
yang islami. Syubah menjawab, Tinggalkan diriku, sungguh aku telah hidup dalam
kesenangan dan tidak mengetahui banyak hadits.
Dari Abu Quthn, dia berkata, Aku mendengar Syubah berkata: Tidak ada yang
membuat diriku takut kecuali dimasukkan ke dalam kobaran api neraka karena meriwayatkan
hadits.
Adz-Dzahabi memberikan komentar: Setiap orang yang telah mempunyai niat yang
benar dalam mencari ilmu, maka dia akan ditimpa ketakutan, sebagaimana yang dirasakan
Syubah, dia hanya berharap untuk keselamatannya.
Saad bin Syubah berkata: Ayahku memberikan wasiat, yaitu jika dia meninggal
agar memusnahkan tulisannya. Dan setelah dia meninggal maka tulisannya pun dimusnahkan.
Adz-Dzahabi menambahkan komentarnya: Wasiat seperti ini telah dilakukan orang
lain, yaitu dengan memusnahkan, membakar dan mengubur dalam tanah. Mereka takut kalau
tulisan mereka jatuh di tangan orang jahat, sehingga ditambahi dan dirubah.
Abu Bakar Manjawaih berkata: Syubah lahir tahun 82 Hijriyah dan meninggal pada
awal tahun 160 Hijriyah. Syubah meninggal dalam umurnya yang ke 77 tahun.@

Syubah bin al Hajjaj (Wafat 160 H)


Nama sebenarnya adalah Abu Bustham Syubah Ibnul Hajjaj al Utakiy al Azdy, ia berasala dari Wasith kemudian
hijrah dan menetap di Bashrah. Ia seorang ulama dari golongan tabiit tabiin dan seorang yang hafidh dari tokoh
hadits.
Ia menerima hadits dari Ibnu Sirin, Amr bin Dinar, asy Syaby dan dari sejumlah tabiin lainnya.
Diantara yang menerima hadits darinya adalah al AMasy, ayyub as Sakhtayany, Muhammad Ibnu Ishaq, ats Tsaury,
Ibnu Mahdy, Wakie, Ibnul Mubarak, Yahya al Qaththan dan lain lainnya.
Beliau diakui sebagai imam hadits yang sangat kokoh hapalannya. Ahmad bin Hanbal berkata, Tidak ada di masa
Syubah orang yang sepertinya dalam bidang hadits dan tidak ada yang lebih baik tentang hal hadits
daripadaanya.
Asy Syafiiy berkata, Andaikata tidak ada Syubah, orang irak tidak banyak mengetahui hadits sedangkan
Sufyan ats Tsaury berkata, Syubah adalah Amirul Mukminin dalam bidang hadits. Dan Shalih Ibnu Muhammad
berkata, Ulama yang mau mengatakan tentang hal rijal hadits adalah Syubah.
Ia wafat di Bashrah pada tahun 160 H dalam usia 77 tahun.

Tokoh

Habib bin Zaid, Keteguhan Hati Pembela Rasul

Kisah Sahabat Nabi:


AGENDA MUSLIM - TOKOH

Habib bin Zaid dibesarkan dalam sebuah


rumah yang penuh keharuman iman di setiap sudutnya, di lingkungan keluarga yang
melambangkan
pengorbanan.
Ayah Habib, Zaid bin Ashim, adalah salah seorang dari rombongan Yatsrib yang
pertama-tama masuk Islam. Zaid termasuk Kelompok 70 orang yang melakukan baiat
dengan Rasulullah di Aqabah. Bersama Zaid bin Ashim turut pula di baiat istri dan dua
orang
putranya.
Ibu Habib, Ummu Amarah Nasibah Al-Maziniyah, merupakan wanita pertama yang
memanggul senjata untuk mempertahankan agama Allah dan membela Nabi
Muhammad
SAW.
Saudaranya, Abdullah bin Zaid, adalah pemuda yang mempertaruhkan lehernya
sebagai tebusan dalam Perang Uhud, untuk melindungi Rasul yang mulia. Tak heran
jika Rasulullah berdoa bagi keluarga tersebut, "Semoga Allah melimpahkan barakah
dan
rahmat-Nya
bagi
kalian
sekeluarga."
Cahaya iman telah menyinari hati Habib bin Zaid sejak dia masih muda belia,

sehingga melekat kokoh di hatinya. Allah telah menakdirkannya bersama-sama ibu,


bapak, bibi, dan saudaranya pergi ke Makkah, turun beserta Kelompok 70 untuk
melakukan
baiat
dengan
Rasulullah
SAW
dan
melukis
sejarah.
Habib bin Zaid mengulurkan tangannya yang kecil kepada Rasulullah sambil
mengucapkan sumpah setia pada malam gelap gulita di Aqabah. Maka sejak hari itu,
dia lebih mencintai Rasulullah daripada ayah bundanya sendiri. Dan Islam lebih mahal
baginya
daripada
dirinya
sendiri.
Habib bin Zaid tidak turut berperang dalam Perang Badar, karena ketika itu dia masih
kecil. Begitu pula dalam Perang Uhud, dia belum memperoleh kehormatan untuk ikut
ambil bagian, karena dia belum kuat memanggul senjata. Tetapi setelah kedua
peperangan itu, dia selalu ikut berperang mengikuti Rasulullah SAW, dan bertugas
sebagai
pemegang
bendera
perang
yang
dibanggakan.
Pengalaman-pengalaman perang yang dialami Habib bagaimana pun besar dan
mengejutkannya, pada hakikatnya tiada lain ialah merupakan proses mematangkan
mental Habib untuk menghadapi peristiwa yang sungguh mengguncangkan hati,
seperti terguncangnya miliaran kaum Muslimin sejak masa kenabian hingga masa kita
sekarang.
Pada tahun ke-9 Hijriyah, tiang-tiang Islam telah kuat tertancap dalam di Jazirah
Arab. Jamaah dari seluruh pelosok Arab berdatangan ke Yatsrib menemui Rasulullah
SAW, masuk Islam di hadapan beliau, dan berjanji (baiat) patuh dan setia.
Di antara mereka terdapat pula rombongan Bani Hanifah dari Najd. Mereka
menambatkan unta-untanya di pinggir kota Madinah, dijaga oleh beberapa orang
kawannya. Seorang di antara penjaga ini bernama Musailamah bin Habib Al-Hanafy.
Para utusan yang tidak bertugas menjaga kendaraan, pergi menghadap Rasulullah
SAW. Di hadapan beliau mereka menyatakan masuk Islam beserta kaumnya. Rasulullah
menyambut kedatangan mereka dengan hormat dan ramah tamah. Bahkan beliau
memerintahkan supaya memberi hadiah bagi mereka dan bagi kawan-kawannya yang
tidak
turut
hadir,
karena
bertugas
menjaga
kendaraan.
Tidak berapa lama setelah para utusan Bani Hanifah ini sampai di kampung mereka,
Najd, Musailamah bin Habib Al-Hanafy murtad dari Islam. Dia berpidato di hadapan
orang banyak menyatakan dirinya Nabi dan Rasul Allah. Dia mengatakan bahwa Allah
mengutusnya menjadi Nabi untuk Bani Hanifah, sebagaimana Allah mengutus
Muhammad bin Abdullah untuk kaum Quraisy. Bani Hanifah menerima pernyataan
Musailamah tersebut dengan berbagai alasan. Tetapi yang terpenting di antaranya
ialah
karena
fanatik
kesukuan.
Seorang dari pendukungnya berkata, "Saya mengakui sungguh Muhammad itu benar
dan Musailamah sungguh bohong. Tetapi kebohongan orang Rabiah (Musailamah) lebih
saya
sukai
dari
pada
kebenaran
orang
Mudhar
(Muhammad)."

Tatkala pengikut Musailamah bertambah banyak dan kuat, dia mengirim surat kepada
Rasulullah: "Teriring salam untuk Anda. Adapun sesudah itu... Sesungguhnya aku telah
diangkat menjadi sekutu Anda. Separuh bumi ini adalah untuk kami, dan separuh lagi
untuk
kaum
Quraisy.
Tetapi
kaum
Quraisy
berbuat
keterlaluan."
Surat tersebut diantar oleh dua orang utusan Musailamah kepada Rasulullah SAW.
Selesai membaca surat itu, Rasulullah bertanya kepada keduanya, Bagaimana
pendapat
kalian
(mengenai
pernyataan
Musailamah
ini)?"
"Kami

sependapat

dengan

Musilamah!"

jawab

mereka

ketus.

Rasulullah bersabda, "Demi Allah, seandainya tidak dilarang membunuh para utusan,
sesungguhnya
kupenggal
leher
kalian."
Rasulullah membalas surat Musailamah sebagai berikut: Dengan nama Allah Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad Rasulullah, kepada Musailamah
pembohong. Keselamatan hanyalah bagi siapa yang mengikuti petunjuk (yang benar).
Adapun sesudah itu... Sesungguhnya bumi ini adalah milik Allah, Dialah yang berhak
mewariskannya
kepada
hamba-hamba-Nya
yang
dikehendakinya.
Kemenangan
adalah
bagi
orang-orang
yang
takwa."
Surat balasan tersebut dikirimkan melalui kedua utusan Musailamah. Musailamah
bertambah jahat, dan kejahatannya semakin meluas. Rasulullah mengirim surat lagi
kepada Musailamah, memperingatkan supaya dia menghentikan segala kegiatannya
yang menyesatkan itu. Beliau menunjuk Habib bin Zaid, untuk mengantarkan surat
tersebut kepada Musailamah. Ketika itu Habib masih muda belia. Tetapi dia pemuda
mukmin yang beriman kuat, dari ujung rambut sampai ke ujung kaki.
Habib bin Zaid berangkat melaksanakan tugas yang dibebankan Rasulullah kepadanya
dengan penuh semangat, tanpa merasa lelah dan membuang-buang waktu. Akhirnya
sampailah dia ke perkampungan Najd. Maka diberikannya surat Rasulullah itu
langsung
kepada
Musailamah.
Ketika membaca surat tersebut, dada Musailamah turun naik karena iri dan dengki.
Mukanya memerah disaput kemurkaan. Lalu diperintahkannya kepada pengawal
supaya
mengikat
Habib
bin
Zaid.
Keesokan harinya, Musailamah muncul di majelisnya diiringkan para pembesar dan
pengikutnya. Dia menyatakan majelis terbuka untuk orang banyak. Ia kemudian
memerintahkan agar Habib bin Zaid diseret ke hadapannya. Habib masuk ke dalam
majelis dalam keadaan terbelenggu, dan berjalan tertatih-tatih karena beratnya
belenggu
yang
dibawanya.
Habib bin Zaid berdiri di tengah-tengah orang banyak dengan kepala tegak, kokoh dan

kuat.
Musailamah bertanya kepadanya, "Apakah kamu mengaku Muhammad itu Rasulullah?"
Ya, benar! Aku mengakui Muhammad sesungguhnya Rasulullah! jawab Habib tegas.
Musailamah terdiam karena marah. Apakah kamu mengakui, aku sebagai Rasulullah?"
tanya
Musailamah
lagi.
Habib bin Zaid menjawab dengan nada menghina dan menyakitkan hati. "Agaknya
telingaku
tuli.
Aku
tidak
pernah
mendengar
yang
begitu."
Wajah Musailamah berubah. Bibirnya gemeretak karena marah. Lalu katanya kepada
algojo,
"Potong
tubuhnya
sepotong!"
Algojo menghampiri Habib bin Zaid, lalu dipotongnya bagian tubuh Habib, dan
potongan
itu
menggelinding
di
tanah.
Musailamah bertanya kembali, "Apakah kamu mengakui Muhammad itu Rasulullah?"
Jawab

Habib,

"Ya,

"Apakah
"Telah

aku

mengakui

kamu
kukatakan

kepadamu,

sesungguhnya

mengakui
telingaku

Muhammad
aku

tuli

mendengar

Rasulullah!
Rasulullah?"

ucapanmu

itu!"

Musailamah kembali menyuruh algojo memotong bagian lain tubuh Habib, dan
potongannya jatuh di dekat potongan yang pertama. Orang banyak terbelalak melihat
keteguhan
hati
Habib
yang
nekat
menentang
sang
nabi
palsu.
Musailamah terus bertanya, dan algojo terus pula memotong-motong tubuh Habib
berkali-kali sesuai dengan perintah Musailamah. Walaupun begitu, bibir Habib tetap
berujar,
"Aku
mengakui
sesungguhnya
Muhammad
Rasulullah!"
Separuh tubuh Habib telah terpotong-potong dan potongannya berserakan di tanah.
Separuhnya lagi bagaikan onggokan daging yang bicara. Akhirnya, jiwa Habib
melayang menemui Tuhannya. Kedua bibirnya senantiasa mengucapkan bahwa ia
hanya mengakuai Muhammad SAWyang telah ia baiat pada malam Aqabahsebagai
Rasulullah.
Setelah berita kematian Habib bin Zaid disampaikan orang kepada ibunya, Nasibah bin
Maziniyah, ia hanya berucap, "Seperti itu pulalah aku harus membuat perhitungan
dengan Musailamah Al-Kadzdzab. Dan kepada Allah jua aku berserah diri. Anakku
Habib bin Zaid telah bersumpah setia dengan Rasulullah SAW sejak kecil. Sumpah itu
dipenuhinya ketika dia muda belia. Seandainya Allah memungkinkanku, akan kusuruh

anak-anak

perempuan

Musailamah

menampar

pipi

bapaknya."

Beberapa lama kemudian, setelah kematian Habib bin Zaid, tibalah hari yang dinantinantikan Nasibah. Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq mengerahkan kaum Muslimin
memerangi nabi-nabi palsu, termasuk Musailamah Al-Kadzdzab. Kaum Muslimin
berangkat untuk memerangi Musailamah. Dalam pasukan itu terdapat Nasibah AlMaziniyah
dan
putranya,
Abdullah
bin
Zaid.
Ketika perang di Yamamah itu telah berkecamuk, Nasibah membelah barisan demi
barisan musuh bagaikan seekor singa, sambil berteriak, "Di mana musuh Allah itu,
tunjukkan
kepadaku!"
Ketika Nasibah menemukan Musailamah, sang nabi palsu ternyata telah pulang ke
akhirat, tewas tersungkur di medan pertempuran tubuh bermandi darahnya sendiri.
Tidak lama kemudian, Nasibah pun gugur sebagai syahidah.

HABIB BIN ZAID


LAMBANG KECINTAAN DAN PENGURBANAN
Pada baiat Aqabah ke-II yang telah Sering kita sebut-sebut, di mana 70 orang laki-laki dan dua
orang wanita mengangkat baiat kepada Rasulullah saw. maka Habib bin Zaid dan bapaknya
Zaid bin Ashim termasuk 70 orang yang turut mengambil bagian . . . . Ibunya yang bernama
Nusaibah binti Kaab merupakan salah seorang dari dua wanita pertama yang baiat kepada
Rasulullah tersebut sedang satunya lagi ialah bibinya saudara dari ibunya Habib bin Zaid .
Dengan demikian Habib adalah seorang Mumin dari angkatan lama, di mana keimanan telah
menjalari persendian sampai ke tulang sumsumnya. Dan semenjak hijrahnya Nabi ke Madinah,
ia selalu berada di sampingnya tak pernah ketinggalan dalam suatu peperangan dan tidak pula
melalaikan suatu kewajiban .
Pada suatu ketika, di selatan jazirah Arab muncullah dua pimpinan pembohong durjana yang
mengakui diri mereka sebagai nabi dan menggiring manusia ke lembah kesesatan .Salah
seorang di antara mereka muncul di Sanaa, yaitu al-Aswad bin Kaab al-Ansi, dan yang
seorang lagi di Yamamah, itulah dia Musailamatul Kaddzab, Musailamah si pembohong besar
. Kedua penipu itu menghasut anak buahnya untuk memusuhi orang-orang beriman yang
mengabulkan panggilan Allah serta Rasul-Nya di kalangan suku mereka, begitupun untuk
menolak para utusan Rasul ke negeri mereka. Dan lebih celaka lagi, mereka menodai serta
memandang enteng kenabian itu sendiri, dan membuat bencana serta menyebar kesesatan di
muka bumi .
Pada suatu hari, dengan tidak disangka-sangka Rasulullah didatangi oleh seorang utusan yang
dikirim oleh Musailamah. Utusan itu membawa sepucuk surat yang berisi:
Dari Musailamah Rasulullah kepada Muhammad Rasulullah, terkirim salam . Kemudian,
ketahuilah bahwa saya telah diangkat sebagai serikat anda dalam hal ini, hingga kami beroleh
separoh bumi sedang bagi Quraisy separohnya lagi. Tetapi ternyata orang-orang Quraisy aniaya
!
Rasulullah memanggil salah seorang jurutulis di antara shahabat-shahabatnya, lalu dituliskannya
jawaban terhadap Musailamah, bunyinya sebagai berikut:
Bismillahirrahmanirrahim . . . . Dari Muhammad Rasulullah, kepada Musailamah si
pembohong. Salam bagi orang yang mau mengikuti petunjuk .
Kemudian ketahuilah bahwa bumi itu milik Allah, diwariskan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya, sedang akhir kesudahan akan berada di pihak
orang-orang yang taqwa !

Kalimat-kalimat Rasulullah saw. itu tak ubah cahaya fajar, yang membuka kedok pimpinan Bani
Hanifah yang mengira bahwa kenabian itu tiada bedanya dengan kerajaan, hingga ia menuntut
separoh wilayah berikut hamba rakyatnya ! Jawaban Rasulullah saw. itu dibawa langsung
oleh utusan Musailamah, yang ternyata bertambah sesat dan semakin menyesatkan . . . .
Penipu besar itu masih juga menyebarkan kebohongan dan kepalsuannya, sementara hasutan dan
penganiayaannya terhadap orang-orang beriman kian meningkat. Maka rencana Rasulullah
hendak mengirim surat kepadanya menyuruhnya menghentikan ketololan dan penyelewenganpenyelewengannya.
Dan sebagai pembawa surat kepada Musailamah itu pilihan Rasulullah jatuh kepada Habib bin
Zaid .Maka berangkatlah Habib melangkahkan kakinya dengan cepat dan berbesar hati
menerima tugas yang dipercayakan kepadanya oleh Rasulullah saw. serta menaruh harapan besar
kiranya dada Musailamah terbuka lebar untuk menerima kebenaran, hingga dirinya juga akan
beroleh bagian pahala dan ganjaran besar .
Dan akhirnya sampailah utusan Rasulullah itu ke tempat tujuannya. Musailamah lalu membuka
surat itu. Walaupun isinya bagaikan cahaya fajar, ia tak mampu membacanya, bahkan
menyilaukannya. la semakin tenggelam dalam kesesatan.
Dan karena Musailamah itu tidak lebih dari seorang petualang dan penipu, maka sifat-sifatnya
juga adalah sifat-sifat penipu dan petualang . . . ! Demikianlah, ia tidak memiliki sedikit pun
prikemanusiaan, kebangsaan dan kejantanan yang dapat mencegahnya menumpahkan darah
seorang utusan yang membawa suatu surat resmi, suatu pekerjaan yang amat dihormati dan
dipandang suci oleh bangsa Arab umumnya !
Rupanya sudah menjadi kehendak dari Agama besar ini Islam hendak menambahkan
dalam kelompok mata pelajaran kebesaran dan kepahlawanan yang sedang dikuliahkannya di
hadapan seluruh ummat manusia, suatu pelajaran baru yang kali ini diberikan dan sekaligus
bertemakan Habib bin Zaid . . . !
Musailamah penipu itu mengumpulkan rakyat dan memanggil mereka untuk menghadiri suatu
peristiwa di antara peristiwa-peristiwanya yang penting . . . !
Sementara itu utusan Rasulullah Habib bin Zaid dengan bekas-bekas siksaan dahsyat yang
dilakukan padanya oleh orang-orang aniaya itu, dibawa ke depan dengan rencana mereka hendak
melucuti keberaniannya, hingga di hadapan khalayak ramai ia akan tampak lesu dan patah
semangat lalu menyerah kalah dan ketika diminta untuk mengakui di depan mereka segera
beriman kepada Musailamah, hingga dengan demikian penipu itu akan dapat menonjolkan
mujizat palsu di depan mata anak buahnya yang sama tertipu .

Kata
Musailamah
kepada
Habib:
Apakah
kamu
mengakui
bahwa
Muhammad
itu
utusan
Allah?
Benar, ujar Habib, saya mengakui bahwa Muhammad itu utusan Allah.
Rona
kemerah-merahan
meliputi
wajah
Musailamah,
lalu
katanya
lagi:
Dan
kamu
mengakuiku
sebagai
utusan
Allah?
Tak
pernah
saya
mendengar
tentang
itu

!
kata
Habib.
Wajah penipu yang kemerah-merahan tadi berubah menjadi hitam legam karena keeewa dan
murka!
Siasat telah gagal, dan tindakannya menyiksa utusan itu hanya percuma belaka, sementara di
hadapan khalayak ramai yang telah dipanggilnya berkumpul itu, ia bagaikan menerima tamparan
hebat yang menjatuhkan wibawa dan membenamkannya ke dalam Lumpur !
Ketika itu Musailamah bangkit laksana seekor kerbau yang baru disembelih, lalu dipanggilnya
algojonya yang segera datang dan menusuk tubuh Habib dengan ujung pedangnya . Kemudian
dilanjutkannya kebuasannya dengan menyayat dan membagi tubuh qurban potong demi potong,
onggok demi onggok, dan anggota demi anggota . Sementara pahlawan besar itu, tiada yang
dapat dilakukannya selain bergumam mengulang-ulang senandung sucinya. Lailaha illallah,
Muhammadur Rasulullah..
Seandainya ketika itu Habib menyelamatkan dirinya dengan berpura-pura mengikuti keinginan
Musailamah dan menyampaikan keimanan dalam lipatan kalbunya, tiadalah iman itu akan
kurang sedikit pun juga, dan tiadalah keislamannya akan ternoda. . . .
Tetapi ia yang merupakan seorang tokoh yang bersama ayah bunda, saudara dan bibinya telah
menyaksikan baiat Aqabah, dan semenjak saat yang menentukan dan penuh berkah itu
memikul tanggung jawab atas janji dan keimanannya secara penuh tanpa kurang, sedikit pun,
tiadalah akan tega merusak prinsip dan kehidupannya selama ini dengan waktu sesaat yang
singkat itu . . . .
Oleh sebab itu tiadalah saat, yang sebaik-baiknya lewat di depan matanya untuk memenangkan
seluruh pereaturan hidup, seperti kesempatan satu-satunya ini yang akan dapat melukiskan secara
gamblang seluruh kisah keimanan, kebenaran, ketabahan, kepahlawanan, pengurbanan dan
semangat berapi coati di jalan petunjuk dan kebenaran, yang dalam rasa manis dan keharuannya
hampir melebihi setup kemenangan dan keberhasilan manapun juga. . . .
Berita syahid utusannya yang mulia ini sampai ke telinga Rasulullah saw. Dengan hati tabah la
menyerahkan diri kepada putusan Tuhannya. Karena dengan nur Ilahi ia dapat melihat
bagaimana akhir kesudahan Musailamah si pembohong ini, bahkan dapat dikatakan menyaksikan
tersungkurnya pimpinan itu dengan mata kepala

Adapun Nusaibah binti Kaab yaitu ibunda dari Habib, lama sekali menggertakkan giginya.
Kemudian diucapkannya janji Sakti akan menuntut bela kematian puteranya dari Musailamah itu
sendiri dan akan ditancapkannya ujung tombak dan mata pedang ke badannya yang keji itu
sampai tembus !
Dan rupanya taqdir yang ketika itu sedang memperhatikan kekecewaan, kesabaran dan
ketabahannya, menyatakan ketakjuban besar terhadap wanita itu, dan pada waktu itu juga
memutuskan akan berdiri di sampingnya sampai la dapat memenuhi sumpahnya . . .
Tidak lama kemudian tibalah saat terjadinya peristiwa yang menentukan sejarah menangnya
kebenaran yaitu perang Yamamah . . . . Khalifatul Rasul yaitu Abu Bakar Shiddiq mengerahkan
tentara Islam menuju Yamamah di mana Musailamah telah menyiapkan pasukan terbesar .
Nusaibah ikut dalam tentara Islam itu dan segera menerjunkan dirinya dalam kancah peperangan,
tangan kanannya memegang pedang dan tangan kirinya menggenggam tombak, sementara
lisannya tiada hentinya meneriakkan: Di mana dia Musailamah musuh Allah itu?
Dan tatkala Musailamah telah tewas menemui ajalnya, dan para pengikutnya berguguran bagai
kapas yang berterbangan, sedang bendera dan panji-panji Islam berkibar dengan megahnya,
Nusaibah berdiri tegak sementara tubuhnya yang mulia dan perkasa itu penuh dengan luka-luka
bekas tebasan pedang dan tusukan tombak.
Ia berdiri mencari-cari wajah puteranya tercinta, Habib yang telah lebih dahulu syahid.
Didapatinya ia memenuhi ruang dan waktu . . . ! Setiap Nusaibah mengarahkan pandang ke
setiap panji-panji yang sedang berkibar dengan megah dan jaya itu, dilihatnya di sana wajah
puteranya sedang tersenyum ria, penuh kemenangan dan kebanggaan .
Benar dan tidak salah . . . !

Biografi Ummu Umarah


Kehidupan dunia dengan segala penderitaannya seolah tak lagi berarti baginya, manakala
diatelah mendengar janji indah tentang surga. Sepenuh pengorbanan jiwa dan raga dia
berikanuntuk Allah dan Rasul-Nya.Mungkin orang yang belum pernah mendengar namanya akan
mengernyitkan dahi sembari bertanya, siapakah dia? Namun tak mungkin diingkari, dia adalah
seorang shahabiyah yangmemiliki untaian kemuliaan besar. Kemuliaannya tertulis dalam sejarah
kaum muslimin. Dia bernama Nusaibah bintu Kab bin Amr bin Mabdzul bin Amr bin Ghanam bin Mazin
binAn Najjar
radhiallahu anha
. Ibunya bernama Ar Rabbab bintu Abdillah bin Habib bin Zaid bin Tsaabah bin Zaid Manat bin
Habib bin Abdi Haritsah bin Adlab bin Jasym bin AlKhazraj.Ummu Umarah dipersunting oleh Zaid bin
Ashim bin Amr bin Auf bin Mabdzul bin Amr bin Ghanam bin Mazin bin An Najjar. Mereka
dikaruniai dua orang putra, Abdullah danHabib, yang kelak di kemudian hari menjadi shahabat
Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam
yang menyertai beliau dalam medan peperangan. Sepeninggal suaminya, UmmuUmarah
menikah dengan Ghaziyah bin Amr bin Athiyah bin Khansa bin Mabdzul binAmr bin Ghanam
bin Mazin bin An Najjar
radhiallahu anhu
. Dari pernikahan mereka, lahir Tamim dan Khaulah.Ummu Umarah
radhiallahu anha
menyambut datangnya seruan Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam
. Setelah keislamannya itu, Allah
Subhanahu wa Taala
menganugerahkan banyak kemuliaan padanya. Satu per satu peristiwa besar turut dilaluinya. Dia
salah satuwanita yang hadir pada malam Aqabah dan berbaiat kepada Rasulullah
Shallallahu alaihiwa sallam
. Medan Uhud, Hudaibiyah, Khaibar, Umratul Qadla, Hunain tak lepas darisejarah perjalanan
hidupnya bersama Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam
. Bahkansemasa pemerintahan Abu Bakr Ash Shiddiq
radhiallahu anhu
, dia turut terjun memerangiMusailamah Al Kadzdzab dalam perang Yamamah.Kisah indah dan
mengesankan dalam medan pertempuran Uhud, tatkala Ummu Umarah
radhiallahu anha
ikut berperan dalam kancah itu bersama suaminya, Ghaziyah bin Amr serta kedua putranya,
Abdullah dan Habib
radhiallahu anhum
. Dengan membawa geribatempat air minum untuk memberi minum pasukan yang terluka, Ummu Umarah
berangkat bersama pasukan kaum muslimin di awal siang.Pertempuran berlangsung dahsyat.
Ketika pasukan kaum muslimin tercerai berai, tak tersisadi sisi Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam

kecuali hanya beberapa orang yang tak sampai sepuluh orang banyaknya. Di saat yang genting
itu, Ummu Umarah terjun langsungdalam peperangan dengan pedangnya. Bersama suami dan
dua putranya, Ummu Umarah mendekati Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam
, melindungi di depan beliau dengansegenap kemampuan.Tanpa perisai Ummu Umarah
melindungi Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam
,sementara sebagian besar pasukan muslimin lari kocar-kacir. Di antara orang-orang
yang berlarian menjauh dari beliau, ada seseorang yang lari membawa perisainya. Beliau
pun berseru, Berikan perisaimu pada orang yang berperang! Orang itu pun melemparkan
perisainya dan segera diambil oleh Ummu Umarah. Ummu Umarah pun bertamengdengannya.
Demikian keadaan yang mereka hadapi saat itu, sementara lawan mereka adalah pasukan
berkuda kaum musyrikin.Tiba-tiba datang seorang penunggang kuda memacu kudanya sembari
menyabetkan pedangnya ke arah Ummu Umarah. Ummu Umarah menangkis tebasan itu
dengan perisainya hingga orang itu tak berhasil berbuat sesuatu. Ummu Umarah pun menebas kakikudanya
hingga penunggang kuda itu pun terjatuh. Menyaksikan hal itu, Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam
segera memanggil salah seorang putra Ummu Umarah,Ibumu! Ibumu! Dengan cepat putra Ummu
Umarah datang membantu ibunya hinggadapat melumpuhkan musuh Allah itu.Di tengah berkecamuknya
perang, putra Ummu Umarah, Abdullah bin Zaid terluka dilengan kirinya, ditebas oleh seseorang
yang sangat cepat datangnya dan berlalu begitu saja,tanpa sempat dia kenali. Darah pun
mengucur tak henti. Melihat itu, Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam
berkata, Balut lukamu! Ummu Umarah pun datang membawa pembalutyang dipersiapkannya
untuk membalut luka-luka, segera mengikat luka putranya, sementaraRasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam
berdiri mengawasi. Usai mengikat luka, Ummu Umarah berkata pada putranya, Bangkitlah!
Perangilah orang-orang itu! Mendengar ucapannya, Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam
mengatakan, Siapa yang mampumelakukan seperti yang kaulakukan, wahai Ummu Umarah?
Kemudian datanglah orang yang melukai Abdullah. Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam
pun berkata, Itu orang yang menebas putramu! Ummu Umarah segeramenghadangnya dan
menebas betisnya hingga orang itu terjatuh. Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam tersenyum
menyaksikannya hingga tampak gigi geraham beliau. Ummu Umarah pun menebasnya bertubi-tubi
hingga mati. Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam
mengatakan pada Ummu Umarah, Segala puji milik Allah yang telah menolongmu
sertamenyenangkan hatimu dengan keadaan musuhmu dan memperlihatkan pembalasan itu
didepan matamu.Ummu Umarah pun menderita luka-luka dalam peperangan itu. Luka yang paling
besar terdapat di pundaknya, karena tikaman pedang seorang musuh Allah dan Rasul-Nya, IbnuQamiah. Saat
itu, Ibnu Qamiah datang dan berseru, Tunjukkan aku pada Muhammad! Akutidak akan selamat
kalau dia selamat! Dia pun segera dihadang oleh Mushab bin Umair
radhiallahu anhu
bersama para sahabat yang lain. Ummu Umarah berada dalam barisan itu.Maka Ibnu Qamiah
menghunjamkan pedangnya ke pundak Ummu Umarah. Ummu Umarah pun membalas dengan

beberapa kali tebasan, namun musuh Allah itu mengenakan baju perang yang melindunginya.Tatkala
melihat Ummu Umarah terluka di pundaknya, Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam
berseru pada Abdullah, Ibumu! Ibumu! Balutlah lukanya! Semoga Allahmemberikan barakah
kepada kalian wahai ahlul bait. Kedudukan ibumu pada hari ini lebih baik daripada kedudukan si
Fulan dan si Fulan. Semoga Allah memberikan barakah kepadakalian wahai ahlul bait.
Kedudukan suami ibumu lebih baik daripada kedudukan si Fulan dansi Fulan. Semoga Allah
memberikan barakah kepada kalian wahai ahlul bait!Ummu Umarah pun meminta, Wahai
Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar kamimenemanimu di dalam surga! Beliau pun berdoa,
Ya Allah, jadikan mereka orang-orang
yang menemaniku di dalam surga. Ummu Umarah berkata, Aku tidak peduli lagi apa
yangmenimpaku di dunia.Dua belas luka didapatkan oleh Ummu Umarah dalam peperangan itu. Tikaman
pedang IbnuQamiah itulah luka yang paling parah yang diderita oleh Ummu Umarah, hingga dia
harusmengobati luka itu setahun lamanya.Keadaan luka yang sedemikian hebat tak menyurutkan
semangat Ummu Umarah untuk membela Allah dan Rasul-Nya. Ketika kaum muslimin diseru
untuk bersiap menuju peperangan di Hamra`il Asad, Ummu Umarah pun menyingsingkan
bajunya. Namun, dia tak kuasa menahan kucuran darah dari lukanya. Dalam semalam lukanya
terus diseka hingga pagi.Sepulang dari peperangan di Hamra`il Asad, Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam
mengutus Abdullah bin Kab Al-Mazini untuk menanyakan keadaan Ummu Umarah.Abdullah
bin Kab pun melaksanakan perintah beliau, kemudian menyampaikan kabar Ummu Umarah
kepada beliau.Kecintaannya pada Allah dan Rasul-Nya terus diwujudkannya, sampai pun setelah
Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam
wafat. Ketika Abu Bakr Ash Shiddiq
radhiallahu anhu
menjabat sebagai khalifah, muncul seorang pendusta bernama Musailamah Al-Kadzdzab,yang
mengaku sebagai nabi. Abu Bakr
radhiallahu anhu
pun memeranginya bersama pasukan kaum muslimin dalam perang Yamamah. Ummu Umarah pun
turut serta dalam pasukan itu. Di sanalah Ummu Umarah terpotong tangannya dan menderita
sebelas lukalainnya karena tebasan pedang dan tusukan tombak. Di sanalah pula Ummu
Umarahkehilangan putranya, Habib bin Zaid
radhiallahu anhu
.Tak hanya dalam peperangan dia hadir di sisi Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam
. PunUmmu Umarah meriwayatkan ilmu dari beliau, serta menyebarkannya pada
manusia.Perwujudan cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya dengan segala pengorbanan jiwa dan
ragasepanjang perjalanan kehidupannya di dunia, mengantarkan dirinya untuk
mendapatkankemuliaan yang kekal selama-lamanya.
Ummu Umarah, semoga Allah meridhainya.
Wallahu taala alamu bish-shawab.

Ummu Umarah (Nusaibah binti Kaab) wafat 13 H.


Nama lengkapnya adalah Nusaibah binti Kaab bin Amru bin Auf bin Mabdzul al-Anshaiyah. Ia adalah seorang
wanita dari Bani Mazin an-Najar.
Beliau wanita yang bersegera masul Islam, salah seorang dari dua wanita yang bersama para utusan Anshar yang
datang ke Mekah untuk melakukan baiat kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Disamping memiliki sisi
keuatmaan dan kebaikan, ia juga suka berjihad, pemberani, ksatia, dan tidak takut mati di jalan Allah.
Nusaibah ikut pegi berperang dalam Perang Uhud besama suaminya (Ghaziyah bin Amru) dan bersama kedua
anaknya dari suami yang prtama (Zaid bin Ashim bin Amru), kedua anaknya bernama Abdullah dan Hubaib. Di
siang harri beliau membeikan minuman kepada yang terluka, namun tatkala kaum muslimin porang-poranda beliau
segera mendekati Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dengan membawa pedang (untuk menjaga keselamatan
Rasulullah) dan menyerang musuh dengan anak panah. Beliau beperang dengan dahsyat. Beliau menggunakan ikat
pinggang pada peutnya hingga teluka sebanyak tiga belas tempat. Yang paling parah adalah luka pada pundaknya
yang tekena senjara dai musuh Allah yang bernama Ibnu Qamiah yang akhirnya luka tersebut diobati selama satu
tahun penuh hingga sembuh.
Nusaimah sempat mengganggap ringan lukanyayang berbahaya ketika penyeu Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam berseru agar kaum muslimin menuju Hamraul Asad, maka Nusaibah mengikat lukanya dengan bajunya, akan
tetapi tidak mampu untuk menghentikan cucuran daahnya.
Ummu Umarah menutukan kejadian Perang Uhud demikian kisahnya, Aku melihat orang-oang sudah menjauhi
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam hingga tinggal sekelompok kecil yang tidak sampai bilangan sepuluh orang.
Saya, kedua anakku, dan suamiku berada di depan beliau untuk melindunginya, sementara orang-orang koca-kacir.
Beliau melihatku tidak memiliki perisai, dan beliau melihat pula ada seorang laki-laki yang mundu sambil
membawa perisai. Beliau besabda, Beikanlah peisaimu kepada yang sedang berperang! Lantas ia melempakannya,
kemudian saya mengambil dan saya pegunakan untuk melindungi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Ketika
itu yang menyerang kami adalah pasukan bekuda, seandainya mereka berrjalan kaki sebagaimana kami, maka
dengan mudah dapat kami kalahkan insya Allah. Maka tatkala ada seorang laki-laki yang berkuda mendekat
kemudian memukulku dan aku tangkis dengan pisaiku sehingga dia tidak bisa berbuat apa-apa degan pedangnya dan
akhirnya dia hendak mundu, maka aku pukul urat kaki kudanya hingga jatuh teguling. Kemudian ketika itu Nabi
berseu, Wahai putra Ummu imarah, bantulah ibumu bantulah ibumu. Selanjutnya putraku membantuku untuk
mengalahkan musuh hingga aku berhasil membunuhnya. (Lihat Thabaqat Ibnu Saad VIII/412).
Putra beliau yang bernama Abdullah bin Zaid bekata, Aku teluka. Pada saat itu dengan luka yang parah dan darah
tidak berhenti mengalir, maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Balutlah lukamu! Sementara ketika itu
Ummu Imarh sedang menghadapi musuh, tatkala mendenga seuan Nabi, ibu menghampiriku dengan membawa
pembalut dari ikat pinggangnya. Lantas dibalutlah lukaku sedangkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berdiri,
ketika itu ibu bekata kepadaku, Bangkitlah besamaku dan tejanglah musuh!Hal itu membuat Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam bersabda, Siapakah yang mampu berbuat dengan apa yang engkau pebuat ini wahai Ummu
Imarah?
Kemudian datanglah orang yang tadi melukaiku, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Inilah
yang memukul anamu whai Ummu Imarah! Ummu Imarah becerita, Kemudian aku datangi orang tersebut
kemudian aku pukul betisnya hingga roboh. Ummu Imarah melihat ketika itu Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam tersenyum karena apa yang telah diperbuat olehnya hingga kelihata gigi geraham beliau, beliau bersabda,
Engkau telah menghukumnya wahai Ummu Imarah.

Kemudian mereka pukul lagi dengan senjata hingga dia mati. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Segala
puji bagi Allah yang telah memenangkanmu dan meyejukkan pandanganmu dengan kelelahan musuh-musuhmu dan
dapat membalas musuhmu di depan matamu. (Lihat Thabaqat Ibnu Saad VIII/413 414).
Selain pada Perang Uhud, Ummu Imarah juga ikut pada dalam baiatur ridwan bersama Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam dalam Perang Hudaibiyah, dengan demikian beliau ikut serta dalam Perang Hunain.
Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam wafat, ada bebeapa kabilah yang mutad dari Islam di bawah
pimpinan Musailamah al-Kadzab, selanjutnya khalifah Abu Bakar ash-Shidiq mengambil keputusan untuk
memerangi orang-orang yang murtad tesebut. Maka, bersegeralah Ummu Imarah mendatangi Abu Bakar dan
meminta ijin kepada beliau untuk begabung bersama pasukan yang akan memerangi orang-orang yang mutad dai
Islam. Abu Bakar ash-Shidiq bekata kepadanya, Sungguh aku telah mengakui pranmu di dalam perang Islam, maka
berangkatlah dengan nama Allah. Maka, beliau berangkat bersama putranya yang bernama Hubaib bin Zaid bin
Ashim.
Di dalam perang ini, Ummu Imarah mendapatkan ujian yang berat. Pada perang tesebut putranya tertawan oleh
Musailamah al-Kadzab dan ia disiksa dengan bebagai macam siksaan agarr mau mengakui kenabian Musailamah alKadzab. Akan tetapi, bagi putra Ummu imarah yang telah tebiasa dididik untuk besabar tatkala beperang dan telah
dididik agar cinta kepada kematian syahid, ia tidak kenal kompomi sekalipun diancam. Tejadilah dialog antaraya
dengan Musailamah:
Musailamah: Engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah?
Hubaib: Ya
Musailamah: Engkau besaksi bahwa aku adalah Rasulullah?
Hubaib: Aku tidak mendengar apa yang kamu katakan itu.
Kemudian Musailamah al-Kadzab memotong-motong tubuh Hubaib hingga tewas.
Suatu ketika Ummu Imarah ikut serta dalam perang Yamamah besama putranya yang lain, yaitu Abdullah. Beliau
bertekad untuk dapat membunuh Musailamah dengan tangannya sebagai balasan bagi Musailamah yang telah
membunuh Hubaib, akan tetapi takdir Allah menghendaki lain, yaitu bahwa yang mampu membunuh adalah putra
beliau yang satunya, yaitu Abdullah. Ia membalas Musailamah yang telah membunuh saudara kandungnya.
Tatkala membunuh Musailamah, Abdullah bekeja sama dengan Wahsyi bin Harb, tatkala ummu imarah mengetahui
kematian si Thaghut al-Kadzab, maka beliau bersujud syukur kepada Allah.
Ummu Imarah pulang dari peperangan dengan membawa dua belas luka pada tubuhnya setelah kehilangan satu
tangannya dan kehilangan anaknya yang terakhir, yaitu Abdullah.
Sungguh, kaum muslimin pada masanya mengetahui kedudukan beliau. Abu Bakar ash-Shidiq penah mendatangi
beliau untuk menanyakan kondisinya dan menenangkan beliau. Khalid si pedang Islam membantu atas
penghomatannya, dan seharusnyalah kaum muslimin di zaman kita juga mengetahui haknya pula. Beliau sungguh
telah mengukir sejarahnya dengan tinta emas.

Ummu Umarah rha.


Filed under: Tokoh

Ummu Umarah rha atau dikenal juga sebagai Ummu Sulaim rha. telah dirahmati dengan
berbagai kehormatan, diantaranya adalah kehadiran beliau di Uhud, al-Hudaibiyyah, Khaibar,
Hunain dan Peperangan Yamamah. Namun peranan beliau yang paling mulia adalah ketika
Peperangan Uhud.
Ummu Umarah rha telah menyertai peperangan tersebut bersama suaminya, Ghaziya, berserta
dua orang anak lelaki beliau. Tugas yang dipertanggungjawabkan ke atas beliau adalah untuk
memberi air kepada para Mujahid yang cedera. Akan tetapi Allah SWT telah menetapkan satu
peranan yang lebih besar dan mulia untuk beliau. Maka beliau pun mengatur langkah bersamasama dengan keluarga beliau dengan sebuah Qirbah (tempat air terbuat dari kulit kambing) untuk
mengisi air. Mereka tiba di medan perang pada awal pagi hari. pasukan Islam, ketika itu, sedang
menguasai peperangan dan beliau telah pergi melihat keadaan Rasulullah SAW. Pada masa yang
sama sebilangan pasukan Islam telah membuat satu kesilapan yang teramat besar - melihat
pasukan Quraish mundur, mereka mulai berlari-berkejaran mendapatkan harta-benda rampasan
perang, melanggar perintah Rasulullah SAW supaya tetap di posisi mereka di atas bukit.
Khalib bin Walid, (yang ketika itu belum lagi memeluk Islam), apabila melihat benteng
pertahanan yang telah terbuka itu kemudian memimpin serangan balasan ke atas pasukan Islam.
Kemenangan peperangan beralih kepada pihak Quraish. Dalam suasana kalang kabut itu, banyak
dari kalangan pasukan Islam panik dan mundur, meninggalkan Rasulullah SAW bersama-sama
sekumpulan kecil para Sahabat ra . Di kalangan mereka ini termasuklah Ummu Umarah rha.
Melihat ramai dari kalangan pasukan Islam yang mundur, Ummu Umarah rha kemudian berlari
ke arah Rasulullah SAW dan mengangkat senjata demi mempertahankan baginda SAW, bersamasama dengan suami dan kedua anak lelakinya. Rasulullah SAW menyadari yang Ummu Umarah
rha tidak mempunyai perisai kemudian baginda SAW memerintahkan kepada salah seorang
daripada mereka yang sedang berundur supaya memberikan perisainya kepada Ummu Umarah
rha yang sedang bertarung. Setelah mendapat perisai tersebut, Ummu Umarah rha
mempertahankan Rasulullah SAW menggunakan busur, anak panah dan juga pedang.
Ummu Umarah rha diserang oleh pasukan berkuda tetapi beliau tidak sekalipun gentar atau
merasa takut. Beliau kemudian telah berkata, "Apabila mereka itu tidak berkuda seperti kami,
niscaya telah kami hancurkan mereka, insya-Allah." Abdullah ibn Zayed, anak lelaki beliau,
telah mengalami cedera ketika peperaang tersebut. Lukanya itu berdarah banyak sekali. Ibunya
berlari kepadanya dan membalut lukanya itu. Kemudian Ummu Umarah rha memerintahkan
anak lelakinya itu, "Majulah dan perangi mereka, anakku!" Rasulullah SAW mengagumi
semangat pengorbanan beliau dan telah memuji beliau, "Siapakah yang dapat menanggung apa

yang kamu mampu tanggung, Ummu Umarah!" Tiba-tiba lelaki yang telah menlukai anak
lelakinya mendekat dan Rasulullah SAW berkata kepada beliau bahwa inilah lelaki yang melukai
anaknya. Ummu Umarah rha dengan berani menantang lelaki tersebut, yang menurut anak
Ummu Umarah rha sendiri, adalah seperti pohon perdu yang besar. Ummu Umarah rha melukai
kaki musuhnya itu, menjatuhkannya sehingga berlutut. Rasulullah SAW tersenyum sehingga
menampakkan gigi baginda SAW dan berkata, "Kamu telah membalasnya, Ummu Umarah!"
Setelah lelaki tersebut dibunuh, Rasulullah SAW kemudian berkata "Segala puji bagi Allah yang
telah memberikan kamu kemenangan dan menggembirakan kamu atas musuh kamu dan
mengizinkan kamu dapat menuntut balas."
Pada satu ketika, Rasulullah SAW telah tertinggal seorang diri. Melihat peluang keemasan itu,
pihak musuh, Ibn Qumaya segera menyerang Rasulullah SAW sambil menjerit "Tunjukkan
Muhammad padaku! Aku takkan selamat sekiranya dia diselamatkan!". Kemudian Musab ibn
Umayr ra, bersama-sama dengan beberapa orang sahabat yang lain, bergegas mempertahankan
Rasulullah SAW. Ummu Umarah rha yang turut bersama-sama dengan mereka terus menebas
musuh Allah itu, walaupun dia memakai dua lapis baju besi. Ibn Qumaya berjaya melukai
bagian leher Ummu Umarah rha, dan meninggalkan luka yang parah. Rasulullah SAW terus
memanggil anak lelaki Ummu Umarah rha, memerintahkannya membalut luka ibunya sambil
mendoakan kerahmatan dan kesejahteraan ke atas mereka dan menyatakan kemuliaan mereka.
Ummu Umarah rha, bila menyadari Rasulullah SAW menyukai kesungguhan dan keberanian
beliau, kemudian meminta Rasulullah SAW supaya berdoa agar mereka dijadikan Allah di
kalangan sahabat-sahabat Rasulullah SAW di syurga nanti. Setelah Rasulullah SAW berdoa,
Ummu Umarah rha kemudian berkata, "Aku tidak pedulikan apa saja yang menimpaku di dunia
ini!" Pada hari tersebut, Ummu Umarah rha menerima tiga belas luka dan luka di lehernya yang
terpaksa dirawat selama setahun.
Beliau kemudiannya juga menyertai Peperangan Yamamah, di mana beliau menerima sebelas
luka dan kehilangan tangan. Keberanian Ummu Umarah rha menyebabkan semua para Sahabat
ra menghormati beliau, terutama para Khalifah yang akan mengunjungi beliau dan senantiasa
memperhatikan keadaan beliau. Umar ibn Khattab ra telah menerima kain-kain sutera yang
sangat bagus buatannya. Salah seorang yang berada di situ berkata bahawa kain tersebut sangat
mahal dan Umar ra sebaiknya memberikannya kepada isteri Abdullah ibn Umar ra, Safiyya bint
Abu Ubayd. Umar ra walaubagaimanapun tidak mau memberikan kain tersebut kepada
menantunya. "Ini adalah sesuatu yang tidak akan kuberikan kepada ibn Umar. Aku akan berikan
kepada seseorang yang lebih berhak keatasnya - Ummu Umarah Nusayba bint Kab rha." Umar
ra kemudian menceritakan bagaimana ketika Peperangan Uhud, beliau mendengar Rasulullah
berkata bahawa apabila baginda SAW melihat ke kiri maupun ke kanan, baginda melihat Ummu
Umarah rha sedang bertarung di hadapan baginda SAW.
Inilah kehidupan Ummu Umarah rha, pejuang yang tetap berdiri apabila ramai yang mundur,
yang menyuruh anaknya yang cedera parah kembali menyertai peperangan yang sengit, dan yang

siap menggadaikan nyawanya demi menyelamatkan Rasulullah SAW. Sebagai balasan, beliau
menerima doa agar dijadikan di kalangan sahabat Rasulullah SAW di syurga. Moga Allah SWT
merahmati para Muslimah kita dengan keberanian, semangat pengorbanan dan istiqamah yang
sedemikian.

Ummu Umarah
Tinta sejarah menjadi saksi, bahwa tidak sedikit wanita mukminah yang terjun ke medan
pertempuran, jihad fii sabilillah. Mereka menyelinap di antara lemparan-lemparan lembing,
kilatan-kilatan pedang dan jatuhan anak-anak panah. Mereka menyampaikan makanan, minuman
dan obat-obatan bagi prajurit mukmin yang berjuang mempertahanakan Islam. Bahkan jika
keadaan memintanya untuk menyandang pedang, mereka tidak gentar justru makin berkobar
semangatnya. Diantara wanita-wanita pejuang itu adalah Nusaibah binti Ka'af Al-Anshariyah
yang terkenal dengan Ummu 'Umarah.
Sesungguhnya Ummu 'Umarah merupakan salah satu contoh keberanian dan ketegaran. Ia
merupakan sosok kepahlawanan yang tidak pernah absen melaksanakan kewajiban bilamana
memanggilnya. Ia adalah shahabiyah yang utama ..... Ia termasuk salah satu dari dua wanita yang
bergabung dengan tujuh laki-laki anshar yang berbai'at kepada Nabi Shallallaahu 'Alaihi
Wasallam pada bai'at Aqabah kedua. Pada waktu itu ia bersama suaminya, Zaid bin Ashim dan
dua orang putranya, Hubaid bin Zaid dan Abdullah bin Zaid. Dan wanita yang satu lagi adalah
saudara perempuannya. Ibnu Sa'ad dalam Thalaqatnya menyatakan (yang terjemahannya):
"Hunain, Perang Yamamah dan terpotong tangannya, dan mendengar beberapa hadits dari Nabi
Shallallahu 'Alaihi Wasallam."
Sedangkan Imam Adz Dzahabi menyatakan (yang terjemahannya): "Ia (Ummu 'Umarah) adalah
wanita yang utama dan wanita dari kalangan anshar, Khazraj, Najjar, Mazin dan juga sebagai
orang madinah. Saudaranya Abdullah bin Ka'ab termasuk orang yang ikut Perang Badar, dan
saudaranya Abdurrahman termasuk orang yang suka menangis. Ummu 'Umarah menghadiri
malam perjanjian Aqabah. Ia juga ikut dalam Perang Uhud, Perdamaian Hudaibiyah, Perang
Hunain, Perang Yamamah dan aktif melakukan beberapa kegiatan."
Dalam perang Uhud, Ummu 'Umarah Nusaibah berjuang bersama suaminya dan dua orang
putranya. Ia keluar untuk memberi minum dengan membawa qirbah (tempat air). Namun ketika
keadaan pasukan Muslimin berubah menjadi terdesak, ia ikut terjun langsung dalam pertempuran
sehingga terluka dengan luka-luka sebanyak dua belas (dalam riwayat lain tiga belas. wallaahu
a'lam). Tentang peristiwa ini Ummu 'Umarah mengisahkan (yang terjemahannya): "Keadaan
pasukan kaum Muslimin benar-benar berantakan. Banyak orang meninggalkan Nabi Shallallaahu
'Alaihi Wasallam, tinggal tersisa beberapa orang yang melindungi beliau, termasuk aku, suamiku,
serta kedua anakku. Sementara di depanku, banyak orang sedang melarikan diri untuk mundur.
Saat itu aku tidak bersenjata. Dan ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melihat
seorang laki-laki yang mengundurkan diri sambil membawa perisai, beliau lalu bersabda :
"Berikanlah perisaimu kepada orang yang sedang berperang !" Orang tersebut segerea
melemparkannya, dan aku segera memungutnya lalu aku gunakan untuk melindungi Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Pasukan yang menyerang saat itu adalah pasukan berkuda. Kami
yakin, apabila bukan pasukan berkuda pasti kami sudah bisa mengatasinya. Tiba-tiba datang
seorang penunggan kuda menyerangku dengan pedang, serangan itu dapat aku tangkis. Ketika
dia akan lari aku hantam kaki kudanya dan dia pun jatuh tertelungkup. Saat itu aku dengar
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berteriak : "Wahai putra Ummu 'Umarah bantulah
ibunya !" Lantas datanglah anakku dan bersama-sama kami habiskan orang itu."
Ummu 'Umarah terus bertempur tanpa mengenal lelah, sambil sesekali membantu merawat
mereka yang luka. Begitu sibuknya Ummu 'Umarah, sampai-sampai ia tidak mengetahui kalau
putranya Abdullah bin Zaid terluka parah. Ia baru mengetahuinya setelah Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam berteriak (yang terjemahannya): "Hai Abdullah ! Kau ikat lukamu dulu baru
kau teruskan bertempur lagi !"

Ummu 'Umarah terkejut mendengar teriakan itu dan segera sadar putranya dalam bahaya. Segera
ia mendekati dan mengobati luka putranya yang ternyata memang parah. Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam mengawasi keduanya dan setelah selesai, Ummu 'Umarah berkata (yang
terjemahannya): "Nah ... sekarang bangkitlah dan perangilah kaum itu !" Melihat kejadian
tersebut, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda (yang terjemahannya): "Siapakah
yang sanggup melakukan sebagaimana yang kau lakukan ini ya ... Ummu 'Umarah ?" Kemudian
datanglah orang yang memukul putranya tadi lalu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda (yang terjemahannya): "Ya .... Ummu 'Umarah ! Itu orang yang memukul anakmu
datang !" Tanpa banyak berbicara Ummu 'Umarah menghadang orang yang ditunjukkan oleh
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan menghantam kakinya sehingga orang tersebut
terduduk di tanah. Sambil tersenyum Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang melihat hal
itu bersabda (yang terjemahannya): "Engkau telah membalasnya ya Ummu 'Umarah !" Tak lama
kemudian beberapa orang datang dan bersama-sama membunuh orang tersebut, lalu Nabi
Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda lagi (yang terjemahannya): "Alhamdulillah ..... ! Allah
memberikan kesempatan kepadamu untuk membalas musuhmu dan menyaksikan pembalasan itu
sendiri."
Imam Adz Dzahabi meriwayatkan dari Abdullah bin Zaid bin Ashim, ia berkata (yang
terjemahannya): "Saya mengikuti perang Uhud, maka ketika orang-orang meninggalkan
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, saya dan ibu mendekati beliau untuk melindungi. Lalu
beliau bertanya : "Mana Ummu 'Umarah ?" Ibu menjawab : "Ya ... wahai Rasulullah" Beliau
bersabda : "Lemparilah !" Lalu ibu melempari seorang laki-laki yang sedang naik kuda di depan
beliau dengan batu dan mengenai mata kudanya. Kemudian kudanya itu berguncang-guncang
keras lantas jatuh bersama penunggangnya, lalu saya tindih orang itu dengan batu dan Nabi
Shallallahu 'Alaihi Wasallam melihat sambil tersenyum. Kemudian beliau luka ibu di pundaknya,
lalu beliau berseru : "Ibumu ! Ibumu ! Balutlah lukanya ! Ya Allah, jadikanlah mereka shahabat
saya di dalam syurga" Mendengar itu ibu berkata : "Aku tidak menghiraukan lagi apa yang
menimpaku dari urusan dunia ini !"
Allahu Akbar ! Betapa tegarnya engkau wahai Ummu 'Umarah. Tak lagi engkau menghiraukan
lukamu setelah doa yang menggembirakan hatimu ! Begitulah Ummu 'umarah melewati hariharinya dengan terus berjuang di jalan Allah 'Azza wa Jalla. Maka tatkala Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam telah wafat muncullah si pendusta Musailamah al Kadzdzab ia mengaku
sebagai Nabi sehingga kaum Musliminpun memeranginya. Taqdir Allah menentukan bahwa
Hubaib putra Ummu 'Umarah ditawan Musailamah, kemudian disiksa dengan berbagai siksaan.
Namun Allah 'Azza wa Jalla memberikan keteguhan dan ketegaran kepada putra Ummu 'Umarah
ini, meskipun teramat berat siksaan dirasakannya. Akhirnya Allah mentaqdirkan Hubaib mati di
tangan Musailamah dengan sangat mengenaskan. Semoga Allah menempatkannya di jannah
yang penuh dengan kenikmatan.
Al Waqidi menceritakan (yang terjemahannya): "Ketika sampai kepada Ummu 'Umarah berita
kematian anaknya di tangan Musailamah, maka ia berjanji kepada Allah dan memohon kepadaNya agar ia juga mati di tangan Musailamah atau ia yang membunuh Musailamah. Maka Ummu
'Umarah ikut perang Yamamah bersama Khalid bin Walid, lalu Musailamah terbunuh dan tangan
Nusaibah terpotong dalam perang tersebut."
Ummu 'Umarah berkata (yang terjemahannya): "Tanganku terpotong pada hari perang Yamamah
padahal aku sangat berkeinginan membunuh Musailamah. Tidak ada yang dapat melarangku
hingga aku melihat orang jahat itu mati terkapar. Dan tiba-tiba aku lihat anakku Abdullah bin
Zaid mengusap pedangnya dengan pakaiannya, lalu bertanya kepadanya : "Engkaukah yang

membunuhnya ?" Ia menjawab : "Ya" Kemudian aku sujud syukur kepada Allah."
Itulah sepenggal kisah Ummu 'Umarah, Nusaibah binti Ka'ab Al Anshariyah, sehingga seorang
pejuang wanita yang berjuang dalam hidupnya untuk kejayaan Islam hingga akhir hayatnya,
semoga Alllah meridhainya dan menjadikannya ridha. Dan semoga Allah menyambut dengan
Rahmat-Nya yang luas dan menempatkannya ke dalam jannah yang penuh dengan ketenangan
dan ketentraman yang hakiki.
Wallaahu A'lam Bishashawab.

Ummu Umarah Radhiallahu Anha,


Prajurit yang Beriman
Ia adalah Nasibah binti Kaab bin Amr bin Auf bin Mabdzul Al-Anshariyyah. Ia salah seorang
wanita dari Bani Mazim An-Najar. Ia salah satu dari wanita Madinah yang bersegera mask Islam.
Dan juga salah satu dari 2 orang wanita yang pergi bersama generasi Al-Anshar ke Makkah
untuk
berbaiat
kepada
Rasulullah
shallallahu
alaihi
wasallam.
Adapun keutamaan dan kebaikan Ummu Umarah adalah ia seorang wanita yang ikut berjihad
dan
pemberani,
dan
tidak
takut
mati
di
jalan
Allah.
Dia radhiallahu anha keluar menuju perang Uhud bersama suaminya (Ghaziyah bin Amr) dan
kedua puteranya dari suaminya yang pertama Zaid bin Ashim bin Amr. Kedua anaknya adalah
Abdullah dan Hubaib.[1] Dan pada waktu siang hari ia memberikan minum kepada orang-orang
yang
terluka.
Ketika kaum muslimin terpukul mundur dalam keadaan kacau balau dan porak poranda, ia
bergabung bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan menghunuskan pedangnya.
Mulailah ia melempar anak panah. Ia berperang dengan peperangan seru. Ia mengikat
pakaiannya ke samping dan ia terluka sebanyak tiga belas luka. Yang paling parah adalah luka
yang berada di pundaknya dan yang melukainya adalah musuh Allah, Ibnu Qumaiah. Ia dirawat
untuk mengobati luka ini selama setahun penuh. Ummu Umarah meminta keringanan kepada
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada hari disertakan ke Hamru Al-Asad. Ia bersuaha
mengingatkan pakaiannya akan tetapi tidak mampu karena banyak mengeluarkan darah.
Ummu

Umarah

berkata

untuk

mengisahkan

peristiwa

pada

perang

Uhud:

Aku melihat banyak di antara kaum Muslimin yang lari kocar-kacir dan menginggalkan
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam hingga tinggal tersissa beberapa orang yang melindungi
beliau termasuk aku, kedua anakku, sedangkan suamiku berada di depan beliau untuk
melindunginya. Dan Rasulullah melihat aku tidak bersenjata. Ketika beliau melihat seorang lakilaki mundur sambil membawa senjata, beliau berkata: Berikan senjatamu kepada orang yang
sedang berperang. Orang tersebut melemparkannya dan aku segera mengambilnya, lalu aku
gunakan
untuk
melindungi
Nabi.
Pasukan yang menyerang (kami) saat itu adalah pasukan berkuda. Kami yakin, apabla bukan
pasukan berkuda Insya Allah pasti kami bisa menguasainya. Tiba-tiba datang seorang
penunggang kuda menyerangku dengan pedang. Serangan itu dapat aku tangkis. Ketika dia akan
lari aku hantam kaki kudanya dan dia pun jatuh tersungkur. Saat itu aku dengan Nabi shallallahu
alaihi wasallam berteriak: Wahai putera Ummu Umarah, bantulah ibumu! Bantulah ibumu!
Lantas datanglah anakku dan bersama-sama kami habisi orang itu.[2]
Puteranya

Abdullah

bin

Zaid

bercerita:

Ketika aku terluka parah saat itu, beliau shallallahu alaihi wasallam berkata: Balutlah

lukamu! Ummu Umarah terus bertempur tanpa mengenal lelah memerangi musuh. Ketika
terdengar teriakan Nabi shallallahu alaihi wasallam ibuku datang kepadaku sambil membawa
pembalut yang digunakan untuk membalut luka (lalu membalut lukaku), sedangkan Nabi
shallallahu alaihi wasallam berdiri mengawasi. Setelah membalut lukaku, ibuku berkata,
Sekarang bangkitlah, dan perangilah mereka! Mendengar perkataan ibuku Nabi shallallahu
alaihi wasallam berkata: Siapakah yang sanggup melakukan seperti yang engkau lakukan,
wahai
Ummu
Umarah?
Kemudian datanglah orang yang melukaiku, lalu Rasulullah bersabda: Wahai Ummu Umarah,
itu orang yang melukai anakmu. Ummu Umarah segera menghadangnya dan menebas betisnya
hingga
orang
itu
terjatuh.
Melihat hal itu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tersenyum hingga nampak gigi
gerahamnya dan beliau bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah memberi kesempatan
kepadamu untuk membalas musuhmu dan menyaksikan pembalasan itu sendiri.[3]
Waktu pun terus berlalu. Prajurit wanita beriman ini telah berjihad membela agama Islam, dan
menunaikan kewajibannya sesuai dengan kemampuannya, baik di waktu perperang maupun di
waktu aman. Ia telah turut serta bersama Rasulullah shallallahu alihi wasallam dalam Baiatur
Ridwan di Hudaibiyah, yaitu baiat perjanjian untuk membela agama Allah. Ia pun turut serta
dalam
perang
Hunain.
Tatkala Rasulullah shallallahu alaihi wasallam wafat, murtadlah sebagian kabilah dari agama
Islam dan pimpinan mereka adalah Musailamah Al-kadzab (yang mengaku dirinya sebagai
Nabi). Dan Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq radhiallahu anhu elah memutuskan untuk memerangi
ornag-orang
murtad.
Mendengar keputusan itu bersegeralah Ummu Umarah mendatangi Abu Bakar Ash-Shidiq
meminta izin untuk iktu serta bersama pasukan yang akan memerangi orang-orang murtad dari
Islam.
Abu Bakar Ash-Shidiq berkata, Sungguh kami telah menyaksikan pengorbananmu di medan
jihad,
maka
keluarlah
(untuk
berperang)
dengan
menyebut
nama Allah.
Ia keluar berperang bersama puteranya Hubaib bin Zaid bin Ashim. Ummu Umarah telah
mendapatkan ujian yang baik. Ia dihadapkan dengan berbagai perkara yang berbahaya namun
tetap teguh dan tegar bahkan berangan-angan untuk syahid di jalan Allah.
Akhirnya Allah mentakdirkan puteranya Hubaib ditawan oleh Musalilamah al-Kadzab dan ia
mengalami berbagai macam siksaan agar ia mengimani kenabiannya. Akan tetapi ia adalah
putera Ummu Umarah yang telah dibimbing di atas kesabaran, keteguhan iman dan mencintai
kematian di jalan Allah ini, sehingga ia tidak akan tunduk kepadanya.
Berkata Musailamah: Apakah engkau bersaksi sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah?
Ya.

Jawab

Hubaib.

Apakah
Aku
Lalu

engkau
tidak

Msailamah

bersaksi

bahwa

mendengar
al-Kadzab

aku

adalah

Rasulullah?

(perkataanmu).

memotong

tubuh

Hubaib

kata
Jawab
hingga

Musailamah.
Hubaib.
meninggal.

Ummu Umarah kemudian mengikuti peperangan Al-Yamamah bersama puteranya yang lain,
yaitu Abdullah. Ini merupakan peperangan yang keras yang dialami Ummu Umarah, tetapi ia
tidak panic dengan besarnya pasukan musuh. Ia tetap bersemangat untuk membunuh
Musailamah
dengan
tangannya
sebagai
balasan
terhadap
puternya
Hubaib.
Akan tetapi Allah mengtakdirkan bahwa yang membunuh Musailamah adalah puteranya
Abdullah, sebagai balasan untuk saudara kandungnya, Hubaib. Selain Musailamah telah dibunuh
oleh Abdullah, ia juga telah dibunuh oleh Washyi bin Harb. Ketika Ummu Umarah mendengar
kematian Musailamah al-Kadzab, ia segera sujud syukur kepada Allah subhanahu wataala. Dan
Ummu Umarah di dalam peperangan tersebut mengalami dua belas luka, lengannya terpotong,
dan kematian puteranya Abdullah. Dan kaum Msulimin di masanya telah mengenal
kedudukannya
yang
mulia.
Oleh karena itu Abu Bakar Ash-Shidiq sering mendatangi rumahnya untuk memenuhi
kebutuhannya dan menenangkan hatinya. Sedangkan Khalid bin Walid memuliakannya dengan
mengobati
lukanya.
Sedangkan kaum Muslimin pada zaman kita sekarang ini harus mengenal haknya. Sungguh
haknya telah menjadi tiang yang tinggi di dalam sejarah Islam. Ia berhak untuk dijadikan suri
teladan bagi wanita muslimah atas pahitnya masa pengorbanan, mencurahkan seluruh
kemampuan di atas jalan aqidah Islamiyah.

Anda mungkin juga menyukai