Disusun oleh:
Kelompok 06
Semester III/Jinayah IIIB
Ilham Nazarsyah Simbolon (0205192043)
Muhammad Yoggie Ramadhan Sahputra (0205192080)
Rini Andriani butar-butar (0205192057)
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah Swt, Rabb semesta alam. Tidak ada
daya dan upaya selain dari Nya. Semoga kita selalu dilimpahkan rahmat dan karunia
Nya dalam mengarungi kehidupan ini. Shalawat dan salam selalu dilimpahkan
kepada Nabi Muhammad Saw beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang
mengikutinya sampai akhir zaman di manapun mereka berada.
Alhamdulillah dengan izin dan kehendak dari Allah SWT, sehingga makalah
ini dapat kami selesaikan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
pengampu yaitu Drs. Sudianto, MA. yang telah memberikan gambaran tentang
materi yang harus diselesaikan dan juga semua pihak yang turut membantu
menyelesaikan makalah ini.
Kelompok 06
Halaman | i
DAFTAR ISI
Halaman | ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehadiran fiqih ternyata mengiringi pasang-surut Islam, dan bahkan secara
amat dominan abad pertengahan mewarnai dan memberi corak bagi perkembangan
Islam dari masa ke masa. Karena itulah, kajian-kajian mendalam tentang masalah
kesejahteraan fiqih tidak semata-mata bernilai historis, tetapi dengan sendirinya
menawarkan kemungkinan baru bagi perkembangan Islam berikutnya.
Pada makalah ini, akan dijelaskan tentang pengertian mazhab, latar belakang
dan sejarah awal kemunculan mazhab-mazhab dalam fiqih, dikhususkan pada
empat mazhab yaitu Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i dan Mazhab
Hanbali serta beberapa hal lain yang berhubungan dengan keempat mazhab
tersebut. dan penjelasan madzhab lain selain madzhab empat tersebut,
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu madzhab?
2. Bagaimana latar belakang timbulnya madzhab?
3. Faktor apa saja penyebaran madzhab?
4. Bagaimana Pemikiran empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi`I Dan Hanbali)?
Halaman | 1
BAB II
ISI PEMBAHASAN
A. Pengertian madzhab
Menurut bahasa Arab, “madzhab” ()مذهبberasal dari shighah masdar mimy
(kata sifat) dan isim makan (kata yang menunjukkan keterangan tempat) dari akar
kata fiil madhy “dzahaba” ( )ذهبyang bermakna pergi. Jadi, mazhab itu secara
bahasa artinya, “tempat pergi”, yaitu jalan (ath-thariq).
Halaman | 2
mengatakan mazhab Syafi’i, itu artinya adalah, fiqh dan ushul fiqh menurut Imam
Syafi’i.
Di masa tabi'in, kita juga mengenal istilah fuqaha al-Madinah yang tujuh
orang yaitu; Said ibn Musayyib, Urwah ibn Zubair, Al-Qasim ibn Muhammad,
Kharijah ibn Zaid, Ibn Hisyam, Sulaiman ibn Yasan dan Ubaidillah. Termasuk juga
Nafl' maula Abdullah ibn Umar. Di kota Kufah kita mengenal ada Al-Qamah ibn
Mas'ud, Ibrahim An-Nakha'r guru al-Imam Abu Hanifah. Sedangkan di kota
Bashrah ada al-Hasan Al-Bashri.
Dari kalangan tabiin ada ahli fiqh yang juga cukup terkenal: Ikrimah Maula
Ibn Abbas dan Atha' ibn Abu Rabbah. Thawus ibn Kiisan, Muhammad ibn Sirin.
Al-Awwal ihn Yazid, Mastug ibn al-A'raj. Alqamah an Nakha'i, Sya'by, Syuraih.
Said ibn Jubair. Makhul ad Dinmasygy, Abu ldris al-Khaulani.
Halaman | 3
Keberadaan berbagai mazhab dalam Islam tentu tidak lepas dari berbagai
faktor yang menjadi latar belakang lahirnya mazhab-mazhab dalam Islam. Materi
pemikiran Islam sempat menjadi perdebatan dan secara garis besar, kita dapat
membedakan tiga bidang pemikiran Islam, yaitu aliran kalam (teologi), aliran fiqh
dan aliran tasawuf. Semua tiga bidang pemikiran dibahas dengan pendekatan
kronologis yang terdapat dalam sejarah Islam dan salah satunya adalah aliran fiqh.
Adapun perbedaan mengenai teologi atau ilmu kalam, perbedaan yang terjadi
tidak keluar dari paradigma Islam meskipun akhirnya membentuk berbagai
kelompok. Kalaupun mazhab teologi danggap keluar dari Islam maka dalam hal ini
sudah dianggap membentuk agama atau kepercayaan lain sebagaimana agama-
agama lainnya yang ada dalam sejarah kehidupan manusia.
Halaman | 4
pengikut. Kesetiaan inilah didasarkan dengan sukarela justru biasanya
menimbulkan fanatisme yang kuat.
Halaman | 5
berkaitan dengan hukum Islam. Kendati anak seorang saudagar kaya, ia sangat
menjauhi hidup yang bermewah-mewah. Begitupun setelah menjadi seorang
pedagang yang sukses . hartanya lebih banyak didermakan ketimbang untuk
kepentingan sendiri, misalnya memberi kebutuhan makan dan menguatkan pasukan
Imam Zaid ketika memberontak khalifah Bani Umayah.
Sikap politik Abu Hanifah berpihak pada keluarga ‘Ali (ahl a-Bait). Hal itu
digambarkan oleh Abdurrahman Asy-Syarqawi sebagai berikut: “Kecintaan kepada
Ahlul Bait telah demikian telah demikian melekat dalam hati Abu Hanifah sejak ia
berkenalan dengan para imam Ahlul Bait dan menimba pengetahuan dari mereka.
Ditambah lagi setelah ia menyaksikan bentuk-bentuk penganiayaan yang dialami
oleh Ahlul Bait dengan sangat getirnya, baik siang maupun malam...” sementara
itu, pada masa Bani Abasiyah berbagai fitnah telah melanda keturunan Ali, namun
Abu Hanifah berfatwa, “Bani Ali adalah para pemegang kebenaran.”
Penguasaan terhadap berbagai ilmu seperti ilmu fikih, ilmu tafsir, hadits,
bahasa Arab dan ilmu hikmah, telah mengantarkannya sebagai ahli fiqih dan
keahliannya itu diakui oleh para ulama pada zamannya. Keahlian tersebut bahkan
dipuji oleh Imam Syafi’i bahwa “Abu Hanifah adalah bapak dan pemuka seluruh
ulama fiqih”. Imam Abu Hanifah kemudian mendirikan sebuah lembaga yang di
dalamnya berkecimpung para ahli fikih untuk bermusyawarah tentang hukum Islam
serta menetapkan hukum-hukumnya dalam bentuk tulisan sebagai perundang-
undangan dan ia sendiri yang mengetuai lembaga tersebut. Jumlah hukum yang
Halaman | 6
telah disusun oleh lembaga tersebut berkisar 83 ribu, 38 ribu diantaranya bekaitan
dengan urusan agama dan 45 ribu lainnya mengenai urusan dunia.
Adapun pemikiran madzhab ini, maka mazhab Hanafi dikenal sebagai Imam
Ahlu ar-ra’yi serta fikih dari Irak. Ia dikenal banyak menggunakan ra’yu, qiyas, dan
istihsan. Dalam memperoleh suatu hukum, yang tidak ada dalam nash, kadang-
kadang ulama dalam madzhab ini meninggalkan kaidah qiyas dan menggunakan
kaidah istihsan. Muhammad Salam Madkur menguraikan karakteristik manhaj
Hanafi, bahwa fikih Hanafi membekas kepada ahli Kufah (negeri Imam Abu
Hanifah dilahirkan) yang mengembangkan aplikasi adat, qiyas, dan istihsan.
Bahkan dalam tingkatan imam, ia sering melewatkan beberapa persoalan; yakni
apabila tidak ada nash, ijma’, dan qaul sahabat kepada qiyas, dan apabila qiyasnya
buruk (tidak rasional), Imam Hanafi meninggalkannya dan beralih ke istihsan, dan
apabila tidak meninggalkan qiyas, Imam Hanafi mengembalikan kepada apa-apa
yang telah dilakukan umat Islam dan apa-apa yang telah diyakini oleh umat islam,
begitulah hingga tercapai tujuan berbagai masalah.
Dalam analisis Muhammad Said Tanthowi, dasar atau prinsip ijtihad Hanafi
menyandarkan kepada, “kemudahan, toleransi, menghargai martabat manusia,
kebebasan berpikir, dan kemaslahatan umat.”
Halaman | 7
Berbagai pendapat Abu Hanifah yang dibukukan oleh muridnya antara lain:
Zhahir ar-Riwayah dan an-Nawadir yang dibukukan oleh Muhammad bin Hasan
asy-Syaibani, Al-Kafi yang dibukukan oleh Abi Al-Fadi Muhammad bin
Muhammad bin Ahmad Al-Maruzi (w. 344 H), Al-Mabsut (syarah al-Kafi dan
dianggap sebagai kitab induk mazhab Hanafi) yang dibukukan pada abad ke-5 oleh
Imam as-Sarakhsi, Al-Kharaj, Ikhtilaf Abu Hanifah wa Ibn Abi Laila, yang
dilestarikan oleh Imam Abu Yusuf yang dikenal sebagai peletak dasar usul fiqh
madzhab Hanafi.
Halaman | 8
Kakek dan ayah Imam Malik termasuk ulama hadist terpandang di Madinah.
Maka ia mencari ilmu di kota kelahirannya dan ia merasa di Madinah adalah kota
sumber ilmu yang berlimpah dengan ulama-ulama besarnya. Kecintaannya
terhadap ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia
pendidikan. Tidak kurang empat khalifah (khalifah al-Mansur, al-Mahdi, Harun ar-
Rasyid, dan al-Makmun).
Perjalanan hidup Imam Malik tidak jauh berbeda dengan Imam Abu Hanifah,
ia pernah disiksa, diseret sampai bahunya terlepas, bahkan dipenjara karena sering
menjelaskan hadist-hadist sehingga masyarakat terdorong untuk memberontak dan
tidak mau membaiat khalifah. Pada masa akhir tuanya, ia menderita sakit dan
sakitnya bertambah parah. Banyak orang yang tidak tahu sakit yang diderita Imam
Malik. Ia meninggal di Madinah (179 H) pada usia 86 tahun.
Halaman | 9
Rasulullah SAW dari ayahnya, garis keturunannya bertemu di ‘Abd Manaf (kakek
ketiga Rasulullah SAW).
Pada usia 30 tahun, Imam Syafi’i menikah dengan seorang wanita dari Yaman
bernama Hamidah binti Nafi’ yang merupakan seorang puteri keturunan khalifah
Ustman bin Affan (sahabat dan khalifah yang ke dua). Dari pernikahannya, ia
mendapat tiga orang anak, satu anak laki-laki (Muhammad bin Syafi’i yang menjadi
qâdhi di Jazirah Arab), dan 2 anak perempuan. Kecerdasan Imam Syafi’i telah
terlihat ketika berusia 9 tahun. Saat itu ia telah menghafal seluruh ayat al-Qur’an
dengan lancar, bahkan sempat 16 kali khatam Al-Qur’an dalam perjalanannya dari
Mekah menuju Madinah. Setahun kemudian, kitab al-Muwaththa’ karangan Imam
Malik yang berisikan 1.720 hadist pilihan dihafalnya di luar kepala. Imam Syafi’i
juga menekuni bahasa Arab di Dusun Badui Hundail selama beberapa tahun,
kemudian kembali ke Mekah dan belajar fiqih dari seorang ulama besar (Imam
Muslim bin Khalid Azzanni) yang juga mufti kota Mekah pada saat itu. Kecerdasan
inilah yang membuat dirinya dalam usia yang sangat muda (15 tahun) telah duduk
di kursi mufti kota Mekah.
Keunggulan Imam Syafi’i sebagai ulama fikih dan hadist pada zamannya
diakui sendiri oleh ulama sezamannya. Sebagai orang yang hidup pada zaman
meruncingnya pertentangan antara aliran Ahlul hadist dan Ahlul ra’yi, Imam Syafi’i
berupaya untuk mendekatkan kedua aliran ini. Oleh karena itu, ia belajar kepada
Halaman | 10
Imam Maliki sebagai tokoh Ahlul hadits dan Imam Muhammad bin Hasan asy-
Syaibani sebagai tokoh Ahlul ra’yi.
Kepandaian Imam Hanbali dalam ilmu hadist tak diragukan lagi putera
sulungnya, Abdullah bin Ahmad mengatakan bahwa Imam Hanbali telah hafal
700.000 hadist di luar kepala. Hadist sebanyak itu kemudian diseleksinya secara
ketat dan ditulis kembali dalam kitabnya al-Musnad berjumlah 40.000 hadist
berdasarkan susunan nama sahabat yang meriwayatkan. Kemampuan dan
kepandaiannya mengundang banyak tokoh ulama yang berguru kepadanya dan
Halaman | 11
melahirkan banyak ulama dan pewaris hadist terkenal semisal Imam Bukhari, Imam
Muslim, dan Imam Abu Daud.
Perjalanan hidup Imam Hanbali yang penuh dengan derita dan luka tak
menggentarkan ia untuk mencari ilmu dan membuat karya. Ahmad ibn Hanbal
meninggal pada hari Jum’at pagi tanggal 12 Rabiul Awal tahun 241 H/855 M dalam
usia 77 tahun, dimakamkan di pemakaman Bab Harb di kota Baghdad.
Imam Ahmad adalah seorang pakar hadist dan fiqh. Imam Syafi’i berkata
ketika melakukan perjalanan ke Mesir, “Saya keluar dari Baghdad dan tidaklah saya
tinggalkan di sana orang yang paling bertakwa dan paling faqih melebihi Ibnu
Hanbal,”
Imam Ahmad tidak mengarang satu kitab pun tentang fiqhnya. Namun
pengikutnya yang membukukannya madzhabnya dari perkataan, perbuatan,
jawaban atas pertanyaan dan lain-lain. Namun beliau mengarang sebuah kitab hadis
“Al-Musnad” yang memuat 40.000 lebih hadist. Beliau memiliki kukuatan hafalan
yang kuat. Imam Ahmad mengunakan hadist mursal dan hadis dlaif yang derajatnya
meningkat kepada hasan bukan hadis bathil atau munkar.
Di antara murid Imam Ahmad adalah Salh bin Ahmad bin Hanbal anak
terbesar Imam Ahmad, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal. Shalih bin Ahmad lebih
menguasai fikih dan Abdullah bin Ahmad lebih menguasai hadits. Murid yang
adalah Al-Atsram dipanggil Abu Bakr dan nama aslinya; Ahmad bin Muhammad,
Abdul Malik bin Abdul Hamid bin Mihran, Abu Bakr Al-Khallal, Abul Qasim yang
terakhir ini memiliki banyak karangan tentang fikih madzhab Ahmad. Salah satu
kitab fikih madzhab Hanbali adalah “Al-Mughni” karangan Ibnu Qudamah.
Halaman | 12
hadits daif yang didukung oleh qiyas dan tidak bertentangan dengan ijma’, dan
apabila dalam keempat dalil di atas tidak dijumpai, akan digunakan qiyas.
Penggunaan qiyas bagi Imam Ahmad bin Hanbal hanya dalam keadaan yang amat
terpaksa. Prinsip dasar Madzhab Hanbali ini dapat dilihat dalam kitab hadits
Musnad Ahmad ibn Hanbal. Kemudian dalam perkembangan Madzhab Hanbali
pada generasi berikutnya, mazhab ini juga menerima istihsan, sadd az-Zarî’ah, ‘urf;
istishâb, dan al-maslahah al-mursalah sebagai dalil dalam menetapkan hukum
Islam.
Halaman | 13
Bab III
Penutup
Kesimpulan
Mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh Imam mujtahid
dalam memecahkan masalah atau mengistinbathkan hukum Islam. Di mana mazhab
mencakup:(1) sekumpulan hukum-hukum Islam yang digali seorang imam
mujtahid; (2) ushul fiqh yang menjadi jalan (thariq) yang ditempuh mujtahid itu
untuk menggali hukum-hukum Islam dari dalil dalilnya yang rinci.
Halaman | 14
Daftar Pustaka
Halaman | 15