Anda di halaman 1dari 126

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM BUKU

“TUHAN, MAAF KAMI SEDANG SIBUK”


KARYA AHMAD RIFA’I RIF’AN

SKRIPSI

Diajukan untuk memperoleh gelar


Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)

Oleh
MUHAMMAD SOLEHAN
NIM 111 11 167

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2015
MOTTO

‫َأ مْكَ ُل الم ُم مؤ ِم ِن م َْي ايم َماًنا َأ مح َس ُُنُ مم خ َمَلقاا‬


ِ
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah
yang paling baik akhlaknya.”
PERSEMBAHAN
Skripsi Ini Penulis Persembahkan Untuk:
1. Kepada kedua orangtua penulis, Ayahanda Khoiron dan Ibunda Farida
yang karena segala limpahan kasih sayang, pengorbanan dan doanya
penulis dapat menyelesaikan studi dan penulisan skripsi ini dengan baik
dan lancar. Semoga Allah swt selalu dan akan selalu melimpahkan rahmat,
kasih sayang, dan kucuran karunia kesehatan bagi beliau berdua.
2. Kakak-kakak dan adik-adik penulis yang telah banyak berkorban untuk
kelancaran studi penulis.
3. Dra. Sri Suparwi, M.A yang membimbing dan memotifasi penulis dengan
sabar dari bangku studi sampai terselesaikannya skripsi ini.
4. Seluruh dosen di IAIN Salatiga yang telah memberika hikmah dan
pengajaran, motifasi dan apresiai, sehingga penulis selalu bersemangat
untuk terus maju dan berkembang, semoga Allah membalas segala amal
dan menjadikannya ladang ilmin tuntafa‟u bih yang terus mengalir dan
menyebar. Sehat dan panjang umur untuk beliau semua.
5. Semua guruku yang mendidik dan mengajarkanku tentang pentingnya
ilmu dan arti hidup.
6. Keluarga besar dan sahabat di LDK Fathir Ar-Rasyid senior junior,
teruskan karya yang bermanfaat, di manapun dan kapanpun.
7. Teman, rekan, sahabat selama studi di IAIN Salatiga semua angkatan,
terkhusus angkatan 2011, dan semua yang rekan yang mendukung dan
memberikan kontribusi yang berarti bagi proses studi penulis selama ini.
KATA PENGANTAR

Terucap syukur kepada Allah SWT Yang Maha Sempurna beserta Asmaul

HusnaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi iniu sebagai salah satu

persyaratan wajib untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Srata Satu Pendidikan

Islam (S.Pd.I) Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Tak lupa sholawat serta

salam semoga tercurahkan kepada Baginda Rasulullah SAW.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menemui hambatan, tetapi

dengan rahmat-Nya dan perjuangan penulis serta bantuan berbagain pihak

sehingga skripsi ini terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan

banyak terimakasih atas segala nasehat, bimbingan, dukungan, dan bantuannya

kepada :

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Kajur PAI IAIN Salatiga.

4. Ibu Dra. Sri Suparwi, M.A. selaku pembimbing skripsi sekaligus

pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, pengarahan,

dan sumbangan pemikiran terbaiknya dalam masa bimbingan hingga

selesainya penulisan skripsi ini.


5. Segenap dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga yang

telah banyak memberikan hikmah dan bekal ilmu pengetahuan kepada

penulis selama di bangku perkuliahan.

6. Ayah dan Ibuku tercinta Bapak Khoiron dan Ibu Farida yang selalu

memberikan dukungan, semangat, serta dengan tulus dan ikhlas mengetuk

pintu langit berdoa untuk kelancaran dalam menyelesaikan perkuliahan

dan skripsi ini.

7. Kakak-kakakku tercinta Siti Nadlirah, Khabibillah, dan Muhammad Faizin

yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis serta

almarhumah adikku Miftahul Jannah yang tak henti menginspirasi untuk

memaknai hidup.

8. Ustadz Bambang Nugroho, Ustadz Walyono dan Ustadz Imam Masarum

yang terus mentransfer ilmu, hikmah dan semangat untuk tak henti

memperbaiki diri dan memperbaiki kehidupan.

9. Para pustakawan di IAIN Salatiga yang telah memberikan pelayanan

kepada penulis dalam menggali wacana.

10. Saudara-saudaraku seperjuangan di LDK Fathir Ar-Rasyid, Cosmo Trainer

(comumunity of spritual motivator) dan Komunitas kecil Pandala (Pasukan

Pemuda Langit) yang menjadi laboratorium kehidupan untuk bermanfaat

bagi sesama.

11. Sahabat-sahabatku yang mengajarkan arti persaudaraan di dunia hingga

kelak di akhirat.
12. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu demi satu.

Terimaksih atas segala bantuan dan doanya.

Akhirnya penulis hanya bisa berdoa semoga Allah SWT senantiasa

memberikan balasan kebaikan yang berlipat ganda kepada semua pihak.

Jazakumullahu ahsanal jaza‟. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh

dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis

harapkan untuk kajian yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat

memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.

Salatiga, September 2015

Penulis,

Muhammad Solehan

NIM.11111167
ABSTRAK

Solehan, Muhammad. 2015. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku Tuhan,


Maaf Kami Sedang Sibuk Karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an. Fakultas Tarbiyah
dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama
Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Sri Suparwi, M.A

Kata Kunci: Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak, Tuhan Maaf Kami Sedang Sibuk

Pendidikan akhlak merupakan bagian terpenting dalam pendidikan Islam.


Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk merupakan sebuah buku karya Ahmad
Rifa‟i Rif‟an. Sebuah buku non fiksi inspirasional yang membahas seputar
pengembangan diri, pendidikan akhlak dan religiusitas. Berisikan renungan dan
nasehat yang diarahkan kepada pembentukan akhlak terpuji. Penelitian ini
memiliki rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana biografi Ahmad Rifa‟i
Rif‟an?. Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami
Sedang Sibuk?. Bagaimana metodologi penerapan pendidikan akhlak dalam buku
tersebut? Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku
Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk?.

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi pustaka (library research),


yaitu meneliti secara mendalam mengenai buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk.
Sumber data penelitian di sini berasal dari sumber data primer dan sumber data
sekunder, sedangkan untuk menganalisis data yang ada penulis mengorganisir,
memilih dan memilah untuk disintesiskan kemudian menemukan pola dan
menyimpulkannya. Adapun metode analisis ini menggunakan metode analisis
induktif dan deduktif.

Setelah dilakukan penelitian dengan pendekatan tersebut dapat diketahui


bahwa Ahmad Rifa‟i Rif‟an lahir di Lamongan 3 Oktiber 1987. Beliau adalah
seorang penulis muda sekaligus pengusaha Owner Marsua Media. Corak
pemikiran dalam bukunya meliputi pengembangan diri, motivasi, religi dan bisnis.
Konsep pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk adalah
keseimbangan dalam hubungan vertikal (Hablumminallah) selaku hamba Allah,
dan dalam hubungan horisontal (Hablumminannas) selaku makhluk individu dan
makhluk sosial untuk mencapai derajat takwa. Implementasinya dalam pendidikan
akhlak disekolah meliputi: a) Implementasi materi : Berkaitan dengan dimensi
pengembangan secara vertikal dan dimensi secara horisontal. Selain itu adanya
penerapan praktik langsung yang dilakukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. b)
Implementasi metode: sebagaimana mentode pendidikan akhlak diatas. c)
Implementasi tujuan : tujuan tertinggi (takwa), tujuan umum (tercapainya self
realization), dan tujuan khusus (visi-misi sekolah).
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. iii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iv

DEKLARASI KEASLIAN TULISAN ....................................................... v

MOTTO..................................................................................................... vi

PERSEMBAHAN ...................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ............................................................................... viii

ABSTRAK ................................................................................................ xi

DAFTAR ISI ............................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Fokus Penelitian ............................................................................. 5

C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 5

D. Kegunaan Penelitian ....................................................................... 6

E. Metode Penelitian........................................................................... 8

F. Penegasan Istilah ............................................................................ 11

G. Sistematika Penulisan ..................................................................... 14

BAB II BIOGRAFI AHMAD RIFA‟I RIF‟AN

A. Biografi Ahmad Rifa‟i Rif‟an ......................................................... 16

B. Karya-karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an .................................................. 19

C. Latar Belakang Penulisan Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk .. 22


D. Corak Umum Pemikiran Ahmad Rifa‟i Rif‟an ................................ 23

E. Sistematika Penulisan Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk........ 26

F. Sinopsis Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk ............................ 28

BAB III NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM BUKU

“TUHAN, MAAF KAMI SEDANG SIBUK”

A. Pengertian, Sumber, Tujuan, Metode, dan Ruang Lingkup

Pendidikan Akhlak ......................................................................... 31

B. Sumber Pendidikan Akhlak ............................................................ 35

C. Tujuan Pendidikan Akhlak ............................................................. 38

D. Metode Pendidikan Akhlak ............................................................ 40

E. Macam dan Ruang Lingkup Akhlak ............................................... 47

1. Akhlak Terhadap Allah............................................................. 47

2. Akhlak Terhadap Makhluk ....................................................... 48

F. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku Tuhan, Maaf Kami

Sedang Sibuk .................................................................................. 50

BAB IV ANALISIS DATA

A. Tinjauan Pendidikan Akhlak Perspektif Islam ................................ 61

B. Implementasi Pendidikan Akhlak Dalam Buku Tuhan, Maaf Kami

Sedang Sibuk di Sekolah................................................................. 65

1. Implementasi Materi Pendidikan Akhlak .................................. 65

2. Implementasi Metode Pendidikan Akhlak ................................. 79

3. Implementasi Tujuan Pendidikan Akhlak .................................. 92

C. Peran Orang Tua Dalam Pembentukan Akhlak Pada Anak ............. 90


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan .................................................................................... 98

B. Saran .............................................................................................. 100

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 102

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................... 105

LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................... 106


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semakin merosotnya akhlak warga negara telah menjadi salah satu

keprihatinan para pejabat negara. Hal itu juga menjadi keprihatinan para

pemerhati pendidikan, terutama para pemerhati pendidikan Islam.

Globalisasi kebudayaan sering dianggap sebagai salah satu penyebab

kemerosotan akhlak tersebut. Memang, kemajuan filsafat, sains, dan

teknologi telah menghasilkan kebudayaan yang semakin maju pula. Proses

itu disebut globalisasi kebudayaan. Namun kebudayaan yang semakin

mengglobal itu, ternyata sangat berdampak terhadap aspek moral.

Kemerosotan akhlak agaknya terjadi pada semua lapisan masyarakat.

Meskipun demikian, pada lapisan remajalah kemerosotan akhlak itu lebih

nyata terlihat (Tafsir, 2002: 1).

Menurut pakar pendidikan, selama ini pendidikan belum berhasil

membangun masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia. Bahkan banyak

yang menyebut pendidikan kita gagal karena banyak muridnya piawai

dalam menjawab soal ujian akan tetapi mentalnya lemah dan moralnya

rendah. Benar bahwa sejak kecil anak-anak diajarkan tentang kejujuran,

keberanian, kerja keras, kebersihan dll. Namun nilai-nilai kebaikan

tersebut hanya diajarkan di mulut dan semata-mata untuk dihafal, karena

diduga akan keluar dalam lembar soal ujian. Sementara praktik nilai-nilai

tersebut dalam dunia nyata kurang diperhatikan (Syarbini, 2013: 5).


Dekadensi moral, kenakalan remaja, pergaulan bebas (freesex),

penggunaan obat-obatan terlarang (narkoba), tawuran, meningkatnya

tindak kekerasan, korupsi, kolusi, nepotisme, dan berbagai permasalahan

sosial berakibat pada pergeseran tata nilai dan norma di masyarakat.

Menununjukkan bahwasanya bangsa ini telah sampai pada titik nadhir

krisis akhlak yang sangat membahayakan bagi masa depan negara.

Membutuhkan penyelamatan generasi dengan terus mengupayakan

melalui pembentukan akhlak.

Dalam UU No. 20 Tahun 2003 bahwasanya pendidikan nasional

berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab

(Rachman, 2003: 6).

Langkah pemerintah memang strategis, alasannya iman dan takwa

yang kuat yang akan mampu mengendalikan diri seseorang sehingga

sanggup melakukan yang baik dan meninggalkan yang buruk. Berdasarkan

inilah orang tua mempercayakan seratus persen pendidikan agama bagi

anaknya ke sekolah. Dengan cara itu mereka mengira bahwa anak-anak

mereka akan menjadi orang yang beriman dan bertakwa (Tafsir, 2002: 4).

Padahal semua itu belumlah cukup, karena di sekolah hanyalah bersifat


penyampaian pengetahuan, yaitu pengajaran (kognitif) saja. membutuhkan

penanaman karakter melalui kebiasaan-kebiasaan yang ditanamkan dalam

lingkungan keluarga maupun masyarakat.

Pendidikan akhlak (yang bersumber dari agama) yang seharusnya

memiliki peran besar dalam mengatasi persoalan dekadensi moral seperti

kehilangan gigi taringnya, tak berdaya dan kurang memberikan kontribusi

yang cukup untuk mengatasinya atau paling tidak menetralisir keadaan. Itu

semua disebabkan kurang adanya keseimbangan dalam penanaman akhlak

yang baik dari lingkungan keluarga, pergaulan (Sekolah, kantor), dan

masyarakat.

Amin Rais (1998: 103) berpendapat bahwasanya banyak orang

beragama menjadikan agamanya sebagai topeng belaka. Banyak orang

beragama yang menjadikan agamanya sebagai rutinisme belaka yang

kosong melompong dari jiwa keagamaanya. Demikianlah yang terjadi jika

agama hanya menjadi sekedar pengisi kepala atau pengetahuan tanpa ada

pengamalan terhadap nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Begitu

banyak contoh yang dapat kita amati, bahwasanya kebanyakan agama

hanya penghias kehidupan belaka, padahal ia adalah sentral yang

seharusnya melekat disetiap aktifitas hidup manusia. Ketika adzan

berkumandang, masih begitu banyak yang sibuk dengan segala

aktifitasnya, masih begitu sibuk dengan pekerjaannya, tugas

menumpuknya, sosial medianya, tanpa bersegera untuk memenuhi

panggilan Allah tersebut. Karakter seperti inilah yang menjadi salah satu
gambaran bahwasanya agama belum bisa menjadi ruh bagi setiap aktifitas

manusia. Penanaman akhlak dalam beragama tentulah dibentuk melalui

pembiasaan. Dan pendidikan akhlak dimulai dari lingkungan yang terkecil,

yaitu keluarga.

Lembaga pendidikan keluarga merupakan lembaga pendidikan

yang pertama, tempat anak didik pertama-tama menerima pendidikan dan

bimbingan dari orang tua atau anggota keluarga lainya. Didalam keluarga

inilah tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian anak didik pada usia

yang masih muda, karena pada usia-usia ini anak lebih peka terhadap

pengaruh dari pendidiknya (Zuhairini, 1995: 177).

Selain dari lingkungan keluarga, yakni lingkungan pergaulan dan

masyarakat secara umum. Lingkungan pergaulan yakni meliputi teman

bermain, lingkungan kerja sementara lingkungan masyarakat adalah

lingkungan dimana seseorang tinggal dalam lingkungan sosial, terjadi

interaksi dan adaptasi terhadap masyarakat. Ketiga komponen tersebut

diatas tentunya harus disemangati melalui nilai-nilai agama. Karena pada

hakikatnya hidup ini memiliki satu tujuan, yakni beribadah kepada Allah

SWT. Jadi ada dua dimensi yang harus seimbang dalam pendidikan akhlak,

yakni hablum-minallah, yaitu berkaitan dengan keimanan, menyemangati

setiap aktifitas dengan nilai agama. Dan hablum-minannas, yaitu bentuk

dari upaya penjagaan keimanan, melalui pendidikan akhlak sesama

manusia. Diantaranya dalam lingkungan keluarga, lingkungan bergaul

(sekolah/kerja/ lainya), dan masyarakat.


Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an,

merupakan buku yang menjelaskan tentang konsep pendidikan akhlak

sesuai pada ajaran Islam. Penulis harapkan mampu memberikan gambaran

mengenai pendidikan akhlak yang ideal, yang mampu memberikan solusi

praktis sehingga memberikan kontribusi yang nyata bagi permasalahan

sosial yang terjadi saat ini.

Berangkat dari latar belakang di atas, penulis berusaha menelaah

konsep pendidikan akhlak yang telah lalu dikomparasikan dengan konsep

pendidikan kontemporer agar dapat memberikan sumbangan pemikiran

terbaru. Dengan harapan mampu menjawab permasalahan kekinian terkait

dekadensi moral berikut beberapa hal yang melingkupinya. Karenanya

penulis tertarik untuk mengangkat sebuah fokus pembahasan mengenai

pendidikan akhlak dengan judul ”NILAI-NILAI PENDIDIKAN

AKHLAK DALAM BUKU TUHAN, MAAF KAMI SEDANG SIBUK

KARYA AHMAD RIFA‟I RIF‟AN”

B. Fokus Penelitian

1. Bagaimana biografi Ahmad Rifa‟i Rif‟an?

2. Bagaimana nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami

Sedang Sibuk karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an?

3. Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku

Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk di sekolah?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui biografi Ahmad Rifa‟i Rif‟an.


2. Mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf

Kami Sedang Sibuk.

3. Mengetahui implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku

Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk di sekolah.

D. Kegunaan Penelitian

Dari paparan tujuan yang hendak dicapai dari pelaksanaan

penelitian ini, maka dapat dirumuskan manfaat yang dapat diperoleh dari

kajian ilimiah ini. Pada penelitian ini penulis mengategorikannya menjadi

manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun manfaatnya adalah sebagai

berikut:

1. Manfaat Teoritis

Manfaat ini memberikan sumbangan pemikiran dan konsep baru

mengenai pendidikan akhlak di kalangan praktisi pendidikan maupun

akademisi sebagai bahan acuan dan rujukan. Bisa juga sebagai pijakan

atau acuan para peneliti dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut

terkait nilai-nilai pendidikan akhlak. Manfaat lainnya yaitu hasil

laporan penelitian ini nantinya dapat menambah khazanah

pengetahuan mengenai konsep baru tentang pendidikan akhlak.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara

langsung (praktis) bagi segenap pemerhati dan pelaku pendidikan,

terutama para pelaku/pembimbing akhlak peserta didik. Secara umum

penelitian ini diharapkan dapat Memberikan sumbangan pemikiran


konsep praktis bagi masyarakat secara luas dalam mengatasi masalah-

masalah pendidikan akhlak.

a. Manfaat Bagi Penyelenggara Pendidikan

Beberapa manfaat yang dapat diambil oleh lembaga

penyelenggara pendidikan antara lain sebagai berikut:

1) Sebagai bahan masukan dalam menentukan kebijakan

sekolah terutama yang berkaitan erat dengan pendidikan

akhlak atau budi pekerti di sekolah.

2) Memberikan sumbangan dalam menghadapi permasalahan

budi pekerti yang ada di sekolah.

b. Manfaat Bagi Guru Pendidikan Agama

1) Menjadi sumber pertimbangan guru dalam menghadapi

masalah kenakalan siswa didik melalui perbaikan akhlak

siswa.

2) Menjadi sumber bagi guru dalam bersikap dan berperilaku

agar sesuai dengan tujuan pembelajaran agama.

c. Manfaat Bagi Para Orang Tua

Manfaat penelitian ini juga bisa dipakai oleh para orangtua

siswa diantaranya sebagai berikut:

1) Menjadi pedoman teoritis bagi orangtua untuk menangani

permasalahan kenakalan anak di rumah.

2) Menjadi sumber atau pedoman perilaku orang tua sehingga

mampu menjadi teladan bagi anak-anaknya.


E. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi pustaka (library

research), karena objek kajian studi difokuskan pada kajian sebuah buku.

Data-data yang terkait dengan analisis pembahasan penelitian berkaitan

dengan biografi, latar belakang pendidikan penulis, dan berbagai hal yang

mungkin berpengaruh pada kondisi penulis, baik secara langsung atau

tidak langsung.

Penelitian Pustaka (library research), yaitu jenis penelitian yang

dilakukan degan menelaah dan menggunakan bahan-bahan pustaka berupa

buku-buku, ensklopedi, jurnal, majalah, dan sumber pustaka lainya yang

relevan dengan topik atau permasalahan yang dikaji sebagai sumber

datanya (Hadi, 1990: 9).

Agar terlaksana penelitian sebagaimana yang diharapkan maka

dalam penelitian ini secara runtut menggunakan metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Library research merupakan suatu metode penelitian yang

menjadikan sebuah tulisan ilmiah sebagai objek kajian utama. Dalam

penggunaan metode ini penulis melakukan langkah-langkah sebagai

berikut:

a. Meneliti Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk karya Ahmad

Rifa‟i Rif‟an sebagai objek kajian utama penelitian.


b. Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang ada pada

buku tersebut terutama yang berkaitan dengan masalah

pendidikan akhlak.

c. Menganalisis pokok permasalahan dengan cara mengemukakan

dan membandingkan konsep pendidikan akhlak dari teori-teori

lain.

d. Menyimpulkan beberapa konsep pendidikan akhlak yang ada

pada buku tersebut.

2. Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian terdiri dari sumber primer dan sumber

sekunder (pendukung).

a. Sumber data primer

Sumber data primer adalah sumber data utama yang akan

dikaji dalam permasalahan. Sumber data utama dalam

penelitian ini adalah buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk

Karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah data pendukung dari data primer.

Data sekunder diambil dari sumber-sumber yang lain dengan

cara mencari, menganalisis buku-buku tentang pendidikan

akhlak, internet, dan informasi lainya yang berhubungan

dengan judul penelitian skripsi ini.


3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data penulis lakukan dengan cara membaca buku-

buku sumber, baik primer maupun sekunder. Mempelajari dan

mengkaji serta memahami kajian yang terdapat dalam buku-buku

sumber. Menganalisis untuk diteruskan identifikasi dan

mengelompokkan sesuai dengan sifatnya masing-masing dalam bentuk

per bab.

4. Teknik Analisis Data

Melihat objek penelitian ini adalah buku-buku atau literatur yang

termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan, maka penelitian ini

adalah merupakan library research. Data yang terkumpul selanjutnya

akan penulis analisa dengan menggunakan teknik analisa kualitatif

dengan cara:

a. Deduktif

Maksudnya adalah bertolak dari hal-hal atau teori yang

bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus.

Dalam arti pengambilan kesimpulan yang berawal dari suatu

pertanyaan tentang pendidikan akhlak dalam Islam secara umum

kemudian dilakukan penarikan kesimpulan dari nilai pendidikan

akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk karya Ahmad

Rifa‟i Rif‟an, sehingga menghasilkan kesimpulan yang bersifat

khusus.
b. Induktif

Maksudnya adalah mengambil kesimpulan yang bertitik

tolak dari hal-hal yang bersifat khusus dan mengambil atau

menarik kesimpulan yang bersifat umum (Warsito, 1993: 99).

Dalam arti penarikan kesimpulan yang berangkat dari uraian-

uraian khusus tentang pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf

Kami Sedang Sibuk karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an, kemudian

diformulasikan ke dalam kesimpulan yang bersifat umum.

F. Penegasan Istilah

1. Nilai

Bank (1996: 62) berpendapat bahwasanya nilai adalah suatu

tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan

yang dalam seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan , atau

menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas atau

tidak pantas dikerjakan. Menurut Sidi Gazalba (1996: 62) nilai adalah

sesuatu yang bersifat abstrak, namun ideal, nilai bukan konkrit, bukan

fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut

pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki,

disenangi atau tidak disenangi. Sementara menurut Thoha nilai adalah

esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan

manusia. Kebermaknaan esensi tersebut semakin meningkat sesuai

dengan peningkatan daya tangkap dan pemaknaan manusia sendiri

(Thoha, 1996: 62).


2. Pendidikan Akhlak

Menurut UU No.20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan secara

sederhana diartikan sebagai usaha manusia untuk membina

kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

kebudayaan (Hasbullah, 2009: 1). Pendidikan merupakan proses

perbaikan, penguatan, dan penyempurnaan terhadap semua

kemampuan dan potensi manusia. Pendidikan juga dapat diartikan

sebagai suatu ikhtiar manusia untuk membina kepribadiannya sesuai

dengan nilai-nilai dan kebudayaan yang ada dalam masyarakat (Rokib,

2009: 15)

Sementara kata akhlak berasal dari bahasa arab akhlaaq,

berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan

kata khaliq (Pencipta), makhluq (yang diciptakan), dan khaliq

(penciptaan). Dari persamaan kata diatas mengisyaratkan bahwa dalam

akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak

khaliq (Pencipta) dengan perilaku makhluk (Manusia). Atau dengan

kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkunganya

baru mengandung nilai akhlak yang hakiki jika tindakan atau perilaku
tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq (Tuhan), sehingga akhlak

tidak saja merupakan norma yang mengatur hubungan antara manusia

dengan Allah, namun juga dengan alam semesta sekalipun. (Assegaf,

2014: 42)

Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan

antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang

menyatu membentuk suatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam

kenyataan hidup keseharian (Drajat, 1995: 10). Akhlak awalnya dapat

tumbuh melalui pengetahuan, jika dapat memahaminya selanjutnya

dengan pembiasaan sebab ilmu dapat diperoleh melalui belajar, dan

akhlak dapat diperoleh melalui pembiasaan (Kastolani, 2009:120).

Nilai pendidikan akhlak adalah suatu esensi yang terkandung

dalam sebuah proses perbaikan, penguatan, dan penyempurnaan

perilaku sesuai dengan kehendak Sang Khaliq (Pencipta) ataupun

norma agama sehingga menjadi seimbang antara Hablum-minallah

(Hubungan Vertikal) dan hablum minan-nas (Hubungan Horisontal).

Pendidikan akhlak disini terbatas pada pendidikan akhlak dalam agama

Islam.

3. Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk

Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk adalah sebuah buku

inspirasional yang termasuk buku non fiksi. Membahas tentang

pengembangan diri, pendidikan akhlak dan religiusitas. Buku yang

sudah mendapat kategori National Best Seller ini adalah salah satu
karya penulis muda berbakat, yaitu Ahmad Rifa‟i Rif‟an. Di dalam

buku ini dari segi isinya menggunakan metode mauidzah atau

pemberian nasehat dan pengalaman penulis serta memberikan arahan-

arahan kepada generasi muda khususnya, dan semua kalangan pada

umumnya.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif dan

menyeluruh maka diperlukan sebuah sistematika penulisan yang runtut

dari satu bab ke bab yang selanjutnya. Sedangkan sistematika sendiri

memiliki arti suatu tata urutan yang saling berkaitan, saling berhubungan,

dan saling melengkapi. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut:

Bab I : pendahuluan akan dijelaskan tentang latar belakang masalah, fokus

penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah,

metode penelitian, serta sistematika penulisan laporan hasil penelitian.

Bab II : akan dijelaskan tentang biografi Ahmad Rifa‟i Rif‟an, karya-

karyanya, corak umum pemikiranya, latar belakang penulisan buku,

sistematika penulisan serta sinopsis buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk.

Bab III : nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami

Sedang Sibuk, pengertian, sumber dan tujuan pendidikan akhlak, metode

pendidikan akhlak, dan konsep pendidikan akhlak dalam buku tersebut.

Bab IV : analisis data dipaparkan meliputi analisis pendidikan akhlak apa

saja yang ada dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk penerapan
pendidikan akhlak dalam dunia pendidikan di sekolah, serta peranan

orangtua dalam mengajarkan nilai pendidikan akhlak pada anak.

Bab V : penutup berisi kesimpulan dari teori pendidikan akhlak yang ada

dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk, saran berikut metode yang

dapat dipakai dan diterapkan pada pendidikan masa kini dan penutup.

BAB II

BIOGRAFI AHMAD RIFA‟I RIF‟AN


A. Biografi Ahmad Rifa‟i Rif‟an

Ahmad Rifa‟i Rif‟an atau lebih akrab dengan panggilan Fai, lahir

di Lamongan 3 Oktober 1987. Usia remajanya ia sibukkan dalam dunia

pesantren. Ia nyantri di pesantren Miftahul Qulub Lamongan, yang pada

saat itu dibawah bimbingan KH. Asyikin Asghori (Rif‟an, 2010: 235). Ia

menikah di usia 24 tahun. Istrinya adalah Ary Mita Christy Yanti, yang

menjadi penulis buku “Ya Allah, Bimbing Hamba Menjadi Wanita

Shalihah” (Rif‟an, 2013: 2).

Ia menikmati pendidikan formal di MI Islamiyah, SMPN 1 Turi,

SMAN 1 Lamongan. Lulus SMA ia mengambil S1-nya di Mechanical

Engineering ITS Surabaya. Saat menjadi mahasiswa, ia aktif di beragam

organisasi intra maupun ekstra kampus. Menjadi Wakil Ketua Kelompok

Studi Islam (KSI), Ketua Bidang Kajian di Indonesian Islamic of Student

Movement, Ketua Bidang Kaderisasi UKM Penalaran ITS, Ketua Bidang

Jurnalistik Indonesian Islamic of Student Movement Cabang Surabaya,

Pimpinan Redaksi di Islam Rahmatan Lil Alamin Network, Pengajar di

Sekolah Rakyat Keputih Surabaya (http://digilib.its.ac.id/public/ITS-

Undergraduate. Riwayat Hidup Penulis. diakses tanggal 18 Juni 2015).

Beliau juga aktif di organisasi Jemaah Maiyah, Smasala Futuh,

Komunitas Pecinta Pena, dan Program Wirausaha Mahasiswa ITS.

Pemuda yang tengah naik daun karena tulisan-tulisanya ini sejak

kecil sampai SMA tak pernah berkecimpung dalam jurnalistik. Baik

majalah dinding, bulletin, ataupun majalah sekolah. Ia tertarik menulis saat


pertengahan kuliah. Bermula dari sebuah blog. Ia rutin menulis dan hanya

karena semangat untuk berbagi cerita dan pengalaman melalui artikel-

artikel sederhana yang ia upload di blog. Hingga suatu hari ada seorang

sahabat penulis yang berkomentar terhadap tulisan-tulisan di blog tersebut.

Sahabat itu memberi saran “Terus menulis ya. Ntar tulisan-tulisannya

dikumpulin, kan lama-lama bisa jadi buku”. Dari sanalah penulis mulai

terpikir untuk membuat buku.

Adapun buku yang paling sering ia baca adalah non fiksi jenis

motivasi, renungan, dan biografi. Itulah sebabnya hampir semua buku

yang ia tulis jenisnya motivasi, renungan, dan bertabur cerita inspiratif.

Awal mulai menulis, ia ingin karyanya terpajang di toko buku. Tetapi

begitu terbit dan terpajang di toko buku, ternyata rasanya gitu aja.

Akhirnya ia ingin buku yang ia tulis menjadi best seller. Tetapi setelah

best seller rasanya gitu aja. Maka ia pun mencari motivasi apa yang bisa

membuat ia terus menulis. Akhirnya ditemukanlah jawaban yang sangat

idealis. Mungkin jawabannya terlihat klise, tetapi inilah yang

menyemangatinya untuk konsisten menulis puluhan buku Islami populer.

Yakni, ketika nanti di Padang Mahsyar ia terbelalak melihat catatan

amalnya, “Ya Allah, bukankah timbangan amal saya tak sebesar ini?”,

kemudian ia merasakan betapa indahnya ketika menerima jawaban dari

Allah, “Ya, Rifai, kau benar. Tapi ribuan orang telah tergerak beramal

kebaikan setelah membaca tulisan-tulisanmu. Berantai amal sunnah

terkerjakan setelah ribuan manusia membaca karya dari jemarimu.”


Penulis muda berbakat ini terus aktif menulis karena terinspirasi

oleh Ulama‟ masa lampau, dimana meskipun fasilitas menulis sangat

terbatas, belum ada notebook, belum ada gadget, tetapi produktifitasnya

luar biasa. Sementara pada saat ini berlimpah fasilitas untuk menulis,

rasanya kurang bersyukur jika tidak menggunakan nikmat tekhnologi

seperti saat ini (http://www.pesantrenpenulis.com. Menjadi Penulis Sukses

di akses tanggal 18 Juni 2015).

Pemuda yang menjadi Owner Penerbit Marsua Media ini

menggunakan waktu emas untuk menulis yaitu sebelum subuh dan ba‟da

subuh. Termotivasi dari semangat berbagi dan menjadi pelaku dari Hadits

Rasulullah Saw,

‫َخ ْمْيُر الَّن ِسا َخْمْي َخ ُر ُر ْم اِس لَّن ِسا‬


Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia
lainnya.” (H.R Thabrani dan Daruqutni, Hadis ini dihasankan oleh al-
Albani di dalam Shahihul Jami‟ . no. 3289)

Ia menjadikan tulisannya sebagai bentuk dari multi-level pahala,

yang bisa dinikmati bagi banyak orang.

Aktifitasnya kini sebagai engineer, entrepeneur, dan writer. Ia

telah menulis puluhan buku motivasi, bisnis, dan religi. Kini di sela-sela

kesibukanya sebagai engineer disebuah perusahaan swasta di Surabaya, ia

terus mengembangkan usaha yang dirintisnya serta istiqamah menebarkan

inspirasinya melalui karya-karyanya serta seminar-seminar seputar religi,

bisnis, pengembangan diri dan kepenulisan (Rif‟an: 2013, 231)


B. Karya-karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an

Ahmad Rifa‟i Rif‟an adalah penulis muda berbakat. Diusia yang

masih muda telah mencetak puluhan karya. Adapun karya-karya Ahmad

Rifa‟i Rif‟an dalam bentuk buku sesuai dengan pengamatan penulis adalah

sebagai berikut:

1. Jadikan Aku Halal Bagimu.

2. Ya Allah, Siapa Jodohku?

3. Don‟t Cry, Allah Loves You

4. My Life My Adventure

5. 9 Rahasia Doa Lulus Ujian

6. From Kuper to Super

7. Jomblo Sebelum Nikah

8. Surat Cinta Untuk Kekasih Sejatiku

9. Nikah Muda, Siapa Takut?

10. Jangan Sampai Ada dan Tiadamu Di Dunia Ini Tak Ada Bedanya

11. Allah, inilah Proposal Cintaku (Rif‟an, 2015: 355).

12. Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk

13. The Perfect Muslimah

14. Man Shabara Zhafira

15. Hidup Sekali, Berarti, Lalu Mati

16. God, I Miss You: 100 Cara Mengobati Luka Jiwa Bersama Tuhan

17. Izrail Bilang, Ini Ramadhan Terakhirku (Rif‟an, 2013: 231).

18. Sukses Tanpa Sarjana


19. Muslim: Never Ending to Succes

20. From School To Heaven

21. Kiat Menjadi Pelajar Berprestasi dan Dirindukan Syurga (Rif‟an, 2010:

235)

22. Siapa Bilang Nulis Buku Itu Susah?

23. Inilah Rahasia Terbesar Nulis Buku Best Seller

24. Buka Penerbitan Modal Nol

25. Dijamin Nulis 1 Buku Per Bulan

26. Time: 50 Cara Mengatur Waktu agar Hidup Makin Produktif

27. Ketika Muslimah Jatuh Cinta

28. Allah, I Need You

29. Shalihah, Cerdas, Gaul

30. Aku Mencintaimu Karena Allah

31. Life Is Never Flat

32. Ketika Mencintai Tak Bisa Memiliki

33. Tuhan Memberi Yang Kita Butuhkan Bukan Yang Kita Inginkan

34. Allah, Mengapa Engkau Pisahkan Kami

35. Jangan Manja, Hidup Emang Nggak Mudah

36. 25 Kebiasaan Anak Berprestasi

37. Ya Allah Aku Ingin Curhat

38. Izinkan Anakmu Memilih Jalan Hidupnya

39. Student Of Love

40. Ramadhan, Moment Of Live Revolution


41. Tuhan, Maaf Aku Belum Siap Berhijab.

42. You‟re Not Alone, Allah Is Always With You

43. Tuhan, Jangan Biarkan Hamba Hidup Sendiri

44. Pacaran Lillahi Ta‟ala (https://rifay.wordpress.com, diakses pada 25

September 2015)

45. Aku Bukan Siti Nurbaya

46. Izrail Bilang, Ini Hari Terakhirku

47. Ya Allah Dia Bukan Jodohku

48. Muda Kaya Raya Mati Masuk Surga

49. Agar Ujian Di Tolong Allah

50. Akhirnya Kita Menikah

51. Pekerjaan Yang Membuatmu Sukses dan Bahagia

52. Bahkan Tuhanpun Berkurban

53. Karena Allah Tidak Tidur

54. Menggapai Malam Lailatul Qadar

55. Beginilah Cara Tuhan Mengubah Nasibku

56. Saudagar Langit: Membongkar 5 Kunci Kesuksesan Bisnis Manusia-

Manusia Langit

57. Merokok Haram

58. Menjemput Pelangi

59. Tombo Ati: Menyingkap 5 Rahasia Kebahagiaan Muslim

(http://www.duniaparcelbuku.com/products/21/0/Ahmad-Rifai-Rifan/

diakses pada 25 September 2015)


60. Be Amazing Muslimah

61. Allah, Cukuplah Engkau Sebagai Penolong

(http://www.gramedia.com/catalogsearch/result/?q=Ahmad+Rifai+RIf

an diakses pada 27 September 2015)

C. Latar Belakang Penulisan Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk

Ketika membaca judul bukunya, sebagian orang akan merasa

bahwa judul buku ini sangatlah berani, terkesan lancang, dan tergolong

sangat nekat. Bahkan beberapa penerbit sempat menolak untuk

menerbitkan naskah buku ini. Namun, tak disangka ternyata buku ini

tembus menjadi national best seller dan telah mencapai cetakan ke-14.

Secara umum, buku ini merupakan sebuah buku renungan bagi

para pekerja kantoran yang seringkali merasa sangat sibuk dengan

kegiatan sehari-harinya, sampai-sampai menjadi lalai dengan urusan

terhadap tuhannya. Seolah aktifitas duniawi menyita waktu dan perhatian,

padahal umur manusia didunia hanya sekitar 60-70 tahun, sementara

kehidupan akhirat sifatnya adalah kholidiina fiiha abada (kekal

selamanya). Oleh karena itu sudah semestinya akhirat menjadi prioritas,

namun tak meninggalkan dunia. Dunia adalah media beribadah sebaik-

baiknya untuk mencari bekal kehidupan akhirat. Dunia bukanlah tujuan

utama, namun akhiratlah tujuan akhir hidup manusia. Ahmad Rifa‟i Rif‟an

mengibaratkan seperti padi dan rumput. Jika menanam padi, maka rumput

akan ikut tumbuh, namun bila menanam rumput, maka tak ada padi yang
tumbuh. Dunia adalah rumput dan akhirat adalah padi. Memprioritaskan

akhirat, maka akan mendapatkan dunia.

Inspirasi menulis buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk berawal

saat penulis diundang ke Jakarta beberapa tahun yang lalu mengisi acara

bedah buku, “Izrail Bilang Ini Ramadhan Terakhirku”. Dengan alasan

ingin merasakan suasana kota Jakarta di bulan Ramadhan, penulis

menolak untuk untuk dijemput panitia. Ia menuju lokasi dengan naik bus

umum. Di bus yang ditumpangi, disimaklah sebuah lagu yang di lantunkan

oleh pengamen cilik yang berjudul Pantaskah Syurga Untukku. Saat itulah

penulis langsung menangis karena lagu yang dibawakan pengamen

tersebut. Berangkat dari peristiwa itu, maka ditulislah buku Tuhan, Maaf

Kami Sedang Sibuk (Seminar Nasional Tuhan Maaf Kami Sedang Sibuk,

2014).

D. Corak Umum Pemikiran Ahmad Rifa‟i Rif‟an

Dilihat dari cara penulisan dan kualitas buku, penulis

menggunakan pengalaman sehari-hari untuk kemudian diambil hikmahnya

disertai kisah-kisah inspiratif dan Islami. Berbekal ilmu agama pesantren

yang dikolaborasikan dengan riset data ilmiah dan ilmu pengetahua terkini,

baik psikologi maupun sosiologi, penulis dengan baik mampu

mentransfernya dalam bahasa sederhana yang mudah difahami semua

kalangan. Corak umum pemikiran Ahmad Rifa‟i Rif‟an adalah corak

kolaborasi antara ajaran Islam diiringi dengan kisah inspiratif dan

renungan dengan dilengkapi pengetahuan berupa riset ilmiah dan realita


dunia masa kini. Bahasa sindiran yang sering digunakan menjadikan

pembaca merenung kembali akan makna hidupnya.

Adapun pembahasan yang sering ditulis adalah sebagai berikut

1. Seputar keagamaan, mencangkup kecerdasan emosional dan spiritual.

Menghadirkan Allah dalam setiap aktifitas adalah kenikmatan.

Menanamkan iman sekuat-kuatnya dalam diri, maka dunia pun akan

mengikuti. Sebagaimana perumpamaan padi dan rumput yang ia tulis,

bahwa jika kita menanam padi, maka rumput akan ikut tumbuh.

Namun bila hanya menanam rumput maka tak akan ada padi yang

tumbuh. Padi ibarat iman (orientasi akhirat), sementara rumput adalah

fana (orientasi keduniaan).

2. Mengajak pembaca untuk senang membaca dan menulis, dengan

membaca menjadikan sesorang bertambah wawasannya, sementara

dengan menulis adalah sebagai media untuk memberikan kemanfaatan

bagi lebih banyak orang. Sebagaimana yang menjadi inspirasi bagi

Ahmad Rifa‟i Rif‟an bahwa ketika nanti di Padang Mahsyar ia

terbelalak melihat catatan amalnya, “Ya Allah, bukankah timbangan

amal saya tak sebesar ini?”, kemudian ia merasakan betapa indahnya

ketika menerima jawaban dari Allah, “Ya, Rifai, kau benar. Tapi

ribuan orang telah tergerak beramal kebaikan setelah membaca tulisan-

tulisanmu. Berantai amal sunnah terkerjakan setelah ribuan manusia

membaca karya dari jemarimu.”


3. Mengajak para pembaca untuk senang berwirausaha semuda mungkin,

karena berwirausaha adalah solusi untuk mengurangi jumlah

pengangguran. Dengan berwirausaha dapat memberikan lapangan

pekerjaan bagi masyarakat, melihat begitu banyaknya pengangguran di

negeri tercinta ini. Serta melatih diri bermental pemberi, bukan

peminta. Karena dengan berwirausaha seseorang bisa bebas secara

finansial. Sehingga lebih banyak orang yang bisa dibantu.

4. Penulis sekaligus entrepreneur ini juga selalu menyisipkan ajakan

untuk „Nikah Muda‟. Berangkat dari keprihatinannya terhadap pemuda

hari ini yang memilih jalan „Pacaran‟ dengan alasan ingin saling

mengenal. Padahal hal tersebut menjadikan awal dari perbuatan zina,

dan pada akhirnya terjadilah free sex, hamil diluar nikah, aborsi dll.

Sehingga terjadilah kerusakan moral pada generasi penerus bangsa.

Menikah, menjadikan seseorang hatinya lebih tentram, pikiran menjadi

tenang, pandangan mata terjaga, getar hati pun berirama sesuai getaran

kesucian. Diluruskan pula logika-logika yang selama ini dianut oleh

banyak masyarakat, bahwasanya menikah harus mapan dahulu, harus

sarjana dahulu, harus memiliki mobil dahulu, harus memiliki rumah

dahulu, dan alasan-alasan lainya. Namun beliau membalik semua itu,

tentunya sesuai syariat agama Islam bahwasanya jangan menunda

menikah bila sudah memiliki kemampuan. Bahkan dalam Al-Qur‟an

itu sendiri ditegaskan,


           

“Bila mereka dalam keadaan fakir, maka Allah akan mencukupkan

mereka dengan keutamaan dari-Nya.” (Q.S An-Nur: 32).

Menikahlah maka seseorang akan dikayakan oleh Allah. Kalau

memang belum memiliki kemampuan, maka menjaga diri dengan

akhlak yang baik adalah pilihan terbaik. Menikah akan lebih menjaga

seseorang, terutama dari perilaku zina. Dengan mendewasakan diri

lebih dini, tentunya membuat seseorang mandiri dan memiliki

kemampuan untuk segera menikah, dan menghindari perbuatan zina.

5. Ajakan yang juga tak pernah luput yaitu memaknai hidup dalam

kemanfaatan. Kebahagiaan sejati dalam hidup adalah dengan

memberikan kemanfaatan bagi sesama. Kunci kesuksesan adalah

mendapatkan kebahagiaan, dan kebahagiaan sejati ialah dimana setiap

hembusan nafas menjadi rahmat bagi orang di sekitar. Kedatangan kita

membuat orang lain tersenyum. Sebagaimana prinsip penulis buku ini,

“Jika kita memikirkan orang lain, tuhan akan memikirkan kita. Tetapi

jika kita memikirkan diri sendiri, yakinlah, tuhan akan memikirkan

orang lain.”

E. Sistematika Penulisan Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk

Sistematika buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk karya Ahmad

Rifa‟i Rif‟an ini hampir sama dengan buku-buku pada umumnya, dengan

halaman pertama judul diikuti dengan nama penulisnya.


Halaman berikutnya adalah daftar isi yang dibagi dalam 4 Bab.

Halaman selanjutnya adalah kata pengantar dari penulis terkait latar

belakang yang mendorong penulis untuk menuliskan buku tersebut dengan

selipan cerita perjalanan penulisan buku ini dengan bahasa yang menarik

dan sopan, serta diikuti dengan ucapan terima kasih kepada orang-orang

yang terlibat dalam penyelesaian buku.

Selanjutnya adalah pembahasan pembuka yang berisi renungan,

kisah dan motivasi. Pada lembar penutup dilampirkan profil penulis, daftar

pustaka, kumpulan karya-karya Best Seller penulis, serta testimoni para

pembaca buku, “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk.” Lebih simpelnya,

sistematika penulisan buku tersebut adalah sebagai berikut:

1. Halaman Judul

2. Daftar Isi

3. Kata Pengantar Penulis

4. Pembahasan

Materi pembahasan terdiri dari 4 Bab, yaitu:

a. Menata Hati, Membenahi Nurani

b. Rumahku, Syurgaku

c. Memancarkan Cahaya Syurga di Tempat Kerja

d. Memperkokoh Semangat dan Visi Hidup

5. Profil Penulis

6. Daftar Pustaka
7. Halaman Sinopsis Beberapa Buku Karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an yang

Best Seller.

8. Testimoni Para Pembaca buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk

F. Sinopsis Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk

“Tuhan, harap maklumi kami, manusia-manusia yang begitu

banyak kegiatan. Kami benar-benar sibuk, sehingga kami amat kesulitan

menyempatkan waktu untuk-Mu. Tuhan, kami sangat sibuk. Jangankan

berjemaah, bahkan munfarid pun kami tunda-tunda. Jangankan rawatib,

zikir, berdoa, tahajud, bahkan kewajiban-Mu yang lima waktu saja sudah

sangat memberatkan kami. Jangankan puasa Senin-Kamis, jangankan

ayyaamul baith, jangankan puasa nabi Daud, bahkan puasa Ramadhan

saja kami sering mengeluh. Tuhan, maafkan kami, kebutuhan kami di

dunia ini masih sangatlah banyak, sehingga kami sangat kesulitan

menyisihkan sebagian harta untuk bekal kami di alam abadi-Mu.

Jangankan sedekah, jangankan jariah, bahkan mengeluarkan zakat yang

wajib saja sering kali terlupa. Tuhan, urusan-urusan dunia kami masih

amatlah banyak. Jadwal kami masih amatlah padat. Kami amat kesulitan

menyempatkan waktu untuk mencari bekal menghadap-Mu. Kami masih

belum bisa meluangkan waktu untuk khusyuk dalam rukuk, menyungkur

sujud, menangis, mengiba, berdoa, dan mendekatkan jiwa sedekat

mungkin dengan-Mu. Tuhan, tolong, jangan dulu Engkau menyuruh Izrail

untuk mengambil nyawa kami. Karena kami masih terlalu sibuk.”


Demikianlah potongan paragraf yang menyindir manusia untuk

kembali merenungkan tujuan hidup didunia. Apakah semua aktifitas yang

menyibukkannya didunia justru menjadikan manusia makin jauh dengan

Allah. Atau justru sebaliknya menjadikan manusia makin dekat dengan

Allah.

Buku ini berisi renungan sekaligus motivasi dari penulis tentang

betapa pentingnya menghadirkan Allah dalam setiap aktifitas kehidupan

sehari-hari. Memberikan makna hidup yang terbaik serta melakukan hal-

hal yang memberikan manfaat bagi diri sendiri dan manfaat bagi lebih

banyak manusia, serta berisi tips-tips menjadikan hidup semakin dekat

dengan Allah (Hubungan Vertikal), dan dekat dengan manusia secara

sosial kemasyarakatan (Hubungan Horizontal).

Buku yang terdiri dari empat bab ini disusun dengan klasifikasi

berdasarkan wilayah kehidupan manusia. Membahas tentang dimensi

vertikal dan dimensi horisontal. Diawali dengan bab pertama yaitu

“Menata Hati Membenahi Nurani” dimana pembaca diajak untuk

bercengkrama tentang pemaknaan tauhid, takdir, serta beberapa tema yang

menyentuh wilayah jiwa. Bab kedua yaitu “Baiti Jannati” yang

mengeksplorasikan tips dan trik Islam untuk menggapai kesuksesan dalam

wilayah keluarga. Bab ketiga yaitu “Memancarkan cahaya Syurga di

Tempat Kerja” dimana pembaca akan diajak memaknai ulang seluruh

aktifitas pekerjaan, pergaulan, sebagai media peghambaan diri kepada

Sang Pencipta. Pada bab empat atau bab penutup, yaitu “Memperkokoh
Semangat dan Visi Hidup” yang memotivasi setiap muslim untuk meraih

kebahagiaan dengan memberikan kontribusi dan kemanfaatan bagi banyak

orang, sehingga hidup semakin berada dalam keberkahan.

BAB III
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM BUKU “TUHAN MAAF

KAMI SEDANG SIBUK” KARYA AHMAD RIFA‟I RIF‟AN

A. Pengertian, Sumber, Tujuan, Metode, dan Ruang Lingkup Pendidikan

Akhlak

1. Pengertian Nilai Pendidikan Akhlak

a. Nilai

Menurut Rokeach dan Bank (1996: 62) nilai adalah suatu

tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem

kepercayaan yang dalam seseorang bertindak atau menghindari

suatu tindakan , atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai

sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan. Gazalba

berpendapat bahwa nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak,

namun ideal, nilai bukan konkrit, bukan fakta, tidak hanya

persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik,

melainkan soal penghayatan yang dikehendaki, disenangi atau

tidak disenangi. Sementara menurut Thoha (1996: 62) nilai adalah

esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi

kehidupan manusia. Kebermaknaan esensi tersebut semakin

meningkat sesuai dengan peningkatan daya tangkap dan

pemaknaan manusia sendiri.

Dalam pandangan Young (1993: 110) nilai diartikan

sebagai asumsi-asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari

tentang hal-hal yang benar dan hal-hal yang penting. Sedangkan


Green memandang nilai sebagai kesadaran yang secara relatif

berlangsung dengan disertai emosi terhadap objek, ide, dan

perseorangan. Lain halnya dengan Woods, yang menyatakan

bahwa nilai merupakan petunjuk-petunjuk umum yang telah

berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan

dalam kehidupan sehari-hari (Mujib, 1993: 110).

Nilai adalah ukuran untuk menghukum atau memilih

tindakan dan tujuan tertentu. Tidak terletak pada barang atau

peristiwa, tetapi manusia memasukkan nilai kedalamnya. Karena

nilai adalah cita, ide, bukan fakta. Sebab itulah tiadak ada ukuran-

ukuran yang obyektif tentang nilai dan karenanya ia tidak dapat

dipastikan secara kaku (Rosyadi, 2004: 114).

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

nilai adalah suatu sudut pandang yang bersifat abstrak, tentang

baik-buruknya suatu hal sebagai bentuk kesadaran yang

mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-

hari.

b. Pendidikan

Menurut UU No.20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

poensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta


ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara. Pendidikan secara sederhana diartikan sebagai usaha

manusia untuk membina kepribadianya sesuai dengan nilai-nilai di

dalam masyarakat dan kebudayaan. (Hasbullah, 2009: 1).

Pendidikan merupakan proses perbaikan, penguatan, dan

penyempurnaan terhadap semua kemampuan dan potensi manusia.

Pendidikan juga daat diartikan sebagai suatu ikhtiar manusia untuk

membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan kebudayaan

yang ada dalam masyarakat (Rokib, 2009: 15).

Pendidikan adalah usaha yang dilakukan untuk mendidik

manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta memiliki

potensi atau kemampuan sebagaimana mestinya (Muchtar, 2008:

14).

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan

pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk melakukan

proses perbaikan, penguatan, penyempurnaan terhadap semua

potensi dalam diri, sehingga menjadikan seseorang tumbuh dan

berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.

c. Akhlak

Kata akhlak berasal dari bahasa arab akhlaaq, berakar dari

kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq

(Pencipta), makhluq (yang diciptakan), dan khaliq (penciptaan).

Dari persamaan kata diatas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak


tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak

khaliq (Pencipta) dengan perilaku makhluk (Manusia). Atau

dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan

lingkunganya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki jika

tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq

(Tuhan), sehingga akhlak tidak saja merupakan norma yang

mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, namun juga

dengan alam semesta sekalipun (Assegaf, 2014: 42).

Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil

perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan

kebiasaan yang menyatu membentuk suatu kesatuan tindak akhlak

yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian (Drajat, 1995: 10).

Akhlak awalnya dapat tumbuh melalui pengetahuan, jika dapat

memahaminya selanjutnya dengan pembiasaan sebab ilmu dapat

diperoleh melalui belajar, dan akhlak dapat diperoleh melalui

pembiasaan (Kastolani, 2009: 120).

Dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah sifat yang

tertanam dalam jiwa manusia, bentuk dari penghayatan terhadap

hidup seseorang yang didapat melalui pengetahuan diiringi

pembiasaan sehingga ia akan muncul secara langsung (spontanitas

bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau

pertimbangan lebih dulu, serta tidak memerlukan dorongan dari

luar.
d. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak

Dari berbagai paparan diatas dapat disimpulkan bahwa

nilai-nilai pendidikan akhlak adalah sekumpulan nilai pendidikan

dalam rangka memperbaiki, memperkuat, serta menyempurnakan

perilaku melalui pembiasaan sehingga tertanam kepribadian yang

baik dalam diri seseorang sesuai dengan ajaran agama. Dimana

dalam pembahasan ini fokus pada ajaran agama Islam.

2. Sumber Pendidikan Akhlak

Dalam cakupan pendidikan Islam sumber pendidikan akhlak

adalah dari Al-Qur‟an, Al-Hadis, Ra‟yu/ Akal (Ali, 2008: 89) :

a. Al-Qur‟an

Al-Qur‟an merupakan himpunan wahyu Tuhan yang

sampai kepada nabi Muhammad Saw dengan perantara malaikat

Jibril. Al-Qur‟an diturunka secara berangsur-angsur, bertujuan

untuk memecahkan setiap problema yang timbul dalam masyarakat.

Al-Qur‟an sebagai tempat pengambilan yang enjadi sandaran

segala cabang, yang menjelaskan tentang pranata susila yang benar

bagi kehidupan manusia. Berisi aturan yang sangat lengkap dan

tidak punya cela, mempunyai nilai universal dan tidak terikat oleh

ruang dan waktu, nilai ajaranya mampu menembus segala dimensi

ruang dan waktu. Kalau Al-Qur‟an merupakan sumber inspirasi

dan aktifitas manusia dalam setiap sendi kehidupanya, maka Al-

qur‟an menjadi landasan yang kokoh dan paling strategis bagi


orientasi pengembangan intelektual, spiritual, dan keparipurnaan

hidup manusia secara hakiki (Rosyadi, 2004: 153-155).

b. Al-Hadis

Al-Hadis adalah sumber kedua agama dan ajaran islam.

Apa yang telah disebut dalam Al-Qur‟an dijelaskan atau dirinci

lebih lanjut oleh Rasulullah dengan sunnah beliau. Dan sunnah

beliau itulah yang merupakan penafsiran serta penjelasan otientik

tentang Al-Qur‟an (Ali,2008: 110). Ada 3 peranan hadis disamping

Al-Qur‟an, yaitu: pertama, menegaskan lebih lanjut ketentuan

yang terdapat di Al-Qur‟an. Kedua, sebagai penjelasan isi dari Al-

Qur‟an. Ketiga, Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang

tidak ada atau samar-samar ketentuanya didalam Al-Qur‟an

(Ali,2008: 112).

c. Ra‟yu/ Akal Yang Dilakukan Dengan Ijtihad

Menurut ajaran Silam manusia dibekali Allah dengan

berbagai perlengkapan yang sangat berharga, antara lain akal,

kehendak, dan kemampuan untuk berbicara. Dengan akalnya

manusia dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah,

mana yang baik mana yang buruk. Dengan akalnya manusia akan

selalu sadar. Dengan kehendak bebas (free will) yang diberikan

tuhan padanya, manusia dapat memilih jalan yang dilaluinya.

Tanpa kebebasan (memilih), sukar dimintai pertanggungjawaban.

Dan tanpa pertanggungjawaban kehidupan manusia menjadi


kurang bermakna. Sementara kemampuan berbicara merupakan

manifestasi „keunggulan‟ manusia.denganya ia dapat menyatakan

dirinya dan manusia mampu menghubungkan diri dengan tuhannya

(Ali, 2008: 120).

Sebagai sumber ajaran yang ketiga, kedudukan akal pikiran

manusia yang memenuhi syarat penting sekali dalam sistem ajaran

Islam. istilah ar-ra‟yu seringkali disebut ijtihad, yang bermakna

usaha yang sungguh-sungguh yang dilakukan oleh seseorang atau

beberapa orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan

pengalaman tertentu yang memenuhi syarat untuk mencari,

menemukan, dan menetapkan nilai dan norma yang tidak jelas

atau tidak terdapat patokanya didalam Al-Qur‟an dan Al-Hadis.

Adapun hasil dari proses ijtihad, terutama yang dilakukan secara

berkelompok yaitu sering disebut ijma‟ (Ali,2008: 121). Selain

Ijma‟ (Kesepakatan para ulama‟/ mujtahid), juga terdapat beberapa

bentuk hasil ijtihad lainnya, yaitu qiyas, istihsan, maslahah

mursalah, urf, istishab, saddu dzariah, dan madzab shahabi

(Khallaf, 1994: 17).

Ijtihad sebagai langkah untuk memperbaharui interpretasi

dan pelembagaan ajaran Islam dalam kehidupan yang berkembang

merupakan semangat kebudayaan Islami. Menginterpretasikan

antara wahyu dan Al-Kaun (Semesta). Interpretasi dari wahyu

menghasilkan pemahaman keagamaan atau agama yang aktual,


sementara interpretasi dari Al-kaun adalah ilmu pengetahuan

(Rosyadi, 2004: 158).

3. Tujuan Pendidikan Akhlak

Dalam cakupan pendidikan Islam, tujuan pendidikan akhlak

Prof. M. Athiyah Al-Abrashy menyimpulkan 5 tujuan umum

pendidikan Islam:

a. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia.

Kaum muslim telah setuju bahwa pendidikan akhlak adalah

jiwa dari pendidikan Islam, dan bahwa mencapai akhlak yang

sempurna adalah tujuan pendidikan yang sebenarnya.

b. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.

Pendidikan islam sangat menaruh perhatian penuh untuk

kedua kehidupan itu sebagai tujuan diatara tujuan-tujuan umum

yang asasi. Sebab, memang itulah tujuan tertinggi dan terakhir

pendidikan.

c. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi

kemanfaatan.

Islam memandang, manusia sempurna tidak akan tercapai

kecuali memadukan antara ilmu pengetahuan dan agama, atau

mempunyai kepedulian (concern) pada aspek spiritual, akhlak, dan

pada segi-segi kemanfaatan.


d. Menumbuhkan roh ilmiah (scientific spirit) pada pelajar dan

memuaskan keinginan arti untuk mengetahui dan memungkinkan

ia mengkaji ilmu sekedar ilmu.

e. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis dan perusahaan

supaya ia juga dapat menguasai profesi tertentu, teknis tertentu dan

perusahaan tertentu agar dapat mencari rezeki (Rosyadi, 2004:

161-162).

Sementara Muhammad Qutb (2004: 165) berpendapat

bahwasanya tujuan pendidikan Islam adalah manusia yang taqwa.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur‟an surah Al-Hujurat:

13,

          

...Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi


Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S Al-Hujurat: 13)

Adapun ciri-cirinya adalah: Jasmani sehat (sehat, kuat,

berketrampilan), kecerdasan dan berkepribadian, dan memiliki hati

yang bertakwa (sukarela melaksanakan perintah dan menjauhi

larangan Allah) (Rosyadi, 2004: 165-167).

4. Metode Pendidikan Akhlak


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwasanya

metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu

pekerjaan agar tercapai sesuai yang dikehendaki (Depdiknas, 2007:

741). Sementara menurut Mahmud Yunus (2002: 87) metode adalah

jalan yang hendak ditempuh oleh seseorang supaya sampai kepada

tujuan tertentu, baik dalam lingkungan perusahaan atau perniagaan,

maupun dalam kupasan ilmu pengetahuan dan lainya. Penggunaan

metode sangatlah penting, karena metode adalah salah satu komponen

yang menentukan berhasil tidaknya suatu pendidikan (Arief, 2002: 87).

Pendidikan agama diartikan sebagai suatu kegiatan yang

bertujuan untuk membentuk manusia agamis dengan menanamkan

akidah keimanan, amaliah, dan budi pekerti (akhlak al-karimah) agar

menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah Swt (Usman, 2002: 4).

Beberapa metode yang dapat digunakan dalam melaksanakan

pendidikan akhlak adalah sebagai berikut:

a. Metode Pembiasaan

Pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk

membiasakan anak didik berfikir, bersikap, dan bertindak sesuai

dengan tuntunan ajaran agama Islam. oleh karena itu, sebagai awal

dalam proses pendidikan, pembiasaan merupakan cara yang efektif

dalam menanamkan nilai-nilai moral ke dalam jiwa anak. Dalam

teori perkembangan anak dikenal dengan teori konvergensi,

dimana pribadi dapat dibentuk oleh lingkungannya dan dengan


mengembangkan potensi dasar yang ada padanya, salah satu

caranya adalah melalui kebiasaan yang baik. Al-Qur‟an memuat

prinsip umum pemakaian metode pembiasaan dalam proses

pendidikan. Dalam merubah perilaku negatif misalnya, Al-Qur‟an

menggunakan pendekatan pembiasaan yang dilakukan secara

berangsur-angsur. Kasus pengharaman khamr misalnya (Arief,

2002: 110-111).

Diawali dengan menerangkan bahwasanya khamr lebih

banyak negatifnya dibandingkan manfaatnya (lihat Q.S Al-Baqarah:

219), dilanjutkan dengan larangan mendekati shlalat bagi para

peminum khamr yang dalam keadaan mabuk (lihat Q.S An-Nisa‟:

43), dan pada tahap akhir Allah dengan tegas melarang meminum

khamr (lihat Q.S Al-Maidah: 5).

b. Metode Keteladanan

Metode keteladanan sebagai suatu metode yang digunakan

untuk merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh

keteladanan yang baik kepada siswa agar mereka dapat

berkembang baik fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang

baik dan benar (Arief, 2002: 120). Pada dasarnya manusia sangat

cenderung memerlukan sosok teladan dan anutan yang mampu

mengarahkan manusia pada jalan kebenaran dan sekaligus menjadi

perumpamaan dinamis yang menjelaskan cara mengamalkan

syariat Allah. Oleh karena itu, Allah mengutus Nabi Muhammad


sebagai hamba dan Rasul-Nya menjadi teladan bagi manusia dalam

mewujudkan tujuan pendidikan Islam (An Nahlawi, 1995: 260),

sebagaimana firman-Nya:

           

     

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
(Q.S Al- Ahzab: 21)

Pada ayat diatas dijelaskan bahwa Allah memerintahkan

hambanya untuk menjadikan Rasulullah Saw sebagai teladan

dalam membentuk Akhlakul Karimah. Kebutuhan manusia akan

figur teladan bersumber dari kecenderungan meniru yang sudah

menjadi karakter manusia (An Nahlawi, 1995: 263).

Dalam konsep teori belajar sosial-kognitif yang

dikemukakan Albert Bandura, teori ini termasuk teori belajar sosial

yang disebut dengan imitasi, karena perilaku terbentuk melalui

proses imitasi, mengamati perilaku orang lain termasuk mengamati

terhadap efek dari perilaku orang lain. Teori ini juga dikenal

dengan belajar model, karena proses pembentukan perilaku

memerlukan model yang dicontoh atau diikuti (Sriyanti, 2011: 73).

c. Metode Pemberian Nasehat


Metode nasihat merupakan sebuah cara yang dapat dilakukan

oleh guru dalam rangka mendidik anak didiknya dalam hal

pembelajaran agama atau akhlak dengan cara memberikan nasihat atau

ceramah secara langsung (oral). Allah Swt mencontohkan apabila

seorang hendak memberikan pengajaran melalui ceramah dilakukan

dengan cara yang baik pula.

Sebagaimana terkandung dalam Q.S. al-Nahl: 125:

         

             

 

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan


pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk. (Q.S An- Nahl: 125)

Nasehat adalah salah satu cara dari al- mau‟idzah al- hasanah

yang bertujuan mengingatkan bahwa segala perbuatan pasti ada sangsi

dan akibat. Al-Asfahani memberikan pemahaman bahwa makna al-

mau‟idzah merupakan tindakan mengingatkan seseorang dengan baik

dan lemah lembut agar dapat melunakkan hatinya. Bisa juga diartikan

dengan memerintah atau melarang atau menganjurkan yang dibarengi

dengan motivasi dan ancaman. Nasehat harus berkesan dalam jiwa

atau mengikat dengan keimanan dan petunjuk (Suparta, 2003: 248).


Kelemahlembutan dalam menasehati (al-mau‟izhah) seringkali

dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar.

Bahkan ia lebih mudah melahirkan kebaikan ketimbang larangan dan

ancaman (Fadlullah, 1997: 49).

d. Metode Kisah dan Cerita

Diantara metode pendidikan Nabi Saw lian ialah menuturkan

kisah. Kisah dijadikan oleh beliau sebagai alat (media dan sarana)

untuk membantu menjelaskan suatu pemikiran dan mengungkapkan

suatu masalah (Al-Maliki, 2002: 94). Metode kisah merupakan salah

satu metode pendidikan yang mashur dan terbaik, sebab kisah itu

mampu menyentuh jiwa jika didasari oleh ketulusan hati yang

mendalam (Arief, 2002: 160).

Allah dan Rasul-Nya juga menggunakan metode ini dalam

mendidik akhlak umat manusia pada waktu itu, bahkan dalam Al-

Qur‟an lebih banyak mengemukakan cerita manusia zaman dahulu

dalam menanamkan sikap moral. Seperti cerita Nabi-Nabi dalam Al-

Qur‟an, cerita orang saleh zaman dahulu, dan juga cerita mengenai

hamba-hamba-Nya yang maksiat kepada Allah. Biasa disebut dengan

“Kisah Qur‟ani” karena bersumber pada Al-Qur‟an, dan “Kisah

Nabawi” yang bersumber pada hadits Nabi Saw.

Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Yusuf: 3 :


         

      

Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan


mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu
sebelum (kami mewahyukan) nya adalah Termasuk orang-orang yang
belum mengetahui. (Q.S Yusuf: 3)

e. Pemberian ganjaran dan hukuman

Dalam bahasa indonesia, ganjaran dapat dipahami dengan

balasan baik maupun balasan buruk. Sementara dalam bahasa arab

diistilahkan dengan “tsawab” yang berarti pahala, upah dan balasan.

Kata “tsawab” dalam Al-Qur‟an selalu diterjemahkan dengan balasan

yang baik (Arief, 2002: 125). Ganjaran adalah alat pendidikan

preventif dan represif yang menyenangkan dan bisa menjadi

pendorong atau motivator belajar bagi murid. Sementara pemberian

hukuman (iqab) adalah alat pendidikan preventif dan represif yang

paling tidak menyenangkan, imbalan dari perbuatan yang tidak baik

(Arief, 2002: 131).

Dalam teori belajar, metode pemberian ganjaran dan hukuman

merupakan teori behavioristik-koneksionisme yang dikemukakan oleh

Edward Thorndike, yang biasa disebut reward dan punishment

(Sriyanti: 2011, 43).

f. Metode Perintah dan larangan

Perintah dan larangan yang terdapat dalam al-Qur‟an

merupakan cara Allah dalam mendidik hamba-hambaNya agar


menjadi pribadi muslim yang baik sesuai dengan ajaranNya. Baik

berupa perintah wajib untuk dilaksanakan atau wajib ditinggalkan,

dengan menggunakan fi’lu al-amar atau nahiy ataupun dengan

menggunakan kalimat berita berupa kebaikan dan keburukan.

Allah berfirman dalam Q.S Luqman: 17:

          

       

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan


yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (Q.S
Luqman: 17)

g. Metode Perumpamaan

Termasuk metode pendidikan Nabi Saw yang mendekatkan

pengertian suatu masalah dengan membuat perumpamaan (tamsil).

Perumpamaan merupakan cara yang tepat untuk lebih

menggambarkan, menjelaskan dan mendekatkan hakikat masalah

tertentu dihati pendengar (Al-Maliki, 2002: 115).

Perumpamaan juga memiliki tujuan psikologis-edukatif.

Adapun tujuan tersebut ialah: pertama, memudahkan pemahaman

mengenai suatu konsep. Kedua, mempengaruhi emosi yang sejalan

dengan konsep yang diumpamakan dan untuk mengembangkan aneka

perasaan ketuhanan. Ketiga, membina akal untuk terbiasa berfikir

secara valid dan analogis, dan keempat, mampu menciptakan motivasi


yang menggerakkan aspek emosi dan mental manusia (An-Nahlawi,

1995: 254-259). Dalam pendidikan Islam, perumpamaan terdapat

dalam Al-Qur‟an dan Hadits yang disebut perumpamaan Qur‟ani dan

Nabawi.

5. Macam dan Ruang Lingkup Akhlak

Akhlak berdasarkan macamnya terdiri atas Akhlakul karimah

/akhlak mulia (akhlak Islami) dan Akhlakul Madzmumah/ akhlak

tercela (akhlak jahiliyyah). Akhlak Islami adalah perilaku terpuji yang

ada pada diri seseorang untuk menggapai ridha Allah, sedangkan

akhlak jahiliyyah adalah perilaku tercela yang ada pada seseorang

sebagai refleksi dari pengingkaran terhadap perintah Allah (Assegaf,

2014: 43). Sedangkan untuk ruang lingkup akhlak mempunyai kaitan

erat bahkan persamaan dengan takwa. Ruang lingkup akhlak

diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Akhlak terhadap Allah (Khalik)

Hubungan manusia dengan Allah merupakan prima causa

hubungan-hubungan yang lain, karena itu hubungan inilah yang

seyogyanya diutamakan dan secara tertib diatur tetap terpelihara.

Sebab dengan menjaga hubungan dengan Allah, manusia akan

terkendali tidak akan melakukan kejahatan terhadap dirinya sendiri,

masyarakat, dan lingkungan hidup (Ali, 1998: 367-367).

Pemeliharaan hubungan dengan Allah dapat dilakukan antara lain:

(1) Beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa menurut cara
yang diajarkan-Nya melalui wahyu yang menjadi petunjuk dan

pedoman hidup manusia. (2) Beribadah kepada-Nya dengan jalan

melaksanakan shalat lima kali sehari semalam, menunaikan zakat

apabila telah sampai nishab dan haul-nya, berpuasa selama sebulan

dalam setahun, melakukan ibadah haji sekali seumur hidup,

menurut cara-cara yang ditetapkan-Nya. (3) mensyukuri nikmat-

Nya dengan jalan menerima, mengurus, memanfaatkan, semua

pemberian Allah kepada manusia. (4) Bersabar menerima cobaan

Allah dalam makna tabah, tidak putus asa ketika mendapat

musibah atau menerima bencana. (5) memohon ampun atas segala

dosa dan taubat dalam makna sadar untuk tidak lagi melakukan

segala perbuatan jahat dan tercela (Ali, 1998: 369)

b. Akhlak terhadap makhluk

1) Akhlak terhadap manusia

Terdiri atas:

a) Akhlak terhadap Rasulullah Saw

Mencintai rasulullah secara tulus dengan mengikuti

semua sunnahnya, dan menjadikan beliau idola sekaligus

teladan dalam hidup dan kehidupan.

b) Akhlak terhadap orang tua

Mencintai kedua orang tua melebihi mencintai

kerabat lainnya, merendahkan diri kepada keduanya diiringi

perasaan kasih sayang. Berkomunikasi dan berbuat baik


kepada keduanya dengan sebaik-baiknya, serta mendoakan

keselamatan dan ampunan kendati keduanya telah

meninggal dunia.

c) Akhlak terhadap diri sendiri

Memelihara kesucian diri, menutup aurat, jujur

dalam perkataan dan perbuatan, ikhlas, sabar, rendah hati,

malu, menjauhi dengki dan dendam.

d) Akhlak terhadap keluarga, karib kerabat

Saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam

kehidupan keluarga, saling menunaikan hak dan kewajiban,

mendidik anak-anak dengan kasih sayang, serta memelihara

silaturahim dan melanjutkan silaturahim yang dibina orang

tua yang telah meninggal dunia.

e) Akhlak terhadap tetangga

Saling mengunjungi, saling menolong dalam

keadaan senag maupun susah, saling menghormati, saling

memberi, serta menghindari permusuhan.

f) Akhlak terhadap masyarakat

Memuliakan tamu, menghormati nilai dan norma

yang berlaku dalam masyarakat, memberi makan fakir

miskin, bermusyawarah, menunaikan amanah, dan

menepati janji.
2) Akhlak terhadap bukan manusia (Lingkungan Hidup)

Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup,

sayang kepada sesama makhluk (Ali, 2008: 356).

B. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang

Sibuk Karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an

Sebagaimana dalam ruang lingkup akhlak, buku Tuhan, Maaf

Kami Sedang Sibuk juga memiliki ranah pendidikan akhlak meliputi

akhlak terhadap Allah dan akhlak terhadap makhluk. Akhlak terhadap

Allah biasa disebut dengan akhlak vertikal, sementara akhlak terhadap

manusia biasa disebut akhlak horisontal. Berikut adalah nilai-nilai

pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk :

1. Penjelasan tentang tujuan penciptaan

Tuhan, maaf kami orang-orang sibuk. Kami memang takut neraka,


tetapi kami kesulitan mencari waktu untuk mengerjakan amalan yang
dapat menjauhkan kami dari neraka-Mu. Kami memang berharap
syurga, tapi kami hampir tidak ada waktu untuk mencari bekal menuju
syurga-Mu. ... Kita seolah makhluk yang begitu sibuk, bahkan untuk
beribadah dan berkomunikasi dengan Allah saja kita harus
menyempatkannya. Kita seolah pelit, bahkan untuk akhirat kita justru
menyedekahkan harta yang tersisih. Tak sadar dihadapan Tuhan
seolah-olah kita adalah orang-orang tersibuk, padahal seluruh waktu,
seluruh jatah usia, bahkan hidup kita seharusnya kita persembahkan
dalam pengabdian kepada-Nya (Rif‟an, 2015: 3-4)

2. Penjelasan tentang cara menjaga iman manusia

Iman adalah labil. Iman bukanlah sesuatu yang statis. Iman dapat naik
atau turun. Ketika iman sedang tinggi, kita bersemangat sekali
beribadah kepada Allah. Ibadah-ibadah wajib maupun sunnah
dilaksanakan dengan gairah yang tinggi. Sementara saat iman sedang
rendah, kita makin bermalasan dalam beribadah, kita enggan
melaksanakan yang wajib, apalagi yang sunnah. Hubungan timbal
balik itu sebenarnya terjadi. Urutanya bukan hanya: ketika iman kita
naik, maka kita menjadi tekun beribadah. Tetapi berlaku juga
sebaliknya, ketika kita tekun beribadah, maka iman meningkat (Rif‟an,
2015: 29-30)

3. Penjelasan tentang anjuran untuk ber-islam secara menyeluruh (kaffah)

Asyhadu an laa ilaaha illallah bukan hanya di lisan, tapi justru


penjelmaan kalimat itu di perilaku keseharian, itu yang utama.
Andaikan syahadat hanya untuk diucap lisan, cukuplah anak kita yang
masih bermain di playgroup atau taman kanak-kanak bisa
mengucapkanya dengan fasih. Andaikan ber-Islam hanya dibutuhkan
persaksian lisan, burung beo-pun bisa, bisa punya kesempatan jadi
muslim. Ber-Islam-lah secara kaffah, menyeluruh. Jika syahadat telah
kita ucap, perilaku sehari-hari layaklah untuk segera kita benahi
(Rif‟an, 2015: 39).

4. Penjelasan tentang taubat

Ketika orang shaleh ditanya oleh seseorang dengan


pertanyaan, ”Mengapa masalah tak kunjung beralih dari hidupku?”
Biasanya yang pertama kali keluar dari lisanya adalah anjuran untuk
bertaubat kepada Allah. Karena ia tahu bahwa dengan bertaubat
terhadap dosa-dosa, maka tak ada yang namanya masalah. Masalah
adalah ketika kita berbuat dosa dan tak kunjung mentaubatinya (Rif‟an,
2015: 52)

5. Penjelasan tentang berdoa kepada Allah

Saudaraku, doa adalah bentuk pengakuan terhadap ketidakmampuan


kita dalam mengatasi segala persoalan hidup tanpa pertolongan Allah.
Doa adalah bentuk kerendahhatian seorang hamba yang lemah
terhadap kekuatan Tuhannya. Bahkan dengan kalimat tegas Rasulullah
mewanti-wanti, “Barang siapa yang tidak memohon kepada Allah,
murkalah Allah kepada-Nya.”(H.R At-Tirmidzi). Jika Allah sudah
murka , apalah artinya hidup kita didunia ini. Semua hanya menjadi
bencana. Semua hanya kesengsaraan (Rif‟an, 2015: 64).

6. Penjelasan tentang makna jihad

Dahulu, jihad mungkin mengakibatkan terenggutnya jiwa, hilang-nya


harta benda, dan terurainya air mata. Kini jihad harus membuahkan
terpeliharanya jiwa, terwujudnya kemanusiaan yang adil dan beradab,
melebarnya senyum, serta terhapusnya air mata. Memberantas
kebodohan dan kemiskinan adalah jihad yang tidak kurang petingnya
daripada mengangkat senjata. Ilmuwan berjihad dengan memanfaatkan
ilmunya, karyawan berjihad dengan kejujuran dan profesionalismenya,
guru berjihad dengan metode pendidikannya, pemimpin dengan
keadilannya, penulis berjihad dengan karya inspiratif dari jemarinya,
ulama berjihad dengan ilmunya, dan pengusaha tentu dengan inovasi
dan dengan kejujurannya (Rif‟an, 2015: 197).

7. Penjelasan tentang puasa sebagai terapi kredibilitas

Untuk mengatasi kerusakan moral yang sedemikian akut, tentu perlu


sebuah metode khusus. Salah satunya puasa. Puasa merupakan ibadah
yang paling ampuh dan efektif untuk melatih kejujuran. Berbeda
dengan sifat ibadah yang ada, puasa adalah ibadah sirriyah (rahasia).
Dikatakan sirriyah, karena yang mengetahui seseorang itu berpuasa
atau tidak , hanyalah orang yang berpuasa itu sendiri dan Allah. Kita
bisa saja makan dan minum seenaknya ditempat sunyi yang tidak
terlihat seorang pun. Namun kita tidak melakukannya, karena dalam
diri kita tertanam satu keyakinan ada Allah yang Maha Melihat. Puasa
melatih manusia untuk senantiasa menyadari kehadiran Tuhan dalam
setiap detik hidupnya. Dengan puasa kita dilatih untuk menyadari
bahwa segala aktifitas yang kita lakukan selalu diawasi oleh Allah
(Rif‟an, 2015: 237).

8. Penjelasan tentang memaknai shalat sebagai kebutuhan

Wajar hingga saat ini dengan mudah kita menjumpai orang yang
shalatnya genap lima waktu, tapi ketika tiba di meja kerja ia dengan
begitu beringasnya menggelembungkan dana ini itu agar bisa di tilap.
Wajar jika kita masih dengan mudah melihat orang yang shalat lima
waktunya lancar tapi masih saja berani mengurangi timbangan. Orang
yang rajin shalat lima waktu tapi masih suka menipu konsumen.
Karena kita selama ini tidak menjadikan shalat sebagai kebutuhan
hidup. Kita hanya menjadikan shalat sebagai kewajiban yang memaksa
(Rif‟an, 2015: 254-255)

9. Penjelasan tentang uzlah

Tokoh-tokoh sufi banyak yang sepakat untuk memaknai uzlah dengan


definisi sunyi bersama Allah dalam keramaian dunia, dan ramai
bersama Allah dalam kesunyian dunia. ... Jasad kita boleh jadi
melakukan aktifitas sehari-hari seperti biasa, melakukan pekerjaan
kantor di ruang kerja, berkomunikasi dengan rekan bisnis, berhadapan
dengan klien menatap layar komputer, tapi hati kita tak pernah lepas
dari mengingat Allah. Kebersamaan kita dengan Allah tidak terganggu
oleh aktivitas kita sehari-hari. ... Meski raga kita seolah sendiri, tapi
jiwa kita senantiasa ramai bersama Allah. Semua masalah kita
tumpahkan kepada-Nya. Masalah sebesar apapun tetap kalah oleh
kebesaran kuasa Tuhan (Rifan, 2015: 259-261).
10. Penjelasan tentang khusnudhon kepada Allah

Ketika permasalahan hidup tak kunjung berhenti menimpa seseorang,


jangan buru-buru menyimpulkan bahwa Allah sedang membenci orang
tersebut. Mungkin Allah ingin menyaksikan hamba yang dicintainya
itu menyungkur sujud di sepertiga malam terakhir untuk mengadukan
permasalahn hidupnya (Rif‟an, 2015: 202).

11. Penjelasan tentang bersyukur

Jika kita bersyukur, Tuhan akan menambah nikmat-Nya kepada kita.


Jika saya tanya kepada anda, apa yang akan kita lakukan supaya Allah
berkenan menambah nikmat-Nya kepada kita? Ya, jawabanya adalah
dengan bersyukur....Selama ini kebiasaan kita adalah bersyukur setelah
nikmat itu hadir. Kita dengan mudah mengucap hamdalah setelah
rezeki datang menghampiri. Padahal syukur adalah metode
mengundang nikmat. Jika selama ini urutan yang kita anut adalah
“Berdoa kepada Tuhan-> Doa kita dikabulkan -> Baru bersyukur”
Mulai sekarang, mari logikanya kita balik, “Bersyukur terlebih dahulu
-> Berdoa kepada Tuhan -> Doa kita pun dikabulkan.” (Rif‟an, 2015:
71-72).

12. Penjelasan tentang jujur kunci kesuksesan

“Indikasi kesuksesan adalah kebahagiaan. Lalu darimana bisa


memperoleh kebahagiaan itu? Tentu saja salah satunya dilihat dari
kejujuran dalam meraihnya.” (Rif‟an, 2015: 206).

13. Penjelasan tentang anjuran untuk menjauhi ghoshab

Saat ini ghoshab seringkali disepelekan karena memang dirasa sebagai


hal lumrah atau biasa saja. apalagi kepada teman akrab yang sudah
lama saling pinjam, saling pakai, saling bagi, saling minta, dan saling-
kasih barang-barang yang dimiliki. Persahabatan yang begitu akrab
menghadirkan sebuah rasa yang menganggap, milikku adalah milikmu,
milikmu adalah milikku. Keakraban itu kemudian menimbulkan satu
kalimat, “Ah, pinjem bentar gak papa lah. Pasti temenku nggak akan
marah kalo barangnya ku pinjem!” Nah, perasaan itu kemudian
merasuk dalam diri menjadi karakter yang susah dihilangkan. Sikap
tak meminta izin saat meminjam hak milik orang lain akhirnya
menjadi kebiasaan yang dianggap wajar (Rif‟an, 2015: 266).
14. Penjelasan tentang akhlak muslimah yang berkarier

“Prestasi wanita karier harus dinilai dengan penilaian ganda, ditempat


kerja ia berprestasi dalam karier, dan di rumah ia sukses menempatkan
diri sebagai istri dan ibu.”( Rif‟an, 2015: 163).

Bagi anda para perempuan yang memilih untuk tidak bekerja diluar
dengan alasan khawatir pada terabaikannya tugas anda sebagai istri
bagi suami serta ibu bagi anak-anak anda, tidaklah apa. Tugas sebagai
ibu rumah tangga tak kalah mulia dari usaha mencari nafkah. Namun
bagi anda yang telah memilih hidup dalam karier, yakinlah bahwa
Islam tak pernah menempatkan perempuan pada derajat rendah
kehidupan. Islam tak meminta perempuan untuk mengunci diri dalam
bilik kecil rumahnya. Silahkan meniti profesi, asalkan profesi yang
dipilih tidak menganjurkan pada pelanggaran etika dan naluri sebagai
wanita (ibu dan istri). Namun ada aturan yang harus dipegang erat agar
kaum wanita tetap berada ditempat tehormat. Pertama, patuhi adab
keluarnya wanita dari rumahnya, misalnya perihal pakaian. Semoga
tidak ada lagi perempuan muslim membeber auratnya dengan alasan,
“Maklumlah, tuntutan profesi!” (Rif‟an, 2015: 167).

15. Penjelasan tentang mengingat mati sebagai motivasi beramal

Umur manusia memang misteri. Kita tak tahu kapan usia kita berakhir.
Namun terkadang kita lupa bahwa Allah menjadikan usia kita sebagai
misteri justru agar kita bisa mendayagunakan pikir, bahwa kita bisa
mati kapan saja. betapa bodohnya ketika kita tahu bahwa kematian bisa
datang kapan pun, namun masih saja dengan tenang mengerjakan dan
pekerjaan yang sia-sia dalam hidup (Rif‟an, 2015: 332).

16. Penjelasan tentang anjuran bekerja keras

“Ketika kita melihat orang lain sukses, yang kita lhat seringkali hanya
enaknya saja. banyak dari kita yang tidak berminat untuk melihat
betapa susahnya orang tersebut dalam menggapai tangga-tangga
suksesnya.” (Rif‟an, 2015: 213).

Hidup itu berproses. Ketika kebanyakan manusia melihat hasilnya,


percayalah bahwa Tuhan lebih melihat bagaimana perjalananmu dalam
meraihnya. Ketika niatmu sudah lurus, usahamu sudah tulus, perbaikan
diri kau lakukan terus-menerus, insya Allah penilaian terhadapmu pun
bagus (Rif‟an, 2015: 222).

17. Penjelasan tentang waktu adalah amanah


Masa terus beralih menuju titik peraduanya, dan Allah tak pernah
memberi kalimat tanya dengan kata awal „berapa‟. Kalimat tanyanya
adalah „Untuk apa‟. Maka sebelum Izrail datang menjemput, mari
bersama mengingat dan merenung, sejenak saja. kira-kira lebih banyak
mana kita mengisi usia selama ini, kita isi dengan puing-puing pahala,
atau justru berlimpah dengan noktah-noktah dosa yang esok akan
memperberat dosa? ... Masa tak pernah menunggu, usia tak pernah
menanti. Ia akan tetap berjalan. Tahun akan tetap berganti. Dan satu
yang pasti, usia kita adalah amanah yang tidak gratis. Ia merupakan
modal yang diberikan oleh sang pencipta untuk kita. Tak ada jeda
istirahat bagi seorang muslim di dunia ini. Karena jeda istirahatnya
adalah saat ia menginjakkan telapak kakinya di pelataran syurga
(Rif‟an, 2015: 244- 245)

18. Penjelasan tentang anjuran bersedekah

“Coba kita balik logika bersedekah. Jika dulu urutan yang kita anut
adalah: Meminta -> Dapat Rizki -> Sedekah, kini mari balik urutanya
menjadi: Sedekah -> Meminta -> Dapat rezeki. Insya Allah
kesuksesan hidup semakin cepat tergapai.” (Rif‟an, 2015: 308).

19. Penjelasan tentang derajat manusia ditentukan ketakwaanya kepada

Allah

Jangan pernah meremehkan orang dari profesinya. Asalkan profesi itu


halal, insya Allah memiliki potensi yang sama untuk menggapai
kemuliaan hidup. Jangan pernah merasa sombong maupun rendah diri
dengan profesi yang kita tekuni, karena mulia tidaknya, baik buruknya,
hormat atau hinanya seseorang bukan dinilai dari profesi yang
ditekuninya. Tinggi rendahnya orang dinilai dari tingkaat
pengabdiannya kepada Tuhannya (Rif‟an, 2015: 320).

20. Penjelasan tentang menikah sebagai sarana meraih kemuliaan hidup

Pernikahan adalah kemuliaan. Menunda untuk meraih kemuliaan


bukankah suatu perbuatan yang tidak bijak? Percayalah Tuhan kita
Maha Kaya, Maha Kuasa, Maha Mencukupi. Rezeki Allah berlimpah
di alam semesta. Kita hanya butuh keseriusan untuk menjemputnya.
Janji Allah pun sangat memotivasi kita, barang siapa yang menikah
dalam rangka menggapai Ridho-Nya, Allah akan mencukupkan
hidupnya (Rif‟an, 2015: 120).
21. Penjelasan tentang menikah untuk menjauhi zina

Islam mensyari‟atkan pernikahan, sebuah ikatan suci yang diiringi


niatan yang tulus untuk berumah tangga sebagai bentuk ibadah kepada
Allah, dan diiringi dengan kesiapan untuk menerima segala kelebihan
dan kekurangan dari pasangan hidupnya. Bukan niat-niatan duniawi,
seperti mengejar materi, menutup aib, mengubur rasa malu, atau
sekedar pelarian „patah hati‟. Allah tak pernah membolehkan pacaran.
Mengapa? Karena cinta yang tak diiringi tanggungjawab adalah
sebuah kepengecutan sikap dan hanya berakhir dengan sesal. Tak
sedikit kita jumpai banyak kasus free sex maupun pelecehan seksual.
Itu karena nafsu berupa ketertarikan terhadap lawan jenis yang
merupakan fitrah manusia tak terkontrol dengan baik. Akibatnya?
Tentu kerugian yang didapat. Nama baik tercemar, hidup tak dihormati
lagi dalam masyarakat. Islam tak menghendaki itu. Ajaran nikah
melindungi kita dari kehinaan hidup ( Rif‟an, 2015: 133-134).

22. Penjelasan tentang anjuran menjaga kesetiaan dalam hubungan suami-

isteri dengan komitmen dan tanggung jawab

Kesetiaan memang tak hanya butuh cinta. Rasa tanggung jawab dan
komitmen terhadap ikatan suci pernikahan adalah engikat yang lebih
kuat ketimbang cinta. Kita kesulitan mengendalikan cinta. Sehingga
jika keluarga dipertahankan atas dasar cinta (yang notabene tidak bisa
diatur), ia rentan pecah. Carilah kata lain yang bisa dikendalikan dan
bisa memperkuat jalinan kasih di rumah tangga, insya Allah komitmen
dan tanggung jawab adalah jawabannya. ... Peliharalah kesetiaan.
Ketika ada bersitan jahat yang menyita perhatian anda, segeralah ber-
istighfar, berwudhu dan ingatlah, di rumah anda ada pasangan yang
selalu tersenyum menyambut kehadiran anda. Yang selalu berdoa
tatkala anda bekerja. Yang tak pernah letih mengabdi. Yang rela
bersama anda selama hidup. Dialah istri anda. Dialah suami anda
(Rif‟an, 2015: 127-128).

23. Penjelasan tentang sumber masalah selingkuh dan akibatnya

Salah satu tempat yang menjadi awal perselingkuhan adalah kantor.


Frekuensi pertemuan yang intens dan kedekatan sering kali
menumbuhkan „hubungan terlarang‟ ini. Begitu banyak pasangan yang
sudah menikah dengan mudah mencederai kesetiaan dan
menghancurkan hubungannya karena terjebak dengan sebuah
perselingkuhan di kantor. ... Harap ingat selalu bahwa perselingkuhan
adalah cara telak untuk menurunkan harga diri anda. Terkait
kesuksesan karier, ada lelucon klasik. Di sebelah lelaki sukses, ada
seorang wanita yang mendampingi, dan wanita itu adalah istrinya. Di
sebelah laki-laki yang gagal. Juga ada seorang wanita yang
mendampingi, tapi wanita itu bkan istrinya.” (Rif‟an, 2015: 170-172).

24. Penjelasan tentang peran orang tua dalam keluarga

a. Peran Ayah

Menjadi ayah adalah sebuah perjuangan untuk mengasihi tanpa


pamrih. Keluarga kita bukan hanya berharap tercukupi kebutuhan
ekonominya semata, tapi kasih sayang dan perhatian jauh lebih
dibutuhkan oleh mereka. Menjadi ayah adalah sebuah perjuangan
untuk bisa mengatur waktu, kapan waktu menyibukkan diri
mencari nafkah, dan kapan ada waktu bercanda bersama anak istri.
Menjadi ayah mengharuskan anda memiliki sikap bijak dalam
mengatur waktu, kapan sibuk dengan dunia kerja, kapan ada waktu
shalat berjamaah, menyimak iqra‟, memeriksa hafalan, serta
menemani belajar dan mendiskusikan PR-PR si kecil (Rif‟an, 2015:
138).

b. Peran Ibu

Ibu sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak. Peran ibu
sangatlah vital sebagai pencetak generasi sejak dini. Ibundalah
yang pertama kali berinteraksi dengan anak, sosok pertama yang
memberi rasa aman dan sosok pertama yang dipercaya dan
didengar ucapanya oleh anak. ... Untuk anda wahai para ibu.
Jangan terlalu banyak berharap memiliki anak yang rajin shalat
jika anda tak pernah shalat. Jangan bercita memiliki anak yang
pandai membaca Al-Qur‟an jika anda menyentuh Al-Qur‟an pun
tak pernah. Jangan pernah berharap memiliki buah hati yang hobi
membaca, jika anda tak pernah meneladankan itu sejak dini kepada
mereka (Rif‟an, 2015: 144).

25. Penjelasan tentang mendidik anak dengan mendahulukan aspek

keimanan

Ibarat menanam padi, rerumputan akan mengiringi pertumbuhannya.


Tanamkan iman di dada putra putri anda, maka prestasi dunia akan
mengiringi perjalanan hidupnya kelak. Tanamkan keimanan di lahan
lembab hati mereka, hati anak-anak yang masih berupa lahan subur
untuk berbagai tanaman kehidupan. Jika salah tanam, di akhir panen
anda hanya akan menggigit jari sambil turut mendendangkan nyanyian
para penghuni neraka,
     
“Aduhai kiranya dahulu aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.”
(Q.S Al-Furqan: 27). Kuatkan dulu iman dalam hati putra-putri anda.
Jika panduan iman telah menuntunnya sejak dini, jalan menuju usia-
usia berikutnya tak akan pernah menimbulkan penyesalan bagi anda,
para orang tua (Rif‟an, 2015: 153).

26. Penjelasan tentang akhlak anak terhadap orang tua (birrul walidain)

Bagi anda yang masih diberi kesempatan menyaksikan kedua orang


tua anda belum dijemput oleh Allah, sungguh itu adalah sebuah jalan
pintas bagi anda menuju pelataran syurga. Jangan pernah berpikir
orang tualah yang butuh anda. Karena sesungguhnya andalah yang
butuh mereka (Rif‟an, 2015: 156).

Dunia baru seolah mengajak manusia menjadi pribadi yang makin


cuek dengan lingungan sosialnya. Bahkan kepada orang tuanya. Dunia
baru membawa nuansa persaingan yang sedemikian tajam sehingga
mengabaikan segala yang tak membantu, atau dirasa merepotkan
perjalanan karier dalam hidupnya. Akhirnya, lahirlah Alkomah dan
Malin Kundang abad ke-21. ... Begitu banyak yang telah membuktikan
bahwa kedua orang tua sangatlah mempengaruhi kesuksesan manusia.
Bukan hanya sukses akhirat, tetapi juga terkait erat dengan sukses
dunia. Jika anda masih memiliki orang tua, hormati, kasihi, dan cintai
mereka. Merekalah manusia keramat di dunia yang dikaruniakan Allah
kepada anda. Muliakan dia dalam sisa hidupnya. Jangan harap anda
akan sukses dan bahagia dunia akhirat saat mereka anda telantarkan
dan anda durhakai (Rif‟an, 2015: 158).

27. Penjelasan tentang akhlak terhadap tetangga

Memang, sangat berbeda dengan pandangan masyarakt kita yang


membatasi tetangga hanya beberapa rumah disebelah rumah.
Rasulullah menegaskan empat puluh rumah di kanan, kiri, depan, dan
belakang rumah kita, mereka itulah para tetangga kita.
Konsekuensinya tentu saja ada hak-hak dan kewajiban terhadap semua
tetangga kita itu. ... Mengunjungi ketika sakit, menghantar jenazah
ketika wafat, membantu masalah finansial, merahasiakan aibnya,
mengucapkan selamat kepada tetangga yang berbahagia, datangi saat
duka,berhati-hati dalam permukiman agar tak mudah salah faham, dan
saling berbagi makanan (Rif‟an, 2015: 178).
28. Penjelasan tentang akhlak terhadap anak yatim

Yatim. Jika anda menjadi penderma panti asuhan, jika anda sempat
berbuka bersama, memberi santunan, bahkan mengajak beberapa anak
yatim untuk tinggal dirumah anda , jangan pernah sedikitpun merasa
bahwa anda adalah penolong bagi mereka. Ya, kita tak punya jasa
apapun kepada mereka. Jangan dipikir kita mampu menolong anak
yatim, karena sungguh, dihadapan Allah merekalah yang menjadi
penolong hebat bagi kita. Ketika anda memberi makan kepada mereka,
bukan berarti anda telah menolong mereka. Anda memberi makan
kepada mereka itu berarti anda telah menyelamatkan diri anda sendiri
dihadapan Allah. Ketika anda ditimpa masalah, merekalah yang akan
menolong anda dengan doa-doa mereka yang makbul (Rif‟an, 2015:
185).

29. Penjelasan tentang kesuksesan sejati dengan memberikan kemanfaatan

bagi banyak orang

“Mungkin bukan lewat ceramah agama jalan juang anda. Mungkin


bukan melalui pengajian dan tabligh akbar anda berjuang. Yang
penting adalah bagaimana agar keilmuan kita menjadi maslahat bagi
sebanyak mungkin manusia.” (Rif‟an, 2015: 88).

Kesuksesan hidup sebenarnya adalah bagaimana agar dalam setiap


hembusan nafas kita senantiasa menjadi rahmat bagi sekitar kita.
Kedatangan kita membawa kebaikan dan senantiasa membuat orang
lain tersenyum, dan kepergian kita ditangisi setiap orang, tidak
meninggalkan luka dan kesulitan bagi siapapun. Inilah orang-orang
yang akan memperoleh ganjaran berupa kesuksesan sejati dari Allah
(Rif‟an, 2015: 94).

30. Penjelasan tentang ikhlas kunci kebahagiaan dalam mengabdi

Alangkah indahnya jika pekerjaan kita dilandasi dengan prinsip


pengabdian. Seorang pengabdi bukan tak butuh uang. Seorang
pengabdi bukannya tak minat terhadap kenaikan pangkat. Seorang
pengabdi bukannya orang yang tak tertarik dengan kekuasaan. Seorang
pengabdi tetaplah manusia yang memiliki ketertarikan dengan harta,
takhta, serta popularitas. Tetapi ada satu hal yang membedakan
seorang pengabdi dengan yang bukan. Seorang pengabdi mampu
memaknai pekerjaanya sebagai bagian dari kontribusinya kepada
manusia lain. Seorang pengabdi mampu memaknai pekerjaanya
sebagai bentuk pengabdianya kepada Penciptanya. Hingga ia tak punya
banyak waktu untuk memikirkan kenaikan gaji, pangkat serta
popularitas. Sang pengabdi begitu mencintai pekerjaanya, karena
jikapun tak diperolehnya uang , jikapun ia tak memperoleh popularitas,
ia tak merasa rugi sedikitpun. Karena ia senantiasa berpikir bahwa
pekerjaannya dihargai oleh Tuhan dengan butir-butir pahala yang akan
dinikmatinya kelak (Rif‟an, 2015: 299-300)
BAB IV

ANALISIS DATA

A. Tinjauan Pendidikan Akhlak Perspektif Islam

Mengkaji pendidikan akhlak, maka tidak akan terlepas dari

pendidikan Islam sebagai landasan perencanaan dan pelaksanaannya.

Karena pendidikan akhlak adalah salah satu bagian dari pendidikan Islam

itu sendiri. Adapun dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah

akidah yang benar terhadap alam dan kehidupan, karena akhlak tersarikan

dari akidah dan pancaran darinya. Oleh karena itu, jika sesorang berakidah

dengan benar, niscaya akhlaknya pun akan benar, baik, dan lurus. Begitu

pula sebaliknya, jika akidahnya salah dan melenceng, maka akhlaknya pun

akan tidak benar (Mahmud, 2004: 84).

Pendidikan akhlak dalam Islam adalah pendidikan yang mengakui

bahwa dalam kehidupan, manusia akan menghadapi hal baik dan hal buruk.

Untuk menghadapi hal yang serba kontra tersebut Islam telah menetapkan

nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang membuat manusia mampu hidup di

dunia. Dengan demikian, manusia mampu mewujudkan kebaikan di dunia

dan akhirat (Mahmud, 2004: 121).

Akhlak bersangkut paut dengan gejala jiwa sehingga dapat

menimbulkan perilaku. Bilamana perilaku yang timbul ini adalah baik,

maka dikatakan akhlak yang baik. Sebaliknya bila perilaku buruk yang

timbul adalah buruk, maka dikatakan akhlak yang buruk. Bedanya dengan

moral, ukuran baik dan buruk dalam akhlak mengikuti ketentuan agama,
sedangkan moral berdasarkan budaya masyarakat dan akal pikiran

manusia. Misal, di Amerika minuman keras awalnya dipandang sebagai

perbuatan yang tercela dan dilarang hukum, akan tetapi setelah budaya

masyarakat mengalami perubahan dan bergesernya pola pikir, kini

minuman keras diterima sebagai gaya hidup. Ini yang dimaksud dengan

moralitas manusia yang berasal dari budaya masyarakat dan akal fikiran.

Sedangkan akhlak mendasarkan diri pada ketentuan Allah. Maka minuman

keras tadi tetap merupakan perbuatan dan gaya hidup yang tidak sesuai

menurut Islam dan tetap diperintahkan untuk ditinggalkan, meskipun

budaya manusia dan pola pikirnya mengalami perubahan (Assegaf, 2014:

43-44). Bisa disimpulkan bahwasanya yang menjadikan perbedaan

keduanya terletak pada sumber yang dijadikan patokan. Moral bersumber

pada kebiasaan dan pendapat akal fikiran sementara akhlak ukuran yang

digunakan untuk menentukan baik buruk adalah Al-Qur‟an dan Al-Hadits.

Karena dengan dihadapkanya manusia pada sifat baik-buruk,

sebagai makhluk istimewa yang memiliki potensi yang dikaruniakan Allah

sudah seharusnya manusia mengoptimalkannya, disanalah manusia

memiliki kebebasan serta tanggung jawab atas segala apa yang dilakukan

sebagai bentuk konsekuensinya.

Islam sebagai petunjuk dari Allah mengandung implikasi

kependidikan yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia

menjadi pribadi yang sempurna melalui tahapan-tahapan sesuai ajarannya.

Sehingga manusia bisa mencapai tujuan yang telah ditentukan.


Adapun tujuan agama Islam diturunkan di bumi adalah menjadi

rahmat bagi alam semesta. Dan tentu membutuhkan suatu wadah untuk

mewujudkan tujuan tersebut. Diantaranya adalah melalui pendidikan.

Melalui pendidikan Islam maka manusia akan diarahkan untuk

mengembangkan fitrah yang Allah karuniakan sesuai dengan ajaran Islam.

Adapun dimensi pengembangan manusia agar dapat mencapainya adalah

sebagai berikut:

1. Manusia sebagai makhluk individu

Manusia sebagai makhluk individu bukan berarti manusia

hanya berorientasi pada diri sendiri saja, akan tetapi dengan segenap

kelebihan yang telah diberikan Allah kepadanya, ia dapat

memaksimalkan fungsi tersebut. Karena salah satu bentuk syukur

kepada-Nya adalah dengan memaksimalkan potensi yang telah

diberikanNya untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Agar manusia mampu memaksimalkan potensi dirinya, maka

Allah telah memberikan bekal yang cukup berupa fisik, akal (pikiran),

dan hati yang sehat. Karena itulah Allah meninggikan derajatnya

melebihi makhluk ciptaanNya di muka bumi. Allah berfirman dalam

Q.S. al-Isra‟: 70

          

       

Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami


angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari
yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan (Q.S
Al-Isra‟: 70)

Sebagai makhluk yang telah diberikan keistimewaan oleh Allah

berupa akal pikiran dan hati, maka akan ada konsekuensi yang harus

ditanggung oleh manusia. Allah Swt berfirman dalam Q.S Al-Isra‟: 15:

            

           

Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka


Sesungguhnya Dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan
Barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia tersesat bagi
(kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat
memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng'azab sebelum
Kami mengutus seorang rasul (Q.S Al-Isra‟: 15)

2. Manusia sebagai makhluk sosial

Manusia sebagai makhluk sosial juga berarti setiap individu

tidak mungkin hidup layak tanpa terkait dengan kelompok masyarakat

manusia lainya (Achmadi, 2005: 58). Manusia tidak akan dapat hidup

bermasyarakat dengan normal dan tidak akan dapat merealisasikan

tujuan-tujuan yang mereka inginkan kecuali mereka berinteraksi antar

sesamanya dengan baik dan benar. Interaksi antar anggota masyarakat

hanya dapat terwujud jika dalam masyarakat itu terdapat aktivitas

sosial dan ekonomi, sehingga mereka dapat saling memenuhi

kebutuhan dan memberikan manfaat (Mahmud, 2004: 96). Dalam Q.S

Al-Hujurat: 13 disebutkan,
         

... 

Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang


laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal...(Q.S
Al-Hujurat: 13)

Saling kenal mengenal adalah bentuk sifat interaksi antar

manusia karena saling membutuhkan satu sama lain. Islam

memandang manusia sebagai makhluk individu dan masyarakat

berdasarkan prinsip kesatuan dan persatuan umat. Adapun peranan

individu dalam masyarakat menurut pandangan Islam adalah terletak

pada tanggung jawabnya dalam mencipta tatanan kehidupan bersama

yang harmonis dalam rangka memajukan kehidupan yang sejahtera

dalam naungan dan ampunan Ilahi (Achmadi, 2005: 59).

3. Manusia sebagai hamba Allah

Dalam berhadapan dengan Allah, seorang muslim menempati

kedudukan sebagai hamba Allah (abdullah), sehingga tampaklah

kepatuhan serta kecintaan pengabdiannya yang luar biasa,

sebagaimana dia tunduk dan menumpahkan harapannya dalam

kegiatan berdoa, shalat, atau tata cara ibadah yang lainya. Dengan

demikian ada keterkaitan yang mutlak antara hamba dan Allah, sebuah

keterikatan yang melahirkan komitmen atau kita sebut dengan dimensi


aqidah (Tasmara, 2002: 208). Sebagaimana tujuan utama penciptaan

manusia yang dijelaskan dalam Q.S Adz-Zariyat: 56

      

Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku (Q.S Adz-Zariyat: 56).

Merujuk kepada status manusia, maka tanggung jawabnya

selaku hamba Allah dititikberatkan pada upaya bagaimana ia dapat

mengimplementasikan diri seutuhnya sebagai seorang pengabdi Allah

yang patuh dan setia dengan penuh keikhlasan (Jalaludin, 2003: 56).

Dalam posisi manusia sebagai abdi Allah yang mesti

menghambakan diri sepenuhnya kepada-Nya dengan cara

melaksanakan perintahnya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya,

itulah kewajiban asasi manusia. Sebab hidup beragama dengan

ketundukan dan kepatuhan kepada Allah merupakan fitrah manusia.

(Kosim, 2012: 14).

            

          

 

Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah;


(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.S Ar-Ruum: 30)
Berbekal potensi keagamaan berupa dorongan untuk mengabdi

kepada sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuasaan yang lebih

tinggi. Dalam pandangan antropolog dorongan ini dimanifestasika

dalam bentuk percaya terhadap kekuasaan supernatural (believe in

supernatural being) (Jalaludin, 2003: 35).

Ketiga dimensi pengembangan diatas menjelaskan bahwasanya

kita harus sadar bahwa manusia sebagai makhluk individu (pribadi),

sebagai makhluk sosial, dan sebagai hamba Allah. Manusia

membangun keselarasan itu semua dengan akhlaqul karimah.

Menyeimbangkan antara hubungan vertikal sebagai hamba Allah dan

hubungan horisontal sebagai individu dan masyarakat (sosial).

B. Implementasi Pendidikan Akhlak Dalam Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang

Sibuk di Sekolah

1. Implementasi Materi Pendidikan Akhlak di Sekolah

Sebagaimana pendidikan akhlak perspektif Islam yang

membahas tentang kedudukan manusia, penerapan materi pendidikan

akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk pun juga

membahasnya meliputi: pertama pendidikan akhlak secara vertikal

dimana manusia berada dalam posisi sebagai „abdullah (hamba Allah),

kedua pendidikan akhlak secara horisontal dimana manusia berada

dalam posisi sebagai individu sekaligus makhluk sosial masyarakat.


a. Akhlak Dalam Hubungan Vertikal

Jalur komunikasi yang bersifat vertikal yaitu jalur

komunikasi manusia dengan Tuhan (Tatangaparsa, 1980: 18).

Begitu juga dengan pendidikan akhlak, hubungan manusia dengan

Allah selaku sang khalik. Pada dasarnya akhlak manusia kepada

tuhannya adalah beriman dan beribadah atau mengabdi kepada-

Nya dengan tulus ikhlas. Sebagaimana disebutkan tadi bahwasanya

dasar dari pendidikan akhlak adalah aqidah yang benar. Maka dari

hubungan vertikal inilah peserta didik ditanamkan pendidikan

akhlak yang mulia. Berikut adalah bentuk akhlak manusia selaku

hamba Allah:

1) Beriman dan Ber-Islam secara Kaffah (Menyeluruh)

Asyhadu an laa ilaaha illallah bukan hanya di lisan, tapi justru


penjelmaan kalimat itu di perilaku keseharian, itu yang utama.
Andaikan syahadat hanya untuk diucap lisan, cukuplah anak
kita yang masih bermain di playgroup atau taman kanak-kanak
bisa mengucapkanya dengan fasih. Andaikan ber-Islam hanya
dibutuhkan persaksian lisan, burung beo-pun bisa, bisa punya
kesempatan jadi muslim. Ber-Islam-lah secara kaffah,
menyeluruh. Jika syahadat telah kita ucap, perilaku sehari-hari
layaklah untuk segera kita benahi (Rif‟an, 2015: 39).

2) Mengabdi Kepada Allah

Tuhan, maaf kami orang-orang sibuk. Kami memang takut


neraka, tetapi kami kesulitan mencari waktu untuk
mengerjakan amalan yang dapat menjauhkan kami dari neraka-
Mu. Kami memang berharap syurga, tapi kami hampir tidak
ada waktu untuk mencari bekal menuju syurga-Mu. ... Kita
seolah makhluk yang begitu sibuk, bahkan untuk beribadah dan
berkomunikasi dengan Allah saja kita harus menyempatkannya.
Kita seolah pelit, bahkan untuk akhirat kita justru
menyedekahkan harta yang tersisih. Tak sadar dihadapan
Tuhan seolah-olah kita adalah orang-orang tersibuk, padahal
seluruh waktu, seluruh jatah usia, bahkan hidup kita seharusnya
kita persembahkan dalam pengabdian kepada-Nya (Rif‟an,
2015: 3-4)

3) Menjadikan shalat sebagai kebutuhan

Wajar hingga saat ini dengan mudah kita menjumpai orang


yang shalatnya genap lima waktu, tapi ketika tiba di meja kerja
ia dengan begitu beringasnya menggelembungkan dana ini itu
agar bisa di tilap. Wajar jika kita masih dengan mudah melihat
orang yang shalat lima waktunya lancar tapi masih saja berani
mengurangi timbangan. Orang yang rajin shalat lima waktu
tapi masih suka menipu konsumen. Karena kita selama ini tidak
menjadikan shalat sebagai kebutuhan hidup. Kita hanya
menjadikan shalat sebagai kewajiban yang memaksa (Rif‟an,
2015: 254-255)

4) Melatih berihsan dengan puasa

Untuk mengatasi kerusakan moral yang sedemikian akut, tentu


perlu sebuah metode khusus. Salah satunya puasa. Puasa
merupakan ibadah yang paling ampuh dan efektif untuk
melatih kejujuran. Berbeda dengan sifat ibadah yang ada, puasa
adalah ibadah sirriyah (rahasia). Dikatakan sirriyah, karena
yang mengetahui seseorang itu berpuasa atau tidak , hanyalah
orang yang berpuasa itu sendiri dan Allah. Kita bisa saja makan
dan minum seenaknya ditempat sunyi yang tidak terlihat
seorang pun. Namun kita tidak melakukannya, karena dalam
diri kita tertanam satu keyakinan ada Allah yang Maha Melihat.
Puasa melatih manusia untuk senantiasa menyadari kehadiran
Tuhan dalam setiap detik hidupnya. Dengan puasa kita dilatih
untuk menyadari bahwa segala aktifitas yang kita lakukan
selalu diawasi oleh Allah (Rif‟an, 2015: 237).

5) Bersandar kepada Allah dengan berdoa

Saudaraku, doa adalah bentuk pengakuan terhadap


ketidakmampuan kita dalam mengatasi segala persoalan hidup
tanpa pertolongan Allah. Doa adalah bentuk kerendahhatian
seorang hamba yang lemah terhadap kekuatan Tuhannya.
Bahkan dengan kalimat tegas Rasulullah mewanti-wanti,
“Barang siapa yang tidak memohon kepada Allah, murkalah
Allah kepada-Nya.”(H.R At-Tirmidzi). Jika Allah sudah murka,
apalah artinya hidup kita didunia ini. Semua hanya menjadi
bencana. Semua hanya kesengsaraan (Rif‟an, 2015: 64).

6) Taubat

Ketika orang shaleh ditanya oleh seseorang dengan


pertanyaan, ”Mengapa masalah tak kunjung beralih dari
hidupku?” Biasanya yang pertama kali keluar dari lisanya
adalah anjuran untuk bertaubat kepada Allah. Karena ia tahu
bahwa dengan bertaubat terhadap dosa-dosa, maka tak ada
yang namanya masalah. Masalah adalah ketika kita berbuat
dosa dan tak kunjung mentaubatinya (Rif‟an, 2015: 52)

7) Bersyukur

Jika kita bersyukur, Tuhan akan menambah nikmat-Nya kepada


kita. Jika saya tanya kepada anda, apa yang akan kita lakukan
supaya Allah berkenan menambah nikmat-Nya kepada kita? Ya,
jawabanya adalah dengan bersyukur....Selama ini kebiasaan
kita adalah bersyukur setelah nikmat itu hadir. Kita dengan
mudah mengucap hamdalah setelah rezeki datang menghampiri.
Padahal syukur adalah metode mengundang nikmat. Jika
selama ini urutan yang kita anut adalah “Berdoa kepada
Tuhan-> Doa kita dikabulkan -> Baru bersyukur” Mulai
sekarang, mari logikanya kita balik, “Bersyukur terlebih
dahulu -> Berdoa kepada Tuhan -> Doa kita pun dikabulkan.”
(Rif‟an, 2015: 71-72).

8) Uzlah

Tokoh-tokoh sufi banyak yang sepakat untuk memaknai uzlah


dengan definisi sunyi bersama Allah dalam keramaian dunia,
dan ramai bersama Allah dalam kesunyian dunia. ... Jasad kita
boleh jadi melakukan aktifitas sehari-hari seperti biasa,
melakukan pekerjaan kantor di ruang kerja, berkomunikasi
dengan rekan bisnis, berhadapan dengan klien menatap layar
komputer, tapi hati kita tak pernah lepas dari mengingat Allah.
Kebersamaan kita dengan Allah tidak terganggu oleh aktivitas
kita sehari-hari. ... Meski raga kita seolah sendiri, tapi jiwa kita
senantiasa ramai bersama Allah. Semua masalah kita
tumpahkan kepada-Nya. Masalah sebesar apapun tetap kalah
oleh kebesaran kuasa Tuhan (Rifan, 2015: 259-261).
9) Khusnudhon kepada Allah

Ketika permasalahan hidup tak kunjung berhenti menimpa


seseorang, jangan buru-buru menyimpulkan bahwa Allah
sedang membenci orang tersebut. Mungkin Allah ingin
menyaksikan hamba yang dicintainya itu menyungkur sujud di
sepertiga malam terakhir untuk mengadukan permasalahn
hidupnya (Rif‟an, 2015: 202).

b. Akhlak Dalam Hubungan Horisontal

Jalur komunikasi yang bersifat horisontal adalah jalur

komunikasi manusia dengan alam sekitar, terutama sesama

manusia itu sendiri. Bersifat horisontal sebagaimana posisi

manusia sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial yang

membutuhkan orang lain. Berikut akhlak dalam hubungan

horisontal.

1) Akhlak terhadap diri sendiri

a) Menjaga keimanan

Iman adalah labil. Iman bukanlah sesuatu yang statis. Iman


dapat naik atau turun. Ketika iman sedang tinggi, kita
bersemangat sekali beribadah kepada Allah. Ibadah-ibadah
wajib maupun sunnah dilaksanakan dengan gairah yang
tinggi. Sementara saat iman sedang rendah, kita makin
bermalasan dalam beribadah, kita enggan melaksanakan
yang wajib, apalagi yang sunnah. Hubungan timbal balik
itu sebenarnya terjadi. Urutanya bukan hanya: ketika iman
kita naik, maka kita menjadi tekun beribadah. Tetapi
berlaku juga sebaliknya, ketika kita tekun beribadah, maka
iman meningkat (Rif‟an, 2015: 29-30)

b) Jujur

“Indikasi kesuksesan adalah kebahagiaan. Lalu darimana


bisa memperoleh kebahagiaan itu? Tentu saja salah satunya
dilihat dari kejujuran dalam meraihnya.” (Rif‟an, 2015:
206).
c) Memperbanyak mengingat mati

Umur manusia memang misteri. Kita tak tahu kapan usia


kita berakhir. Namun terkadang kita lupa bahwa Allah
menjadikan usia kita sebagai misteri justru agar kita bisa
mendayagunakan pikir, bahwa kita bisa mati kapan saja.
betapa bodohnya ketika kita tahu bahwa kematian bisa
datang kapan pun, namun masih saja dengan tenang
mengerjakan dan pekerjaan yang sia-sia dalam hidup
(Rif‟an, 2015: 332).

d) Memanfaatkan waktu sebaik mungkin

Masa terus beralih menuju titik peraduanya, dan Allah tak


pernah memberi kalimat tanya dengan kata awal „berapa‟.
Kalimat tanyanya adalah „Untuk apa‟. Maka sebelum Izrail
datang menjemput, mari bersama mengingat dan merenung,
sejenak saja. kira-kira lebih banyak mana kita mengisi usia
selama ini, kita isi dengan puing-puing pahala, atau justru
berlimpah dengan noktah-noktah dosa yang esok akan
memperberat dosa? ... Masa tak pernah menunggu, usia tak
pernah menanti. Ia akan tetap berjalan. Tahun akan tetap
berganti. Dan satu yang pasti, usia kita adalah amanah yang
tidak gratis. Ia merupakan modal yang diberikan oleh sang
pencipta untuk kita. Tak ada jeda istirahat bagi seorang
muslim di dunia ini. Karena jeda istirahatnya adalah saat ia
menginjakkan telapak kakinya di pelataran syurga (Rif‟an,
2015: 244- 245)

e) Tidak meremehkan orang lain

Jangan pernah meremehkan orang dari profesinya. Asalkan


profesi itu halal, insya Allah memiliki potensi yang sama
untuk menggapai kemuliaan hidup. Jangan pernah merasa
sombong maupun rendah diri dengan profesi yang kita
tekuni, karena mulia tidaknya, baik buruknya, hormat atau
hinanya seseorang bukan dinilai dari profesi yang
ditekuninya. Tinggi rendahnya orang dinilai dari tingkaat
pengabdiannya kepada Tuhannya (Rif‟an, 2015: 320).

f) Menjauhi ghosab

Saat ini ghoshab seringkali disepelekan karena memang


dirasa sebagai hal lumrah atau biasa saja. apalagi kepada
teman akrab yang sudah lama saling pinjam, saling pakai,
saling bagi, saling minta, dan saling-kasih barang-barang
yang dimiliki. Persahabatan yang begitu akrab
menghadirkan sebuah rasa yang menganggap, milikku
adalah milikmu, milikmu adalah milikku. Keakraban itu
kemudian menimbulkan satu kalimat, “Ah, pinjem bentar
gak papa lah. Pasti temenku nggak akan marah kalo
barangnya ku pinjem!” Nah, perasaan itu kemudian
merasuk dalam diri menjadi karakter yang susah
dihilangkan. Sikap tak meminta izin saat meminjam hak
milik orang lain akhirnya menjadi kebiasaan yang dianggap
wajar (Rif‟an, 2015: 266).

g) Menikah untuk menjaga kehormatan diri dan menghindari

zina

Islam mensyari‟atkan pernikahan, sebuah ikatan suci yang


diiringi niatan yang tulus untuk berumah tangga sebagai
bentuk ibadah kepada Allah, dan diiringi dengan kesiapan
untuk menerima segala kelebihan dan kekurangan dari
pasangan hidupnya. Bukan niat-niatan duniawi, seperti
mengejar materi, menutup aib, mengubur rasa malu, atau
sekedar pelarian „patah hati‟. Allah tak pernah
membolehkan pacaran. Mengapa? Karena cinta yang tak
diiringi tanggungjawab adalah sebuah kepengecutan sikap
dan hanya berakhir dengan sesal. Tak sedikit kita jumpai
banyak kasus free sex maupun pelecehan seksual. Itu
karena nafsu berupa ketertarikan terhadap lawan jenis yang
merupakan fitrah manusia tak terkontrol dengan baik.
Akibatnya? Tentu kerugian yang didapat. Nama baik
tercemar, hidup tak dihormati lagi dalam masyarakat. Islam
tak menghendaki itu. Ajaran nikah melindungi kita dari
kehinaan hidup ( Rif‟an, 2015: 133-134).

2) Akhlak terhadap tetangga

a) Menjaga kerukunan dalam bertetangga

Memang, sangat berbeda dengan pandangan masyarakt kita


yang membatasi tetangga hanya beberapa rumah disebelah
rumah. Rasulullah menegaskan empat puluh rumah di
kanan, kiri, depan, dan belakang rumah kita, mereka itulah
para tetangga kita. Konsekuensinya tentu saja ada hak-hak
dan kewajiban terhadap semua tetangga kita itu. ...
Mengunjungi ketika sakit, menghantar jenazah ketika wafat,
membantu masalah finansial, merahasiakan aibnya,
mengucapkan selamat kepada tetangga yang berbahagia,
datangi saat duka,berhati-hati dalam permukiman agar tak
mudah salah faham, dan saling berbagi makanan (Rif‟an,
2015: 178).

b) Peduli kepada anak yatim

Yatim. Jika anda menjadi penderma panti asuhan, jika anda


sempat berbuka bersama, memberi santunan, bahkan
mengajak beberapa anak yatim untuk tinggal dirumah anda ,
jangan pernah sedikitpun merasa bahwa anda adalah
penolong bagi mereka. Ya, kita tak punya jasa apapun
kepada mereka. Jangan dipikir kita mampu menolong anak
yatim, karena sungguh, dihadapan Allah merekalah yang
menjadi penolong hebat bagi kita. Ketika anda memberi
makan kepada mereka, bukan berarti anda telah menolong
mereka. Anda memberi makan kepada mereka itu berarti
anda telah menyelamatkan diri anda sendiri dihadapan
Allah. Ketika anda ditimpa masalah, merekalah yang akan
menolong anda dengan doa-doa mereka yang makbul
(Rif‟an, 2015: 185).

3) Akhlak terhadap keluarga

a) Akhlak terhadap pasangan

(1) Menjaga kesetiaan

Kesetiaan memang tak hanya butuh cinta. Rasa


tanggung jawab dan komitmen terhadap ikatan suci
pernikahan adalah engikat yang lebih kuat ketimbang
cinta. Kita kesulitan mengendalikan cinta. Sehingga jika
keluarga dipertahankan atas dasar cinta (yang notabene
tidak bisa diatur), ia rentan pecah. Carilah kata lain
yang bisa dikendalikan dan bisa memperkuat jalinan
kasih di rumah tangga, insya Allah komitmen dan
tanggung jawab adalah jawabannya. ... Peliharalah
kesetiaan. Ketika ada bersitan jahat yang menyita
perhatian anda, segeralah ber-istighfar, berwudhu dan
ingatlah, di rumah anda ada pasangan yang selalu
tersenyum menyambut kehadiran anda. Yang selalu
berdoa tatkala anda bekerja. Yang tak pernah letih
mengabdi. Yang rela bersama anda selama hidup.
Dialah istri anda. Dialah suami anda (Rif‟an, 2015: 127-
128).

(2) Menghindari perselingkuhan

Salah satu tempat yang menjadi awal perselingkuhan


adalah kantor. Frekuensi pertemuan yang intens dan
kedekatan sering kali menumbuhkan „hubungan
terlarang‟ ini. Begitu banyak pasangan yang sudah
menikah dengan mudah mencederai kesetiaan dan
menghancurkan hubungannya karena terjebak dengan
sebuah perselingkuhan di kantor. ... Harap ingat selalu
bahwa perselingkuhan adalah cara telak untuk
menurunkan harga diri anda. Terkait kesuksesan karier,
ada lelucon klasik. Di sebelah lelaki sukses, ada
seorang wanita yang mendampingi, dan wanita itu
adalah istrinya. Di sebelah laki-laki yang gagal. Juga
ada seorang wanita yang mendampingi, tapi wanita itu
bkan istrinya.” (Rif‟an, 2015: 170-172).

(3) Akhlak wanita karir

Bagi anda para perempuan yang memilih untuk tidak


bekerja diluar dengan alasan khawatir pada
terabaikannya tugas anda sebagai istri bagi suami serta
ibu bagi anak-anak anda, tidaklah apa. Tugas sebagai
ibu rumah tangga tak kalah mulia dari usaha mencari
nafkah. Namun bagi anda yang telah memilih hidup
dalam karier, yakinlah bahwa Islam tak pernah
menempatkan perempuan pada derajat rendah
kehidupan. Islam tak meminta perempuan untuk
mengunci diri dalam bilik kecil rumahnya. Silahkan
meniti profesi, asalkan profesi yang dipilih tidak
menganjurkan pada pelanggaran etika dan naluri
sebagai wanita (ibu dan istri). Namun ada aturan yang
harus dipegang erat agar kaum wanita tetap berada
ditempat tehormat. Pertama, patuhi adab keluarnya
wanita dari rumahnya, misalnya perihal pakaian.
Semoga tidak ada lagi perempuan muslim membeber
auratnya dengan alasan, “Maklumlah, tuntutan profesi!”
(Rif‟an, 2015: 167).
b) Akhlak orang tua terhadap anak

(1) Peran Ayah

Menjadi ayah adalah sebuah perjuangan untuk


mengasihi tanpa pamrih. Keluarga kita bukan hanya
berharap tercukupi kebutuhan ekonominya semata, tapi
kasih sayang dan perhatian jauh lebih dibutuhkan oleh
mereka. Menjadi ayah adalah sebuah perjuangan untuk
bisa mengatur waktu, kapan waktu menyibukkan diri
mencari nafkah, dan kapan ada waktu bercanda bersama
anak istri. Menjadi ayah mengharuskan anda memiliki
sikap bijak dalam mengatur waktu, kapan sibuk dengan
dunia kerja, kapan ada waktu shalat berjamaah,
menyimak iqra‟, memeriksa hafalan, serta menemani
belajar dan mendiskusikan PR-PR si kecil (Rif‟an, 2015:
138).

(2) Peran Ibu

Ibu sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak.


Peran ibu sangatlah vital sebagai pencetak generasi
sejak dini. Ibundalah yang pertama kali berinteraksi
dengan anak, sosok pertama yang memberi rasa aman
dan sosok pertama yang dipercaya dan didengar
ucapanya oleh anak. ... Untuk anda wahai para ibu.
Jangan terlalu banyak berharap memiliki anak yang
rajin shalat jika anda tak pernah shalat. Jangan bercita
memiliki anak yang pandai membaca Al-Qur‟an jika
anda menyentuh Al-Qur‟an pun tak pernah. Jangan
pernah berharap memiliki buah hati yang hobi
membaca, jika anda tak pernah meneladankan itu sejak
dini kepada mereka (Rif‟an, 2015: 144).

(3) Mengutamakan pendidikan keimanan kepada Anak

Ibarat menanam padi, rerumputan akan mengiringi


pertumbuhannya. Tanamkan iman di dada putra putri
anda, maka prestasi dunia akan mengiringi perjalanan
hidupnya kelak. Tanamkan keimanan di lahan lembab
hati mereka, hati anak-anak yang masih berupa lahan
subur untuk berbagai tanaman kehidupan. Jika salah
tanam, di akhir panen anda hanya akan menggigit jari
sambil turut mendendangkan nyanyian para penghuni
neraka,

     ...


“Aduhai kiranya dahulu aku mengambil jalan bersama-
sama Rasul.” (Q.S Al-Furqan: 27). Kuatkan dulu iman
dalam hati putra-putri anda. Jika panduan iman telah
menuntunnya sejak dini, jalan menuju usia-usia
berikutnya tak akan pernah menimbulkan penyesalan
bagi anda, para orang tua (Rif‟an, 2015: 153).

c) Akhlak anak terhadap orang tua

Bagi anda yang masih diberi kesempatan menyaksikan


kedua orang tua anda belum dijemput oleh Allah, sungguh
itu adalah sebuah jalan pintas bagi anda menuju pelataran
syurga. Jangan pernah berpikir orang tualah yang butuh
anda. Karena sesungguhnya andalah yang butuh mereka
(Rif‟an, 2015: 156).

Dunia baru seolah mengajak manusia menjadi pribadi yang


makin cuek dengan lingungan sosialnya. Bahkan kepada
orang tuanya. Dunia baru membawa nuansa persaingan
yang sedemikian tajam sehingga mengabaikan segala yang
tak membantu, atau dirasa merepotkan perjalanan karier
dalam hidupnya. Akhirnya, lahirlah Alkomah dan Malin
Kundang abad ke-21. ... Begitu banyak yang telah
membuktikan bahwa kedua orang tua sangatlah
mempengaruhi kesuksesan manusia. Bukan hanya sukses
akhirat, tetapi juga terkait erat dengan sukses dunia. Jika
anda masih memiliki orang tua, hormati, kasihi, dan cintai
mereka. Merekalah manusia keramat di dunia yang
dikaruniakan Allah kepada anda. Muliakan dia dalam sisa
hidupnya. Jangan harap anda akan sukses dan bahagia
dunia akhirat saat mereka anda telantarkan dan anda
durhakai (Rif‟an, 2015: 158).

4) Akhlak terhadap masyarakat luas

a) Berjihad sesuai bidang/ kemampuan

Dahulu, jihad mungkin mengakibatkan terenggutnya jiwa,


hilang-nya harta benda, dan terurainya air mata. Kini jihad
harus membuahkan terpeliharanya jiwa, terwujudnya
kemanusiaan yang adil dan beradab, melebarnya senyum,
serta terhapusnya air mata. Memberantas kebodohan dan
kemiskinan adalah jihad yang tidak kurang petingnya
daripada mengangkat senjata. Ilmuwan berjihad dengan
memanfaatkan ilmunya, karyawan berjihad dengan
kejujuran dan profesionalismenya, guru berjihad dengan
metode pendidikannya, pemimpin dengan keadilannya,
penulis berjihad dengan karya inspiratif dari jemarinya,
ulama berjihad dengan ilmunya, dan pengusaha tentu
dengan inovasi dan dengan kejujurannya (Rif‟an, 2015:
197).

b) Cinta sedekah

Coba kita balik logika bersedekah. Jika dulu urutan yang


kita anut adalah: Meminta -> Dapat Rizki -> Sedekah, kini
mari balik urutanya menjadi: Sedekah -> Meminta ->
Dapat rezeki. Insya Allah kesuksesan hidup semakin cepat
tergapai (Rif‟an, 2015: 308).

c) Bermanfaat bagi sesama

Kesuksesan hidup sebenarnya adalah bagaimana agar


dalam setiap hembusan nafas kita senantiasa menjadi
rahmat bagi sekitar kita. Kedatangan kita membawa
kebaikan dan senantiasa membuat orang lain tersenyum,
dan kepergian kita ditangisi setiap orang, tidak
meninggalkan luka dan kesulitan bagi siapapun. Inilah
orang-orang yang akan memperoleh ganjaran berupa
kesuksesan sejati dari Allah (Rif‟an, 2015: 94).

d) Ikhlas mengabdi

Alangkah indahnya jika pekerjaan kita dilandasi dengan


prinsip pengabdian. Seorang pengabdi bukan tak butuh
uang. Seorang pengabdi bukannya tak minat terhadap
kenaikan pangkat. Seorang pengabdi bukannya orang yang
tak tertarik dengan kekuasaan. Seorang pengabdi tetaplah
manusia yang memiliki ketertarikan dengan harta, takhta,
serta popularitas. Tetapi ada satu hal yang membedakan
seorang pengabdi dengan yang bukan. Seorang pengabdi
mampu memaknai pekerjaanya sebagai bagian dari
kontribusinya kepada manusia lain. Seorang pengabdi
mampu memaknai pekerjaanya sebagai bentuk
pengabdianya kepada Penciptanya. Hingga ia tak punya
banyak waktu untuk memikirkan kenaikan gaji, pangkat
serta popularitas. Sang pengabdi begitu mencintai
pekerjaanya, karena jikapun tak diperolehnya uang, jikapun
ia tak memperoleh popularitas, ia tak merasa rugi
sedikitpun. Karena ia senantiasa berpikir bahwa
pekerjaannya dihargai oleh Tuhan dengan butir-butir pahala
yang akan dinikmatinya kelak (Rif‟an, 2015: 299-300)

c. Keseimbangan Antara Akhlak Secara Vertikal dan Horisontal

Inti dari pendidikan akhlak adalah menjadikan pribadi yang

bertakwa kepada Allah Swt. Hubungan vertikal merupakan prima

causa hubungan-hubungan yang lain. Artinya, hubungan inilah

yang seyogyanya diutamakan dan secara tertib diatur tetap

terpelihara. Sebab dengan menjaga hubungan dengan Allah

(vertikal), manusia akan terkendali tidak berbuat kejahatan dalam

hubungan horisontalnya (Ali, 2008: 367).

Jadi, indikator hubungan vertikalnya baik, maka hubungan

horisontalnya pun baik. Hubungan vertikal atau akidah adalah

pondasi awal yang menjadi pengarah dalam hubungan dengan yang

lainya. Karena hubungan vertikal yang baik tentu manusia akan

melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi laranganya,

termasuk menjalin hubungan yang baik secara horisontal.

2. Implementasi Metode Pendidikan Akhlak di Sekolah

Pendidikan akhlak yang mulia merupakan inti dari ajaran Islam.

Fazlur Rahman berpendapat bahwa inti dari ajaran Islam adalah akhlak

yang bertumpu pada keimanan kepada Allah (hablum minallah) dan

keadilan sosial (hablum minannas) (Nata, 2007: 216). Akhlak mulia

tidaklah terbentuk dengan sendirinya. Ada proses yang seharusnya


dimiliki dan dialami oleh anak didik, yaitu kognisi, afeksi dan

psikomotor. Tahap kognisi melalui transfer ilmu agama sebanyak-

banyaknya kepada anak didik. Tahap afeksi melalui internalisasi nilai-

nilai agama. Dan psikomotor melalui penekanan kemampuan untuk

menumbuhkan motivasi dalam diri sendiri, sehingga dapat

menggerakkan, menjalankan dan mentaati nila-nilai dasar agama

(Muhaimin, 2003: 312). Dengan demikian pendidikan akhlak tidak

sekedar terkonsentrasi teoritis yang bersifat kognitif semata, melainkan

juga ditindaklanjuti dengan tahapan kedua (afektif) dan ketiga

(psikomotor).

Untuk membangun nilai akhlak yang mulia maka perlu

didukung melalui proses pendidikan akhlak dalam keluarga,

sekolah/pergaulan, dan lingkungan pendukungnya. Adapun

implementasi metode pembinaan yang dapat dilakukan oleh pelaksana

pendidikan, diantaranya sebagai berikut:

a. Implementasi Metode Pembiasaan

Kunci awal pembentukan akhlak adalah pembiasaan. Dari

pembiasaan, maka peserta didik terus melakukan pengulangan

perilaku hingga menjadi kebiasaan. Apabila pembiasaan akhlak

terpuji ditanamkan, maka baik pula akhlak seseorang, begitu pula

sebaliknya. Jika pembiasaan akhlak tercela yang ditanamkan, maka

buruk pula akhlak seseorang.


Akhlak awalnya dapat tumbuh melalui pengetahuan, jika

dapat memahaminya selanjutnya dengan pembiasaan sebab ilmu

dapat diperoleh melalui belajar, dan akhlak dapat diperoleh melalui

pembiasaan (Kastolani, 2009:120).

Membentuk akhlak yang baik membutuhkan proses, begitu

pula dalam menghilangkan perilaku yang buruk, yaitu dengan

membuat kebiasaan baik yang baru. Kebiasaan tidak akan langsung

tertanam melainkan melalui proses. Sebagaimana dijelaskan dalam

Al-Qur‟an, bahwasanya pengharaman khamr melalui beberapa

tahap yaitu: menjelaskan bahwa khamr lebih banyak madharat

dibandingkan manfaatnya, melarang orang yang mabuk untuk

mendekati shalat sampai ia sadar, dan barulah pengharaman khamr

secara total.

Sebagai pendidik hendaknya senantiasa menciptakan

kebiasaan-kebiasaan yang baik kepada peserta didik meskipun hal

yang sepele. Karena penanaman karakter dimulai dari pembiasaan

sedini mungkin. Semakin dini peserta didik dilatih pembiasaan

baik, semakin tertanam kuat kebiasaan baik tersebut sampai ia

dewasa. Sebagaimana dicontohkan dalam buku Tuhan, Maaf Kami

Sedang Sibuk,

Hari ini, sebelum beranjak tidur di malam, sejenak tanyakan pada


diri: Andaikan ini tidur terakhirku, sudah siapkah aku menghadap
tuhan dengan diri saat ini? Andaikan ini hari terakhirku, dosa apa
yang sangat ingin aku mintakan ampun pada-Nya? Andaikan ini
hari terakhirku, amalan apa yang aku yakin sanggup
menyelamatkanku di alam Barzakh? Andaikan ini hari terakhirku,
karakter apa dalam diriku yang membuat Tuhan mencurahkan
rahmat-Nya padaku? Mari pejamkan mata sejenak,
merenungkannya dalam-dalam. Lalu beristirahatlah. Semoga esok
Tuhan masih berkenan memberi kita tambahan umur untuk
memperbaiki diri (Rif‟an, 2015: 15)

Pembiasaan diatas dapat dilakukan untuk menguatkan

karakter untuk selalu berintrospeksi diri setiap hari. Dalam dunia

sekolah penerapan pembiasaan akhlak baik kepada siswa dapat

dilakukan dengan cara pembiasaan berjabat tangan kepada guru

disertai 3 S (Senyum, Sapa, Salam). Selain itu untuk membina

kebiasaan peserta didik dirumah dilakukan dengan penggunaan

mutaba‟ah harian. Yaitu pengawasan terhadap program yang telah

direncanakan. Contohnya: sholat berjamaah, membaca Al-Qur‟an,

membantu orang tua, menolong orang lain, dan perilaku lain yang

bersifat praktik.

b. Implementasi Metode Keteladanan

Metode keteladanan merupakan suatu metode memberi

contoh keteladanan yang baik kepada siswa agar mereka dapat

berkembang baik fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang

baik dan benar (Arief, 2002: 120). Disadari ataupun tidak, peserta

didik seringkali memperhatikan setiap tingkah laku orang

disekitarnya untuk kemudian dijadikan sebagai model/ sumber

pendidikan dan menginternalisasi ke dalam dirinya. Metode ini

merupakan metode efektif dan salah satu faktor penentu

keberhasilan pendidikan akhlak, oleh karena itu sebagai pendidik


hendaknya benar-benar menjadi model/ contoh yang baik bagi

peserta didik sesuai tujuan dari pendidikan akhlak.

Sebagaimana firman-Nya:

           

     


Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
(Q.S Al- Ahzab: 21)

Pada ayat diatas dijelaskan bahwa Allah memerintahkan

hambanya untuk menjadikan Rasulullah Saw sebagai teladan

dalam membentuk Akhlakul Karimah. Kebutuhan manusia akan

figur teladan bersumber dari kecenderungan meniru yang sudah

menjadi karakter manusia (An Nahlawi, 1995: 263). Maka dalam

menentukan nilai-nilai akhlak yang hendak dicapai hendaknya

guru menjadikan Rasulullah Saw sebagai cerminan dalam

kehidupan pribadi.

Dalam dunia pendidikan terutama di sekolah, para pendidik

termasuk kepala sekolah, dan segenap elemen yang terlibat

didalamnya memiliki tanggung jawab untuk menciptakan suasana

lingkungan pendidikan yang kondusif dan mendukung untuk

proses pendidikan. Sebagai figur yang menjadi model, harus bisa

sepenuhnya memberikan teladan yang baik, seperti: tidak merokok

di lingkungan sekolah, berpenampilan rapi, menjaga lisan dari


perkataan negatif, membuang sampah pada tempatnya, dll. Apabila

disekolahan dikelilingi figur keteladanan yang baik, maka akan

mempengaruhi siswa dalam berprilaku. Karena peserta didik lebih

banyak melihat apa yang dilakukan para pendidik daripada apa

yang diucapkanya. Jadi metode keteladanan dalam proses

pendidikan akhlak merupakan instrumen penting demi tercapainya

tujuan pendidikan akhlak.

c. Implementasi Metode Pemberian Nasehat

Metode nasihat merupakan sebuah cara yang dapat

dilakukan oleh guru dalam rangka mendidik anak didiknya dalam

hal pembelajaran agama atau akhlak dengan cara memberikan

nasihat atau ceramah secara langsung (oral). Allah Swt

memperintahkan apabila seorang hendak memberikan pengajaran

melalui ceramah dilakukan dengan cara yang baik pula.

Sebagaimana terkandung dalam Q.S. al-Nahl: 125:

         

             

 

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan


nasehat yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S An- Nahl:
125)
Pada ayat di atas, Allah menyuruh manusia (dalam hal ini

pendidik/guru) untuk memberikan nasihat dengan cara yang baik.

Cara yang baik dalam memberikan nasehat akan memberikan

kesan positif bagi peserta didik, sedangkan cara yang buruk dan

kasar cenderung akan menimbulkan sikap penolakan. Jika sudah

terjadi penolakan maka nasihat yang disampaikan tidak akan

memberikan efek positif dan bahkan cenderung sebaliknya.

Kelemahlembutan dalam menasehati (al-mau‟izhah)

seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan

kalbu yang liar. Bahkan ia lebih mudah melahirkan kebaikan

ketimbang larangan dan ancaman (Fadlullah, 1997: 49).

Kelemahlembutan diiringi kalimat-kalimat positif lebih

menanamkan energi positif kepada orang yang dinasehati. Maka

seorang pendidik/guru harus berhati-hati dalam perkataan dalam

menyampaikan nasehat.

Selain itu, nasihat hendaknya juga memperhatikan obyek

dan kondisi, karena akan berpengaruh pada diterima tidaknya

sebuah nasehat. Tidak menggurui dalam memberikan nasehat, atau

seolah memposisikan sama antara si pemberi nasehat dengan orang

yang dinasehati, disertai bahasa yang menyejukkan cenderung

lebih mengena dibandingkan memposisikan diri lebih tinggi yang

pada akhirnya menjadikan orang enggan mendengarkan, terlebih

nasehat disampaikan dengan bahasa yang tidak difahami oleh


orang yang dinasehati. Nasehat yang baik akan menghasilkan

kebaikan manakala dibarengi cara yang baik serta kerendahan hati

dari si pemberi nasehat.

Penerapan metode nasehat dalam dunia sekolah lebih

kepada proses belajar mengajar para pendidik. Penggunaan bahasa

yang santun dilengkapi dengan media pembelajaran baik audio

maupun visual (gambar dan video) akan lebih menarik perhatian

siswa dalam proses pembelajaran. Selain itu, peran lingkungan

sekolah juga sangat mempengaruhi tersampaikannya nasehat.

Melalui poster kata-kata bijak dan juga kata-kata islami yang

memotivasi dimana setiap hari para peserta didik mampu

melihatnya.

d. Implementasi Metode Kisah dan Cerita

Diantara metode pendidikan Nabi Saw lian ialah

menuturkan kisah. Kisah dijadikan oleh beliau sebagai alat (media

dan sarana) untuk membantu menjelaskan suatu pemikiran dan

mengungkapkan suatu masalah (Al-Maliki, 2002: 94). Penggunaan

metode cerita dalam pendidikan akhlak memiliki daya tarik yang

sangat kuat pada perasaan. Sifat alamiyah manusia untuk menyukai

sebuah cerita membawa pengaruh besar terhadap perasaan. Dan

melalui perasan itulah, sebuah cerita mempengaruhi perilaku

secara temporer atau jika dilakukan secara terus menerus akan

menempel kuat sehingga membentuk sebuah karakter dalam


dirinya. Cerita faktual yang menampilkan suatu contoh kehidupan

manusia secara riil akan memberikan makna dan pengaruh lebih

kuat yang pada akhirnya mempengaruhi perilaku pembacanya.

Begitulah cerita-cerita yang ada dalam al-Qur‟an berfungsi

mempengaruhi akhlak pembacanya (Nata, 1997: 97).

Bahkan dalam sebuah ayat dalam al-Qur‟an menegaskan

bahwa salah satu sebab diturunkannya al-Qur‟an adalah Allah

ingin menceritakan suatu hal untuk kemudian diambil hikmah

(i‟tibar) untuk diterapkan dalam dirinya. Sebagaimana firman

Allah dalam Q.S. Yusuf: 3:

         

      

Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan


mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu
sebelum (kami mewahyukan) nya adalah Termasuk orang-orang
yang belum mengetahui. (Q.S. Yusuf: 3)

Untuk penanaman akhlak yang baik, metode cerita

sangatlah efektif karena lebih mudah dimengerti dengan adanya

penokohan dan watak dilengkapi alur. Namun yang harus

diperhatikan selain dari metode ini adalah isi cerita tersebut.

Karena keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran akhlak

tidak hanya dipengaruhi metode, tetapi materi yang disampaikan.

Guru harus memilah dan memilih mana cerita yang membangun

karakter baik dan mana yang tidak. Sehingga mampu memberikan


manfaat bagi perkembangan akhlak peserta didik. Sebagaimana

ayat diatas, Al-Qur‟an memberikan referensi kisah cerita yang baik

untuk pembentukan akhlak, seperti: Surah Ibrahim, surah Yusuf,

surah Muhammad, surah Luqman, surah Ali Imran dll. Bisa pula

menukil cerita-cerita inspiratif dari orang-orang besar yang sukses,

bahkan pengalaman berkesan dari pendidik itu sendiri, dikemas

dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa.

e. Implementasi Metode Perintah-Larangan dan Ganjaran-Hukuman

Perintah dan larangan yang terdapat dalam Al-Qur‟an

merupakan cara Allah dalam mendidik hamba-hambaNya agar

menjadi pribadi muslim yang baik sesuai dengan ajaranNya. Baik

berupa perintah wajib untuk dilaksanakan atau wajib ditinggalkan,

dengan menggunakan fi‟lu al-amar atau nahiy ataupun dengan

menggunakan kalimat berita berupa kebaikan dan keburukan.

Allah berfirman dalam Q.S Luqman: 17:

          

       

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan


yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya
yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
(Q.S Luqman: 17)

Penggunaan metode ini penting karena langsung tertuju

pada tujuan yang ingin dicapai pendidik/guru dan siswa serta merta
dapat langsung memahami apa yang hendak diajarkan. Namun

metode ini harus memperhatikan kesesuaian antara siswa dengan

isi perintah, sesuai kapasitas dan kemampuan siswa. Seorang guru

hendaknya jangan terlalu sering menggunakan satu metode ini saja

karena siswa akan cenderung bersikap acuh dan kurang

memperhatikan. Dalam pelaksanaannya guru juga memperhatikan

kondisi yang ada, sehingga tidak terkesan bahwa mendidik akhlak

anak adalah hanya dengan memerintah dan melarang. Harus ada

kombinasi dengan metode yang lainnya. Salah satunya

menyertainya dengan ganjaran dan hukuman yang mendidik.

Menyertakan ganjaran dan hukuman untuk memberikan perhatian

kepada anak didik tentang untung ruginya, sehingga peserta didik

mengetahui alasan dibalik perintah dan larangan.

Ganjaran adalah alat pendidikan preventif dan represif yang

menyenangkan dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar

bagi murid. Sementara pemberian hukuman adalah alat pendidikan

preventif dan represif yang paling tidak menyenangkan, imbalan

dari perbuatan yang tidak baik (Arief, 2002: 131).

Dalam teori belajar, metode pemberian ganjaran dan

hukuman merupakan teori behavioristik-koneksionisme yang

dikemukakan oleh Edward Thorndike, yang biasa disebut reward

dan punishment (Sriyanti: 2011, 43). Pemberian reward (hadiah)

adalah pemberian efek yang menyenangkan, bertujuan agar peserta


didik melakukan pengulangan terhadap akhlak baik untuk

memperkuat penanaman karakter yang baik dalam pribadinya,

sementara pemberian punishment adalah pemberian efek tidak

menyenangkan, bertujuan agar peserta didik meninggalkan/tidak

mengulangi akhlak buruk yang dilakukan sehingga memperkecil

kemungkinan perilaku negatif terulang lagi. Sebagai pendidik, agar

peserta didik lebih memperhatikan perintah dan larangan,

sertakanlah reward untuk menguatkan perbuatan baik dan

punishment untuk mencegah perilaku yang buruk.

Namun pemberian punishment memberikan efek yang

ambigous, karena peserta didik tidak jelas apa yang harus

dilakukan untuk memperbaikinya. Anak hanya tahu bahwasanya

perilaku tersebut tidak boleh diulang, namun tidak mengetahui

perilaku apa yang harus dilakukan (Sriyanti: 2011, 43). Maka

sebagai pendidik/guru, untuk memperkuat kepribadian yang baik

pada anak didik dengan senantiasa menyertakan reward.

Sedangkan punishment harus disertakan arahan yang jelas sebagai

bentuk pengalihan dari efek negatif, dengan memberikan kebiasaan

baik yang baru, yang tentu menguras kreatifitas pendidik dalam

mencari solusi tersebut.

f. Implementasi Metode Perumpamaan

Termasuk metode pendidikan Nabi Saw yang mendekatkan

pengertian suatu masalah dengan membuat perumpamaan (tamsil).


Perumpamaan merupakan cara yang tepat untuk lebih

menggambarkan, menjelaskan dan mendekatkan hakikat masalah

tertentu dihati pendengar (Al-Maliki, 2002: 115).

Dengan mencontohkan sebuah perumpamaan dalam

memberikan penjelasan awal di pembelajaran seperti apersepsi

seorang guru akan lebih memudahkan siswa mencerna materi yang

disampaikan, juga bisa sebagai pengantar pembelajaran. Karena

perumpamaan juga memiliki tujuan psikologis-edukatif. Adapun

tujuan tersebut ialah: pertama, memudahkan pemahaman

mengenai suatu konsep. Kedua, mempengaruhi emosi yang sejalan

dengan konsep yang diumpamakan dan untuk mengembangkan

aneka perasaan ketuhanan. Ketiga, membina akal untuk terbiasa

berfikir secara valid dan analogis, dan keempat, mampu

menciptakan motivasi yang menggerakkan aspek emosi dan mental

manusia (An-Nahlawi, 1995: 254-259). Dalam pendidikan Islam,

perumpamaan terdapat dalam Al-Qur‟an dan Hadits yang disebut

perumpamaan Qur‟ani dan Nabawi. Ahmad Rifa‟i Rif‟an

memberikan perumpamaan pentingnya pendidikan keimanan bagi

anak dalam keluarga,

Ibarat menanam padi, rerumputan akan mengiringi


pertumbuhannya. Tanamkan iman di dada putra putri anda, maka
prestasi dunia akan mengiringi perjalanan hidupnya kelak.
Tanamkan keimanan di lahan lembab hati mereka, hati anak-anak
yang masih berupa lahan subur untuk berbagai tanaman kehidupan.
Jika salah tanam, di akhir panen anda hanya akan menggigit jari
sambil turut mendendangkan nyanyian para penghuni neraka,
     

“Aduhai kiranya dahulu aku mengambil jalan bersama-sama


Rasul.” (Q.S Al-Furqan: 27). Kuatkan dulu iman dalam hati putra-
putri anda. Jika panduan iman telah menuntunnya sejak dini, jalan
menuju usia-usia berikutnya tak akan pernah menimbulkan
penyesalan bagi anda, para orang tua (Rif‟an, 2015: 153).

Dalam penerapannya di dunia pendidikan, metode ini

digunakan untuk menarik simpati peserta didik diawal

pembelajaran, atau disebut apersepsi. Dimana seorang guru

mengajak siswa untuk menyatukan persepsi mereka saat memasuki

pelajaran di awal. Dengan memberikan kata kunci diawal berupa

perumpamaan, peserta didik akan terbantu dalam mendalami

materi yang akan disampaikan oleh pendidik.

3. Implementasi Tujuan Pendidikan Akhlak

Sebagaimana pendapat M. Athiyah Al-Abrashy yang

menyatakan bahwasanya pendidikan Islam sangat menaruh perhatian

penuh untuk kedua kehidupan (dunia-akhirat) sebagai tujuan diatara

tujuan-tujuan umum yang asasi. Sebab, memang itulah tujuan tertinggi

dan terakhir pendidikan (Rosyadi, 2004: 161). Begitu pula dengan

pendidikan akhlak yang merupakan bagian dari pendidikan Islam. Hal

tersebut sejalan dengan pendapat Muhammad Qutb, bahwasanya

tujuan utama pendidikan akhlak adalah menjadikan manusia yang

bertakwa, menyeimbangkan antara hubungan secara vertikal dan

horisontal serta keseimbangan dunia akhirat.


Tujuan akhir dari dari pendidikan Islam itu terletak dalam

realisasi sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, baik secara

perorangan, masyarakat, maupun sebagai umat manusia secara

keseluruhan (Arifin, 2011: 28). Jika dilihat dari pendekatan dimensi

pengembangan manusia, yang mencangkup manusia sebagai makhluk

individu, makhluk sosial dan sebagai hamba Allah („abdullah), maka

tujuan pendidikan Islam (dalam hal ini pendidikan akhlak) bisa

diklasifikasikan beberapa tujuan berikut:

a. Tujuan Tertinggi/Terakhir

Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan

karena sesuai dengan konsep ilahi yang mengandung kebenaran

mutlak dan universal. Pada dasarnya tujuan ini sesuai dengan

tujuan hidup manusia sebagai ciptaan Allah. Yaitu:

1) Menjadi hamba Allah yang bertakwa

2) Mengantarkan peserta didik menjadi khalifatullah fil „ard yang

mampu memakmurkanya

3) Memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup di dunia sampai

akhirat (Achmadi, 2005: 99).

b. Tujuan Umum

Tujuan umum lebih bersifat empirik dan realistik. Tujuan

ini berfungsi sebagai arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur

karena menyangkut perubahan sikap, perilaku dan kepribadian

peserta didik, sehingga mampu menghadirkan dirinya sebagai


sebuah pribadi yang utuh. Itulah yang disebut realisasi diri (self

realization) (Achmadi, 2005: 98). Tercapainya self realization

sebagai muslim yang utuh ditandai dengan semakin tampaknya

aktualisasi diri dalam konteks dalam upaya pendekatannya pada

Tuhan (taqarrub ilallah), dimulai dari melakukan ibadah mahdhah

secara sadar tanpa tergantung orang lain, sampai terkendalinya

perilaku. Begitu kompleksnya proses realisasi diri, maka

pendidikan Islam harus bersinergi antara pendidikan keluarga,

sekolah dan masyarakat (Achmadi, 2005: 99). Tujuan inilah yang

mengenalkan manusia akan tanggung jawabnya terhadap diri

sendiri untuk menyeimbangkan potensi yang diberikan Allah

berupa kognitif (akal), afektif (hati nurani) dan psikomotor (fisik).

Dengan memaksimalkan potensi tersebut diharapkan peserta didik

terus berproses mengaktualisasikan diri untuk memahami status

kemakhlukanya dan hubungan sosial sebagai bentuk tanggung

jawab pribadi dalam kehidupan.

c. Tujuan Khusus

Tujuan khusus adalah pengkhususan tujuan tertinggi dan

tujuan umum pendidikan Islam (dalam hal ini pendidikan akhlak).

Bersifat relatif sehingga dimungkinkan untuk diadakan perubahan

sesuai tuntutan dan kebutuhan, selama tetap berpijak pada

kerangka tujuan tertinggi dan tujuan umum. Pengkususan tersebut

dapat didasarkan kultur atau cita-cita suatu bangsa, minat dan bakat
sesuai kemampuan peserta didik, serta tuntutan situasi dan kondisi

pada kurun waktu tertentu. (Achmadi, 2005: 103).

C. Peran Orang Tua Dalam Pembentukan Akhlak Pada Anak

Orang tua merupakan pendidik utama bagi anak-anak sejak

dilahirkan sampai dewasa dan menikah. Secara kodrati orang tua dan anak

membangun hubungan timbal balik. Intensitas kebersamaan orang tua

dengan anak sejak kecil yang membangun timbal balik ini sehingga terjadi

hubungan pengaruh-mempengaruhi dan pergaulan antara keduanya. Itulah

mengapa anak mendapatkan tutur kata yang sopan ataupun sebaliknya,

perilaku terpuji ataupun sebaliknya dari sumber model perilaku, yaitu

kedua orang tuanya. Bahkan dalam ungkapan parenting mengatakan

bahwa anak merupakan perwujudan jujur dari sifat dan sikap orangtua,

termasuk akhlak, kepribadian, dan budi pekerti. Lingkungan keluargalah

yang menjadi lingkungan pertama pembentukan akhlakul karimah anak.

Proses pendidikan dalam keluarga secara primer tidak diaksanakan

secara paedagogis (berdasarkan teori pendidikan), melainkan hanya berupa

pergaulan dan hubungan yang disengaja atau tak sengaja, dan langsung

atau tidak langsung antara orang tua dengan anak. Dimana didalamnya

terjalin dan berjalan pengaruh berlangsung secara kontinyu antara

keduanya. Pengaruh itu berdasarkan ikatan darah yang bersifat rohaniah.

Bahkan pengaruh tidak disengaja tersebut lebih penting dan berperan

dibandingkan dengan pendidikan yang disengaja atau pendidikan yang

diselenggarakan menurut rencana tertentu (Yasin, 2008: 209). Islam


memandang bahwa orang tua memiliki tanggung jawab penuh dalam

mengantarkan anak-anaknya untuk bekal kehidupan kelak, baik kehidupan

duniawi maupun ukhrawi. Dalam keluarga, anak merupakan orang

pertama yang masuk sebagai peserta didik. Oleh karena itu dalam

berinteraksi orang tua harus bisa menampilkan pola perilaku yang positif,

karena dapat menjadi stimulus anak, terutama dalam etika berbicara

(memberi pesan), bertingkah laku, dll. Karena anak akan men-sugesti, me-

imitasi dan mendemonstrasikan apa yang biasa ia lihat, terlebih yang ia

lihat itu datang menyadari dalam lingkungan keluarga sendiri. Maka

alternatifnya anak selalu diajak untuk menjalankan ajaran agama dengan

baik dan benar, yang dimulai dari kehidupan interaksional dalam keluarga

(Yasin, 2008: 220-221).

Sebagaimana metode yang telah diuraikan sebelumnya yaitu

metode pembiasaan, keteladanan, nasehat, perintah-larangan, kisah dan

perumpamaan tergantung dengan intensitas kebersamaan pendidik (orang

tua dan guru) dengan peserta didiknya. Semakin tinggi kebersamaannya

semakin besar pula kemungkinan tercapainya tujuan pendidikan akhlak.

Orang tua dan guru harus memiliki tujuan dan komitmen yang sama untuk

memberikan pendidikan akhlak. Memberikan pengertian melalui nasehat

disertai perumpamaan untuk memperjelas, kemudian pendidik

memberikan keteladanan, mengajak anak untuk membiasakan akhlak

terpuji, kemudian metode perintah-larangan atau ganjaran-hukuman


digunakan untuk menjaga akhlak tersebut dimanapun berada, terutama di

lingkungan keluarga maupun sekolah.

Mengingat pengaruh yang sangat besar dan intensitas orang tua

bersama anak sangat tinggi, maka peranan orangtua dalam mengajarkan,

menanamkan, dan menjaga akhlak anak sangat dibutuhkan. Tanpa ada

dukungan penuh dari orangtua dan lingkungan di sekitarnya (terutama

lingkungan terkecil/ keluarga), tujuan pendidikan akhlak sulit tercapai.

Termasuk dari materi pendidikan akhlak dan metode yang digunakan.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan pengkajian yang telah penulis lakukan,

maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Ahmad Rifa‟i Rif‟an yang biasa dipanggil dengan „Fai‟ lahir di

Lamongan 3 Oktober 1987. Beliau adalah penulis muda yang banyak menulis

buku tentang motivasi Islam (spiritual), pengembangan diri dan bisnis. Ia

telah menulis puluhan buku sekaligus pengusaha yang menjadi owner

Marsua Media (Penerbit).

2. Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang

Sibuk mengacu pada tujuan tertinggi dari pendidikan akhlak yaitu

takwa. Pendidikan akhlak diawali dengan penanaman akidah dalam

hubungan vertikal dimana manusia menjadi „abdullah (Hamba Allah),

untuk menuntun manusia dalam menjalankan perannya sebagai

makhluk individu dan sosial, yaitu hubungan horisontal sesuai dengan

ajaran Islam. Akhlak dalam hubungan horisontal merupakan

perwujudan dari baik-buruknya dalam hubungan vertikal (akhlak

terhadap Allah). Metode pendidikan akhlak yang telah dikemukakan

dapat dilakukan dengan beberapa metode berikut, yaitu: metode

pembiasaan, metode keteladanan, metode pemberian nasihat, metode

kisah/cerita, metode perintah dan larangan/ ganjaran dan hukuman,

serta metode perumpamaan.


3. Implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf

Kami Sedang Sibuk terdiri atas 3 komponen pendidikan, meliputi:

Materi, Metode, dan Tujuan. Implementasi materinya yaitu isi materi

dalam pendidikan akhlak yang terdiri atas 2 dimensi pengembangan,

yaitu dimensi vertikal dan dimensi horisontal. Selain itu adanya

penerapan praktik langsung yang dilakukan siswa dalam kehidupan

sehari-hari. Implementasi metode pendidikan akhlak dalam lingkungan

sekolah diantaranya: a) Metode pembiasaan: melalui program-program

rutin dan pembiasaan dirumah berupa mutaba‟ah harian siswa

(monitoring ibadah), b) metode keteladanan melalui pendidik (kepala

sekolah, guru, karyawan dll) sebagai figur otoritas memberikan contoh

langsung baik secara fisik (penampilan, kerapian) maupun sikap

(kedisiplinan, ramah dll), c) metode nasehat melalui peran pendidik

dalam pembelajaran kelas maupun lapangan, serta penciptaan suasana

sekolah melalui poster-poster dan gambar yang membangun. d)

Implementasi metode kisah di di sekolah adalah penyematan kisah-

kisah Qur‟ani maupun Nabawi, maupun kisah-kisah inspiratif dalam

kelas maupun ketika forum bersama seperti upacara bendera. Pada

Metode ganjaran-hukuman dan perintah larangan, guru/pendidik

diharapkan lebih mempersering ganjaran/ reward sebagai bentuk

penguatan dalam pengulangan sikap positif peserta didik, sementara

dalam pemberian hukuman/ punishment hendaknya pendidik

memberikan hukuman membangun, yang memberikan efek jera,


dimana hal tersebut memang menguras kreatifitas seorang guru.

Implementasi tujuan pendidikan akhlak terbagi menjadi tujuan

tertinggi (taqwa), tujuan umum (tercapainya self realization) dan

tujuan khusus (visi sekolah masing-masing). Pendidikan di lingkungan

keluarga tak kalah penting, karena intensitas kebersamaan orang tua

dan anak yang tinggi. Oleh karena itu orang tua harus mampu menjadi

model akhlak yang baik bagi anak.

B. Saran

1. Pendidikan akhlak adalah pendidikan tentang penanaman karakter

kepribadian, dan membutuhkan proses yang lama. Oleh karena itu

harus dimulai sedini mungkin. Untuk mengakar-kuatkan karakter

terpuji dalam diri anak. Orang tua sebagai penanggung jawab utama

atas amanah yang Allah berikan, hendaknya meningkatkan kesadaran

akan posisi tersebut, karena perananya sangat vital dalam keberhasilan

pendidikan akhlak pada anak, disamping peran sekolah dan

masyarakat.

2. Penanaman akidah yang kuat hendaklah menjadi perhatian utama bagi

orang tua. Dengan kuatnya akidah atau hubungan vertikal anak, maka

menjadi bekal yang baik untuk menanamkan akhlak terpuji dalam

hubunganya secara horisontal, baik terhadap orang tua, guru, ataupun

masyarakat secara umum.


3. Guru dan pemangku kebijakan sekolah merupakan faktor sentral yang

menjadi penentu terlaksananya proses pendidikan akhlak di sekolah,

dan menjadi sumber teladan utama siswa di lingkungan sekolah.


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. 2005. Idiologi Pendidikan Islam.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ali, Muhammad Daud. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Grafindo Persada

Al Maliki, M. Alawi. 2002. Prinsip-prinsip Pendidikan Rasulullah. Jakarta: Gema


Insani

Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta:
Ciputat Press

Arifin, M. 2011. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis


berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara

Assegaf, Rahman. 2014. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo


Persada.

Daradjat, Zakiah. 1995. Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah.


Bandung: Ruhama

Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Fadhlullah, Muhammad Husain. 1997. Metodologi Dakwah Dalam Al-Qur‟an.


Jakarta: Lentera

Hadi, Sutrisno. 1990. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset.

Hafidz, Muh, dan Kastolani. 2009. Pendidikan Islam Antara Tradisi dan
Modernitas.

Hasbullah. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Jalaluddin. 2003. Teologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press

Khallaf, Abdul Wahhab. 1994. Ilmu Ushul Fiqh. Semarang: Dina Utama

Kosim, Muhammad. 2012. Mendidik Kesalehan Ritual Dan Sosial. Jakarta:


Rineka Cipta

Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani
Mucharror, 2014. Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Al-Hikam Karangan Syaikh
Ibnu Athaillah Al-Syukandari. Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Jurusan
Tarbiyah Stain Salatiga

Muchtar, Heri Jauhari. 2008. Fikih Pendidikan. Bandung: Rosdakarya

Muhaimin. 2003. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Surabaya: Pustaka


Pelajar

Muhaimin dan Abdul Majid.1993. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung:


Trigenda

Nahlawi, Abdurrahman. 1995. Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah dan


Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press

Nata, Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam 1. Ciputat: Logos Wacana Ilmu

Nata, Abuddin. 2007. Manajemen Pendidikan. Jakarta: Kencana

Nata, Abuddin. 2012. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Press

Rais, Amien. 1998. Tauhid Sosial. Bandung: Mizan.

Rifan, Ahmad Rifai. 2010. Izrail Bilang Ini Ramadhan Terakhirku. Jakarta:
Republika

Rif‟an, Ahmad Rifa‟i. 2013. Don‟t Cry ! Allah Loves You. Jakarta: Quanta

Rif‟an, Ahmad Rifa‟i. 2013. Jadikan Aku Halal Bagimu. Bandung: Mizania

Rif‟an, Ahmad Rifa‟i. 2015. Tuhan Maaf Kami Sedang Sibuk. Jakarta: Quanta

Rokib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: LKIS

Rosyadi, Khoiron. 2004. Pendidikan Profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sriyanti, Lilik. 2011. Psikologi Belajar. Salatiga: Stain Salatiga Press

Suparta, Munzier dan Hefni Harjani. 2003. Metode Dakwah. Jakarta: Prenada
Media.

Syarbini, Amirullah, dan Jamhari Sumantri. 2013.Dicintai Allah Dirindukan


Rasulullah. Jakarta: Kultum Media.

Tafsir, Ahmad dkk,.2002. Pendidikan Agama Dalam Keluarga. Bandung:


Rosdakarya.
Tasmara, Toto. 2002. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta: Gema Insani

Tatapangarsa, Humaidi. 1980. Akhlaq Yang Mulia. Surabaya: Bina Ilmu

Thoha, Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Usman, Basyruddin. M. 2002. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta:


Ciputat Pers

Zuhairini. 1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17406-2106100024-

Biographypdf.pdf diakses tanggal 18 Juni 2015

http://www.pesantrenpenulis.com/2014/05/berhasil-menulis-buku.html. diakses

tanggal 18 Juni 2015

http://www.duniaparcelbuku.com/products/21/0/Ahmad-Rifai-Rifan. diakses pada

25 September 2015

https://rifay.wordpress.com, diakses pada 25 September 2015)

http://elabdurrahman.blogspot.co.id/2014/04/hadith-hasan-by-al-albani-in-

shahihul.html. diakses pada 25 September 2015

Video Seminar Tuhan maaf kami sedang sibuk, 2014.


Daftar Riwayat Hidup

Data Pribadi

Nama : Muhammad Solehan

Tempat, Tanggal Lahir : Sambas, 20 Agustus 1993

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Desa Metes Bonorejo 03/05 Kel. Blotongan, Kec.

Sidorejo Salatiga

HP : 085 726 824 972

Latar Pendidikan :

MI Ma‟arif Pulutan : 2002 - 2003

SD Muhammadiyah Salatiga : 2003 - 2006

SMP Muhammadiyah Salatiga : 2006 - 2009

SMK Muhammadiyah Salatiga : 2009 - 2011

IAIN Salatiga : 2011 – Sekarang

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat supaya dapat digunakan sebagaimana

mestinya.

Salatiga, 26 September 2015

Muhammad Solehan
NIM. 111 11 167
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai