Anda di halaman 1dari 69

KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU

DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

(Kajian Surat Al-Kahfi Ayat 60-82)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

Hana Lu’lui Nihayah


NIM : 111-14-007

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2018
HALAMA

ii
KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU

DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

(Kajian Surat Al-Kahfi Ayat 60-82)

SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

Hana Lu’lui Nihayah

NIM : 111-14-007

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2018HALAMAN BERLOG

ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

iii
iv
v
MOTTO

   

“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri

kalian sendiri”.

(QS. Al-Isra’ ayat 7)

vi
PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karuniaNya,

skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Ayahku dan ibundaku tersayang, Ismail dan Siti Muniroh yang senantiasa

memberikan dukungan baik materil maupun moril dan tak pernah berhenti

memantau, memberikan do’a, nasihat, kasih sayang, bimbingan, motivasi dan

semangat untuk anak-anaknya.

2. Adikku tercinta Syifa Faiqotul Himah, Sofia Mayla Wardah dan Baita Aghni

Wahfiani yang selalu berpartisipasi menemani, memberikan dukungan,

support, dan do’anya untukku.

3. Mustofa yang senantiasa menemani, memberikan dukungan, semangat,

motivasi, do’a dan kasih sayang yang tiada henti.

4. Ibu Nyai Hj. Siti Zulaicho Al Hafidzoh selaku pengasuh PPTQ Al Muntaha

Salatiga yang selalu mendoakanku

5. Sahabat perjuangan dan keluarga kecil di PPTQ Al-Muntaha (Hima, Eka,

Mira, Okta, Ana, Zubaidah, Ncus, Ryda, Kak Afif , Kak Mput, Kak Kenul,

Kak Hurun’in, Ani Sovia, Novi yang selalu memberiku semangat.

6. Sahabat seperjuangan yang selalu menemani saya sejak SMA sampai

sekarang selalu bersama-sama Muzayanatul Maghfiroh susah senang

bersama-sama dan berjuang bersama dalam mengerjakan skripsi.

vii
7. Sahabat dan teman dekatku segenap keluarga “Purworejo Squad” Hikmah,

Ida, Indri, Izza, Tatu, Retno yang selalu memberikan motivasi kepadaku dan

membantu menyelesaikan skripsi ini.

8. Keluarga kost Salatiga, Nisa, Aslikha, Nana, Yayah, Lia yang selalu

memberikan dukungan dan semangat.

9. Dr. Dyah Wulan Anggrahini, MD, Ph.D, dokter Annis, dokter Crhis, dokter

Gagah, dokter Haryo, dokter Supomo dan segenap tim dokter bedah jantung

RSUP Dr. Sardjito yang telah merawat, mengatur waktu proses penyembuhan

sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Tim PPL SMA Muhammadiyah Salatiga tahun 2017 dan tim KKN posko 133

Panimbo Kedungjati 2018.

11. Segenap Keluarga besar PMII Salatiga.

12. Segenap keluarga besar PAI A Angkatan 2014.

13. Segenap keluarga besar PAI Angkatan 2014.

14. Segenap keluarga besar KOMPAS (Komunitas Mahasiswa Purworejo

Salatiga)

15. Segenap pendidik dan pembaca.

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillahi robbil’alamin, penulis panjatkan atas kehadirat

Allah SWT yang selalu memberikan nikmat, rahmat, karunia, taufik, serta

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

Kompetensi Kepribadian Guru Dalam Perspektif Al-Qur’an (Kajian Surat Al-

Kahfi Ayat 60-82) ini dengan baik dan lancar.

Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi agung

Muhammad SAW, semoga kelak dapat berjumpa dan mendapat syafa’atnya di

yaumul akhir. aamiin.

Penulisan skripsi ini tidak akan pernah terselesaikan tanpa bantuan dari

berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN

Salatiga.

3. Bu Siti Rukhayati, M.Ag. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.

4. Bapak Muh Hafidz, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

membimbing dan mengarahkan dari awal hingga akhir dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag. selaku Pembimbing Akademik yang

senantiasa membimbing dan mengarahkan dalam proses bimbingan akademik

selama kuliah.

ix
6. Bapak dan Ibu dosen yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan, serta

karyawan IAIN Salatiga sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang

pendidikan S1.

7. Seluruh pihak yang sudah mendukung dan memberikan semangat yang tidak

bisa disebutkan satu persatu.

Terselesaikannya tulisan ini selain sebagai bentuk tanggung jawab

pengenyam perguruan tinggi yang tentunya kelak akan menjadi salah satu

referensi. Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya,

serta para pembaca pada umumnya. Aamiin.

Salatiga, 24 September 2018

Hana Lu’Lui Nihayah


NIM : 111-14-007

x
ABSTRAK
Lu’lui Nihayah, Hana. 2018. Kompetensi Kepribadian Guru Dalam Perspektif
Al-Qur’an(Kajian Surat Al-Kahfi Ayat 60-82). Program Studi Pendidikan
Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Muh Hafidz, M.Ag.
Kata Kunci: Kompetensi Kepribadian.Perspektif Al-Qur’an. Al-Kahfi Ayat 60-
82.
Sebagai calon pendidik diharapkan mampu menjadi contoh atau suri
tauladan bagi siswanya. Fenomena di era sekarang, profil guru disoroti oleh
masyarakat dimana keberadaan guru dan siswa dengan pandangan yang negatif,
dan bukan tanpa alasan. Masyarakat lebih cenderung menyoroti rendahnya nilai
hasil raport ataupun hasil ujian nasional karena rendahnya mutu guru. Yang lebih
memprihatinkan ialah kemerosotan moral para siswa karena kegagalan guru
dalam mendidik dan memberikan suri tauladan
Berdasarkan dari alasan-alasan yang melatarbelakangi penulis sehingga
mangangkat tema ini yang menjadi pertanyaan dari penulis yakni, bagaimana
kompetensi kepribadian guru dalam perspektif al-Qur’an surat al-kahfi ayat 60-82.
Jenis penelitian kepustakaan, penelitian menggunakan metode content analysis
merupakan teknik menulis dengan mengambil makna surat dari sumber data
primer, lalu perbandingan dari beberapa tafsir dianalisis lalu ditarik kesimpulan.
Untuk itu maka penulis telah menemukan jawaban dari pertanyaan
tersebut, yakni bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kompetensi
kepribadian guru dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82 yaitu berakhlak mulia, arif
bijaksana dan berperilaku santun, berkepribadian stabil, mantap dan disiplin,
jujur, objektif dan tanggungjawab. Hal tersebut tersirat dalam kisah pembelajaran
antara Nabi Khidir dan Nabi Musa, yang dimana telah terjadi peristiwa
membocorkan perahu sehingga menenggelamkannya, membunuh anak kecil yang
masih suci, dan menegakkan tembok/dinding yang roboh.

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL LUAR ........................................................................... i

LEMBAR BERLOGO IAIN ............................................................................. ii

HALAMAN SAMPUL DALAM ................................................................... iiiii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iv

HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ................................................. iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ............................. v

MOTTO ........................................................................................................... vii

PERSEMBAHAN ......................................................................................... viii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... x

ABSTRAK ...................................................................................................... xii

DAFTAR ISI ................................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4

D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5

E. Penegasan Istilah ................................................................. .......................6

F. Metode Penelitian........................................................................................7

G. Kajian Pustaka ............................................................................................. 9

xii
H. Sistematika Penulisan ............................................................................... 11

BAB II KOMPILASI AYAT ........................................................................ 13

A. Redaksi Surat Al- Kahfi Ayat 60-82 dan Terjemahnya ........................... 16

B. Arti Kosakata (Mufrodat) ......................................................................... 16

C. Pokok-pokok Kandungan Surat Al-Kahfi Ayat 60-82 ............................. 19

BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH ................................... 25

A. Sejarah Turunnya Surat Al-Kahfi Ayat 60-82 ........................................ 25

B. Munasabah …………................................................................................ 27

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................ 32

A. Kompetensi Kepribadian .......................................................................... 32

B. Kompetensi Kepribadian Guru Dalam Surat Al-Kahfi Ayat 60-82. ......... 36

BAB V PENUTUP ........................................................................................ 47

A. Kesimpulan............................................................................................... 47

B. Saran ......................................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 49

LAMPIRAN

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Kompetensi adalah kemampuan melaksanakan sesuatu yang

diperoleh melalui pendidikan dan latihan, dan setiap jenis pekerjaan

memerlukan porsi yang berbeda-beda antara pengetahuan, sikap, dan

keterampilannya (Sagala, 2013: 29).

Kompetensi menunjuk pada kemampuan melaksanakan sesuatu

yang diperoleh melalui pembelajaran dan latihan, mulai dari

menggosok gigi sampai dengan melakukan operasi jantung,

hubungannya dengan proses pembelajaran, kompetensi menunjuk

kepada perbuatan (performance) yang besifat rasional dan memenuhi

spesifikasi tertentu dalam poses belajar. Dikatakan perbuatan, karena

merupakan perilaku yang dapat diamati meskipun sebenarnya

seringkali terlihat pula proses yang tidak nampak seperti pengambilan

keputusan atau pilihan sebelum perbuatan dilakukan (Mulyasa, 2011:

96).

Kepribadian adalah sesuatu yang abstrak, sukar dilihat secara

nyata, hanya dapat diketahui lewat penampilan, tindakan, dan ucapan

ketika menghadapi suatu persoalan atau melalui atsarnya saja. Atsar

atau nama lainnya adalah bekas yang dijadikan suatu penilaian baik

atau buruknya seseorang berdasarkan pada nilai-nilai dan norma-

norma yang berlaku. Kepribadian mencakup semua unsur baik fisik

1
maupun psikis, sehingga dapat diketahui bahwa setiap tindakan dan

tingkah laku seseorang merupakan cerminan dari kepribadian

seseorang (Sagala, 2013:33).

Dalam PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 28, Ayat 3 dan UU No. 14

Tahun 2005 Pasal 10 ayat 1, menyatakan “Kompetensi pendidik

sebagai agen pembelajaran, pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi kompetensi

pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan

kompetensi sosial (Sagala, 2013: 30).

Kompetensi pedagogik merupakan pemahaman terhadap peserta

didik, perancangan dan pelaksanaa pembelajaran, evalasi hasil belajar, dan

pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasi berbagai potensi yang

dimilikinya (Kusnandar, 2011: 76). Kompetensi kepribadian adalah

kemampuan guru yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil,

dewasa arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan

berakhlak mulia (Kusnandar, 2011: 75). Kompetensi sosial adalah

kemampuan untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan

peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua wali, dan

masyarakat sekitar (Kusnandar, 2011: 77). Kompetensi professional adalah

kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyesuaian

tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang sangat

penting, karena langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan

(Kusnandar, 2011: 77-78).

2
Dari pengertian tersebut bahwa kompetensi kepribadian adalah

keseluruhan sikap, ekspresi, dan perasaan, ciri khas dan perilaku dari

seseorang yang terwujud dari tindakan ketika dihadapkan dengan

situasi tetentu.

Kajian kompetensi kepribadian sangat luas, bahkan di dalam Al-

Qur’an tidak hanya terdapat di dalam satu surat, akan tetapi disini penulis

lebih menekankan pada satu bahasan yakni firman Allah SWT di dalam

surat Al-Kahfi ayat 60-82 .

Berdasarkan surat Al-Kahfi ayat 60-82, pentingnya mengkaji

dan memaparkan apa yang sebenarnya dianjurkan di dalam Al-Qur’an

bagaimana kompetensi kepribadian nabi Khidir kepada muridnya yaitu

nabi Musa as. Dalam hal ini nabi Musa as dengan proses pendidikan

yang dialaminya dari nabi Khidir mempunyai berbagai macam bentuk

yang unik dan terkadang sulit dipahami (Sadirman, 1996: 21).

Menyikapi hal di atas, dikaitkan dengan sikap guru atau

pendidik dalam tuntutan zaman. Sebagai calon pendidik diharapkan

mampu memberikan contoh yang baik menyangkut kepribadian guru

sebagai suri tauladan bagi muridnya. Peranan guru sangat menentukan

keberhasilan proses pembelajaran, guru yang digugu dan ditiru adalah

suatu profesi yang mengutamakan intelektualitas, kepandaian,

keceerdasan, keahlian berkomunikasi, kebijaksanaan dan kesabaran

tinggi. Tidak semua orang dapat menekuni profesi guru dengan baik,

karena jika seseorang tampak pandai da cerdas bukan penentu

3
keberhasilan orang tersebut menjadi guru (Sagala, 2013:39). Fenomena

di era sekarang, profil guru disoroti oleh masyarakat dimana

keberadaan guru dan siswa dengan pandangan yang negatif, dan bukan

tanpa alasan. Masyarakat lebih cenderung menyoroti rendahnya nilai

hasil raport ataupun hasil ujian nasional karena rendahnya mutu guru

atau rendahnya kualitas pendidikan guru (Zamroni, 2000:51). Yang

lebih memprihatinkan ialah kemerosotan moral para siswa karena

kegagalan guru dalam mendidik dan memberikan suri tauladan kepada

para siswanya. Guru yang dulunya bermakna orang yang berilmu, yang

arif dan bijaksana, kini guru dilihat tak lebih sebagai fungsi pendidikan

yang mengajar atas dasar kualifikasi keilmuan dan akademis tertentu.

Kearifan dan kebijaksanaan yang jarang dimiliki oleh guru menjadikan

para siswa kesulitan untuk mencari sosok panutan teladan dari mereka.

Dengan alasan tersebut, menjadi sangat penting bagi penulis

untuk mengangkat judul “ Kompetensi Kepribadian Guru Dalam

Perspektif Al-Qur’an Kajian Surat Al-Kahfi ayat 60-82”..

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pertimbangan yang telah dipaparkan pada latar

belakang tersebut, maka penulis mengajukan pertanyaan penelitian

sebagai berikut : Bagaimana kompetensi kepribadian guru perspektif

dalam al-Qur’an surat al-Kahfi ayat 60-82?.

4
C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka

penulis dapat memaparkan tujuan dari penelitian ini yakni : Untuk

mengetahui kompetensi kepribadian guru dalam perspektif al-Qur’an surat

al-Kahfi ayat 60-82.

D. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sebuah informasi yang jelas kepada para pembaca untuk

mengetahui bagaimanakah kompetensi kepribadian guru dalam surat

Al-Kahfi ayat 60-82 sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan

masukan dan acuan dalam melakukan penelitian sejenis di masa yang

akan datang.

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi:

1. Untuk Peneliti

Dapat dijadikan sebuah sarana untuk meningkatkan kemampuan

dalam bidang library research dan menambah wawasan dalam

pendidikannya, selain itu untuk dijadikan sebagai acuan dalam

berperilaku untuk menanamkan akhlak sesuai dengan kajian.

2. Untuk Pembaca

Dapat dijadikan rujukan, motivasi dan perbandingan berkenaan

melakukan penelitian sejenis di masa yang akan datang.

3. Untuk IAIN Salatiga

5
Dapat menambah perbendaharaan referensi karya tulis ilmiah

dan menambah khazanah keilmuan bagi para pembaca khususnya

yang melakukan penelitian sejenis.

E. Penegasan Istilah

Untuk meminimalisir kesalah pahaman dalam memaknai

permasalahan yang ada di dalam judul penelitian ini, maka penulis

menjelaskan beberapa istilah sebagai berikut :

a. Kompetensi Kepribadian

Pengertian dasar kompetensi (competency) adalah kemampuan

atau kecakapan (Syah, 2000: 229). Dalam Standar Nasional Pendidikan,

penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b dikemukakan bahwa yang dimaksud

kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,

stabil, dewasa, arif dan berwibawa menjadi teladan peserta didik

(Mulyasa,2011:117).

Kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (maknawi) sukar

diketahui secara nyata. Yang dapat diketahui adalah penampilan dalam

segala segi dan aspek kehidupan baik tindakan, ucpan, cara bergaul,

berpakaian dalam menghadapi persoalan atau masalah (Darajat,2005:9).

Kompetensi kepribadian yaitu kemampuan kepribadian yang

berakhlak mulia, mantap, stabil, dewasa, arif, bijaksana menjadi teladan

mengevaluasi kinerja sendiri, mengembangkan diri, dan religius

(Musfah,2011:42).

6
Dengan demikian dapat disimpulkan secara sederhana bahwa

kompetensi kepribadian guru adalah kemampuan seorang guru yang

berkaitan langsung dengan kepribadiannya, menyangkut sifat serta

sikap baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain ketika

dihadapkan dengan segala permasalahan.

b. Surat Al-Kahfi.

Surat al-Kahfi merupakan wahyu ke 68 yang turun setelah

surat al-Ghasyiyah dan sebelum surat al-Syura, terdiri dari 110 ayat.

Surah ini disebut al-Kahfi yang secara harfiah berarti gua. Nama al-

kahfi diambil dari kisah sekelompok pemuda yaitu Ashab al-Kahfi

yang menyingkir dari gangguan penguasa masanya, lalu tertidur di

dalam gua selama 309 tahun (Shihab,2012: 278). Surat al-Kahfi

urutan surah yang ke-18 berdasarkan penyusunan surah dalam al-

Qur’an, yaitu sesudah surah al-Isra’ dan sebelum surah Maryam.

Keistimewaan surah al-Kahfi pada penempatan surat yaitu pada

pertengahan al-Qur’an yakni akhir juz 15 dan awal juz 16,

mengandung ajakan menuju kepercayaan yang haq dan beramal

saleh melalui pemberitaan yang menggembirakan serta peringatan

(Shihab, 2002: 4).

F. Metode Penelitian

Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu

cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu objek atau subjek

penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat

7
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya

(Ruslan, 2010: 24). Dalam melakukan penelitian ini, penulis

menggunakan beberapa metode penelitian, baik dalam proses mencari

data dan mengolah data nantinya, diantaranya yakni :

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian kepustakaan (library

research), yaitu suatu penelitian terhadap buku-buku sebagai produk

ulama yang ada kaitannya dengan pembahasan skripsi. Dengan

demikian nantinya dari hasil literer dideskripsikan apa adanya

kemudian di analisis. Metode telah literature atau metode kepustakaan

adalah salah satu metode penlitian pendidikan yang menggunakan cara

telaah pustaka. Metode literature disebut juga metode penelitian

teoritis (Muliawan, 2014: 71)

2. Sumber Data

Berdasarkan jenis penelitian tersebut, maka sumber data penelitian

adalah subjek darimana data itu diperoleh (Arikunto, 2014: 172) yakni

dengan menggunakan metode library research, maka penulis

mengambil data dari berbagai sumber sebagai berikut :

a. Sumber Data Primer

Data yang diperoleh dari data-data sumber primer yaitu

sumber asli data yang paling utama digunakan dan sesuai dengan

permasalahan ini, yaitu sumber asli yang memuat informasi atau

data tersebut yakni Al-Qur’an dan terjemah ,kitab tafsir Al-

8
Maraghi, dan kitab tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab.

Sumber primer dalam hal ini adalah hasil-hasil penelitian atau

tulisan-tulisan karya peneliti atau teoritisi yang orisinil (Hadjar,

1996: 83).

b. Sumber Data Sekunder,

Data yang ditulis dan dipublikasikan oleh seorang penulis

yang tidak secara langsung melakukan pengamatan atau

berpartisipasi dalam kenyataan yang ia deskripsikan. Dengan kata

lain penulis tersebut bukan penemu teori (Hadjar, 1996: 84). Data

ini berupa dokumen, buku, majalah, jurnal, dan yang lainnya yang

berkaitan dengan permasalahan penelitian. Data yang diperoleh

dari sumber yang selain buku aslinya (Arifin, 1995: 133). Terdiri

dari beberapa buku pendukung yang berkaitan dengan kompetensi

kepribadian guru dan tafsir Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 60-82.

3. Metode Analisis Data

Menulis menggunakan teknik analisis isi (cintent analysis) ini

merupakan teknik menulis dengan mencari kesimpulan yang shahih

dari sebuah buku atau dokumen, atau dengan mencari karakteristik

pesan yang dilakukan secara objektif dan sistematis (Moleong, 1991:

263). Cara kerja metode ini adalah dengan mengambil makna surat

yang terkandung dalam sumber data pimer, perbandingan dari

beberapa tafsir dianalisis lalu ditarik kesimpulan.

9
G. Kajian Pustaka

Fungsi kajian pustaka adalah untuk mengemukakan hasil-hasil

penelitian terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian yang

akan dilakukan. Penelitian skripsi membahas kompetensi kepribadian

guru perspektif al-Qur’an, kajian surat al-kahfi ayat 60-82, sejauh

pengamatan belum menemukan, namun terdapat penelitian yang

berhubungan dengan penelitian ini sebagai berikut:

Pertama Habib Rahman dengan judul “nilai-nilai pendidikan

islam dalam kisah nabi Khidir dan nabi Musa kajian surat al-Kahfi

ayat 60-82 dalam tafsir al-Misbah dan al-Maraghi” Universitas Islam

Negeri Sunan Kalijaga Tahun 2013 menganalisa nilai-nilai pendidikan

menggunakan tafsir al-Maraghi dan al-Misbah perbedaan dan

pesamaan pemikian tafsir tersebut, dengan kesimpulan bahwa nilai-

nilai pendidikan secara umum yaitu tentang perintah menuntut ilmu

sampai akhir hayat, supaya setiap manusia tidak memiliki sifat

sombong untuk belajar kepada siapapun dan tidak cepat puas atas ilmu

yang sudah dimiliki. Yang kedua “prinsip pendidikan karakter dalam

al-Qur’an studi atas kisah nabi Musa dan nabi Khidir dalam al-Qur’an

surat al-Kahfi ayat 60-82” karya Lutfi Akbar Institut Agama Islam

Negeri Surakarta Tahun 2017 menyimpulkan bahwa prinsip-prinsip

pendidikan karakter dalam kisah nabi Musa dan nabi Khidir dibagi

dalam dua lingkup, yaitu karakter terhadap sang Khaliq (karakter

terhadap Allah SWT yang dapat diterapkan berdasarkan kisah Nabi

10
Musa a.s yaitu niat dan bersungguh-sungguh di setiap perbuatan, selalu

berprasangka baik terhadap Allah SWT, sabar dalam segala hal) dan

karakter terhadap sesama manusia, yang terwakili dengan hubungan

antara murid dengan guru (taat dan santun kepada guru dalam

menuntut ilmu). Yang ketiga strategi pembelajaran afektif dalam kisah

nabi Musa dan nabi Khidir telaah tafsir surat al Kahfi ayat 60-82 oleh

Muhammad Iqbal Shiddiq Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN

Syarif Hidayatullah Tahun 2015 menyimpulkan bahwa dalam proses

strategi pembelajaran afektif itu menggunakan syarat yang diberikan

nabi Khidir kepada nabi Musa. Yaitu jangan mempertanyakan

sesuatupun sebelum nabi Khidir menjelaskan. Syarat tersebut akan

sangat berpengaruh pada proses pembelajaran nabi Musa kelak saat

dalam perjalanan. Ranah afektif yang menyentuh diri nabi Musa yaitu

receiving, responding, valuing, organization, dan characterization by

a value or value complex.

Penelitian tersebut merupakan penelitian terdahulu yang memiliki tema

kajian surat yang sama namun berbeda dalam konsep pembahasan.

Pembahasan dalam penelitian ini lebih menekankan pada kepribadian

seorang guru, sedangkan dua penelitian yang terdahulu menganalisa pada

nilai-nilai pendidikan .

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam mempelajari dan memahami

skripsi ini, maka penulisan sk skripsi ini tersusun dalam tiga bagian

11
utama, yaitu bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir. Bagian awal

terdiri dari: sampul, lembar berlogo, judul (sama dengan sampul),

persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian

tulisan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, dan

daftar lampiran.

Bagian inti dalam penulisan penelitian ini, penulis menyusun dalam

lima bab dengan rincian sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian dan

sistematika penulisan.

Bab II : Kompilasi ayat

Bab ini berisi uraian tentang kata kunci setiap ayat dari surat

al-kahfi ayat 60-82.

Bab III :Asbabun Nuzul

Bab ini akan memaparkan tentang sebab turunnya ayat dari

surat al-kahfi ayat 60-82.

Bab IV : Pembahasan

Bab ini akan menganalisis jawaban permasalahan atau

merupakan bab inti yang membahas jawaban dari masalah yang telah

dirumuskan.

Bab V : Penutup

Bab ini terdiri dari kesimpulan, saran dan daftar pustaka.BAB II

12
KOMPILASI AYAT

A. Surat Al-Kahfi ayat 60-82

Sesuai dengan judul bab ini, maka penulis menyajikan

kompilasi ayat yang menjadi tema pembahasan dalam skripsi ini.

Adapun redaksi ayat 60-82 dari surat al-kahfi, sebagaimana disajikan

dalam teks berikut ini:

             

           

            

            

             

           

            

             

             

             

             

            

            

13
            

              

             

            

           

            

           

           

         

           

          

           

            

60. Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya : "Aku tidak
akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke Pertemuan dua buah
lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun".
61. Maka tatkala mereka sampai ke Pertemuan dua buah laut itu, mereka
lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut
itu.
62. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada
muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita telah
merasa letih karena perjalanan kita ini".
63. Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat
berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya aku lupa (menceritakan
tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk

14
menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke
laut dengan cara yang aneh sekali".
64. Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya
kembali, mengikuti jejak mereka semula.
65. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba
Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan
yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.
66. Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya
kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu
yang telah diajarkan kepadamu?"
67. Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup
sabar bersama aku.
68. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"
69. Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang
yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu
urusanpun".
70. Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, Maka janganlah kamu
menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri
menerangkannya kepadamu".
71. Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu
lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi
perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?"
Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.
72. Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya
kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku".
73. Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku
dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam
urusanku".
74. Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa
dengan seorang anak, Maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata:
"Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena Dia
membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu
yang mungkar".
75. Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?"
76. Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah
(kali) ini, Maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu,
Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku".
77. Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada
penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri
itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian
keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir
roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau
kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".

15
78. Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak
akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu
tidak dapat sabar terhadapnya.
79. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang
bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di
hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.
80. Dan Adapun anak muda itu, Maka keduanya adalah orang-orang
mukmin, dan Kami khawatir bahwa Dia akan mendorong kedua orang
tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
81. Dan Kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi
mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya
itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).
82. Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di
kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka
berdua, sedang Ayahnya adalah seorang yang saleh, Maka Tuhanmu
menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan
mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan
bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. demikian
itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya"

B. Arti Kosa Kata (Mufrodat)

Setelah menyajikan teks ayat dan terjemahnya, perlu bagi

penulis untuk menyajikan beberapa kosa kata penting yang terkait

dengan ayat-ayat tersebut.

1. Kata ً‫نفتى‬gabungan dari kata ‫ ل‬dan ّ‫فت‬yang pada awalnya bermakna

remaja/anak, lalu digunakan dalam arti pembantu (Shihab, 2009:335).

Dalam kamus Arab-indonesia kata ً ّ‫ ْٔفَت‬-ِّ‫ ) فَت‬berarti muda atau


( ّ‫فت‬-

pemuda (Yunus, 1973 : 308). Kamus al-munawir ّ‫انفت‬berarti anak muda

(Munawir,1997: 1034).

ً ُْ ُ‫ ثه‬- ‫ ثَهَ َغ‬yang bermakna menyampaikan


2. Kata ‫اثهغ‬berasal dari masdar ‫غب‬

(Munawir, 1997:107)

16
3. Kata ‫ حمجب‬berasal dari masdar ً ‫ َحمَجب‬- ‫ت‬
َ ‫ َح ِم‬jamaknya ‫ احمبة‬dari ayat

tersebut berarti abad, masa yang lama (panjang) (Munawir, 1997:281)

4. Kata ٓ‫امض‬berasal dari masdar ً ‫ ُمضّٕب‬-ٓ‫ض‬


َ ‫ َم‬dalam kamus al-munawir

yang bermakna pergi, berlalu (Munawir, 1997:1343)

5. Kata ‫وضٕب‬berasal dari masdar ‫ وضٕبوب‬-‫ وضٕب‬-ّ‫ وض‬yang berarti lupa,

melupakan (Munawir, 1997:1416).

6. Kata ‫فبتخز‬berasal dari masdar ً ‫تبّخبرا‬-‫ا َ ْخزًا‬- َ‫خز‬


َ َ ‫ا‬yang bermakna mengambil

(Munawir, 1997: 130).

7. Kata ً ‫صشثب‬dalam kamus Al-Munawir ‫ صشة‬yang bermakna mengalir, yang

berasal dari masdar ً ‫ص ِشثب‬


َ -‫ة‬
َ ‫ص ِش‬
َ (Munawir, 1997:623)

8. Kata ‫وصجب‬berarti lelah, letih yang berasal masdar ) ‫صجًب‬


ْ َ‫ و‬-‫ت‬
َ ‫ص‬
َ َ‫و‬Munawir,

1997:1423).

9. Kata ‫اتّجِعُك‬berasal dari masdar ً‫عة‬


َ ‫ تجَب‬-ً ‫ تجبَعب‬- ‫تَجَعًب‬yang bermakna mengikuti

(Munawir, 1997:128).

10. Kata ً ‫ ُسشذا‬berasal dari masdar ً ‫ سشبَدا‬-ً ‫شذا‬


ْ ‫ ُس‬-َ‫ َسشذ‬yang bermakna petunjuk

(Munawir, 1997:499).

11. Kata ‫صج ًْشا‬


َ berasal dari masdar ً ‫صجشا‬
َ -‫صجَش‬
َ yang bermakna sabar

(Munawir, 1997: 760).

12. Kata ‫ِكشا‬


ً ‫ر‬berasal dari masdar ‫ِكشا‬ َ َ‫ر‬yang bermakna menyebut,
ً ‫ ر‬-‫كش‬

mengingat, mempelajari (Munawir, 1997: 448).

17
13. Kata َ ‫خ ََشلٍَب‬berasal dari masdar ً ‫ خشلب‬- َ‫خشق‬
َ yang bermakna merobek,

melubangi (Munawir, 1997:334).

14. Kata َ‫نِتغشق‬berasal dari masdar ً ‫ غ ََشلب‬- َ‫غ َِشق‬yang bermakna tenggelam

(Munawir, 1997: 1003).

15. Kata ّ‫ت ُ َؤاخزو‬berasal dari masdar ً ‫ اخزا‬-َ‫اخز‬yang bermakna mengambil (

Munawir, 1997:11)

16. Kata ّ‫تٌشٌمى‬berasal dari masdar َ‫انشٌك – َسٌَك‬


ّ yang bermakna pembebanan

(Munawir, 1997:541).

17. Kata ًَُ‫لته‬berasal dari masdar ً‫ تمتبل‬-ً‫ لتل‬-‫ لت َ َم‬yang bermakna membunuh

(Munawir, 1997:1091).

ُ berasal dari masdar ً‫غهمة‬


18. Kata ً ‫غهمب‬ ُ -ً ‫غ ِهم – غَهمب‬
َ yang bermakna anak muda,

pemuda (Munawir, 1997:1015).

19. Kata ً ‫عذ ُسا‬berasal dari masdar ‫ذسا‬


ً ‫ع‬َ -‫عذَ َس‬yang bermakna mengajukan

alasan, beralasan (Munawir,1997:909)

20.Kata ‫لشَٔة‬berasal dari masdar ‫لشا ًء‬


َ -ِ‫لِ ًش‬-ِ‫لش‬
َ yang bermakna kampung,

desa (Munawir, 1997:1115).

21. Kata ‫ظعم‬berasal dari masdar ً ‫ ط ْعمب‬- ‫طعَ َم‬yang berarti makan (Munawir,

1997:852).

22. Kata ‫ٔىمض‬


ّ ً ‫و ْم‬-‫ض‬
berasal dari masdar ‫ضب‬ َ َ‫وَم‬yang bermakna merobohkan

(Munawir, 1997:1455).

18
َ ‫غ‬berasal dari masdar ً ‫ غصجب‬- ‫ت‬
23. Kata َ ‫صجب‬ َ ‫ص‬
َ ‫ غ‬yang bermakna memaksa,

mengambil dengan kekerasan (Munawir, 1997:1007).

24. Kata َ ‫ فخشٕىب‬berasal dari masdar ً‫ خشَٕة‬-ً ‫ خشىب‬-ّ‫خش‬yang bermakna takut,

khawatir (Munawir, 1997:342).

25. Kata َ ‫طغٕىب‬berasal dari masdar ً ‫ طغَٕبوب‬-ً ‫ طغٕب‬yang bermakna kesewenang-

wenangan (Munawir, 1997:854).

26. Kata ً ‫سحمب‬berasal dari masdar ً‫سحمة‬


ْ -‫سح َم‬
ِ yang bermakna kasih sayang,

rahmat (Munawir, 1997:483).

C. Pokok kandungan Surat Al-kahfi Ayat 60-82.

Setelah menyajikan teks ayat dan terjemah, selajutnya penulis

akan menyajikan beberapa pokok kandungan ayat al-kahfi ayat 60-82.

Di dalam surat al-kahfi ayat 60-82 Allah SWT menjelaskan kegigihan

nabi Musa a.s untuk mendapatkan kebenaran, kedalaman ilmu, dan

untuk sampai ke tempat pertemuan dua laut. Betapa sulit dan penuh

bahaya suatu perjalanan dan sukarnya cara yang harus ditempuh,

namun pantang menyerah. Nabi Musa a.s begitu gigih mendapatkan

kebenaran serta mencari tempat itu karena beliau mendapat teguran

dari Allah.

ّ ‫ فعتت هللا عهًٕ إرنم ٔشسد‬،‫ْ انىبس اعهم ؟ لم أوب‬


ٌّ ‫ان مش لبل خطٕجب فٓ ثىٓ اصشائٕم فضئم أ‬
ٓ‫نٓ عجْذا ً ثمجْ مع انجحش ْٔه ٌُ أعْهم مىك (سَي انجخبسْ عه أث‬
ْ ًٕ‫فأَحٓ هللا إن‬
ْ ًٕ‫انعهم إن‬
)‫ثه كعت‬

Bahwasanya Musa a.s (pada suatu hari) berkhutbah di hadapan Bani


Israil Kemudian ada orang yang bertanya kepada beliau, “Siapakah
manusia yang paling alim”. Beliau menjawab, “Aku”. Maka Allah

19
menegurnya karena ia tidak mengembalikan ilmu itu kepada Allah
Ta’ala. Kemudian Allah mewahyukan kepadanya, “Aku mempunyai
seorang hamba di tempat pertemuan dua laut yang lebih alim
daripadamu.” (Riwayat al-Bukhari dari Ubay bin Ka’ab ) (Depag RI,
2009 :636).

Lalu Musa a.s pergi untuk menemui orang yang lebih alim

darinya, setelah bertemu dengan orang alim yaitu Nabi Khidir.

Pertemuan tersebut terjadi di tempat pertemuan antara dua laut. Selama

perjalanan nabi Khidir melakukan tiga hal yang sangat menguji

kesabaran nabi Musa a.s.

a. Nabi Khidir membocorkan perahu.

Maka berangkatlah keduanya, yaitu nabi Musa dan Hamba Allah

(nabi Khidir) yang saleh itu menelusuri pantai untuk menaiki perahu,

hingga tatkala keduanya menaiki perahu, nabi Khidir melubanginya.

Nabi Musa tidak sabar karena menilai pelubangan itu sebagai suatu

perbuatan yang tidak dibenarkan syariat, maka dia berkata pertanda

tidak setuju “Apakah engkau melubanginya sehingga dapat

mengakibatkan engkau menenggelamkan penumpangnya? Sungguh,

aku bersumpah engkau telah berbuat kesalahan besar.” Nabi khidir

berkata mengingatkan nabi Musa akan syarat yang telah mereka

sepakati (Shihab, 2012: 348).

QS. Al-Kahfi ayat 71-73.

            

   

20
Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu
Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu
itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya
kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.

        


Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah berkata:"sesungguhnya kamu
sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku.

          
Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan
janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam
urusanku".
Nabi Musa sadar akan kesalahannya, maka dia berkata “Janganlah

engkau menghukum aku, maarfkanlah aku atas keterlanjuran yang

disebabkan oleh kelupaanku terhadap janji yang telah kuberikan

kepadamu.”

b. Nabi Khidir membunuh seorang anak

Nabi Khidir memperkenankan permohonan maaf nabi Musa,

kemudian meninggalkan perahu, turun ke pantai dengan selamat dan

melanjutkan perjalanan mereka, hingga keduanya berjumpa dengan

anak yang belum dewasa, segera serta merta membunuhnya oleh nabi

Khidir. Nabi Musa sungguh terperanjat melihat peristiwa itu. Pada

bagian ini nabi Musa tidak lupa, namun dengan penuh kesadaran

bertanya “Mengapa engkau membunuh anak kecil yang memiliki jiwa

suci” lalu nabi Khidir menjawab “Bukankah aku telah berkata

kepadamu secara khusus dan langsung bukan melalui orang lain dan

untuk kedua kalinya, sesungguhnya engkau (Musa) tidak akan mampu

sabar ikut dalam perjalanan bersamaku”.

21
QS. Al-Kahfi ayat 74

            

   


Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan
seorang anak, Maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu
membunuh jiwa yang bersih, bukan karena Dia membunuh orang lain?
Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar".
c. Nabi Khidir menegakkan tembok kota yang hampir runtuh.

Nabi Musa sadar bahwa dia telah melakukan dua kali kesalahan

tetapi tekadnya yang kuat untuk meraih makrifat mendorongnya

bermohon agar diberi kesempatan terakhir, dia berkata “jika aku

bertanya kepadamu, wahai saudara dan temanku, tentang sesuatu

sesudah kali ini, maka janganlah engkau menjadikan aku temanmu

dalam perjalanan ini lagi, aku rela, tidak berkecil hati, dan dapat

mengerti jika engkau tidak menemaniku lagi.” Mereka berdua

melanjutkan perjalanan hingga sampai kepada penduduk suatu negeri,

dan meminta agar diberikan jamuan. Tetapi mereka (penduduk negeri)

enggan menjadikan mereka berdua tamu. Dan segera mereka

meninggalkan negeri itu dan tidak lama setelah itu mereka

mendapatkan rumah yang akan roboh, maka nabi Khidir segera

menopang dan menegakkannya.

QS.Al-Kahfi ayat 77

22
          

            

 
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada
penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu,
tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya
mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, Maka
Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya
kamu mengambil upah untuk itu"
Adanya hal tersebut dilakukan oleh nabi khidir tanpa memberikan

penjelasan terlebih dahulu kepada nabi musa, serta tidak boleh bertanya

karena nabi khidir telah dikaruniai ilmu ma’rifat oleh Allah. Dalam ayat-

ayat ini Allah menafsirkan problema yang dihadapi nabi Musa, yaitu

perkara-perkara yang secara lahir merupakan kemungkaran, dimana Allah

memberitahukan suatu hikmah batin kepada nabi Khidir, karena para nabi

menetapkan hukum hanya berdasarkan fakta lahir saja, sebagaimana sabda

nabi Muhammad saw :

‫ َهللا ٔتُ نٓ انضشائش‬,‫وحه وحكم ثبنظُاٌش‬


“Kami (para nabi) menetapkan hukum bedasarkan fakta lahir semata,
sedang Allah menguasai apa-apa ang disembunyikan di dalam hati”.
Hukum ini diberikan oleh Allah hanya kepada sebagian hamba-Nya yang

khusus. Oleh sebab itu nabi Musa menyangkal apa yang dia lihat, dan tidak

mengetahui apa yang telah diberikan Allah kepada Khidir, berupa kekuatan

akal yang karenanya dia dapat mengetahui berbagai perkara batin dan

hakekat perkara (Maraghi, 1993: 9).

23
BAB III
ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH

A. Asbabun Nuzul

Kata Asbab adalah bentuk jamak dari kata ‫صجَت‬


َ yang berarti

sebab, karena (Yunus, 2010 : 161). Sedangkan kata Nuzul berasal dari

kata ‫ وزل‬-‫ وزَل‬-‫ٔىزل‬yang berarti turun (Yunus, 2010 : 448).

Sedangkan secara istilah menurut pendapat Shihab yang dikutip oleh

Budiharjo (2012 : 21) bahwa Asbab al-Nuzul adalah peristiwa-

peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat, dimana ayat tersebut

menjelaskan pandangan Al-Qur’an tentang peristiwa yang terjadi atau

mengomentarinya.

Al-Qur’an diturunkan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw

secara berangsur-angsur dalam kurun waktu kurang lebih 23 tahun. Al-

Qur’an diturunkan untuk memperbaiki akidah, akhlak, ibadah dan

pergaulan manusia yang sudah menyimpang dari kebenaran. Sebab

turunnya ayat atau asbabun nuzul yang dimaksudkan disini yaitu

sebab-sebab yang secara khusus berkaitan dengan turunnya ayat-ayat

tertentu (Syadali dan Rofi’i, 1997).

Namun tidak semua ayat yang ada di dalam Al-Qur’an

mempunyai asbabun nuzul, begitu juga dengan ayat 60-82 dari surat

al-kahfi ini. Adapun asbabun nuzul dari kisah nabi Musa bersama nabi

Khidir yaitu bermula ketika Nabi Musa sedang berkhutbah di depan

kaumnya, Bani Israil. Dia mengajak dan mengingatkan Bani Israil atas

24
karunia Allah yang telah diberikan kepada Mereka, tiba-tiba salah

seorang kaumnya maju dan lantang berseru, Wahai Nabiyullah!

Siapakah dimuka bumi ini yang paling alim? Jawab Nabi Musa,

“Aku”, merasa kurang puas, orang itu bertanya lagi, “Apakah ada

seseorang dimuka bumi ini yang kepandaiannya melebihimu?” Nabi

Musa spontan menjawab tegas, “Tidak ada!” (Fuadi, 2007:39). Allah

Ta’ala mewahyukan kepada Musa as, bahwa ada salah seorang

hamba-Ku yang tinggal di tempat pertemuan dua laut yang mempunyai

ilmu, yang belum kamu ketahui, sehingga dengan itu Musa ingin pergi

padanya, serta menerangkan bahwa tempat pertemuan diantara dua laut

terdapat tanda kebesarannya yaitu bila ikan yang mati, yang ada dalam

keranjang itu menjadi hidup kembali (Maraghi,1993: 348). Dan

tatkala Musa dan muridnya sampai di tempat pertemuan antara dua

laut itu, maka ikan itu pun bergerak-gerak disitu lalu melompat ke

dalam air. Dan Allah swt telah menahan mengalirnya air di atas laut

dan menjadikannya seperti lengkungan atau aliran terusan air, sehingga

ikan itu bisa berjalan di dalamnya.

Dan tatkala Musa dan muridnya telah melampaui tempat

tertentu, yaitu batu besar, karena mereka lupa dan meneruskan

perjalanan begitu jauh sampai keletihan dan merasa lapar, maka

berkatalah Musa kepada muridnya “Bawalah kemari makanan kita,

sesungguhnya kita benar-benar merasa lapar akibat perjalanan ini”,

pemuda itu berkata : tahukah tuan apa yang kita alami dengan ikan itu

25
ketika kita berlindung ke batu besar ? ikan itu telah menempuh

jalannya ke laut dengan cara yang aneh, karena ia telah bergerak-gerak

dalam keranjang dan hidup kembali, lalu menjatuhkan dirinya ke laut

ketika aku lalai. Dan sesungguhnya aku lupa untuk menyampaikan

kepada tuan mengenai ikan itu, dan tiadalah yang menjadikan aku lupa

untuk menyebutkannya kecuali setan”.

Musa berkata “ itula tempat yang kita cari-cari, karena hal itu

pertanda bahwa kita akan mencapai tujuan yang sebenarnya, yaitu

bertemu dengan Khidir”, dan keduanya pun kembali lai berjalan

menuju tempat semula. Mereka tahu bahwa mereka telah melampaui

tempat tinggal orang alim itu (Al-Maraghi, 1993 : 352).

Kisah tersebut menguraikan bagaimana nabi Musa berusaha

menemui hamba Allah yang saleh itu dengan menjadikan ikan yang

telah mati bila hidup kembali dan melompat ke air sebagai indikator

tempat pertemuan mereka. Namun jika Allah berkehendak, bisa saja

dengan mudah tanpa menentukan tempat pertemuan yang jauh. Hal

tersebut membuktikan bahwa tidak semua peristiwa dapat dijadikan

tanpa proses dan waktu (Shihab, 2012: 333).

B. MUNASABAH

Ilmu munasabah yaitu menerangkan korelasi atau hubungan

antara suatu ayat dengan ayat lainnya, surat sebelum dan surat sesudah

baik yang ada dibelakang maupun yang ada diawal (Syadali dan Rofi’i,

1997 : 168).

26
Menurut Shihab yang dikutip oleh Baidan bahwa munasabah

adalah kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam

Al-Qur’an baik surat maupun ayat yang menghubungkan uraian satu

dengan yang lainnya (Baidan, 2010 : 184-185).

Munasabah merupakan keterkaitan antara surat yang satu

dengan lainnya atau ayat yang satu dengan lainnya di dalam Al-

Qur’an. Maka pada surat Al-Kahfi ini akan dijelaskan munasabah antar

ayat dan antar surat.

1. Munasabah antar ayat.

Secara umum surat Al-Kahfi ayat 60-82 menceritakan kisah antara

Nabi Musa (yang dalam kisah ini berperan sebagai murid) dan Nabi

Khidir atau Hamba Allah (sebagai guru) dan kedua tokoh ini yang

menjadi tokoh utama dalam kisah ini. Munasabah ayat ini terdapat dalam

beberapa rangkaian kisah, yang pertama ayat 60-61 menceritakan

perjalanan Nabi Musa dan pemuda (muridnya) bahwa beliau tidak akan

berhenti sampai ke pertemuan dua laut.

Yang kedua ayat 61-62 menceritakan dan ketika sudah sampai di

pertemuan dua laut, Nabi Musa menyuruh muridnya untuk mengeluarkan

bekal makanan, karena telah merasa letih dan lapar, namun bekal tersebut

berupa ikan telah melompat mengambil jalannya ke laut. Yang ketiga ayat

62-63 menceritakan bahwasanya saat Nabi Musa menyuruh muridnya

mengeluarkan bekal, muridnya menyampaikan bahwa ikan mati yang

dibawa untuk dimakan telah hidup kembali dan mencari jalannya ke laut

27
dg cara yang aneh, namun muridnya lupa untuk memberitahu kepada

Nabi Musa.

Yang keempat ayat 63-64 menceritakan muridnya menyampaikan

tentang ikan yang telah mengambil jalannya ke laut dengan cara yang

aneh itu, dan Nabi Musa menjawab bahwa itu adalah tempat yang kita

cari. Yang kelima ayat 64-65 menceritakan kembalinya Nabi Musa dan

muridnya ke tempat perginya ikan, lalu bertemulah dengan Hamba Allah

yang telah diberi rahmat serta ilmu untuk diajarkan kepada Nabi Musa.

Yang keenam ayat 65-66 menceritakan pertemuannya Nabi Musa dengan

Hamba Allah, meminta izin untuk mengikutinya supaya mengajarkan

ilmu yang benar.

Yang ketujuh ayat 66-67 menceritakan permintaan izin Nabi Musa

untuk mengikuti Nabi Khidir (Hamba Allah) dijawab dengan pernyataan

bahwa Nabi Musa tidak akan sanggup bersabar bersamanya. Yang

kedelapan ayat 67-68 menceritakan bahwa bagiamana Nabi Musa tidak

akan sanggup sabar atas sesuatu yang belum mempunyai pengetahuan

yang cukup dengan hal itu (Maraghi, 1993:340). Yang kesembilan ayat

69-70 menceritakan kesanggupan Nabi Musa untuk bersabar, dan Nabi

Khidir berpesan untuk jangan menanyakan sesuatu apapun. Yang

kesepuluh ayat 71-77 menceritakan perjalanan Nabi Musa dan Hamba

Allah, dan yang terakhir ayat 78-82 menceritakan perpisahan antara Nabi

Musa dan Hamba Allah (Fuadi, 2007 : 39).

28
2. Munasabah antar surat.

a. Munasabah dengan surat sebelumnya surat (QS. Al-Isra’).

Surat al isra’ dimulai dengan tasbih, sedang surat al kahfi dimulai

tahmid, yang kedua-duanya merupakan dua pernyataan yang sering

disebutkan bersama-sama dalam segala pembicaraan (Al-Maraghi,

1993 : 221).

   


Maka bertasbih dengan memuji Tuhanmu (Q.S An-Nashr ayat
3).
b. Munasabah dengan surat setelahnya (QS.Maryam).

Hubungan antara surat al-kahfi dengan surat maryam yaitu masing-

masing surat memiliki keajaiban yang menunjukkan kekuasaan

Allah. Seperti kisah kelahiran Nabi Yahya dari seorang ayah yang

tua dan seorang ibu yang sudah mandul, dan kisah kelahiran Nabi

Isa hanya dari seorang ibu tanpa ayah (Depag,2002:304-305).

Sebagaimana telah tertera dalam surat maryam ayat 7-8.

            
Hai Zakaria, Sesungguhnya Kami memberi kabar gembira
kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang
sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa
dengan Dia.

           

  


Zakaria berkata: "Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku,
Padahal isteriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri)
Sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua".

29
Kisah kelahiran Nabi Isa yang hanya dari seorang ibu tanpa ayah

dalam surat maryam ayat 19-21 (Depag,2002:38).

         
Ia (Jibril) berkata: "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan
Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci".

           
Maryam berkata: "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki,
sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku
bukan (pula) seorang pezina!"

             

   


Jibril berkata: "Demikianlah". Tuhanmu berfirman: "Hal itu adalah
mudah bagiku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda
bagi manusia dan sebagai rahmat dari kami; dan hal itu adalah
suatu perkara yang sudah diputuskan".

30
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Kompetensi Kepribadian.

Karakteristik kepribadian guru sangat berpengaruh terhadap

keberhasilan pembelajaran yang berdampak pada keberhasilan

pengembangan sumber daya manusia. Keteladanan yang dapat

ditunjukkan guru apabila guru tersebut memiliki kepribadian yang mantap

yang dapat mempengaruhi peserta didik dan masyarakat yang ada

disekitarnya, sehingga guru merupakan sosok yang dapat “digugu” dan

“ditiru”. Kompetensi kepribadian yang dimiliki guru sangat menentukan

tinggi rendahnya kewibawaan seorang guru dalam pandangan peserta

didik (Syah,2005:225-226).

Kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (maknawi) sukar

diketahui secara nyata. Yang dapat diketahui adalah penampilan dalam

segala segi dan aspek kehidupan baik tindakan, ucpan, cara bergaul,

berpakaian dalam menghadapi persoalan atau masalah (Darajat,2005:9).

Kompetensi kepribadian yaitu kemampuan kepribadian yang

berakhlak mulia, mantap, stabil, dewasa, arif, bijaksana menjadi teladan

mengevaluasi kinerja sendiri, mengembangkan diri, dan religius

(Musfah,2011:42).

Kepribadian pada prinsipnya adalah kesatuan atau susunan antara

aspek mental seperti pikiran, perasaan, dengan aspek perilaku yang

merupakan perbuatan nyata, aspek-aspek ini berhubungan antara satu

31
dengan lainnya secara fungsional dalam individu sehingga bertingkah laku

secara tetap dan khas (Syah, 2005:205).

Indikator yang harus dimiliki dalam kompetensi kepribadian guru antara

lain :

a. Berakhlak mulia, arif bijaksana dan berperilaku santun.

Guru yang berakhlak mulia mengaku dirinya sebagai hamba Allah

menunjukkan ketaatan kepada aturan agama yang dipeluknya, dan

syariat-syariat agama selalu dijalankan sesuai dengan ajaran yang

berlaku dalam agamanya. Imam Ghazali menyebutkan ciri-ciri orang

yang berakhlak mulia adalah merasa malu melakukan keburukan, tidak

senang menyakiti, berkelakuan baik, berkata jujur, tidak banyak bicara,

banyak berkarya, sedikit melakukan kesalahan (yang berulang), tidak

banyak melakukan intervensi, tenang, sabar, bijaksana, pandai menjaga

kesucian dan harga diri, penyayang seeta tidak melaknati sesuatu atau

orang lain. Guru sebagai makhluk sosial dan makhluk individu tidak

dapat hidup tanpa orang lain karena sejak lahir hingga tua nanti akan

selalu berhubungan dengan individu lain. Aktivitas individu yang

dihasilkan dapat berdasarkan naluri semata atau melalui kegiatan

pembelajaran (Mulyana,2001: 31)

b. Berkepribadian stabil, mantap dan disiplin.

Salah satu poin penting yang menjadi ciri kepribadian stabil adalah

mampu menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan dan pola

kehidupan, selain itu perilaku positif, baik dirumah maupun disekolah.

32
Guru merupakan sosok disiplin, yang memiliki keluwesan dan

kebijaksanaan, dengan penuh kesadaran dan tulus ikhlas guru

senantiasa patuh terhadap aturan yang ada, ketentuan yang berlaku,

kesepakatan yang telah dibuat bersama dan prosedur serta instruksi

kerja yang merupakan bentuk penghargaan kepada orang lain. Guru

ideal adalah yang berkepribadian stabil, mampu menyesuaikan diri

dengan berbagai perubahan dan pola kehidupan, selain itu perilakunya

selalu positif baik dirumah sekolah maupun lingkungan sosialnya.

Tanggung jawab terkait erat dengan kompetensi akhlak mulia, kearifan

dan bijaksana, mantap, kewibawaan, stabilitas kepribadian, kejujuran

untuk mengatakan kebenaran atau menyesuaikan kata-kata dengan

realitas. Guru merupakan bagian dari sebuah sistem, yaitu sistem

pendidikan dan pembelajaran yang dituntut mampu bekerja sama

dengan bagian lain dari sistem tersebut (Mouly, 1973:106).

c. Jujur, objektif dan tanggungjawab.

Integritas seorang guru profesional memiliki kemampuan menilai

secara obyektif, memiliki sifat jujur dan tanggungjawab terhadap

pekerjaannya, ucapan, perilakunya dan memiliki tanggungjawab sosial.

Sifat konsisten guru perlu dijaga yang berarti sanggup mengatakan

sesuatu itu benar, dan yang salah itu salah walaupun menyakitkan.

Guru mampu mengutamakan kebenaran diatas kepentingan pribadi.

Informasi yang diberikan hendaknya jujur karena akan menetukan

keberhasilan siswa. Informasi yang disampaikan guru apabila tidak

33
benar akan membuat siswa terjebak dalam informasi yang tidak

bermanfaat, oleh karena itu kejujuran guru dalam menyampaikan

informasi sangat diperlukan bagi siswa (Tilaar,2000:41)

d. Berwibawa dan patut diteladani.

Guru profesional harus memiliki semua sisi kehidupan yang patut

diteladani (Ing ngarsa sung tulodo), yaitu teladan bagi peserta didik,

orang tua murid, keluarga dan masyarakat sekelilingnya. kewibawaan

yang didmiliki guru bukan kekuasaan, pancaran kepribadiaanya

mampu mempengaruhi masyarakat sekelilingnya secara positif.

Seorang guru harus mampu untuk menjadi teladan tidak hanya bagi

muridnya tetapi keluarga, lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Guru

yang berwibawa berarti guru yang dapat membuat siswanya

terpengaruh oleh tutur katanya, pengajarannya, patuh kepada

nasehatnya, dan mampu menjadi magnet bagi siswanya akan terkesima

dan tekun menyimak pengajarannya (Manurung,2008:511).

e. Empati

Empati berperan penting dalam pembelajaran, guru perlu memiliki rasa

empati yang tinggi terhadap muridnya karena dapat meningkatkan

kualitas hubungan antara guru dan muridnya. Melaui empati seoang

guru dapat memahami kondisi muridnya sehingga dapat membantunya

belajar dan memperoleh pengetahuan. Empati yang dimiliki seseorang

sangat penting untuk membentuk karakter yang kuat, apabila sesorang

34
telah memiliki empati, ia akan menjadi care terhadap siapapun, tidak

mau menyakiti orang lain, dan selalu besusaha berbuat baik.

B. Kompetensi kepribadian guru dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82.

Didalam Al-qur’an surat Al-Kahfi ayat 60-82 terdapat beberapa

kompetensi kepribadian secara tersirat, yang harus diterapkan oleh

guru dengan harapan mampu melaksanakan kegiatan belajar mengajar

yang efektif, efisien. Menurut penulis, bahwa ayat tersebut

menunjukkan kompetensi kepribadian guru yang wajib diketahui oleh

para guru sebagai suri tauladan bagi siswa. Kompetensi kepribadian

yang ditekankan secara tersirat dalam Al-Kahfi ayat 60-82 tersebut

adalah berakhlak mulia, arif bijaksana dan berperilaku santun,

berkepribadian stabil, mantap dan disiplin, jujur, objektif dan

tanggungjawab yang dijelaskan dari kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir

yaitu:

”Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu


lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi
perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?"
Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar
(Qs.Al-Kahfi ayat 71).
Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan
seorang anak, Maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa
kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena Dia membunuh orang
lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar".(Qs.
Al-Kahfi ayat 74)
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada
penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri
itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian
keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir
roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau
kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".(Qs.Al-Kahfi ayat
77).

35
Dari redaksi ayat tersebut, terdapat kompetensi kepribadian guru dalam

surat Al-Kahfi ayat 60-82 terdapat kisah perjalanan nabi Musa dengan

nabi Khidir, bahwasanya telah terjadi 3 peristiwa, yaitu membocorkan

perahu, membunuh anak kecil, dan menegakkan tembok yang hampir

runtuh.:

a. Nabi Khidir membocorkan perahu.

            

   


Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu
lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi
perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?"
Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar
(Qs.Al-Kahfi ayat 71).

Maka berangkatlah keduanya, yaitu nabi Musa dan Hamba Allah (nabi

Khidir) yang saleh itu menelusuri pantai untuk menaiki perahu, hingga

tatkala keduanya menaiki perahu, nabi Khidir melubanginya. Nabi Musa

tidak sabar karena menilai pelubangan itu sebagai suatu perbuatan yang

tidak dibenarkan syariat, maka dia berkata pertanda tidak setuju “Apakah

engkau melubanginya sehingga dapat mengakibatkan engkau

menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, aku bersumpah engkau telah

berbuat kesalahan besar.” Nabi khidir berkata mengingatkan nabi Musa

akan syarat yang telah mereka sepakati (Shihab, 2012: 348).

Dalam tafsir Al-maraghi (1993:354) menafsirkan “maka kedua orang

itu (Musa dan Khidir) berjalan di tepi laut mencari sebuah kapal, sehingga

36
menemukannya. Penumpang kapal telah mengenal nabi Khidir, maka dari

itu semuanya diperbolehkan naik tanpa harus membayar. Sehingga ketika

naik dalam kapal dan sampai ditengah tengah laut, nabi Khidir melubangi

kapal dengan sebuah kapak untuk membocorkan papan kapal itu. Nabi

Musa sadar akan kesalahannya, maka dia berkata “Janganlah engkau

menghukum aku, maarfkanlah aku atas keterlanjuran yang disebabkan

oleh kelupaanku terhadap janji yang telah kuberikan kepadamu.”

b. Nabi Khidir membunuh seorang anak.

QS. Al-Kahfi ayat 74

           

    


Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan
seorang anak, Maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa
kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena Dia membunuh orang
lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar".

Dalam tafsir M. Quraish Shihab (2012:348) menafsirkan bahwa nabi

Khidir memperkenankan permohonan maaf nabi Musa, kemudian

meninggalkan perahu, turun ke pantai dengan selamat dan melanjutkan

perjalanan mereka, hingga keduanya berjumpa dengan anak yang belum

dewasa, segera serta merta membunuhnya oleh nabi Khidir. Nabi Musa

sungguh terperanjat melihat peristiwa itu. Pada bagian ini nabi Musa tidak

lupa, namun dengan penuh kesadaran bertanya “Mengapa engkau

membunuh anak kecil yang memiliki jiwa suci” lalu nabi Khidir menjawab

“Bukankah aku telah berkata kepadamu secara khusus dan langsung bukan

37
melalui orang lain dan untuk kedua kalinya, sesungguhnya engkau (Musa)

tidak akan mampu sabar ikut dalam perjalanan bersamaku”.

Dalam tafsir Al-Maraghi (1993: 355) menafsirkan setelah mereka

berdua turun dari kapal dalam keadaan selamat dari tenggelam dan

bencana, maka meneruskan perjalanan menyusuri pantai. Lalu nabi Khidir

melihat seorang anak yang sedang bermain bersama kawan-kawannya dan

lekaslah dibunuh. Musa berrkata “Apakah kamu membunuh dia yang

bersih dari dosa tanpa alasan, atau dia pernah membunuh suatu jiwa yang

di haramkan?”.

c. Nabi Khidir menegakkan tembok kota yang hampir runtuh.

Nabi Musa sadar bahwa dia telah melakukan dua kali kesalahan

tetapi tekadnya yang kuat untuk meraih makrifat mendorongnya

bermohon agar diberi kesempatan terakhir, dia berkata “jika aku bertanya

kepadamu, wahai saudara dan temanku, tentang sesuatu sesudah kali ini,

maka janganlah engkau menjadikan aku temanmu dalam perjalanan ini

lagi, aku rela, tidak berkecil hati, dan dapat mengerti jika engkau tidak

menemaniku lagi.” Mereka berdua melanjutkan perjalanan hingga

sampai kepada penduduk suatu negeri, dan meminta agar diberikan

jamuan. Tetapi mereka (penduduk negeri) enggan menjadikan mereka

berdua tamu. Dan segera mereka meninggalkan negeri itu dan tidak lama

setelah itu mereka mendapatkan rumah yang akan roboh, maka nabi

Khidir segera menopang dan menegakkannya (Shihab, 2012: 351).

QS.Al-Kahfi ayat 77

38
          

            

 
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada
penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri
itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian
keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir
roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau
kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".

Adanya hal tersebut dilakukan oleh nabi khidir tanpa

memberikan penjelasan terlebih dahulu kepada nabi musa, serta tidak

boleh bertanya karena nabi khidir telah dikaruniai ilmu ma’rifat oleh

Allah. Dalam ayat-ayat ini Allah menafsirkan problema yang dihadapi

nabi Musa, yaitu perkara-perkara yang secara lahir merupakan

kemungkaran, dimana Allah memberitahukan suatu hikmah batin

kepada nabi Khidir, karena para nabi menetapkan hukum hanya

berdasarkan fakta lahir saja, sebagaimana sabda nabi Muhammad saw :

‫ َهللا ٔتُ نٓ انضشائش‬,‫وحه وحكم ثبنظُاٌش‬

“Kami (para nabi) menetapkan hukum bedasarkan fakta lahir semata,


sedang Allah menguasai apa-apa ang disembunyikan di dalam hati”.

Hukum ini diberikan oleh Allah hanya kepada sebagian hamba-

Nya yang khusus. Oleh sebab itu nabi Musa menyangkal apa yang dia

lihat, dan tidak mengetahui apa yang telah diberikan Allah kepada

Khidir, berupa kekuatan akal yang karenanya dia dapat mengetahui

berbagai perkara batin dan hakekat perkara (Maraghi, 1993: 9).

39
Dari kisah tersebut, terdapat kompetensi kepribadian guru antara lain:

1. Berakhlak mulia, arif bijaksana dan berperilaku santun.

Seorang guru dalam mendidik siswanya adalah membantu siswa

dalam mengembangkan akalnya (bidang ilmu pengetahuan) dan

membantu agar siswa menguasai kecakapan ilmu. Mutu penguasaan

materi bahan ajar dari guru sangat menentukan keberhasilan

pengajaran (Samana, 1994: 64). Guru yang berakhlak mulia mengaku

dirinya sebagai hamba Allah menunjukkan ketaatan kepada aturan

agama yang dipeluknya, dan syariat-syariat agama selalu dijalankan

sesuai dengan ajaran yang berlaku dalam agamanya. Imam Ghazali

menyebutkan ciri-ciri orang yang berakhlak mulia adalah merasa

malu melakukan keburukan, tidak senang menyakiti, berkelakuan

baik, berkata jujur, tidak banyak bicara, banyak berkarya, sedikit

melakukan kesalahan (yang berulang), tidak banyak melakukan

intervensi, tenang, sabar, bijaksana, pandai menjaga kesucian dan

harga diri, penyayang seeta tidak melaknati sesuatu atau orang lain

(Mulyana,2001: 31). Hal itu semua yang secara tersirat terdapat pada

pada 3 perkara yang dilakukan oleh Nabi Khidir tanpa memberikan

penjelasan terlebih dahulu kepada Nabi Musa, serta tidak boleh

bertanya karena nabi Khidir telah dikaruniai ilmu ma’rifat oleh Allah.

Ilmu ma’rifat dari Allah SWT menjadikan Nabi Khidir dapat

mengetahui apa yang akan terjadi jika 3 perkara tersebut tidak

dilakukan.

40
Hal tersebut ditegaskan dalam surat Al-Kahfi ayat 79-80.

        

        


Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja
di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan
mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.
Perahu itu adalah milik orang-orang miskin yang bekerja di laut untuk

mencari rezeki, maka aku ingin menjadikannya memiliki cela sehingga dinilai

tidak bagus dan tidak layah digunakan karena dibalik sana ada raja yang kejam

dan selalu memerintahkan petugas-petugasnya untuk mengambil setiap perahu

yang berfungsi baik secara paksa. Nabi Khidir berkata “Dengan demikian apa

yang bocorkan itu bukanlah bertujuan menenggelamkan penumpangnya, tetapi

justru menjadi sebab terpeliharanya hak-hak orang miskin.” Melakukan

kemadharatan kecil dapat dibenarkan guna menghindari kemudharatan yang besar

(Shihab, 2012: 353).

          
Dan Adapun anak muda itu, Maka keduanya adalah orang-orang mukmin,
dan Kami khawatir bahwa Dia akan mendorong kedua orang tuanya
itu kepada kesesatan dan kekafiran.

         

Dan Kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka


dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan
lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).

Nabi Khidir menjelaskan tentang latar belakang peristiwa

kedua, “Dan anak remaja yang aku bunuh itu, maka kedua orang

41
tuanya adalah orang mukmin yang mantap keimanannya, dan kami

khawatir, jika anak itu tumbuh dewasa, dia akan membebani kedua

orang tuanya. Beban yang sangat berat terdorong oleh cinta kepadanya

atau akibat keberanian dan kekejaman sang anak sehingga keduanya

melakukan kedurhakaan dan kekufuran. Maka dengan membunuhnya

aku telah berniat di dalam dada dan Allah SWT dengan kuasa-Nya,

menghendaki mengganti bagi mereka berdua dengan anak yang lain

yang lebih baik dalam hal kesucian baik sikap, kasih sayang dan bakti

kepada orang tuanya (Shihab, 2012: 354).

          

         

              


Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota
itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua,
sedang Ayahnya adalah seorang yang saleh, Maka Tuhanmu menghendaki
agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan
simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku
melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. demikian itu adalah tujuan
perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.
Peristiwa terakhir yang dijelaskan oleh Nabi Khidir “adapun

dinding rumah yang aku tegakkan tanpa mengambil upah itu, rumah itu

adalah milik dua orang anak yatim di sebuah kota, dan dibawah rumah

terdapat harta simpanan orang tua mereka untuk mereka berdua. Jika

dinding rumah itu roboh, kemungkinan besar harta simpanan itu ditemukan

dan diambil orang yang tidak berhak. Sedangkan ayah mereka adalah orang

42
yang saleh yang berniat menyimpan harta untuk kedua anaknya. Allah

menghendaki dipeliharanya harta itu supaya digunakan dan dimanfaatkan

sebaik-baiknya hingga dewasa nanti. Apa yang aku lakukan itu adalah

rahmat bagi kedua anak yatim dari Allah (Shihab, 2012: 356).

2. Berkepribadian stabil, mantap dan disiplin.

Salah satu poin penting yang menjadi ciri kepribadian stabil adalah

mampu menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan dan pola

kehidupan, selain itu perilaku positif, baik dirumah maupun

disekolah. Guru merupakan sosok disiplin, yang memiliki keluwesan

dan kebijaksanaan, dengan penuh kesadaran dan tulus ikhlas guru

senantiasa patuh terhadap aturan yang ada, ketentuan yang berlaku,

kesepakatan yang telah dibuat bersama dan prosedur serta instruksi

kerja yang merupakan bentuk penghargaan kepada orang lain.

Kepribadian mantap, stabil dan disiplin dalam kisah pembelajran

nabi Khidir dan nabi Musa terdapat dari sikap nabi Khidir yang tetap

mempertahankan otoriter pembelajaran, dalam artian nabi Musa

dilarang bertanya sampai pada waktunya akan dijelaskan sendiri oleh

nabi Khidir sesuai dengan konsekuensinya.

3. Jujur, objektif dan tanggungjawab.

Guru mampu berperan sebagai motivator, inspirator, organisator,

fasilitator, evaluator dalam belajar untuk meningkatkan mutu

pembelajaran (Samana, 1994: 65). Integritas seorang guru profesional

memiliki kemampuan menilai secara obyektif, memiliki sifat jujur

43
dan tanggungjawab terhadap pekerjaannya, ucapan, perilakunya dan

memiliki tanggungjawab sosial. Sifat konsisten guru perlu dijaga

yang berarti sanggup mengatakan sesuatu itu benar, dan yang salah

itu salah walaupun menyakitkan. Guru mampu mengutamakan

kebenaran diatas kepentingan pribadi. Informasi yang diberikan

hendaknya jujur karena akan menetukan keberhasilan siswa.

Informasi yang disampaikan guru apabila tidak benar akan membuat

siswa terjebak dalam informasi yang tidak bermanfaat, oleh karena

itu kejujuran guru dalam menyampaikan informasi sangat diperlukan

bagi siswa (Tilaar,2000:41). Kompetensi kepribadian jujur objektif

dan tanggung jawab pada kisah antara nabi Musa dan nabi Khidir

terlihat dari 3 perkara yang dilakukan yaitu melubangi perahu

sehingga menenggelamkan seluruh penumpang, membunuh anak

kecil yang masih suci, serta menegakkan tembok yang sudah runtuh.

Kejujuran dan tanggung jawab atas ilmu ma’rifat yang disampaikan

setelah usainya peristiwa, merupakan kepribadian seorang guru yang

patut untuk ditiru sebagai suri tauladan bagi muridnya.

44
BAB V

A. Kesimpulan.

Kompetensi kepribadian guru adalah kemampuan seorang guru yang

berkaitan langsung dengan kepribadiannya, menyangkut sifat serta

sikap baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain ketika

dihadapkan dengan segala permasalahan dengan meliputi kriteria-

kriteria dalam kompetensi kepribadian. Kompetensi kepribadian yang

ada pada Surat Al-Kahfi ayat 60-82 yaitu berakhlak mulia, arif

bijaksana dan berperilaku santun, berkepribadian stabil, mantap dan

disiplin, jujur, objektif dan tanggungjawab. Hal tersebut tersirat dalam

kisah pembelajaran antara Nabi Khidir dan Nabi Musa, yang dimana

telah terjadi peristiwa membocorkan perahu sehingga

menenggelamkannya, membunuh anak kecil yang masih suci, dan

menegakkan tembok/dinding yang roboh.

B. Saran.

Dalam sebuah penelitian tentunya tidak luput dari kesalahan dan

kekurangan. Begitupun dengan penelitian skripsi ini, banyak hal yang

penulis belum bisa sempurnakan dan masih banyak celah yang dapat

digunakan oleh peneliti selanjutnya. Kekurangan tersebut meliputi banyak

aspek diantaranya baik dari segi metodologi, teori, deskripsi, analisis,

langkah-langklah dan pengaplikasian penafsiran selain itu kekurangan

penulis dalam memahami ayat-ayat suci, hal ini berangkat dari minimnya

pengetahuan yang penulis miliki dan referensi yang sangat terbatas,

45
sehingga penulis sangat mengharap sumbangsih saran dan kritik dari

segenap simpatisan sangat penulis harapkan demi kematangan keilmuan

dimasa mendatang.

Untuk itu, berdasarkan dari hasil penelitian ini, maka beberapa

saran yang perlu penulis sampaikan, yaitu:

1. Bagi Pembuat Kebijakan.

Hasil penelitian tentang “Kompetensi Profesional Guru Dalam

Perspektif Pendidikan Islam Kajian Tafsir Surat Al-Kahfi ayat 60-82

ini, dianjurkan untuk dipelajari dalam rangka meningkatkan kualitas

profesional guru dan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT

2. Untuk Peneliti Selanjutnya

Dianjurkan untuk penelitian selanjutnya dalam meneliti

Kompetensi Profesional Guru Dalam Perspektif Pendidikan Islam

dalam tafsirnya Al-Maraghi dalam kitab tafsir Al-Maraghi, Quraish

Shihab dalam kitabnya tafsirnya Al-Misbah dianjurkan untuk meneliti

kompetensi profesional guru secara mendalam, sehingga dapat

memperoleh kompetensi profesional guru secara rinci dan efektif

dalam pengimplementasiannya.

46
DAFTAR PUSTAKA.

Arifin, Tatang M. 1995. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo


Persada.
Arikunto, Suharsini. 2014. Cet. 15. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: Rineka cipta.
Darajat, Zakiah. 2005. Kepribadian Guru. Jakarta:Bulan Bintang.
Depag RI . 2009. Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 5 (Edisi Yang Disempurnakan).
Jakarta: Lembaga Percetakan Al-Qur’an Depag.
Fuadi, M.Alwi. 2007. Nabi Khidir.Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Hadjar, Ibnu. 1996. Dasar-Dasar Metode Penelitian Kualitatif Dalam
Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kusnandar. 2011. GURU PROFESIONAL Implementasi Kurikulum Tingkat Stuan
Pendidikan dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Cet. Ke-7. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Manurung, R. 2008. Terhempasnya Wibawa Guru. Jurnal Sosial Teknologi.
Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Terjemah Tafsir al-Maraghi. Semarang: CV.
Toha Putra.
Moleong, Lexy J. 1991. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mouly, G, J. 1973. Phsycology For Effective Teaching. New York: Holt Rinehart.
Muliawan, Jasaungguh. 2014. Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta:
Penerbit Gava Media
Mulyana. 2001. Profil Kepribadian Guru Dalam Dimensi Psikologi Sosial, dan
Spiritual. Bandung: Disertasi UPI Tidak diterbitkan.
Mulyasa. 2011. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja RosdaKarya.
Munawir, 1997. Kamus Al-munawir Arab-Indonesia.Surabaya: Pustaka Progessif.
Musfah, Jejen. 2011. Peningkatan Kompetensi Guru. Jakarta: Kencana.
Ruslan.Rosady. 2010. Metode Penelitiaan Public Relations dan Komunikasi.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sadirman. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Grafindo
Persada
Sagala, Syaiful. 2013. Kemampuan rofesional Guru dan Tenaga Kependidikan.
Bandung : Alfabeta.
Samana, 1994. Profesional Keguruan. Yogyakarta: Kanisius.
Shihab, M. Quraish. 2012. Al-Lubab. Tangerang: Lentera Hati.
________________. 2002. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Syah, Muhibin. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Guru. Bandung;
Remaja Rosdakarya.
Tilaar, H.A.R. 2000. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam
Perspektif Abad 21.Magelang: Penerbit Tera Indonesia.
Yunus, Mahmud. 2010. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT Mahmud Yunus Wa
Dzurriyah.
Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Biggraf.

47
48
49
50
51
52
53
54
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri

1. Nama : Hana Lu’lui Nihayah

2. Tempat, Tanggal Lahir : Purworejo, 0 1996

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Warga Negara : Indonesia

5. Agama : Islam

6. Alamat : Dusun Guyangan, RT 01/ RW 04, Desa

Sambeng, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo

B. Orang Tua

1. Ayah : Ismail

2. Pekerjaan : Perangkat Desa

3. Ibu : Siti Muniroh

4. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

C. Pendidikan

1. SDN Sambeng Tahun 2008

2. SMPN 23 Purworejo Tahun 2011

3. MAN Purworejo Tahun 2014

4. IAIN Salatiga

55

Anda mungkin juga menyukai