Anda di halaman 1dari 14

Materi Kuliah Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan PBA IAIN JEMBER

Senin, 27 Juli 2015

Tokoh-tokoh Ulama Fiqih

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang
kesalehan atau berhenti sekadar disampikan dalam kotbah, melainkan secara konsepsional
menunjukkkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.

Mengingat pentingnya dalam syari’at Islam yang disampaikan dalam Al-Qur’an dan Assunah, secara
komprehensif karena memerlukan penelaahan dan pengkajian ilmiah yang sungguh-sungguh serta
berkesinambungan.

Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan terhadap Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih mulai dari zaman Sahabat,
Thabi’in, Imam-imam Madzhab, Pengikut-pengikut Imam Madzhab sampai zaman Modern.

B. Rumusan Masalah

1. Siapa Tokoh-tokoh Ulama Fiqih dari Sahabat ?

2. Siapa Tokoh-tokoh Ulama Fiqih dari Thabi’in ?

3. Siapa Tokoh-tokoh Ulama Fiqih dari Imam-imam Madzhab ?

4. Siapa Tokoh-tokoh Ulama Fiqih dari Pengikut-pengikut Imam Madzhab ?

5. Siapa Tokoh-tokoh Ulama Fiqih dari Zaman Modern ?


C. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Sahabat.

2. Menjelaskan Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Thabi’in.

3. Menjelaskan Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Imam-imam Madzhab.

4. Menjelaskan Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Pengikut-pengikut Imam Madzhab.

5. Menjelaskan Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Zaman Modern.

D. Manfaat Penulisan

1. Mengetahui Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Sahabat.

2. Mengetahui Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Thabi’in.

3. Mengetahui Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Imam-imam Madzhab.

4. Mengetahui Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Pengikut-pengikut Imam Madzhab.

5. Mengetahui Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Zaman Modern.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Sahabat

1. Muhammad Bin Ali

2. Al-Juwaini
3. Al-Gayali

4. Ar-Razi

5. Sadrus Syari’ah

6. As-Sa’ati

7. Kamal Bin Hammam

8. As-Syatibi

9. As-Syaukani

10. Mus’ab Bin Umair

11. Muad Bin Jabal[1]

B. Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Thabi’in

Madinah An-Nabawiyyah, telah menyimpan banyak kenangan bersejarah yang tidak akan terlupakan
dalam sendi kehidupan kaum muslimin. Di sanalah tonggak jihad fi sabilillah mulai dipancangkan di
bawah naungan nubuwwah dalam rangka meninggikan kalimat Allah ‘azza wajalla di muka bumi dan
memadamkan api kesombongan dan keangkaramurkaan kaum musyrikin.

Semakin tumbuh dan berkembang kota tersebut sebagai ibukota sebuah negara Islam yang baru lahir, di
bawah pimpinan insan terbaik yang terlahir di muka bumi. Kota Madinah menjadi pusat
penggemblengan pahlawan-pahlawan Islam yang akan meneruskan tongkat estafet jihad fi sabilillah dan
para ulama yang akan menyebarkan dakwah Islam di seluruh penjuru negeri.

Seiring dengan pergantian waktu, namanya pun semakin bertambah harum semerbak laksana mawar
yang sedang tumbuh merekah dengan warnanya yang indah dan menawan. Halaqah-halaqah ilmu
tumbuh semarak dan berkembang dengan sangat pesatnya mewarnai kehidupan kaum muslimin.
Dengan di bawah bimbingan para ulama shahabat yang telah mendapatkan warisan ilmu dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam, lahirlah melalui tangan mereka, generasi terbaik kedua umat ini, yaitu
generasi Tabi’in, yang berhasil mewarisi ilmu dari para shahabat sehingga mereka benar-benar menjadi
tokoh terkemuka dalam ilmu dan amal.

Kota Madinah pun menjadi impian, dambaan, dan angan-angan para penuntut ilmu di seluruh penjuru
negeri untuk bisa mereguk manisnya warisan nubuwwah. Satu di antara sekian buah usaha pendidikan
dan bimbingan para sahabat, lahirlah di sana sejumlah ulama yang dikenal dengan sebutan Al-Fuqaha’
As-Sab’ah yang mumpuni dalam hal ilmu dan amal. Mereka itu adalah:

1. Sa’id bin Al Musayyib

2. ‘Urwah bin Az-Zubair bin Al-’Awwam


3. Sulaiman bin Yasar

4. Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr

5. Abu Bakr bin ‘Abdirrahman

6. Kharijah bin Zaid

7. ‘Ubaidullah bin Abdillah bin ‘Utbah bin Mas’ud

Mereka adalah tujuh orang ulama kota Madinah yang keluasan ilmunya tidak saja diakui oleh penduduk
negeri tersebut namun diakui pula oleh para ulama di seluruh penjuru negeri. Dikatakan oleh seorang
penyair:

‫ت ذعإن اَيلإعـِيلإم ذخاَإرذجية‬


‫إرذواَذيتَهةيم لذييذس ي‬ ‫إإذذاَ قإييذل ذمين إفيِ اَيلإعيلإم ذسيبذعةة أذيبةحرر‬

‫ذسإعييةد أذبةيوبذيكرر ةسلذييـِذماَةن ذخـِاَإرذجية‬ ‫فذقةيل هةيم ةعبذييةد اإ ةعيرذوةة ذقاَإسـِةم‬

Jika dikatakan siapa (yang keluasan) ilmunya (seperti) tujuh lautan

Riwayat mereka tidak keluar dari ilmu

Katakanlah mereka itu adalah ‘Ubaidullah, Urwah, Qasim

Sa’id, Abu Bakr, Sulaiman, dan Kharijah.

C.Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Imam-imam Madzhab

Menurut bahasa, mazhab berarti jalan atau tempat yang dilalui.Menurut istilah adalah hasil ijtihad
seorang imam mengenai hokum suatu masalah atau tentang kaidah-kaidah istinbath.[2]

1. Fiqih Abu Hanifah

Metode ushul yang di gunakan Abu Hanifah banyak bersandar pada ra’yun,setelah pada kitabullah
dan as-sunnah.kemudian ia bersandarpada qiyas,yang ternyata banyak menimbulkan protes di kalangan
para ulama’ yang tingkat pemikirannya belum sejajar dengan abu hanifah.begitu juga halnya dengan
istihsan yang ia jadikan sebagai sandaran pemikiran mazhabnya,mengundang reaksi kalangan ulama. [3]

Dalam setiap fatwanya Abu Hanifah tidak pernah mendahulukan yang lain dari kitabullah dan as-
sunnah.suatu ketika ia membantah orang yang menyanggahnya dengan mengatakan: “ demi
ALLAH,dusta dan mengada-ada orang yang mengatakan bahwa saya mengutamakan qiyas daripada
kitabullah.” Lebih jauh ia mengatakan: “ saya tidak memerlukan qiyas kecuali dalam keadaan darurat.bila
saya tidak mendapatkan dalil,barulah mengqiyas sambil mendiam-diamkannya.

Syaikh Muhammad Abu Zahrah menambahkan: “ijtihad yang di lakukan Abu Hanifah dalam
memahami hadits telah mendorongnya untuk semakin banyak mengqiyas dengan segala cabang-
cabangnya.dan dengan keluasan pemikirannya,iya tidak hanya memikirkan kemaslahatan pada satu masa
tertentu,namun memikirkan kemanfaatannya untuk masa mendatang.
Abu Hanifah dengan mazhabnya ternyata banyak memudahkan umat islam,bukan sebaliknya.ia
selalu memudahkan umat islam dalam hal peribadatan dan muamalat hingga sering mengundang
tanggapan.misalnya,dalam syariat di jelaskan bahwa cara menhilangkan najis yang melekat di baju atau
pakaian hendaknya dengan air yang suci,tapi menurut pandangan Abu Hanifah,kasus seperti ini cukup di
hilangkan dengan air bunga atau air asin sekalipun.contoh lain apabila seseorang merasa kesulitan
mengetahui arah kiblat karena kegelapan dan sebagainya,maka ia cukup mengarahkannya kemana saja
menurut keyakinannya.kalaupun arah yang di tujunya salah,menurut Abu Hanifah,shalatnya tetap sah.

2. Fiqih Imam Malik

Imam malik dikenal dengan pengetahuanya tentang fiqih dan hadits,beliau adalah sosok ahli fiqih dan
ahli hadits kota madinah,segala pemikirannya selalu diselaraskan dengan jalur kedua ilmu tadi.Imam
Malik mendasari fiqih atau katakanlah pemahaman mazhabnya yang pertama adalah kitabullah(al-
qur’an).kemudian yang kedua adalah sunnah nabawiyah asy-syarifah.menurutnya,karena hadits adalah
merupakan tafsir yang menjelaskan dengan rinci akan hukum-hukum yang ada dalam al-qur’an.

Sumber yang ketiga yang mendasari fiqih mazhab imam malik adalah ucapan dan amalan
sahabat,menurutnya,merekalah orang yang paling dekat dengan Rasulullah,merekalah yang paling
mengetahui amalan dan ucapan Rasul-NYA,mendengar sabda-sabdanya,melihat amalannya serta belajar
darinya secara langsung.[4]

Dasar keempat bagi mazhab imam malik adalah ijmak,baik kesepakatan ahlul ‘ilmi ataupun ahlul fiqih
sama saja baginya.

Sumber atau dasar kelima adalah amalan ahlul madinah. Menurutnya,mereka adalah anak cucu para
sahabat yang mendampingi Rasulullah saw. Disamping itu, karena hukum-hukum yang berkenaan
dengan kemaslahatan umum telah di amalkan dikota itu beberapa generasi.

Apabila Imam Malik dari dari kelima sumber tadi tidak mendapatkan hukum satu masalah tertentu,
beliau masih menambahkan atau mengambil dari qiyas,istihsan, ‘urf (adat) serta sadd adz-
dzaroi’(mencegah dampak negatif) dan juga masholihul mursalah maslahat yang lepas (umum)
menambahkan dengan persyaratan tertentu.

a. Kemaslahatan (dampak positif) itu tidak bertentangan dengan dalil-dalil akurat atau pokok ajaran
syari’at

b. Hendaknya kemaslahatan itu dapat diterima ulama’

c.
Hendaknyadengankemaslahatanitudapatmenghilangkankesusahandanrintangan,berdasarkanfirman-
NYA;

“ Dia sekali-kali tida menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.”

(al hajj:78)
3. Fiqih Syafi’i

Syafi’i telah menyatukan fiqih ahlur ra’yi dengan fiqih ahlul hadits,sebagian ulama’
berpendapat,syafi’i menempatkan kedua pendekatan itu secara seimbang,namun sebagian ulama’
berpendapat bahwa syafi’i memiliki pendekatan sendiri,tidak terpengaruh dan bukan merupakan
bentukan dari pendekatan ahlur ra’yi maupun ahlul hadits.pengetahuannya yang tinggi dalam masalah
fiqih telah membentuk fiqih yang khas,karena itu ia tidak segan-segan melancarkan kritik kepada imam
malik,gurunya dalam masalah fiqih.

Perlu di kemukakan bahwa kritikan Syafi’i terhadap imam malik sangat gencar,sehingga ia menulis
sebuah kitab khusus untuk itu,buku khilaf malikijuga berisi kritikkan Syafi’i kepada para pengikut Imam
Malik di Andalusia yang mengkultuskan imam malik,misalnya dengan meminta barakah kepada penutup
kepala imam malik,bila imam malik menyebutkan sebuah hadits,dan menyatakan,”qola Rasulullah….”
Para pengikutnya segera menimpali dengan ucapan,”qolamalik…”.menurut syafi’i,hal ini merusak
kemurnian aqidah,karena telah menyejajarkan ucapan Imam Malik dengan ucapan Rasulullah.ia
menegaskan bahwa,”Malik adalah manusia biasa,yang dapat benar dan dapat pula salah,sungguh telah
keluar dari sunnah agama ini jika menyejajarkan hadits Rasulullah dengan ucapan dan perbuatan
makhluk lain.

Dari pembahasan tersebut,kita dapat memahami faktor-faktor yang mendorong Syafi’i untuk mandiri
dalam pandangan ijtihadnya,berapa kesimpulan di bawah ini akan menjelaskan kemandirian Syafi’i.[5]

Pertama: mazaab Syafi’i didasari al-quran,as-sunnah,ijmak dan qiyas.itulah unsur-unsur dasar


yang saling terkait yang di sebutkannya dalam kitab yang ditulisnya.

Kedua: fiqih Syafi’i merupakan campuran antara fiqih ahlur ra’yi dengan fiqih ahlul hadits,kedua
metode tersebut memiliki cara tersendiri dalam ber-istinbath ahlur ra’yi adalah para cendekiawan yang
memilik ipandangan luas,tetapi kemampuan mereka untuk menerima atsar dan sunnah-sunnah sangat
terbatas.sementara itu,ahlul hadits sangat gigih mengumpulkan hadits,atsar dan beberapa hal lainnya
yang berkaitan dengan perbuatan para sahabat,jadi ahli fiqih hendaknya mampu menggunakan ra’yi
sekaligus hadits.

Ketiga: dalam pandangan Syafi’i,pendekatan ahli hadits lebih jelas dalam masalah ushul
.karenanya,ia menggunakan al-qur’an sebagai sumber hokum dan pokok-pokok
syari’at.setelahituiamerujukpadahadits.

Keempat: fiqih Syafi’i mengukuhkan ijmak sebagai dasar penetapan hukum, Syafi’i menempatkan
ijmak dalam urutan ketiga setelah Al-qur’an dan As-sunnah

Kelima: Syafi’i juga mengukuhkan qiyas sebagai dasar mazhabnya, orang pertama yang
menguraikan masalah qiyas secara terinci.

4. Fiqih Imam Ahmad Bin Hambal


Fiqih imam Ahmad bersumber kepada ajaran islam yang asli dan jernih,Imam Ahmad tidak
menerima qiyas dan ra’yun kecuali bila telah dilakukan oleh imam dan salaf..sumber fiqihnya yang tidak
dapat diganggu gugat ada tiga yaitu kitabullah,as-sunnah dan ijmak.[6]

Seperti yang telah kita ketahui,Imam Ahmad adalah seorang ulama’ yang wara’,sikapnya itulah
yang menjadikan ia berhati-hati dalam setiap langkah pengambilan dan penetapan sebuah hukum.ia
tidak mengabaikan sedikit pun adanya keraguan.keketatan ini kemudian menjadi cirri khusus mazhab
hambali,dalam masalah najis dan bersuci misalnya,mereka berpendapat,najis yang disebabkan
anjing,wajib dicuci delapan kali.padahal menurut mazhab syafi’i hanya tujuh kali,dan menurut mazhab
imam malik,anjing tidaklah najis.

Namun sekalipun Imam Ahmad bersikap tasyaddud atau ketat dalam menetapkan hukum,beliau
tetap memiliki pandangan yang dinamis,hal itu menunjukkan betapa ia sangat memahami ilmu dan
ajaran agama dan berharap terwujudnya kebaikan dan kemaslahatan bagi umat islam.

D. Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Pengikut-pengikut Imam Madzhab

Pengikut Tokoh Ulama Fiqih dari Abu Hanifah adalah:

Pertama, Ahmad Husain al-Baihaqi (458/1065). Ia menulis buku yang terkenal di kalangan madzhab ini
yakni, Al-Yanabi Fi Al-Ushul.[7]

Kedua, Abdulah Umar Ad-Dabussi 9430/1038). Karya Ad-Dabussi di bidang hokum adalah Al-Adillah Fi
Ushul Al-Fiqh Dan Asror Al-Ushul Wa Al-Furu’.

Ketiga, Ali Muhammad al-badzawi (482/1089). Yang menulis buku Kanz Al-Wushul Ila Ma’rifah Al-Ushul
Wa Al-Furu’.

Keempat, Abu Bakar al-Sarakhi (490/1096).Dengan buku-bukunya ushul al-fiqh.

Hingga kini madzhab hanafi ini menjadi salah satu madzhab yang masih hidup dan di ikuti oleh
komunitas masyarakat muslim. Setidaknya, untuk saat ini pengikut- pengikut madzhab ini telah tersebar
di berbagai Negara, utamanya di Turki, yordania , Afganistan, Cina, Pakistan, dan Soviet(Rusia).

Pengikut Tokoh Ulama Fiqih dari Imam Maliki adalah:

Pertama, Abu Bakar Muhammad al-Baqilani (403/1012).Menulis buku Kitab Al-Taqrib Min
Ushul Dan Al-Mughni Fi Ushul Al-Fiqh.[8]

Kedua, Abdul Wahab Ali Baghdadi (421/1030). Mengarang buku dengan judul Al-Ifadhah Fi
Ushul Al-Fiqh.

Ketiga, Ahmad Muhammad al Ma’rifi (429/1039) yang menuangkan gagasanya dalam kitab Al-Wushul Ila
Ma’rifati Al-Ushul.

Keempat, Ali Ibn Hazm (456/1063). Yang menulis karya di bidang metodologi hukum islamAl-Hikam Fi
Ushul Al-Ahkam.
Sampai kini, madzhab Maliki menjadi salah satu madzhab yang masih eksis di dunia islam, di madinah,
dan sekarang telah banyak tersebar di berbagai daerah atau Negara, seperti Maroko, Al-Jazair, Tunis,
Sudan, Kuwait, dan Bahrain.

Pengikut Tokoh Ulama Fiqih dari Madzhab Imam Syafi’i adalah:

Pertama, Ahmad Muhammad al-Isfarayani (406/1016) yang menulis metode pembentukan fiqh,
kitab Ushul Al-Fiqh.[9]

Kedua, Ibrahimi Ali al-Firuzubadi (476/1083) yang berhasil menuntaskan karyanya yang
monumental Al-Luma Fi Ushul Al-Fiqh Dan Al-Tabshiroh Fi Ushul Al-Fiqh.

Ketiga, imam Haramyn al-juwaini 9478/1085) dengan bukunya yang terkenal Al-Buhrani Ushul Fiqh
Dan Al-Waraqot.

Keempat, Abu Hamid al-Ghozali (505/1111) yang menulis kitab di bidang hukum islamTahdzibAll-Ushul,
Al-Mankhul Min Ilmi Al-Ushul Dan Al-Mustofa Min Ilmu Ushul.

Sampai saat ini,keberadaan madzhab ini banyak di temui di beberapa Negara muslim ataupun
Negara berpenduduk mayoritas muslim para pengikutnya tersebar di berbagai negar, yakni antara lain: di
Indonesia, Malaysia, Palestina, Libanon, Mesir, Irak, SaudiArab, Yaman, Hadramaut, dan Negara-negara
lainnya.

Pengikut Tokoh Ulama’ Fiqih dari Madzab Imam Hambali adalah:

Pertama, al-Hasan bin Hamid al-Baghdadi (403/1012) dengan hasil karyanya Ushul Al-Fiqh.[10]

Kedua, Abu Ya’la al-Fara (458/1065) yang menulis beberapa buku misalnya: Al-Uddah Fi Ushil Al-Fiqh, Al-
Umdah Fi Ushul Al Fiqh, Dan Al-Kifayah Fi Ushul Al-Fiqh.

E.Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Zaman Modern

1. Prof KH Ali Yafie,

Beliau mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), seorang ulama ahli Fiqh (hukum Islam). Dia
ulama yang berpenampilan lembut, ramah dan bijak. Pengasuh Pondok Pesantren Darul Dakwah Al
Irsyad, Pare-Pare, Sulsel, ini juga terbilang tegas dan konsisten dalam memegang hukum-hukum Islam.

2. Mbah Ma’shum Lasem

Beliau adalah seorang ulama, salah satu diantara para ulama yang mendirikan organisasi Islam besar di
Indonesia (NU) Beliau orangnya berperawakan tinggi, berjenggot tipis, Berdahi luas, berkulit putih, Jika
berjalan tenang dan berwibawa, rajin berdzikir dan bertahajjud, selalu ber-amar ma’ruf nahi munkar,
serta senang silaturrahmi.[11]

Beliau Pernah Dawuh, Bahwa Fiqh itu telah ada dalam dadanya. Jadi, kalau beliau mengatakan sesuatu
yang berhubungan dengan fiqh, beliau sudah merasa kesulitan untuk menyebutkan sumbernya karena
terlalu banyak kitab Fiqh yang beliau baca.

Kontekstualitas pemikiran Mbah Ma‟shum ditinjau dari satu perspektif tertentu, pemikiran beliau tidak
berbeda dengan pemikiran para kiai pada umumnya: sangat teguh memegang syari‟at dan secara
spesifik fiqh syafi‟i. Beliau bisa saja mempraktikan fiqh Hanafi, misalnya, karena beliau juga
menguasainya. Akan tetapi, hal itu tidak dilakukan dan lebih tertarik untuk mengembangkan fiqh Syafi‟i.
Hal itu terjadi pada kasus mahrommiyah, yang mana beliau sering menikahkan seseorang dengan
kerabatnya supaya menjadi mahrom dengan beliau. Gagasan ini muncul seiring kebiasaan atau
bertemunya laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom.Memperhatikan hal ini beliau tidak
menggunakan fiqh Hanafi yang membolehkanya.

Perubahan-perubahan pandangan Fiqh.Dalam berdialog dengan fenomena- fenomena yang terjadi pada
masyarakat pun beliau mempunyai pandangan yang moderat (realistis).Beliau, misalnya, hukum
pemakaiandasi, hukum mendengarkan radio, dan pemakaian sepatu.

Kenapa Mbah Ma‟shum sepertinyaterlalu mengubah pandangan fiqhnya? Disini kita bisa memahami
bahwa Mbah Ma‟shum selama itu menggunakan kaidah ushul al-fiqh yang menyatakan: Bahwa hukum
yang diputuskan senantiasa harus mengikuti alasan-alasan yang mendasarinya.

3. Kiai Sahal Mahfudh

Nama lengkapnya Muhammad Ahmad Sahal bin Mahfudh. Beliau lahir di Kajen, Margoyoso,
Kabupaten Pati, Rembang.

Definisi fiqh Kiai Sahal selalu menjelaskan secara detail untuk dijadikan entry point gagasan fiqh
sosialnya. Definisi ini mengandung tiga substansi dasar yang sangat krusial.Pertama, ilmu fiqh adalah
ilmu yang paling dinamis karena ia menjadi petunjuk moral bagi dinamika sosial yang selalu berubahdan
kompetitif. Kedua, ilmu fiqh sangat rasional, mengingat ia adalah ilmu iktisabi.Ketiga, fiqh adalah ilmu
yang menekankan pada aktualisasi, real action, atau bisa dikatakan amaliyah, bersifat praktis sehari-hari.

Kitab Karangan Kiai Sahal yang sudah terbit 1. Nuansa Fiqh Sosial. 2. Telaah Fiqh 3. Wajah Baru Fiqh
Pesantren.
4. KH. A. Mustofa Bisri (Gus Mus)

Nama lengkapnya Achmad Mustofa Bisri dilahirkan di Rembang pada 10 Agustus 1944. Gus Mus
(panggilan populernya) memperdalam ilmu di Pesantren Lirboyo Kediri dibawah asuhan KH.Marzuki dan
KH. Machrus Ali. Gus Mus juga suntuk di Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta dibawah asuhan KH.Ali
Maksum dan KH. Abdul Qodir. Puncaknya belajar di Universitas Al Azhar, Kairo.Di Al Azhar itulah, untuk
pertama kali Gus Mus bertemu dan berkenalan dengan Gus Dur, yang kemudian menjadi Presiden
Republik Indonesia.Seperti pengakuannya sendiri, mereka kemudian tinggal di satu kamar.Gus Dur
banyak membantu Gus Mus selama di perguruan tinggi tersebut. Bahkan sampai memperoleh beasiswa

Aktifitas & Perjuangan Gus Mus adalah seorang kiai yang wawasannya luas dan serba bis. Di Indonesia
jarang ditemukan kiai serba bisa seperti halnya Gus Mus, apalagi jika dibatasi lagi dalam konteks kiai
Nahdlatul Ulama Sebagai seorang intelektual dan cendekiawan, beliau termasuk produktif melansir
pemikiran dan menerbitkan buku.

Kontribusi KH. A. Mustofa Bisri tarhadap pengembangan hukum islam. Sikapnya dalam berfatwa yang
tidak terikat oleh suatu madzhab tertentu. Sikap ini menjadi penting di tengah digalakkannya
pengembangan pemikiran hukum Islam yang mensharatkan adanya kebebasan berpikir dan tidak terikat
pada suatu madzhab tertentu. Tentu saja kebebasan berpikir versi KH.Mustofa Bisri adalah kebebasan
yang terukur dan terbingkai dalam maqasid as-shariah yang menjadi tujuan diturunkannya shariah Islam.

5. Prof. DR. KH. Said Aqiel Siradj

Beliau lahir di Cirebon 3 Juli 1953. Panggilan akrab beliau adalah Kang Said. Pendidikanya diawali
ngaji dipesantren ayahnya, sambil Sekolah Rakyat. Kemudian melanjutkan studi ke Pondok Pesantren
Hidayatul Mubtadi’in Lirboyo Kediri, sambil menyelesaikan SMA & UI. Selepas itu beliau mengayunkah
langkah ke kota gudeg Yogyakarta untuk menimba ilmu dari KH. Ali Ma’shum (Al-maghfurlah) di PONPES
Krapyak, sambil studi sarjana di Kulliyatul Adab IAIN SUKA. Merasa belum puas di kota Yogyakarta beliau
melanjutkan studi lagi di Makkah selama lebih 14 tahun, hingga menyabet gelar doktor pada universitas
Ummul Qura pada tahun 1994 dengan predikat caumlaude. Dalam mengisi pengajian beliau mampu
menyebutkan 32 mata rantai keilmuwan para ulama yang terus menyambung sampai Nabi Muhammad
SAW.
Salah satu fatwa Kang Said yaitu tentang Presiden Wanita. Menurut Kang Said, wanita memiliki
kesempatan yang sama dengan pria dalam menggapai hak untuk dipilih sebagai presiden. Pemahaman
yang menghalangi tampilnya kaum hawa sebagai pemimpin (presiden), hanya didasarkan pada
pemahaman nash secara tekstual interpertatif. Jika nash yang dianggap sebagai landasan larangan itu
dipahami dengan memberikan interpretasi secara kontekstual, akan diperolah hukum sebaliknya, jawaz
(boleh).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam ilmu fiqh terdapat banyak tokoh-tokoh ulama’ fiqh dari zaman sahabat, tabi’in, imam-imam
madzhab, pengikut-pengikut imam madzhab, dan zaman modern yang sangat berpengaruh dalam
perkembangan ilmu fiqh tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Al Andalusy, Malik, Alfiyah.

http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/625-ulama-ahli-fiqh

Muhammad, Mustofa. Islam Tidak Bermadzhab, Jakarta: Gema Insani Press, 1995.

Mujtaba, Saifudin, Ilmu Fiqh Sebuah Pengantar, Jember: STAIN Jember Press, 2010.

Sulayman, Abu Asy-Syafi’i, Tasyniful Asma.

Suyatno, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2011.
[1] Malik al-andalusy, Alfiyah.

[2] Suyatno, Dasar-dasar Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jogja: Ar-ruz Media, 2011), hlm. 35.

[3] Mustofa Muhammad Asy Syak’ah, Islam Tidak Bermadzhab, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hlm
333.

[4] Mustofa Muhammad Asy Syak’ah, Islam Tidak Bermadzhab, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hlm
335

[5] Mustofa Muhammad Asy Syak’ah, Islam Tidak Bermadzhab, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hlm
357.

[6] Mustofa Muhammad Asy Syak’ah, Islam Tidak Bermadzhab, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hlm
362.

[7] Saifudin Mujtaba, Ilmu Fiqih Sebuah Pengantar, (Jember: STAIN Jember Press, 2010), hlm 141.

[8] Saifudin Mujtaba, Ilmu Fiqih Sebuah Pengantar, (Jember: STAIN Jember Press, 2010), hlm 142.

[9] Saifudin Mujtaba, Ilmu Fiqih Sebuah Pengantar, (Jember: STAIN Jember Press, 2010), hlm 144.

[10] Saifudin Mujtaba, Ilmu Fiqih Sebuah Pengantar, (Jember: STAIN Jember Press, 2010), hlm 146.

[11] Abu Sulayman Asy-Syafi’I, Tasyniful Asma.

Unknown di 06.43

Berbagi

1 komentar:

Mazlum Syahid25 September 2017 06.49

https://drive.google.com/file/d/0B6ut4qmVOTGWMkJvbFpZejBQZWM/view?usp=drivesdk
Salam

Kepada:

Redaksi para akademik

Per: Beberapa Hadis Sahih Bukhari dan Muslim yang Disembunyikan

Bagi tujuan kajian dan renungan. Diambil dari: almawaddah. info

Selamat hari raya, maaf zahir dan batin.

Daripada Pencinta Islam rahmatan lil Alamin wa afwan.

Balas


Beranda

Lihat versi web

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai