Anda di halaman 1dari 120

NILAI - NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM

AL-QUR’AN SURAT AN-NUR AYAT 30 - 31

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:
Novi Sumaeya
NIM: 111 – 14 – 066

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018

i
ii
iii
iv
v
MOTTO
◼◆ ⧫⬧⧫ ⧫⬧ ⧫ ◆
◆❑⚫ ⧫ ▪ ⧫◆
 ⬧ ⬧ 
 ◆☺
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri

dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal (nya)”.

(Q.S. an-Naziat: 40-41)

“Sesungguhnya berakhlak mulia bukanlah suatu beban yang berarti. Tetapi


sadarilah, dampaknya sangat besar dalam kehidupan kita. Akhlak adalah sesuatu
yang mudah, serta pekerjaan yang tidak susah. Tetapi ganjarannya adalah surga
tertinggi yaitu Firdaus”.
(Syaikh Musy’il Abdul Aziz)

vi
PERSEMBAHAN

Yang utama dari segalanya. Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT.

taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah memberikan kekuatan, membekali dengan

ilmu, serta memperkenalkan penulis dengan cinta, atas karunia serta kemudahan yang

Engkau berikan akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis persembahkan dengan cinta dan ketulusan hati karya ilmiah berupa skripsi ini

kepada :

1. Kedua orang tua penulis Bapak Abdul Wahid dan Ibu Amiroh tercinta, yang

telah mendoakan dan memberi kasih sayang serta pengorbanan selama ini.

2. Adik penulis Ahmad Sulthon Muttaqi, yang telah mendoakan agar selalu tetap

semangat dalam menuntut ilmu dan menjalani kehidupan di dunia ini.

3. Keluarga Besar Bani Mukarromah dan Bani Fatimatus Zahra, yang selalu

memberikan dorongan serta motivasi kepada penulis agar selalu bersabar

dalam menghadapi setiap masalah.

4. Para guru sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi yang penulis sayangi

dan hormati dalam memberikan ilmu dan membimbing dengan penuh

kesabaran.

5. Almamater Tercinta Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga

yang penulis banggakan.

vii
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena

berkat rahmat-Nya Penulisan Skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan yang

diharapkan. Penulis juga bersyukur atas rizki dan kesehatan

yang telah diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyusun penulisan skripsi ini.

Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Nabi, Kekasih, Spirit

Perubahan, Rasullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para sahabat-

sahabatnya, syafa’at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan nanti.

Karena itulah penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya,

ungkapan terima kasih kadang tak bisa mewakili kata-kata, namun perlu kiranya

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Pd., selaku Ketua Prodi PAI FTIK IAIN Salatiga.

4. Bapak Prof. Dr. Budihardjo, M.Ag., selaku Dosen Pembimbing yang dengan

penuh kesabaran telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan

dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Kebaikan bapak dalam segala hal

akan selalu terkenang bagi penulis. Semoga keberkahan hidup senantiasa

mengiringi, dan senantiasa berada dalam lindungan-Nya.

5. Bapak Drs. Nasafi, M.Pd.I., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

dengan penuh perhatian telah memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi

serta ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa perkuliahan

viii
6. Bapak dan Ibu Dosen FTIK IAIN Salatiga yang telah mendidik penulis

sehingga berakhirnya penyusunan skripsi ini. Semoga ilmu yang bapak dan

ibu berikan mendapat keberkahan dari Allah Swt

7. Staf dan Karyawan IAIN Salatiga yang telah memberikan kemudahan dalam

membuat surat-surat dan telah membantu penulis dalam menyediakan serta

memberikan pinjaman literatur yang penulis butuhkan.

8. Guru-guru yang memberikan pengetahuannya kepada penulis, semoga Allah

SWT membalasnya dengan menempatkan kalian ditempat yang layak dan

dibalas dengan penuh kasih sayang-Nya.

9. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2014

khususnya kelas B. Spesial untuk Hima, Maun, Alfin, Fitri, Zum, Ma’e,

Novia, Ardhi, dan lain-lain yang tidak bisa disebut satu per satu. Semoga

kesuksesan menyertai kalian dan senantiasa dinaungi keberkahan dan

lindungan Allah Swt. Terima kasih telah menjadi teman, sahabat, saudara,

sekaligus keluarga yang selalu memberikan nasihat, canda tawa dan

kebersamaan dengan kalian kelak akan dirindukan penulis.

10. Teman – teman HMJ PAI 2016 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Karena kalian, penulis mendapatkan banyak pengalaman yang sangat

berharga.

11. Teman – teman PPL SMP N 6 Salatiga : Wahyu, Eka, Trisna, Kiki, Afi,

Diana, Sania, Sholikah, Dewangga, Husain. kerja keras kalian tidak akan

penulis lupakan. Semoga kelak menjadi pendidik yang hebat dan profesional.

ix
12. Teman – teman KKN posko 92 Brojo, Kalimati, Juwangi : Fitri, Dhini, Lala,

Surainee, Ima, Mbak Intan, Azidar, Pak Repto. Kekonyolan, kebersamaan,

kekeluargaan dan kekompakan kalian yang tak akan pernah penulis lupakan.

Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan balasan

apapun. Hanya untaian kata terima kasih yang bisa penulis sampaikan,

semoga Allah SWT. senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada semua

pihak yang telah membantu penulis.

Dalam penulisan skripsi ini apabila banyak kekeliruan, kekurangan

dan kesalahan, itu semua karena keterbatasan kemampuan penulis, untuk itu

pula kritik dan saran yang konstruktif akan penulis terima dengan senang

hati.

Akhirnya, penulis berharap semoga skrispi ini bermanfaat khususnya

bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.

Salatiga, 21 Juli 2018

Penulis

Novi Sumaeya

NIM :111–14-066

x
ABSTRAK

Sumaeya, Novi. 2018 . Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an Surat an-Nur
ayat 30-31. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan
Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Prof. Dr. Budihardjo, M.Ag.

Kata kunci : Nilai, Pendidikan, Akhlak, al-Qur’an

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Bagaimana tafsir al-Qur’an


dalam surat an-Nur ayat 30-31? (2) Bagaimana pendidikan akhlak dalam al-Qur’an
surat an-Nur ayat 30-31 dan implementasi dalam pendidikan karakter ?

Penelitian ini merupakan penelitian literatur atau naskah dengan mengambil


naskah surat an-Nur ayat 30-31. Metode yang digunakan adalah metode Tahlili
(Analisis), dengan pendekatan kualitatif .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) tafsir al-Qur’an surat an-Nur ayat
30-31 : ayat 30 menjelaskan tentang orang-orang yang beriman hendaknya menahan
pandangan dari apa yang diharamkan dan memelihara kemaluan dari hal-hal yang
diharamkan. Ayat 31 menjelaskan tentang menahan pandangan dan menjaga
kehormatan, Kewajiban berkerudung, tidak menampakkan perhiasan kecuali kepada
mahram, dan jangan memukulkan kaki ketika berjalan (2) Bagaimana pendidikan
akhlak dalam al-Qur’an surat an-Nur ayat 30-31 dan implementasi dalam pendidikan
karakter. Nilai-nilai pendidikan ahklak yang terkandung dalam QS. an-Nur ayat 30-
31antara lain: (a) menahan pandangan, (b) menjaga kehormatan, (c) batasan ukuran
perhiasan yang boleh ditampakkan kaum perempuan kepada kaum laki-laki, (d)
perintah berkerudung/berjilbab, (e) kepada siapa perempuan boleh menampakkan
perhiasan, (f) menyembunyikan perhiasan yang berada di kakinya. Implementasi
pendidikan ahklak yang terkandung dalam QS. an-Nur ayat 30-31 dalam pendidikan
karakter antara lain : (a) menahan pandangan : memelihara sopan santun dengan
menjauhkan diri dari sesuatu yang berlainan dengan etika, (b) menjaga kehormatan:
Mengendalikan dan membentengi diri dari hal-hal yang justru akan merugikan diri
sendiri , (c) batasan ukuran perhiasan yang boleh ditampakkan kaum perempuan
kepada kaum laki-laki: Menanamkan keimanan yang kuat serta mengajak kepada hal-
hal yang bersifat membangun dan bermanfaat , (d) perintah berkerudung/berjilbab :
membiasakan berkerudung sejak dini agar perempuan lebih mudah dikenali , (e)
kepada siapa perempuan boleh menampakkan perhiasan: Menghindarkan dari
berduaan di tempat sepi, tidak bergandengan tangan, dan atau bersalaman dengan
lawan jenis , (f) menyembunyikan perhiasan yang berada di kakinya: Memperhatikan
kesucian diri dan menghindar dari hal-hal yang justru akan mengobarkan api syahwat
dalam diri laki-laki.

xi
DAFTAR ISI

JUDUL …………………………………………………………………………… i

LEMBAR BERLOGO ………………………………………………………….. ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………...…………………… iii

PENGESAHAN KELULUSAN ……………………………………………..… iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN …………………………………..…. v

MOTTO ……………………………………………………………………....… vi

PERSEMBAHAN …………………………………………………..…………. vii

KATA PENGANTAR …………………………………………...……………. viii

ABSTRAK ……………………………………………………………………… xi

DAFTAR ISI …………………………………………………………………… xii

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………... xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………………………………………………... 1

B. Rumusan Masalah …………………………………………………….... 5

C. Tujuan Penelitian ………………………………………………………. 6

D. Manfaat Penelitian ……………………………………………………... 6

E. Penegasan Istilah ………………………………………………………. 7

F. Metode Penelitian ……………………………………………………… 11

G. Kajian Pustaka …………………………………………………………. 13

H. Sistematika Penulisan ………………………………………………….. 16

xii
BAB II RUANG LINGKUP PENDIDIKAN AKHLAK

A. Nilai-Nilai pendidikan akhlak ……………………………………………. 18

1. Pengertian Nilai ……………………………………………………….. 18

2. Pengertian Akhlak ……………………………………………..……… 20

3. Macam-Macam Akhlak ……………………………………..………… 21

4. Kedudukan Akhlak ………………………………………..…………... 26

B. Pendidikan Akhlak ………………………………………….…………….. 27

1. Pengertian Pendidikan Akhlak ……………………….……………….. 27

2. Dasar Pendidikan Akhlak ………………………….………………….. 29

3. Tujuan Pendidikan Akhlak ……………………….…………………… 32

C. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak …….………….……………………... 33

BAB III TAFSIR SURAT AN-NUR AYAT 30-31

1. Jenis Tafsir …………………………………………………………… 42

2. Kisah Nabi Dawud AS ……………………………………………….. 44

3. Asbab An-Nuzul Surat an-Nur ………………………………………... 45

4. Tafsir Surat an-Nur ayat 30-31 ………………………………………. 49

a. Surat an-Nur ayat 30 ……………………………………………... 49

b. Surat an-Nur ayat 31 ……...……………………………………… 54

BAB IV NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN

SURAT AN-NUR AYAT 30-31

A. Analisis Nilai Nilai Akhlak Dalam Surat an-Nur Ayat 30-31

xiii
1. Nilai Akhlak QS. an-Nur Ayat 30 ………………………………….. 64

2. Nilai Akhlak QS. An-Nur Ayat 31 …………………………………. 68

B. Implementasi pendidikan Akhlak dalam Surat an-Nur Ayat 30-31

Dalam Pendidikan Karakter ………………………………………….…. 77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………………………. 87

B. Saran-Saran ……………………………………………………………. 89

C. Penutup ……………………………………………………………...… 90

DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP PENULIS

LAMPIRAN - LAMPIRAN

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Riwayat Hidup Penulis

2. Daftar SKK

3. Nota pembimbing

4. Lembar Konsultasi

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah menurunkan al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW kurang lebih

selama 22 tahun 2 bulan dan 22 hari dalam dua fase, yaitu 13 tahun pada fase

sebelum beliau hijrah ke Makkah, dan 10 tahun pada fase sesudah hijrah ke

Madinah ( Tadjab dkk, 1994: 89). Ayat-ayat yang turun pada periode pertama

dinamai ayat-ayat Makiyyah, dan ayat-ayat yang turun pada periode kedua

dinamai ayat-ayat Madaniyyah.

Al-Qur’an membahas semua nilai-nilai akhlak tanpa terkecuali. Ayat-ayat

nya tidak meninggalkan satu pun permasalahan yang berhubungan dengan akhlak.

Setiap dimensi yang berkaitan dengan akhlak terdapat di dalamnya baik

berbentuk perintah, larangan, maupun berbentuk anjuran, baik mengenai akhlak

terpuji maupun mengenai akhlak tercela (Ali, 1995: 173).

Tujuan dari al-Qur’an itu sendiri adalah untuk menjadi pedoman atau

petunjuk bagi umat manusia dalam menjalani hidup dan kehidupannya untuk

mencapai kesejahteraan di dunia ini dan kebahagiaan di akhirat (Ali, 2008: 93).

Nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada hidup. Nilai merupakan

sesuatu yang dijunjung tinggi, yang dapat mewarnai dan menjiwai

1
tindakan seseorang. Nilai sendiri lebih dari sekedar keyakinan, nilai selalu

menyangkut pola pikir dan tindakan. Sehingga ada hubungan yang sangat erat

kaitannya nilai dengan etika. Nilai juga selalu berhubungan dengan kebaikan,

kebajikan dan keluhuran budi serta akan menjadi sesuatu yang dihargai dan

dijunjung tinggi serta dikejar oleh seseorang sehingga ia merasakan adanya suatu

kepuasan dan ia merasa menjadi manusia yang sebenarnya (Adisusilo, 2013: 56).

Pendidikan adalah segala sesuatu dalam kehidupan yang memengaruhi

pembentukan berfikir dan bertindak individu. Kurun waktu kehidupan yang

panjang dan saling berkaitan dengan perubahan-perubahan cara berfikir

masyarakat juga turut menjadi pembentuk seorang individu. Pendidikan

merupakan proses tanpa akhir yang diupayakan oleh siapapun, terutama sebagai

tanggung jawab negara. Sebagai sebuah upaya untuk meningkatkan kesadaran

dan ilmu pengetahuan, pendidikan telah ada seiring dengan lahirnya peradaban

manusia. Dalam hal inilah, letak pendidikan dalam masyarakat sebenarnya

mengikuti perkembangan corak sejarah manusia (Soyomukti, 2010: 28).

Melihat betapa pendidikan memegang peranan yang penting dalam

menentukan moral bangsa, maka tidak dapat disalahkan apabila pendidikan yang

gagal merupakan penyebab terjadinya perubahan moral. Pendidik akhlak sangat

penting supaya orang mewajibkan dirinya melakukan perbuatan baik bagi umum

yang selalu diperhatikan olehnya dan dijadikan tujuan yang harus dikejarnya

sehingga mendapatkan hasil. Sehingga setiap orang dapat memilih menurut apa

yang sesuai dengan keinginannya (Amin, 1983: 66).

2
Islam mengajarkan kepada pemeluknya agar dapat bermuamalah dengan

adab dan akhlak yang baik, akhlak yang terpuji bagi seorang muslim mempunyai

kedudukan yang sangat penting. Bahkan salah satu risalah yang diemban nabi

Muhammad SAW adalah menyempurnakan akhlak. Ini semua karena beliau

seorang yang diakui kebaikan akhlaknya oleh Allah SWT dan manusia. Firman

Allah dalam al-Qur’an surat al-Qalam ayat 4, yang berbunyi :

 →⧫ ➔ ◼➔⬧ ◆


“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki budi pekerti yang agung”(Q.S.
Al-Qalam: 4).

Akhlak adalah bentuk jamak dari kata khulk yang berarti budi pekerti,

perangai tingkah laku atau tabiat. Pada hakikatnya akhlak adalah suatu kondisi

atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ

timbul lah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan tanpa dibuat-buat dan

tanpa pemikiran. Akhlak sendiri dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam

jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik,

disebut akhlak yang mulia atau perbuatan buruk disebut akhlak yang tercela

sesuai dengan pembinaannya (Asmaran, 2002: 3).

Akhlak sangat penting bagi manusia. Pentingnya akhlak ini tidak saja

dirasakan oleh manusia dalam kehidupan perseorangan, tetapi juga dalam

kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat, bahkan juga dirasakan dalam

kehidupan berbangsa atau bernegara. Akhlak adalah mustika hidup yang

membedakan makhluk manusia dari makhluk hewani. Manusia tanpa akhlak

3
adalah manusia yang telah “membinatang” dan sangat berbahaya. Manusia akan

lebih jahat dan lebih buas daripada binatang buas sendiri. Dengan demikian, jika

akhlak telah lenyap dari diri masing-masing manusia, kehidupan ini akan kacau

balau, masyarakat menjadi berantakan. Begitu banyaknya hal yang dapat

menyebabkan kemerosotan akhlak (dekadensi moral) yang dapat menimbulkan

akhlak buruk atau perilaku tercela (Zahruddin dan Hasanuddin, 2004: 14-15).

Oleh karena itu kita sebagai manusia harus berusaha semaksimal mungkin

untuk mencapai akhlak yang baik. Salah satunya dengan mengkaji al-Qur’an dan

mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena sumber daripada

pendidikan akhlak adalah al-Qur’an dan Hadits.

Secara garis besar, akhlak dibagi dalam dua kategori, yaitu akhlak

mahmudah dan akhlak mazmumah.Yang dimaksud akhlak mahmudah adalah

segala macam sikap dan tingkah laku yang baik (terpuji). Sedangkan akhlak

mazmumah adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang buruk (tercela)

(Didiek dan Sarjuni, 2012: 224).

Tujuan utama pendidikan akhlak adalah agar manusia berada dalam

kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan

oleh Allah. Inilah yang akan mengantar manusia kepada kebahagiaan di dunia dan

akhirat. Akhlak seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan

nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dan As-Sunnah.

Adapun alasan peneliti mengambil surat an-Nur ayat 30-31 bahwa di

dalam surat ini diceritakan sosok Nabi Dawud yang pernah mendapatkan celaan

4
dari Allah karena melakukan perbuatan tidak terpuji yang disebabkan

memandang. Ayat ini pula diperintahkan untuk mengalihkan arah pandangan

serta menatap sesuatu yang terlarang atau kurang baik. Selain itu pula larangan

juga untuk melakukan sesuatu yang dapat menarik perhatian lawan jenis.

Diharapkan para pendidik mampu mengaplikasikan dalam diri mereka dan

memberi contoh yang baik terhadap peserta didik. Mengingat jaman modern

sekarang ini banyak sekali kasus yang merugikan kaum perempuan dikarenakan

perbuatan ataupun penampilan yang mereka kenakan.

Dari paparan di atas penulis merasa tertarik membahas masalah tersebut di

atas . Maka, dalam hal ini penulis ingin menyusun skripsi dengan judul

“NILAI - NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN SURAT AN-

NUR AYAT 30-31”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana tafsir al-Qur’an dalam surat an-Nur ayat 30-31 ?

2. Bagaimana pendidikan akhlak dalam al-Qur-an surat an-Nur ayat 30-31 dan

Implementasi dalam pendidikan karakter?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini

5
adalah :

1. Mengetahui bagaimana tafsir al-Qur’an dalam surat an-Nur ayat 30-31

2. Mengetahui bagaimana pendidikan akhlak yang terdapat dalam al-Qur’an

surat an-Nur ayar 30-31 dan Implementasi dalam pendidikan karakter.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat, baik

secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Memberi sumbangan pemikir bagi ilmu pendidikan islam pada

umumnya dan pendidikan akhlak pada khususnya terutama mengenai konsep

pendidikan akhlak dalam al-Qur’an dan pendidikan akhlak yang terkandung

dalam surat an-Nur 30-31.

2. Manfaat Praktis

Memberi masukan kepada pendidik, pemikir dimasa mendatang atau

manusia seluruhnya dalam mensosialisasikan pendidikan akhlak di

masyarakat sesuai dengan aturan ajaran agama islam. Sehingga tujuan

pendidikan akhlak dapat tercapai yaitu akhlak-akhlak yang mulia.

E. Penegasan Istilah

6
Untuk menghindari adanya kemungkinan penafsiran yang salah tentang

istilah-istilah yang digunakan dalam judul penelitian, maka penulis perlu untuk

menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul ini, antara lain:

1. Nilai

Nilai berasal dari bahasa latin Vale’re yang artinya berguna, mampu

akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang

dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan seseorang

atau sekelompok orang. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal

itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna dan dapat membuat orang

yang menghayatinya menjadi bermartabat (Adisusilo, 2013: 56).

Nilai adalah konsep abstrak di dalam diri manusia atas masyarakat

mengenai hal-hal yang dianggap baik, benar, dan hal-hal yang dianggap buruk

dan salah. Nilai mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan

sehari-hari (Muhaimin dan Mujib, 1993: 110).

Jadi nilai dapat diartikan sebagai sifat-sifat atau hal-hal yang penting

atau berguna bagi kemanusiaan.

2. Pendidikan Akhlak

Pendidikan berasal dari bahasa Yunani paedagogy, Yang

mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar

seorang pelayan. Sedangkan pelayan yang mengantar dan menjemput

dinamakan paedagogos (Suwarno, 19: 2006).

7
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya (UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional). Sehingga akan terwujudnya perkembangan kapasitas

intelekutual dan berbagai keterampilan fisik.

Kata “akhlak” (akhlaq) berasal dari bahasa arab, merupakan bentuk

jamak dari khuluq yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah

laku, atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi persesuaian dengan kata

“khalq” yang berarti kejadian. Ibnu ‘Athir menjelaskan bahwa khuluq itu

adalah gambaran batin manusia yang sebenarnya, sedang khalq merupakan

gambaran bentuk jasmaninya (Supadie, 2012: 216).

Pendidikan akhlak adalah usaha sadar dan tidak sadar yang dilakukan

oleh seorang pendidik untuk membentuk kepribadian yang baik pada seorang

anak didik baik dari segi jasmani maupun rohani, sehingga terbentuk manusia

yang taat kepada Allah.

(http://skripsi-tarbiyahpai.blogspot.co.id/2015/01/pengertian-pendidikan-

akhlak-menurut.html.12.30.05072018).

3. Al-Qur’an

Ditinjau dari bahasa, al-Qur’an berasal dari bahasa Arab, yaitu bentuk

jamak dari kata benda (masdar) dari kata qara’a – yaqra’u – qur’anan

(‫ )قرأ ـيقرأ ـ قرانا‬yang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca berulang-ulang

(Yunus, 2010: 335).

8
Sedangkan dalam pandangan yang lain , secara bahasa diambil dari

kata: qara’a- yaqrau – qiraatan – wa qur’anan ( ً‫ و قُرأَن‬- ً ‫) قرأَ – يَقرأ ُ – قرأة‬

yang berarti sesuatu yang dibaca. Arti ini mempunyai makna anjuran kepada

umat Islam untuk membaca al-Quran. Al-Quran juga bentuk mashdar dari

‫ القراة‬yang berarti menghimpun dan mengumpulkan. Dikatakan demikian

sebab seolah olah al-Qur’an menghimpun beberapa huruf, kata, dan kalimat

secara tertib sehingga tersusun rapi dan benar.

Sedangkan secara epistimologi, al-Qur'an adalah firman-firman Allah

yang diturunkan kepada Muhammad Rasulullah, dengan perantaraan malaikat

Jibril untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman

hidup bagi umat manusia (Http://pengkajian al-Qur'an sebagai petunjuk dan

sunnah rasul al-Qur'an kitab umat muslim, petunjuk seluruh

manusia.html.13.00.12072018).

Al-Qur’an membahas segala hal yang berhubungan dengan kehidupan

manusia secara global. Al-Qur’an juga telah mengumumkan bahwa setiap

orang mukmin yang melakukan amal kebaikan dan berakhlak mulia

sebagaimana diajarkan al-Qur’an akan mendapatkan pahala dari Allah. Begitu

juga sebaliknya orang yang melakukan kejahatan , mengikuti setan dan

berperilaku buruk maka Allah akan memberika hukuman dan siksa kepadanya

(Ali, 2004:172).

9
An-Nur adalah Surat yang terdiri atas 64 ayat, dan termasuk golongan

surat Madaniyyah. Dinamai an-Nur yang berarti Cahaya, di ambil dari kata

an- Nuur yang terdapat pada ayat ke 35. Dalam ayat ini, Allah SWT

menjelaskan tentang Nuur Ilahi, yakni al-Quran yang mengandung petunjuk-

petunjuk. Petunjuk-petunjuk Allah itu, merupakan cahaya yang terang

benderang menerangi alam semesta. Surat ini sebagian besar isinya memuat

petunjuk- petunjuk Allah yang berhubungan dengan soal kemasyarakatan dan

rumah tangga.

Dalam surat an-Nur ayat 30-31 ini mengajarkan manusia agar menjaga

pandangan dan menutup aurat mereka yang lebih pada penekanan pendidikan

akhlak dan tauhid. Adapun Q.S. an-Nur ayat 30-31 tersebut yaitu :

 ❑⧫ ✓⬧☺ ➔


❑→⧫⬧◆ 
⚫ ⬧ ⬧  ➔
☺    
➔◆  ⧫❑➔⧫
 →⧫ ◆⬧☺
→⧫⬧◆ 
 ◆ ➔
  ⧫⬧ ⧫  ⧫⧫
◼⧫ ☺➔ ⧫➢◆◆
 ◆  ❑
 ⬧❑➔  ⧫⧫
⧫◆  ⧫◆
  ⬧❑➔
 ⬧❑➔  
⧫  ◆❑
⧫  ◆❑
  ◆❑
 ☺ ⬧◼⧫ ⧫ 
  ✓➔
   ⧫

10
⬧  
◆❑⧫ ◼⧫ →⧫
⧫➢ ◆  
⧫ ◼➔ 
 ⧫  ⧫✓
➔⬧  ◼ ❑❑➔◆
➔⬧ ❑⬧☺ ⧫
 ❑⬧➔

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka


menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu
adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang mereka perbuat".
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah
mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah
suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka,
atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki
mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki
yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan
kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung”.

Penulis membatasi surat an-Nur beberapa ayat, dalam hal ini yang

dimaksud adalah ayat 30-31 karena ayat tersebut ada kaitannya dengan

pendidikan akhlak.

F. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian

kepustakaan (library research), karena semua yang digali adalah bersumber

11
dari pustaka (Sutrisno, 1981: 9). Penelitian kepustakaan adalah penelitian

dengan mencari dan membandingkan naskah atau pendapat para ahli tafsir

dan ahli pendidikan akhlak.

2. Sumber Data

Sumber data di sini penulis golongkan menjadi dua macam yaitu :

a. Sumber Data Primer

Yang dimaksud sumber data primer disini kitab-kitab tafsir, al-

Qur’an yang membahas pokok permasalahan secara langsung yang

dijadikan acuan penulis untuk membuat skripsi.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder yang penulis maksud adalah buku-buku

yang membahas pokok permasalahan secara tidak langsung. Adapun

sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku karangan

ilmiah, majalah, artikel yang berhubungan dengan pokok permasalahan.

3. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan atau mengadakan

penelitian kepustakaan (library research), maka metode yang digunakan

untuk membahas sekaligus sebagai kerangka pikir pada penelitian adalah

metode tafsir Tahlili (analisis) yaitu metode yang berupa menafsirkan ayat

demi ayat al-Qur’an dari setiap-setiap surat dalam al-Qur’an dengan

12
seperangkat alat-alat penafsiran yang di antaranya ada (asbabun-

nuzul,munasabat,nasikh-mansukh dan lain-lain) dalam al-Qur’an (Depag RI,

2009: 68 ).

Kemudian ia menentukan ayat-ayat itu sesuai dengan masa turunnya,

mengemukakan sebab turunnya sepanjang hal itu dimungkinkan (jika ayat-

ayat itu turun karena sebab tertentu), mengkaji terhadap seluruh segi dan apa

yang dapat diistimbatkan darinya, segi I’rabnya, unsur-unsur balaghahnya,

segi-segi I’jaznya (kemu’jizatannya) dan lain-lain. Namun penulis hanya

membatasi dua ayat saja dalam pembahasan ini, yaitu dalam surat an-Nur ayat

30-31.

Dalam kaitannya dengan pendidikan akhlak , di sini dapat kita lihat

ayat-ayat tentang pendidikan akhlak cukup banyak tersebut baik ditengah-

tengah surat Makiyyah maupun Madaniyyah.

Seorang Penafsir dapat mengikuti runtutan ayat yang sudah tersusun

dengan mengemukakan munasabah dan asbabun nuzul dan dalil-dalil yang

relevan mengenai pendidikan akhlak, lalu menjelaskannya dan menarik

kesimpulan makna yang dimaksud dengan yang memperkuat ide atau

pendidikan akhlak berdasarkan argumentasi yang jelas.

G. Kajian Pustaka

Fungsi kajian pustaka adalah untuk mengemukakan hasil-hasil penelitian

dahulu yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Adapun

13
beberapa penelitian yang dilakukan dan sejauh ini telah penulis ketahui adalah

sebagai berikut :

1. Khifdhotul Kholifah, IAIN Salatiga, jurusan PAI (2012) dengan judul skripsi

“nilai-nilai pendidikan akhlak dalam al-Qur’an Surat Ali Imron ayat 159-

160”, menyimpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW merupakan sosok pribadi

yang luhur dan berakhlak mulia. Beliau tidak bersikap dan berperilaku keras

serta berhati kasar. Justru beliau adalah orang yang berhati lembut dan

berperilaku baik yang diridhoi Allah. Selain itu dalam pergaulan Nabi

Muhammad SAW senantiasa memberi maaf kepada orang yang telah berbuat

salah. Khususnya terhadap para sahabatnya yang telah melakukan

pelanggaran. Selain itu, Rasulullah juga memohon ampun kepada Allah

terhadap kesalahan mereka dan bermusyawarah dalam hal-hal yang perlu di

musyawarahkan untuk melaksanakan tekadnya. Khususnya hasil masyarakat

rasulullah selalu tawakkal kepada Allah SWT. Nilai pendidikan akhlak yang

terkandung dalam QS. Ali Imron ayat 159-160 sebagai berikut: a) sikap lemah

lembut terhadap sesama, b) memberikan maaf kepada orang lain, c)

bermusyawarah, d) bertawakkal dengan sabar serta berusaha/ikhtiar.

2. Umi Rochmatul Ummah, IAIN Salatiga jurusan PAI (2012) dengan judul

skripsi “nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Surat Al-Furqon ayat 63-67”,

menyimpulkan bahwa surat al-Furqon mengacu pada bagaimana

penggambaran akhlak Rasululah Muhammad SAW yang selalu memajukan

14
sifat halus, tenang, langkahnya lebar tanpa tergesa-gesa ketika berjalan dalam

keadaan yang menanjak ataupun jalan yang banyak rintangan . beliau berjalan

seolah-olah berjalan pada jalan yang menurun. Tidak sedikit umat yang

mengikuti ajaran rasulullah karena keteladanan sifat yang ditunjukkan beliau

dalam berinteraksi social dan bentuk toleransi yang baik. Nilai-nilai yang

terkandung dalam surat al-Furqon ayat 63-67 adalah sebagai berikut : a)

menjalankan aturan yang telah dibuat dan disepakati seperti disiplin berlalu

lintas dan penghormatan terhadap rambu-rambunya, b) pengabdian seorang

hamba kepada tuhanNya, c) Muhasabah (intropeksi diri), d) hidup dalam

keseimbangan penafkahan harta.

3. Siti Nurismawandari, STAIN Salatiga, jurusan PAI (2012), dengan judul

skripsi “pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an dalam surat Luqman ayat 12-

19”. Menceritakan kisah hidup seorang hamba Allah yang bernama Luqman

terkenal dengan sebutan Al-Hakim yang merupakan seorang yang bijaksana,

berilmu pengetahuan, pemahaman, perkataan, serta perbuatan, sehingga dapat

mebgendalikan diri dari perbuatan jahat, dan bisa menempati sesuatu pada

tempatnya. Luqman bukan seorang nabi, tetapi ia seorang hamba Allah yang

banyak berbuat kebajikan , dan keyakinannya yang lurus, adapun pendidikan

Luqman dalam mendidik anaknya antara lain: a) pendidikan bersyukur, b)

pendidikan keimanan, c) pendidikan untuk berbakti kepada orang tua, d)

pendidikan intelektual, e) pendidikan sholat, f) larangan takabur atau

sombong.

15
4. Siti Aminah, STAIN Salatiga, Jurusan PAI (2012) dengan judul skripsi

“nilai-nilai pendidikan akhlak dalam al-Qur’an surat An-Nur ayat 58-61”

menyimpulkan bahwa akhlak yang seharusnya dimiliki oleh seseorang dan

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sangat jarang diperhatikan, karena

budaya hidup sekarang ini sudah terperdaya oleh kecanggihan teknologi dan

sangat jarang dari generasi sekarang yang memperhatikan mengenai

pendidikan akhlak. Adapun nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam

surat an-Nur ayat 58-61 sebagai berikut : a) Etika meminta izin, b) Hukum

menanggalkan sebagian pakaian luarnya bagi perempuan tua, c) Kemudahan

bagi orang sakit untuk makan bersama kerabatnya serta anjuran mengucapkan

salam.

Dari beberapa kajian pustaka di atas, maka jelaslah bahwa tulisan

skripsi yang membahas tentang nilai-nilai pendidikan akhlak dalam al-Qur’an

surat an-Nur ayat 30-31 belumlah ada yang membahasnya. Dari hal inilah,

penulis akan mencoba memaparkan dan menganalisis tentang nilai-nilai

pendidikan akhlak yang ada pada al-Qur’an Surat an-Nur ayat 30-31 , dimana

di dalamnya terdapat perintah untuk menghindari syahwat, menutup aurat,

serta larangan menonjolkan segala aktifitas yang dapat menimbulkan

rangsangan kepada selain suami. Dan tentunya akan dikaji dengan tafsir

secara Tahlili (analisis).

H. Sistematika Penelitian

16
Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif dan menyeluruh

maka diperlukan sebuah sistematika penulisan yang runtut dari satu bab ke bab

yang selanjutnya. Sistematika sendiri memiliki arti suatu tata urutan yang saling

berkaitan, saling berhubungan, dan saling melengkapi. Adapun sistematika

penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

Bab I pendahuluan akan dipaparkan tentang latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode

penelitian, kajian pustaka, dan sistematika penulisan.

Bab II akan dikemukakan tentang pendidikan akhlak dalam al-Qur’an

yang meliputi: nilai, pengertian akhlak, macam-macam akhlak, kedudukan

akhlak, pengertian pendidikan akhlak, dasar pendidikan akhlak, tujuan pendidikan

akhlak, serta ruang lingkup pendidikan akhlak.

Bab III dikemukakan tentang tafsir al - Qur’an surat an-Nur ayat 30-31

yang sebelumnya juga dikemukakan jenis tafsir, asbabun nuzul surat an-Nur ,

baru kemudian analisis surat an-Nur ayat 30-31.

Bab IV akan dikemukakan tentang pendidikan akhlak yang terdapat

dalam surat an-Nur ayat 30-31 dan implementasinya dalam pendidikan karakter.

Bab V akan dikemukakan tentang penutup, berisi tentang kesimpulan,

saran-saran, dan penutup.

17
BAB II

LANDASAN TEORI

RUANG LINGKUP PENDIDIKAN AKHLAK

A. Nilai – Nilai Pendidikan Akhlak

1. Pengertian Nilai

Nilai berasal dari bahasa latin Vale’re yang artinya berguna, mampu

akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang

dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan seseorang

atau sekelompok orang. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal

itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna dan dapat membuat orang

yang menghayatinya menjadi bermartabat (Adisusilo, 2013: 56).

Menurut Khazim, nilai diartikan sebagai kumpulan dari ukuran-

ukuran, orientasi, dan teladan luhur, yang selaras dengan akidah yang diyakini

seseorang dan tidak bertentangan dengan perilaku masyarakat (Murshafi:

2009: 95).

Nilai adalah konsep abstrak di dalam diri manusia atas masyarakat

mengenai hal-hal yang dianggap baik, benar, dan hal-hal yang dianggap buruk

dan salah. Nilai mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan

sehari-hari (Muhaimin dan Abdul, 1993: 110).

18
Dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu sudut pandang yang

bersifat abstrak, tentang baik buruknya suatu hal sebagai bentuk kesadaran

yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian menunjukkan bahwa nilai bersifat subyektif, artinya nilai

menurut masyarakat satu belum tentu dapat diterapkan untuk masyarakat

lainnya.

2. Pengertian Akhlak

Secara bahasa “akhlak” berasal dari bahasa Arab yang merupakan

jamak dari bentuk tunggal khuluk (‫ ) ُخلُق‬yang berarti perilaku, baik itu perilaku

terpuji maupun perilaku tercela. Kata akhlak jika diuraikan secara bahasa

berasal dari rangkaian huruf kha-la-qa ( َ‫ ) َخ – َل – ق‬jika digabung menjadi

khalaqa ( َ‫ ) َخلَق‬yang berarti menciptakan. Ini mengingatkan manusia pada kata

khaliq (‫ ) َخ ِلق‬yaitu Allah SWT (Ahmadi, 2004: 13).

Al-Ghazali menyebutkan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam

dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa

memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sedangkan Abdullah Darraz

mengemukakan bahwa akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang

mantap yang membawa kecenderungan kepada pemilihan pada pihak yang

benar (akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (akhlak yang buruk) itu sendiri

(Didiek dan Sarjuni, 2012: 216).

Pendapat Al-Jurjani mendefinisikan akhlak dalam bukunya at-Ta’rifat

yang bunyinya : akhlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat

19
dari dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan

ringan, tanpa perlu berfikir dan merenung. Jika dari sifat tersebut terlahir

perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan syariat dengan mudah,

maka sifat tersebut dinamakan sifat yang baik. Sedangkan jika darinya terlahir

perbuatan-perbuatan yang buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang

buruk (Mahmud, 2004: 32).

Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak adalah kebiasaan kehendak.

Berarti bahwa kehendak itu jika dibiasakan maka kebiasaannya itu disebut

akhlak. Misalnya jika kehendak itu dibiasakan untuk memberi, maka

kebiasaan itu adalah akhlak yang baik karena dermawan (Asmaran, 2002 : 2).

Akhlak mengacu kepada sifat manusia secara umum tanpa mengenal

perbedaan diantara laki-laki dan perempuan baik itu sifat manusia yang terpuji

maupun sifat yang tercela (Kemenag RI, 2012: 2).

Dari Pemaparan di atas tampak bahwa definisi akhlak antara pendapat

yang satu dengan pendapat yang lain tidak berbeda jauh dan intinya sama. Hal

ini menunjukkan bahwa mereka diatas itu mengambil ilmu dari sumber yang

sama yakni al-Qur’an dan tidak pula melupakan hadist yang mensifati akhlak

baik atau indah bahwa akhlak adalah apa yang dinilai baik oleh akal dan

syariat.

Jadi, akhlak menurut pendapat penulis adalah suatu perbuatan yang

dimiliki manusia itu sendiri sejak lahir dan sudah menjadi kebiasaan melekat

yang ada pada dirinya. Akhlak sendiri bisa juga diartikan sebagai sebuat tata

20
krama, yakni ilmu yang berusaha mengenal tingkah laku manusia, kemudian

memberi nilai kepada perbuatan baik atau justru buruk sesuai dengan norma-

norma maupun tata susila yang mereka pilih sesuai dengan keinginannya.

Ukuran akhlak yang baik adalah jika sesuai dengan syariat Allah berhak

mendapatkan ridhaNya dalam memegang teguh ahklak yang baik. Sehingga di

dalamnya akan terdapat pula kebaikan di dunia ataupun di akhirat.

3. Macam-Macam Akhlak

Pada dasarnya akhlak terbagi dalam dua kategori, yakni akhlak yang

terpuji (al-akhlaq al-mahmudah) dan akhlak yang tercela (al-akhlaq al-

mazmumah ) (Didiek dan Sarjuni, 2012: 224).

a. Akhlak Yang Terpuji (Al-Akhlaq Al-Mahmudah)

Akhlak terpuji adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang

terpuji, baik, dan terhormat. Akhlak ini bersumber kepada al-Qur’an dan

sunah Rasulullah SAW. Adapun sifat-sifat akhlak terpuji antara lain :

1) Amanah, artinya sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang,baik

berupa harta, ilmu pengetahuan dan hal-hal yang bersifat rahasia yang

wajib dipelihara atau disampaikan kepada yang berhak menerima,

harus disampaikan apa adanya tidak dikurangi atau ditambah-tambahi.

Sifat jujur atau dapat dipercaya merupakan sifat yang disenangi Allah.

Firman Allah Q.S. at-Taubah ayat 119 :

21
❑⧫◆  ⧫
⧫ ❑❑◆  ❑→
 ✓
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” (Q.S. at-Taubah:
119 ).

2) Pemaaf, artinya seseorang menghapuskan kesalahan atau membatalkan

melakukan pembalasan terhadap orang yang berbuat jahat atas dirinya.

Adapun anjuran mengenai pemberian maaf, terdapat dalam firman

Allah Q.S. Ali Imron ayat 134 :

⧫ ⧫✓☺→◆ . . .
◆   ⧫ ⧫✓➔◆
. . . . ✓⬧☺ ⧫
“ Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan
(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan” (Q.S. Ali Imron : 134).

3) Sabar, artinya tidak mengeluh kepada selain Allah tentang penderitaan

yang menimpanya. Sabar dapat membentuk jiwa manusia menjadi

kuat dan teguh sewaktu menghadapi bencana. Firman Allah Q.S. Ali

Imron ayat 200 :

❑⧫◆  ⧫


◆ 
 ❑→◆ ❑◆◆
 ❑⬧➔ ➔⬧
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu)
dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung” (Q.S. Ali
Imron: 200).

22
4) Qana’ah, artinya suka menerima apa yang ada, rela dengan pemberian

yang telah dianugerahkan Allah kepada dirinya. Sifat qana’ah akan

membawa orang untuk tidak berlebihan dalam mengejar dunia.

Firman Allah Q.S. al-Najm ayat 39-40 :

⧫ ⧫   ▪ ◆


⧫ ⧫❑ ◆➔ ◆ 

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa
yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan
diperlihat (kepadanya) (Q.S. al-Najm : 39-40).

5) Kebersihan, artinya pangkal kesehatan. Orang yang bersih akan

memperlancar dalam hubungan sosial. Firman Allah Q.S. al-Hajj ayat

29 :

❑➔❑◆ ⬧⬧ ❑→◆ ➔


❑➔▪❑◆◆ ➔◆
 ➔ ⧫
“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada
badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar
mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf
sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah)” (Q.S. al-Hajj: 29).

b. Akhlak yang tercela (Al-Akhlaq Al-Mazmumah )

Adalah yang tercela adalah segala macam sikap dan tingkah laku

yang buruk (tercela). Akhlak ini akan membawa manusia dalam

kerusakan. Adapun sifat-sifat akhlak tercela adalah :

23
1) Mengadu domba, artinya menyampaikan perkataan seseorang atau

menceritakan keadaan seseorang dengan maksud mengadu domba

antara keduanya dengan tujuan merusak hubungan baik seseorang.

Firman Allah Q.S. al-Hujurat ayat 6:

⧫ ⧫
◆  ❑⧫◆
❑⧫⧫⬧ ⧫⧫ ⬧
☺❑⬧ ❑➔ 
◼⧫ ❑⬧⬧ ⬧
 ⧫✓⧫ ➔⬧ ⧫
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik
membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu
itu” (QS. Al-Hujurat: 6).

2) Dengki, artinya sikap yang melahirkan rasa sakit hati apabila orang

lain mendapat kesenangan atau kemuliaan. Dan ini merupakan

penyakit sosial yang berbahaya dan mempengaruhi hubungan sosial

manusia. Firman Allah Q.S. al-Baqarah ayat 109 :

   ◆


⧫⧫ ❑⬧ ⧫
☺ ➔⧫ 
   
⧫ ➔⧫  →
 ⬧ ⬧ ⧫✓⧫⬧
❑⬧◆ ❑→⬧
◼  ◆⧫ 
 → ◼⧫   
 ⬧
“Sebahagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat
mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena
dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi
mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai

24
Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu” (Q.S. al-Baqarah: 109 ).

3) Berlebih-lebihan, artinya peilaku yang menyia-nyiakan sesuatu,

membiarkan karunia Allah, membelanjakan sesuatu tanpa manfaat.

Perbuatan berlebih-lebihan dilarang dalam ajaran seorang mukmin.

Firman Allah Q.S. az-Zumar ayat 53 :

⧫ ⧫➔⧫ ➔


 → ◼⧫ ❑➔◆
  ◆❑▪  ❑◆⬧
❑ ⧫  
◆❑➔   ➔⬧
 ▪ ❑→⧫

“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas


terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.
Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang” (Q.S. az-Zumar : 53 ).

4) Dusta, artinya memberitahukan sesuatu yang berlainan dengan

kenyataan yang sebenarnya. Orang yang berkata dusta akan

berdampak buruk bagi dirinya sendiri. Firman Allah Q.S. an-Nahl ayat

105:

⬧ ⧫⧫ ☺


❑⬧  ⧫
  ⧫⧫
➔ ⬧◆
 ❑
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-
orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka Itulah
orang-orang pendusta”(Q.S. an-Nahl: 105).

25
5) Sombong, artinya memandang rendah orang lain, sementara

memandang tinggi dan mulia diri sendiri. Sombong sendiri bisa

berwujud dalam lahir maupun batin (Arief, Dkk, 1999: 165-175).

Firman Allah Q.S. Luqman ayat 18-19 :

◆  ⬧ ➔➔ ◆


  ⧫⧫   ☺⬧
⧫➔  ⧫  
 ◆  ❑⬧
❑  →◆ ⧫
◆❑ ⧫⬧  
 ☺⧫ ❑⬧
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan
lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara
keledai”(Q.S. Luqman: 18-19).

4. Kedudukan Akhlak

Akhlak mempunyai kedudukan yang paling penting dalam agama

Islam. Antara lain :

a. Akhlak dihubungkan dengan tujuan risalah islam atau antara perutusan

utama Rasulullah SAW. Sabda Rasulullah SAW “Sesungguhnya aku

diutuskan utuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” Pernyataan

Rasulullah itu menunjukkan pentingnya kedudukan akhlak dalam Islam.

b. Akhlak menentukan kedudukan seseorang di akhirat dimana akhlak yang

baik dapat memberatkan timbangan amalan yang baik. Begitulah juga

sebaliknya. Sabda Rasulullah SAW “Tiada sesuatu yang lebih berat

dalam daun timbangan melainkan akhlak yang baik”. Akhlak dapat

26
menyempurnakan keimanan seseorang mukmin. Sabda Rasulullah SAW

“Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling

baik akhlaknya”.

c. Akhlak yang baik dapat menghapuskan dosa manakala akhlak yang buruk

boleh merusakkan pahala. Sabda Rasulullah SAW “ akhlak yang baik

mencairkan dosa seperti air mencairkan es dan akhlak merusakkan

madu”.

d. Akhlak merupakan sifat Rasulullah SAW di mana Allah SWT telah

memuji Rasulullah SAW karena akhlaknya yang baik seperti yang

terdapat dalam Al-Qur’an. Firman Allah SWT “Sesungguhnya engkau

seorang yang memiliki kepribadian yang agung/mulia.” Pujian Allah

SWT terhadap RasulNya dengan akhlak yang mulia menunjukkan betapa

besar dan pentingnya kedudukan akhlak dalam Islam.

e. Akhlak tidak dapat dipisahkan dari Islam, sebagaimana dalam sebuah

hadist diterangkan bahwa seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW

“Wahai Rasulullah, apakah itu agama?” Rasulullah menjawab “Akhlak

yang baik.

f. Akhlak yang baik dapat menghindarkan seseorang itu daripada neraka.

Sebaliknya akhlak yang buruk menyebabkan seseorang itu jatuh dari

syurga. Sebuah hadist menerangkan bahwa “Si fulan pada siang harinya

berpuasa dan pada malamnya bersembahyang sedangkan akhlaknya

buruk, mengganggu tetangganya dengan perkataannya. Baginda bersabda

27
Tidak ada kebaikan dalam ibadahnya, dia adalah ahli neraka”. Salah satu

rukun agama islam adalah Ihsan. Ihsan sendiri adalah asas akhlak muslim.

Ihsan yaitu beribadah kepada Allah seolah kita melihatNya karena

walaupun kita tidak melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihat kita

(Maslikhah, 2009: 13).

B. Pendidikan Akhlak

1. Pengertian Pendidikan Akhlak

Pendidikan dalam bahasa Yunani “Paedagogy” mengandung makna

seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar pelayan sekolah.

Sedangkan pelayan yang mengantar dan menjemput dinamakan paedagogos.

Dalam bahasa inggris pendidikan di istilahkan dengan to be educate yang

berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual (Suwarno, 2006: 19).

Menurut Ahmad D. Marimba pendidikan adalah bimbingan atau

pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan

rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.

Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah tuntutan di dalam

hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun

segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai

manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan

kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

Sedangkan menurut Langeveld pendidikan adalah setiap usaha,

pengaruh, perlindugan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju

28
kepada kedewasaan anak itu atau lebih tepat dapat membantu agar anak cukup

cakap melaksanakan tuga hidupnya sendiri ( Maunah, 2009: 4).

Pendidikan merupakan segala pengalaman belajar yang berlangsung

dalam segala lingkungan dan sepanjang hayat. Karena pendidikan sendiri

bagian dari segala situasi kehidupan yang mempengaruhi pertumbuhan

individu (Redja, 2010: 3). Pendidikan itu sendiri kumpulan dari semua proses

yang memungkinkan seseorang mampu mengembangkan seluruh

kemampuannya di masyarakat (Sukardjo dan Ukim, 2009: 9).

Pendidikan akhlak terbentuk dari dua suku kata yaitu “pendidikan”

dan “akhlak” dan untuk memudahkan dan memahami pengertian pendidikan

akhlak membutuhkan terlebih dahulu pemahaman akan dua kata tersebut.

Dalam pendidikan banyak sekali para ahli berpendapat dalam mengartikan

kata pendidikan, baik para ahli pendidikan barat ataupun para ahli pendidikan

Islam.

Sedangkan pendidikan dalam KBBI adalah suatu proses pengubahan

sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan yang berupa

proses, cara, dan perbuatan mendidik (KBBI, 2000: 263 ).

Pendidikan akhlak adalah proses mengarahkan atau mendidik manusia

mengenai ajaran baik dan buruk agar tercapai tujuan yang di cita-citakan,

yaitu bahagia di dunia dan akhirat. Pendidikan akhlak adalah segala usaha

yang di sengaja, memberikan bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan

29
ajaran islam yang berupa penanaman akhlak mumlia, latihan moral, fisik

sehingga menghasilkan perubahan dalam hidup meliputi kebiasaan, tingkah

laku, berfikir, dan bersikap dalam membentuk kepribadian yang mulia.

2. Dasar Pendidikan Akhlak

Al-Qur’an adalah rujukan moral yang di dalamnya terdapat petunjuk,

kabar gembira, dan peringatan. Dalam proses pengumpulan naskah dan

pembukuan al-Qur’an pun melibatkan banyak peran manusia ( Susanto, 2016:

31).

Al-Qur’an sebagai dasar akhlak menjelaskan tentang kebaikan

Rasulullah SAW sebagai teladan bagi seluruh umat manusia. Sebagaimana

firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Ahzab ayat 21 :

 ❑◆  ⬧ ⧫ ⬧


⧫ ☺ ◆ ◆❑
⧫❑◆◆  ❑⧫
  ⧫⬧◆ ⧫

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”(Q.S. Al-Ahzab: 21)

Al-Qur’an membahas semua nilai-nilai akhlak tanpa terkecuali. Ayat-

ayatnya tidak meninggalkan satu pun permasalahan yang berhubungan dengan

akhlak. Setiap dimensi yang berkaitan dengan akhlak terdapat di dalamnya

baik berbentuk perintah , larangan maupun berbentuk anjuran, baik mengenai

akhlak terpuji maupun mengenai perilaku tercela. Jika akhlaknya baik maka

masyarakat akan baik dan jika perilakunya buruk maka masyarakat pun akan

30
buruk. Jadi, akhlak mempunyai hubungan kausatif dengan adanya perubahan

( Ali, 1995: 174).

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT Q.S. ar-Ra'd

ayat 11:

❑⬧ ⧫ ⧫    . . .


. . . → ⧫ ⧫ 
 .
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”(Q.S. ar-Ra’d: 11).

Mengenai landasan atau dasar pendidikan akhlak telah dijelaskan

dalam al-Qur’an Surat an-Nur ayat 30-31 yang berisikan tentang menjaga

pandangan dan menutup aurat, jelasnya yaitu :

 ❑⧫ ✓⬧☺ ➔


❑→⧫⬧◆ 
⚫ ⬧ ⬧  ➔
☺    
➔◆  ⧫❑➔⧫
 →⧫ ◆⬧☺
→⧫⬧◆ 
 ◆ ➔
  ⧫⬧ ⧫  ⧫⧫
◼⧫ ☺➔ ⧫➢◆◆
 ◆  ❑
 ⬧❑➔  ⧫⧫
⧫◆  ⧫◆
  ⬧❑➔
 ⬧❑➔  
⧫  ◆❑
⧫  ◆❑
  ◆❑
 ☺ ⬧◼⧫ ⧫ 
  ✓➔
   ⧫
⬧  
◆❑⧫ ◼⧫ →⧫

31
⧫➢ ◆  
⧫ ◼➔ 
 ⧫  ⧫✓
➔⬧  ◼ ❑❑➔◆
➔⬧ ❑⬧☺ ⧫
 ❑⬧➔
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu
adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang mereka perbuat".
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah
mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah
suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka,
atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki
mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki
yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan
kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung”(Q.S. an-Nur 30-31).

Dasar pentingnya akhlak dalam as-Sunnah dijelaskan oleh Rasulullah

dalam sabdanya :

ِ ‫ِإنَّ َما بُ ِعثتُ ِِلُت َِم َم َم َك‬


ِ َ‫ار َم اِلَخل‬
‫ق‬
“Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia”. (HR. Imam Ahmad, 1991: 504)

Dari ayat ayat Al-Qur’an dan as-Sunnah di atas, menunjukkan bahwa

dasar dan pijakan pendidikan akhlak adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Dari

dasar dan pedoman itulah dapat diketahui kriteria suatu perbuatan itu baik

ataupun buruk.

3. Tujuan Pendidikan Akhlak

32
Pendidikan akhlak merupakan upaya untuk melahirkan manusia

berkepribadian Muslim yang mudah untuk melaksanakan ketentuan hukum

dan ketentuan syariat yang diperintahkan. Atau dengan kata lain tujuan

pembinaan dan pendidikan akhlak yaitu untuk membentuk karakter muslim

yang taat dan berakhlakul karimah (Syafri, 2014: 104).

Sebagaimana akhlak yang dicontohkan pada Nabi kita Muhammad

SAW. Yang mana dari situlah ditujukan agar kita dapat mengikuti dan

mencontoh akhlak-akhlak mulia dan senantiasa berada dalam kebenaran serta

berjalan di jalan yang lurus.

Perintah untuk menjadikan beliau suri tauladan bagi kita adalah firman

Allah SWT Q.S. al-Ahzab 21:

 ❑◆  ⬧ ⧫ ⬧


⧫ ☺ ◆ ◆❑
⧫❑◆◆  ❑⧫
  ⧫⬧◆ ⧫

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”(Q.S. al-Ahzab 21).

Berdasarkan penjelasan ayat di atas menunjukkan bahwa Rasulullah

SAW merupakan figur utama sebagai manusia utusan Allah SWT yang patut

dijadikan panutan dalam menjalani kehidupan di dunia dan mencapai

kehidupan di akhirat. Maka dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan akhlak

33
adalah agar terbinanya akhlak terpuji dan mulia sebagaimana di contohkan

Rasulullah SAW. Selain itu pendidikan akhlak memiliki tujuan agar manusia

berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus. Inilah yang

akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

C. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

Akhlak mencakup pemikiran, perasaan dan niat di hati manusia dalam

hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, dan manusia dengan

makhluk lain manakala moral mencakupi pemikiran, perasaan dan niat di hati

manusia dalam hubungan manusia dengan manusia saja. Dari ruang lingkup yang

ada, maka dibedakan ruang lingkup akhlak tersebut meliputi segenap hal yang

berkaitan dengan kehidupan manusia, dan hubungan manusia dengan makhluk

lain.

1. Akhlak Dengan Allah SWT

Akhlak dengan Allah meliputi beriman kepada Allah yaitu mengakui,

mempercayai dan meyakini bahwa Allah itu wujud serta beriman dengan

rukun-rukunnya dan melaksanakan tuntutan-tuntutan di samping

meninggalkan sembarang sifat atau bentuk syirik terhadapnya.

Manusia harus mensyukuri nikmat yang diberikan Allah kepadanya

serta malu kepadaNya ketika akan berbuat maksiat, bertaubat dengan benar,

bertawakkal kepadaNya, mengharapkan rahmatNya, takut akan siksaanNya,

itulah yang dinamakan akhlak kepada Allah dengan baik, maka manusia akn

34
ditambah derajatnya, kedudukan semakin tinggi, dan kemuliaan yang agung.

Sehingga manusia akan mendapatkan perlindungan dari Allah.

Firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah 163:

⧫ ⬧    ⧫


 ⬧→ ➔ ◆ ➔
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan
Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”(Q.S. al-Baqarah : 163).

Beribadah atau mengabdikan diri, tunduk, taat dan patuh kepada Allah

yaitu melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala laranganNya

dengan ikhlas semata-mata karena Allah SWT. Bertaubat denganNya yakni

apabila seorang mukmin itu terlupa atau berada pada kubangan dosa karena

kekhilafannya atau keterpaksaannya, maka segera memohon ampunan dan

bertaubat kepada Allah SWT. Mencari keridhaanNya yaitu senantiasa

mengharapkan Allah dalam segala usaha dan amalannya. Melaksanakan

ibadah yang wajib/fardhu dan Sunnah meliputi ridho menerima Qadha dan

Qadar Allah.

2. Akhlak Dengan Manusia

Akhlak terhadap manusia dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu

akhlak terhaap diri sendiri, akhlak terhadap keluarga, dan akhlak terhadap

orang lain atau masyarakat.

a. Akhlak terhadap diri pribadi sendiri

35
Akhlak terhadap diri sendiri adalah pemenuhan kewajiban manusia

terhadap dirinya sendiri, baik jasmani maupun rohani. Diantara macam-

macam akhlak terhadap diri pribadi adalah:

1) Jujur dan dapat dipercaya

Jujur adalah mengatakan yang sebenarnya. Dan ini merupakan

sifat terpuji yang menjadi salah satu sifat Rasulullah SAW. Allah

berfirman dalam Q.S. at-Taubah ayat 119:

❑⧫◆  ⧫


⧫ ❑❑◆  ❑→
 ✓

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan


hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” (Q.S. at-Taubah:
119).

2) Bersikap Sopan

Sopan santun adalah memelihara pergaulan dan hubungan

sesama manusia tanpa ada perasaan bahwa dirinya lebih dari orang

lain, sehingga tidak merendahkan orang lain. Firman Allah dalam Q.S.

al-Furqon ayat 63:

◆❑▪ ⧫◆
◼⧫ ⧫❑→☺⧫ 
⬧◆ ❑ 
❑➔ ⧫⬧⬧
 ☺◼ ❑⬧

“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-


orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila

36
orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata
(yang mengandung) keselamatan” (Q.S. al-Furqon: 63).

3) Sabar

Sabar adalah tidak mengeluh kepada selain Allah tentang

penderitaan yang menimpanya. Apabila seseorang ditimpa

penderitaan, maka ia harus memperkuat jiwa, disamping harus

berikhtiar mencari sebab datangnya penderitaan atau musibah tersebut.

Firman Allah dalam Q.S. Ali-Imron ayat 200 :

 ⧫
 ❑⧫◆
❑◆◆ ◆
➔⬧  ❑→◆
 ❑⬧➔
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu)
dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung”(Q.S. Ali-
Imron: 200).

4) Kerja Keras dan Disiplin

Yang dimaksud kerja keras adalah bekerja dengan batas-batas

kemampuannya tetapi tidak berlebihan dari kemampuan yang dimiliki.

Kebehasilan tidak akan dicapai tanpa bekerja keras. Firman Allah Q.S.

al-An’am ayat 135:

◼⧫ ❑➔☺ ❑⬧⧫ ➔


 ⧫  →⧫⬧⧫
❑⬧ ⧫ ❑☺◼➔⬧ ⧫❑⬧
  ➔⧫⧫ ⬧
  
 ❑☺→

37
“Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu,
Sesungguhnya akupun berbuat (pula). kelak kamu akamengetahui,
siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di
dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan
mendapatkan keberuntungan” (Q.S. al-An’am: 135).

5) Berjiwa Ikhlas

Ikhlas adalah membersihkan diri dari sifat riya’ (pamer) dalam

mengerjakan perintah Allah. Ikhlas juga dimaknai sebagai perbuatan

yang dilandasi dan berharap pada keridhaan Allah. Firman Allah Q.S.

al-A’raf ayat 29:

 ❑ ❑☺◆ . . .


◼❑◆ ⧫ →
. . . ⧫  ⬧ ✓➔
.

“ Dan luruskanlah muka (diri)mu di Setiap sembahyang dan


sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya”
(Q.S. al-A’raf: 29).

6) Hidup Sederhana

Sederhana artinya tidak berlebihan, baik dalam membelanjakan

hartanya maupun dalam memenuhi kebutuhannya. Bukan berarti kita

dianjurkan untuk kikir atau pelit dalam membelanjakan harta. Firman

Allah Q.S. al-Furqon ayat 67:

❑→ ⬧ ⧫◆


⬧◆ ❑➔ ⬧
✓⧫ ⧫◆ ⧫
 ◆❑⬧ ⬧
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka
tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan
itu) di tengah-tengah antara yang demikian”(QS. Al-Furqon: 67).

38
3. Akhlak Terhadap Keluarga

Keluarga adalah kelompok orang yang mempunyai hubungan darah

atau perkawinan. Kewajiban masing-masing anggota keluarga dituntut untuk

ditunaikan sebaik-baiknya, baik kewajiban suami terhadap istri dan

sebaliknya, kewajiban orang tua terhadap anak dan sebaliknya. Berikut

beberapa macam akhlak terhadap keluarga :

a. Berbuat baik kepada kedua orang tua dan kerabat dekat.

Oleh sebab itu anak wajib berbuat baik kepada kedua orang

tuanya. Bahkan tingkatan perbuatan baik terhadap orang tua langsung di

bawah perintah beribadah kepada Allah. Firman Allah Q.S. an-Nisa’ ayat

36 :

◆  ◆ . . .


   ❑➔
 ⧫◆❑◆
 . . . . ◼→ ◆
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun.dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-
kerabat” (Q.S. an-Nisa’: 36).

b. Menghormati hak hidup anak

Anak adalah amanah yang diberikan Allah. Orang tua wajib

mengupayakan agar anak-anak hidup sehat jasmani dan mencerdaskan

pikirannya serta mengasah spiritualnya. Allah melarang orang-orang yang

menelantarkan dan membunuh anak-anaknya lantaran takut miskin.

39
Firman Allah Q.S. al-Isra’ ayat 31:

⬧ ❑➔⬧ ◆


⧫  ◼ ⬧◆
  ◆ ➔⧫
  ⧫ ◼⬧

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut
kemiskinan.kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga
kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang
besar”(Q.S. al-Isra’: 31).

c. Membiasakan bermusyawarah

Musyawarah adalah sarana yang sangat efektif untuk

menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh keluarga.

Musyawarah juga sangat baik untuk menentukan pilihan salah satu

anggota keluarga yang bimbang dalam menentukan pilihan. Firman Allah

Q.S. ath-Talaq ayat 6:

➔ ◆⧫ ☺⬧◆ . . .


 . . . .
“Dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik”
(Q.S. ath-Talaq: 6).

d. Bergaul dengan baik

Islam sangat memberikan perhatian pada silaturrahmi antar

anggota keluarga. Keakraban anggota keluarga ini salah satu kunci dari

kebahagiaan rumah tangga. Firman Allah dalam Q.S. al-Hujurat ayat 10 :

◆❑ ⧫❑⬧☺ ☺


 ◆❑ ⧫✓⧫ ❑⬧⬧

40
➔⬧  ❑→◆
 ⧫❑❑➔
“ Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat” (Q.S. al-
Hujurat : 10).

e. Menyantuni saudara yang kurang mampu.


Kemampuan dan kekayaan saudara dalam keluarga tidaklah sama.

Ada sebagian yang mendapatkan rezeki lebih. Islam sangat menekankan

agar anggota keluarga yang mampu menyantuni keluarga yang kurang

mampu. Firman Allah Q.S. al-Isra’ ayat 26:

◼→ ⬧ ◆◆


⧫✓☺◆ 
◆  ⧫◆
 ⬧ ⧫➔
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya,
kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah
kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros” (Q.S. al-Isra’:
26).

4. Akhlak terhadap Masyarakat

Masyarakat adalah sekumpulan keluarga yang hidup bersama dalam

satu tempat tertentu. Dalam masyarakat itu kita hidup berdampingan dengan

orang lain. Islam sangat menekankan agar kita menghormati para tetangga.

Firman Allah Q.S. an-Nisa’ ayat 36:

◆  ◆ 


   ❑➔
 ⧫◆❑◆

41
◼→ ◆
✓☺◆ ☺⧫◆◆
◼→  ◆
→ ◆
 ◆
⬧◼⧫ ⧫◆  ◆
⧫ ⧫     ☺
 ❑⬧ ⧫➔ ⧫
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun.dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga
yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri” (Q.S. an-Nisa’:36 )

5. Akhlak terhadap Alam

Yang dimaksud alam adalah semesta yang mengitari kehidupan

manusia yang mencakup tumbuh-tumbuhan, hewan, udara, sungai, laut, dan

sebagainya. Manusia tidak boleh boros dalam memanfaatkan potensi alam dan

serakah dalam menggali kekayaan alam yang dapat membuat kerusakan

(Mahasri dan Imron, 2011:126). Firman Allah Q.S. al-Rum ayat 41:

   ⧫⬧


⧫ ☺ ⬧⧫◆
⬧  
❑➔  ◆➔⧫
 ⧫❑➔⧫ ➔⬧
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”
(Q.S. al-Rum: 41).

42
BAB III

TAFSIR SURAT AN-NUR AYAT 30-31

Surat an-Nur terdiri dari 64 ayat, merupakan surat Madaniyah. Para ulama

telah sepakat menyatakan hal ini. Nama an-Nur telah dikenal sejak zaman Nabi

SAW. Diriwayatkan bahwa Nabi SAW berpesan: “Ajarkan surah an-Nur kepada

keluarga kamu”. Nama tersebut demikian karena salah satu ayatnya berbicara dengan

sangat indah dan mengesankan tentang nur, yakni cahaya petunjuk ilahi. Dan dapat

disimpulkan bahwa surat ini melahirkan masyarakat yang kuat, bersih, dan tercermin

dalam pelaksanaan tuntunan surat ini. Dari sinilah agaknya surah ini di namai surah

an-Nur, yakni cahaya yang menerangi segala aspek kehidupan yang kesemuanya

bersumber dari Nur ilahi yang menerangi seluruh alam ini (Shihab, 2012: 581).

Skripsi ini hanya fokus pada surat an-Nur ayat 30-31 yang berisi tentang

perintah mengalihkan pandangan dan tidak menatap sesuatu yang terlarang. Serta

kewajiban menutup bagian-bagian badan yang menjadi auratnya. Pembahasan dalam

tafsir ayat ini diambil dari tafsir al-Misbah dan al-Lubab karya Quraish Shihab, tafsir

Muyassar karya Aidh al Qarni, tafsir Ibnu Katsir karya M. Nasib ar-Rifa’i dan kitab-

kitab tafsir al- Qur’an lainnya. Namun sebelum membahas tafsir surat an-Nur 30-31

tersebut, alangkah lebih baiknya jika mengetahui jenis tafsir dan kisah Nabi Dawud

terlebih dahulu.

43
1. Jenis Tafsir

Tafsir adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan

yang bersangkutan dengan al-Qur’an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin

(pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan al-Qur’an,

khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami dan samar artinya,

dalam memahami dan menafsirkan al-Qur’an diperlukan bukan hanya

pengetahuan bahasa arab saja tetapi juga berbagai macam ilmu pengetahuan

yang menyangkut al-Qur’an dan isinya, ilmu untuk memahami al-Qur’an

dinamakan ulumul Qur’an.

Adapun metode dalam menafsirkan al-Qur’an dalam surat an-Nur

ayat 30-31 ini yakni :

a. Tafsir Tahlili (Analisis)

Metode tafsir tahlili adalah suatu metode menafsirkan ayat-ayat

al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam

ayat-ayat yang ditafsirkan itu dan menerangkan makna-makna yang

tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan

mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.

Jadi, metode penafsiran tahlili adalah metode yang berupaya

menafsirkan ayat demi ayat al-Qur’an dari setiap surat-surat dalam al-

Qur’an dengan seperangkat alat alat penafsiran (asbabun nuzul,

munasabat, nasikh-mansukh, dan lain-lain) dalam al-Qur’an (Depag RI,

2009: 68).

44
2. Kisah Nabi Dawud AS

Alkisah, Nabi Dawud AS pernah mendapatkan celaan dari Allah

karena melakukan perbuatan tidak terpuji yang disebabkan karena

memandang.

Suatu hari, pandangan Nabi Dawud bertaut sekejap kepada istri

Urayya bin Hanan. Namun, pandangan yang hanya berdurasi beberapa detik

itu sanggup mengguratkan pengaruh mendalam.Ia pun terpesona kepada

wanita jelita itu. Dalam hal ini, Nabi Dawud tidak berdosa karena

pandangan yang diarahkan beliau sama sekali tidak disengaja.

Karena kuatnya daya pikat wanita itu, wajahnya yang elok pun

selalu terbayang dipelupuk mata Nabi Dawud. Hasrat Nabi Dawud tak

terbendung lagi untuk segera menikahinya, meski wanita itu sudah diketahui

menjadi istri orang lain. Tak ayal lagi, ia mendatangi Urayya bin Hanan dan

memohon kepadanya, “ceraikanlah istrimu dan biarkan aku menikahinya”.

Urayya sungkan kepada Nabi Dawud.Tidak enak hatinya kalau harus

menolak permintaan Nabi yang mulia ini. Dengan berat hati Urayya

mengabulkan permohonan itu. Kemudian ia segera menceraikan istrinya.

Singkat cerita dilangsungkanlah pernikahan antara Nabi Dawud dengan

janda Urayya.

Perbuatan seperti itu memang tidak dilarang dalam syariat Nabi

Dawud, dan sudah menjadi kebiasaan umatnya. Dengan melakukan

perbuatan semacam itu mereka tidak akan kehilangan harga diri. Namun

45
demikian meski secara syariat perbuatan semacam ini dibolehkan, tetapi

yang lebih utama adalah tidak melakukannya. Sebab perbuatan tersebut

kurang pantas dilakukan , apalagi oleh seorang Nabi utusan Allah. Karena

itulah Allah mencela perbuatan Nabi Dawud.

Akan tetapi, semua kejadian ini tidak dapat dilepaskan oleh skenario

Allah. Dibalik takdir-Nya yang misterius itu terkandung hikmah yang

sangat besar. Setelah Nabi Dawud menikahi wanita tersebut, lahirlah Nabi

Sulaiman (Salamullah, 2008: 167-168).

3. Asbab An-Nuzul Surat an-Nur

Secara bahasa, asbab an-nuzul dapat diartikan dengan sebab

turunnya al-Qur’an. Kita tahu bahwa al-Qur’an diturunkan selama 22 tahun

2 bulan dan 22 hari secara mutawwatir (berangsur-angsur), dan bertujuan

untuk memperbaiki tata cara kehidupan orang yang hidup pada masa zaman

jahiliyyah.

ُ ‫ُه َو َما نَزَ َل قُرا َ ٌن بِشَأنِ ِه َوقتَ َوقُو ِع ِه َك َحا ِدث َ ٍة اَو‬
‫س َؤا ٍل‬
Sesuatu yang turun al-Qur’an karena waktu terjadinya, seperti peristiwa
atau pertanyaan.

Secara terminologi menurut Az-Zarqani dalam bukunya Manahilal-

‘Urfan fi ‘Ulum Al-Qur’an, pengertian asbab an-nuzul adalah sesuatu

yangmenyebabkan satu ayat atau beberapa ayat diturunkan untuk

membicarakansebab atau menjelaskan hukum sebab tersebut pada masa

terjadinya sebab itu (Az-Zarqani, 2001: 95).

46
Sedangkan Hasbi Ash-Siddieqy mendefinisikan sebagai kejadian

yang karenanya diturunkan al-Qur’an untuk menerangkan hukumnya di hari

timbul kejadian-kejadian itu dan suasana yang di dalam suasana itu al-

Qur’an diturunkan serta membicarakan sebab yang tersebut itu, baik

diturunkan langsung sesudah terjadi sebab itu, ataupun kemudian lantaran

sesuatu hikmah (Ash-Shiddieqyi, 1980: 78).

Dari definisi diatas, yang dimaksud sebab turunnya ayat (asbab an-

nuzul) adalah peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat, atau

pertanyaan dari sahabat kepada Nabi SAW mengenai suatu persoalan.

Selanjutnya dipahami bahwa asbab an-nuzul itu mesti berupa laporan

peristiwa (riwayat), tidak berdasarkan pada pendapat, ijtihad, ijma’, dan

sebagainya.

Anggapan mempelajari asbabun nuzul tidak bermanfaat dan

membuang-buang waktu adalah tidak benar. Karena dengan mempelajari

asbabun nuzul itu sendiri ada beberapa manfaat yang bisa kita ambil.

Diantaranya yakni :

a. Untuk menunjukkan bahwa dalam penetapan hukum sudah melalui

berbagai pertimbangan, termasuk masalah-masalah yang dihadapi

perorangan.

b. Untuk memahami bahwa ayat yang turun berlaku khusus,bagi orang

yang berpegang pada kaidah tertentu.

47
c. Bila teks ayat umum, dan terdapat dalil yang mengkhususkannya, maka

sebab turun ayat tersebut diterapkan pada bentuk yang bukan bentuk

dalil tersebut.

d. Untuk membantu dalam memahami makna ayat.

e. Untuk menghindari penyalahgunaan ayat untuk tujuan pribadi (Depag

RI, 2009: 232).

Berdasarkan keterangan mengenai mana-mana ayat dari Q.S.

an-Nur yang memiliki sebab turunnya secara khusus, maka Q.S. an-

Nur 30-31 yang menjadi bahan kajian skripsi ini adalah memiliki

asbabub nuzul. Dengan kata lain, Q.S. an- Nur memiliki sebab yang

khusus ketika ayat tersebut turun.

1) Asbabun Nuzul Surat an-Nur ayat 30

Disebutkan dalam kitab al kafi dalam Tafsir Nurul Qur’an ,

bahwa dalam ayat 30 terdapat hadist dari Imam Muhammad Baqir

mengenai sebab diwahyukannya ayat yang mulia ini. Seorang

pemuda dari kaum Anshor berjumpa dengan seorang wanita di

tengah jalan. Sementara wanita itu meletakkan cadarnya di

belakang telinganya (sehingga dengan sendirinya sebagian leher

dan dadanya terlihat). Wajah wanita itu menarik hati pemuda itu

lalu menatapnya. Tatkala wanita itu melewatinya, dia masih terus

saja memandangnya sementara si wanita berjalan terus ke tempat

tujuannya sendiri. Kemudian pemuda itu masuk ke sebuah gang

48
sempit, tapi masih terus melihat ke belakang. Tiba-tiba mukanya

membentur tembok dan sepotong tulang yang tajam, atau sepotong

kaca di dinding itu yang menyayat wajahnya ! kemudian, si wanita

itu hilang dari pandangannya, dan si pemuda sadar akan dirinya

dan melihat darah bercucuran dari wajahnya, sehingga

mengakibatkan pakaian serta dadanya ternoda darah. Dia

kemudian merasa sedih.Lalu dia berkata dalam hati, “Aku

bersumpah, demi Allah SWT, akan pergi menemui Nabi SAW dan

menceritakan kepada beliau tentang kejadian ini”.

Kemudian Nabi SAW melihatnya, beliau kemudian

bertanya kepada pemuda itu tentang apa yang telah terjadi.

Pemuda itu lalu menceritakan kepada Nabi SAW kejadian yang

baru saja dialaminya. Maka saat itulah malaikat Jibril, si pembawa

wahyu Allah SWT turun membawakan ayat diatas kepada Nabi

Muhammad SAW (Imani, 2006: 341).

2) Asbabun Nuzul Surat an-Nur ayat 31

Ayat ini merupakan perintah dari Allah bagi kaum wanita

mukmin dan merupakan penghargaan dari Allah bagi suami

mereka serta sebagai perbedaan antara mereka dengan wanita

jahiliyyah adan perilaku wanita musyrik. Sebab turunnya ayat ini

adalah sebagaimana diceritakan oleh Muqatil bin Hayan. Dia

berkata, “Telah sampai berita kepada kami, dan Allah maha tau,

49
bahwa Jabir bin Abdillah al-Anshari telah menceritakan bahwa

Asma’ binti Murtsid tengah berada di tempatnya, yaitu di Bani

Haritsah. Tiba-tiba banyak wanita menemuinya tanpa menutup

aurat dengan rapi sehingga tampaklah gelang-gelang kaki mereka,

dada, dan kepang rambutnya”. Asma’ bergumam: ‘Alangkah

buruknya hal ini. Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat,’Katakanlah

kepada wanita yang beriman,’Hendaklah mereka menahan

pandangannya”’ dari perkara yang diharamkan Allah untuk

melihatnya, kecuali kepada suaminya. Karena itu, sebagian ulama

berpandangan bahwa wanita tidak boleh melihat laki-laki asing

secara mutlak (Ar-Rifa’i, 2000: 488).

4. Tafsir Surat an-Nur Ayat 30-31

a. Surat an-Nur ayat 30

❑⧫ ✓⬧☺ ➔


 
 ➔ ❑→⧫⬧◆
  ⚫ ⬧ ⬧
⧫❑➔⧫ ☺  


“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah


mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang mereka perbuat"(Q.S. an-Nur 30).

Dalam tafsir Muyassaar ayat ini dijelaskan bahwa “Katakanlah

wahai Nabi kepada orang-orang yang beriman hendaknya mereka

menahan pandangan mereka dari apa yang diharamkan, yaitu melihat

50
wanita-wanita dan aurat, serta memelihara kemaluan mereka dari hal-

hal yang diharamkan berupa perbuatan keji dan membuka aurat.

Sebab, hal ini menjaga kesucian jiwa dan melindungi kehormatan.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang diperbuat oleh

hamba-hambaNya. Oleh karena itu, hendaknya ia selalu merasa

diawasi Allah dan takut kepada-Nya” (Al-Qarni, 2007: 123).

Sebagian ulama berpendapat bahwa “ Pandangan merupakan

panah yang menembus ke hati. Karena itu Allah menyuruh agar

memelihara kemaluan, sebagaimana Dia menyuruh menjaga

pandangan yang merupakan pemicu untuk berbuat sesuatu yang tidak

baik” (Ar-Rifa’i, 2000: 486).

Salah satu hadist dari riwayat Ath-Thabrani dalam (Az-Zuhaili,

2014: 2), dari Abdullah bin Mas’ud r.a., Rasulullah SAW bersabda,

“pandangan mata adalah anak panah iblis yang beracun. Barang

siapa meninggalkannya karena takut kepada-Ku, aku menggantinya

dengan keimanan yang dapat ia rasakan manisnya di dalam hati”.

Maksudnya, pandangan mata terhadap perempuan yang bukan

mahram dapat membangkitkan kilatan api iblis yang membinasakan.

Barang siapa yang meninggalkan hal tersebut, Allah akan

menggantinya dengan kehangatan iman.

Ayat di atas menggunakan kata )‫ (المؤمنون‬al-mukminun yang

mengandung makna kemantapan iman yang bersangkutan.

51
Kata (‫ )يغضوا‬yaghudhdhu terambil dari kata (‫ )غض‬ghadhdha

yang berarti menundukkan atau mengurangi. Yang dimaksud di sini

adalah mengalihkan arah pandangan serta tidak memantapkan

pandangan dalam waktu yang lama kepada sesuatu yang terlarang atau

kurang baik.

Ayat ini tidak mengatakan bahwa orang-orang beriman harus

menutup mata mereka, melainkan bahwa mereka harus mengurangi

atau mempersingkat pandangannya. Karena jika seorang laki-laki

ingin menutup matanya ketika melihat seorang wanita yang bukan

muhrimnya, niscaya tiadak akan bisa berjalan. Akan tetapi jika dia

merendahkan pandangannya dan tidak memandang ke wajah dan

tubuh si wanita, maka seolah-olah dia telah merendahkan

pandangannya dan sama sekali menghapuskan apa-apa yang dilarang

dari lingkup pandangannya (Imani, 2006: 337).

Menurut Sayyid Rasyid Ridha yang dimaksud dengan

memejamkan mata bukanlah berjalan dengan menundukkan kepala

dan tidak memandang perempuan atau laki-laki yang berlalu.

Memejamkan sebagian mata artinya tidak terus menerus memandang

dan melihat aurat perempuan yang kebetulan terbuka. Pandangan yang

terus menerus kepada auratlah yang kita diperintahkan untuk

memejamkannya (Ash-Shiddieqyi, 2000: 2813).

52
Kata )‫ (فروج‬furuj adalah jamak dari kata (‫ )فرج‬farj yang pada

mulanya berarti celah di antara dua sisi. Al-Qur’an menggunakan kata

yang sangat halus itu untuk sesuatu yang sangat rahasia bagi manusia,

yakni alat kelamin.

Ayat diatas menggunakan kata (‫ )من‬min ketika berbicara

tentang (‫ )أبصر‬abshar atau pandangan-pandangan dan tidak

menggunakan kata min ketika berbicara tentang )‫ (فروج‬furuj atau

kemaluan. Kata min itu dipahami dalam arti sebagian. Ini agaknya

disebabkan memang agama memberi kelonggaran bagi mata dalam

pandangannya (Shihab, 2012: 525).

Ulama sepakat tentang bolehnya melihat wajah dan telapak

tangan wanita yang bukan mahram, tetapi sama sekali tidak memberi

peluang bagi kemaluan untuk selain istri dan hamba sahaya yang

bersangkutan.

Dalam pendapat yang lain mengatakan bahwasannya muka dan

telapak tangan tidaklah termasuk aurat. Karenanya tidak haram jika

melihat muka dan telapak tangan dalam keadaan terbuka, kecuali

kalau yang demikian itu menimbulkan kejahatan (Ash-Shiddieqyi,

2000: 2813).

Thabathaba’i memahami perintah memelihara furuj bukan

dalam arti memeliharanya sehingga tidak digunakan bukan pada

53
tempatnya, tetapi memeliharanya sehingga tidak terlihat oleh orang

lain. Bukan dalam arti larangan berzina (Shihab, 2012: 525).

Dalam kaidah hukum islam, terdapat aturan bahwa segala

sesuatu yang dapat menghantarkan seseorang pada perbuatan buruk

atau haram, dalam al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 32 telah dijelaskan

tentang larangan mendekati zina, karena itu perbuatan keji. Zina

memang memiliki banyak sarana. Salah satunya adalah memandang

lawan jenis secara bebas. Oleh karenanya kita harus memperketat dan

mengendalikan pandangan terhadap lawan jenis. Awalnya mungkin

memandang biasa tanpa berfikiran apa-apa, akan tetapi lama-kelamaan

sangat mungkin juga pandangan tersebut berubah menjadi pandangan

nafsu.

Batasan yang membedakan antara pandangan yang halal dan

yang haram adalah pandangan pertama yang tidak sengaja, dan

karenanya ia tidak berdosa. Sementara pandangan kedua, mata

mengikuti ke arah objek yang dipandang maka perbuatan ini dicatat

sebagai dosa. Hadist riwayat Ahmad dari Ali bin Abi Thalib r.a. Nabi

Saw bersabda ,”Hai Ali, sungguh engkau mempunyai harta karun di

surga dan engkau yang mempunyai dua tanduknya. Maka, janganlah

engkau ikuti pandangan pertama dengan pandangan berikutnya,

karena yang pertama itu untukmu, sedangkan yang berikutnya

bukanlah untukmu” (Az-Zuhaili, 2014, 2).

54
Pada dasarnya menahan pandangan dan memelihara kemaluan

adalah suci dan terhormat, karena dengan demikian telah tertutup salah

satu pintu kedurhakaan yang besar, yakni perzinahan. Kemudian

Rasulullah SAW diperintahkan menyampaikan tuntutan ini kepada

orang-orang mukmin agar mereka melaksanakannya dengan baik dan

hendaklah mereka terus awas dan sadar karena sesungguhnya Allah

Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat (Shihab, 2012: 589).

Dari penjelasan di atas kita dapat mengetahui bahwasannya

orang yang beriman harus bisa menjaga pandangannya dan menjaga

kemaluannya untuk menjaga kesucian jiwa dan kehormatannya.

Karena Allah mengetahui apa yang kita perbuat.

b. Surat an-Nur ayat 31

◆⬧☺ ➔◆
  →⧫
◆ ➔ →⧫⬧◆
⧫  ⧫⧫ 
⧫➢◆◆   ⧫⬧
 ❑ ◼⧫ ☺➔
 ⧫⧫  ◆
 ⬧❑➔
⧫◆  ⧫◆
 ⬧❑➔
  
◆❑  ⬧❑➔
 ◆❑ ⧫ 
 ◆❑ ⧫
⬧◼⧫ ⧫  
 ☺
  ✓➔
  ⧫
⬧   

55
◆❑⧫ ◼⧫ →⧫
⧫➢ ◆  
⧫ ◼➔ 
 ⧫  ⧫✓
➔⬧  ◼ ❑❑➔◆
❑⬧☺ ⧫
 ❑⬧➔ ➔⬧

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka


menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka
Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,
dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-
putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-
saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah
mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung (Q.S. An-Nur :
31).

Dalam tafsir Muyassaar karya (Al-Qarni, 2007: 124) Ayat ini

menjelaskan bahwa “ Dan katakanlah wahai Nabi, kepada wanita-

wanita muslimah hendaknya mereka menahan pandangan dari apa

yang diharamkan, yaitu melihat aurat serta menjaga kemaluan dari apa

yang diharamkan dan tidak menampakkan perhiasan kepada laki-laki

asing, melainkan menutupinya dengan baju, jilbab, dan sebagainya

yang dapat menutupi aurat perempuan.

Mereka wajib menutupkan penutup kepala mereka sampai ke

dada sebagaimana penutup muka agar maksud hijab ini bisa tercapai

56
dan janganlah mereka menampakkan perhiasan dan kecantikan mereka

kecuali kepada suami mereka. Sebab suami boleh melihat apa yang

tidak boleh dilihat oleh orang lain. Sedangkan sebagian anggota badan

perempuan seperti muka, leher, kedua tangan, dan kedua lengan boleh

dilihat oleh ayah mereka, atau oleh ayah suami mereka, atau oleh

putra-putra mereka, atau oleh puta-putra suami mereka, atau oleh

saudara laki-laki mereka, atau oleh putra-putra saudara laki-laki

mereka, atau oleh putra-putra saudara perempuan mereka, atau oleh

wanita-wanita islam,bukan yang kafir, atau budaknya, atau oleh lelaki

yang tak memiliki syahwat kepada perempuan, atau anak-anak kecil

yang belum mengerti aurat perempuan dan tidak memiliki syahwat.

Dan janganlah wanita memukulkan kakinya ketika berjalan

agar perhiasan, seperti gelang kaki, yang ia sembunyikan di dengar

orang lain. Kembalilah kalian semua, wahai orang-orang yang

beriman, kepada ketaatan kepada Allah dengan melaksanakan segala

perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Hiasilah diri kalian

dengan tingkah laku yang terpuji, dan jauhilah perbuatan-perbuatan

jahiliyyah yang hina, keji, dan mungkar. Semoga kalian mendapatkan

keridhaan Allah dan surga-Nya dan meliputi kalian dengan rahmat-

Nya.

Menurut Al-Maraghi, ayat ini menerangkan bahwa Allah

memerintahkan kepada wanita-wanita yang beriman untuk

57
menundukkan pandangan sebagaimana diwajibkan atas para pria yang

beriman, agar tidak melihat aurat orang lain dengan sengaja atau tidak

sengaja, atau melihat sesuatu yang haram untuk dilihat. Begitu pula

dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada wanita-wanita yang

beriman untuk menjaga kehormatan dirinya dari berbuat zina atau

melakukan lesbi, dan mereka dilarang untuk menampakkan perhiasan-

perhiasannya kecuali yang biasa tampak, seperti cincin, celak mata,

dan henna (Kemenag RI, 2012: 109).

Pendapat As-Syaukani Rahimahullah dalam Muhtadi,

berpendapat bahwa dalam ayat ini “dan katakanlah pada kaum

mukminat” merupakan penegasan al-Qur’an akan kewajiban mereka

menundukkan pandangan, karena pada ayat sebelumnya seruan juga

ditujukan kepada wanita mukminah. Dan beginilah al-Qur’an dalam

mengungkapkannya (Muhtadi, 2004: 70).

Kata (‫ )زينة‬zinah adalah sesuatu yang menjadikan lainnya indah

dan baik atau dengan kata lain perhiasan.

Kata (‫ )خمر‬khumur adalah bentuk jamak dari kata (‫ )خمار‬khimar

yaitu tutup kepala yang panjang. Sejak dahulu wanita menggunakan

tutup kepala itu, hanya saja sebagian mereka tidak menggunakannya

untuk menutup tetapi membiarkan melilit punggung mereka. Ayat ini

memerintahkan mereka menutupi dada mereka dengan kerudung

panjang itu. Ini berarti kerudung itu diletakkan di kepala kaarena

58
memang sejak semula ia berfungsi demikian, lalu diulurkan ke bawah

sehingga menutup dada.

Kata (‫ )جيوب‬juyub adalah bentuk jamak dari (‫ )جيب‬jayb yaitu

lubang di leher baju yang digunakan untuk memasukkan kepala dalam

rangka memakai baju, yang dimaksud ini adalah leher hingga ke dada.

Dari jayb ini sebagian dada tidak jarang dapat tampak (Shihab, 2012:

528).

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa sebelum diwahyukannya

ayat ini, kaum wanita memakai kerudungnya dengan cara sedemikian

rupa sehingga sebagian leher dan dada mereka terlihat. Lalu al-Qur’an

menyuruh mereka mengenakan kerudungnya hingga menutupi bagian

leher dan dada mereka yang terlihat itu.

Ulama telah sepakat mengatakan bahwa selain wajah, kedua

telapak tangan, dan kedua telapak kaki dari seluruh badan wanita

adalah aurat, tidak halal dibuka apabila berhadapan dengan laki-laki

asing. Firman Allah dalam surat yang lain mengenai aurat adalah ada

pada surat al-Ahzab ayat 59 yang berbunyi:

➔  ⧫


◆⧫◆ ◆
⧫✓⬧☺ ◆
 ◼⧫ ✓
 ⬧  ◼
 ⧫⬧⬧ ⬧ ⧫➔ 
☺▪ ❑→  ◆


59
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di
ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”(Q.S. al-Ahzab: 59).

Al-Biqa’i memeroleh kesan dari penggunaan kata (‫)ضرب‬

dharaba yang bisa diartikan memukul atau meletakkan sesuatu secara

cepat dan sungguh-sungguh pada firman-Nya: (‫ )وليضربن بخمرهن‬wal

yadhribna bi khumurihinna bahwa pemakaian kerudung itu hendaknya

diletakkan dengan sungguh-sungguh untuk tujuan menutupinya.

Bahkan, huruf ba pada kata bi khumurihinna dipahami oleh sementara

ulama berfungsi sebagai al-Ilshaq, yakni kesertaan dan ketertempelan.

Ini untuk lebih menekankan lagi agar kerudung tersebut tidak berpisah

dari bagian badan yang harus ditutup.

Para perempuan boleh membuka badan yang menjadi tempat

hiasan, kecuali antara pusat sampai lutut untuk ayah mereka atau ayah

suami mereka, atau anak-anak mereka, anak-anak suami, atau saudara

atau anak-anak saudara lelaki atau anak-anak saudara

perempuan.Sebab mereka semua adalah mahram yang tidak

dikhawatirkan akan terjadi fitnah.

Dalam ushul Fiqih telah di tunjukkan bahwa menutup aurat

dengan mengenakan kerudung yang dapat menutup kepala, leher, dan

dada adalah wajib hukumnya bagi setiap wanita yang beriman kecuali

60
kepada mahramnya yang telah disebutkan pada pembahasan tentang

batas aurat.

Kata (‫ )إربة‬irbah terambil dari kata (‫ )أرب‬ariba yang artinya

memerlukan atau menghajatkan.Yang dimaksud disini adalah

kebutuhan seksual.Yang tidak memiliki kebutuhan seksual adalah

orang tua dan anak-anak atau yang sakit sehingga dorongan tersebut

hilang darinya.

Ayat diatas dikatakan bahwa larangan menampakkan perhiasan

mereka kecuali kepada mahram yang dua belas jumlahnya yakni :

1) Suami mereka

2) Ayah

3) Ayah suami

4) Putranya yang laki-laki

5) Putra suami

6) Saudara

7) Keponakanlaki-laki dari saudara

8) Keponakan laki-laki dari saudari

9) Wanita

10) Budaknya

11) Laki-laki yang menyertainya, tapi laki-laki itu tidak mempunyai

kebutuhan lagi kepada wanita.

12) Anak kecil yang belum mengetahui tentang aurat wanita.

61
Ayat tersebut tidak disebutkan paman, baik dari saudara

ayah, atau dari saudara ibu, karena mereka dianggap sama

kedudukannya dengan ayah. Para ulama hukum Islam (Fuqaha’)

sepakat mengatakan bahwa mereka digolongkan dengan mahram

(Kemenag RI, 2012: 109).

Perbedaan pendapat dikalangan ulama dalam menetapkan

batas aurat perempuan bila berhadapan dengan laki-laki bukan

mahramnya adalah disebakan karena perbedaan pandangan mereka

dalam memahami maksud (‫ )اال ما ضهر منها‬artinya kecuali yang

(biasa) terlihat apakah yang dimaksud adalah yang biasa terlihat

menurut kebiasaan, sehingga yang dimaksudkan dengannya adalah

anggota badan tertentu, seperti wajah dan kedua telapak tangan,

atau yang dimaksud darinya adalah anggota badan yang nampak

tidak sengaja ketika bergerak, sehingga yang dimaksud oleh ayat

tersebut bahwa seluruh badan perempuan adalah aurat.

Kata (‫ )وال يضربن بارجلهن‬wa la yadhribna bi arjulihim

artinya mereka hendaklah tidak menghentakkan kakinya.

Maksudnya janganlah perempuan-perempuan itu menghentakkan

kakinya pada waktu berjalan supaya terdengar gemericik gelap

kakinya. Sebab yang demikian itu dapat menimbulkan perhatian

lelaki kepada mereka dan dapat menimbulkan persangkaan bahwa

perbuatan mereka memberikan suatu isyarat tertentu.

62
Ini menunjukkan bahwa Islam sedemikian tepat dan teliti

dalam masalah yang menyangkut kesucian masyarakat, bahkan

perbuatan seperti itu pun tidak diperbolehkan.Tak perlu dikatakan

lagi bahwa hal-hal yang dapat menyulut nafsu para pemuda seperti

penyebaran gambar porno, film biru, novel dan cerita yang

merangsang nafsu seksual adalah dilarang. Bahwasannya

masyarakat islam harus terbebas dari hal-hal seperti itu yang

membawa generasi kepada sentra-sentra kerusakan dan kekejian.

Kata . . .
.❑⬧➔➔⬧❑⬧☺
⧫➔⬧◼
❑❑➔◆ . . .
“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang
yang beriman supaya kamu beruntung”.

Allah tidak menyuruh untuk bertaubat, melainkan karena

apa yang diperintahkannya adalah wajib hukumnya, yaitu

menundukkan pandangan, menjaga kehormatan diri, dan menutup

aurat dengan memakai kerudung yang dapat menutup kepala,

leher, dan dada, yakni dengan memakai pakaian muslimah.

Bila diperhatikan ayat-ayat sebagai dasar hukum untuk

menutup aurat, kita akan melihat bahwa kesemuanya adalah

berbentuk amr (perintah) yang menurut pandangan ilmu ushul

fiqih yaitu suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap

63
pribadi muslim tanpa perlu banyak bertanya. Siapa saja yang

melaksanakan kewajiban itu akan mendapatkan pahala, karena ia

telah melaksanakan ibadah yang diwajibkan Allah SWT, dan siapa

saja yang tidak melaksanakannya akan berdosa (Kemenag RI,

2012: 109).

Sebagai akhir dari ayat ini, ada baiknya digaris bawahi dua

hal :

a) Al-Qur’an dan as-Sunah secara pasti melarang segala aktivitas

aktif maupun pasif yang dilakukan seseorang bila diduga dapat

menimbulkan rangsangan berahi kepada lawan jenisnya. Apa

pun bentuk aktivitas itu sampai-sampai suara gelang kaki pun

dilarangnya bila dapat menimbulkan rangsangan kepada selain

suami.

b) Tuntunan al-Qur’an menyangkut berpakaian sebagaimana

terlihat dalam ayat diatas, ditutup dengan ajakan bertaubat.

Ajakan bertaubat agaknya merupakan isyarat bahwa

pelanggaran kecil ataupun besar terhadap tuntunan memelihara

pandangan kepada lawan jenis tidak mudah dihindari oleh

seseorang. Maka setiap orang dituntut untuk selalu berusaha

sebaik-baiknya dan sesuai kemampuannya untuk menjaga hal

tersebut.

64
Dari ayat di atas bisa ditarik kesimpulan bahwasannya

Allah mewajibkan perempuan untuk menutup bagian-bagian

badannya yang dapat menimbulkan rangsangan. Sebab melihat

bagian aurat dalam keadaan terbuka bisa mendatangkan

maksiat. Dan juga anjuran untuk bertaubat.

65
BAB IV

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN

SURAT AN-NUR AYAT 30-31

A. Analisis Nilai Nilai Akhlak Dalam Surat an-Nur Ayat 30-31

Berkaitan dengan pendapat para mufassir yang telah dijelaskan pada

bab sebelumnya, maka dalam al-Qur’an surat an-Nur ayat 30 – 31 terdapat

beberapa nilai-nilai pendidikan yang harus dimiliki oleh manusia dan

diterapkan dalam kehidupannya baik terhadap dirinya, keluarganya,

masyarakat dan negara. Oleh karena itu penulis akan mencoba menganalisis

nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat an-Nur tersebut,

diantaranya ialah:

C. Nilai Akhlak QS. an-Nur Ayat 30

a. Menahan Sebagian Pandangan

Firman Allah dalam Q.S. an-Nur ayat 30:

 ❑⧫ ✓⬧☺ ➔ . . .


 . . . . 
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandanganya” (Q.S. an-Nur : 30).

Perintah pertama untuk menjaga sebagian pandangan adalah

ditujukan kepada kaum laki-laki, karena Rasulullah SAW

diperintahkan menyampaikan tuntunan ini kepada orang-orang

mukmin agar mereka melaksanakannya dengan baik. Baru kemudian

66
setelah kaum laki-laki diperintahkan untuk menahan sebagian

pandangan, selanjutnya kaum perempuan juga diperintahkan untuk

menahan sebagian pandangannya.

Firman Allah SWT dalam Q.S. an-Nur ayat 31 :

◆⬧☺ ➔◆ . . .
  →⧫
. . . .
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandangannya” (Q.S. an-Nur : 31).

Adanya perintah ini adalah dalam rangka untuk menjunjung

tinggi martabat dan kemuliaan seorang perempuan. Untuk itu maka

Islam juga memerintahkan agar kaum perempuan memejamkan

matanya dari hal-hal yang dilarang, seperti melihat laki-laki dengan

penuh nafsu.

Perintah ini juga tidak terlepas dari pergaulan atau interaksi

sosial antara laki-laki dan perempuan yang tidak dapat dielakkan lagi.

Hal ini memungkinkan antara laki-laki dengan perempuan untuk

saling melihat dan bergaul, sehingga tidak menutup kemungkinan

aurat dari keduanya (baik laki-laki dan terlebih perempuan) terbuka.

Apalagi di zaman yang serba modern yang serba instant seperti ini

penuh dengan kebebasan dengan masuknya budaya Barat ke Negeri

kita dengan sangat mudah.

67
Menahan pandangan bukanlah hal yang mudah dilakukan, coba

kita melihatke arah samping kiri, kanan, depan dan belakang, lawan

jenis yang bukan mahram senantiasa mengelilingi. Tidak hanya di

pusat-pusat keramaian, di dalam mobil angkutan umum saja, campur

baur dengan lawan jenis pun tak dapat dihindarkan lagi. Bahkan ketika

berdiam dirumah saja, menahan pandangan tidak kalah susahnya.

Koran, majalah dan televisi menyuguhkan pemandangan yang dapat

membuat hati tergelincir karenanya. Tak heran, ibadah kita sering

berantakan. Berdoa pun sulit sekali khusyu’ apalagi sampai dapat

mengeluarkan air mata penyesalan karena tidak mentaati perintah-

Nya.

Larangan untuk tidak melihat ini bukan berarti tidak melihat

sepenuhnya dengan cara memejamkan mata, akan tetapi lebih terfokus

pada upaya untuk tidak melihat atau memandangnya, dan jika

seandainya sudah terlanjur melihatnya atau ada unsur

ketidaksengajaan dalam memandangnya maka supaya diusahakan

sesegera mungkin untuk mengalihkan pandangan tersebut sehingga

tidak memandangnya.

Alhasil andai kata pada awalnya hal ini amat sangat sulit kita

lakukan, namun yakinlah bahwa barangsiapa yang bersungguh-

sungguh ingin menempuh jalan Allah, maka Allah akan lebih

68
bersungguh-sungguh lagi membimbing jalannya. Asalkan ada niat,

pasti akan mendapatkan jalan.

b. Menjaga Kemaluan
 . . . . ➔ ❑→⧫⬧◆ . . .
“Dan menjaga kemaluannya” (Q.S. an-Nur : 30).
Kata (‫ )فروج‬furuj adalah jamak dari kata (‫ )فرج‬farj yang pada

mulanya berarti celah diantara dua sisi. Al-Qur’an menggunakan kata

yang sangat halus itu untuk sesuatu yang sangat rahasia bagi manusia,

yakni alat kelamin. (Shihab, 2012: 525). Yang dimaksud menjaga

kemaluan disini adalah menutupi farji agar tidak kelihatan orang lain.

Jadi, maksud ayat di atas adalah perintah untuk menutupinya agar

tidak terlihat oleh orang yang tidak halal baginya.

Perintah menjaga kemaluan ini tidak hanya ditujukan pada

kaum laki-laki saja, akan tetapi perintah itu juga ditujukan pada kaum

perempuan. Dalam hal ini antara kaum laki-laki dan kaum perempuan

mendapatkan perintah dan mempunyai tanggung jawab yang sama,

yaitu sama-sama menjaga pandangan dan menjaga kemaluan mereka.

Manusia laki-laki dan perempuan diberi syahwat kelamin

supaya mereka tidak punah dan musnah dari muka bumi ini. Laki-laki

memerlukan perempuan dan perempuan juga memerlukan laki-laki.

Tidak hanya manusia saja, namun binatang pun juga sama.

69
Perbedaannya adalah manusia diberi karunia oleh Allah dengan akal

dan akal sendiri menghendaki hubungan-hubungan yang teratur dan

bersih. Sedangkan hewan tidak diberi akal sebagaimana manusia.

Dengan adanya pemberian anugerah tersebut, tentunya dalam

hal ini harus ada perbedaan antara sikap manusia dan hewan. Jangan

sampai akhlak yang kita punya jadi seperti binatang yang tidak pernah

malu untuk melakukan hal yang terlarang. Manusia diberi akal untuk

berfikir, bukan disalahgunakan untuk hal-hal yang membuat Allah

murka.

Syahwat adalah keperluan hidup dan akan menjadi baik jika

digunakan sebagaimana mestinya. Dan akan menjadi malapetaka jika

tidak digunakan sebagaimana mestinya. Untuk itu hendaknya manusia

baik laki-laki maupun perempuan supaya menjaganya, karena dalam

Islam berpedoman bahwa syahwat harus dikendalaikan dengan baik

dan bukan untuk dilepas begitu saja. Selain itu Islam juga tidak

menganjurkan untuk membunuh syahwat, namun dikendalikan

sebagaimana mestinya yaitu dengan cara yang sah melalui akad

pernikahan yang telah diatur dalam Islam.

D. Nilai Akhlak QS. an-Nur Ayat 31


a. Batasan ukuran perhiasan yang boleh ditampakkan kaum
perempuan kepada kaum laki-laki
 ⧫⧫  ◆ . . .
 . . . . ⧫⬧ ⧫

70
“Dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya” (QS. an-Nur : 31).

Ayat ini memberikan penekanan terhadap hal untuk

melindungi wanita dari pandangan tidak baik. Jelas bahwa gaya

bertutur, berlaku dan berpakaian perempuan dan laki-laki sangat

berpengaruh bagi kebaikan hubungan sosial, menjaga kehormatan dan

rasa malu. Itulah mengapa dari satu sisi Allah mengharamkan

pandangan yang tidak layak dan di sisi lain melarang penampilan

perempuan di tengah masyarakat agar tidak memamerkan sesuatu

yang dapat menggerakkan nafsu .

Masalah aurat sangat erat dengan soal pakaian, karena aurat

wajib ditutup dan alat penutupnya adalah pakaian. Pakaian setiap

muslim adalah harus menutup batas-batas aurat seperti yang

dikemukakan di atas.

Para ulama’ berbeda pendapat mengenai batas-batas aurat

terutama aurat bagi perempuan, perbedaan pendapat pun muncul pula

dalam masalah pakaian kaum perempuan. Sebagian mengharuskan

menutup seluruh anggota badan, sebagian pendapat mengecualikan

muka dan kedua telapak tangan, dan sebagian yang lain menambahkan

selain muka, kedua telapak tangan dan kedua kaki. Dari ketiga

pendapat tersebut, mayoritas ulama menyatakan bahwa seluruh

71
anggota tubuh perempuan adalah aurat kecuali muka dan kedua kedua

telapak tangan.

Kesepakatan mayoritas ulama ini berdasarkan bahwa setiap

orang yang shalat harus menutup auratnya di dalam shalatnya, dan

bahwa perempuan membuka wajah dan kedua telapak tangannya di

dalam shalatnya, dan dia harus menutup bagian seluruh tubuhnya yang

selain itu. Kalau wajah dan telapak tangan itu aurat, tentu ia harus

menutupnya sebagaimana ia harus menutup bagian tubuh lainnya yang

merupakan aurat.

Ayat ini memberi pengertian bahwa tidak wajib menutup pada

bagian-bagian tubuh yang menimbulkan kesukaran dengan

menutupnya atau telah menjadi adat bahwa bagian itu terbuka, seperti

muka dan telapak tangan. Begitu juga halnya dengan perhiasan-

perhiasan yang ia milikinya. Seluruh anggota tubuh perempuan dan

perhiasannya adalah dilarang untuk diperlihatkan pada orang lain akan

tetapi menampakkan bagian anggota tubuhnya dan perhiasannya,

kecuali yang (biasa) nampak daripadanya adalah diperbolehkan.

Untuk itu, menampakkan perhiasan adalah diperbolehkan

karenaperhiasan seperti celak, bedak, memakai lipstik merupakan

perhiasan wajah, sedang gelang dan cincin merupakan perhiasan

telapak tangan. Apabila diperbolehkan melihat perhiasan wajah dan

telapak tangan, maka otomatis hal itu diperbolehkan melihat wajah

72
dan kedua telapak tangan. Dengan demikian, maka diperbolehkan

bagi laki-laki lain untuk melihat wajah dan kedua tangan perempuan

dengan tidak bersyahwat.

b. Perintah Berkerudung / Berhijab


 . . . . ❑ ◼⧫ ☺➔
➢◆◆ . . .
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya ”(QS.
an-Nur : 31).
Kata (‫ )خمر‬Khumr adalah bentuk jamak dari (‫ )خمار‬khimar,

yang makna awalnya adalah penutup, akan tetapi biasanya dikatakan

pada sesuatu yang dikenakan oleh para perempuan untuk menutupi

kepalanya (kerudung). Ini berarti kerudung itu diletakkan di kepala

karena memang sejak semula ia berfungsi demikian, lalu diulurkan ke

bawah sehingga menutup dada. (Shihab, 2012: 528).

Sedangkan (‫ )جيوب‬juyub adalah bentuk jamak dari (‫ )جيب‬jayb

dengan makna lubang di leher baju atau krah baju, yang juga

diinterpretasikan dengan kancing leher, dan kadangkala menunjukkan

bagian atas dada dan seputarnya (Shihab, 2012: 528).

Dari kalimat ini bisa diketahui bahwa para perempuan sebelum

diturunkannya ayat ini, mereka senantiasa menyibakkan kerudung

yang dikenakannya ke bagian belakang kepala, sehingga leher dan

sebagian dada mereka menjadi terlihat. Kemudian al-Quran

memerintahkan supaya mereka menurunkan kerudung mereka pada

73
bagian dada dan seputarnya, supaya leher dan juga bagian dari dada

tidak akan tergambar (Imani, 2006: 343).

Berkerudung atau berjilbab diwajibkan bagi perempuan

muslimah agar supaya mereka dikenal dengan tertutup rapi, bersih dan

suci serta tidak mendapat gangguan dari luar. Dengan demikian akan

terhindar dari fitnah dan gangguan orang-orang fasik.

Perintah ini berarti adanya perintah untuk menjaga atau

menutup seluruh anggota tubuh yang merupakan bagian dari aurat,

kecuali muka dan kedua telapak tangan. Jadi, perintah menutupkan

kain kerudung sampai ke dadanya adalah untuk memakai pakaian yang

mengedepankan menutup aurat dan bukan mengedepankan nilai

keindahan pakaian.

c. Kepada siapa perempuan boleh menampakkan perhiasan

 ⧫⧫  ◆ . . .


 ⬧❑➔
⧫◆  ⧫◆
 ⬧❑➔
  
◆❑  ⬧❑➔
 ◆❑ ⧫ 
 ◆❑ ⧫
⬧◼⧫ ⧫  
 ☺
  ✓➔
  ⧫
⬧   
◆❑⧫ ◼⧫ →⧫
 . . . . 

74
“Dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-
putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-
saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita” (QS. an-Nur :
31).

Ayat di atas dikatakan bahwa larangan menampakkan

perhiasan mereka kecuali kepada mahram yang dua belas

jumlahnya yakni :

13) Suami mereka

14) Ayah

15) Ayah suami

16) Putranya yang laki-laki

17) Putra suami

18) Saudara

19) Keponakan laki-laki dari saudara

20) Keponakan laki-laki dari saudari

21) Wanita

22) Budaknya

23) Laki-laki yang menyertainya, di mana ia tidak berhasrat

kepada wanita baik di hatinya maupun di farjinya, disebabkan

cacat akal atau fisik seperti karena tua, banci maupun

impotensi (lemah syahwat).

75
24) Anak kecil yang belum mengetahui tentang aurat wanita.

Adapun jika anak-anak itu sudah mendekati baligh, di mana ia

sudah bisa membedakan antara wanita jelek dengan wanita

cantik, maka hendaklah wanita tidak terbuka di hadapannya.

Tidak disebutkan paman dari pihak bapak (‘amm) juga dari

pihak ibu (khaal) karena bila wanita terbuka di hadapan

mereka dikhawatirkan mereka mensifatinya kepada anak-

anaknya.Para ulama hukum Islam (Fuqaha’) sepakat

mengatakan bahwa mereka digolongkan dengan mahram

(Kemenag RI, 2012: 109). Termasuk juga mahram dari

sepersusuan.

Para perempuan boleh membuka badan yang menjadi

tempat hiasan, kecuali antara pusat sampai lutut untuk ayah

mereka atau ayah suami mereka (mertua) atau anak-anak

mereka, anak-anak suami (anak tiri) atau saudara atau anak-

anak saudara lelaki atau anak-anak saudara perempuan

(kemenakan). Sebab mereka semua adalah mahram yang tidak

dikhawatirkan akan menjadi fitnah. Sebab, pergaulan dengan

mereka itu adalah terlalu sering dan rapat (Ash-shiddieqyi,

2000: 2818).

76
Namun perlu diingat bahwa kebolehan melihat bagi

mahram adalah bukan untuk bersenang-senang dan

memuaskan nafsu.

d. Menyembunyikan Perhiasan Yang Berada Di Kakinya

 ⧫➢ ◆ . . .


. ⧫  ⧫✓ ⧫ ◼➔
 . . .

“Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui


perhiasan yang mereka sembunyikan” (QS. an-Nur : 31).

Janganlah perempuan-perempuan itu menghentakkan kakinya

pada waktu berjalan supaya tidak terdengar gemericik gelang kakinya.

Sebab yang demikian itu dapat menimbulkan perhatian lelaki kepada

mereka dan dapat menimbulkan prasangka bahwa perbuatan mereka

memberikan isyarat tertentu (Ash-shiddieqyi, 2000: 2819).

Para perempuan harus berupaya sebisa mungkin dalam

memperhatikan kesucian dirinya dan menghindar dari hal-hal yang

akan mengobarkan api syahwat dalam diri laki-laki, supaya telinga

lelaki tidak mendengar suara gemerincing yang ditimbulkan oleh

gelang kaki yang dikenakannya, dan ini merupakan bukti betapa

detilnya pandangan Islam dalam masalah ini. Kedua kaki merupakan

77
bagian aurat perempuan yang harus ditutup. Sehingga perhiasan yang

berada di kaki pun dilarang untuk diperlihatkan.

Kemudian, pada ayat al-Quran mengenai berpakaian

sebagaimana di atas, ditutup dengan ajakan bertaubat. Ajakan ini

sepertinya dapat dipahami sebagai isyarat bahwa menahan atau

menjaga pandangan dari aurat merupakan sesuatau yang tidak dapat

dilakukan dengan mudah. Begitupun dengan menjaga aurat dengan

cara menutupi anggota tubuh yang termasuk dalam bagian aurat juga

tidak kalah sulitnya bila dibandingkan dengan menahan atau menjaga

pandangan.

Kita diperintahkan untuk bertaubat yakni, mengerjakan aturan

dan perilaku mulia apa-apa yang telah di perintahkan Allah kepada

kita dan meninggalkan perbuatan buruk kaum Jahiliyyah, karena

keberuntungan sejati terdapat pada pelaksanaan perkara yang

diperintahkan Allah dan RasulNya. Dan hanya kepada Allah lah kita

meminta pertolongan (Ar-Rifa’i , 2000: 493).

Tuntunan al-Qur’an menyangkut berpakaian, sebagaimana

telah dijelaskan diatas, dan ditutup dengan ajakan bertaubat. Ajakan

ini agaknya dapat dipahami sebagai isyarat bahwa pelanggaran kecil

atau besar terhadap tuntunan memelihara pandangan kepada lawan

jenis tidak mudah dihindari oleh seseorang. Maka setiap muslim atau

setiap orang harus dituntut untuk berusaha sebaik-baiknya dengan

78
sesuai kemampuannya. Sedangkan kekurangannya hendaknya dia

mohonkan ampun kepada Allah SWT. Karena Dia Maha Pengampun

lagi Maha Penyayang. Dan semoga kesalahan yang lalu diampuni-Nya

juga.

B. Implementasi Pendidikan Akhlak dalam Surat an-Nur Ayat 30-31dalam

Pendidikan Karakter.

Dari beberapa nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat

an-Nur ayat 30-31, bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak dalam QS.an-Nur ayat

30-31 sangat penting untuk pendidikan karakter pada masa sekarang. Pada

zaman ini banyak orang yang jauh dari nilai-nilai akhlak khususnya remaja

yang masih labil dalam pendidikan agama. Untuk itu dalam upaya menyikapi

persoalan tentang aurat ini setidaknya ada beberapa hal yang dapat dilakukan,

diantaranya yaitu:

1. Menahan Sebagian Pandangan

Pendidikan mengenai menahan sebagian pandangan ini tidak

hanya diberikan kepada laki-laki saja. Akan tetapi baru setelah itu

perempuan juga diperintahkan oleh Allah juga untuk menahan sebagian

pandangan. Perintah ini juga tidak lepas dari kehidupan bermasyarakat

yang mana interaksi sosial antara laki-laki dan perempuan tidak dapat

dilepaskan lagi dan bahkan sudah menjadi maklum di masyarakat. Untuk

itu dalam lingkungan keluarga harusnya diajarkan arti pentingnya

79
menahan pandangan agar tidak menimbulkan kemungkinan -

kemungkinan yang akan terjadi pada anak-anak mereka karena takutnya

perbuatan yang hanya dari melihat itu akan timbul hal-hal yang tidak

diinginkan. Mengingat bahwa lingkungan keluarga itu adalah lingkungan

yang sangat berperan bagi kehidupan di masa sekarang dan masa

mendatang.

Tujuan dari ayat ini tidak lain yakni agar semua laki-laki dan

perempuan dapat memelihara sopan dan santun , yaitu menjauhkan diri

dari sesuatu yang berlainan dengan etika, seperti memandang lawan jenis

dengan cara melototkan mata atau dengan cara lain yang tidak bisa di

sebut pantas. Pada hakikatnya orang yang pandangannya liar, ia telah

membuka pintu yang lebar bagi marabahaya. Sebab, pandangan akan

menggerakkan si pemandang itu pada syahwat.

Adapun bagi para orang tua, selayaknya mereka lebih bisa

menjaga diri dan semestinya mereka lah yang menjadi contoh utama bagi

anak-anak dalam menjaga sebagian pandangannya.

2. Menjaga Kemaluan

Pendidikan menjaga kemaluan ini juga sangat penting dalam

pendidikan karakter. Karena ditujukan kepada semua kalangan baik laki-

laki maupun perempuan. Pada hakikatnya manusia itu diberikan syahwat

kelamin oleh Allah SWT. Laki-laki memerlukan perempuan dan

perempuan juga memerlukan laki-laki. Tidak hanya manusia saja, namun

80
binatang pun juga sama. Perbedaannya manusia diberikan akal untuk

berfikir bersih sedangkan hewan tidak memiliki akal.

Untuk itu kita sebagai umat beragama harus bisa menjaga

kemaluan dengan cara mengendalikan diri dengan baik jangan sampai

dilepas begitu saja. Kita harus bisa membentengi diri dari hal-hal yang

merugikan kita sendiri. Selain itu Islam juga tidak menganjurkan untuk

membunuh syahwat, namun dikendalikan sebagaimana mestinya yaitu

dengan cara yang sah melalui akad pernikahan.

Peran orang tua di sini juga sangatlah perlu dilakukan.Yaitu

membentengi dan mengontrol perkembangan anaknya dengan baik.

Dengan mengajarkan hal yang menjadi kewajiban dan hal yang menjadi

larangannya. Dan juga menanamkan pentingnya nilai - nilai keimanan,

sehingga anak bisa memiliki pondasi agama yang kuat. Jangan sampai

anak itu lalai yang justru mengakibatkan kerugian diri sendiri. Karena

perkembangan teknologi saat ini sangatlah pesat, yang mana segala hal

yang kita butuhkan sangat mudah untuk di dapatkan dalam sekejap.

3. Batasan ukuran perhiasan yang boleh ditampakkan kaum

perempuan kepada kaum laki-laki

Bahwasannya dalil di atas perempuan dilarang untuk

menampakkan bagian-bagian tubuh yang menjadi tempat perhiasan itu,

seperti contoh tempat pemakaian kalung, kecuali perhiasan yang biasa

tampak, perhiasan yang terdapat di muka dan telapak tangan. Adapun

81
yang biasa tampak disini maksudnya adalah cincin, hiasan alis mata,

celak, dan sebagainya.

Jangan sampai para remaja salah mengartikan hal ini. Mengingat

bahwa remaja jaman sekarang mudah sekali terjerumus kepada

kemaksiatan yang mana mereka mudah sekali terpengaruh oleh budaya

luar yang berusaha menghancurkan budaya kita. Karena fikiran mereka

masih labil dan belum bisa mengotrol diri sendiri. Sehingga amat sangat

miris ketika melihat para remaja yang sudah salah pergaulan.

Pendampingan dan peran dari orang tua, hingga pihak lembaga

pendidikan pun sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan berfikir

anak. Dengan cara menanamkan keimanan yang kuat dan mengajak

kepada mereka dengan hal-hal yang positif dan bermanfaat seperti

menyalurkan bakat minat yang dimiliki. Dengan begitu mereka bisa lebih

kreatif dan selalu berfikir positif.

4. Perintah Berkerudung / Berjilbab

Memakai jilbab atau kerudung bagi wanita yang beragama Islam

adalah suatu kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT melalui

Rasulullah SAW. Al-Quran memerintahkan supaya para umat perempuan

menurunkan kerudung mereka pada bagian dada dan seputarnya, supaya

leher dan juga bagian dari dada tidak akan terlihat.

82
Pendidikan mengenai aurat ini seharusnya sudah diperkenalkan

sejak dini. Karena jika masih kecil, anak lebih mudah dibimbing daripada

mereka yang sudah terlanjur remaja atau bahkan dewasa.

Penanaman ini sangatlah penting dilakukan. Maka dari itu anak

bisa diajarkan untuk mengenakan pakaian yang sesuai dengan ketentuan

syariat Islam. Yakni dengan berpakaian kaum laki-laki memakai pakaian

yang menutup aurat dengan memakai celana panjang dan sopan.

Sedangkan bagi kaum perempuan mengenakan jilbab dan pakaian tertutup

serta sopan. Ketika sudah beranjak dewasa, standar berpakaian itu kian

ditingkatkan, seperti menjulurkan jilbab sampai dada dan dengan panjang

jilbab sampai siku, tidak mengenakan jilbab namun juga berpakaian

transparan, tidak berpakaian ketat yang membentuk lekuk tubuh yang

dapat menimbulkan syahwat, dan tidak memakai aksesoris berlebihan.

Karena pada dasarnya tujuan menutup jilbab ke seluruh tubuh itu

sendiri yakni agar lebih mudah dikenali sehingga tidak diganggu. Dan

juga berguna untuk kemaslahatan dan kebaikan wanita itu sendiri serta

masyarakat luas di mana ia berada.

Adapun kriteria busana yang dianjurkan dalam Islam antara lain,

sebagai berikut :

a. Busana dapat menutup seluruh aurat yang wajib ditutupi.

b. Busana tidak merupakan pakaian untuk dibanggakan atau busana yang

mencolok mata.

83
c. Busana tidak tipis, agar warna kulit pemakainya tidak tampak dari

luar.

d. Busana agak longgar atau jangan terlalu sempit (ketat), supaya tidak

menampakkan bentuk tubuh.

e. Busana wanita tidak sama dengan busana pria (Kemenag RI, 2009:

128).

5. Kepada siapa perempuan boleh menampakkan perhiasan

Mahram merupakan orang yang tidak boleh dinikahi. Dengan kata

lain, aurat tidak boleh di perlihatkan kepada orang lain selain

mahramnya. Adapun mahram dalam hal aurat ini yaitu : Suami, ayah,

ayah suami, anak laki-laki, anak laki-laki suami, saudara laki-laki, putra

saudara laki-laki, putra saudara perempuan, para perempuan (sesama

Islam), hamba sahaya yang dimiliki, para pelayan laki-laki (tua) yang

tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), dan anak-anak yang

belum mengerti tentang aurat perempuan.

Mahram dapat dikelompokkan dalam pengelompokan berikut ini:

a. Mahram karena nasab (keturunan), yaitu : ibu, anak perempuan,

saudara perempuan, ‘amah/bibi (saudara ayah), khalah/bibi (saudara

ibu), anak saudara laki-laki (keponakan), anak saudara perempuan

(keponakan).

84
b. Mahram karena Pernikahan, yaitu: Isteri ayah (ibu tiri), Isteri anak

(menantu), Ibu isteri (mertua), Anak-anak perempuan dari isteri (anak

tiri).

c. Mahram karena Sepersusuan, yaitu: Ibu susu, dan saudara

sepersusuan.

Sebagaimana contoh yang dilakukan oleh lembaga pendidikan

dalam hal ini yakni dengan tidak mengizinkan atau tidak meperbolehkan

peserta didik laki-laki bersentuhan dengan peserta didik perempuan

begitupun juga sebaliknya. Jika ada suatu kondisi dimana suatu lembaga

mewajibkan memberi salam antara peserta didik dengan guru maupun

karyawan, hendaknya lembaga tersebut memberikan peraturan yang mana

peserta didik wajib memberi salam dan bersalaman kepada guru dan

karyawan yang sejenis, dan harus ada larangan untuk bersalaman dengan

lain jenis. Dan hendaknya peserta didik tersebut mampu memberi salam

dan menjawab salam dengan baik dan benar. Meskipun tak boleh

bersentuhan, mereka dapat saling memberi salam dengan menangkupkan

kedua tangan di depan dada dan mengucapkan salam.

Sehingga dengan demikian peserta didik akan terbiasa dengan

kebiasan baik ini hingga dewasa nanti. Bagi peserta didik yang sudah

memasuki usia remaja dan dewasa (peserta didik SMP dan SMA

sederajat), bisa di ingatkan atau justru di beri peraturan agar supaya tidak

berduaan di tempat sepi, tidak bergandengan tangan, dan atau bersalaman

85
jika berlainan jenis mengingat ia bukanlah mahram. Karena dengan cara

memberikan peraturan yang tegas akan membuat peserta didik berfikir

berulang-ulang untuk melakukan hal yang sudah menjadi aturan wajib

yang harus di taati dan di laksanakan dengan baik dan bijak sebagai mana

yang telah menjadi ketentuan dari pihak lembaga pendidikan.

Adapun peran peran orang tua di sini juga sangat penting. Karena

tidak semua keluarga yang berada di sekelilingnya itu menjadi mahram

nya. Dan peran orang tua disini yakni mengenalkan dan menunjukkan

contoh yang jelas kepada anaknya, mana yang menjadi mahram dan mana

yang bukan mahram. Sehingga anak bisa paham betul dengan apa yang

telah diperintahkan Allah SWT dalam al-Qur’an.

6. Menyembunyikan perhiasan yang berada di kakinya

Salah satu kebiasaan wanita Jahiliyyah adalah mereka berjalan

sedang kakiknya mengenakan gelang kaki, maka dia memukulkan kakinya

ke tanah sehingga kaum laki-laki dapat mendengar gemericiknya.Lalu

Allah melarang wanita mukmin melakukan seperti itu.

Para perempuan harus bisa berupaya sebisa mungkin dalam

memperhatikan kesucian dirinya dan menghindar dari hal-hal yang akan

mengobarkan api syahwat dalam diri laki-laki, yang mungkin akan

berakhir pada pelanggaran dan rusaknya kesucian, hingga bahkan

perempuan harus menghindarkan diri supaya telinga lelaki tidak

mendengar suara gemerincing yang ditimbulkan oleh gelang kaki yang

86
dikenakannya, dan ini merupakan bukti betapa detilnya pandangan Islam

dalam masalah ini.

Larangan ini ditujukan kepada kaum perempuan agar tidak

menghentakkan kakinya bagi mereka yang memakai gelang kaki. Agar

bertujuan untuk tidak merangsang laki-laki yang mendengarkannya.

Karena suara dari gelang kaki tersebut bisa “mengundang” laki-laki.

Untuk itu bagi kaum perempuan harus benar-benar bisa menjaga

kehormatannya dengan baik. Karena apapun yang kita lakukan dengan

baik dan sesuai ketentuan Allah, maka itu akan berdampak baik pada

akhirnya. Dan begitu pun sebaliknya , apapun yang kita lakukan bila itu

tidak sesuai dengan syariat Islam, maka hasilnya juga tidak akan baik

pula. Untuk itu bagi para perempuan harus bisa berfikir dua kali jika ingin

melakukan sesuatu. Jangan sampai kita melakukan sesuatu yang justru

akan merugikan diri kita sendiri.

Peran orang tua di sini yakni dengan mengenalkan kepada anak-

anaknya, bahwa yang demikian itu dilarang oleh Allah.Karena pada

dasarnya orang tua itu merupakan sekolah utama bagi perkembangan

anak. Jadi apa yang di lakukan itu juga akan ditiru oleh anak cepat atau

lambat. Jangan sampai anak itu mengikuti kebiasaan yang tidak baik

seperti yang dilakukan orang tua nya. Dan jangan sampai orang tua

menyesali diri sendiri atas apa yang dilakukannya dan tidak bisa menjadi

panutan yang baik oleh anak-anaknya.

87
Dari penjelasan di atas, maka dapat di tarik kesimpulan betapa

pentingnya nilai-nilai pendidikan akhlak untuk diajarkan oleh semua

kalangan mulai dari anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa yang belum

banyak mengetahui akhlak yang diperintahkan oleh Allah dalam Q.S. an-

Nur ayat 30-31 ini.

Mengingat bahwa pergaulan yang sedang marak terjadi di negeri

kita saat ini sangat mengkhawatirkan bagi semua pihak. Bila kita melihat

kebelakang, banyak sekali siaran di media massa seperti televisi, koran,

dan majalah yang memberitakan tentang tindakan asusila berupa

pemerkosaan, pencabulan, dan tindakan tak senonoh yang sangat

menghawatirkan bagi semua kalangan. Ini merupakan pekerjaan rumah

yang sangat penting dan harus segera diselesaikan bagi semua pihak

lapisan masyarakat maupun lembaga pendidikan, khususnya bagi lembaga

pendidikan Islam. Karena perkembangan zaman semakin pesat dan

semakin memprihatinkan.

Jangan sampai perkembangan pergaulan yang tidak baik ini

berdampak kepada perkembangan pendidikan di masa sekarang dan di

masa yang akan datang. Karena bangsa Indonesia saat ini sedang di uji

oleh bangsa barat yang secara perlahan berupaya menghancurkan moral

bangsa ini.

88
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Tafsir al-Qur’an dalam Surat an-Nur ayat 30-31

Ayat 30 : orang yang beriman hendaknya menahan pandangan dari apa

yang diharamkan, yaitu melihat wanita-wanita dan aurat, serta memelihara

kemaluan mereka dari hal-hal yang di haramkan berupa perbuatan keji dan

membuka aurat.

Ayat 31 : perempuan muslimah hendaknya menahan pandangan dari apa

yang diharamkan, menutupkan penutup kepala sampai ke dada dan jangan

menampakkan perhiasan kecuali kepada suami mereka. Sebagian anggota

badan perempuan seperti muka, leher, kedua tangan, dan kedua lengan

boleh dilihat oleh mahram nya. Dan janganlah wanita memukulkan

kakinya agar perhiasan, yang ia sembunyikan di dengar orang lain.

2. Pendidikan Akhlak Dalam al-Qur’an Surat an-Nur ayat 30-31 dan

Implementasinya Dalam Pendidikan Karakter

a. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Yang Terkandung Dalam Q.S. an-Nur

ayat 30 – 31 antara lain :

1) Menahan Sebagian Pandangan

2) Menjaga Kemaluan

89
3) Batasan ukuran perhiasan yang boleh di tampakkan kaum

perempuan kepada kaum laki-laki

4) Perintah Berkerudung / Berhijab

5) Kepada siapa perempuan boleh menampakkan perhiasan

6) Menyembunyikan perhiasan yang berada di kakinya

b. Implementasi Pendidikan Akhlak Dalam Q.S. an-Nur ayat 30-31

Dalam Pendidikan Karakter

1) Menahan Sebagian Pandangan

Memelihara sopan santun dengan menjauhkan diri dari sesuatu

yang berlainan dengan etika, seperti memandang lawan jenis

dengan cara melototkan mata atau dengan cara lain yang tidak bisa

disebut pantas.

2) Menjaga Kemaluan

Mengendalikan dan membentengi diri dari hal-hal yang justru

akan merugikan diri sendiri. Dan juga menanamkan pentingnya

nilai - nilai keimanan, sehingga bisa memiliki pondasi agama

yang kuat.

3) Batasan ukuran perhiasan yang boleh di tampakkan kaum

perempuan kepada kaum laki-laki

Menanamkan keimanan yang kuat serta mengajak kepada hal-

hal yang bersifat membangun dan bermanfaat seperti menyalurkan

90
bakat minat yang di miliki. Dengan begitu anak akan lebih kreatif

dan selalu berfikir positif.

4) Perintah Berkerudung / Berhijab

Mengajarkan dan membiasakan berkerudung sejak dini itu

sendiri bertujuan agar perempuan lebih mudah dikenali sehingga

tidak diganggu dan berguna untuk kebaikannya di mana ia berada.

5) Kepada siapa perempuan boleh menampakkan perhiasan

Menghindarkan dari berduaan di tempat sepi, tidak

bergandengan tangan, dan atau bersalaman dengan lawan jenis

yang bukan mahram.

6) Menyembunyikan perhiasan yang berada di kakinya

Memperhatikan kesucian diri dan menghindar dari hal-hal

yang justru akan mengobarkan api syahwat dalam diri laki-laki,

yang mungkin akan berakhir pada pelanggaran dan rusaknya

kesucian itu sendiri.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka penulis memberikan saran-

saran sebagi berikut:

1. Untuk Dunia Pendidikan Islam

Pengajaran dan penanaman akhlak yang bersumber dari al- Qur’an

dan hadits harus terus dilakukan, hal ini karena krisis moral yang semakin

memprihatinkan. Maka dari itu seorang pendidik diharapkan menekankan

91
pendidikan akhlak dalam proses belajar mengajar agar peserta didik

sebagai penerus bangsa menjadi manusia yang cerdas dan berakhlak

mulia.

2. Untuk Pendidikan

Penggalian terhadap nilai-nilai pendidikan akhlak dalam al- Qur’an

harus terus dilakukan dan di sosialisasikan sebagai salah satu langkah

perbaikan akhlak manusia dalam menjalani kehidupan dunia agar

memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

3. Bagi Peneliti

Hasil dari analisis nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Q.S. an-

Nur ayat 30-31 ini masih banyak kekurangan, maka dari itu diharapkan

bagi peneliti baru dapat mengkaji ulang dari penulisan ini.

C. PENUTUP

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

rahmat, taufiq serta hidayah-nya yang dilimpahkan kepada penulis dalam

menyusun skripsi ini yang sangat sederhana dengan segala keterbatasan dari

penulis. Akhirnya, semoga walaupun penuh dengan kekurangan dapat

memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada

umumnya.

92
DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, S. 2013. Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ahmadi, W. 2004. Risalah Akhlak. Solo: Era Intermedia.

Ali, Muhammad D. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Al-Qarni, A. 2007. Tafsir Muyassar. Jakarta: Qisthi Press.

Amin A. 1983. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang.

Ar-Rifa’i, M.N. 2000. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani.

Ash-Shiddieqyi. 1980. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur`an / Tafsir. Jakata: Bulan
Bintang.

_______. 2000 . Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nuur . Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Asmaran. 2002 . Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Raja Grafindo.

Az-Zarqani. 2001. Manahil al-‘Urfanfi ‘Ulum Al-Qur`an. al-Qahirah: Dar al-Hadis.

Az-Zuhaili, W. 2014. Ensiklopedia Akhlak Muslim. Jakarta : Mizan Media Utama.

Departemen Agama RI. 2009. Mukadimah al-Qur’an dan tafsirnya. Jakarta:


Departemen Agama RI.

Hadi, S. 1981. Metode Research. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah


Mada.

Ibn Hanbal, I.A. 1991. Musnad Imam Ahmad bin Hanbal. Beirut: Darul Kutub al-ilm
iyyah.

Ilyas, Y. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Imani, A.K.F. 2006 . Tafsir Nurul Qur’an. Jakarta: Al-Huda.

Kementerian Agama RI. 2012 . Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik


(Tafsir Al-Qur’an Tematik). Jakarta: Aku Bisa.

_______. 2012. Kedudukan dan Peran Perempuan. Jakarta: Aku Bisa.

93
Komarudin, M. dan Sukardjo . 2009 . Landasan Pendidikan Konsep & Aplikasinya.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mahmud , A.A.H. 2004 . Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani.

Maslikhah. 2009 . Ensiklopedia Pendidikan. Salatiga: STAIN Salatiga Press.

Maunah, B. 2009. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Sukses Offset.

Muhaimin dan Mujib A. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Trigenda

Mulyahardjo. 2010 . Pengantar Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mun’in, Abdul, M. 2006. Bagaimana Menaklukkan Syahwat. Jakarta: Pustaka Al-


Kautsar.

Munir dan Sudarsono. 2001. Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta: Rineka Cipta.

Salamullah, A. 2008 . Akhlak Hubungan Horizontal. Yogyakarta: Pustaka Insan


Madani.

Shihab, M,Q. 2012. Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an) .
Jakarta: Lentera Hati.

_______. 2012. Al – Lubab (Makna, Tujuan, dan Pelajaran Dari Surah-Surah al-
Qur’an ). Tangerang :Lentera Hati.

Shobahiya, M. dan Rosyadi I. 2011. Studi Islam 1. Surakarta : LPID UMS.

Soyomukti, N. 2010 . Teori-Teori Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Supadie, D.A. dan Sarjuni. 2012 . Pengantar Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Susanto, E. 2016. Dimensi Studi Islam Kontemporer. Jakarta: PT. Kharisma Putra
Utama

Suwarno, W. 2006 . Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: AR-RUZZ.

Syafri, U. 2014. Pendidikan Karakter Berbasis al-Qur’an. Jakarta: Rajawali Pers.

Tadjab ,dkk.1994. Dimensi – Dimensi Studi Islam. Surabaya: Karya Abditama.

94
UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas.2006 . Bandung: Citra Umbara.

Wibowo, A. ,Dkk. 1999. Studi Islam 2.Surakarta: Lembaga Studi Islam UMS.

Winarno.1989 . Pengantar Ilmiah Dasar Metode Teknik. Bandung: Diponegoro.

Yunus M. 2010. Kamus Arab – Indonesia. Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriy
yah.

Zahruddin AR dan Sinaga H. 2004. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Raja Grafindo

http://pengkajian-al qur'an-sebagai-petunjuk-dan-sunnahrasul-alqur'an-kitab-umat-
muslim, petunjuk-seluruh-manusia.html.13.00.12072018).

http://skripsi-tarbiyahpai.blogspot.co.id/2015/01/pengertian-pendidikan-akhlak me
nurut. html.12.30.05072018

95
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Novi Sumaeya


Tempat/Tanggal Lahir : Kabupaten Semarang, 12 Mei 1996
Alamat : Dusun Morangan, RT 01/ RW 11, Desa Suruh,
Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Melayu/Indonesia
Nama Ayah : Abdul Wahid
Pendidikan : 1. MI Muhammadiyah Suruh 02 (Lulus Tahun 2008)
2. SMP Islam Bina Insani Susukan (Lulus Tahun 2011)
3. MAN Suruh (Lulus Tahun 2014)
4. IAIN Salatiga, Program Studi Pendidikan Agama Islam

Demikian daftar riwayat hidup ini, saya buat dengan sebenar-benarnya dan semoga
menjadi keterangan yang lebih jelas.

Salatiga, 24 Juli 2018


Penulis

Novi Sumaeya
NIM. 111 14 066

96
97
98
99
100
101
102
103
104
105

Anda mungkin juga menyukai