Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH ASWAJA

“Memahami aswaja dari imam syafi’i

DISUSUN OLEH :
“Kelompok 2”
NAMA : - : yusnitalamalani. – deisy Arisandi Laras wati
- Nur Anisa tangio. - Mohamad Renaldi ibrahim
- Sitti Hardianti gobel. -lusiana ponile
- Virta handayani -Melin ishak
- Ade intan meamogu. - Napsia daud
-
PROGRAM STUDI TERAPIS GIGI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
NAHDLATUL ULAMA GORONTALO TAHUN 2021/2022

DAFTAR ISI
Kata pengantar………………………………………………
Daftar isi………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN……………………………………
Al-Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi‟i rahimahullahu atau Imam Syafi’i…………

BAB II ISI………………………………………………………..
A. MEMAHAMI ASWAJA DARI IMAM SYAFI’I
BAB III PENUTUP
Kesimpulan……………………………………

Daftar pustaka…………………………………………………..

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Allah SWT. Shalawat serta salam
selalu tetapkan kepada junjungan kita rasulullah SAW. Berkat limpahan
rahmat dan karunianya kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini
guna memenuhi tugas “MEMAHAMI ASWAJA DARI IMAM SYAFI’I”
Ucapan terima kasih kami hanturkan kepada rekan-rekan dan semua
pihak yang telah memahami, sehingga makalah kami ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Dengan segala kerendahan hati.
Kami sangat mengharapkan kritik dan saranya bersifat membangun
agar kami dapat menyusun makalah lebih baik lagi. Kami menyadari
masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna karena
kesempurnaan sesungguhnya hanya datangnya dari Allah SWT. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada khusunya dan
masyarakat pada umumnya.

Wassamu’alaikum wr.wb

Gorontalo, 19 oktober 2021

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam makalah/paper ini akan dibahas lebih spesifik tentang salah satu imam
madzhab besar yaitu Al-Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi‟i rahimahullahu
atau Imam Syafi’i. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam makalah/paper
ini adalah tentang landasan hukum yang digunakan Imam Syafi’i dalam
menentukan hukum islam serta perkembangan hukum islam atau madzhab Syafi’i
tersebut.
BAB II
ISI
A. MEMAHAMI ASWAJA DARI IMAM SYAFI’I
Imam Syafi’i. merupakan pencetus atau pelopor tentang ilmu uBeliau merupakan
orang pertama yang menyusun sebuah buku ushul fiqh yang dikenal dengan ar-
Risalah yang dibuat sebagai disiplin ilmu atau pedoman untuk para peminat
hukum islam. Tujuannya agar tidak ada terjadinya kesalahan dalam pengertian
syari’at yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadist serta agar penganut agama islam
yang bukan berasal dari bangsa arab dapat memahami isi dari Al-Qur’an dan
Hadist maka dibutuhkannya kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan yang
kemudian dinamakan ushul fiqh tersebut.Imam Asy-Syafi’i adalah Muhammad bin
Idris bin al-‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi’i bin as-Saib bin ‘Ubaid bin ‘Abdu Yazid
bin Hasyim bin al-Muthalib bin ‘Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin
Ka’ab bin Luay bin Ghalib, abu ‘Abdillah al-Qurasyi Asy-Syafi’i al-Maliki, keluarga
dekat rasulullah dan putra pamannya.
Al-Muthalib adalah saudara Hasyim, ayah dari ‘Abdul Muthalib, kakek Rasulullah
SAW. Dan kakek imam asy-Syafi’i berkumpul (bertemu nasabnya) pada ‘abdi
Manaf bin Qushay, kakek Rasulullah SAW.Idris, ayah Asy-Syafi’i tinggal di tanah
Hijaz, ia adalah keturunan Arab dari kabilah Qurasy. Kemudian ibunya yang
bernama Fathimah Al-azdiyyah adalah berasal dari salah satu kabilah di Yaman,
yang hidup dan menetap di Hijaz. Semenjak kecil Fathimah merupakan gadis yang
banyak beribadah memegang agamanya dengan kuat dan sangat taat dengan
rabb-Nya. Dia dikenal cerdas dan mengetahui seluk beluk al-quran dan as-sunah,
baik ushul maupun furu’/cabang.

Imam An-Nawawi berkata : Imam Asy-Ayafi’i adalah qurasyi (berasal dari suku
qurasy) dan muthalib (keturunan muthalib) berdasarkan ijma’ para ahli riwayat
dari semua golongan, sementara ibunya berasal dari suku azdiyah. Imam Asy-
Syafi’i dinisbahkan kepada kakeknya yang bernama Syafi’i bin As-Saib, seorang
sahabat kecil yang sempat bertemu dengan rasulullah SAW ketika masih muda.
Imam Syafi’i lahir di Gaza, Palestina tahun 150 H / 767 M. Imam Syafi’i hidup pada
zaman/masa khalifah Harun al-Rasyid, al-Amin, al-Makmun dari dinasti Abbasiyah.
Beliau dibesarkan dalam keluarga miskin. Ayahnya wafat saat dia berumur 2
tahun dan segera dibawa ibunya ke Mekkah.
Pada hari Imam Syafi’i dilahirkan, dua orang ulama besar meninggal dunia.
Seorang di Baghdad (Iraq), yaitu Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit
(pembangun Mazhab Hanafi) dan seorang lagi di Mekkah, yaitu Imam Ibnu Jurej al
Maky, mufti Hijaz ketika itu. Kata orang dalam ilmu firasat hal ini adalah satu
pertanda bahwa anak yang lahir ini akan menggantikan yang meninggal dalam
ilmu dan kepintarannya. Memang firasat ini akhirnya terbukti dalam kenyataan.

Menurut riwayat, ketika ibunda Imam Syafi’i mengandung, dia bermimpi di dalam
tidurnya. Pada suatu malam seakan-akan melihat bintang keluar dari perutnya,
lalu melambung tinggi ke udara dan pecah kemudian bertebaran ke berbagai
negeri. Maka ia terbangun dari tidurnya. Pada pagi harinya ia segera
menceritakan mimpinya itu kepada yang ahli menakwilkan mimpi. Lalu mereka
memberitahukan kepadanya bahwa ia akan melahirkan seorang laki-laki yang
kelak ilmu pengetahuannya memenuhi muka bumi.

Sejak kecil ia terkenal cerdas, kuat hafalannya, dan gigih menuntut ilmu.
Menjelang umur 9 tahun ia telah hafal 30 juz al-Qur’an dan 10 tahun ia telah
menguasai pramasastra Arab dengan baik. Ketika di Mekkah, ia belajar ilmu fiqh
kepada mufti Mekkah, Muslim Khalid al-Zanji dan ilmu hadist kepada Sufyan bin
Uwainah (Sirajuddin Abbas, 1972). Pada usia 15 tahun (ada yang mengatakan 18
tahun), Imam Syafi’i berfatwa setelah mendapat izin dari syaikhnya yang bernama
Muslim bin Khalid az-Zanji.

Imam syafi’i menaruh perhatian yang besar kepada syair dan bahasa dan juga
adat istiadat bangsa arab, sehingga ia hafal syair dari suku hudzail. Kabilah hudzail
adalah kabilah yang terkenal sebagai suatu kabilah yang paling baik bahasa
arabnya. Sehingga Imam Syafi’i banyak menghafal syair-syair dan qasidah dari
kabilah hudzail. Sebagai bukti, al-Asmai’ pernah berkata : bahwa beliau pernah
membetulkan atau memperbaiki syair-syair hudzail dengan seorang pemuda dari
keturunan bangsa qurasy yang disebut dengan namanya Muhammad bin Idris,
maksudnya adalah Imam Syafi’i.

Di samping mempelajari ilmu pengetahuan beliau mempunyai kesempatan pula


mempelajari memanah, sehingga beliau dapat memanah sepuluh batang panah
tanpa melakukan satu kesalahan. Beliau pernah berkata : cita-citaku dua perkara :
panah dan ilmu, aku berdaya mengenakan target sepuluh dari sepuluh.
Mendengar percakapan itu orang yang bersamanya berkata : Demi Allah bahwa
ilmumu lebih baik dari memanah.

Pada usia 20 tahun Imam Syafi’i pergi ke Madinah dan belajar kepada Imam
Malik. Dia membaca sendiri kitab al-Muwatta’ di hadapan Imam Malik bin Anas
dengan hafalan sehingga Imam Malik pun kagum terhadap bacaan dan
kemauannya. Kemudian tahun 195 H, beliau pergi ke Baghdad dan belajar kepada
Muhammad bin al-Hasan al-Syaibaniy (murid Abu Hanifah) selama 2 tahun.
Setelah itu beliau kembali ke Mekkah dan kembali lagi ke Baghdad dan menetap
disana selama beberapa bulan. Kemudian pada tahun itu juga ia pergi ke Mesir
dan menetap disana sampai wafat pada tanggan 29 Rajab tahun 204 H. Oleh
sebab itu, pada diri Imam Syafi’i terhimpun pengetahuan fiqh ashab al-Hadis dari
Imam Malik dan fiqh ashab al-ra’y dari Abu Hanifah.

A. Periode” Fiqih Imam Syafi’i

Di dalam buku karangan Dr. Muhammad Ibrahim al-Fayyumi tahun 2009 yang
berjudul “Imam Syafi’i Pelopor Fiqih dan Sastra”, dijelaskan periode fiqih Imam
Syafi’i yang dibagi menjadi 3 sesuai dengan kota-kota tempat ia berkiprah dalam
menentukan hukum islam.

a. Periode Pertama
Makkah adalah periode pertama Imam Syafi’i berkiprah dalam bidang fiqih.
Setelah meninggalkan kota Baghdad, dia tinggal di Makkah selama sembilan
tahun. Di kota Makkah ini dia telah mencurahkan waktunya untuk terjun di dunia
ilmu pengetahuan. Di sana ia benar-benar telah mendapatkan kematangan
ilmunya dan mampu menghimpun berbagai hadits yang sebelumnya tidak pernah
ia lakukan. Karena itu, Imam Syafi’i sering menemukan pertentangan antara
hadits yang satu dengan yang lainnya dan dalam tataran praktis dia harus
mengunggulkan satu pendapat di antara pendapat-pendapat lainnya.
Pengunggulan pendapat tersebut bisa dilihat dari segi sanad hadits yang dijadikan
sandarannya atau dari segi ketidakberlakuan sebuah dalil (nasikh mansukh).

Di Makkah Imam Syafi’i juga mendalami dalil-dalil al-Qur’an dan menghimpun


berbagai hadits. Upaya tersebut membuatnya tahu sejauh mana kedudukan
hadits di sisi al-Qur’an. Kitab ar-Risalah adalah buah karya Imam Syafi’i selama
periode makkah yang sengaja ia susun atas permintaan Abdurrahman al-Mahdi.

b. Periode Kedua
Imam Syafi’i datang ke kota Baghdad pada tahun 195 H. Dia tinggal di sana selama
kurang lebih tiga tahun. Pada masa ini Imam Syafi’i mulai mengeksplorasi
berbagai pendapat ahli fiqih yang semasa dengannya, pendapat dari para sahabat
dan tabi’in. Di masa ini pula Imam Syafi’i mulai mengekspresikan pendapat-
pendapatnya dengan berpijak pada ushulnya. Kemudian Imam Syafi’i memilih
pendapat yang lebih mendekati ushulnya.

c. Periode Ketiga
Imam Syafi’i menghabiskan periode ketiga ini setelah dia pindah ke Mesir pada
tahun 199 H. Di sana dia menetap selama empat tahun, hingga wafat. Di sanalah
Imam Syafi’i mengalami kematangan-kematangannya.
Mengenai sumber fiqihnya, Imam Syafi;i memiliki lima sumber yang kesemuanya
dituturkan dalam kitabnya al-Umm. Dia berkata “Ilmu memiliki beberapa
tingkatan: Pertama, al-qur’an dan as-sunnah yang dianggap valid. Kedua, ijmak
dan ini berlaku apabila yang sedang digali tidak ditemukan, baik di dalam al-
Qur’an maupun as-Sunnah. Ketiga, pendapat salah satu sahabat lain yang
menentangnya. Keempat, sesuatu yang telah disepakati oleh para sahabat Nabi
Saw. Kelima, Qiyas. Ketahuilah tidak ada sesuatu yang bisa dijadikan referensi,
selama ada al-qur’an dan hadits”.

Sejarah Awal Mula Madzhab Syafi’i

Pemikiran madzhab ini di awali oleh Muhammad bin Idris asy-Syafi’i atau yang
lebih dikenal dengan sebutan Imam Syafi’i, yang hidup pada zaman pertengahan
antara ahlul hadist (cenderung berpegang pada teks hadist) dan ahlul ra’yi
(cenderung berpegang pada akal fikiran atau ijtihad). Imam Syafi’i belajar kepada
Imam Malik sebagai tokoh ahlul hadist, dan Imam Muhammad Bin Hasan
AsySyaibani sebagai tokoh ahlul ra’yi yang juga murid Imam Abu Hanifah.

Saat berumur 20 tahun Imam Syafi’i pergi ke Madinah dan belajar fiqih dari Imam
Malik dan menyertainya hingga Imam Malik wafat pada tahun179 H. Kemudian
Imam Syafi’i pergi ke Yaman. Di sana ia bertemu dengan Umar bin Abu Salamah
yang merupakan murid dari Imam al-Auza’i dan belajar darinya fiqih syaikhnya.
Imam Syafi’i juga belajar fiqih pada Yahya bin Husain yang merupakan murid dari
al-Laits bin Sa’d, yang merupakan seorang ulama besar dalam ilmu fiqih di Mesir.

Pada tahun 184 H, Imam Syafi’i didatangkan ke Baghdad karena dituduh


menentang Daulah Abbasiyah, namun ia terbebas dari tuduhan. Kedatangannya
ini menjadi sebab pertemuannya dengan ulama fiqih Irak yaitu Muhammad bin
Hasan asy-Syaibani yang merupakan murid dari Abu Hanifah, dan menyertainya
(mulazamah dengannya, membaca kitab-kitabnya, meriwayatkan darinya, dan
belajar masalah-masalah fiqih darinya).
Kemudian Imam Syafi’i pindah ke Makkah dan membawa kitab-kitab fiqih ulama
Irak, dan tinggal di Makkah untuk mengajar, berfatwa, dan bertemu dengan
banyak ulama di musim haji selama sembilan tahun. Demikianlah, ia menghimpun
pada dirinya fiqih Hijaz dan fiqih Irak, dan mengkaji perkembangan terakhir fiqih
dan mempelajarinya secara teliti dan tekun.

Imam Syafi’i bisa mengkaji dengan mudah madzhab-madzhab yang telah dikenal
di zamannya, dengan kritis, analisis, dan komparatif. Imam Syafi’i menolak
istihsan dari Imam Abu Hanifah atau mashalih mursalah dari Imam Malik. Tetapi,
Imam Syafi’i menerima penggunaan qiyas secara lebih luas dari Imam Malik. Dari
sinilah tampak kepribadian imam Syafi’i dengan fiqih baru yang menggabungkan
fiqih ulama Irak dengan fiqih ulama Hijaz, dan mulai memisahkan diri dengan
mendirikan madzhab baru yang khas.

Setelah itu beliau pergi ke Baghdad untuk kedua kalinya pada tahun 195 H, dan
bermukim disana selama dua tahun, kemudian kembali ke Makkah. Lalu ia
kembali lagi ke Baghdad pada tahun 198 H dn bermukim disana selama beberapa
bulan. Kemudian beliau kembali ke Mesir pada akhir tahun 199 H. Ia menetap
disana, mengajar, berfatwa, mengarang, dan mengajar murid-muridnya hingga
wafat pada tahun 204 H.

Meskipun berada dari kedua aliran utama tersebut, keunggulan Imam Syafi’i
sebagai ulama fiqih, ushul fiqih, dan hadist pada zamannya membuat
madzhabnya memperoleh banyak pengikut.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Imam Syafi’i merupakan salah satu dari keempat imam madzhab yang
termasyhur. Beliau adalah imam yang memiliki karakteristik akhlak yang mulia
dan memiliki kecerdasan yang luar biasa sehingga banyak gelar dari para ulama
lain untuknya.
Kiprah Imam Syafi’i yang cemerlang berakhir dengan wafatnya tetapi ilmunya
takkan pernah habis dimakan waktu. Cinta manusia terhadanya, ilmu dan karya-
karyanya masih tetap memenuhi bumi sampai sekarang. Tidak satu pun dijumpai
ulama besar kecuali berhutang kepada Imam Syafi’i.

Daftar Pustaka
Abbas, Sirajuddin. 1972. Sejarah Madzhab Syafi’i cetakan II.
Ahmad Musa, Mazdhab Imam Syafi’i dalam sorotan, (Bandung: Pustaka Nabilah,
2016)
Al-Fayyumi, Muhammad Ibrahim. 2009. Imam Syafi’i Pelopor Fikih dan Sastra.
JakartaErlangga.
Al-Jamal, Syaikh Muhammad. 2003. Biografi 10 Imam Besar. Indonesia : Pustaka
Al-Kautsar.
Ash-Shiddiqiey, Teungku Muhammad Hasbi. 1997. Pengantar Hukum Islam.
Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra.
Basyir Abdillah, Metodologi Syafiiyah dalam hukum Islam, ( Jakarta: Pustaka
Logos,2013)
Chalil, Munawwar. 1995. Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab. Jakarta :
Bulan Bintang.
Hidayatullah, Imam Syafii dan Metodologinya dalam Hukum Islam, (Bandung:
Pustaka al-Asror, 2012)
Karim, Abdul. 2013. Pola Pemikiran Imam Syafi’i dalam Menetapkan Hukum Islam.
Makassar. File:///C:/Users/WINDOWS%208/Downloads/269-518-1-PB.pdf
Mubarok, Jaih. 2000. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya.
Mulia A., Sandy. 2015. Biografi Singkat Imam Syafi’i. Yogyakarta : Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
http://arhdan19.blogspot.co.id/2016/01/makalah-biografi-imam-syafii.html
Oktafiani, Khoirunisa. 2014. Biografi Singkat Imam Syafi’i : Kisah Perjuangan dan
Pelajaran Hidup Sang Mujtahid. Jakarta.
https://www.scribd.com/doc/210666914/Makalah-Biografi-Imam-Syafi-i-1

Anda mungkin juga menyukai