Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Agama (S.Ag.)
Oleh
Agus Sulistiantono
NIM: 11140340000257
v
KATA PENGANTAR
ِ بِسِمِِللاِِ ِالر
حمنِِ ِالرحِيِ ِم
1. Ibu Prof. Dr. Amany Lubis, M.A, selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, M.A, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Eva Nugraha, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an
dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan bapak Fahrizal Mahdi, Lc.
MIRKH, selaku Sekretaris Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir. Serta
seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Ushuluddin, khususnya prodi
Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan
ilmu pengetahuan juga pengalaman yang berharga kepada penulis.
4. Bapak Dr. Hasani Ahmad Said, M.A, selaku dosen pembimbing
penulis yang telah memberikan arahan, saran dan dukungan kepada
penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Mohon maaf yang
sebesar-besarnya jika selama proses bimbingan penulis banyak
vi
merepotkan. Semoga bapak senantiasa diberikan kesehatan, dan
kelancaran dalam segala urusan. Amīn.
5. Kedua orang tuaku tercinta terkhusus almarhumah ibu yang baru saja
dipanggil Allah SWT semoga dengan ini menjadi amal jariah kedua
orang tuaku terkhusus ibu ku, tersenyum di sana melihatku.
6. Istriku tercinta, Lailiya Saidah, SH. Yang senantiasa mensuport dan
mendukung perjuangan sang suami, terimakasih atas semangatnya
yang tidak pernah bosan mengingatkan suamimu untuk berjuang
menyelesaikan study ini. I love you istriku sayang.
7. Teman-teman seperjuangan, kepada seluruh teman-teman jurusan Ilmu
al-Qur’an dan Tafsir angkatan 2014, khususnya teman-teman TH-B,
Abdul Haisman, Raja Hotlan Harahap, Fikri Aulia, Bagus Eryanto,
Mohamad Husni, Sofyan Tsauri yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu. Semua kita semua tetap dalam ikatan silaturahmi dan jalinan
persahabatan yang indah tiada akhir. Terima kasih atas kerja sama
selama ini semoga kita semua di lancarkan oleh Allah dalam segala
urusan. Amīn.
8. Serta masih banyak lagi pihak-pihak yang sangat berpengaruh dalam
proses penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
Agus Sulistiantono
vii
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PERNYATAAN PENULIS.....................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING .............................iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI......................................................iv
ABSTRAK....................................................................................................v
KATA PENGANTAR................................................................................vi
DAFTAR ISI.............................................................................................viii
TRANSLITERASI.......................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1
B. Identifikasi Masalah...........................................................................9
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah...............................................10
D. Tujuan Penelitian.............................................................................10
E. Manfaat Penelitian...........................................................................10
F. Metodologi Penelitian......................................................................11
G. Tinjauan Pustaka..............................................................................12
H. Sistematika Penulisan......................................................................17
viii
BAB III TINJAUAN UMUM TAFSIR NUSANTARA...........................43
A. Karya-Karya Tafsir Nusantara.........................................................44
B. Karakteristik Tafsir Nusantara.........................................................59
BAB V PENUTUP....................................................................................103
A. Kesimpulan.....................................................................................103
B. Saran...............................................................................................104
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................95
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Padanan Aksara
ب B Be
ت T Te
ج J Je
خ Kh ka dan ha
د D De
ر R Er
ز Z Zet
x
س S Es
ش Sy es dan ye
ع ‘
Koma terbalik di atas hadap
kanan
غ Gh ge dan ha
ف F Ef
ق Q Qi
ك K Ka
ل L El
م M Em
ن N En
و W We
xi
ه H Ha
ء ’ Apostrof
ي Y Ye
2. Vokal
Vokal terdiri dari dua bagian, yaitu vokal tunggal dan vokal rangkap.
Berikut ketentuan alih aksara vokal tunggal:
ﹷ A Fatḥah
ﹻ I Kasrah
ﹹ U Ḍammah
ﹷِي Ai a dan i
ﹷِو Au a dan u
3. Vokal Panjang
xii
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
4. Kata Sandang
5. Syaddah (Tasydīd)
yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan
tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu
terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah.
Misalnya, kata الضرورةtidak ditulis ad-ḍarūrah tapi al-ḍarūrah.
6. Tā’ Marbūṭah
xiii
طريقة Ṭarīqah Berdiri sendiri
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam system tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, alih
aksara huruf kapital ini juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang
berlaku dalan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan
permukaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama seseorang,
dan lain-lain. Jika nama seseorang didahului oleh kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf kapital adalah huruf awal nama tersebut. Misalnya:
Abū ‘Abdullāh Muhammad al-Qurṭubī bukan Abū ‘Abdullāh Muhammad
Al-Qurṭubī
xiv
8. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja, kata benda, maupun huruf ditulis secara
terpisah. Berikut contohnya dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan
diatas:
ٍ ُابِمكن
ِون ٍ
ِفِكتم م Fī kitābin Mak
ِأمفم مالِيمتم مدب ُرو منِال ُقرآ من Afalā yatadabbarūna al-Qur’āna
9. Singkatan
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Imam Taufiq, Al-Qur’an Bukan Kitab Teror: Membangun Perdamaian Berbasis
Al-Qur’an (Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2016), 7.
2
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Ketiga
(Jakarta: Balai Pustaka, 2008), 234.
3
Imam Taufik, Perdamaian Dalam Pandangan Sayyid Qutb, (Kairo: Dar al-Imān,
1998), 298.
1
2
4
Taufik, Perdamaian Dalam Pandangan Sayyid Qutb, 230.
5
Taufik, Perdamaian Dalam Pandangan Sayyid Qutb, 232.
6
Taufik, Perdamaian Dalam Pandangan Sayyid Qutb, 233.
3
7
Anak Agung Banyu Perwita, Kajian Konflik dan Perdamaian (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2015), 34.
8
Ridawan Lubis, Agama dan Perdamaian: Landasan,Tujuan, dan Realitas
Kehidupan Beragama di Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2017), 315.
4
9
Lubis, Agama dan Perdamian Dunia, 320.
5
10
Thoha Hamim, dkk, Resolusi Konflik Islam Indonesia (Surabaya: LSAS dan
IAIN Sunan Ampel, 2007), 18.
11
Sayyid Qutb, Islam dan Perdamaian dunia (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), 65.
6
ب ىِف ْ ُاَّلل
َ َاْلَْل َق َكت َّ ال « لَ َّما َخلَ َق َ ََّب – صلى هللا عليه وسلم – ق ى ىى ى
ِّ َع ْن أَِب ُهَريْ َرةَ َعن الن
ى ى وهو و ْ ى، كىتَابىىه – هو يكْتُب علَى نَ ْف ىس ىه
ضىب
َ ب َغُ ض ٌع عْن َدهُ َعلَى الْ َع ْر ىش – إ َّن َر ْْحَىِت تَ ْغل َ ََْ َ ُ َ َُ
“Ketika Allah menciptakan makhluk, Dia tulis dalam kitab-Nya dan
diletakkan di atas Arasy: Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan
murka-Ku.”12
ى ى
Dalam riwayat ini berbunyi :ضىب
َ َغ ُ إ َّن َر ْْحَىِت تَ ْغل
ب (sesungguhnya
rahmat-Ku mendahului murka-Ku). Dalam berbagai versi, yang isinya
sama, hadis ini diriwayatkan juga oleh Muslim, Tirmidzī, dan ibn Mājah.
Ayat dan hadis qudsi di atas menunjukkan pesan utama Islam sebagai
agama kasih sayang dan cinta damai melebihi aspek lain. Jika sekarang ini
banyak kelompok Islam yang mengamalkan Islam dengan penuh murka,
kembalilah kepada prinsip ajaran Islam sebagai agama welas asih: Islam
rahmatan li al-‘alamīn.
Penulis ingin melakukan penelitian tentang perdamaian perspektif
tafsir Indonesia yang berfokus pada tafsir al-Iklīl dan tafsir al-Ibrīz.
Bagaimana bentuk langkah perdamaian yang dianjurkan untuk dilakukan
berdasarkan Tafsir Indonesia. Islam selalu memprioritaskan perdamaian
dalam menghadapi suatu permasalahan. Contohnya masalah dalam rumah
tangga bagian suatu kumpulan dari masyarakat terkecil yang terdiri dari
pasangan suami istri, anak-anak, mertua dan sebagainya. Ini yang kerap
terjadi di masyarakat bentuk dari aplikasi penting sebuah perdamaian
dalam menyelesaikan masalah. Terwujudnya rumah tangga yang syah
setelah akad nikah atau perkawinan sesuai dengan ajaran agama dan
undang-undang.13
14
Hadisubrata, Keluarga dalam Dunia Modern, tantangan dan Pembinaannya,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2003), 25
15
M. Quraish Shihab, Al-Qur’an dan Maknanya, cet. Ke-2 (Ciputat: Lentera Hati,
2013), 99.
8
16
Misbah bin Zainil Musthafa, al-Iklīl fȋ ma’ānī al-Tanzīl, jilid v (Bangil: al-
Ihsan, 1982), 813.
17
Mustofa Bisri, Tafsīr al-Ibrīz fi tafsīr al-Qur`ān al-‘Azīz, 78.
18
Supriatna, dkk., Fiqh Munakahat II (Yogyakarta: Bidang Akademik UIN,
2008), 5.
19
Norzulaili Mohd Ghazali, Nusyūz, Syiqāq dan Hakam Menurut al-Qur’an,
Sunnah dan Undang-Undang Keluarga Islam, (Kuala Lumpur: Kolej Universiti Islam
Malaysia, 2007), 19.
9
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka terdapat
masalah-masalah yang teridentifikasi sebagai berikut:
1. Perdamaian merupakan aspek penting bagi ajaran islam, oleh
karena itu penelitian yang mendalam terhadap konsep perdamaian
dalam al-Qur’an ini merupakan sesuatu yang urgent dalam upaya
untuk menemukan perdamaian dalam al-Qur’an yang
sesungguhnya.
2. Aspek perdamaian dalam al-Qur’an masih banyak yang belum
mengetahuinya, oleh karena itu perdamaian dalam al-Qur’an ini
merupakan rujukan utama bagi generasi di masa yang akan datang.
20
Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan (Jakarta: El-
Kahfi, 2008), 291.
10
D. Tujuan Penelitian
Dengan mengangkat topik ini, maka diharapkan setiap individu
dapat mengetahui perdamaian dalam al-Qur’an yang merupakan salah satu
pembahasan penting dalam ajaran pokok islam. Di samping itu, penulis
mempunyai beberapa tujuan lain, yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana perdamaian dalam al-Qur’an
perspektif mufasir Nusantara
2. Untuk menambah khazanah keilmuan penulis
3. Untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan studi S1 sehingga
memperoleh gelar Sarjana Agama (S. Ag)
E. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat yang dapat diambil dari dilakukannya
penelitian ini yaitu sebagai berikut:
11
F. Metode Penelitian
Penelitian yang hendak penulis lakukan ini berupa kajian
kepustakaan (Library Research) yang bekerja untuk menemukan
pemahaman akan fenomena yang terdapat pada objek sesuai dengan apa
yang dialami oleh pengamatan subyek penelitian. Bahan informasi
mengenai objek penulis telusuri dalam literatur-literatur, baik klasik
maupun modern, termasuk jurnal-jurnal ilmiah yang berkaitan.21
1. Metode Pengumpulan Data
Adapun jenis data yang penulis kumpulkan untuk menuntaskan
kajian ini yaitu dengan menggunakan data dan berbagai literatur. Yaitu
berupa data primer dan data sekunder.
a. Data Primer yaitu data langsung dikumpulkan oleh peneliti dari
sumber utamanya. Adapun sumber tersebut di antaranya sumber
tertulis kitab-kitab tafsir Indonesia, seperti Tafsir al-Misbah,
Tafsir al-Ibrīz, Tafsir Kemenag dan lain-lainnya
b. Data sekunder yaitu data yang biasanya telah tersusun dalam
bentuk dokumen yang berupa dari buku-buku dan sumber lainnya
yang tidak secara langsung berkaitan dengan tema. Di antaranya
adalah seperti buku kodrat perdamaian dalam Islam, buku-buku
21
Marzuki, Metode Riset, ( Yogyakarta : Hanindita offest, 1986), 56
12
2. Analisa data
Analisis data dilakukan oleh peneliti selama penelitian ini
berlangsung hingga seluruh data telah dianggap cukup. Analisis
dilakukan dengan cara memahami persoalan di sekitar objek penelitian.
Peneliti mencoba memposisikan diri pada posisi netral dengan tetap
berpikir kritis. Kajian ini bersifat deskriptif analisis dengan meneliti
sosok tokoh para mufasir Indonesia seperti: Bisri Musthofa Buya
Hamka, Quraish Shihab dan tokoh-tokoh lainnya dengan menganalisis
data tentang nilai-nilai perdamaian dalam al-Qur’an yang ada di dalam
kitab Tafsir karangan mufasir Nusantara
3. Pendekatan penelitian
Untuk pendekatan pengambilan data, penulis menggunakan
metode tematik: yaitu membahas ayat-ayat al-Qur’an yang sesuai
dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Sedangkan pendekatan
penelitian yang lain dengan pendekatan historis filosofis. Historis
berarti akan ditelusuri dan dipotret perjalanan metodologis Tafsir al-
Azhar, Tafsir al-Misbah, dan kitab-kitab tafsir lainnya. Pendekatan
filosofis dilakukan untuk menelaah lebih jauh pemikiran dan penafsiran
Buya Hamka, M. Quraish Shihab dan lain-lainnya tentang nilai-nilai
kepemimpinan perempuan yang ada di dalam kitab tafsir tersebut.
G. Tinjauan Pustaka
Pembahasan mengenai perdamaian telah banyak dikaji oleh
penelitian-penelitian terdahulu, tetapi penelitian yang membahas
13
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari empat bab,
masing-masing bab terdiri atas beberapa subbab pembahasan. Yaitu
sebagai berikut:
Bab pertama merupakan bab pendahuluan, bab ini berisi: Latar
belakang masalah, batasan masalah dan rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat, metode penelitian, dan kajian pustaka.
Bab kedua adalah landasan teori. Terdiri dari empat subbab
bahasan yaitu: definisi perdamaian, sejarah perdamaian, pentingnya
perdamaian, pesan perdamaian.
18
A. Definisi Perdamaian
Secara umum perdamaian dipahami sebagai keadaan tanpa perang,
kekerasan atau konflik seperti yang tercantum dalam pikiran manusia,
mendefinisikan perdamaian secara lebih lengkap yang dijabarkan dalam
dua pengertian, yaitu yang pertama perdamaian negatif dan perdamaian
positif. Perdamaian negatif dijabarkan sebagai situasi absennya berbagai
bentuk kekerasan lainnya. Definisi ini sederhana dan mudah dipahami,
namun dalam realitas yang ada, masyarakat masih mengalami penderitaan
akibat kekerasan yang tidak nampak dan ketidakadilan. Melihat kenyataan
ini, maka terjadilah perluasan definisi perdamaian dan muncullah definisi
perdamaian positif. Definisi perdamaian positif adalah tidak adanya
kekerasan struktural atau terciptanya keadilan sosial sehingga terbentuklah
suasana yang harmoni.1
Perdamaian secara makna kata yang sebenarnya tidaklah hanya
mencakup semata-mata keamanan fisik yang terlihat dengan kasatmata
atau tidak adanya perang dan pertikaian di antara manusia satu sama lain
di bumi ini.2 Kendatipun demikian pengertian di atas mengandung arti
yang sangat luas dan penting, juga merupakan inti dari perdamaian
sesungguhnya, tetapi keadaan perdamaian yang dilukiskan demikian itu
hanyalah suatu segi pasif dan terbatas dari arti sesungguhnya, apalagi
kalau hendak membandingkannya dengan pengertian perdamaian yang
lebih luas lagi. Perdamaian adalah penyesuaian dan pengarahan yang baik
di mana pihak bersangkutan dapat menyelesaikan masalah atau
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 2008), 467.
2
Eric Hendra, Kajian Konflik dan Perdamaian (Jakarta: Gramedia, 2015), 23.
19
20
3
Johan Galtung, Globalizing God, Religion, Sprituality (Tt. Kolofon Pres, 2008),
16.
4
Irwan Suhanda, Damai Untuk Perdamaian (Jakarta: PT. Kompas Media
Nusantara. 2006), 45.
21
5
Johan Galtung, Studi Perdamaian (Surabaya: Pustaka Eureke, 2003), 21.
6
Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur Analisis Wacana Kritis (Yogyakarta:
LKiS, 2010), 55.
7
Asnawi dan Safruddin, Studi Perdamaian: Perdamaian dan Konflik
Pembangunan dan Peradapan (Surabaya: Pustaka Eureka, 2003), 21.
22
Sejak lebih dari satu abad yang lalu agama telah mendapat
tekanan-tekanan dari berbagai jurusan, dalam berbagai aspek kehidupan di
berbagai tempat di seluruh dunia ini. Adapun mereka yang menaruh
perhatian pada agama, kendatipun mereka dalam keadaan mayoritas dari
umat manusia, namun mereka masih dapat merasakan dan menyadari akan
hal ini. Bahwasanya tekanan-tekanan itu telah mengakibatkan agama akan
mengarah menuju keterasingan dari penghayatan parapemeluknya.
Untuk mengembalikan fungsi agama sebagaimana mestinya, dan
agar institusi agama dapat berperan maksimal dalam menyelesaikan
persoalan kemanusiaan termasuk pembentuk nilai-nilai moral perilaku
umatnya, tawaran Fazlur Rahman memiliki signifikan cukup besar untuk
diangkat. Untuk mencapai tujuan itu, ia mengusulkan agar pesan agama
dipahami sebagai satu kesatuan yang utuh bukan sebagai perintah atau
ajaran yang terpisah-pisah. Keutuhan akan dicapai apabila aspek teologi
(akidah, keimanan) diletakkan sejajar dalam pola hubungan
interdependensi dengan aspek fikih (hukum atau aturan interaksi sosial)
yang dirangkaikan secara sistematis oleh etika atau sistem moral. Dalam
pola pemahaman itu, teologi diformulasikan sebagai suatu pandangan
dunia yang dapat menjelaskan hubungan manusia dengan Tuhan atau
dengan sesamanya sebagai makhluk Tuhan.8 Kecenderungan ini nampak
jelas sekali pada sebagian besar generasi muda dalam berbagai ragam
masyarakat, selanjutnya merebak luas dengan cepatnya pada berbagai
kalangan lainnya di berbagai belahan dunia. Perdamaian yang menjadi
arahan dan tujuan yang hendak diwujudkan Islam itu adalah merupakan
dorongan hati nurani yang bertitik tolak dari dalam batin manusia. 9
8
Elga Sarapung, dkk, Sejarah, Teologi, dan Etika Agama-Agama, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005), 278.
9
Irwan Suhanda, Damai Untuk Perdamaian, 51.
23
10
Eric Hendra. Kajian Konflik dan Perdamaian, 98
24
3. Tidak Semena-Mena
Damai sering kali diartikan sebagai sikap persahabatan dan
sportivitas. Tetapi tidak jarang bahwa damai berpijak di tempat yang
salah demi untuk menggapai beberapa kepentingan tertentu. Berbicara
soal damai dan juga perdamaian sepertinya tidak akan ada habisnya,
tetapi yang jelas manusia tidak boleh melupakan aspek masyarakat,
kepentingan umum dalam tataran norma-norma yang telah disepakati,
sebagai titik acuan dari perdamaian. Itulah beberapa arti sebuah
perdamaian yang sebenarnya. Setiap manusia pasti menginginkan hidup
secara damai tanpa suatu tindakan yang dapat menyakiti satu sama lain.
Oleh karena itu, beberapa pengertian perdamaian yang telah disebutkan
di atas dapat dilakukan.11
11
Hadi Suryono, Merawat Perdamaian: Metode Sistem Peringatan Dini Konflik
(Yogyakarta: Semesta Ilmu, 2012), 28.
25
12
C. B. Mulyanto, Filsafat Perdamaian: Menjadi Bijak Bersama Eric Weil
(Yogyakarta: Kanisius, 2008), 109.
13
Eric Hendra, Kajian Konflik dan Perdamaian, 73.
26
14
Johan Galtung, Globalizing God, Religion, Sprituality, 23.
15
Johan Galtung, Globalizing God, Religion, Sprituality, 25.
27
16
Johan Galtung, Globalizing God, Religion, Sprituality, 30
28
C. Pentingnya Perdamaian
Indonesia merupakan negara yang majemuk dengan beragam suku,
agama, etnis, dan keyakinan. Perbedaan tersebut terkadang dapat
menimbulkan suatu masalah yang tidak jarang menyebabkan konflik
sosial. Terkadang, masalah tersebut dapat menimbulkan perpecahan dalam
masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman akar rumput yang
harus tertanam dalam diri masyarakat agar terciptanya perdamaian dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.18
17
Mirza Masroor Ahmad, Krisis Dunia dan Jalan Menuju Perdamaian Dunia
(Jakarta: Mizan, 2010), 48.
18
M. Ridwan Lubis, Agama dan Perdamaian: Landasan, dan Realitas Kehidupan
Beragama di Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2017), 112.
19
Surahman Hidayat, Islam, Pluralisme, dan Perdamaian (Jakarta: Robbani
Press, 2008), 135.
29
20
Ridwan Lubis, Agama dan Perdamaian, 115.
21
Surahman Hidayat, Islam, Pluralisme, dan Perdamaian, 139.
30
D. Pesan Perdamaian
Islam adalah agama perdamaian. Pesan-pesan persaudaraan atas
nama cinta dan kemanusiaan begitu jelas terekam dalam kitab suci al-
Qur’an. Persaudaraan meniscayakan adanya kepedulian, tolong-
menolong (al-Ta’āwun), dan perdamaian. Karena itu, Islam sangat
menganjurkan agar umatnya mempererat tali al-ukhuwwah (saudara)
sekaligus juga menebarkan kebaikan kepada umat lain dengan penuh kasih
sayang. Membangun persaudaraan merupakan suatu kewajiban.
Persaudaraan dengan siapa pun saja. Karena dengan begitu, kita bisa
saling menasihati, tentunya dalam hal kebajikan. Hadis nabi yang
menyatakan bahwa tidak sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai
orang lain sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, adalah ajaran yang
mensyaratkan adanya persaudaraan. Sebab, tidak mungkin mencintai
orang lain jika dalam hati tak ada spirit persaudaraan. Dan persaudaraan
dibangun salah satunya melalui cinta dan kasih sayang. Nilai-nilai inilah
yang harus diteguhkan di tengah realitas perpecahan umat yang sampai
saat ini masih terjadi.22
Kebanyakan di antara manusia lebih suka hidup bercerai-berai
daripada rukun dan damai. Antar satu sama lain saling menaruh curiga, iri
dengki, mencela, menghasut, dan sebagainya. Bagaimana mungkin
mereka saling menyayangi dan mencintai jika spirit persaudaraan yang
ada telah luntur. Bagaimana antar satu sama lain dapat membangun
perdamaian jika iri dengki sudah tertanam kuat pada diri masing-masing
manusia. Bagaimana mungkin mereka dapat hidup dengan penuh
22
Amak Baldjun, Islam dan Perdamaian Dunia (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987),
127.
31
23
Abdurrahman Azzam, Konsepsi Perdamaian Islam (Jakarta: Karya Unipres,
1985), 9.
24
Amak Baldjun, Islam dan Perdamaian Dunia, 129.
32
25
Abdurrahman Azzam, Konsepsi Perdamaian Islam, 11.
26
Abdurrahman Azzam, Konsepsi Perdamaian Islam, 132.
33
27
Sahabuddin, dkk., Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata (Jakarta: Lentera
Hati, 2008), 90.
28
Sahabuddin, Ensiklopedia al-Qur’an, 93.
34
29
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an
(Jakarta: Lentera Hati, 2007), 123.
35
2. Buya Hamka
Pandangan Buya Hamka tentang ayat-ayat perdamaian toleransi.
Allah swt. sumber kasih sayang di dalam al-Qur’an seperti:
الرِحْي ِم
َّ ْح ِن َّ ِاّلل
الر ْ ه ٰبِ ْس ِم ه
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang” (QS. al-Fātihah [1]: 1)
Dalam ayat pertama surah al-Fātihah ini disebutkan dua sifat Allah
swt. yaitu al-Rahmān dan al-Rahīm yang berarti murah, kasih sayang,
cinta, santun, dan perlindungan. Alasan kedua sifat ini dijelaskan terlebih
dahulu sebelum menyebut sifat-sifatnya yang lain adalah untuk
menangkis anggapan terhadap berayal-ayal orang yang masih primitif
tentang Allah. Sebagian besar mereka menggambarkan tuhan itu sebagai
sesuatu yang amat ditakuti atau menakutkan, seram, dan kejam, yang
orang terpaksa memujanya karena takut akan murkanya. Maka, ketika
bacaan dimulai dengan menyebut nama Allah, dengan kedua sifatnya
yang Rahman dan Rahim, mulailah Nabi Muhammad saw. menentukan
perumusan baru dan yang benar tentang Allah. diketahui dan dirasakan
oleh manusia bahwa Dia Rahmān dan Rahīm.31
Kemudian pada ayat yang lain, Buya Hamka juga berpandangan
ajakan pada kalimat yang satu.
30
Shihab, Tafsir al-Mishbah, 124.
31
Buya Hamka, Tafsir al-Azhar, jilid I (Jakarta: Gema Insani, 2015), 65.
36
اّللَ َوََّل نُ ْش ِرَك بِه َشْئًا َّوََّل ِ ٍٍۢ ۤ ٍ ِ ِ ِ قُل هاٰيَ ْهل الْ ِكت
ٰهب تَ َعالَ ْوا ا هٰل َكل َمة َس َواء بَْي نَ نَا َوبَْي نَ ُك ْم اَََّّل نَ ْعبُ َد اََّّل ه َ ْ
اّللِ ۗ فَاِ ْن تَ َولَّْوا فَ ُق ْولُوا ا ْش َه ُد ْوا َِبَ ََّّن ُم ْسلِ ُم ْو َن ِ ِ
ٰضا اَْرََب ًَٔب ٰم ْن ُد ْون ه
ًٔ ضنَا بَ ْع
ِ
ُ يَتَّخ َذ بَ ْع
Katakanlah, “Wahai, Ahlul Kitab! Marilah kemari kepada
kalimat yang sama di antara kami dan kalian, yaitu janganlah kita
menyembah melainkan kepada Allah, dan janganlah kita
menyekutukan sesuatu dengan Dia, dan jangan menjadikan
sebagian dari kita akan sebagian yang lain menjadikan Tuhan-
Tuhan selain Allah.” Maka jika mereka berpaling, hendaklah
kamu katakana, “Saksikanlah olehmu bahwa kami ini adalah
orang-orang Islam.” (QS. ‘Ali Imrān [3]: 64)
Disebut dalam Tafsir al-Azhar berkaitan dengan ayat ini.32
Betapapun pada kulitnya kelihatan kita ada perbedaan, ada Yahudi, ada
Nasrani, dan ada Islam, namun pada kita ketiganya terdapat satu kalimat
yang sama, satu kata yang menjadi titik pertemuan kita. Yaitu
“Janganlah menyembah melainkan kepada Allah,” sekiranya saudara-
saudara sudi kembali kepada satu kalimat itu, niscaya tidak akan ada
selisih kita lagi. Menurut keterangan Hamka ayat ini jugalah yang
dijadikan Nabi Muhammad saw. sebagai alasan untuk mengirim surat
kepada Heraclius Raja Romawi Syam. Tidak Ada Paksaan Dalam
Agama. Allah swt. berfirman:
ٍۢ ۗ ِ ِ
َِب هّٰللِ فَ َق ِد ِ الر ْش ُد ِمن الْغَ ِي ۚ فَمن يَّ ْك ُفر َِبلطَّاغُو
ت َويُ ْؤِم ْن ْ ْ َْ ٰ َ َ َّ َََّلا ا ْكَر َاه ِِف ال ٰديْ ِن قَ ْد تَّب
ُّ َّي
اّللُ ََِسْي ٌع َعلِْي ٌم ِ ِ
َ ك َِبلْعُ ْرَوة الْ ُوثْ هقى ََّل انْف
ٰص َام ََلَا َۗو ه َ استَ ْم َس
ْ
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam),
sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar
dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Thogut dan
beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang
(teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah
Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. al-Baqārah [2]: 256)
32
Hamka, Tafsir al-Azhar, 66.
37
33
Hamka, Tafsir al-Azhar, 67.
38
34
Hamka, Tafsir al-Azhar, 68.
35
Hamka, Tafsir al-Azhar, 69.
36
Wasid, “Teologi Perdamaian Dalam Tafsir Jihad,” Teosofi, vol. 1, no. 1,
(Desember, 2011), 270-289.
39
ت
ُ استَطَ ْع ْ يد إَِّلَّ ا ِإل
ْ صالَ َح َما ُ إِ ْن أُِر
“Aku hanya bermaksud (melakukan) perbaikan semampuku.” (QS.
Hud [11]: 88)
Nabi Soleh as. ingin memfokuskan bahwa tujuan dari jerih payah
dan usahanya selama ini hanya untuk memperbaiki kondisi umat manusia,
37
Wasid, “Teologi Perdamaian,” ,283.
40
semampunya. Dan seluruh nabi pun punya tujuan yang sama. Dan kali ini,
kita akan mendalami makna al-islāh dalam al-Qur’an. Kata al-islāh sering
digunakan dalam al-Qur’an. Kata ini bisa memiliki dua makna. Jika
diambil dari dari kalimat al-sulhu maka artinya adalah mendamaikan dua
orang atau kelompok yang berselisih. Makna al-islāh dengan arti pertama
(mendamaikan perselisihan) digunakan untuk beberapa hal seperti.
38
‘Umar bin ‘Abd al-‘Azīz al-Qursyi, Samahah al-Islām, terj. Abdul fikri
(Riyādh: Maktabah al-Adib, 2006), 89.
41
39
Umar bin Abdul Aziz Qursyi. Samahah al-Islam, 90
42
40
Umar bin Abdul Aziz Qursyi. Samahah al-Islam, 91
41
Umar bin Abdul Aziz Qursyi, Samahah al-Islȃm, 92.
BAB III
TINJAUAN UMUM TAFSIR NUSANTARA
1
Ervan Nurtawab, Tafsir Al-Quran Nusantara Tempo Doeloe, cet. I (Jakarta:
Ushul Press, 2009), h 57
2
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga
Ideologi (Yogyakarta: LKiS, 2013), 32.
3
Nurdinah Muhammad, “Karakteristik Jaringan Ulama Nusantara Menurut
Pemikiran Azyumardi Azra.” Jurnal Subastantia, vol.14 no.1 (tb, 2012), 74.
43
44
4
Mafri Amir, Literature Tafsir Indonesia (Tangerang Selatan: Mazhab Ciputat,
2013), 5
Islah Gusmian, “Bahasa dan Aksara Tafsir Al-Qur’an di Indonesia dari Tradisi,
5
Hierarki Hingga Kepentingan Pembaca,” Jurnal Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Surakarta, vol. 6, no.1 (tb, 2010), 4
6
Mustaffa bin Abdullah dan Abdul Mamam Syafi‟i, Khazanah Tafsir Di
Nusantara Penelitian Terhadap Tokoh dan Karyanya di Malaysia, Brunei Darussalam,
Singapura dan Thailand” Jurnal Kontekstualita, vol. 25, no. 1 (tb, 2009), 31.
45
3. Tamsyiyatul Muslimin
Kitab tafsir karya KH. Ahmad Sanusi ini memiliki nama lengkap
Tamsyiyatul Muslimin fi Tafsiri Kalami Rabbil ‘Alamin. Tafsir ini terbit
secara berkala, yakni satu bulan sekali, pada 1 Oktober 1934 dan dicetak
di percetakan al-Ijtihad Sukabumi. Cetakan ini kemudian beredar di
Jakarta, Bengkulu, Bandung, dan Singapura. Tafsir ini telah dicetak
7
Mafri Amir, Literature Tafsir Indonesia, 39
46
ulang berpuluh kali dan sampai sekarang masih dipakai oleh majelis
taklim di wilayah Jawa Barat. Karya lainnya adalah serial Tamsyiyatul
Muslimin dalam bahasa Melayu. Setiap ayat-ayat al-Qur’an ditulis
dengan huruf Arab sekaligus ditulis (transliterasi) dalam huruf latin.8
4. al-Quranul ‘Adzim
Tafsir Al-Quranul ‘Adzim berbeda dengan tafsir pada umumnya.
Kitab tafsir ini lebih dikenal dengan nama Tafsir Tiga Serangkai karena
H. Abdul Halim Hasan menyusunnya bersama dua ulama lain, H. Zainal
Arifin Abbas dan Abdurrahim Haitami. Kitab tafsir ini disusun dan
diterbitkan pada tahun 1937.
5. al-Ibrīz
Dari sekian kitab hasil karya KH. Bisri Mustofa, yang paling
terkenal adalah kitab tafsirnya yang bernama al-Ibriz. Tafsir al-Ibriz ini
bersumber dari ijtihad Kiai Bisri yang menggunakan Bahasa Jawa dan
ditulis dengan huruf Arab pegon. Alasan ayah KH. A. Musthofa Bisri ini
menulisnya menggunakan pegon adalah supaya kaum muslimin yang
berada di Jawa dan waktu itu belum banyak yang bias membaca huruf
latin dapat memahami makna al-Quran dengan mudah dan dapat
memberi manfaat di dunia atau pun akhirat. Penulisan kitab al-Ibriz ini
membutuhkan waktu enam tahun mulai 1954 sampai 1960. Corak
kombinasi antara fikih dan tasawuf pun bias terlihat di kitab itu. Kitab
yang mencakup tafsir al-Quran secara keseluruhan, tafsir ini dibagi
menjadi tiga jilid.
8
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, 40
47
6. al-Mahmudy
Tafsir al-mahmudy ditulis oleh KH. Ahmad Hamid Wijaya pada
tahun 1989. Tafsir al-Mahmudy diterbitkan oleh PBNU pada saat
Muktamar NU di Krapyak, Yogyakarta. Penerbitan itu lengkap beserta
dengan kata pengantar dari PBNU dan juga dari beberapa pengurus
PBNU yang menjabat pada periode tersebut. Sebab, penulis tafsir al-
Mahmudy adalah Katib Am PBNU yang menjabat selama dua periode.9
7. Tafsir al-Misbah
Nama Prof. Dr. KH. M. Quraish Shihab dengan pada penghujung
abad ke-20 sebagai cendekiawan muslim Indonesia. Salah satu karya
terbaiknya adalah Tafsir al-Mishbah. Dalam kitab ini Prof. Quraish lebih
menggunakan pendekatan eksploratif, deskriptif, analitis, dan
perbandingan. Ini merupakan metode penelitian yang berupaya menggali
sejauh mungkin produk tafsir yang dilakukan oleh ulama-ulama tafsir.
Tafsir al-Mishbah yang terdiri dari lima belas jilid ini sangat berpengaruh
di Indonesia. Bukan hanya menggunakan corak baru dalam penafsiran,
tafsir ini juga menggunakan metode penulisan dengan mengombinasikan
antara metode tahlili dengan metode maudhū’i. Sebelum menafsirkan
dengan metode tahlili terlebih dahulu ia menafsirkan dengan
menggunakan metode maudhū’i.
8. al-Iklīl
Kitab ini dikarang oleh Ulama dari Bangilan, Tuban. Beliau
merupakan adik kandung KH. Bisri Mustofa, Rembang. Metode
penulisan Tafsir al-Iklil terdiri dari tiga bentuk sistematika penulisan. Di
9
Mafri Amir, Literature Tafsir Indonesia, 41
48
9. al-Munir
Penulis kitab ini adalah KH. Daud Islam Soppeng. Karena itulah,
kitab yang ditulis dalam bahasa Bugis ini juga dikenal dengan sebutan
Tafsir Daud Ismail. Tafsir ini memiliki komposisi yang sederhana. Hal
ini bias kita lihat dengan dimulainya suatu pembahasan dengan
mengelompokkan ayat-ayat yang ingin diterjemahkan dan ditafsirkan.
Satu kelompok biasanya terdiri antara 3-10 ayat atau lebih dan kadang-
kadang diberi judul pada setiap kelompok ayat. Penerjemahan ayat-ayat
dalam tafsir Daud Ismail ini mengacu pada terjemahan Departemen
Agama yang sudah ada sebelumnya.
10
Mafri Amir, Literature Tafsir Indonesia, 42
49
11
Mafri Amir, Literature Tafsir Indonesia, 43
12
Mafri Amir, Literature Tafsir Indonesia, 45
50
13
M. Nurdin Zuhdi, Pasaraya Tafsir Indonesia dari Kontestasi Metodologi
hingga Kontekstualisasi (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2014), 61
51
Jawi dan pegon.14 Hampir semua pengkajian sejarah al-Qur’an dan tafsir
di Indonesia sepakat menjadikan Abd Al-Ra‟uf Singkili sebagai perintis
pertama tafsir di Indonesia, bahkan di dunia Melayu.15 Penafsiran
lengkap pertama di Indonesia ditulis oleh Abdur Ra’uf al-Singkili
berjudul Tarjuman Al-Mustafid. Abdur Ra‟uf lahir sekitar 1615 M dan
namanya mengindikasikan keluarganya hidup di Sinkil kepulauan
Sumatera yang saat ini dikenal sebagai bagian dari wilayah Aceh. Beliau
menghabiskan sekitar 19 tahun belajar tafsir, fiqh, dan ilmu-ilmu
keislaman di Arabia antara tahun 1640-an dan kembali ke Aceh sekitar
tahun 1661 M. Kemudian 32 tahun sisa hidupnya dihabiskan untuk
menulis berbagai karya ke Islaman seperti fiqh, tafsir dan tasawuf.
Diantara karya kesusastraannya selama periode ini adalah Tarjuman
alMustafid.16
Karakteristik yang dimiliki tafsir Tarjuman al-Mustafid ini dilihat
dari segi metode dan tehnik penafsiran, Abdur Ra’uf tampaknya hanya
menerjemahkan secara harfiah ayat-ayat al-Qur’an. Kenyataannya tetap
bahwa terjemahannya dari bahasa Arab, sebagaimana tampak dalam
kitab Tarjuman, sangatlah literal. Dia sering kali menggunakan sebuah
teknik-apa yang Riddell sebut kesesuaian kata per kata antara bahasa
Arab dan Melayu (word for word correspondence between the Arabic
and malay) dan kurang memperhatikan bentuk-bentuk sintaks
kesusastraan Melayu. Akibatnya, kata Riddell, hasil produksinya secara
virtual adalah teks bahasa Arab, namun dengan kata-kata Melayu.
Mengamati berbagai katalog manuskrip berbahasa Arab terungkap
14
Anthony Johns, “The Qur’an In The Malay World: Reflection On `Abd Al-
Rauf Of Sinkel (1615-1693)”, Al-Jami‟ah Journal of Islamic Studies. Vol. 9, no. 2 (tb,
1998), 121
15
Faried F. Senong, “al-Qur’an, Modernism Dan Tradisionalisme: Ideologisasi
Sejarah Tafsir Al-Qur’an Di Indonesia”, Jurnal Studi Al-Qur’an, Ciputat, vol. I, no. 3,
(tb, 2006), 511.
16
Ervan Nurtawab, Tafsir Al-Qur’ān Nusantara Tempo Doeloe, 27-28.
52
17
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, 21.
18
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga
Ideology. (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2013), 45
53
19
Endad Musaddad, Studi Tafsir Di Indonesia Kajian atas Tafsir Karya Ulama
Nusantara, 50
20
Endad Musaddad, Studi Tafsir Di Indonesia Kajian atas Tafsir Karya Ulama
Nusantara, 52
21
Yunan Yusuf, Karakteristik Tafsir Al-Qur’ān Di Indonesia Abad Keduapuluh,
Jurnal LSAF, vol. III, no.4 (tb, 1992), 71.
54
25
7Endad Musaddad, Studi Tafsir di Indonesia Kajian atas Tafsir Karya Ulama
Nusantara, 92
56
ditulis sufi besar asal Maroko yang hidup di abad ke-18, Syaikh Abdul
Aziz al-Dabbagh.26
Metode dalam Tafsir al-Ibriz ini adalah metode tahlili, hal ini
dapat kita lihat ketika Bisri Musthafa mengungkapkan keseluruhan ayat
al-Qur’an sesuai dengan mushaf Utsmani. Penafsiran ini menggunakan
kalimat yang praktis dan mudah dipahami tanpa berbelit-belit. Kemudian
sistematika yang ia pakai dalam memetakan sistematika penulisan tafsir
al-Ibriz yakni: Ayat al-Qur’an ditulis di tengah dengan diberi makna
gundul.27 Terjemahan tafsir ditulis di bagian pinggir dengan memakai
nomor, nomor ayat berada di akhir di sebuah kalimat sedangkan nomor
terjemah berada di awal.28Kemudian keterangan-keterangan lain yang
terkait dengan penafsiran ayat dimasukkan dalam subbab kategori
tanbih, faidah, muhimmah, dan lainlain. Kemudian muncul lagi ulama
pejuang yang berhasil menjadi peletak dasar kebangkitan komunitas
Islam modern atau Kaum Gedongan yaitu H. Abdul Karim Malik
Amarullah (Hamka) nama ini adalah nama sesudah ia menunaikan
ibadah haji pada 1927 dan mendapatkan tambahan haji, lahir di Sungai
Batang, Maninjau (Sumatera Barat) pada hari Ahad, tanggal 16 Februari
1908 M/13 Muharram 1326 H dari kalangan keluarga yang taat
beragama, gelar buya diberikan kepadanya, sebuah panggilan buat orang
Minangkabau yang berasal dari kata abi atau abuya yang dalam bahasa
Arab berarti ayahku, atau seseorang yang dihormati.29
26
Mafri Amir, Literatur Tafsir di Indonesia (Tangerang: Mazhab Ciputat, 2013),
147-149.
27
Makna gundul adalah metode pemberian makna dengan memakai huruf pegon
dan ditulis secara miring di bawah sebuah lafal atau kata yang diberi makna, yang dalam
hal ini adalah ayat al-Qur’an.
28
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, 147-149
29
Endan Musaddad, Studi Tafsir Di Indonesia Kajian atas Tafsir Karya Ulama
Nusantara. (Tangerang: Sintesis, 2012), 121
57
30
Hamka, Tafsir Al-Azhar, juz ke-1, cet ke-1 (Jakarta:Penerbit Pustaka
Panjimas, 1982), 42.
58
31
Endan Musaddad, Studi Tafsir Di Indonesia Kajian atas Tafsir Karya Ulama
Nusantara, 124.
32
Mafri Amir, Literature Tafsir Indonesia, 169.
33
Mafri Amir, Literature Tafsir Indonesia, 273.
59
34
Tafsir bil ra‟yi adalah metodologi bayan al-Qur’ān berdasarkan rasionalitas
pikiran (alra‟yu), dan pengetahuan empiric (ad-dirayah). Tafsir jenis ini mengandalkan
kemampuan “ijtihad” seorang mufassir, dan tidak berdasarkan pada kehadiran riwayat-
riwayat (ar-riwayat). Disamping aspek itu, kemampuan tete bahasa, retorika, etimologi,
konsep yurispru densi, dan pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan
35
Fauzi Saleh, “Mengungkap Keunikan Tafsir Aceh.” Jurnal al-Ulum, vol. 12,
no. 2 (tb, 2012), 381.
60
dan tetap mencantumkan teks al-Qur’an yang asli. Ketiga, penafsiran dan
jenis tafsir yang dihasilkan mengalami proses lokalisasi secara
signifikan.36
36
Ervan Nutawab, Tafsir Al-Qur’ān NusantaraTempo Doeloe, 203-204
37
Ervan Nurtawab, “Melacak Tradisi Awal Penafsiran Al-Qur’ān di Nusantara”,
Jurnal Lektur Kegamaan vol. 4, no, 2 (tb, 2006), 13.
38
7 Ervan Nurtawab, Tafsir Al-Qurān Nusantara Tempo Doeloe. 179
62
39
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qurān Kontemporer Dalam
Pandangan Fazlur Rahman (Ciputat: Sulthan Thaha Press, 2007), 81.
40
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qurān Kontemporer Dalam
Pandangan Fazlur Rahman, 81.
41
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qur’an Kontemporer Dalam
Pandangan Fazlur Rahman, 81.
63
42
Islah Gusmian, Paradigma Penelitian Tafsir Al-Qur’an di Indonesia.
Epirisma Vol. 24 No.1 (Januari 2015), 10.
43
Istilah kontemporer berasal dari kata bahasa Inggris kontemporer yang berarti
“sekarang; modern” (Islah Gusmian, Paradigma Penelitian Tafsir al-Qur’ān di Indonesia.
Epirisma Vol. 24 No. 1 (Januari 2015), 10. Sementara itu tidak ada kesepakatan yang
jelas tentang cakupan istilah kontemporer. Misalnya apakah istilah ini meliputi abad ke-
19 atau hanya merujuk pada abad ke-20 atau ke-21?. Namun demikian sebagian pakar
berpendapat bahwa kontemporer identik dengan modern dan keduanya digunakan secara
bergantian (interchangeably). Dalam konteks peradaban Islam, kedua istilah itu dipakai
saat terjadi kontak intelektual pertama dunia muslim dengan barat, sebagaimana tampak
pada pemikiran al-thantawi (1817-1898) di India. Lihat Ahmad Syukri Saleh, Metodologi
Tafsir Al-Qur’ān Kontemporer Dalam Pandangan Fazlur Rahman (Jakarta: Gaung
Persada Press, 2007), 42.
64
manusia begitu komplek dan tidak terbatas. Ini meniscayakan para mufasir
untuk berusaha mengaktualkan dan mengkontekstualisasikan pesan-pesan
universal al-Qur’an ke dalam konteks partikular era kontemporer. Hal ini
hanya dapat dilakukan jika al-Qur’an ditafsirkan sesuai dengan semangat
zamannya, berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar universal al-
Qur’an.44
44
Abdul Mustaqim, Epistimologi Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: LKiS
Printing Cemerlang, 2011). h 55.
65
llmī, al-adāb al-ijtima’ī45 Adapun tafsir yang merujuk ulama salaf pertama
tafsir berdasarkan riwayah, yang biasa disebut tafsir bi al-ma`tsur, kedua,
tafsir yang berdasarkan dirayah, yang dikenal dengan tafsir bi al ra`y atau
bi al ajtihadi, dan ketiga, tafsir yang berdasarkan isyarat yang populer
dengan nama Tafsir al-Isyri.46
45
auzi Saleh, Mengungkap Keunikan Tafsir Aceh. (Banda Aceh: Jurnal Al-
Ulum, 2012). Vol 12, No.2, 381. Lihat juga Muhammad Husayn al-Dhahabi, al-Tafsir wa
al-Mufassirūn, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2003), 10.
46
Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir Al Qur`an Kontemporer dalam Pandangan
Fazlur Rahman, 44-45.
47
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qur’ān Kontemporer dalam
Pandangan Fazlur Rahman. (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), 47.
66
bersifat terjemahan daripada tafsir yang luas dan rinci, metode yang
digunakan dalam karya itu ialah metode global (ijmali). Namun pada ayat
tertentu yang dianggap penting, ada yang memberikan penafsiran agak
rinci, seperti penafsiran Mahmud Yunus beliau menerapkan pada sebagian
besar ayat al-Qur’an, dan itu tentu saja akan masuk katagori tahlili dengan
uraian yang cukup memadai dan rinci. Yang dibahas tidak hanya masalah-
masalah tarbiyah, akidah, akhlak dan kandungan ayat lainnya, tetapi lebih
dari itu ia menggunakan sejumlah perbedaan pendapat, baik menyangkut
redaksi (qira’āt) ayat maupun kandungan maknanya. Semua itu dijelaskan
dengan argumen yang kuat, baik dari al-Qur’an sendiri, hadis-hadis nabi,
maupun pendapat ulama48. Kemudian tafsir al-Azhar karya Hamka,
Hamka memakai metode analitis sehingga peluang untuk mengemukakan
tafsir yang rinci dan memadai menjadi lebih besar. Kiranya perlu
dikemukakan bahwa urutan nominansi metode global, analitis,
perbandingan, tematik dan kontekstual, di sini tidak berarti bahwa metode
global lebih awal munculnya atau unggul dibanding metode analisis atau
perbandingan, tetapi lebih didasarkan pada realitas perkembangan terakhir
penerapan metode-metode tersebut.49
48
Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir Al Qur`an Kontemporer dalam Pandangan
Fazlur Rahman, 46
49
ashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Al-Qur‟ān di Indonesia (Solo: Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri), 92.
BAB IV
PANDANGAN PENAFSIRAN MUFASIR NUSANTARA
TERHADAP PERDAMAIAN DALAM AL-QUR’AN
1
Said Agil Husain Munawar, al-Qur'an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki
(Jakarta: Ciputat Press, 2003), 3.
67
68
dan Tafsir al-Ahkam karya Syaikh Abdul Halim, serta pendapat Jumhūr
Ulama.
2
Muhammad ’Abd al-Baqi, Mu’jam al-Mufahras li al-Fadzi al-Qurān al-Karīm
(Bairūt, Dar al-Fikr, 1994)
3
Pusat Studi al-Quran, Enskikolopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata (Jakarta:
Lentera Hati, 2007)
4
HM. Sonhaji, Ensiklopedia al-Quran Dunia Islam Modern (Yogyakarta, PT.
Dana Bhakti Primayasa, 2003)
5
A. Hamid Hasan Qolay, Kunci dan Klasifikasi Ayat-Ayat al-Quran (Bandung,
Penerbit Pustaka, 1989)
6
Azharuddin Sahil, Indeks al-Qur’an: Panduan Mencari Ayat al-Quran
Berdasarkan Kata dasarnya (Jakarta, Penerbit Mizan, 1996)
7
A. Hamid Hasan Qolay, Indeks Terjemah al-Quranul-Karim (Jakarta, PT.
Inline Raya Jakarta, 1997)
8
Ali Auda, Konkordasi Quran: Panduan Kata Dalam Mencari Ayat Quran
(Jakarta, PT. Pustaka Literasi Antar Nusa, 1997)
69
9
1 تْصْلْحْوْا al-Baqarah: 224 Kedamaian10
11
2 ْيْصْلْحا an-Nisā’: 128 Perdamaian12
13
3 صْلْحْا an-Nisā’: 128 Perdamaian14
15
4 ْالصْلْح an-Nisā’: 128 Perdamaian16
17
5 ْموَّدة ar-Rūm: 21 Kasih18
19
6 ْوْرْحْة ar-Rūm: 21 Sayang20
21
7 فْاصْلْحْوْا al-Ḥujurāt: 9 Damaikanlah22
23
8 فاصلحوا al-Ḥujurāt: 9 Damaikanlah24
25
9 فاصلحوا al-Ḥujarāt:10 Damaikanlah26
9
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, cet.
12 (Jakarta, PT. APP Sinarmas, Jakarta), 35.
10
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 35.
11
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 99.
12
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 99.
13
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 99.
14
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 99.
15
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 99.
16
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 99.
17
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 406.
18
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 406.
19
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 406.
20
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 406.
21
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 516.
22
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 516.
23
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 516.
24
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 516.
25
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 516.
26
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 516.
70
Karim
28
1 تصلحْوا Perdamai Mempe Perbaika fāda islah Islah
ian)31 manusia)
27
Kīai Hāji Misbāh bin Zaini al-Musthofā, Tafsir al-Iklīl (Surabaya, Maktabah
al-Ihsān, t.t)
28
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, cet.
12 (Jakarta, PT. APP Sinarmas, Jakarta), 35.
29
Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs, Tafsir Qurān, cet. VI (Jakarta,
Widjaya 1973), 49.
30
H. Mahmud Yunus, Tafsir Qurān Karim (Singapore, Tawakal Tranding, t.t),
48.
31
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur
(Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000) 381.
71
33
2 ْيصلحا Perundin Perdam Perdamai Agawe Perdamaia
(Berbuat
rukun)37
38
3 صلحا Perdamai Perdam Perdamai Kalawen Perdamaia
temenena
n (Dengan
rukun
yang
benar-
benar)41
32
Kīai Hāji Misbāh bin Zaini al-Musthofā, Tafsir al-Iklīl (Surabaya, Maktabah
al-Ihsān, t.t), 241.
33
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 99.
34
Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs, Tafsir Qurān, cet. VI (Jakarta,
Widjaya 1973), 136.
35
Mahmud Yunus, Tafsir Qurān Karim (Singapore, Tawakal Tranding, t.t), 133.
36
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur
(Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 963.
37
Kīai Hāji Misbāh bin Zaini al-Musthofā, Tafsir al-Iklīl (Surabaya, Maktabah
al-Ihsān, t.t), 813.
38
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 99.
39
Mahmud Yunus, Tafsir Qurān Karim (Singapore, Tawakal Tranding, t.t), 134.
40
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur
(Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 963.
41
Kīai Hāji Misbāh bin Zaini al-Musthofā, Tafsir al-Iklīl (Surabaya, Maktabah
al-Ihsān, t.t), 813.
72
42
4 ْالصلح Perundin Berda Perdamai nuweh Perdamaia
perdamai (kebaikan)
an43 46
47
5 ْموَّدة Cinta48 Kasih Kasih Cinta Kelapanga
51
6 ْورحة Kasih Rahmat Rahmat54 Kasih Rahmat
sayang52 53
sayang
42
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 99.
43
Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs, Tafsir Qurān, cet. VI (Jakarta,
Widjaya 1973), 136.
44
Mahmud Yunus, Tafsir Qurān Karim (Singapore, Tawakal Tranding, t.t), 134.
45
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur
(Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 963.
46
Kīai Hāji Misbāh bin Zaini al-Musthofā, Tafsir al-Iklīl (Surabaya, Maktabah
al-Ihsān, t.t), 813.
47
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 406.
48
Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs, Tafsir Qurān, cet. VI (Jakarta,
Widjaya 1973), 589.
49
Mahmud Yunus, Tafsir Qurān Karim (Singapore, Tawakal Tranding, t.t), 596.
50
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-
Nuur (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 3168.
51
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 406.
52
Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs, Tafsir Qurān, cet. VI (Jakarta,
Widjaya 1973), 589.
53
Mahmud Yunus, Tafsir Qurān Karim (Singapore, Tawakal Tranding, t.t), 596.
54
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur
(Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 3168
73
55
ْۢ ۚ ۤ
ْوان ْطا ِٕىف نٰت ْمن ْالمؤمنْي ْاق ت ت لوا ْفاصلحوا ْب ي ن هما ْفان ْب غت ْاح ندىهما ْعلى ْاْلخ نرى
ۤ ۤ ى
ٰف قاتلواْالَِّتْت بغيْح نّٰتْتفيءْا نٰلْامر ن
ْْاّللْۖفانْفاءتْفاصلحواْب ي ن هماِْبلعدل ْْواقُِواْاا َّن
66
Kementrian Agama Republik Indonesia, Hubungan Antar-Umat Beragama,
123.
75
67
Kementrian Agama Republik Indonesia, Hubungan Antar-Umat Beragama,
123-124.
68
Kementrian Agama Republik Indonesia, Hubungan Antar-Umat Beragama,
124-125.
69
Kementrian Agama Republik Indonesia, Hubungan Antar-Umat Beragama, 125
76
70
Qamaruddin Shaleh, Asbabun Nuzul:Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-
Ayat al-Qur’an cet. X, edisi. II (Bandung : CV. Diponegoro, 2009), 510.
77
71
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, jilid XII, cet. I (Tangerang, Lentera
Hati, 2003), 595.
72
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-
Nuur (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 759.
73
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, jilid XII, cet. I (Tangerang, Lentera
Hati, 2003), 599.
74
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-
Nuur (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 3918.
75
H. Mahmud Yunus, Tafsir Qurān Karim (Singapore, Tawakal Tranding, t.t),
759.
78
76
Kīai Hāji Misbāh bin Zaini al-Musthofā, Tafsir al-Iklīl (Surabaya, Maktabah
al-Ihsān, t.t), 813.
77
Kīai Bisyrī Muṣtofha, Tafsir al-Ibrīz (Kudus: Menara Kudus, t.t), 247.
79
berumah tangga, misal akan ada indikasi ke arah nusyūz. Maka dianjurkan
bagi keduanya untuk mengadakan perdamaian meskipun mengorbankan
sebagian haknya kepada pasangannya, dengan syarat tidak melanggar
pada tuntutan ilahi, karena hal itu lebih baik.78
78
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, jilid II, cet. I (Tangerang, Lentera Hati,
2003), 579.
79
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-
Nuur (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 965.
80
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2012), 117.
80
tetap terjaga. Syariat Islam telah mengatur kecenderungan naluri itu agar
tidak brutal, liar, dan bermartabat dengan pernikahan yang diharapkan
menciptakan keluarga yang harmonis. al-Qur’an sangat menekankan
agar kaum muslim mewujudkan perdamaian dalam menyelesaikan
masalah keluarga guna menjaga kelestarian ikatan keluarga dan
pengasuhan anak. Menurut al-Qur’an, menjaga keutuhan dan
menciptakan kedamaian pada level keluarga sama pentingnya dengan
menciptakan perdamaian di antara sesama kaum muslim, demikian juga
menciptakan perdamaian dalam lingkup manusia secara universal tidak
kalah pentingnya dengan menciptakan perdamaian dalam kehidupan
keluarga.81
Keluarga harmonis umumnya diartikan sebagai keluarga yang
anggotaanggotanya saling memahami dan menjalankan hak dan
kewajiban sesuai dengan fungsi dan kedudukan masing-masing, serta
berupaya saling memberi kedamaian, kasih sayang dan berbagi
kebahagiaan. Dua individu yang berbeda dari jenis kelamin dan
perbedaan-perbedaan lainnya bersatu dalam membina rumah tangga,
harus dilandasi tekad kuat untuk bersama-sama dalam suka dan
malapetaka. Ciri utama dari keluarga harmonis adalah relasi yang sehat
antar anggotanya sehingga dapat menjadi sumber inspirasi, dorongan
berkreasi untuk kesejahteraan diri, keluarga, masyarakat, dan umat
manusia secara universal. Oleh karena itu, keluarga memiliki peranan
yang besar dalam upaya penyejahteraan masyarakat, karena keluarga
merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang jika tiap-tiap keluarga
terjalin hubungan harmonis dalam keluarganya, maka akan dengan
mudah membentuk masyarakat yang berperadaban dan harmonis.82
81
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, 2.
82
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, 8.
81
ْومن ْانينتهْانْ ْخلقْ ْلكمْ ْ ٰمنْ ْان فِكمْ ْازواجا ْلٰتِكن ىوا ْالي ها ْوجعلْ ْب ي نكمْ ْ َّم ْوَّدة ْ َّورحةْاا َّن ِْف
ْ ْتْلٰقوٍمْيَّت ف َّكرون
ٍ ْْل ني
نذلك ن
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran) Nya ialah Dia
menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri,
agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia
menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. al-Rum [30]: 21).
M. Quraish Shihab dalam tafsirnya mengatakan, Allah
menciptakan manusia berpasang pasangan (laki-laki dan perempuan) agar
tercipta mawadah dan rahmat. Kata mawadah di sini memiliki arti bukan
Cuma rela berpasangan hidup tetapi lebih dari itu, tidak akan rela
pasangannya dilanda sesuatu yang buruk, dan rela menampung keburukan
tersebut serta rela mengorbankan dirinya untuk kekasihnya.83 Kata
‘rahmat’ yang memiliki arti, pasangan yang merahmati dengan keturunan
dan mendapatkan kebahagiaan di usia tua.84
83
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, jilid XI, cet. I (Tangerang, Lentera
Hati, 2003), 35.
84
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, 36.
85
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-
Nuur (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 3170.
82
Kata sakinah berasal dari kata sakana yang pada mulanya berarti
sesuatu yang tenang atau tetap setelah bergerak. Kata ini merupakan
antonim dari kegoncangan, dan tidak digunakan kecuali untuk
menggambarkan ketenangan dan ketenteraman setelah sebelumnya
terjadi gejolak, apapun latar belakangnya. Rumah dikatakan maskan
karena ia merupakan tempat untuk beristirahat setalah beraktivitas.
Begitu juga waktu malam dinyatakan oleh al-Qur’an dengan sakan,
karena ia digunakan untuk tidur dan istirahat setelah sibuk di siang
harinya. Pada mulanya, kata ini digunakan untuk menunjukkan arti
ketenangan jasmaniah, namun dalam perkembangannya ia berarti
ketenangan yang bersifat rohaniah yang juga disebut dengan majaz
isti‘ȃrah. Dengan kata lain, sakinah yang dipahami sebagai ketenangan
jiwa bukan merupakan makna yang sebenarnya. Meskipun begitu,
karakter dasar dari kata sakȋnah adalah ketenangan setelah bergerak atau
bergejolak, baik yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah.87
Asbabunnuzul surah ar-Rum ayat 21. Imam Ahmad mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Yahya ibn Sa'id dan Gundar. Mereka
berdua mengatakan, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Qasamah
ibn Zuhair, dari Abu Musa yang telah menceritakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dari
segenggam tanah yang Dia ambil dari semua penjuru bumi, maka jadilah
anak-anak Adam sesuai dengan kadar dari tanah itu; di antara mereka
86
H. Mahmud Yunus, Tafsir Qurān Karim (Singapore, Tawakal Tranding, t.t),
589.
87
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, 58-59.
83
ada yang berkulit putih, ada yang berkulit merah, dan ada yang berkulit
hitam serta ada yang campuran di antara warna-warna tersebut; ada pula
yang buruk, yang baik, yang mudah, dan yang susah serta yang
campuran di antara perangai-perangai tersebut.
Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui
berbagai jalur dari Auf Al-A'rabi dengan sanad yang sama. Imam
Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Sa’ad bin Fawwāz al-Sumail berpendapat maksud dari QS. al-
Nisȃ` [4]: 128, apabila ada seorang wanita akan kedurhakaan suaminya,
yaitu bersikap congkak padanya, yaitu tidak suka kepadanya, dan tidak
acuh padanya, maka dalam kondisi seperti ini sebaik baiknya diadakan
perbaikan diantara mereka berdua, dengan cara menggugurkan beberapa
haknya yang wajib atas suaminya agar ia tetap bersama suaminya
tersebut, yaitu rela dengan yang lebih sedikit dari yang seharusnya
berupa nafkah atau pakaian atau tempat tinggal atau memberikan jatah
hari atau malamnya kepada suaminya atau kepada madunya, lalu bila
meraka berdua telah sepakat dengan kondisi seperti itu, maka tidaklah
berdosa dan tidak salah mereka berdua melakukan itu, tidak mengapa
bagi suami dan tidak mengapa pula bagi istri, karena itu suaminya boleh
tetap bersama istrinya tersebut dalam kondisi seperti itu dan hal lain itu
lebih baik daripada bercerai dan karena itu Allah berfirman: “Dan
perdamaian itu lebih baik (bagi mereka).”88
Dapat diambil dari keumuman lafazh dan makna ayat ini bahwa
perdamaian antara atara dua orang yang masing-masing mempunyai hak
atau perselisihan dalam perkara apapun adalah lebih baik daripada
masing-masing dari mereka berdua itu saling ngotot dalam
88
‘Abd al-Rahman bin Nasīr al-Sa’dī, Tafsir al-Sa’dī (Jakarta: al-Huda, 2009),
221-222.
84
89
al-Sa’dī, Tafsir al-Sa’dī, 222.
85
90
al-Sa’dī, Tafsir al-Sa’dī, 223.
91
al-Sa’dī, Tafsir al-Sa’dī, 223.
86
a. Sayyid Qutb
Menurut Sayyid Qutb di dalam kitab tafsir fi zilāl al-Qur’an, yang
dimaksud dengan nusyūz adalah seorang wanita yang menonjolkan dan
meninggikan (menyombongkan) diri dengan melakukan pelanggaran dan
kedurhakaan terhadap suaminya. selanjutnya ia menjelaskan juga bahwa
Manhaj Islam tidak menunggu hingga terjadinya nusyūz secara nyata,
dikibarkan bendera pelanggaan, gugurnya karisma kepemimpinan, dan
terpecahnya organisasi rumah tangga menjadi dua lascar, yang mana hal
tersebut dapat menimbulkan sebuah kejadian terhadap suatu hal yang tidak
pernah diinginkan. Oleh karenanya, perlu segera dipecahkan ketika nusyûz
tersebut baru terjadi pada awal permulaan timbul.93
92
Mansour Fakih, Analisis Gender Dan Transformasi Sosial, cet. 2 (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1996), 135.
93
Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zilal al-Qur’an, jilid, II (Jakarta : Gema Insani, 2001),
357.
88
c. Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar sering kali memandang antara kaum Hawa dan
Kaum Adam terdapat diantaranya sebuah kesetaraan gender, sehingga
dalam menetapkan nusyūz banyak pertimbangan yang dilakukan
olehnya. Menurut Nasaruddin Umar, konsep nusyūz yang berkeadilan
gender bisa diwujudkan jika konsep tersebut tidak hanya dipahami dari
sisi ketidak taatan seorang isteri terhadap suaminya, sebab seorang
suami juga merupakan manusia biasa yang tidak menutup
kemungkinan untuk melakukan hal-hal yang menyeleweng (nusyūz).
Kemudian menurut pandangannya, untuk memahami konsep nusyūz
dalam kompilasi hukum Islam yang berkeadilan gender, sewajarnyalah
untuk mengetahui bagaimana kondisi sosial pada masa sekarang ini,
yaitu bagaimana relasi suami isteri dalam keluarga tersebut.95
d. Jumhūr Ulama.
Menurut Jumhûr (kalangan) Ulama bahwa perilaku nusyūz yang
ditimbulkan oleh seorang istri terhadap suaminya adalah dengan
94
Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam (Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa,
2011), 98.
95
Nasaruddin Umar, Deradikalisasi Pemahaman al-Qur’an dan Hadis (Jakarta:
Media Komputindo, 2015), 18.
89
96
Bisri Mustofa, al-Ibriz li Mar’ifah Tafsir al-Qur’an al-Aziz (Kudus: Menara
Kudus), 247.
90
97
Diterjemahkan dari bahasa Jawa, artinya berbuat terlanjur bohong, berbuat tidak
baik.
98
Misbah Musthofa, Tafsir al-Iklil fi Ma’ani al-Tanzil (Surabaya: Maktabah al-
Ihsan, t.t.), 813-814.
91
nusyûz baik nusyûz tersebut dari pihak suami tauapun pihak istri maka
dilakukan perundingan bersama dengan kesepakatan kedua belah pihak
tanpa ada yang dirugikan satu sama lain dalam arti nusyûz boleh
dilakukan daripada terjadinya perceraian.
Asbabunnuzul surah an-Nisa’ ayat 128. Diriwayatkan oleh Al-
Hakim yang bersumber dari Aisyah: bahwa turunnya ayat ini berkenaan
dengan seorang laki-laki yang mempunyai seorang istri dan telah
beranak banyak, ingin menceraikan istrinya dan kawin lagi dengan
yang lain. Akan tetapi istrinya merelakan dirinya untuk tidak mendapat
giliran asal tidak diceraikannya. Ayat ini (An-Nisa ayat 128)
membenarkan perdamaian dalam hubungan suami istri.
Diriwayatkan oleh ibn Jarir yang bersumber dari Sa’id bin Jubair:
bahwa ketika turun awal ayat ini (An-Nisa ayat 128) ada seorang
wanita berkata kepada suaminya: “Saya ridha mendapat nafkah saja
darimu, walaupun tidak mendapat giliran, asal tidak dicerai”. Maka
turunlah kelanjutan ayat itu sampai akhir yang membolehkan perbuatan
seperti itu.99
99
Qamaruddin Shaleh, Asbabun Nuzul (Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-
Ayat al-Qur’an), 345.
92
100
Kementrian Agama Republik Indonesia, Hubungan Antar-Umat Beragama,
123-124.
101
Kementrian Agama Republik Indonesia, Hubungan Antar-Umat Beragama,
112.
93
102
Misbah Musthofa. Tafsir al-Iklil, 241.
94
103
Qamaruddin Shaleh, Asbabun Nuzul (Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-
Ayat al-Qur’an), 433
104
Kīai Hāji Misbāh bin Zaini al-Musthofā, Tafsir al-Iklīl (Surabaya, Maktabah
al-Ihsān, t.t), 241.
95
105
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, jilid I, cet. I (Tangerang, Lentera Hati,
2003), 450.
106
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-
Nuur (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 382.
107
Alim Roswantoro, dkk., Antologi Isu-isu Global dalam Kajian Agama dan
Filsafat (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2010), 16-17.
96
108
M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi: Hidup Bersama Al-Qur’an, cet. 2
(Bandung: PT Mizan Pustaka, 2013), 416.
109
Kementrian Agama Republik Indonesia, Hubungan Antar-Umat Beragama,
134.
97
110
Kementrian Agama Republik Indonesia, Hubungan Antar-Umat Beragama,
139.
98
ْ ْوماىْارسلننكْاَّْلْرحةْلٰل نعلمْي
“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam.”
Perdamaian merupakan hal yang pokok dalam kehidupan manusia,
karena dengan kedamaian akan tercipta kehidupan yang sehat, nyaman
dan harmonis dalam setiap interaksi antar sesama. Dalam suasana aman
dan damai, manusia akan hidup dengan penuh ketenangan dan
kegembiraan juga bisa melaksanakan kewajiban dalam bingkai
perdamaian. Oleh karena itu, kedamaian merupakan hak mutlak setiap
individu.111
Bahkan kehadiran damai dalam kehidupan setiap mahluk
merupakan tuntutan, karena dibalik ungkapan damai itu menyimpan
keramahan, kelembutan, persaudaraan dan keadilan. Dari paradigma ini,
Islam diturunkan oleh Allah swt. ke muka bumi dengan perantaraan
seorang Nabi yang diutus kepada seluruh manusia untuk menjadi rahmat
bagi seluruh alam, dan bukan hanya untuk pengikut Muhammad semata.
Islam pada intinya bertujuan menciptakan perdamaian dan keadilan bagi
seluruh manusia, sesuai dengan nama agama ini: yaitu al-islām. Islam
bukan nama dari agama tertentu, melainkan nama dari persekutuan agama
yang dibawa oleh Nabi-Nabi dan dinisbatkan kepada seluruh pengikut
mereka. Itulah misi dan tujuan diturunkannya Islam kepada manusia.
Karena itu, Islam diturunkan tidak untuk memelihara permusuhan atau
menyebarkan dendam di antara umat manusia. Konsepsi dan fakta-fakta
sejarah Islam menunjukan, bagaimana sikap tasȃmuh (toleran) dan kasih
sayang kaum muslim terhadap pemeluk agama lain, baik yang tergolong
ke dalam ahlu al-kitāb maupun kaum musyrik, bahkan terhadap seluruh
111
Syarifuddin Jurdi, Islam dan Ilmu Sosial Indonesia. (Yogyakarta: LABSOS
UIN Sunan Kalijaga, 2011), 45.
99
112
Syarifuddin Jurdi, Islam dan Ilmu Sosial Indonesia, 49.
113
Syarifuddin Jurdi, Islam dan Ilmu Sosial Indonesia, 50.
114
Syarifuddin Jurdi, Islam dan Ilmu Sosial Indonesia, 51.
100
ْالِعة ْان ْيُّؤت ىواْاوٰل ْالقرنٰب ْوالم نِكْي ْوالم نهجرين ِْفْ ْسبيل
َّ وْل َْيتل ْاولوْالفضل ْمنكم ْو
ا
ْٰاّللْلكمْاو ن
ْ اّللْغفوٌر َّْرحي ٌْم ٰاّللْۖولي عفواْوليصفحواْاْلُْتبُّ ْونْانْيَّغفر ن
ٰن
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan
kelapangan di antara kalian bersumpah bahwa mereka (tidak) akan
memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (Nya), orang-orang yang
miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan
Allah. Dan hendaklah mereka memberi maaf dan lapang dada.
Apakah kalian tidak ingin Allah mengampuni kalian? Dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. an-Nur [24]: 22).
Terkait ayat tersebut pakar tafsir M. Quraish Shihab mengatakan
bahwa orang yang saleh dan memiliki kekayaan dalam suatu komunitas
hendaknya tidak bersumpah untuk tidak memberikan derma kepada
kerabat, orang miskin, orang yang berada di jalan Allah dan orang yang
berhak menerima infak lainnya, hanya karena alasan-alasan yang bersifat
pribadi seperti dengan sengaja menyakiti. Sebaliknya, mereka hendaknya
memaafkan dan tidak membalas keburukan yang ditimpakan. Apabila
seseorang ingin agar Allah memaafkan kesalahan-kesalahannya, maka
hendaknya tetap berbuat baik kepada orang yang mungkin pernah
melakukan kesalahan. Ayat ini diturunkan ketika sahabat Abû Bakar al-
Siddȋq bersumpah untuk tidak lagi memberikan bantuan ekonomi kepada
kerabatnya yang bernama Mistah bin `Utsȃtsah lantaran terlibat kasus
tuduhan bohong (hadis al-`Ifk) terhadap istri Rasulullah saw. Aisyah ra.115
115
M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi, 419.
101
116
M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi, 420.
117
M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi, 421.
102
118
Syarifuddin Jurdi, Islam dan Ilmu Sosial Indonesia, 55.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nilai-nilai perdamaian pada hakikatnya banyak termaktub dalam
al-Qur’an dan juga secara jelas diindikasikan dalam berbagai riwayat
Hadis Nabi. Tidak ada satu ayat pun dalam al-Qur’an, dan tidak ada satu
Hadis pun yang mengobarkan semangat kebencian, permusuhan,
pertentangan, atau segala bentuk perilaku negatif dan represif yang
mengancam stabilitas dan kualitas kedamaian hidup. Perdamaian memiliki
banyak arti, arti kedamaian berubah sesuai dengan hubungannya dengan
kalimat. Perdamaian dapat menunjuk ke persetujuan mengakhiri sebuah
perang, atau ketiadaan perang, atau ke sebuah periode di mana sebuah
angkatan bersenjata tidak memerangi musuh.
Damai dapat juga berarti sebuah keadaan tenang, seperti yang
umum di tempat-tempat yang terpencil, mengizinkan untuk tidur atau
meditasi. Damai dapat juga menggambarkan keadaan emosi dalam diri
dan akhirnya damai juga dapat berarti kombinasi dari definisi-definisi di
atas. Di dalam Islam gagasan tentang perdamaian merupakan pemikiran
yang sangat mendasar dan mendalam karena berkait erat dengan watak
agama islam, bahkan merupakan pemikiran universal Islam mengenai
alam, kehidupan, dan manusia.
Agama Islam yang disebarkan dan diajarkan oleh Nabi
Muhammad merupakan agama yang ditujukan demi kesejahteraan dan
keselamatan seluruh umat sekalian alam. Kata Islam sendiri yang berasal
dari bahasa Arab berarti tunduk, patuh, selamat, sejahtera, dan damai.
Maka, agama Islam mengajarkan umatnya untuk selalu menegakkan
perdamaian di dunia sehingga persaudaraan dapat terjalin dengan erat.
103
104
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian skripsi mengenai ” Perdamaian dalam
Perspektif al-Quran kajian atas mufasir Nusantara” penulis memberikan
saran kepada masyarakat luas agar dalam mengarungi kehidupan
mengimplementasikan dari sekian banyak jalan yang ditawarkan al-Quran
melalui para mufasir nusantara untuk menciptakan keadaan dan interaksi
yang damai dan harmonis. Penelitian sebagai salah satu instrumennya
untuk mencapai tujuan tersebut semestinya dipahami bersama dan
dibumikan bersama sebagai wujud persaudaraan global antara sesama
manusia dengan cara memberi atau menjawab penghormatan dengan suatu
penghormatan yang lebih baik, atau yang sebanding.
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut oleh akademisi dalam
mengkaji tafsir nusantara terutama mengenai pesan perdamaian yang lebih
spesifik dan terperinci agar tidak terlalu global. Kemudian penulis
berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk seluruh lapisan
masyarakat, akademisi, dan terutama penulis sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
95
96
Hasan, Abdul Halim. Tafsir al-Ahkam. Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa.
2011.
Roswantoro, Alim. dkk. Antologi Isu-isu Global dalam Kajian Agama dan
Filsafat. Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta. 2010.
Syarofi, Ahmad. Penafsiran Sufi Surat Al-Fatihah dalam Tafsir Tāj al-
Muslimīn dan tafsir al-Iklīl karya KH. Misbah Musthofa. Tuban:
Majlis Ta’lif wa al-Watat. 1990.
Taufik, Imam. Perdamaian dalam Pandangan Sayyid Qutb. Kairo: Dar al-
Imān, 1998.