Anda di halaman 1dari 124

PELAKSANAAN NGIDANG DALAM MEMBENTUK SIKAP SOSIAL

PADA REMAJA MAJELIS TAKLIM AR-RAHMAN


GANDUS PALEMBANG

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana


Pendidikan (S.Pd)

Oleh :
Salmandanu
1930202184

Program Studi Pendidikan Agama Islam

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2023
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
MOTTO
“Allah tidak butuh hamba-Nya, hamba-Nya lah yang butuh. Maka bantulah
Agama Allah, niscaya Allah akan bantu kehidupanmu fiddunya wal aakhiroh”

PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan Alhamdulillah syukur kepada Allah Ta’ala dan terimakasih
yang tiada hingga kepada semua pihak yang terlibat selama proses pengerjaan
sampai dengan tahap penyelesaian. Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Kepada Allah Ta’ala Rabb semesta alam yang telah menganugerahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga memberikan kemudahan dalam
setiap tahapan-tahapannya Memberikan nikmat dan pertolongan disaat diri
ingin menyerah, yakinlah Allah selalu bersama hambanya yang telah
menyerahkan semua urusannya kepada Rabbnya. Segala puji syukur
senantiasa terpanjatkan kepada-Mu Yaa Rabb. Sholawat dan salam selalu
tercurahkan dan terlantunkan kepada kekasihmu yakni SAW Muhammad
Nabi
2. Kepada kedua orangtuaku My Beloved Parent Allahuyarham Tastik Yahya
dan Ibukku Tercinta Sunarti, terimakasih selama ini selalu memberikan
dukungan, do’a dan ridhonya, mudah-mudahan Allah Ta’ala memasukkan
beliau berdua kedalam jannatul firdausil a’la.
3. Kepada saudaraku Salparako, Ahmad Maradiarta, dan Lilis Agustina,
terimakasih selama ini selalu memberikan bantuan, dukungan, semangat,
nasihat, do’a selama ini dalam menempuh masa pendidikan hingga
menyelesaikan skripsiku sampai lulus menjadi sarjana (S1).
4. Kepada dosen pembimbing skripsiku Ibu Dr. Nyayu Soraya, M.Hum dan
Bapak Rohmadi, M.Pd yang selalu sabar dalam membimbing penulis selama
proses penyelesaian skripsi serta seluruh dosen dan staf prodi Pendidikan
Agama Islam.
5. Kepada sahabat seperjuanganku terkhusus kelas PAI 5 2019, kelas PAI
Konsentrasi Al-Qur’an dan Hadits, dan seluruh rekan mahasiswa PAI
terkhusus angkatan 2019 yang selalu saling membantu, saling memotivasi
dan menyemangati dalam penyelesaian skripsi.
6. Kepada IRMA Ar-Rahman, terimaksih atas support dan doa yang selama ini
diberikan kepada penulis, wabil khusus gurunda murobbi ruuhi waljasadi
Ustadzi Ahmad Dairobi HS, S.Pd. Mudah-mudahan Allah memberikan balas
yang terbaik disisi-Nya.
7. Kepada sohibku Ustadz Barkah Al-Ghifari, Ustadzah Rahayu, Ustadzah Tri
Fitriani, dan Ustadzah Nurul Hasanah Romadhona, terimakasih atas saran,
masukan, serta bantuan yang selama ini diberikan, senantiasa mendorong
penulis untuk segera menyelesaikan skripsi dan saling memberikan support.
Jazakumullahu khoiron katsiron ahsanul jaza’.
8. Almamaterku tercinta Kampus Biru Universitas Islam Negeri (UIN) Raden
Fatah Palembang.
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Salmandanu
NIM : 1930202184
Tempat, Tanggal Lahir : Palembang, 24 Desember 2002
Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:


1. Seluruh data, informasi, interprestasi serta pernyataan dalam pembahasan
kesimpulan yang disajikan dalam karya ilmiah ini, kecuali yang disebutkan
sumbernya adalah pengamatan, penelitian, pengelolaan serta pemikiran saya
dengan pengarahan dari pembimbing yang telah ditetapkan.
2. Karya ilmiah yang saya tulis ini adalah benar hasil saya sendiri dan saya
bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya dan apabila dikemudian


hari ditemukan adanya bukti ketidak benaran dalam pernyataan tersebut di atas,
maka saya bersedia menerima sanksi akademis berupa pembatalan gelar yang
saya peroleh melalui karya ilmiah ini.

Palembang, November 2023


Penulis,

Salmandanu
NIM. 1930202184
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatulllahi Wabarakaatuh

Alhamdulillahirobbil‘Alamiin, segala puji dan syukur kehadirat Allah Ta’la


Rabb semesta alam atas limpahan karunia, rahmat, hidayah, serta inayah-Nya
peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Ngidang
dalam Membentuk Sikpa Sosial pada Remaja Majelis Taklim Ar-Rahman
Gandus Palembang”. Shalawat dan salam semoga selalu terlimpahkan kepada
junjungan agung Bagida Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan
pengikut beliau hingga yaumil qiyamah.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negeri Raden Fatah Palembang. Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti
menyadari banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat pertolongan
dari Allah SWT serta bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, Alhamdulillah
peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu peneliti sampaikan rasa
terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Nyayu Khodijah, S.Ag., M.Si Rektor UIN Raden
FatahPalembang yang telah memimpin dan memberikan banyak perubahan
yang positip terhadap kampus dan mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang.
2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Zainuri, M.Pd. I Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
danKeguruan UIN Raden Fatah Palembang atas program-program yang telah
dilakukan terkhusus di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden
Fatah Palembang.
3. Ibu Dr. Mardeli, M.A Ketua Prodi Pendidikan Agama Islam yang banyak
memberikan dukungan serta kinerja yang baik demi terwujudnya visi, misi,
dan tujuan Prodi PAI, dan telah ditetapkan untuk memajukan serta
mengembangkan Prodi PAI.
4. Ibu Dr. Nyayu Soraya, M. Hum sekertaris Prodi Pendidikan Agama Islam dan
Bapak Dr. Syarnubi, M.Pd.I selaku Ketua Bina Skripsi Prodi Pendidikan
Agama Islam, yang telah memberikan arahan, bantuan dan motivasi untuk
menyelesaikan skripsi ini.
5. Dosen pembimbing I Ibunda Dr. Nyayu Soraya, M.Hum dan Dosen
Pembimbing II ayahanda Rohmadi, M.Pd. yang senantiasa meluangkan
waktu, tenaga dan pikirannya untuk support dan membimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Fatah
Palembangyang telah memberikan ilmu serta membina saya selama kuliah di
UIN Raden Fatah Palembang.
7. Seluruh Dosen dan Staf karyawan Prodi Pendidikan Agama Islam yang telah
membantu berjalannya administrasi dalam menyelesaikan Skripsi ini.
8. Para Staf Karyawan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Raden Fatah Palembang yang telah membantu memfasilitasi kemudahan
dalam mencari literatur untuk Skripsi ini.
9. Kepada kedua orangtuaku Bapakku Allahuyarham Tastik Yahya dan Ibukku
Sunarti tercinta terimakasih selama ini selalu memberikan do’a dan ridhonya,
cinta kasih sayang serta pengorbanan baik materil maupun moril tanpa putus.
10. Kepada seluruh keluarga besarku serta sahabat yang selalu memberikan
dukungan, semangat, dandoanya.

Wassalamu’alaikum Warahmatulllahi Wabarakaatuh


DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................iii
HALAMAN PENYATAAN .............................................................................v
KATA PENGANTAR ......................................................................................vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................viii
DAFTAR BAGAN ...........................................................................................viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xi
ABSTRAK........................................................................................................xii
ABSTRACT.......................................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................................1
B. Identifikasi Masalah .............................................................................8
C. Batasan Masalah ..................................................................................8
D. Rumusan Masalah ................................................................................8
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................9
F. Tinjauan Kepustakaan ..........................................................................9
G. Kerangka Teori ....................................................................................11
H. Metode Penelitian.................................................................................18
I. Sistematika Penulisan ...........................................................................22

BAB II LANDASAN TEORI


A. Ngidang ...............................................................................................24
1. Pengertian Ngidang .......................................................................24
2. Sejarah Ngidang ............................................................................24
3. Tata Cara Ngidang.........................................................................25
4. Perubahan Tradisi Ngidang ...........................................................26
5. Dalil Terkait Pelaksanaan Ngidang ................................................27
B. Sikap Sosial .........................................................................................29
1. Konsep Sikap Sosial ......................................................................29
2. Indikator Sikap Sosial ....................................................................33
C. Remaja .................................................................................................34
1. Konsep Remaja .............................................................................34
2. Fase Remaja ..................................................................................36
D. Majelis Taklim .....................................................................................39
1. Pengertian Majelis Taklim .............................................................39
2. Fungsi Utama Majelis Taklim........................................................40
3. Dasar Hukum Majelis Taklim ........................................................41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Deskripsi Wilayah Penelitian................................................................43
1. Sejarah Majelis Taklim Ar-Rahman...............................................43
2. Visi dan Misi Majelis Taklim Ar-Rahman .....................................44
3. Sasaran dan Tujuan Majelis Taklim ...............................................44
4. Jadwal Kegiatan Rutin Majelis Taklim Ar-Rahman .......................45
5. Struktur Kepengurusan Majelis Taklim Ar-Rahman ......................46
6. Daftar Asatidz Majelis Taklim Ar-Rahman....................................47
7. Daftar Anggota Majelis Taklim Ar-Rahman ..................................47
B. Metode Penelitian.................................................................................49
1. Jenis Penelitian ..............................................................................49
2. Jenis Data ......................................................................................49
3. Sumber Data..................................................................................49
4. Populasi dan Sampel......................................................................50
5. Pengumpulan Data ........................................................................51
6. Teknis Analisis Data......................................................................52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian ....................................................................................54
1. Pelaksanaan Ngidang dalam Membentuk Sikap Sosial pada
Remaja Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang ................54
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Ngidang dalam
Membentuk Sikap Sosial pada Remaja Majelis Taklim Ar-
Rahman Gandus ............................................................................83
B. Pembahasan .........................................................................................88

BAB V PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................................92
B. Saran ......................................................................................................92

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................95


LAMPIRAN-LAMPIRAN ...............................................................................100
DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Struktur Kepengurusan Majelis Taklim Ar-Rahman ..........................45


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Perubahan Tardisi Ngidang ................................................................27


Tabel 3.2 Indikator Sikap Sosial.........................................................................32
Tabel 3.3 Jadwal Kegiatan Rutin Majelis Taklim Ar-Rahman ............................44
Tabel 3.4 Daftar Asatidz Majelis Taklim Ar-Rahman.........................................46
Tabel 3.5 Daftar Remaja Ikhwan Majelis Taklim Ar-Rahman ............................46
Tabel 3.6 Daftar Remaja Akhwat Majelis Taklim Ar-Rahman ...........................47
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Instrumen Pengumpulan Data ........................................................99


Lampiran 2: SK Pembimbing .............................................................................103
Lampiran 3: SK Perubahan Judul .......................................................................104
Lampiran 4: Izin Penelitian ................................................................................105
Lampiran 5: Balasan Izin Penelitian ...................................................................106
Lampiran 6: Dokumentasi ..................................................................................107
ABSTRAK

Pelaksanaan Ngidang merupakan tradisi khas Palembang Darussalam


yang diturunkan sejak masa kesultananan Mahmud Badaruddin I. Tujuan
penelitian ini ialah untuk melihat bagaimana sikap sosial remaja dibentuk
melalui pelaksanaan ngidang. Adapun rumusan masalah pada penelitian ini
adalah (1) Bagaimana pelaksanaan ngidang dalam membentuk sikap sosial
pada remaja Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang, (2) Apa faktor
pendukung dan penghambat pelaksanaan ngidang dalam membentuk sikap
sosial remaja Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Adapun
teknik pengumpulan datanya menggunakan observasi, wawancara dan
dokumentasi. Teknik analisis datanya menggunakan reduksi data, display
data, dan verifikasi.
Dari hasil penelitian, berdasarkan wawancara dengan remaja di
Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang dapat disimpulkan bahwa:
(1) sikap sosial remaja di Majelis Taklim Ar-Rahman dapat dibentuk
melalui pelaksanaan ngidang, adapun indikator sosial yang terbentuk ialah
sikap jujur, tanggung jawab, gotong royong, disiplin, toleransi, percaya diri,
dan sopan santun, (2) faktor pendukung dalam pelaksanaan ngidang ialah
makanan, tokoh adat, dan majelis taklim. Adapun faktor penghambat
diantaranya faktor ekonomi dan perkembangan zaman.

Kata Kunci : Pelaksanaan Ngidang, Remaja, Sikap Sosial


ABSTRACT

The implementation of Ngidang is a typical tradition of Palembang


Darussalam which has been passed down since the sultanat Mahmud
Badaruddin I. This research is to look how social attitudes of teenagers are
formed through the implementation of ngidang. The problems are (1) How
does the implementation of ngidang shape the social attitudes of the
teenagers of the Ar-Rahman Gandus Palembang Taklim Assembly, (2) What
are the supporting and inhibiting factors for the implementation of ngidang
in forming the social attitudes of the teenagers of the Palembang Ar-
Rahman Gandus Taklim Assembly.
This study used descriptive qualitative method. The data collection
techniques use observation, interviews and documentation. The data
analysis technique uses data reduction, data display, and verification.
From the research results, based on interviews with teenagers at the
Gandus Palembang Ar-Rahman Taklim Council, it can be concluded that:
(1) the social attitudes of teenagers at the Ar-Rahman Taklim Council can
be formed through the implementation of ngidang, while the social
indicators that are formed are honest attitudes, responsibility, mutual
cooperation, discipline, tolerance, self-confidence, and politeness, (2)
supporting factors in the implementation of ngidang are food, traditional
leaders, and the taklim assembly. The inhibiting factors include economic
factors and current developments.

Keywords : The implementation of Ngidang, Teenagers, Social Attitude


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai sebuah intensitas baik itu individu maupun kelompok, manusia

menyerap segala sesuatu dari lingkungannya guna mencukupi kehidupan

sehari-hari. Sebagai makhluk yang dilebihkan Tuhan atas makhluk lainnya,

manusia terkadang merasa dirinyalah yang paling berhak mengatur dan

menyalahgunakan alam di luar batas kewajaran. Akibatnya dapat

menyebabkan global crisis. Era global merupakan permsalahan yang

menimbulkan persaingan, baik dalam sektor yang paling kecil hingga yang

terbesar, baik dari konflik private ke konflik sosio-kemasyarakatan.1

Indonesia sebagai negara budaya memiliki banyak jenis

keanekaragaman budaya yang dipelihara dan dilestarikan dari generasi ke

generasi. Setiap daerah memiliki keragaman yang merupakan bukti

kemakmuran NKRI serta acuan dalam pembangunan nasional dan pemajuan

kebudayaan. Mengembangkan kebudayaan nusantara berarti dengan

sendirinya melestarikan, melestarikan, memanfaatkan, menyajikan,

memperkaya, menyebarluaskan, dan meningkatkan mutu dan daya guna

kebudayaan. Budaya Indonesia ialah semua tradisi yang tersebar di seluruh

wilayah NKRI.

1
Syarnubi Syarnubi, “Manajemen Konflik dalam Pendidikan Islam dan Problematikanya:
Studi Kasus di Fakultas Dakwah UIN-SUKA Yogyakarta,” Tadrib 2, no. 1 (2016): Hal 2,
doi:10.19109/tadrib.v2i1.1166.
2

Menurut Ki Hajar Dewantara, kebudayaan nasional merupakan “puncak

kebudayaan daerah”. Mengutip pernyataan tersebut mengisyaratkan bahwa

rasa persatuan semakin berkembang, sehingga kesepian semakin terasa dari

pada keberagaman, yang diwujudkan dalam satu kesatuan baik itu ekonomi

nasional, hukum dan bahasa nasional. Tradisi atau kebudayaan di Indonesia

terus mengalami perubahan dari zaman ke zaman, hal itu terjadi karena aspek

sosial yang ingin mencapai perubahan budaya yang cepat, yaitu dengan

masuknya budaya globalisasi ke dalam berbagai faktor kebudayaan di

Indonesia. Globalisasi merajalela di nusantara, merasuk ke dalam tradisi

nasional yang merupakan pembentukan budaya lokal di berbagai wilayah dari

Sabang sampai Merauke. 2

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa terdapat korelasi

antara tradisi dan budaya, karena tradisi merupakan bagian dari budaya yang

ada dalam kehidupan manusia, yang bersumber dari adat dan warisan nenek

moyangnya.

Ngidang adalah tradisi peniggalan leluhur. Kemas A.R. Panji, seorang

sejarawan dan budayawan Palembang mengatakan, ngidang merupakan

tradisi makanan khas Palembang yang muncul dan bertahan sejak zaman

Kesultanan Palembang Darussalam. Tujuan dari tradisi Ngidang ini adalah

untuk mempererat gotong royong dan silaturahmi dengan menghormati tamu.

Ngidang yang juga sering disebut Idangan merupakan tradisi leluhur yang

diwariskan Kesultanan Palembang Darussalam sejak masa Sultan Mahmud

2
Tobroni, Relasi Kemanusiaan dalam Keberagaman (Mengembangkan Etika Sosial Melalui
Pendidikan) (Bandung: Karya Putra Darwati, 2012), Hal 123.
3

Baddarudin, oleh karena itu tradisi leluhur ini memiliki banyak makna.

Sampai saat ini tradisi Ngidang masih dapat dijumpai di daerah Palembang

walaupun sangat jarang.3

Belakangan ini, media sosial telah terlibat dalam menyajikan dan

membahas kisah-kisah tentang kebobrokan moral bangsa yang semakin

menjauh dari norma agama, adat istiadat, dan sosial atau kearifan lokal. Tidak

bisa dipungkiri bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi atau yang

biasa kita sebut dengan “Era Digital 4.0” sebenarnya lebih memudahkan

manusia. Namun, era ini juga berdampak besar pada perubahan sikap dan

perilaku masyarakat. Ini termasuk kecenderungan orang untuk

memprioritaskan hal-hal materi dan hilangnya keterikatan manusia dengan

Tuhan. Karena masyarakat tidak sadar akan kepedulian terhadap modal

moral, diperlukan gerakan pendidikan yang meyakinkan untuk

mengembalikan kebiasaan masyarakat pada waktunya untuk menanamkan

nilai-nilai moral pada generasi muda.4

Masih banyak remaja, dalam hal ini mahasiswa, yang enggan

menjalankan kewajiban ibadahnya. Kasus ini menunjukkan bahwa moral atau

karakter religius pemuda melemah, sedangkan karakter religius merupakan

dasar pertama pencegahan kejahatan dan awal pembentukan karakter yang

baik. 5 Remaja merupakan ”a generation who will on day become our notional

3
Syarifuddin Syarifuddin, Supriyanto Supriyanto, Siti Rofiah, dan Maliha Yuhito,
“Eksistensi Ngidang Sebagai Tradisi Makan Khas Palembang Di Abad 21,” Sosial Budaya 19, no.
1 (2022): Hal 18, doi:http://dx.doi.org/10.24014/sb.v19i1.14418.
4
Syamsul Ma'arif, “Degradasi Moralitas dan Tantangan Pendidikan Indonesia,” Kompas,
2022, Hal 7.
5
Ariyanto Ariyanto, Mardeli Mardeli, dan Rohmadi Rohmadi, “Pengaruh Syarat Kecakapan
4

leader”, Masalah yang dialami kompleks dan menarik untuk dibicarakan.

Kenakalan remaja merupakan bahaya yang dapat mengancam masa depan

masyarakat dan bangsa.6

Berdasarkan temuan peneliti yang dilaksanakan pada tanggal 16

November 2022 di Silaturahmi Taklim Ar-Rahman Kecamatan Gandus

Palembang ditemukan bahwa ketergantungan perangkat, introversi,

ketidakpedulian terhadap orang lain dan tindakan pamungkas yang minim

menyebabkan penurunan sikap sosial masyarakat. rakyat . Jamaah di Jamaah

Taklim, Kecamatan Gandusi, Palembang. Berdasarkan wawancara singkat

dengan Majelis Taklim Desa Gandus Ust. kgs. Achmad Dairobi HS, S.Pd

mencatat, anggota Tarekat Taklim Ar-Rahman Kecamatan Gandus,

Palembang kurang memiliki rasa kasih sayang terhadap sesama atau kurang

bersosialisasi.

Kemunduran moral umat menjadi salah satu penghambat pelaksanaan

Majelis Taklim. Diantaranya adalah ego yang berlebihan dan/atau kecintaan

yang berlebihan terhadap kekayaan. Oleh karena itu, fungsi ini seringkali

ditunda hingga pelaksanaan Majelis Taklim. Misalnya pada setiap pertemuan

para anggota Majelis Taklim yang dipelopori oleh ibu rumah tangga lebih

mementingkan kepentingan individu daripada tugas pokok Majelis Taklim

dan Ta'dif. Hal ini merupakan indikasi adanya kemerosotan moral kaum

Umum (Sku) Pramuka Terhadap Karakter Religius Anggota Pramuka Uin Raden Fatah Palembang
Angkatan Tahun 2018 Dan 2019,” JPAI Raden Fatah 3, no. 4 (2021): Hal 328,
doi:doi.org/10.19109/pairf.v3i4.8790.
6
Baldi Anggara, “Pemenuhan Hak-Hak Pendidikan Keagamaan Islam Anak Binaan Di
Lembaga Pemasyarakatan Pakjo Palembang,” Tadrib 3, no. 1 (2017): Hal 165,
doi:0.19109/Tadrib.v3i1.1389.
5

musim yang menjadi tantangan bagi pelaksanaan Majelis Taklim saat ini.

Namun, hal tersebut tidak bisa menjadi kendala mengingat penyakit sosial ini

biasanya tidak menyerang masyarakat. Secara khusus, tentang keberadaan

majelis taklim sebagai sifat jahat manusia yang merasuk. Kerusakan akhlak

merupakan salah satu tugas dan tantangan Majelis Taklim untuk

memperbaikinya.7

Saat ini, pelajar dan anak muda sering bertengkar, penggunaan narkoba,

pertemanan tanpa batas, kekejaman dan penggunaan uang rakyat. Banyak

generasi milenial yang menunjukkan kebobrokan moral, seperti tata krama

(cara berbicara dan berpakaian), kenakalan remaja (seks bebas dan

penggunaan obat-obatan terlarang), jauh dari nilai-nilai agama. 8 Semua ini

menunjukkan hilangnya nilai-nilai agama negara dan jika tidak diurus, pada

akhirnya akan menyebabkan kehancuran negara, akibatnya agama akan

kehilangan karakter etis dan pendidikannya.9

Maka sifat teoretis sebenarnya sudah ada sejak diturunkannya Islam di

dunia maupun sejak diturunkannya Baginda Nabi Muhammad SAW.

Menyempurnakan ajaran yang bukan sekedar mengedepankan faktor aqidah,

ibadah dan mu'amalah, akan tetapi juga mengutamakan akhlakul karimah.

Dalam praktiknya, ajaran Islam dilaksanakan secara menyeluruh merupakan

7
Mukhtar Mas’ud, “Efektivitas Majelis Ta’lim dalam Pengembangan Pendidikan
Keagamaan,” Al-Ishlah: Jurnal Pendidikan Islam 19, no. 1 (2021): Hal 69,
doi:10.35905/alishlah.v19i1.1940.
8
AY Nasution dan M Jazuli, “Menangkal Degradasi Moral Di Era Digital Bagi Kalangan
Millenial,” Jurnal Pengabdian 03, no. 1 (2020): Hal 80.
9
Novan Ardy Wiyani, Pendidikan Karakter Berbasis Iman Dan Takwa (Yogyakarta: Teras,
2012), Hal 10.
6

bentuk dari karakter Islami, bahkan diperankan oleh model karakter Nabi

Muhammad. dengan sifat-Nya siddiq, amanah, tabligh dan fathonah. 10

Menyelamatkan umat Islam dari musibah adalah tujuan utama

berdirinya Majelis Taklim dimana tempat berkembangnya Majelis Taklim di

Indonesia. Awal berdirinya majelis taklim ini merupakan ghirah umat Islam

untuk menyebarluaskan dakwah Islamiyyah melalui masjid atau surau.

Sebagaimana fungsi Masjid bukan hanya sebatas sebagai tempat beribadah,

akan tetapi dapat digunakan sebagai tempat sosial kemasyarakatan dan

penggerak ekonomi umat. Hal ini didasarkan pada tujuan pendidikan nasional

dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,

dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan

berkontribusi. kepada suatu tatanan yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Dalam ilmu sosial penggambaran abstrak dapat disebut sebagai

konsep.11 Manusia sebagai makhluk sosial saling membutuhkan satu dengan

Sebagaimana yang termaktub dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 213:

‫َق‬ِ ‫ب ِبا ْلح‬ َ ‫ش ِرينَ َو ُم ْنذ ِِرينَ َوأ َ ْن َز َل َم َع ُه ُم ا ْل ِك ٰت‬


ِ ‫َّللاُ النَّ ِبيِۦنَ ُم َب‬
َّ ‫ث‬ َ ‫اس أ ُ َّم ًة ٰو ِح َدةً فَ َب َع‬
ُ َّ‫كَانَ الن‬
‫ف ِفي ِه ِإ َّّل الَّ ِذينَ أُوت ُو ُه ِم ۢن َب ْع ِد َما َجا ٓ َءتْ ُه ُم‬ َ َ‫اختَل‬
ْ ‫اختَلَفُوا ِفي ِه ۚ َو َما‬ ْ ‫اس ِفي َما‬ ِ َّ‫ِليَحْ كُ َم َب ْينَ الن‬
‫َّللاُ َي ْهدِى‬ َّ ‫َق ِب ِإذْ ِن ِهۦ ۗ َو‬ ِ ‫اختَلَفُوا ِفي ِه ِمنَ ا ْلح‬ َّ ‫ا ْل َب ِي ٰنتُ َب ْغ ۢ ًيا َب ْينَ ُه ْم ۖ فَ َهدَى‬
ْ ‫َّللاُ الَّ ِذينَ َءا َمنُوا ِل َما‬
ْ ‫شا ٓ ُء إِ ٰلى ِص ٰرطٍ ُّم‬
‫ست َ ِق ٍيم‬ َ َ‫َم ْن ي‬

10
Amira Aliyah, Akmal Hawi, dan Mardeli Mardeli, “Hubungan Antara Kompetensi
Kepribadian Guru Dengan Pendidikan Karakter Tanggung Jawab Siswa Kelas Ix Di Smp Islam
Az-Zahrah 2 Palembang,” JPAI Raden Fatah 1, no. 2 (2019): Hal 130,
doi:10.19109/pairf.v1i2.3231.
11
Nyayu Soraya, “Analisis Persepsi Mahasiswa Terhadap Kompetensi Dosen Dalam
Mengajar Pada Program Studi Pai Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Uin Raden Fatah
Palembang,” Tadrib 4, no. 1 (2018): Hal 199, doi:10.19109/Tadrib.v4i1.1957.
7

Artinya: "Manusia itu asalnya satu umat. Lalu Allah menurunkan para

Nabi guna menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Dan diturunkan-

Nya bersama mereka Kitab yang mengandung hikmah, untuk memberi

pengadilan di antara manusia tentang suatu perkara yang mereka

perdebatkan. setelah bukti-bukti yang nyata sampai kepada mereka, karena

kedengkian di antara mereka sendiri. Maka dengan kehendak-Nya, Allah

memberi petunjuk kepada mereka yang beriman tentang kebenaran yang

mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia

kehendaki ke jalan yang lurus." (QS. Al-Baqarah: 213)

Suatu tahap tradisi manusia yang masih sarat dengan nilai-nilai kearifan

lokal yang sudah ada sejak lama. Meskipun sudah tua, budaya tradisional

sebenarnya memiliki peran edukatif, terutama dalam kaitannya dengan

perkembangan sikap sosial anak yang sangat manusiawi terhadap

pembelajaran individu. Dikatakan demikian karena secara ilmiah budaya

tradisional dapat merangsang berbagai faktor perkembangan yaitu motorik,

kognitif, emosional, linguistik, sosial, spiritual, lingkungan dan nilai/akhlak. 12

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti dengan

tema “Pelaksanaan Ngidang dalam Membentuk Sikap Sosial Pada

Remaja Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan hasil pengamatan permasalahan penelitian yaitu :

1. Acuh terhadap sesama

12
Ni Nyoman Mariani, “Membangun Sikap Sosial Anak Melalui Permainan Tradisional,”
Pratama Widya 02, no. 2 (2017): Hal 74.
8

2. Kurangnya kegiatan sosial yang bersifat definitif

3. Remaja dominan/ ketergantungan terhadap gagdet

4. Para sepuh yang kurang memberikan ruang kepada jemaah untuk aktif

dalam kegiatan Ngidang di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus

Palembang

5. Remaja berskap introvert / menyendiri

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dijabarkan, diperoleh batasan

masalah yang akan diteliti yaitu :

1. Berfokus pada sikap sosialmelalui Tradisi Ngidang.

2. Objek penelitian yang akan dibahas hanya difokuskan pada remaja

Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang.

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pelaksanaan Ngidang dalam membentuk sikap sosial pada

remaja Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang?

2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Ngidang dalam

membentuk sikap sosial pada remaja Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus

Palembang?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian
9

a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Ngidang dalam

membentuk sikap sosial pada remaja Majelis Taklim Ar-Rahman

Gandus Palembang.

b. Untuk mengetahui apa saja faktor penghambat dan pendukung

pelaksanaan Ngidang dalam membentuk sikap sosial pada remaja

Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang?

2. Manfaat Penelitian

a. Peneliti, untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan.

b. Remaja, agar lebih tertarik mengikuti Majelis Taklim.

c. Ustadz, sebagai referensi untuk lebih kreatif ketika mengemban tugas

dakwah.

d. Semua orang, sebagai bahan kajian relevan dalam pelaksanaan

penelitian sebelumnya.

F. Tinjuan Kepustakaan

Tinjauan kepustakaan adalah ringkasan tentang penelitian terdahulu

yang membahas topik tertentu yang peneliti jadikan referensi. Diantaranya

sebagai berikut:

Pertama, jurnal Syukri Syamaun yang berjudul, “Pengaruh Budaya

Terhadap Sikap Dan Perilaku Keberagamaan”.13 Dijelaskan bahwa

pewarisan perilaku dan sikap spritual yang diturunkan oleh orang tua kepada

anaknya, dari ustadz kepada santrinya, dan dari masyarakat kepada individu

13
Syukri Syamaun, “Pengaruh Budaya Terhadap Sikap Dan Perilaku Keberagamaan,” Jurnal
At-Taujih Bimbingan Dan Konseling Islam 2, no. 2 (2019): Hal 81.
10

yang menghasilkan berbagai sikap dan perilaku yang positif sesuai dengan

ajaran agama yang dianutnya. Setiap personal sejak dini sudah mulai

melakukan hubungan psikologis terhadap lingkungan disekitarnya. Pada

dasarnya perbedaan antar individu diakibatkan oleh timbulnya perbedaan

kondisi lingkungan sekitar yang dihadapi oleh masing-masing individu.

Begitupun dengan budaya yang diakui menjadi aspek sentral dalam

membentuk sikap dan perilaku. Persamaan jurnal tersebut terletak di

pengaruh budaya dalam menumbuhkan sikap, sedangkan perbedaan nya ada

di sikap apa yang dihasilkan.

Kedua, jurnal oleh Rilmi Eptiana, Arfenti Amir, Akhiruddin,

Sriwahyuniyang berjudul “Pola Perilaku Sosial Masyarakat Dalam

Mempertahankan Budaya Lokal (Studi Kasus Pembuatan Rumah Di Desa

Minanga Kecamatan Bambang Kabupaten Mamasa)”.14 Dari hasil penelitian

dapat disimpulkan bahwa pola perilaku sosial terdiri dari mempertahankan

budaya pengelolaan setempat, yaitu gotong royong. Alasan budaya

membangun rumah setempat masih dilestarikan oleh penduduk desa Minanga

antara lain merupakan tradisi dari zaman nenek moyang mereka yang

diwariskan secara turun-temurun. Persamaanya ialah bahwa pola perilaku

sosial sebagai bentuk upaya mempertahankan budaya lokal, sedangkan

perbedaanya terletak di jenis budaya nya.

14
R Eptiana, A Amir, A Akhiruddin, dan S Sriwahyuni, “Pola Perilaku Sosial Masyarakat
Dalam Mempertahankan Budaya Lokal (Studi Kasus Pembuatan Rumah Di Desa Minanga
Kecamatan Bambang Kabupaten Mamasa),” Education, Language, and Culture (EDULEC) 1, no.
1 (2021): Hal 20.
11

Ketiga, Jurnal Syarifuddin, Supriyanto, Siti Rofiah, dan Malita Yuhito

yang berjudul “Eksistensi Ngidang Sebagai Tradisi Makan Khas Palembang

Di Abad 21”.15 Artikel ini ditulis untuk mengetahui keberadaan Ngidang di

kota Palembang. Tradisi Ngidang ini merupakan warisan budaya yang biasa

dilakukan saat acara kenduri dan sedekah. Materi yang disampaikan

berdasarkan observasi lapangan, wawancara dan kajian pustaka. Penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan metode sejarah dan sosiologis. Persamaan

penelitian ini yaitu pendekatannya menggunakan pendekatan kualitatif,

perbedaannya artikel ini lebih menitikberatkan pada keberadaan ngidang

sedangkan peneliti memfokuskan pada ngidang dalam pembentukan sikap

sosial..

G. Kerangka Teori

1. Ngidang

Tradisi Ngidang merupakan tradisi masyarakat Palembang untuk

menghidangkan pada pesta pernikahan bersama durian yang sudah

menjadi budaya masyarakat Palembang. Bentuk kapal ini persegi panjang

di ranjau dengan 8 orang. Angka 8 pada piring memiliki makna filosofis,

artinya 24 jam sehari dibagi menjadi 3 waktu yaitu. 8 jam untuk

beribadah, 8 jam untuk bekerja dan 8 jam untuk istirahat.16

Sebagai bentuk akulturasi, tradisi pertanian ini dipengaruhi oleh

budaya Arab dan Islam. Hingga masa Kesultanan Palembang, eksekusi

15
Syarifuddin, Supriyanto, Rofiah, dan Yuhito, op. cit.
16
Wawancara Sri Septiyani, Bety, Nurfitri Hadi dengan Bapak R.M Ali Hanafiah (Pemuka
Adat Palembang) 19 Desember 2020.
12

dilakukan secara terpisah baik untuk pria maupun wanita. Dahulu, semua

laki-laki melakukan ngidang terlebih dahulu kemudian bergantian dengan

perempuan. Sebagai makanan khas Palembang yang sudah ada sejak

zaman Kesultanan. Ngidang adalah sebutan untuk cara penyajian

makanan secara berkelompok hingga 8 orang. Pada dasarnya ngdang

adalah rangkaian makanan mulai dari memasak hingga makan. Proses

memiliki nama yang berhubungan dengan petugas yang melayani,

misalnya Panggung digunakan sebagai nama untuk juru masak atau juru

masak sedangkan tindakan memasak disebut sebagai manggung.

Kemudian Ngobeng sendiri adalah sebutan untuk petugas yang

menghidangkan atau menghidangkan makanan dari dapur di atas sprei.

Menurut sejarawan Palembang R. M. Ali Hanafiah dan Kemas Ari Panji,

Ngobeng adalah bagian dari Ngidang dan bukan nama lain dari Ngidang.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Ngidang

merupakan tradisi adat khas Palembang Darussalam yang dimaksudkan

untuk menghormati tamu, namun seiring berjalannya waktu

keberadaannya semakin berubah.

2. Sikap Sosial

Pola perilaku sosial adalah bentuk sikap yang terorganisasi yang

diulang-ulang dalam kehidupan sosial yang hidup. Misalnya, budaya lokal

Gotong Royong yang biasa dilakukan antar masyarakat di daerah tertentu.

Gotong royong adalah sikap melakukan pekerjaan yang sulit secara

bersama-sama sehingga pekerjaan yang semula sulit menjadi mudah dan


13

sederhana. Sikap gotong royong merupakan spirit yang

diimplementasikan dalam sikap atau perilaku antar individu yang

dilakukan secara sukarela untuk mewujudkan sesuatu secara bersama-

sama, untuk kepentingan bersama atau individu tertentu, yang

mencerminkan penghargaan terhadap semangat gotong royong.

Bergandengan tangan untuk memecahkan masalah bersama, menjalin

komunikasi dan persahabatan, menawarkan bantuan kepada mereka yang

membutuhkan. 17

Mengembangkan sikap sosial sangat penting karena beberapa

alasan mendasar yang mendorong pentingnya mengembangkan sikap

sosial emosional tersebut. Perilaku verbal mengacu pada bagaimana

seseorang berbuat atau melakukan sesuatu sesuai dengan hakikatnya yang

sebenarnya. Sosial berarti segala sesuatu tentang masyarakat atau

masyarakat. Meskipun istilah didefinisikan sebagai berikut:

Sikap sosial merupakan tindakan fisik dan psikologis individu

terhadap orang lain begitu pula sebaliknya, untuk memenuhi dirinya

sendiri maupun orang lain yang sesuai dengan kebutuhan sosial. 18

Chaplin mengungkapkan bahwa perilaku atau perilaku sebagai

sebuah pengalaman yang dialami oleh individu merangkup reaksi yang

diambil. 19 Padahal, sikap sosial merupakan sebuah term yang digunakan

guna mendeskripsikan gambaran umum dari perilaku individu dalam

17
Dwi Wulan Ariyani, RPP Kombinasi Ilmu Pengetahuan Sosial SMP/MTS Paket B, 2020,
Hal 20.
18
Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Erlangga, 2003), Hal 262.
19
GY Asih dan MMS Pratiwi, “Perilaku Prososial Ditinjau Dari Empati dan Kematangan
Sosial,” Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus 1, no. 1 (2010): Hal 34.
14

masyarakat. Pada dasarnya merupakan reaksi pada sesuatu yang

disepakati dapat diterima atau tidaknya oleh kelompok maupun individu.

Hurlock juga memaparkan bahwa perilaku sosial menggambarkan ability

untuk menjadi personal community.

Perilaku tercermin dalam keyakinan, sikap, perasaan, tindakan,

ingatan dan penghargaan terhadap orang lain. Perilaku dapat disebut

sebagai moralitas atau moralitas. Sedikit banyak, moralitas adalah

perilaku menurut norma atau nilai masyarakat, yang berasal dari hati dan

tanpa desakan dari luar, yang juga sejalan dengan sikap tanggungjawab

atas perilaku atau tindakan seseorang.20 Perilaku tidak berbeda jauh

maknanya dengan sikap, yang merupakan salah satu istilah yang berkaitan

dengan kognisi ilmiah dan perilaku dalam psikologi. Istilah sikap dalam

bahasa berarti sikap. Sikap adalah cara menanggapi dorongan atau

bisikana yang masuk.

Beberapa pakar sosiolog dan psikolog mendefinisikan sikap ini

sebagai kecondongan personality untuk menanggapi rangsangan dalam

lingkungan sosial dengan cara tertentu. Sikap adalah kecenderungan

untuk mendekati atau menghindari berbagai kondisi sosial, baik lembaga,

orang, situasi, ide, konsep, dan lain-lain, secara positif maupun negatif.

Gagne dan Leslie mengatakan bahwa sikap atau perilaku ialah keadaan

yang memengaruhi pilihan individu terhadap serangkaian objek, orang,

dan peristiwa.

20
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Hal 89.
15

Menurut Saefuddin Azwar, sikap ini merupakan sebuah aspek

kepribadian yang harus ada pada diri seseorang untuk mengarahkan

tindakan dan perilakunya terhadap sebuah objek yang memiliki emosi

baik itu negatif maupun positif. Kemudian sikap disfungsional para ahli

adalah semacam evaluasi atau reaksi emosional. Dan rumusan sikap ini

dipadukan sebagai afek positif dan afek negatif yang terkait dengan tujuan

psikologis.

Seseorang dikatakan kurang baik atau keluar jalur ketika tindakan

dan perilakunya tidak sesuai dan bertentangan dengan hukum yang telah

ditetapkan. Padahal, saat ini mudah sekali seseorang melanggar hukum

yang ada. Bagian dari pelanggaran hukum adalah bentuk moralitas dan

kerusakan moral. Maka dapat disimpulkan bahwa orientasi norma dapat

menentukan sikap itu baik ataupun menyimpang, pantas atau tidaknya,

harus dilakukan dengan standar yang telah ditetapkan, jadi jika hukum

dan value dilanggar dalam sikap sosial, sebenarnya nilai moral adalah

tidak baik.

3. Remaja

Masa remaja adalah masa perpindahan antara masa anak-anak

menuju masa dewasa, dapat ditandai dengan pertumbuhan baik itu

biologis maupun psikologis. Secara biologis dapat dilihat dengan

pertumbuhan seks primer dan sekunder atau hormon, sedangkan secara

psikologis dapat ditentukan dengan perasaan dan sikap, kemudian

kemauan dan emosi yang tidak terkontrol atau stabil.


16

WHO berpendapat bahwa usia muda berkisar antara 10-19 tahun,

adapun menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

25 Tahun 2014, usia muda adalah 10-18 tahun, sedangkan Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana ( BKKBN) mengemukanan

remaja berusia 10 -24 tahun dan belum berkeluarga. Masa remaja

merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

Pertumbuhan yang pesat pada masa ini ialah fisik maupun psikologis atau

mental. 21

Setiap usia memiliki karakter tersendiri yang membedakannya

dengan tahap pertumbuhan lainnya. Begitu pula dengan masa remaja,

yang menggambarkan perbedaan ciri masa anak-anak, masa dewasa dan

tua yang berbeda. Selain itu pula, setiap tahapan mempunyai keadaan dan

persyaratan yang khas. Oleh karena itu, kemampuan seseorang untuk

berperilaku dalam menghadapi situasi bervariasi dari tahap ke tahap. Hal

ini terlihat saat seseorang mengungkapkan perasaannya. 22

Misalnya, melepaskan stres dengan cara yang tepat, meluapkan

kekesalan dengan kata yang bijkasana serta jauh dari hal negatif,

menghadapi kondisi susah dan beresiko dengan kepala dingin,

menghadapi situasi sedih dengan benar, menghadapi situasi mengejutkan

dengan cara yang terkendali, menunjukkan simpati, kasih sayang dan

21
Alex Sobur, Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah (Bandung: Penerbit Pustaka Setia,
2003), Hal 134.
22
Sayyid Muhammad Az-Za’balawi, Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa (Jakarta: Gema
Insani, 2007), Hal 7.
17

cinta terhadap individu lain dan orang lain. 23 Pertumbuhan dapat ditandai

dengan perkembangan sosial, kreatif, fisik, kognitif, dan linguistik. Akan

tetapi respon pada perkembangan berubah diakibatkan oleh kematangan

anak, lingkungan, serta reaksi yang timbul disekitarnya.

4. Majelis Taklim

Dedeng Rosidin menguraikan dalam bukunya yang berjudul akar-

akar Pendidikan dalam Al-Qurán dan Hadis; Kajian semantik istilah-

istilah tarbiyah, taklim, tadris, tahdzib dan takdib, bahwa terminologi

taklim diambil dari kata ‘allama. Ahli lughowiyyah memberikan makna

pada kata ‘alima menjadi beberapa maksud. Dapat dilihat dalam

penggunaannya dikalangan bangsa Arab. Misalnya alimtu assyaia berarti

mengetahui atau mengenal, ‘alima bi’sysyai-i artinya mengetahui atau

merasa, dan ‘alima ar-rajulu artinya memberi kabar kepadanya.24

Kata taklim berarti pengajaran dan berarti at-Tahdzib. Az-Zubaidi

menyebutkan bahwa taklim berarti wahyu. Menurut al-Asfahan bahwa

kata alamtuhu dan allamtuhu pada mulanya memiliki arti yang sama, al-

I'lam hanya untuk pengumuman cepat. Taklim untuk pengumuman

dilakukan berulang-ulang dan seringkali sedemikian rupa sehingga

meninggalkan bekas pada muta'allim (murid). Dan ta'im terbangun untuk

memahami makna dalam pikiran. Berdasarkan uraian di atas, apa yang

dikatakan al-Asfahani cukup jelas dan dapat dipahami dengan

memberikan arti kata taklim.

23
Janice J Beaty, Observasi Anak Usia Dini (Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2013), Hal 91.
24
A.W Munawwir, Kamus Al-Munawwir; Arab Indonesia Terlengkap (Yogyakarta: PT.
Pustaka Progresif, 2002), Hal 965.
18

H. Hipotesis

Ha : Terbentuknya sikap sosial dalam pelaksanaan Ngidang pada remaja

Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang.

H0 : Tidak terbentuknya sikap sosial dalam pelaksanaan Ngidang pada

remaja Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang.

I. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.

Metode kualitatif ialah metode penelitian berupa data-data, baik dari

ucapan maupun pola perilaku dari suatu objek yang akan diteliti. 25

Pendekatan kualitatif dan metode deskriptif semacam ini, metode ini

menjelaskan masalah yang terjadi.

Peneliti dapat langsung mengamati (observasi),

mendokumentasikan dan mewawancarai beberapa tokoh agama, tokoh

adat dan tokoh masyarakat mengenai pengaruh Ngidang terhadap sikap

sosial pemuda di Tarekat Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang

sehingga data yang terkumpul dapat disajikan . secara rinci dan detail.

2. Jenis Data Penelitian

Dari jenis penelitian diatas, bahwa data kualitatif merupakan data

yangterdiri dari observasi, wawancara, dan dokumentasi yang kemudian

25
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2016), Hal 13.
19

diolah dandilakukan berdasarkan pengolahan dengan menggunakan

pendekatan deskriptif kualitatif .

3. Sumber Data

Sumber data merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan

dalam penentuan metode pengumpulan data disamping jenis data yang

telah dibuat di muka.26 Adapun data terbagi menjadi 2 bagian,yakni:

a. Data Primer

Yaitu data utama yang berasal dari lokasi tempat peneliti

melakukan penelitian pada Majelis Taklim di Kelurahan

Gandus.

c. Data Sekunder

Yaitu data kedua yang dapat diperolah dari jurnal,

skripsi, serta karya ilmiah lainnya.

4. Polulasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi

Ialah semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran,

baik kuantitatif maupun kualitatif, dari karakteristik tertentu

mengenai sekelompok objek yang lengkap dan jelas. 27 Seluruh

Jemaah Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang merupakan

populasi yang digunakan oleh peneliti berjumlah 54 orang.

d. Sampel

26
N Indrianto dan B Supomo, Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi & Manajemen
(Yogyakarta: BPFE, 2013), Hal 142.
27
Husaini Usman, Manajemen, Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara,
2006), Hal 181.
20

Sampel merupakan bagian dari informan yang diambil dari

keseluruhan obyek yang diteliti dan dapat dianggap mewakili

seluruh populasi. 28 Peneliti mengambil sampel pada remaja Majelis

Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang, yang terdiri dari 17 remaja

Ikhwan, dan 15 Remaja Akhwat.

5. Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu metode yang bertujuan guna

enggambarkan serta memaparkan keadaan yang ada. Cara yang dapat

digunakan oleh peniliti dalam mengumpulkan data ialah dengan

pengumpulan data.29

a. Observasi

Observasi ialah salah satu yang dilakukan untuk

memperoleh data dengan melihat, memerhatikan dan

mengumpulkan secara nyata. Hal yang perlu diamati dapat

dilihat maupun didengar oleh alat panca indera.30 Dalam

pengamatan di penelitian ini, maka peneliti dapat

mengumpulkan data lapangan secara langsung. Pengamatan

yang dilakukan ialah bagaimana sikap sosial remaja Majelis

Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang.

b. Wawancara

28
Soekidjo Notoatmodjo, Metodologi Penelitian Kesehatan (Jakarta: Rineka Cipta, 2005),
Hal 79.
29
Abdurrahman, Maman dan Muhidin, Sambas Ali, Panduan Praktis Memahami Penelitian
(Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), Hal 84.
30
Fadilah, Insturmen Non Tesis Bimbingan dan Konseling (Curup: LP2STAIN, 2003), Hal
15.
21

Sugishirono mengatakan bahwa wawancara merupakan

berkumpulnya dua orang atau lebih untuk mendapatkan

penjelasan atau gagasan melalui tanya jawab. 31 Penelitian ini

ialah mewawancarai ketua Majelis Taklim Ar-Rahman

Gandus, ustadz ustadzah, dan remaja di Majelis Taklim Ar-

Rahman Gandus untuk mendapatkan suatu informasi tentang

pengaruh Ngidang terhadap sikap sosial pada remajaMajelis

Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang serta apa saja yang

mmenjadi faktor pendukung dan pendorong Ngidang dalam

mempengaruhi remaja Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus

Palembang.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan sebuah teknik yang memiliki

isi dari fakta-fakta penelitian, dapat berguna menjadi bukti dan

dapat pula menjadi hasil penelitian yang kuat serta diakui

keberadaannya dengan dokumentasi baik itu audio maupun

visual.

6. Teknik Analisis Data

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan salah satu proses bentuk pengolahan

data yang dibantu oleh beberapa alat yang memudahkan peneliti

untuk mencapai tujuan, sebelum akhirnya digunakan sebagai laporan

31
Ahmad Beni dan Afifuddin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Pustaka, 2019),
Hal 130.
22

dalam data penelitian. 32

Pada penelitian ini data yang diambil ialah apa saja bentuk dari

sikap sosial, bagaimana pengaruh Ngidang terhadap sikap sosial pada

remaja Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang, dan apa saja

yang menjadi faktor penghambat dan pendukung Ngidang dalam

mempengaruhi sikap sosial remaja Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus

Palembang.

b. Display Data

Display adata yaitu kegiatan menguraikan atau menjabarkan data

melalui bentuk kata-kata untuk menadapatkan data yang sesuai fakta.

Pada penelitian ini, data yang saya dapatkan sumbernya dari observasi,

tanya jawab serta dokumentasi.

c. Verifikasi (Penarikan Kesimpulan)

Dalam penelitian data enggunakan data kualitatif, tahapanterakhir

ialah mengambil kesimpulan, saat menyimpulkan data yang bersumber

dari hasil analisis data yang sudah diperoleh.

J. Sistematika Penelitian

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini terdapat latar belakang, identifikasi, batasann

jugarumusan masalah, tujuandan kegunaan penelitian,

tinjauan kepustakaan, kerangka-teori, variable, definisi

32
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif (Bandung: Alfabeta, 2015), Hal 105.
23

operasional, hipotesis, metode penelitian dan sistematika

penelitian.

BAB II LANDASAN TEORI

Pada bagian berikut menjelaskan teori Ngidang, sikap sosial,

remaja dan Majelis Taklim.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bagian ini akan diuraikan terkait jenis penelitian,

pendekatan, jenis sumber data penelitian, teknik pengumpulan

data, dan teknik analisi data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil dari penelitian

yakni pengaruh Ngidang terhadap sikap sosial pada remaja

Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang.

BAB V PENUTUP

Pada bagian ini akan menjelaskan mengenai kesimpulan dan

saran.
24

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Ngidang

1. Pengertian Ngidang

Ngidang atau yang biasa disebut dengan idangan, merupakan tata

cara penyajian makanan pada saat acara kenduri, syukuran, dan upacara

adat khas Palembang Darussalam. Secara bahasa, ngidang berasal dari

kata hidang / menghidangkan, dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti

menyuguhkan, menyediakan, mempertontonkan, menyajikan dan

memperagakan. 33 Ngidang biasanya dilakukan oleh 8 Orang dalam satu

lingkaran dengan cara duduk lesehan.

Tujuannya ialah untuk menyambung tali silahturrahim, gotong

royong, dan sekaligus memuliakan tamu. Dalam tradisi Arab, seluruh

idangan digabung menjadi satu ke dalam sebuah nampan, berbeda dalam

pelaksanaan ngidang Kesultanan Darussalam Palembang semua lauk

pauk terpisah. Beberapa daerah yang masih menjalankan budaya ini

antara lain ialah 26 ilir, 36 ilir,13 ulu,dan 2 Ulu Pelembang.

2. Sejarah Ngidang

Nusantara memiliki berbagai keanekaragaman budaya yang

senantiasa dilestarikan dan dijaga secara turun-temurun. Tiap daerahnya

mempunyai keberagaman yang menjadi gambaran akan kayanya

kebudayaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Indonesia


33
Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa,
2008), Hal 539.
25

mengembangkan kebudayaan secara nasional yang sekaligus menjadi

acuan serta pedoman pembangunan NKRI. Pengembangan berarti

memanfaatkan, menyebarluaskan, mendayagunkan, memelihara,

menghadapkan, memperkaya, dan meningkatakan sumber daya. 34

Tradisi makan idangan khas Palembang telah dilaksanakan sejak

masa kesultanan Mahmud Badaruddin. Ngidang merupakan perpaduan

antara budaya Arab dan Cina yang dapat diketahui dengan adanya

kampung Arab dan kampung Kapitan. Ngidang dilakukan oleh orang

yang bermaksimalkan 8 (Delapan) orang yang semuanya duduk bersila

diatas kain yang disebut dengan sepra.

Kain tersebut terdiri dari nasi yang dibersamai dengan lauk pauk

serta air minum yang ditata secara melingkar. Pada masa kesultanan

Palembang Darussalam pelaksanaan Ngidang masih mengedepankan

nilai-nilai Islam. Seperti halnya dahulu kaum laki-laki didahulukan dalam

melaksanakan Ngidang, dan setelahnya baru disusul dengan kaum

wanita, namun seiring berjalan zaman nilai tersebut perlahan

ditinggalkan.

3. Tata Cara Ngidang

Ngidang mempunyai cara yang unik dan khas dalam penyajian

makanannya, ditambah lagi dengan karakter dari budaya Arab dan nilai-

nilai Islam yang terkadung menambahkan keunikan tersendiri dalam

pelaksanaannya. Berikut merupakan tata cara pelaksanaan ngidang: 35

34
Syarifuddin, Supriyanto, Rofiah, dan Yuhito, op. cit., Hal 30.
35
Ibid., Hal 34.
26

Pertama, para petugas yang biasa disebut dengan pengobeng akan

menyiapkan dan membentangkan kain sepra sebagai alas selama

pelaksanaan ngidang. Kain yang digunakan harus memiliki corak-corak

tertentu dan beragam agar kotoran di kain yang terkena percikan tidak

terlihat mencolok.

Kedua, pengobeng membawa nasi menggunakan wadah dulang

yang bahan pembuatannya berasal dari kayu tembesu, namun dapat juga

digunakan nampan plastik berbentuk lingkaran dengan corak polos atau

berwarna. Pada masa kesultanan Palembang Darussalam dulang memiliki

motif tertentu yang mendapat pengaruh dari budaya cina dikarenakan

pengarajin dulang pada masa itu merupakan dari etnis Tionghoa.

Ketiga, nasi yang dibawa oleh pengobeng diletakkan di atas sepra

dengan posisi ditengah, kemudian barulah disekitaran nasi ditaruh lauk

pauk yang melimgkari nasi, dan yang terakhir ialah air cuci tangan atau

biasa disebut dengan banyu kobokan. Urutan pertama yang memulai

makan ialah para alim ulama / kiyai, orang sepuh, kemudian disusul oleh

tokoh adat / masyarakat.

4. Perubahan Tradisi Ngidang

Terdapat beberapa perubahan dalam pelaksanaan Ngidang

dikarenakan faktor globalisasi dan modernisasi adat, selain itu

masyarakat lebih mengutamakan cara penyajian yang dianggap lebih


27

praktis sehingga biaya yang dikeluarkan dapat diminimalisir. Diantara

perubahan tersebut ialah:36

Tabel 3.1
Perubahan Tradisi Ngidang

NO SEBELUM SESUDAH
Pe-Ngobeng dilakukan secara Pe-Ngobeng dilakukan oleh tuan
1
gotong royong. rumah.
Pe-Ngobeng memakai baju
adat khas Melayu, dilakukan
Pe-Ngobeng laki-laki dan
2 oleh kaum laki-laki dan lebih
perempuan.
teratur, serta mengedepankan
adab dalam ngidang.
Dalam satu idangan diisi oleh Dalam satu idangan diisi oleh 4
3
8 (Delapan) Orang. (Empat) Orang.
Dulang yang digunakan Dulang yang digunakan
4 menggunakan bahan dasar menggunakan bahan dasar kayu
kayu tembesu. biasa.
Makanan penutup / pencuci Makanan penutup / pencuci
5 mulut menggunakan buah mulut menggunakan buah
nanas. pisang dan semangka.
Teko yang digunakan Teko yang digunakan teko biasa
6
bermotif khas tiongkok. / tidak bermotif.

5. Dalil Terkait Pelaksanaan Ngidang

Dalam Al-Qur’an Allah ta’ala menjelaskan perihal menghidangkan

makanan, sebagaimana yang termaktub dalam firman-Nya:

36
S Septiani, B Bety, dan N Hadi, “TRADISI NGIDANG (KAJIAN PERUBAHAN DAN
PERGESERAN TRADISI NGIDANG DI MASYARAKAT KELURAHAN 30 ILIR
PALEMBANG),” Tanjak: Jurnal Sejarah dan Peradaban Islam 1, no. 2 (2021): Hal 4.
28

َ ُ‫ِى أَنتُم ِب ِۦه ُم ْؤ ِمن‬ ۟ ُ‫وا ِم َّما َر َزقَ ُك ُم ٱ ََّّللُ َح ٰلَ ًًل َط ِي ًبا ۚ َوٱتَّق‬
۟ ُ‫َو ُكل‬
‫ون‬ ٓ ‫َّلل ٱلَّذ‬
َ َّ ‫وا ٱ‬
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah

telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu

beriman kepada-Nya.”. (QS. Al-Maidah: 88)

Ayat daiatas merupakan perintah agar senantiasan memakan

makanan yang halal lagi baik menurut Al-Quran dan As-Sunnah. Dalam

pelaksanaan Ngidang itu sendiri makanan yang dihidangkan ialah

makanan yang halal serta mengandung kental akan nilai adat atau

filosofis. Tradisi makan bersama dengan banyak orang dalam satu

idangan besar ini sesungguhnya pernah diterapkan pada masa Rasulullah.

Dalam sebuah hadits yang berasal dari sahabat Wahsyi bin Harb dan

diriwayatkan oleh Abu Dawud disebutkan:

‫علَ ْي ِه‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ِ‫سول هللا‬ ُ ‫ب َر‬
ِ ‫ص َحا‬ ْ َ ‫ع ْنهُ أَ ْن أ‬َ ُ‫ب َر ِض َي هللا‬ ِ ‫ِي ْبنُ َح ْر‬ ُّ ‫ع َْن َحش‬
‫ فَلَعَلَّ ُك ْم تَ ْفتَ ِرقُ ْو َن‬:َ‫شبَ ُع ؟ قَال‬ ْ َ‫س ْو َل هللاِ إِنَّا نَأْ ُك ُل َو َّل ن‬
ُ ‫ يَا َر‬:‫سلَّ َم قَالُوا‬ َ ‫َو‬
‫س َم هللاِ يُبَ ِار ْك لَ ُك ْم فِ ْي ِه‬ ْ ‫ام ُك ْم َو‬
ْ ‫اذك ُُر ْوا ا‬ ِ ‫علَى َط َع‬ َ ‫ نَ َع ْم قَا َل فَاجْ تَ ِمعُ ْوا‬:‫قَالُوا‬
‫رواه أبو داود‬
“Bahwa para sahabat bertanya kepada Baganda Rasul shallallahu

'alaihi wasallam, "Mengapa kita makan tetapi tidak kenyang?"

Rasulullah balik bertanya, "Apakah kalian makan sendiri-sendiri?"

Mereka menjawab, "Ya". Rasulullah pun menjawab, "Makanlah kalian

bersama-sama dan bacalah basmalah, maka Allah akan

menganugerahkan barokah kepada kalian semua." (HR. Abu Dawud).


29

B. Sikap Sosial

1. Konsep Sikap Sosial

Sikap sosial merupakan kesadaran tiap personal dalam menentukan

sikap nyata terhadap objek sosial yang diterapkan secara berkala. Sikap

sosial juga berkaitan dengan pengkarakteran akhlakul karima sehingga

munculnya sikap untuk menyaring segala sesuatu dengan baik atau

buruk.37

Tindakan seseorang dalam menyikapi sesuatu merupakan bagian

dari sikap sosial. Kehidupan sosial tiap individu selalu

berkesinambungan terhadap sikap, karena dengan inetraksi sosial akan

memerlihatkan sikap dari orang tersebut. Perkembangan sikap sosial

seseorang dalam suatu kelompok dilakukan secara berulang dan

dinyatakan dengan cara yang sama.38

Ahmadi berpendapat bahwa sikap sosial merupakan perbuatan real

dan berkesinambungan terhadap objek sosial yang dilakukan berdasarkan

kesadaran individu, sikap sosial juga bukan hanya dinyatakan oleh

personal saja, akan tetapi diperhatikan oleh masyarakat disekitarnya. 39

Sebuah tindakan sebagai reaksi terhadap suatu dorongan yang

diiringi oleh prinsip perasaan seseorang termasuk kategori sikap sosial.

37
Holifatul Hasanah, I Gede Nurjaya, dan I Made Astika, “Pengintegrasian Sikap Spiritual
dan Sikap Sosial dalam Pembelajaran Teks Ulasan Film/Drama dalam Pembelajaran Teks Ulasan
Film/Drama di Kelas XI MIPA SMA Negeri 3 Singaraja,” Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Undiksha 7, no. 2 (2017): Hal 3.
38
Shintia Kandita Tiara dan Eka Yuliana Sari, “ANALISIS TEKNIK PENILAIAN SIKAP
SOSIAL SISWA DALAM PENERAPAN KURIKULUM 2013 DI SDN 1 WATULIMO,”
EduHumaniora: Jurnal Pendidikan Dasar 11, no. 1 (2019): Hal 24.
39
Abu Ahmadi, Psikologi Sosial (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), Hal 100.
30

Sikap sosial selalu dibimbing pada sesuatu misalnya sikap guru terhadap

murid, dosen terhadap mahasiswa dan seterusnya. 40

Dalam Islam, sikap sosial adalah salah satu aspek kehidupan

bermasyarakat. Dalam batin manusia berasal dari bermacam ilham, di

antaranya memiliki dorongan perilaku berbuat baik dan jahat. Da yang

disebur dengan firah, ialah dorongan baik manusia sebagai makhluk

sosial. Adapun naluri jahat merupakan dorongan yang tidak diimbangi

dengan fitrah serta agama akan menjadi naluri yang bersifat mudhorat.

Dalam Al-Qur’an telah diuraikan tentang manusia sebagai makhluk

bersosialisasi dan tujuan dari penciptaan ilham tersebut, sebagaimana

firman Allah SWT:

ۚ ‫شتَ ُه ْم ِفى ٱ ْل َح َي ٰو ِة ٱل ُّد ْن َيا‬


َ ‫س ْمنَا َب ْينَ ُهم َّم ِعي‬َ َ‫ون َرحْ َمتَ َر ِبكَ ۚ َنحْ نُ ق‬ َ ‫س ُم‬ ِ ‫أَ ُه ْم َي ْق‬
ُ‫س ْخ ِريًّا ۗ َو َرحْ َمت‬ ُ ‫ض ُهم بَ ْعضًا‬ ُ ‫ت ِليَتَّ ِخذَ بَ ْع‬ٍ ‫ض د ََر ٰ َج‬
ٍ ‫ض ُه ْم فَ ْوقَ بَ ْع‬َ ‫َو َرفَ ْعنَا بَ ْع‬
‫ون‬َ ُ‫َر ِبكَ َخي ٌْر ِم َّما يَجْ َمع‬
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami

telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan

dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian

yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat

mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik

dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS Az-Zukhruf: 32)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwasanya sikap

sosial ialah segala bentuk interaksi antar sesama dalam kehidupan sehari-

hari, yang dilakukan atas dasar kesadaran individu serta tindakan

40
Bambang Samsul Arifin, Psikologi Sosial (Bandung: Pustaka Setia, 2015), Hal 125.
31

seseorang dalam menyikapi sesuatu antar individu, tidak hanya

dinyatakan oleh seseorang saja akan tetapi diperhatikan oleh orang-orang

disekitarnya. Fitrahnya sikap sosial bersifat baik sehingga membentuk

karakter mahmudah, sebaliknya sikap sosial apabalia tidak dilandasi oleh

iman maka akan membawa mudhorat bagi sekitar.

Terkait dengan kepekaan terhadap sesama manusia, terutamanya

bagi seorang musim dijelaskan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW

dalam sabdanya:

: ‫سلَّ َم قَا َل‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬


َ ُ‫صلَّى هللا‬َ ِ ‫ ع َِن النَّبِي‬،ُ‫ع ْنه‬ َ ُ‫ع َْن أَبِي هُ َري َْرةَ َر ِضي هللا‬
ِ ‫ع ْنهُ ك ُْر َبةً ِم ْن ك َُر‬
‫ب‬ َ ُ‫س هللا‬ ِ ‫س ع َْن ُم ْؤ ِم ٍن ك ُْربَةً ِم ْن ك َُر‬
َ َّ‫ب ال ُّد ْن َيا نَف‬ َ َّ‫َم ْن نَف‬
ِ ‫علَ ْي ِه فِي ال ُّد ْنيَا َو‬
،‫اآلخ َر ِة‬ َ ُ‫س َر هللا‬ َّ َ‫علَى ُم ْعس ٍِر ي‬ َ ‫س َر‬ َّ َ‫ َو َم ْن ي‬،‫يَ ْو ِم ا ْل ِقيَا َم ِة‬
‫اآلخ َر ِة َوهللاُ فِي ع َْو ِن ا ْلعَ ْب ِد َما‬
ِ ‫ستَ َرهُ هللاُ فِي ال ُّد ْنيَا َو‬ َ ً ‫س ِلما‬ ْ ‫ستَ َر ُم‬
َ ‫َو َم ْن‬
[‫ [متفق عليه‬.‫كا َ َن ا ْلعَ ْب ُد فِي ع َْو ِن أَ ِخ ْي ِه‬
“Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, dari Rasulullah shallallahu

'alaihi wa sallam bersabda: Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang

mu’min dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan

memudahkan kesulitan-kesulitannya di Hari kiamat. Dan siapa yang

memudahkan orang yang sedang kesulitann niscaya akan Allah

mudahkan baginya di dunia dan akhirat dan siapa yang menutupi (aib)

seorang muslim Allah akan tutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah

selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya menolong saudaranya.

(Muttafaq Alaih).

Makna yang terkandung pada hadits diatas ialah barangiapa yang

menolong seseorang dalam menyelesaikan permasalahan yang sedang

dihadapinya, maka pada hari kiamat akan Allah tolong hamba tersebut
32

dari huru hara yaumul akhir. Sesungguhnya balasan dari Allah ta’ala

sesuai dengan kadar amal ibadahnya, hablumminannas merupakan

sebuah metode guna mendapatkan rahmat dari Rabb semesta alam.

2. Indikator Sikap Sosial

Indikator sikap sosial dapat kita lihat seperti yang tertuang pada KI

2 pada Kurikulum 2013: 41

No Sikap Sosial Indikator


a) Membuat tugas / laporan apa
adanya;
b) Mengakui kekurangan dan
1 Jujur
kesalahan yang dilakukan;
c) Mengungkapkan isi hati apa
adanya.
a) Melaksanan tugas yang diberikan
penuh amanah;
b) Melaksanakan tugas berdasarkan
2 Tanggung Jawab
inisiatif sendiri;
c) Tidak lari dari kesalahan yang
diperbuat.
a) Berikap aktif saat melakukan
kegiatan berkelompok;
b) Lebih mengedepankan tujuan
3 Gotong Royong
kelompok;
c) Saling bahu membahu satu sama
lain.
a) Selalu tepat waktu;
4 Disiplin
b) Taat pada aturan yang ada;

41
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum 2013, 2013.
33

c) Teguh pada prinsip.


a) Memaafkan kesalahan orang lain;
b) Menerima pendapat yang baru;
5 Toleransi
c) Tidak memaksakan kehendak
pribadi kepada orang lain.
a) Tidak mudah menyerah;
b) Tidak canggung dalam bertindak;
6 Percaya Diri
c) Dapat membuat keputusan dengan
cepat.
a) Bersikap 3 S (Salam, Senyun,
Sapa);
7 Sopan Santun b) Menghormati orang yang lebih
sepuh;
c) Berkata yang lemah lembut.
34

C. Remaja

1. Konsep Remaja

Masa remaja atau bisa disebut‘’Adolescence’’ asal katanya dari

bahasa latin ‘’Adolescere’’ yang memiliki makna ‘’tumbuh’’ menjadi

“dewasa’’. Bila dimaai ke dalam cakupan yang global akan maka

ternasuk di dalamnya kematangan spiritual, emosional, fisikm dan

sosial. 42 Menurut Hurlock masa remaja dapat diterjemahkan menjadi

suatu era perpindahan dimana seseorang mengalami perubahan secara

biologis maupun non-biologis.

Masa remaja adalah salah satu periode perkembangan yang disebut

sebagai “Daur As-Syabab”. Setelah melewati “Daur As-Shaba” (masa

bayi) dan “Daur At-Thufulah” (masa anak-anak). Dalam kajian Islam

periode remaja diistilahkan dengan “As-Syabab”. Bentuk jamaknya

adalah “As-Syubban” dan “Al-Fityah”. Kata “Al-Fityah” ditemukan

dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 10.43 Sebagaimana firman-Nya:

‫ْف فَقَالُو ۟ا َربَّنَا ٓ َءاتِنَا ِمن لَّ ُدنكَ َرحْ َمةً َو َه ِي ْئ لَنَا ِم ْن‬
ِ ‫إِ ْذ أَ َوى ٱ ْل ِفتْيَةُ إِلَى ٱ ْل َكه‬
‫شدًا‬ َ ‫أَ ْم ِرنَا َر‬
“(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke

dalam gua, lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat

kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang

lurus dalam urusan kami (ini)". (QS. Al-Kahfi: 10)

42
Elizabeth Bergner Hurlock, Personality Development (New York: McGraw-Hill
Education, 1976), Hal 206.
43
HM Zainuddin, “Islam Dan Masalah Remaja,” Gema Media Informasi dan Kebijkan
Kampus (Malang, November 2013), para. 1.
35

Remaja merupakan persimpangan masa antara kehidupan anak-

anak dan dewasa. Masa remaja juga dikenal periode ego edintity atau

yang biasa disebut dengan pencarian jati diri. 44 Setiap individu pasti

melewati masa remaja, untuk itu pengkajian ulang perkembangan masa

remaja penting untuk dilakukan. Seluruh potensi baik yang besifat

eksternal maupun internal harus mampu dikembangkan pada masa

remaja, sehingga akan mampu melewati periode remaja tanpa depresi,

stres dan penuh keraguan.

Monks memberi batas remaja mulai dari usia 12 sampai 21 tahun,

ialah sampai selesainya pertumbuhan secara fisik. Pada masa ini

pertumbuhan fisik seseorang telah menuju tahap maksimal, dan pada

masa ini pula kemampuan reproduksi semakin meningkat. Kesuburan ini

mengakibatkan remaja mempunyai hasrat terhadap lawan jenis. Pada

masa ini juga berlangsungnya perkembangan psikologis yang dapat

ditandai dengan kekuatan mental yang semakin meningkat, kemampuan

memahami, mengingat, dan kemampuan dalam mengambil setiap

keputusan dengan bijaksana. Maka dalam kemampuan tersebut remaja

memiliki attention terhadap lingkungan sekitarnya.

2. Fase Remaja

Ilmu Psikologi membagi perkembangan manusia kepada beberapa

fase atau periode. Fase pertama masa remaja diawali umur 13-16 tahun

atau maksimalnya 17 tahun, sedangkan akhir dari masa remaja dimulai

44
Hendrianti Agustiani, Psikologi Perkembangan (Bandung: Refika Aditama, 2009), Hal 24.
36

sejak usia 16 atau 17 tahun sampai dengan 18 tahun, ialah merupakan

usia produktif sesuai norma yang berlaku. Maka akhir dari masa remaja

merupakan periode yang berlangsung singkat.45 Sedangkan menurut

Santrock Awal fase remaja sejak usia 10 sampai 12 tahun, dan

berakhirnya sejak umur 21 sampai dengan 22 tahun.46

Periode sesudahnya disebut dengan “Daur Ar-Rajuliyyah” dan

“Daur As-Syaikhukhah”. Dalam pandangan syara’, remaja merupakan

“mukallaf” atau telah menduduki masa baligh, ialah seseorang yang

dibebankan kepadanya kewajiban dan mendapatkan dosa maupun pahala,

cirinya pada wanita ialah menstruasi, sedangkan laki-laki mengalami

yang disebut dengan mimpi basah.

Masa remaja dikatakan juga sebagai suatu keadaan pancaroba

dimana mayoritas perilaku seksual ataupun kriminal dilakukan oleh

remaja yang disebut sebagai kenakalan remaja. Masa ini remaja

melakukan berbagai macam pelanggaran konstitusi yang berlaku dengan

motivasi bervariasi sebagai contoh ingin mendapatkan perhatian lebih,

kemudian ingin menunjukkan keeksistensian dirinya di tengah

masyarakat.

Para ahli psikologi sepakat berpendapat bahwa fase remaja dibagi

menjadi 3 fase,47 yaitu:

a. Fase awal (Usia 12-15 tahun).

45
Hurlock, op. cit., 2003, Hal 206.
46
John W. Santrock, “Adolescence: Perkembangan Remaja,” in VI (Jakarta: Erlangga, 2002),
Hal 23.
47
Syamsu Yusuf, Perkembangan Peserta Didik (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), Hal
12.
37

Pada fase ini remaja perubahan fisik yang cepat, sehingga

memungkinkan terjadinya ketidakstabilan dalam mengendalikan

emosi. Keadaan yang demikian dapat menjadikan jiwa spritual

tidak menetap. Sebagai contoh pemahaman remaja terkait

konsep sabar, pada waktu tertentu remaja dapat menggunakan

sikap sabar dalam menyelesaikan suatu permasalaha, akan tetapi

disisi yang lain kesabaran bisa melemah sehingga dikuasi oleh

emosi yang tidak stabil. Klimaksnya remaja semakin yakin

dengan arti sabar yang di fahaminya dan di saat tertentu mereka

bimbang dengan kesabaran tersebut.48 Jadi dapat disimpulkan

bahwa konsep spritual pada masa remaja masih dinamis dan

tidak tetap.

b. Fase Madya (Usia 15-18 tahun).

Periode remaja mengagumi sesuatu, pada saat remaja

melihat seorang individu maka ia melihat orang tersebut sesuai

dengan penilaiannya. Mereka terus mengikuti dan

mencontohkan setiap perilaku yang dikaguminya tersebut. Masa

ini juga remaja mengetahui tentang urgensinya siapa temannya

ketika ia sedang mendapatkan berbagai macam gejolak yang

menerpa dirinya. Akan tetapi dibandikan bercerita dengan kedua

orang tuanya, remaja lebih memilih dengan teman sebayanya.

48
Ramayulis Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Hal 68.
38

Pada momen tertentu remaja membutuhkan Tuhan untuk

mengadukan berbagai macam perasaannya dan mengidolakan

Rasul SAW dengan keutamaan-keutamaan yang dilebihkan

Allah atas makhluk lain-Nya. Tidak dapat dipungkiri ada

beberapa remaja yang sebatas mengidolakan Rasululah saja, tapi

tidak ikut meneladani sosok suri tauladan beliau dengan dalih

masa Rasul berbeda dengan zaman yang dialami remaja pada

saat ini. 49

c. Fase Remaja Akhir Usia (18-21 Tahun).

Masa ini dikatakan bahwa remaja dari sisi perkembangan

fisik dan psikisnya telah mencapai tahap sempurna. Organ yang

ada dalam tubuh perlahan berfungsi sebagaimana mestinya, baik

itu psikis maupun psikologis. Dalam syariat dapat dikatakan

telah menduduki tingkat berakal atau akhir baligh, maka pada

saat ini pula perkembangan spritua remaja lebih meningkat

dibanding saat masa anak-anak.

D. Majelis Taklim

1. Pengertian Majelis Taklim

Dalam kamus “Al-Munjid” yang dikarang oleh Luis Ma’luf bahwa

asal kata Majelis dari bahasa Arab “Majlisun” artinya tempat duduk.

Berasal dari kata “Jalasa”, “Yajlisu”, “Majlisun”. Jadi kata “Majlisun”

49
Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016), Hal 67.
39

merupakan ism makan atau kata keterangan yang menunjukan tempat,

dari kata “Jalasa” yang memiliki makna tempat duduk dimana

didalamnya bertemu satu sama lain antar individu. Dalam pandangan

syara’ menyebutkan bahwa majelis merupakan tempat berkumpul

seseorang sehingga membentuk suatu kelompok yang di dalamnya

melaksanakan berbagai macam aktifitas dan kegiatan. Tempat tersebut

dapat berupa masjid, rumah, maupun tempat yang dikhususkan guna

menyelenggarakan suatu kegiatan sehingga disebut dengan istilah majelis

taklim. 50

Dikatakan bahwa Majelis Taklim merupakan suatu perkumpulan

kaum muslimin dan muslimat yang khusus mengadakan tarbiyah atau

pengajaran mengenai ajaran Islam, tujuannya guna memberikan

pembinaan secara mendalam terkait implementasi ajaran agama secara

“kaaffaaah”, demikian Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an:

ۚ ‫ش ْي ٰ َط ِن‬ ِ ‫ط ٰ َو‬
َّ ‫ت ٱل‬ ۟ ُ‫لس ْل ِم َكآفَّةً َو َّل تَت َّ ِبع‬
ُ ‫وا ُخ‬ ۟ ُ‫وا ٱ ْد ُخل‬
ِ ‫وا فِى ٱ‬ ۟ ُ‫ِين َءا َمن‬ َ ‫ٰيَٓأَيُّ َها ٱلَّذ‬
‫عد ٌُّو ُّمبِي ٌن‬َ ‫إِنَّ ۥهُ لَ ُك ْم‬
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam

keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.

Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah:

208).

Ayat diatas secara jelas menegaskan bahwa setiap kaum muslimin

wal muslimat, wajib mengamalkan ajaran agama Islam secara

50
Majelis Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam (Ed), Ensiklopedia Islam (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1994), Hal 121.
40

keseluruhan, maka dari itu salah satu makna atau inti dari Majelis Taklim

ialah untuk memberikan pemahaman agama secara menyeluruh

sebagaimana Rasulullah mengajarkan syari’at kepada para sahabat

dengan cara bermajelis.

2. Fungsi Utama Majelis Taklim

Adapun fungsi sentral dari dibentuknya majelis taklim ialah guna

menyebarluaskan ajaran Islam serta menyelamatkan kaum muslimin dari

ketersimpangan maupun keterpurukan sosial. Berikut merupakan fungsi

utama dan tujuan majelis taklim: 51

a. Sebagai sarana belajar mengajar, yaitu untuk menambah

pengetahuan serta keyakinan dalam mengamalkan ajaran

Agama.

b. Sebagai kontak sosial, yaitu guna mempererat tali silaturrahim.

c. Sebagai tempat pengembangan minat sosial, yaitu meningkatkan

akan kesejahteraan lingkungan jemaah dan rumah tangganya.

51
Tuti Alawiyah, “Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim,” in I (Bandung: Mizan,
1997), Hal 5.
41

3. Dasar Hukum Majelis Taklim

Secara hukum majelis taklim yang merupakan Lembaga

Pendidikan diniyah non formal yang diakui oleh konstitusi, sebagaimana

yang termaktub dalam peraturan berikut:52

a. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem

Pendidikan Nasional.

b. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 mengenai

Standar Nasional Pendidikan.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 mengenai

Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.

d. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3 Tahun

2012 tentang Pendidikan Keagamaan Islam.

e. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 13

Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam.

Berdasarkan peraturan diatas dapat difahami bahwa pelaksanaan

Majelis Taklim baik secara terbuka maupun tertutup adalah sah secara

konstitusi, selama kegiatan tersebut berjalan seiring dengan UUD 1945

dan Pancasila serta tidak keluar dari ruh ketuhan demi kemaslahatan

bangsa dan negara.

52
Umar Al Faruq, “POLITIK DAN KEBIJAKAN TENTANG MAJELIS TAKLIM DI
INDONESIA (Analisis Kebijakan Peraturan Menteri Agama No. 29 Tahun 2019),” Al-Murabbi:
Jurnal Pendidikan Agama Islam 5, no. 2 (2020): Hal 49.
42

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Deskripsi Wilayah Penelitian

1. Sejarah Majelis Taklim Ar-Rahman

Majelis Taklim Ar-Rahman merupakan lembaga tarbiyah

keagamaan yang berlokasi di Komplek Griya Asri Blok K, RT.08, RW

02, Kelurahan Pulo Kerto, Kecamatan Gandus, Kota Palembang. Pertama

kali di bentuk pada tahun 2004 oleh beberapa tokoh sentral yang

diantaranya ialah Ustadz Achmad Dairobi HS, S.Pd. Pada awal

terbentuknya, Majelis Taklim Ar-Rahman hanya berangotakan 12 Orang,

namun seiring berjalannya waktu terus bertambah sehingga pada tahun

2006 Majelis Taklim Ar-Rahman secara sah diterbitkan Surat Keputusan

(SK) oleh Kepala Kantor Wilayah Kementrian Agama Kota

Palembang. 53

Latar belakang dibentuknya Majelis Taklim Ar-Rahman ialah

berdasarkan ghirah masyarakat yang begitu tinggi untuk mendirikan

pusat tarbiyah berbasis keagamaan, sehingga munculah gagasan dari para

tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh adat untuk mendirikan

Majelis Taklim. Adapun faktor lain seperti tidak adanya regenerasi dari

para pemuda untuk melanjutkan peran para tokoh dalam kegiatan sosial,

agama, dan kemasyarakatan.

53
Dokumentasi di Majelis Taklim Ar-Rahman pada Tanggal 12 Oktober 2022 Pukul 09.30
WIB.
43

Dalam perkembangannya, Majelis Taklim Ar-Rahman sempat

mengalami penolakan dari beberapa tokoh dikarenakan para tokoh

merasa disaingi dengan peran pemuda yang perlahan mulai tampil dalam

berbagai kegiatan sosio kemasyarakatan, namun disamping itu pula

banyak warga yang mendukung kegiatan Majelis Taklim karena sangat

“Prove” terhadap permasalahan yang ada di tengah masyarakat.

2. Visi dan Misi Majelis Taklim Ar-Rahman

Berikut merupakan visi dan misi Majelis Taklim Ar-Rahman:54

a. Visi

“Meregenerasi remaja beraqidah ahlussunnah wal jama’ah,

memiliki kepedulian sosial yang tinggi, dan menguasai bidang

IPTEK serta berakhlakul karimah.”

b. Misi

1) Aktif mengikuti kajian ilmiah keagamaan;

2) Peka terhadap permasalahan kontemporer;

3) Memprioritaskan ukhuwah islamiyah dan ukhuwah wathoniyyah;

4) Menanamkan rasa ikhlas dalam beramal;

5) Membina remaja dalam mengimplementasikan nilai yang

terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

3. Sasaran dan Tujuan Majelis Taklim Ar-Rahman

Adapun sasaran dan Tujuan dari Majelis Taklim Ar-Rahman ialah:55

54
Dokumentasi di Majelis Taklim Ar-Rahman pada Tanggal 12 September 2023 Pukul 09.35
WIB.
55
Dokumentasi di Majelis Taklim Ar-Rahman pada Tanggal 12 September 2023 Pukul 09.40
WIB.
44

a. Sasaran

Remaja yang berdomisili di Komplek Griya Asri Kelurahan

Pulo Kerto, Kecamatan Gandus, Kota Palembang.

b. Tujuan

Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus bertujuan untuk

menyiapkan para remaja agar dapat menerima estafet kepemimpinan,

memberikan pemahaman dalam melaksanakan pengamalan beragama

secara “kaffah” atau menyeluruh, dan yang paling urgent ialah

memperbaiki akhlakul karimah.

4. Jadwal Kegiatan Rutin Majelis Taklim Ar-Rahman

Majelis Taklim Ar-Rahman memiliki beberapa kegiatan rutin yang

dilaksanakan rutin selama sepekan sekali maupun sebulan sekali.

Diantaranya sebagai berikut:

Tabel 3.4
Jadwal Kegiatan Rutin Majelis Taklim Ar-Rahman

No Hari Waktu Kegiatan Keterangan


1 Senin Ba’da Maghrib Kajian Fiqh Per-Pekan
2 Rabu Ba’da Kajian Tasawwuf Per-Bulan
3 Kamis Ba’da Isya’ Rapat Kerja Per-Pekan
4 Sabtu Ba’da Tahsinul Qur’an Per-Pekan
5 Ahad Ba’da Subuh Olahraga & Seni Per-Bulan

Sumber: Dokumentasi Jadwal Kegiatan Rutin Majelis Taklim Ar-Rahman


45

5. Struktur Kepengurusan Majelis Taklim Ar-Rahman

Bagan 3.156
STRUKTUR KEPENGURUSAN MAJELIS TAKLIM AR-RAHMAN
KOMPLEK GRIYA ASRI GANDUS
PALEMBANG

PELINDUNG:
1. Ka. Kanwil Kemenag Kota Palembang
2. KUA Kecamatan Gandus Palembang
3. Lurah Pulo Kerto Kecamatan Gandus Palembang
4. Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Ar-Rahman

PENASEHAT:
1. H. Zainal Hamzah
2. H. Armin Romli
3. Achmad Dairobi, HS. S.Pd
4. Indra Bakti
5. Kgs. M. Yusuf Adenan
6. Sohar Asnawi

KETUA:
Muhammad Dandi, S.Si

SEKRETARIS: BENDAHARA:
Syarif Hidayatullah, S.Kom. Rio Hidayat, S.E

DIVISI KOMINFO: DIVISI HUMAS: DIVISI


PENDIDIKAN:
1. M. Agung Khoirul H 1. Sobirin Muchtar 1. M. Arif Hidayat
2. Rastu Andi Pangestu
BBBZ 2. Al-Fajri Choiri 2. Fairuz Javier Totti
3. Ahmad Galuh 3. Hendri Saputra 3. Zaki Khoirullah
4. Dan seterusnya 4. Dan seterusnya 4. Dan seterusnya

56
Dokumentasi Struktur Kepengurusan Majelis Taklim Ar-Rahman, Pada Tanggal 12
September 2023, Pukul 09.50 WIB.
46

6. Daftar Asatidz Majelis Taklim Ar-Rahman

Para pengajar atau asatidz Majelis Taklim Ar-Rahman merupakan

alumnus dari dalam maupun luar negeri. Berikut meruapakan tabel

asatidz definitif Majelis Taklim Ar-Rahman:

Tabel 3.1

Daftar Asatidz Majelis Taklim Ar-Rahman

No Nama Asatidz Alumni


1 Ust. Achmad Dairobi HS, S.Pd Ponpes Nurul Falah
2 Al-Habib Alwi Ba’abud Ponpes Sunniyah Salafiyah
3 Al-Habib Ahmad Kamil Baraqbah Ponpes Sunniyah Salafiyah
4 Al-Habib Abdurrahman Syahab Ponpes Sunniyah Salafiyah
5 Ust. H. Abdullah Yazid At-Tamimi Ponpes Muqimus Sunnah
6 Ust. Syaugi Ahmad Ma’had Huraidhah
Sumber: Dokumentasi Daftar Asatidz Majelis Taklim Ar-Rahman

7. Daftar Anggota Remaja Majelis Taklim Ar-Rahman

Anggota Majelis Taklim Ar-Rahman sebagian besar didominasi

oleh remaja, yaitu 17 remaja Ikhwan dan 15 Remaja Akhwat. Dengan

daftar sebagai berikut:

Tabel 3.2
Daftar Remaja Ikhwan Majelis Taklim Ar-Rahman

No Nama Umur Jabatan


1 Muhammad Dandi 23 Tahun Ketua Umum
2 Dwi Alam Prasadewa 23 Tahun Ketua KOMINFO
3 M. Arif Hidayat 20 Tahun Waka KOMINFO
4 Rio Hidayat 28 Tahun Ketua Pendidikan
5 M. Faldi Ilham 18 Tahun Wakil Ketua ORSEN
47

No Nama Umur Jabatan


6 Dimas Satrio 18 Tahun Wakil Ketua Umum
7 Farel Fidyanata 16 Tahun Divisi HUMAS
8 Ahmad Murtadho 18 Tahun Divisi KOMINFO
9 Faiz Ramdani 15 Tahun Divisi KOMINFO
10 Fahrel Aji Septiansyah 15 Tahun Divisi Pendidikan
11 Eka Juliansyah 16 Tahun Divisi ORSEN
12 Sholahudin Yusuf 14 Tahun Divisi HUMAS
13 Fairuz Javier Totti 15 Tahun Divisi HUMAS
14 Kgs. M. Khoiril Irham 12 Tahun Divisi Pendidikan
15 Ahmad Galuh Gandana 11 Tahun Divisi ORSEN
16 Ahmad Farizie 11 Tahun Divisi ORSEN
17 Khalif Al-Faiq 10 Tahun Divisi KOMINFO
Sumber: Dokumentasi Daftar Remaja Ikhwan Majelis Taklim Ar-Rahman

Tabel 3.3
Daftar Remaja Akhwat Majelis Taklim Ar-Rahman

No Nama Umur Jabatan


1 Oktarisa 22 Tahun Divisi KOMINFO
2 Tarama Tri Riski 20 Tahun Divisi KOMINFO
3 Siti Kaila Maharani 19 Tahun Divisi ORSEN
4 Ama Azzahra 19 Tahun Divisi ORSEN
5 Della Oktarina 19 Tahun Divisi Pendidikan
6 Aisyah 19 Tahun Divisi Pendidikan
7 Viola Andini 18 Tahun Divisi HUMAS
8 Nia Ramadhini 17 Tahun Divisi HUMAS
9 Pira Salsabila 19 Tahun Divisi ORSEN
10 Mita Agustina 17 Tahun Divisi Pendidikan
11 Intan Pertama Sari 17 Tahun Divisi Pendidikan
12 Riska Wulandari 17 Tahun Divisi Pendidikan
13 Sri Desriani 16 Tahun Divisi HUMAS
48

No Nama Umur Jabatan


14 Pradita Adelia 18 Tahun Divisi HUMAS
15 Pradipa Adelia 21 Tahun Divisi HUMAS
Sumber: Dokumentasi Daftar Remaja Akhwat Majelis Taklim Ar-Rahman

B. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.

Metode kualitatif ialah metode penelitian berupa data-data, baik dari

ucapan maupun pola perilaku dari suatu objek yang akan diteliti. 57

Pendekatan kualitatif dan metode deskriptif semacam ini, metode ini

menjelaskan masalah yang terjadi.

Peneliti dapat langsung mengamati (observasi),

mendokumentasikan dan mewawancarai beberapa tokoh agama, tokoh

adat dan tokoh masyarakat mengenai pengaruh Ngidang terhadap sikap

sosial pemuda di Tarekat Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang

sehingga data yang terkumpul dapat disajikan . secara rinci dan detail.

2. Sumber Data

Sumber data ialah salah satu aspek penting yang akan

dipertimbangan dalam menentukan metode pengumpulan data disamping

jenis data yang telah dibuat di muka. 58 Adapun data terbagi menjadi 2

bagian,yakni:

a. Data Primer

Yaitu data utama yang berasal dari lokasi tempat peneliti

57
Moleong, op. cit., Hal 13.
58
Indrianto dan Supomo, op. cit., Hal 142.
49

melakukan penelitian pada Majelis Taklim di Kelurahan

Gandus.

b. Data Sekunder

Yaitu data kedua yang dapat diperolah dari jurnal,

skripsi, serta karya ilmiah lainnya.

3. Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu metode yang bertujuan guna

enggambarkan serta memaparkan keadaan yang ada. Cara yang dapat

digunakan oleh peniliti dalam mengumpulkan data ialah dengan

pengumpulan data.59

a. Observasi

Observasi ialah salah satu yang dilakukan untuk

memperoleh data dengan melihat, memerhatikan dan

mengumpulkan secara nyata. Hal yang perlu diamati dapat

dilihat maupun didengar oleh alat panca indera. 60 Dalam

pengamatan di penelitian ini, maka peneliti dapat

mengumpulkan data lapangan secara langsung. Pengamatan

yang dilakukan ialah bagaimana sikap sosial remaja Majelis

Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang.

b. Wawancara

Sugishirono mengatakan bahwa wawancara merupakan

berkumpulnya dua orang atau lebih untuk mendapatkan


59
Abdurrahman, Maman dan Muhidin, Sambas Ali, Panduan Praktis Memahami Penelitian
(Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), Hal 84.
60
Fadilah, op. cit., Hal 15.
50

penjelasan atau gagasan melalui tanya jawab. 61 Penelitian ini

ialah mewawancarai ketua Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus,

ustadz ustadzah, dan remaja di Majelis Taklim Ar-Rahman

Gandus untuk mendapatkan suatu informasi tentang pengaruh

Ngidang terhadap sikap sosial pada remajaMajelis Taklim Ar-

Rahman Gandus Palembang serta apa saja yang mmenjadi

faktor pendukung dan pendorong Ngidang dalam mempengaruhi

remaja Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah sebuah teknik yang didalamnya

memiliki isi fakta-fakta dalam penelitian berguna menjadi bukti

konkret dan menjadi hasil penelitian yang kuat dan diakui

keberadaannya dengan dokumentasi yaitu seperti gambar, video

juga rekaman suara.

4. Teknik Analisis Data

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan salah satu proses bentuk pengolahan

data yang dibantu oleh beberapa alat yang memudahkan peneliti

untuk mencapai tujuan, sebelum akhirnya digunakan sebagai

laporan dalam data penelitian. 62

Pada penelitian ini data yang diambil ialah apa saja bentuk dari

sikap sosial, bagaimana pengaruh Ngidang terhadap sikap sosial pada

61
Ahmad Beni dan Afifuddin, op. cit., Hal 130.
62
Sugiyono, op. cit., Hal 105.
51

remaja Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang, dan apa saja

yang menjadi faktor penghambat dan pendukung Ngidang dalam

mempengaruhi sikap sosial remaja Majelis Taklim Ar-Rahman

Gandus Palembang.

b. Display Data

Display adata yaitu kegiatan menguraikan atau menjabarkan

data melalui bentuk kata-kata untuk menadapatkan data yang sesuai

fakta. Pada penelitian ini, data yang saya dapatkan sumbernya dari

observasi, tanya jawab serta dokumentasi.

c. Verifikasi (Penarikan Kesimpulan)

Dalam penelitian data enggunakan data kualitatif,

tahapanterakhir ialah mengambil kesimpulan, saat menyimpulkan data

yang bersumber dari hasil analisis data yang sudah diperoleh seperti

obeservasi, wawancara, dokumentasi dan lain sebagainnya untuk

mencapai hasil data yang valid.


52

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menguraikan data dan hasil penelitian maupun jawaban atas

permasalahan yang telah dirumuskan pada bab awal. Peneliti menganalisis atau

memperoleh data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi yang peneliti

peroleh di lapangan yaitu Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang,

sehingga menjadi jelas bagaimana pelaksanaan ngidang dapat membentuk sikap

sosial pada remaja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti pada tanggal

15 s/d 21 Agustus 2023. Berikut merupakan penjelasan hasil penelitian dan

pembahasan pelaksanaan ngidang dalam membentuk sikap sosial, dan Apa saja

faktor pendukung dan penghambat Majelis Taklim dalam pelaksanaan ngidang.

A. HASIL PENELITIAN

1. Pelaksanaan Ngidang dalam Membentuk Sikap Sosial pada Remaja

Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus Palembang

Pelaksanaan merupakan suatu perbuatan atau tindakan dari sebuah

Planning yang telah dirancang sedemikian rupa secara matang, kemudian

di laksanakan setelah semua rencana dianggap telah siap untuk

dilaksanakan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang bermakna menjalankan atau

melakukan suatu kegiatan.63 Secara kompleks pelaksanaan dapat

diartikan sebagai penerapan. Menurut Majone dan Wildavsky bahwa

63
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Hal 308.
53

pelaksanaan sebagai evaluasi, sedangkan Browe dan Wildavsky

menyatakan pelaksanaan adalah perluasan aktivitas yang saling

berkesinambungan.64

Ngidang merupakan suatu tradisi penyajian makanan khas

masyarakat Palembang yang biasa dilakukan dalam acara walimah

pernikahan, upacara adat, serta kedurian yang menjadi budaya pada

masyarakat Palembang sejak masa keslultanan Mahmud Badaruddin. 65

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ustadz Kgs. Achmad Dairobi

HS selaku tokoh adat, mengatakan bahwa: 66

“Ngidang merupakan adat atau tradisi khas palembang, kalau


bahasa Palembang nya biasa disebut dengan “penyajian makanan
wong bingen”. Tradsi tersebut dilestarikan secara turun-menurun
dari orang tua terdahulu agar budaya tersebut tidak hilang tertelan
oleh zaman. Namun tidak dapat dpungkiri bahwa pada zaman
sekarang kekhawatiran tersebut sudah mulai terbukti.”

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan

ngidang merupakan rangkaian kegiatan berbentuk pelaksanaan tradisi,

yang telah direncanakan untuk kemudian dilaksanaan guna mencapai

suatu hasil ataupun kesimpulan dari penelitian.

Adapun tahapan dalam pelaksanaan ngidang ialah perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi. Sebagai berikut:

64
Nurdi Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2012), Hal 70.
65
Septiani, Bety, dan Hadi, op. cit., Hal 4.
66
Achmad Dairobi, “Wawancara dengan Achmad Dairobi di Majelis Taklim Ar-Rahman
Gandus pada Tanggal 14 Agustus 2023 Pukul 08.25 WIB” (Gandus, 2023).
54

1. Perencanaan Ngidang

Perencanaan berasal dari rencana yang memiliki makna

rancangan atau rangakain sistematis sesuatu yang akan dilaksanakan.

Pengertian dapat lebih disederhanakan menjadi beberapa bagian,

yaitu tujuan, kegiatan, dan waktu. Dengan demikian perencanaan

dapat diartikan sebagai suatu respon atau reaksi terhadapa apa yang

akan dilakukan di masa depan.67 Perencanaan atau sering disebut

dengan istilah “Planning” adalah satu dari fungsi urgent

management yang melekat dalam kehidupan sehari-hari. Pekerjaan

akan tersistemtis dan berjalan dengan baik apabila direncanakan

terlebih dahulu.

Hal ini diungkapkan oleh Ustadz Kgs. Achmad Dairobi selaku

asatidz di Majelis Taklim Ar-Rahman dengan pertanyaan seberapa

pentingkah tahap perencanaan dalam pelaksanaan ngidang?68

“Perencanaan merupakan tahap penting karena dalam tahap


inilah semuanya disiapkan secara matang. Mulai dari
mempersiapkan alat-alat ngidang, membeli bahan, memasak,
menyusun dan seterusnya. Kalau perencanaan ini tidak
dilakukan terlebih dahulu maka dapat dipastikan kegiatan
ngidang itu tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Dan tak
lupa juga yang terpenting ialah menentukan menu apa yang
akan dimasak dengan memperhatikan tamu undangan yang
akan datang. Hal tersebut juga harus diperhatikan oleh pen-
Ngobeng.”

Kemudian hal ini disampaikan juga oleh Ustadz Kgs. Dedi

Heriansyah selaku tokoh adat, mengatakan bahwa:

67
Alexander Abe, Perencanaan Daerah Partisipatif (Yogyakarta: Pembaharuan, 2005), Hal
27.
Achmad Dairobi, “Wawancara dengan Achmad Dairobi di Majelis Taklim Ar-Rahman
68

Gandus pada Tanggal 14 Agustus 2023 Pukul 08.30 WIB” (Gandus, 2023).
55

“Bukan hanya pada pelaksanaan ngidang saja yang harus ada


tahap perencanaan. Menurut saya, setiap pekerjaan kita kalau
ingin berjalan degan baik tanpa ada halanga, hambatan, dan
rintangan haruslan ada perencanaannya terlebih dahulu. Segala
sesuatunya baik dari hal yang paling kecil sampai hal yang
terbesar harus disiapkan secara matang. Kemudian kendala
juga harus diantisipasi agar pada pelaksanaan nanti sesuai
dengan apa yang kita inginkan.”

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tahap

persiapan sangatlah penting di dalam pelaksanaan ngidang. Bahkan

bukan hanya di dalam pelaksanaan ngidang saja, akan tetapi pada

segala bentuk kegiatan tahap persiapan harus diadakan agar acara

tersebut dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.

Dalam tahap persiapan terdapat beberapa hal yang harus

disiapkan seperti alat, tempat, makanan, dan pe-Ngobeng. Sebagai

berikut:

a. Alat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), alat

merupakan barang yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu

untuk mencapai tujuan.69 Jadi dapat disimpulkan

bahwasanya alat adalah sebuah sarana untuk mencapai

suatu tujuan.

Adapun alat di dalam pelaksanaan ngidang

sebagaimana wawancara dengan Ustadz Kgs. Dedi

69
Kamus Bahasa Indonesia, op. cit., Hal 37.
56

Heriansyah selaku penasihat Majelis Taklim Ar-Rahman,

mengatakan bahwa:70

“Alat yang digunakan antara lain adalah kain sepra,


dulang atau biasa disebut dengan nampan, kemudian
ada guci. Semua itu merupakan alat yang biasa
digunakan dalam pelaksanaan ngidang, namun pada
masa sekarang ini sudah sangat jarang ditemukan
barang tersbut dikarenakan penggunaannya yang
minim, dan juga dsiebabkan oleh pergesaran zaman
dimana sekarang orang-orang lebih banyak
menggunakan cara prasmanan karena dianggap lebih
simpel dan hemat biaya.”

Kemudian Bapak Kgs. Achmad Al-Karmani selaku

tokoh adat, menambahkan bahwa:71

“Alat yang digunakan pada saat ngidang sudah jarang


ditemui pada zaman sekarang. Untuk
mendapatkannya biasa terdapat di beberapa daerah
seperti di 20 ilir, 12 ulu, 2 ulu. Dimana derah tersebut
masih menjaga kelestarian ngidang yang sampai saat
masih dapat dijumpai pada beberapa event maupun
acara-acara adat atau agama lainnya. Sepra
merupakan kain dengan corak yang random dengan
ragam warna yang khas. Alasan penggunaan kain
sepra itu sendiri dikarenakan agar kuah kain yang
tumpah tidak terlalu nampak di kain.”

Bapak Kgs. Zaidan selaku tokoh adat, mengatakan

bahwa:72

“Selain sepra, ada juga alat yang disebut dengan


dulang atau nampan, yang bahan dasarnya terbuat dari
kayu tembesu. Namun dulang zaman sekarang terbuat
dari kayu biasa, bahkan ada yang terbuat dari plastik.

70
Dedi Heriansyah, “Wawancara dengan Dedi Heriansyah di Majelis Taklim Ar-Rahman
Gandus pada Tanggal 15 Agustus 2023 Pukul 09.25 WIB” (Gandus, 2023).
71
Achmad Al-Karmani, “Wawancara dengan Achmad Al-Karmani di Majelis Taklim Ar-
Rahman Gandus pada Tanggal 15 Agustus 2023 Pukul 09.30 WIB” (Gandus, 2023).
72
Zaidan, “Wawancara dengan Zaidan di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus pada Tanggal
16 Agustus 2023 Pukul 11.00 WIB” (Gandus, 2023).
57

Kemudian teko, diperguanakan untuk cuci tangan,


corak teko khas Arab dan gelas yang digunakan
biasanya berasal dari jemaah haji yang baru pulang
dari tanah suci.”

Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan

bahwa alat yang harus disipakan dalam pelaksanaan

ngidang antara lain ialah kain sepra, teko cuci tagan, gelas,

piring yang memiliki corak khas Arab, kemudian dulang

yang terbuat dari kayu tembesu. Alat-alat tersbut

meruapakan barang antik yang sudah jarang dijumpai

dikarenakan penggunaannya yang sangat jarang.

b. Tempat

Tempat yang digunakan dalam pelaksanaan ngidang

ialah ruangan yang luas seperti lapangan, aula, dan juga

rumah panggung khas Palembang (Limas). Rumah limas

meruapakan peninggalan budaya yang memiliki nilai

arstektur dan ornamen yang tinggi. 73

Sebagaimana wawancara dengan Bapak Kgs. Dedi

Heriansyah selaku tokoh adat, mengatakan bahwa: 74

“Alasan utama mengapa pada pelaksanaan ngidang itu


dilakukan di area ataupun tampat yang luas ialah
peserta ngidang itu sendiri memerlukan banyak orang.
Dari mulai pe-Ngobeng, orang yang sedang
melakukan idangan. Itu semua memerlukan atau
melibatkan banyak orang. Oleh karena itulah

73
Reny Kartika Sari, “RUMAH LIMAS PALEMBANG ‘WARISAN BUDAYA YANG
HAMPIR PUNAH,’” Berkala Teknik 5, no. 2 (2015): Hal 856.
74
Dedi Heriansyah, “Wawancara dengan Dedi Heriansyah di Majelis Taklim Ar-Rahman
Gandus pada Tanggal 16 Agustus 2023 Pukul 11.15 WIB” (Gandus, 2023).
58

diperlakan ruang yang cukup untuk pelaksanaan


ngidang.”

Hal ini juga disampaikan oleh Bapak Kgs. Sobirin

Muchtar, selaku tokoh masyarakat:75

“Diantara tempat yang mahsyur digunakan ialah


rumah adat limas, mengapa demikian? Kalau kita lihat
dari desain rumah limas itu sendiri, yang bagian
tengah atau ruang tamu itu merupakan bagian rumah
yang paling luas. Hal ini dikarenakan agar pada saat
pelaksanaan ngidang maupun ada hajatan atau
syukuran tuan rumah lebih leluasa dalam
menempatkan tamu undangan.”

Mengacu pada penjelasan di atas dapat disimpulkan

bahwa tempat yang digunakan pada pelaksanaan ngidang

ialah menggunakan tempat yang cukup luas untuk

menampung auidence atau tamu undangan yang hadir,

karena ngidang itu sendiri dilakukan melingkar dan

tentunya hal tersebut memakan banyak tempat.

c. Makanan

Makanan meruapakan salah satu hal pokok yang

paling urgent dalam pelaksanaan ngidang. Sebagaimana

wawancara peneliti dengan Ustdaz Kgs. Achmad Dairobi

HS selaku asatidz sekaligus tokoh adat di Majelis Taklim

Ar-Rahman, mengatakan bahwa: 76

75
Sobirin Muchtar, “Wawancara dengan Sobirin Muchtar di Majelis Taklim Ar-Rahman
Gandus pada Tanggal 16 Agustus 2023 Pukul 11.15 WIB” (Gandus, 2023).
76
Achmad Dairobi, “Wawancara dengan Achmad Dairobi di Majelis Taklim Ar-Rahman
Gandus pada Tanggal 14 Agustus 2023 Pukul 08.30 WIB” (Gandus, 2023).
59

“Makanan hal penting yang harus disiapkan oleh


pelaku ngidang, karena disitulah penilaian orang
terhadap pelaksanaan ngidang itu sendiri dalam hal
penyajian dan menu apa yang disiapkan. Terkadang
orang sudah tepat menempatkan menu yang akan
dihidangkan, akan tetapi tidak dimasak oleh orang
yang tepat. Hal ini menyebabkan masakan yang
dihidangkan tidak sesuai dan akan menuai kritikan
dari tamu undangan. Oleh karenanya sebaiknya orang
yang memasak dilakukan oleh orang Palembang asli,
agar cita rasa dari masakan khas Palembang itu
sendiri tidak lepas atau hilang pada saat ngidang
dilaksanakan.”

Hal ini disampaikan juga oleh Ustadz Kgs. Zaidan

selaku tokoh adat, menyampaikan bahwa: 77

“Makanan pokok yang digunakan pada pelaksanaan


ngidang ialah nasi kebuli (briyani arab), atau bisa
juga menggunakan nasi minyak. Jika hidangan utama
yang disajikan ialah nasi kebuli arab, maka pasangan
untuk lauk pauknya dapat menggunakan menu kari
kambing, sambal, dan juga asinan. Adapun untuk lauk
pauk nasi minyak dapat menggunakan ayam, telur,
kemudian sambel tempe dan juga asinan. Selian itu
juga menu yang biasa dijumpai yaitu makanan-
makanan khas Palembang seperti opor ayam,”

Kemudian disampaikan juga oleh Kgs. Syarif

Hidayatullah selaku senior remaja di Majelis Taklim Ar-

Rahman Gandus, mengatakan bahwa: 78

“Terdapat juga menu menu khas Palembang yang tak


kalah penting. Disebut-sebut sebagai makanan
internasional, yaitu Pempek. Pempek merupakan
makanan internasiona yang penyajiannya dibarengi
dengan cuko, cuko itu sendiri terbuat dari gula batok
kemudian ditambahkan rempah-rempah seperti cabai
rawit, bawang putih, garam, asem jawa dan lain-lain.

77
Zaidan, “Wawancara dengan Zaidan di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus pada Tanggal
16 Agustus 2023 Pukul 11.00 WIB” (Gandus, 2023).
78
Syarif Hidayatullah, “Wawancara dengan Syarif Hidayatullah di Majelis Taklim Ar-
Rahman Gandus pada Tanggal 16 Agustus 2023 Pukul 11.00 WIB” (Gandus, 2023).
60

Selain pempek ada juga yang bernama laksan, lakso,


celimpungan, tekwan, model, mie celor..”

Bapak Kgs. Sobirin Muchtar selaku tokoh adat

menambahkan, bahwasanya: 79

“Sudah menjadi suatu adat atau kebiasaan orang


Palembang ialah apabila menyajikan idangan kari
kambing, atau boleh juga menu kambing yang lainnya
seperti bumbu kambing lada hitam, atau pindang.
Kalau orang palembang bingen selalu menaruh nanas
sebagai makanan penutup atau pencuci mulut,
fungsinya ialah agar nanas tersebut menjadi pentrlisir
dari kambing tersebut. Karena biasanya setelah makan
makan kambing itu badan terasa panas, oleh sebab itu
nanas menjadi makanan penutup. Namun pada
sebagian orang memvariasi atau menganti makanan
penutup tersebut dengan buah-buahan lain seperti
pisang, jeruk dan semangka. Terkait dampaknya
setelah makan kambing saya belum mengtahui
korelasi atau hubungannya ada atau tidaknya.”

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat

disimpulkan bahwa makanan pokok pada pelaksanaan

ngidang ialah nasi briyani arab atau nasi minyak. Adapun

untuk lauk pauknya seperti kari kambing, ayam kampung

panggang. Terdapat juga menu alternatif seperti pempek,

model, tekwan, laksan, lakso yang merupakan makanan

khas Palembang Darussalam. Kemudian nanas biasa

menjadi makanan penutup, menurut beberapa narasuber

dikatakan bahwa fungsi nanas disini ialah sebagai

penetralisir dari kambing.

79
Sobirin Muchtar, “Wawancara dengan Sobirin Muchtar di Majelis Taklim Ar-Rahman
Gandus pada Tanggal 16 Agustus 2023 Pukul 11.00 WIB” (Gandus, 2023).
61

d. Pe-Ngobeng

Ngobeng merupakan bagian dari pelaksanaan ngidang

itu sendiri yang artinya orang yang bertugas mengantarkan,

menghidangkan dan menyajikan makanan. 80 Sebagaimana

disampaikan oleh Al-Habib Abdurrahman Syahab, selaku

asatidz di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus, bahwa:81

“Ngobeng itu mengacu pada orang yang bertugas


mengantarkan makanan, kemudian menyajikannya di
tempat pelaksanaan ngidang dan biasanya dilakukan
secara estafet. Ngobong dan ngidang bukanlah tradisi
yang berdeda, akan tetapi merupakan satu kesatuan”

Adapun Achmad Alkarmani selaku tokoh adat,

menambahkan bahwasanya: 82

“Biasanya ngobeng dilakukan oleh kaum laki-laki


apabila yang melaksanakan idangan adalah kaum laki-
laki. Begitu pula apabila yang melaksanakan idangan
adalah kaum perempuan, maka pe-Ngobeng berasal
dari kaum perempuan. Tradisi seperti ini sudah
berlaku sejak masa Kesultanan Mahmud Badaruddin,
tujuan nya ialah agar tidak terjadinya ikhtilat atau
bercampur baur antara kaum lelaki dan wanita yang
bukan mahromnya. Hal ini menunnjukkan akan ruh
Islamiyyah pada adat ini masih dijaga. Akan tetapi
pada masa sekarang ini jutru sebaliknya, sudah sering
kita jumpasi pe-Ngobeng nya wanita akan tetapi yang
melaksanakan ngidang kaum lelaki.”

Kemudian Muhammad Dandi selaku ketua Majelis

Taklim Ar-Rahman Gandus, menyampaikan bahwa:83

80
Syarifuddin, Supriyanto, Rofiah, dan Yuhito, op. cit., Hal 34.
81
Abdurrahman Syahab, “Wawancara dengan Abdurrahman Syahab di Majelis Taklim Ar-
Rahman Gandus pada Tanggal 17 Agustus 2023 Pukul 09.25 WIB” (Gandus, 2023).
82
Achmad Alkarmani, “Wawancara dengan Achmad Alkarmani di Majelis Taklim Ar-
Rahman Gandus pada Tanggal 16 Agustus 2023 Pukul 11.00 WIB” (Gandus, 2023).
83
Muhammad Dandi, “Wawancara dengan Muhammad Dandi di Majelis Taklim Ar-Rahman
62

“Tuan rumah sebagai fasilitator harus memperhatikan


siapa saja yang menjadi pe-Ngobeng. Hal ini agar
citra atau ruh Islamiyyah dalam pelaksanaan ngidang
tidak tercemar dikarenakan ikhtilatnya kaum laki-laki
dan wanita selama ngidang berlangsung.”

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwasanya pe-Ngobeng dalam pelaksanan

ngidang harus benar-benar diperhatikan oleh sohibul hajat.

Hal ini dikarenakan agar tradisi ngidang yang dibawa sejak

masa Kesultanan Palembang Darussalam yang

mengedepankan norma-norma agama dapat terus terjaga.

2. Pelaksanaan Ngidang

Menurut Kamus Besar Bahas Indonesia (KBBI), pelaksanaan

diambil dari kata laksana yang artinya mengerjakan, melakukan, dan

menerapkan. 84 Apabila tahap perencanaan dianggap telah selesai,

maka tahap selanjutnya ialah pelaksanaan itu sendiri. Sebagaimana

hasil wawancara dengan Bapak Kgs. Dedi Heriansyah selaku tokoh

adat, menyampaikan bahwa: 85

“Ngidang memiliki cara khas tersendiri dalam pelaksanaannya,


memiliki nilai filosofis tiap peragaan yang dilakukan. Tata cara
ngidang itu sendiri dapat kita uraikan Pertama, pe-Ngobeng
meletakkan kain sepra ditiap-tiap tempat yang akan
dihidangkan makanan, kain sepra memiliki motif warna
dengan corak yang mecolok dan beragam, hal ini bertujuan
agar pada saat pelaksanaan ada kuah yang jatuh ke kain tidak

Gandus pada Tanggal 15 Agustus 2023 Pukul 08.00 WIB” (Gandus, 2023).
84
Pengembangan Bahasa, op. cit., Hal 798.
85
Dedi Heriansyah, “Wawancara dengan Dedi Heriansyah di Majelis Taklim Ar-Rahman
Gandus pada Tanggal 16 Agustus 2023 Pukul 11.20 WIB” (Gandus, 2023).
63

terlalu nampak noda tersebut. Kedua, petugas pe-Ngobeng


membawa dulang yang berisi nasi ke bagian tengah kain sepra,
pada saat membawa dulang yang berisi nasi ini pertugas pe-
Ngobeng tidak boleh membawanya di depan dada, harus
diangkat dengan cara disandarkan di pinggang. Hal ini
bertujuan agar nafas petugas tidak masuk ke nasi. Ketiga,
petugas menyiapkan makanan pencuci mulut seperti sambal,
lalapan, dan buah-buahan disekitar nasi.”

Kemudian Ustadz Achmad Dairobi selaku asatidz sekaligus

tokoh adat menambahkan, bahwa: 86

“Setelah puluran selesai ditata maka petugas Ngobeng


meletakkan iwak-iwakan seperti daging sapi, kambing, dan
ayam. Menunya dapat menyesuaikan sesuai dengan selera tuan
rumah maupun tamu undangan, akan tetapi biasanya disajikan
dengan opor, malbi, dan lada hitam atau gulai. Tidak harus
menggunakan daging, sohibul hajat boleh juga menguankan
ikan seperti ikan patin, gabus, atau dipalembang ada ikan yang
biasa disebut dengan iwak juaro. Tahap terakhir ialah menaruh
guci cuci tangah, piring, sendok, dan gelas yang semua itu
meiliki corak atau desain grafis khas arab dan tiongkok. Tak
kala penting hal yang harus diperhatikan pada saat ngidang
berlangsung ialah mengambil makanan yang ada didekat, tidak
boleh mengambil makanan yang jauh apalagi sampai
memanjangkan tangah untuk meraih lauk tersebut, kerena itu
mengikuti hadis Nabi SAW yang mengajarkan kita adab-adab
dalam jamuan makanan.”

Adapun menurut Al-Habib Abdurrahman Syahab selaku

asatidz Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus, mengatakan bahwa: 87

“Salah satu hal yang juga harus menjadi perhatian ialah,


penataan piring. Hal ini bertujuan agar tidak terjadinya situasi
tidak kondusif dimana peserta ngidang berebut untuk
mengambil piring. Maka peletakan piring dilakukan di akhir
ketika semuanya sudah disiapkan.“

86
Achmad Dairobi, “Wawancara dengan Achmad Dairobi di Majelis Taklim Ar-Rahman
Gandus pada Tanggal 14 Agustus 2023 Pukul 08.45 WIB” (Gandus, 2023).
87
Abdurrahman Syahab, “Wawancara dengan Abdurrahman Syahab di Majelis Taklim Ar-
Rahman Gandus pada Tanggal 17 Agustus 2023 Pukul 09.45 WIB” (Gandus, 2023).
64

Dari paparan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa

pelaksanaan ngidang masih mengedepankan norma agama, menjaga

nilai-nilai akhlak dimana petugas laki-laki untuk laki-laki dan wanita

untuk wanita. Pelaksanaannya memiliki makna filosofis sendiri,

seperti alasan mengapa dulang tidak boleh diletakkan didepan dada

ialah agar nafas dari petugas di jatuh ke nasi bertujuan tetap menjaga

kemurnian dari nasi yang dibawa. Kemudian gelas yang memiliki

corak arab ialah karena gelas yang dipakai merupakan gelas yang

dibawa setelah jemaah haji pulang dari tanah suci mekkah.

3. Evaluasi

Evaluasi bermakna menilai atau memberikan penilian. 88 Setiap

pelaksanaan pasti memiliki kekurangan walaupun sudah

dipersiapkan dengan matang. Oleh karena itu penting untuk

dilakukan evaluasi setiap selesai kegiatan agar pelakasanaan

kedepannya lebih baik lagi.

Ada berapa hal yang harus dievaluasi terkait pelaksanaan

ngidang, sebagaimana wawancara dengan Bapak Kgs. Zaidan selaku

tokoh adat, mengatakan bahwa: 89

“Yang harus menjadi bahan evaluasi pertama ialah, sebaiknya


petugas ngobeng tidak usah terlalu banyak. Kalau kita lihat
pengalaman yang sudah-sudah apabila petugas ngobeng sudah
terlalu banyak akibatnya banyak yang berdiri saja ketika
berlangsungnya ngidang. Maka dari itu tuan rumah harus
memilah milih siapa saja yang dianggap kompeten dan
bertanggung jawab atas tugas yang diberikan.”

88
Pengembangan Bahasa, op. cit., Hal 400.
89
Zaidan, “Wawancara dengan Zaidan di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus pada Tanggal
16 Agustus 2023 Pukul 11.25 WIB” (Gandus, 2023).
65

Adapun menurut Kgs. Syarif Hidayatullah selaku senior

remaja di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus: 90

“Tidak diperkenankan bagi peserta ngidang dalam satu


kelompok terdapat ikhtilat antar laki dan perempuan. Tak kala
penting pula pada saat mengantarkan makanan diutamkan
untuk menghidangkan para tamu undangan yang sepuh atau
tua, kalau ada seorang alim ulama maka didahulukan, baru
kemudian yang lebih muda dan seterusnya. Ketika seluruh
ikhwan (laki-laki) teah selesai maka barulah disusun oleh
akhwat (perempuan).”

Selanjutnya menurut pemaparan dari Sobirin Muchtar selaku

tokoh adat, mengatakan bahwa: 91

“Hendaknya para petugas ngobeng duduk ketika menaruh


makanan dan tak lupa izin ketika melewati orang yang sudah
sepuh atau tua, jangan sambil berdiri dengan alasan lebih
hemat waktu. Karena ini termasuk dalam bab adab, seperti
yang baginda Nabi sampaikan dalam haditsnya bahwasanya
adab itu lebih tinggi daripada ilmu.”

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan

bahwa ada beberapa hal yang menjadi bahan evaluasi pada saat

pelaksanaan ngidang, diantaranya yaitu petugas yang mengantarkan

makanan hendaknya lebih mengedepankan akhlak. Seperti contoh,

membungkukkan badan ketika lewat di depan orang yang lebih tua

dan ketika menyajikan makanan sedang dalam posisi duduk.

Kemudian mendahulukan yang lebih sepuh atau tua, serta apabila

para ikhwan telah selesai makan barulah disusul oleh akhwat.

90
Syarif Hidayatullah, “Wawancara dengan Syarif Hidayatullah di Majelis Taklim Ar-
Rahman Gandus pada Tanggal 16 Agustus 2023 Pukul 11.00 WIB” (Gandus, 2023).
91
Sobirin Muchtar, “Wawancara dengan Sobirin Muchtar di Majelis Taklim Ar-Rahman
Gandus pada Tanggal 16 Agustus 2023 Pukul 11.00 WIB” (Gandus, 2023).
66

Demikian merupakan nilai tarbiyah akan akhlak sangat kental dijaga

dalam tradisi ngidang.

4. Ngidang dalam membentuk Sikap Sosial Remaja

Mengutip Ni Nyoman Mariani, mengatakan bahwa sebuah

tradisi memiliki manfaat dapat membangun karakter, serta melatih

kemampuan fisik dan psikis seorang anak. Tradisi pula dapat

membentuk sikap sosial, seperti kemampuan untuk bekerja sama

dalam kelompok, bertanggung jawab, disiplin dan lain sebagainya. 92

Dalam pelaksanaan ngidang tentu diperlukan sebuah

komunikasi yang baik yang tentu menjadi sebuah prioritas, agar

tidak terjadi miss communication antar sesama anggota. Komunikasi

itu sendiri merupakan suatu aktivitas penyampain pesan yang

mempunyai makna melalui saluran tertentu dari kominikator kepada

penerima informasi.

Pelaksanaan ngidang dapat membentuk indikator sikap sosial

seperti sikap jujur, tanggung jawab, gotong royong, disiplin,

toleransi, percaya diri, dan sopan santun. Berikut hasil wawancara

bersama remaja di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus tentang

bagaimana ngidang membentuk sikap sosial remaja:

92
Mariani, op. cit., Hal 71.
67

a. Jujur

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata “Ash-

Shiddiq” atau jujur dapat dimaknai sebagai ketulusan hati

atau kelurusan hati. 93 Kejujuran dapat diartikan dengan

segala sesuatu yang disampaikan apa adanya, baik itu

diungkapan dengan perkataan, perbuatan, tuisan, ataupun

dengan isyarat, dalam Islam dimulai dair niat sampai

dengan pelaksanaannya. 94

Jujur juga merupakan bagian dari sifat terpuji

Rasulullah SAW, predikat tersebut bukanlah pengakuan

pribadi sang Rasul. Akan tetapi pujian masyarakat pada

saat itu dikarenakan sifat beliau yang selalu jujur dalam

berdagang bahkan dalam setiap perbuatan. Hal ini

dijelaskan dalam Al-Quran:

‫ع ِليًّا‬
َ ‫ْق‬ َ ‫س‬
ٍ ‫ان ِصد‬ َ ‫َو َو َه ْبنَا لَ ُهم ِمن َّرحْ َمتِنَا َو َجعَ ْلنَا لَ ُه ْم ِل‬
“Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari

rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang

baik lagi tinggi.” (QS. Maryam: 50)

Sikap jujur tersebut dapat dibentuk pada Pelaksanaan

ngidang, sebagaimana wawancara dengan Kgs. M. Khoiril

93
WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Perpustakaan Perguruan
Kementerian PP dan K, 1964), Hal 188.
94
Zulmaizarna dan Irwandi M. Zen, Akhlak Mulia Bagi Para Pemimpin (Bandung: Pustaka
Al-Firiis, 2009), Hal 100.
68

Irham selaku remaja di Majelis Taklim Ar-Rahman

Gandus:95

“Bagi kami yang mendapat tugas sebagai pe-Ngobeng


atau orang yang mengantarkan serta menyajikan
makanan, itu dituntut untuk bersikap jujur, seperti
jujur pada saat memberi takaran nasi, jujur pada saat
menyusun makanan”

Adapun M. Agung Khoirul Hakim selaku Remaja di

Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus menambakan, bahwa: 96

“Ngidang dapat membentuk sikap jujur, salah satu


diantaranya ialah jujur tidak duluan dalam menyantap
makanan sebelum ngidang dilaksanakan. Karena
biasanya pada saat prosesi atau tahap persiapan para
petugas kadang memakan duluan makanan yang akan
dihidang. Hal inilah yang akan melatih sikap jujur
pada diri kami remaja.”

Berdasarkan hasil wawacara diatas, dapat disimpulkan

bahwa pelaksanaan ngidang dapat membentuk sikap jujur

pada diri remaja dengan cara yaitu bersikap jujur pada saat

menakarkan nasi dan jujur tidak mendahului makan

sebelum yang lain makan.

b. Tanggung Jawab

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

tanggung jawab dimaknai dengan keadaan yang wajib

95
M. Khoiril Irham, “Wawancara dengan M. Khoiril Irham di Majelis Taklim Ar-Rahman
Gandus pada Tanggal 14 Agustus 2023 Pukul 14.00 WIB” (Gandus, 2023).
96
M. Agung Khoirul Hakim, “Wawancara dengan M. Agung Khoirul Hakim di Majelis
Taklim Ar-Rahman Gandus pada Tanggal 14 Agustus 2023 Pukul 13.00 WIB” (Gandus, 2023).
69

menanggung segala sesuatunya, atau dapat diartikan sebagai

kewajiban yang dipikul. 97

Tanggung jawab dapat diartikan sebagai suatu

keberanian dalam menentukan sebuah perbuatan sehingga

sanngup menerima sanksi dalam bentuk apapun, dan

menerima dalam keadaan sadar tanpa paksaan dari pihak

manapun. 98

Berdasarkan hasil wawancara dengan Dwi Alam

selaku remaja di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus,

dengan pertanyaan bagaimana pelaksanaan ngidang dapat

membentuk sikap tanggung jawab dalam diri remaja?.

Sebagai berikut:99

“Setiap remaja yang diberikan tugas, seperti ada yang


bertugas menjadi pengobeng, ada yang bertugas
sebagai juru masak, ada yang bertugas membeli bahan
makanan dan menyiapkan peralatan. Pelaksanaan
ngidang tidak akan dapat terlaksanan sebagaimana
mestinya apabila semua tugas yang diberikan tidak
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.”

Begitu juga Muhammad Dandi selaku remaja di

Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus, menambahkan:100

“Remaja yang bertugas menyiapkan bahan dan alat


melaksanakan tugas nya dengan penuh tanggung
jawab dengan cara membelikan bahan makanan yang
97
Pengembangan Bahasa, op. cit., Hal 1443.
98
Umar Tirtarahardja dan La Sulo, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), Hal
8.
99
Dwi Alam, “Wawancara dengan Dwi Alam di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus pada
Tanggal 13 Agustus 2023 Pukul 08.00 WIB” (Gandus, 2023).
100
Muhammad Dandi, “Wawancara dengan Muhammad Dandi di Majelis Taklim Ar-
Rahman Gandus pada Tanggal 13 Agustus 2023 Pukul 11.45 WIB” (Gandus, 2023).
70

terbaik, menyiapkan alat yang terbaik. Petugas


ngobeng mengantarkan makanan dengan ketentuan
adat yang berlaku, dan orang yang melaksanakan
ngidang pun demikian. Mereka menyantap makanan
dengan penuh tanggung jawab, yaitu tidak
menyisakan nasi satupun di piring idangan.”

Dari hasil wawancara diatas dapat ditarik kesimpulan,

bahwasanya didalam keberhasilan atau kesuksesan pada

pelaksanaan ngidang terdapat remaja atau petugas yang

melaksanakan pekerjaannya dengan sikap penuh tanggung

jawab.

c. Gotong Royong

Mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), gotong royong dapat diartikan sebagai suatu kerja

sama atau bahu membahu satu sama lain yang dilakukan

oleh kelompok.101 Gotong terjadi disebabkan adanya

interaksi sosial.

Roucek Warren mengatakan bahwa interaksi sosial

ialah suatu peristiwa timbal balik dimana sesuatu individu

atau kelompok saling dipengaruhi atau mempengaruhi

tindakan antar satu sama lain. 102

Allah Ta’ala menerangkan dalam Al-Qur’an perihal

gotong royong, sebagaimana firman-Nya:

101
Pengembangan Bahasa, op. cit., Hal 487.
102
Roucek J.S dan Rolen I. Waren, Pengantar Sosiologi (Jakarta: Bina Aksara, 1984), Hal
54.
71

‫علَى ٱ ْ ِْلثْ ِم‬ ۟ ُ‫اون‬


َ ‫وا‬ َ َ‫علَى ٱ ْلبِ ِر َوٱلتَّ ْق َو ٰى ۖ َو َّل تَع‬ َ ‫وا‬ ۟ ُ‫اون‬ َ َ‫َوتَع‬
ِ ‫شدِي ُد ٱ ْل ِعقَا‬
‫ب‬ َ َّ ‫َّلل ۖ إِ َّن ٱ‬
َ ‫َّلل‬ ۟ ُ‫َوٱ ْلعُد ٰ َْو ِن ۚ َوٱتَّق‬
َ َّ ‫وا ٱ‬
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam

(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-

menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan

bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat

berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)

Ibnu Katsir mengatakan dalam tafsirnya bahwa Allah

Ta’ala memerintahkan hamba-Nya yang beriman untuk

senantiasa saling tolong-menolong dalam kebaikan, atau

yang disebut dengan “Al-Birru”, serta meninggalkan setiap

perbuatan mungkar yang disebut dengan “At-Taqwa”.

Allah Ta’ala melarang hamba-Nya tolong menolong dalam

kebatilan, dan dalam mengerjakan perbuatan yang

diharamkan-Nya.103

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa gotong

royong merupakan suatu interaksi sosial antar individu

maupun kelompok yang tujuannya adalah saling tolong

menolong dalam perbuatan kebaikan atau kebajikan.

Berdasarkan hasil wawancara peniliti dengan Arif

Hidayat selaku remaja di Majelis Taklim Ar-Rahman

Gandus, mengatakan bahwa: 104

103
M Abdul Ghoffar, “Tafsir Ibnu Katsir,” in III (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafe’i, 2003),
Hal 9.
104
Arif Hidayat, “Wawancara dengan Arif Hidayat di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus
72

“Inti sari dari pelaksanaan ngidang ialah menanamkan


atau membentuk sikap gotong royong pada diri
remaja. Hal ini tentu dalam setiap kegiatannya
merupakan bentuk gotong royong, misalnya saling
bantu antara juru masak dan petugas Ngobeng, setelah
juru masak selesai maka pe-Ngobeng bersegera
menyiapkan masakan tersebut kedalam peralatan
ngidang untuk siap dihidangkan.”

Adapun Hendri selaku remaja di Majelis Taklim Ar-

Rahman Gandus, menambahkan: 105

“Begitupun pada saat mengantarkan idangan, petugas


Ngobeng guna mempersingkat waktu mereka saling
men-Over idangan agar cepat sampai ketempat yang
akan dihidangkan.”

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat

disimpulkan bahwa pelaksanaan ngidag pada intinya

merupakan sarana untuk membentuk atau menumbuhkan

sikap gotong royong pada diri remaja, dimana setiap

petugas idangan saling bahu membahu atar satu sama lain

sehingga pelaksanaan ngidang tersebut berjalan sesuai

dengan apa yang diharapkan.

d. Disiplin

Mengutip Robert E. Quin dalam Prawirosentono

bahwa, “Discipline implies obedience and respect for the

agreement between the firm and its employee.

pada Tanggal 13 Agustus 2023 Pukul 13.45 WIB” (Gandus, 2023).


105
Hendri, “Wawancara dengan Henri di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus pada Tanggal
14 Agustus 2023 Pukul 14.00 WIB” (Gandus, 2023).
73

Discipline also involves sanctionjudiciously applied.”106

Artinya disiplin meliputi kepatuhan dan hormat antara

perusahaan dan pegawai, serta berkaitan erat dengan sanski

yang dijatuhkan.

Sedangkan menurut suradinata disiplin merupakan

bentuk perbuatan patuh, taat, setia, hormat kepada peraturan

yang berlaku. Dalam hubungannya dengan disiplin kerja

merupakan suatu unsur yang megikat.107

Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

displin mencakup setiap perbuatan taat, hormat, dan patuh

kepada norma, hukum, atau ketentuan yang berlaku. Dalam

perkerjaan bersifat mengikat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Faldi Ilham

selaku remaja di Majlis Taklim Ar-Rahman, mengatakan

bahwa:108

“Kedisiplinan merupakan faktor utama dalam


pelaksanaan ngidang. Bukan tanpa sebab, apabila
pekerjaan ngidang tidak disertai dengan sikap disiplin,
misalnya disiplin masak tepat pada waktunya, disiplin
mengantarkan makanan sesuai dengan yang
dikoordinasikan. Maka pelaksanaan ngidang tersebut
akan berjalan dengan baik.”

106
Suyadi Prawirosentono, “Manajemen Sumber Daya Manusia ( Kebijakan Kinerja
Karyawan), Kiat Membangun Organisasi Kompetitif Menjelang Perdagangan Bebas Dunia,” in I
(Yogyakarta: BFPE, 1999), Hal 32.
107
Ermaya Suradinata, Organisasi dan Manajemen Pemerintahan dalam Kondisi Era
Globalisasi (Bandung: Ramadan, 1996), Hal 150.
108
Faldi Ilham, “Wawancara dengan Faldi Ilham di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus pada
Tanggal 16 Agustus 2023 Pukul 09.15 WIB” (Gandus, 2023).
74

Adapun Dwi Alam selaku remaja di Majelis Taklim

Ar-Rahman Gandus, mengatakan bahwa: 109

“Para petugas seperti juru masak itu harus tepat


waktu, yaitu karena pelaksanaan ngidang dilakukan
setelah Majelis Taklim dilaksanakan. Maka rentang
waktu beberapa jam sebelum dimulainya Majelis
Taklim para juru masak harus sudah mulai
menyiapkan masakan yang harus dihidangkan.”

Mengacu pada dua pendapat diatas maka dapat

disimpulkan bahwa pelaksanaan ngidag dapat membentuk

sikap disiplin pada diri remaja, disiplin akan waktu, dan

disiplin pada saat dilaksankannya idangan.

e. Toleransi

Ditinjau dari etimologis, toleransi berasal dari bahasa

Inggris, toleration, yang artinya toleransi, dalam bahasa

Arab disebut “Al-Tasamuh”, bermakna sikap tenggang

rasa, sikap membiarkan. Adapun ditinjau secara

terminologis, toleransi adalah sikap membiarkan orang lain

melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya. 110

Menurut Mukti Ali toleransi berasal dari bahasa latin

“Tolerare”, yang berarti menahan diri dari sikap

memaksakan orang lain untuk mengikuti pendapat pribadi,

109
Dwi Alam, “Wawancara dengan Dwi Alam di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus pada
Tanggal 13 Agustus 2023 Pukul 08.05 WIB” (Gandus, 2023).
110
Mahmud Yunus, Arab-Indonesia (Jakarta: PT Mahmud Yunus Wadzuryah, 1990), Hal
178.
75

dan berlapang dada terhadap orang yang berlainan

pendapat.111

Dalam Islam, toleransi hanya sebatas pada ranah

membiarkan orang lain untuk berkeyakinan dan

melaksanakan ibadah sesuai dengan apa yang diyakininya,

selama tidak sampai masuk keranah Aqidah atau Tauhid..

Akan tetapi dalam pelaksanaan ngidang sikap

toleransi mengambil pengertian dari terminologi umum,

bukan pada sisi syara’. Sebagaimana wawancara dengan

Muhammad Dandi selaku remaja di Majelis Taklim Ar-

Rahman Gandus, mengatakan: 112

“Ngidang merupakan tradisi khas Palembang


Darussalam yang kental akan ruh Islamiyyah. Namun
tidak menutup kemungkinan terdapat beberapa tamu
yang berasal dari “non muslim”, seperti hindu dan
budha. Karena ngidang itu sendiri akslerasi dari
budaya tiongkok itu sendiri. Maka dari itu ketika ada
salah seorang warga yang hendak mengadakan
idangan, dan tetangganya ada yang non muslim maka
warga tersebut sebaiknya mengajak tetangganya yang
non muslim tersebut untuk menghadiri hajatan dan
mengajaknya untuk ikut ngidang. Itulah salah satu
bentuk tolerasi.”

Kemudian Arif Hidayat selaku Remaja di Majelis

Taklim Ar-Rahman Gandus, menambahkan: 113

111
Mukti Ali, Pluralisme Agama di Persimpangan Menuju Tuhan (Salatiga: STAIN Salatiga
Press, 2006), Hal 87.
112
Muhammad Dandi, “Wawancara dengan Muhammad Dandi di Majelis Taklim Ar-
Rahman Gandus pada Tanggal 13 Agustus 2023 Pukul 11.15 WIB” (Gandus, 2023).
113
Arif Hidayat, “Wawancara dengan Arif Hidayat di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus
pada Tanggal 13 Agustus 2023 Pukul 14.05 WIB” (Gandus, 2023).
76

“Bagi yang sedang melaksanakan idangan pun harus


bersikap toleransi. Yaitu toleransi terhadap masakan
juru masak, kerena terkadang apa yang dimasak oleh
juru masak tidak sesuai dengan lidah atau selera kita.
Maka kita cukup tidak makan dan tidak menujukkan
ekspresi bahwa kita tidak suka makanan tersebut, agar
tuan rumah dan juru masak tidak tersinggung.
Disitulah kita harus berlapang dada.”

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa

pelaksanaan ngidang dapat membentuk sikap toleransi.

Yaitu diantaranya toleransi terhadap masakan orang lain,

berlapang dada dalam menerima keyakinan orang lain.

f. Percaya Diri

Sikap peracya akan diri sendiri merupakan sebuah

pengakuan atau penghargaan terhadap diri sendiri, meyakini

diri sendiri untuk melakukan hal yang dainggap tidak bisa

dilakukan, yaitu dengan keyakikan. Walau harus dicicil

sedikit demi sedikit pada akhirnya nanti akan menjadi

sebuah kenyataan.114

Menurut Ghufron dan Risnawita, percaya diri

dipengarui oleh konsep diri. Terbentuknya konsep diri pada

diri seseorang ditandai dengan perkembangan konsep diri

yang didapatkan dari suatu kelompok yang akan

mengahsilkan konsep diri. 115

114
Ramdhani Fahrefi, Mind Therapy “55 Kiat Mensinergikan Jiwa dan Pikiran (Jakarta:
Visual Media Kencana, 2009), Hal 79.
115
Ghufron dan Risnawita, Teori-teori Psikologi (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), Hal
55.
77

Islam menegaskan perihal sikap percaya diri pada

beberapa ayat, diantaranya Allah Ta’ala berfirman:

۟ ُ‫وا َو َّل تَحْ َزن‬


َ ِ‫وا َوأَنت ُ ُم ٱ ْْلَ ْعلَ ْو َن ِإن ُكنتُم ُّم ْؤ ِمن‬
‫ين‬ ۟ ُ‫َو َّل تَ ِهن‬
Artinya: “Janganlah kamu bersikap lemah, dan

janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah

orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu

orang-orang yang beriman.” (QS. Ali-Imron: 139)

Ayat di atas dapat digolongkan sebagai ayat yang

menegaskan tentang sikap percaya diri, karena berkaitan

dengan sikap seorang mukmin yang memiliki hati yang

postif pada dirinya..116

Percaya diri merupakan salah satu komponen penting

dalam pelaksanaan ngidang. Sebagaimana hasil wawancara

dengan Gilang, selaku remaja di Majelis Taklim Ar-

Rahman Gandus, bahwa: 117

“Seorang juru masak ngidang harus memiliki rasa


percaya diri yang penuh terhadap yang akan
dimasaknya. Karena apabila ia memasak dengan
percaya diri akan memberikan energi positif pada
makanan tersebut, Sehingga yang memakannya pun
penuh dengan berkahan serta kenikmatan.”

Turut menambahkan Arif Hidayat selaku remaja di

Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus, bahwa: 118

116
Aya Mamlu’ah, “Konsep Percaya Diri dalam Al Qur’an Surah Ali Imran Ayat 139,” Al-
Aufah: Jurnal Pendidikan dan Kajian Islam 01, no. 01 (2019): Hal 32.
117
Gilang, “Wawancara dengan Gilang di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus pada Tanggal
14 Agustus 2023 Pukul 09.20 WIB” (Gandus, 2023).
118
Arif Hidayat, “Wawancara dengan Arif Hidayat di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus
pada Tanggal 13 Agustus 2023 Pukul 14.05 WIB” (Gandus, 2023).
78

“Begitupun dengan petugas ngobeng, harus


mengantarkan makanan dengan penuh peracaya diri,
ketka harus menyajikan makanan dihapan semua
orang. Karena terdapat beberapa remaja yang introvert
atau suka menyendiri, lama kelamaan ketika ia sering
mengkuti pelaksanaan ngidang, berinteraksi satu sama
lain maka sikap percaya diri dalam dirinya perlahan
tumbuh.”

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan

pelaksanaan ngidang perlahan membentuk sikap percaya

diri pada remaja. Semula bersikap apatis atau introvert,

maka perlahan sikap percaya diri tumbuh pada dirinya

dikarenakan sering berinteraksi dengan orang lain.

g. Sopan Santun

Sopan santun menurut Markhakam terdari dari dua

kata, yaitu sopan berarti takzim dan hormat, tertib terhadap

adat yang berlaku, beradab dalam tingkah laku, dan tutur

kata yang baik. Sedagkan santun berarti halus budi

bahasanya, penuh rasa belah kasih dan suka menolong antar

sesama. 119

Sedangkan sopan santun menurut Surya Alam

merupakan tata krama disetiap pergaulan antar

manusia,sehingga setiap harinya memiliki kesopansantunan,

saling menghormati dan saling menyayangi satu sama

lain. 120

119
Markhakam, Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa (Surakarta: Muhammadiyah
University Press, 2009), Hal 117.
120
G Surya Alam, Etika dan Etiket Bergaul (Semarang: Aneka Ilmu, 2004), Hal 10.
79

Allah Ta’ala memerintahkan orang beriman untuk

berlaku sopan santun, sebagaimana firman-Nya:

َ َّ ‫س َن ِم ْن َها ٓ أَ ْو ُردُّو َها ٓ ۗ إِ َّن ٱ‬


َ ‫َّلل ك‬
‫َان‬ ۟ ‫َو ِإذَا ُح ِييتُم ِبتَ ِح َّي ٍة فَ َح ُّي‬
َ ْ‫وا ِبأَح‬
‫علَ ٰى ك ُِل ش َْىءٍ َحسِيبًا‬ َ
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu

penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan

yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan

itu. Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala

sesuatu.” (QS. An-Nisa’: 2)

Rasulullah SAW berdakwah di mekkah selama 13

tahun ialah mengajarkan tauhid dan akhlak, artinya

kedudukan akhlakul karimah dimana salah satu bagiannya

ialah sikap sopn santun, lebih tinggi daripada ilmu.

Sebagaimana sabdanya:

‫إِنَّ َما بُ ِعثْتُ ْلُتَ ِم َم َمك َِار َم اْلَ ْخًلَق‬


“Seseunggunya saya diutus untuk menyempurnakan budi

pekerti.” (HR. Baihaqi)

Salah satu pelarajan dari pelaksanaan ngidag ialah

menanamkan nilai sopan santun atau akhlakul karimah.

Sebagaimana hasil wawancara dengan Dwi Alam selaku

remaja di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus, bahwa:121

“Ngidang mengajarkan kita sikap sopan santun


terhadap orang yang lebih tua, bagaimana misalnya
cara kita menghidangkan makanan dengan badan

121
Dwi Alam, “Wawancara dengan Dwi Alam di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus pada
Tanggal 13 Agustus 2023 Pukul 09.45 WIB” (Gandus, 2023).
80

membungkuk ketika melawati orang tua. Kemudian


ada petugas yang khusus menuangkan air cuci tangan,
dalam bahasa Palembang disebut dengan banyu
kobokan. Itu semua merupakan bentuk pelajaran
akhlakul karimah atau sopan santun.”

Adapun Hendri selaku remaja di Majelis Taklim Ar-

Rahman Gandus, menambahkan: 122

“Termasuk nilai adab dalam pelaksanaan ngidang


ialah, mendahulukan lelaki yang sepuh, atau para alim
ulama’ untuk mengawali makan ngidang. Tidak
diperkenankan mengambil makanan yang jauh karena
itu bukan adab makan yang diajarkan oleh
Rasulullah.”

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat

disimpulkan bahwa pelaksanaan ngidang dapat membentuk

sikap sopan santun pada diri remaja. Salah satu bentuknya

ialah dengan mendahulukan orang tua atau orang yang lebih

sepuh untuk mengawali makan ngidang. Kemudian

mengamalkan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW

perihal adab dalam makan ialah mengambil apa yang ada

dikatnya.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Ngidang dalam

Membentuk Sikap Sosial pada Remaja Majelis Taklim Ar-Rahman

Gandus

Dalam pelaksanaan ngidang terdapat beberapa faktor pendukung

dan penghambat. Berikut merupakan hasil wawancara dan observasi


122
Hendri, “Wawancara dengan Henri di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus pada Tanggal
14 Agustus 2023 Pukul 14.00 WIB” (Gandus, 2023).
81

yang didapatkan di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus mengenai faktor

penghambat dan pendukung di dalam pelaksanaan ngidang.

1) Faktor Pendukung

a. Makanan

Makanan merupakan salah satu faktor pendukung utama di

dalam pelaksanaan ngidang itu sendiri. Sebagaimana hasil

wawancara bersama Al-Fajri selaku remaja di Majelis Taklim Ar-

Rahman Gandus, mengatakan: 123

“Banyak diatara remaja yang niat awalnya hanya untuk


makan saja, akan tetapi lama kelamaan turut ikut serta
dengan sungguh-sungguh selama pelaksanaan ngidang,
sehingga dapat membentuk sikap sosial pada diri mereka.
Kalau bahasa kasarnya ya mereka awalnya ikut ngidang
Cuma mau makan saja.”

Hal ini disampaikan juga oleh Oktarisa selaku remaja,

bahwa:124

“Karena target dari pelaksanaan ngidang itu sendiri remaja.


Menurut pendapat saya sudah tepat menjadkan alasan utama
pendukung selama pelaksanaan ngidang ini makanan.
Karena remaja itu apalagi sedang dalam masa pertumbuhan,
ya maunya makan saja.”

Mengacu pada pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

salah satu fakor pendukung dalam pelaksanaan ngidang ialah

makanan. Mengingat remaja sedang dalam masa pertumbuhan

dengan semangat makannya yang tinggi.

b. Tokoh Adat

123
Al-Fajri, “Wawancara dengan Al-Fajri di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus pada
Tanggal 15 Agustus 2023 Pukul 10.00 WIB” (Gandus, 2023).
124
Oktarisa, “Wawancara dengan Oktarisa di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus pada
Tanggal 16 Agustus 2023 Pukul 07.30 WIB” (Gandus, 2023).
82

Tokoh adat diartikan sebagai orang yang famous atau

terkenal, terpandang serta dihormati di kalangan masyarakat

setempat.125 Pengertian masyarakat menurut J Laski ialah

sekelompok manusia yang hidup berdampingan untuk

terwujudnya keingnan bersama. 126 Tokoh adat sangat mendukung

atau membantu selama pelaksanaan ngidang. Berikut hasil

wawancara bersama Tamara selaku remaja di Majelis Taklim Ar-

Rahman Gandus, bahwa: 127

“Peran tokoh adat sangat membantu pelaksanaan ngidang.


Bukan tidak, jikalau kami para remaja tidak mendapatka
arahan, saran, serta masukan dari para tokoh adat mungkin
sikap sosial tidak akan terbentuk pada diri kami.”

Turut menambahkan Farel selaku Remaja di Majelis Taklim

Ar-Rahman Gandus, bahwa: 128

“Tanpa dukungan dari para tokoh adat disini tidak mungkin


pelaksanaan ngidang dapat terlaksana dengan baik. Mereka
sangat membanntu kami selama pelaksanaan ngidang
berlangsung, apabila kami terdapat kekeliruan maka
langsung ditegur.”

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

peran dari tokoh adat sangat membantu pelaksanaan ngidang.

Berbagai arahan, saran, serta masukan membuat para remaja lebih

terarah sehingga sikap sosial pada remaja dapat tercapai.

125
Donald Albert Rumokoy, Kamus Umum Politik dan Hukum (Jakarta: Jala Permata Aksara,
2010), Hal 340.
126
Meriam Budiarjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998),
Hal 34.
127
Oktarisa, “Wawancara dengan Oktarisa di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus pada
Tanggal 16 Agustus 2023 Pukul 07.30 WIB” (Gandus, 2023).
128
Farel, “Wawancara dengan Farel di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus pada Tanggal 18
Agustus 2023 Pukul 10.30 WIB” (Gandus, 2023).
83

c. Majelis Taklim

Majelis Taklim merupakan salah bentuk dakwah Islam

yang tidak terikat dengan faham dan organisasi yang sudah

tumbuh dan berkembang. Pengajian yang diadakan atas dasar

kebutuhan dakwah disela kesibukan masyarakat.129

Menurut Gilang selaku remaja di Majelis Taklim Ar-

Rahman Gandus, menyampaikan bahwa: 130

“Bersyukur atas adanya Majelis Taklim membuat


pelaksaan ngidang yang sebelumnya hanya bisa diadakan
ketka kendurian atau hajatan. Maka di Majelis Taklim ini
pelaksanaannya tentatif (menyesuaikan), kadang
dilaksanakan sesudah Taklim, kadang juga ketika
weekend dalam rangka mempererar silaturrahim.”

Hal ini disampaikan juga oleh Faiz selaku remaja di

Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus, bahwa: 131

“Majelis Taklim menampung ngidang agar bisa


diaplikasikan bersama remaja. Tentu ini sangat
membantu kami saat ngidang. Kemudian Majelis Taklim
memfasilitasi kegitank kami seperti tempat, alat, dan
bahkan subsidi uang. Semua itu merupakan bentuk
dukungan dari Majelis Taklim.”

2) Faktor Penghambat

a. Ekonomi

Ekonomi merupakan salah satu dari beberapa faktor

penghambat. Hal ini disebabkan oleh biaya yang dikeluarkan

129
Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia (Bandung: Penerbit Diponegoro,
1996), Hal 236.
130
Gilang, “Wawancara dengan Gilang di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus pada Tanggal
14 Agustus 2023 Pukul 09.30 WIB” (Gandus, 2023).
131
Faiz, “Wawancara dengan Faiz di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus pada Tanggal 15
Agustus 2023 Pukul 08.55 WIB” (Gandus, 2023).
84

untuk pelaksanaan ngidang terbilang mahal, dari mulai

menyiapkan alat samapai beli bahan untuk makanan.

Sebagaimana hasil wawancara bersama Farel selaku

remaja, menyampaikan bahwa:

“Sebelum ngidang dilaksanakan hendaknya tuan rumah


atau shohibul hajat menyiapkan uang yang cukup
terlebih dahulu. Biaya yang dikeluarkan tidak sedikit.
Mulai dari makanan pokok hingga pencuci mulut. Ini
merupakan salah satu mengapa ngidang jarang
dilaksakan ialah biayanya yang tergolong mahal.
Pelaksanaa ngidang seyogyanya mengeluarkan uang
yang lebih dari cukup, karena makanan yang
dihidangkan tidak cuma satu akan tetapi ada beberapa
lingkaran yang harus diisi makanan.”

Adapun menurut Muhammad Dandi selaku remaja,

menambahkan bahwa:

“Sebab terjadinya pergesaran tradisi ngidang salah


satunya adalah disebabkan oleh faktor keuangan. Orang-
orang banyak mengganti idangan dengan prasmanan
karena prasmanan biayanya lebih sedkit. Ini juga
merupakan tantangan bagi remaja dimana kami pun
sebenarnya mempunyai uang ala kadarnya.”

Dari dua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa

ekonomi merupakan salah satu faktor penghambat. Hal ini juga

menjadi sebab mengapa pelaksanaan sudah jarang dijumpai

pada saat sekarang.

b. Perkembangan Zaman

Masuknya budaya luar sangat mempengaruhi

pelaksanaan ngidang. Adanya perkembangan zaman mengubah


85

pola pikir masarakat terutama remaja. Mereka lebih memilih

cara lain daripada ngidang itu sendiri.

Hal ini disampaikan oleh Nurul selaku remaja di Majelis

Taklim Ar-Rahman Gandus, bahwa:132

“Tidak semua perkembangan zaman menghambat


pelaksanaan ngidang. Akan tetapi kalau kita lihat fakta di
lapangan dapat kita saksikan bagaimana prasmanan lebih
dipilih oleh masyarakat dibanding ngidang, akena
penyajiannya yang terbilang praktirs, modern, serta lebih
sedikit memakan biaya.”

Adapun Nefriansyah selaku remaja di Majelis Taklim

Ar-Rahman Gandus, menambahkan: 133

“Perkembangan zaman sangat menjadi tantangan bagi


kami selaku remaja, untuk mengkuti pelaksanaan
ngidang. Dimana kami pada masa sekarang ini lebih
menyukai game online atau gadget, bahkan banyak
diantara kami yang samapai pada tingkat ketergantungan.
Itu merupaka salahs satu dari dampak utama
perkembangan zaman dalam menghambat pelaksanaan
ngidang.”

Berdasarkan uraian di atas dapat disumpulkan bahwa

perkembangan zaman dapat meghambat remaja mengikuti

pelaksanaa ngidang, salah satunya ialah mereka lebih senang

berinteraksi secara online lewat gagdet dibandingkan secara

langsung yaitu dengan mengikuti pelaksanaan ngidang.

B. PEMBAHASAN

132
Nurul, “Wawancara dengan Nurul di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus pada Tanggal 14
Agustus 2023 Pukul 12.45 WIB” (Gandus, 2023).
133
Nefriansyah, “Wawancara dengan Nefriansyah di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus
pada Tanggal 14 Agustus 2023 Pukul 07.30 WIB” (Gandus, 2023).
86

Berdasarkan hasil interview atau wawancara yang peneliti dapat dari

informan, diperoleh hasil penelitiam dan pembahasan terkait pelaksanaan

ngidang dalam membentuk sikap sosial pada remaja Majelis Taklim Ar-

Rahman Gandus Palembang. Pembahasannya ialah bagaimana ngidang dapat

membentuk sikap sosial didalam pelaksaannya. Adapun indikator sikap sosial

yang terbentuk sebagai berikut:

1. Jujur

Jujur dapat dimaknai sebagai ketulusan hati kemudian

disampaikan oleh anggota tubuh apa adanya, jujur juga merupakan

salah satu sifat terpuji yang terpaut pada Rasul SAW. Dalam

pelaksanaan ngidang sikap jujur dibentuk pada saat menyiapkan

makanan. Setiap porsi yang disajikan, jumlah lauk yang ditaruh

harus adil agar tidak terjadi kesetimpangan ataupun kecemburuan

sosial.

Bagi pengobeng pun tidak boleh mendahului makan di

tempat penyajian, mereka harus mengutamakan para tamu untuk

mengawali pelaksanaan ngidang. Maka dapat disimpulkan

pelaksanaan ngidang dapat membentuk sikap jujur.

2. Tanggung Jawab

Tanggung jawab merupakan suatu kewajiban, dalam artian

lain bermakna menanggung segala sesuatu beserta resiko yang

didapatkan apabila melanggar atau tidak sesuai dengan disepakati.


87

Bertanggung jawab artinya siap menerima sanski dalam bentuk

apapun dan menerima dalam keadaam sadar.

Pelaksanaan ngidang mengajarkan akan arti dari tanggung

jawab. Bagaimana seorang pengantar makanan bertanggung jawab

agar makanan tidak tumpah bahkan nafasnya pun tidak boleh

mengenai makanan yang dibawa, kemudian bagaimana seorang

juru masak menyiapkan makanan agar sesuai dengan apa yang

diharapkan oleh pelaku ngidang. Dari paparan tersebut dapat

disimpulakan pelaksanaan ngidang membentuk sikap tanggung

jawab.

3. Gotong royong

Gotong royong adalah suatu pekerjaan yang dilakukan bahu

membahu satu sama lain. gotong royong bertujuan agar pekerjaan

yang membutuhkan massa atau orang banyak dapat diselesaikan

dengan lebih mudah apabila saling support antar pekerja.

Saling bantu antar juru masak dalam pelaksanaan ngidang

merupakan salah satu dari sikap gotong royong. Kemudian ketika

makanan sudah dimasak pengobeng menyiapkan masakan ke

dalam dulang untuk segera diidangkan. Sikap tersebut merupakan

bentuk gotong royong dalam pelakasaan ngidang.

4. Disiplin

Disiplin merupakan bentuk kepatuhan, taat pada aturan yang

berlaku. Seperti halnya tanggung jawab disiplin berkaitan erat


88

dengan sanski apabila dilanggar, didalam pekerjaan sifatnya

mengikat. Dapat disimpulkan disiplin ialah patuh pada norma.

Para pelaku ngidang harus datang apling awal daripada tamu.

Mereka menyiapkan menu apa yang akan dihidangkan, peralatan

yang digunakan pada pelaksaan ngidang. setiap kegiatan harus

sesuai dengan waktu, misalnya juru masak dikasih deadline 2 jam

untuk memasak,pengobeng 30 menit unutk menyiapkan idangan.

Hal tersebut dapat membentuk sikap disiplin pada remaja, yaitu

disiplin tepat waktu.

5. Toleransi

Toleransi dapat dimaknai sebagai sikap tenggang rasa atau

menahan diri. Tidak memaksakan orang lain untuk mengkuti

pendapat pribadi. Membiarkan setiap individu meyakini apa uyang

dianutnya. Toleransi merupakan sikap membiarka orang lain

melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendakinya tanpa

interpretasi dari siapapun.

Tradisi ngidang merupakan akslerasi atau adat yang

mendapat pengaruh dari budaya Arab dan Tiongkok. Hal tersebut

dapat dibuktikan pada alat yang digunakan, ialah dulang yang

memiliki corak yang khas dari negeri tiari bambu, dan pada

pelaksanaan itu sendiri memliki ruh Islamiyyah. Maka dapat

disimpulkan nidang membentuk sikap toleransi terhadap budaya

yang masuk selama itu baik.


89

6. Percaya diri

Sikap percaya diri merupakan sebuah peghargaan terhadap

diri sendiri, meyakini untuk melakukan hal yang dipandang tidak

mampu untuk dilakukan. Keyakinan akan sesuatu yang dianggap

mustahil menjadi kenyataan adalah sikap percaya diri.

Dalam pelaksaannya ngidang harus dilakukan dengan sikap

peraya diri. Juru masak harus percaya diri terhadap apa yang

dimasaknya, hal tersbut dapat memberkan aura positif terhadap

makanan. Dari perilaku tersebut dapat disimpulkan bahwa ngidang

dapat membentuk sikap percaya diri.

7. Sopan santun

Sopan santun merupakan sikap takzim atau hormat. Tutur

kata yang baik, adab yang luhur, serta akhlakuk karimah

merupakan pokok dari sikap sopan santun. Contoh lain ialah ketika

remaja membungkukkan badan ketika melewati orang yang lebih

tua,

Sopan santun pada pelaksanaan ngidang ialah ketika remaja

menuangkan air cuci tangan kepada orang tua, dan mendahulukan

para sepuh, alim, ataupun masyaikh merupakan sikap sopan santun.

Maka dapat disimpulkan bahwa pelaksaan ngidang dapat

membentuk sikap sopan santun.


90
91

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Mengacu pada hasil analisi peneliti yang telah diuraian pada

pembahasan sebelumnya. Dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan ngidang dapat membentuk sikap sosial pada diri remaja.

Adapun indikator sikap sosial yang terbentuk ialah sikap jujur,

tanggung jawab, gotong royong, disiplin, toleransi, percaya diri, dan

sopan santun. Dari indikator sikap teresbut memiliki korelasi atau

ketrkaitan pada pelaksanaan ngidang itu sendiri, sebagai contoh

proses jujur dibentuk pada saat mengidangkan makanan ke dalam

dulang, sikap gotong royong dibentuk pada saat proses memasak

makanan yang akan diidangkan dan seterusnya.

2. Faktor pendukung anatara lain ialah makanan, hal ini dikarenakan

tujuan utama remaja mengikuti idangan adalah untuk makan.

Kemudian tokoh adat merupakan pendukung utama karenan

merekalah yang mengarahkan remaja sehingga pelaksanaan ngidang

dapat terlaksanana dengan baik. Adapun faktor penghambatnya ialah

masalah ekonomi dan perkembangan zaman.

B. Saran

Dari simpulan di atas, peneliti menguraikan beberapa saran. Sebagai berikut:


92

1. Bagi remaja, diharapkan agar lebih bersungguh-sungguh dalam mengikuti

pelaksaaan ngidang, agar sikap sosial dapat terbentuk sebagaimana

mestinya. Seperti tidak memainkan HP, sibuk antara satu sama lain dan

seterusnya.

2. Bagi Majelis Taklim, diharapkan untuk dapat lebih maksimal lagi dalam

mensupport remaja dalam pelaksanaan ngidang. Jika berkenan kiranya

dapat menambahkan jadwal idangan selain dari jadwal yang telah

ditentukan selama satu sampai dua bulan sekali menjadi tiga minggu

sekali.

3. Bagi tokoh adat, seharusnya remaja yang diikutsertakan bukan hanya

anggota mejelis taklim. Akan tetapi remaja yang bukan anggota pun

sebaiknya diikutseratakan juga.

4. Bagi peneliti, diharapkan untuk lebih mendalami atau menelusuri

bagaimana pelaksanaan ngidang yang sebenarnya. Literatur yang diambil

sebaiknya berasal dari orang palembang asli, baik itu berupa jurnal,

skripsi, maupun buku. Hal ini dimaksudkan karena orang palembang asli

lebih mengetahui keabsahan dari pelaksanaan ngidang itu sendiri.


93

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahnya (Departemen Agama RI). Semarang: CV. Asy-


Syifa’, 2001.

Abdurrahman, Maman, dan Sambas Ali Muhidin. Panduan Praktis Memahami


Penelitian. Bandung: CV Pustaka Setia, 2012.

Abe, Alexander. Perencanaan Daerah Partisipatif. Yogyakarta: Pembaharuan,


2005.

Agustiani, Hendrianti. Psikologi Perkembangan. Bandung: Refika Aditama, 2009.

Ahmad Beni, dan Afifuddin. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka,


2019.

Ahmadi, Abu. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta, 2007.

Alawiyah, Tuti. “Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim.” In I. Bandung:


Mizan, 1997.

Albert Rumokoy, D. Kamus Umum Politik dan Hukum. Jakarta: Jala Permata
Aksara, 2010.

Alex, Sobur. Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Penerbit


Pustaka Setia, 2003.

Ali, Mukti. Pluralisme Agama di Persimpangan Menuju Tuhan. Salatiga: STAIN


Salatiga Press, 2006.

Aliyah, Amira, Akmal Hawi, dan Mardeli Mardeli. “Hubungan Antara


Kompetensi Kepribadian Guru dengan Pendidikan Karakter Tanggung
Jawab Siswa Kelas IX di SMP Islam Az-Zahrah 2 Palembang.” JPAI
Raden Fatah 1, no. 2 (2019).
doi:https://doi.org/10.19109/pairf.v1i2.3231.

Al-Karmani, Achmad. “Wawancara dengan Achmad Al-Karmani di Majelis


Taklim Ar-Rahman Gandus pada Tanggal 15 Agustus 2023 Pukul 09.30
WIB” (Gandus, 2023).

Anggara, Baldi. “Pemenuhan Hak-Hak Pendidikan Keagamaan Islam Anak


Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Pakjo Palembang.” Tadrib 3, no. 1
(2017). doi:0.19109/Tadrib.v3i1.1389.

Ariyanto, Ariyanto, Mardeli Mardeli, dan Rohmadi Rohmadi. “Pengaruh Syarat


Kecakapan Umum (SKU) Pramuka Terhadap Karakter Religius Anggota
94

Pramuka UIN Raden Fatah Palembang Angkatan Tahun 2018 dan 2019.”
JPAI Raden Fatah 3, no. 4 (2021). doi:doi.org/10.19109/pairf.v3i4.8790.

Aryani, Dwi Wulan. RPP Kombinasi Ilmu Pengetahuan Sosial SMP/MTS Paket
B, 2020.

Asih, Gusti Yuli, dan Margaretha Maria Shinta Pratiwi. “Perilaku Prososial
Ditinjau Dari Empati dan Kematangan Sosial.” Jurnal Psikologi
Universitas Muria Kudus 1, no. 1 (2010).

Az-Za’balawi, Sayyid Muhammad. Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa. Jakarta:
Gema Insani, 2007.

Beaty, Janice J. Observasi Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2013.

Budiarjo, M. Dasar- Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998.

Daradjat, Zakiyah. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang, 2005.

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam (Ed), M. Ensiklopedia Islam. Jakarta: Ichtiar


Baru Van Hoeve, 1994.

Eptiana, Rilmi, A Amir, A Akhiruddin, dan S Sriwahyuni. “Pola Perilaku Sosial


Masyarakat Dalam Mempertahankan Budaya Lokal (Studi Kasus
Pembuatan Rumah Di Desa Minanga Kecamatan Bambang Kabupaten
Mamasa).” Education, Language, and Culture (EDULEC) 1, no. 1
(2021).

Fadilah. Insturmen Non Tesis Bimbingan dan Konseling. Curup: LP2STAIN,


2003.

Fahrefi, R. Mind Therapy “55 Kiat Mensinergikan Jiwa dan Pikiran. Jakarta:
Visual Media Kencana, 2009.

Faruq, U Al. “Politik dan Kebijakan Tentang Majelis Taklim di Indonesia


(Analisis Kebijakan Peraturan Menteri Agama No. 29 Tahun 2019).” Al-
Murabbi: Jurnal Pendidikan Agama Islam 5, no. 2 (2020).

Ghoffar, M Abdul. “Tafsir Ibnu Katsir.” In III. Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafe’i,
2003.

Ghufron, dan Risnawita. Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,


2010.

Hasanah, Holifatul, I Gede Nurjaya, dan I Made Astika. “Pengintegrasian Sikap


Spiritual dan Sikap Sosial dalam Pembelajaran Teks Ulasan Film/Drama
95

dalam Pembelajaran Teks Ulasan Film/Drama di Kelas XI MIPA SMA


Negeri 3 Singaraja.” Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Undiksha 7, no. 2 (2017).

Heriansyah, Dedi. “Wawancara dengan Dedi Heriansyah di Majelis Taklim Ar-


Rahman Gandus pada Tanggal 16 Agustus 2023 Pukul 11.20 WIB”
(Gandus, 2023).

Hidayat, Arif. “Wawancara dengan Arif Hidayat di Majelis Taklim Ar-Rahman


Gandus pada Tanggal 13 Agustus 2023 Pukul 14.05 WIB” (Gandus,
2023).

Hurlock, EB. Personality Development. New York: McGraw-Hill Education,


1976.

Hurlock, EB. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga, 2003.

Indrianto, Nur, dan Bambang Supomo. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk


Akuntansi & Manajemen. Yogyakarta: BPFE, 2013.

J.S, Roucek, dan Rolen I. Waren. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Bina Aksara,
1984.

Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016.

Kamus Bahasa Indonesia, Tim Redaksi. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008.

Kandita Tiara, Sinthia, dan Eka Yuliana Sari. “Analisis Teknik Penilaian Sikap
Sosial Siswa dalam Penerapan Kurikulum 2013 di SDN 1 Watulimo.”
EduHumaniora: Jurnal Pendidikan Dasar 11, no. 1 (2019).

Kartika Sari, Reni. “Rumah Limas Palembang "Warisan Budaya yang Hampir
Punah.” Berkala Teknik 5, no. 2 (2015).

Khozin. Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: Penerbit


Diponegoro, 1996.

Ma’arif, Syamsul. “Degradasi Moralitas dan Tantangan Pendidikan Indonesia.”


Kompas, 2022.

Mamlu’ah, Aya. “Konsep Percaya Diri dalam Al Qur’an Surah Ali Imran Ayat
139.” Al-Aufah: Jurnal Pendidikan dan Kajian Islam 01, no. 01 (2019).

Mariani, Ni Nyoman. “Membangun Sikap Sosial Anak Melalui Permainan


Tradisional.” Pratama Widya 02, no. 2 (2017): 71–75.
96

Markhakam. Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa. Surakarta:


Muhammadiyah University Press, 2009.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2016.

Mukhtar, Mas'ud. “Efektivitas Majelis Ta’lim dalam Pengembangan Pendidikan


Keagamaan.” Al-Ishlah: Jurnal Pendidikan Islam 19, no. 1 (2021).
doi:10.35905/alishlah.v19i1.1940.

Munawwir, AW. Kamus Al-Munawwir; Arab Indonesia Terlengkap. Yogyakarta:


PT. Pustaka Progresif, 2002.

Nasution, Ahmad Yani, dan Moh Jazuli. “Menangkal Degradasi Moral Di Era
Digital Bagi Kalangan Millenial.” Jurnal Pengabdian 03, no. 1 (2020).

Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta,


2005.

Oktarisa, “Wawancara dengan Oktarisa di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus


pada Tanggal 16 Agustus 2023 Pukul 07.30 WIB” (Gandus, 2023).

Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar


Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2007.

Poerwadarminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Perpustakaan


Perguruan Kementerian PP dan K, 1964.

Prawirosentono, Suyadi. “Manajemen sumber Daya Manusia ( Kebijakan Kinerja


Karyawan), Kiat membangun Organisasi Kompetitif menjelang
Perdagangan Bebas Dunia.” In I. Yogyakarta: BFPE, 1999.

Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2002.

Samsul Arifin, Bambang. Psikologi Sosial. Bandung: Pustaka Setia, 2015.

Septiani, Sri, Bety Bety, dan Nurhadi Hadi. “Tradisi Ngidang (Kajian Perubahan
dan Pergeseran Tradisi Ngidang di Masyarakat Kelurahan 30 Ilir
Palembang).” Tanjak: Jurnal Sejarah dan Peradaban Islam 1, no. 2
(2021).

Soraya, Nyayu. “Analisis Persepsi Mahasiswa Terhadap Kompetensi Dosen


dalam Mengajar Pada Program Studi PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Raden Fatah Palembang.” Tadrib 4, no. 1 (2018).
doi:10.19109/Tadrib.v4i1.1957.
97

Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif. Bandung: Alfabeta, 2015.

Suradinata, Ermaya. Organisasi dan Manajemen Pemerintahan dalam Kondisi


Era Globalisasi. Bandung: Ramadan, 1996.

Surya Alam, G. Etika dan Etiket Bergaul. Semarang: Aneka Ilmu, 2004.

Syahab, Abdurrahman. “Wawancara dengan Abdurrahman Syahab di Majelis


Taklim Ar-Rahman Gandus pada Tanggal 17 Agustus 2023 Pukul 09.45
WIB” (Gandus, 2023).

Syamaun, Syukri. “Pengaruh Budaya Terhadap Sikap Dan Perilaku


Keberagamaan.” Jurnal At-Taujih Bimbingan Dan Konseling Islam 2, no.
2 (2019).

Syarifuddin, Syarifuddin, Supriyanto Supriyanto, Siti Rofiah, dan Maliha Yuhito.


“Eksistensi Ngidang Sebagai Tradisi Makan Khas Palembang di Abad
21.” Sosial Budaya 19, no. 1 (2022).
doi:http://dx.doi.org/10.24014/sb.v19i1.14418.

Syarnubi, Syarnubi. “Manajemen Konflik Dalam Pendidikan Islam dan


Problematikanya: Studi Kasus di Fakultas Dakwah Uin-Suka
Yogyakarta.” Tadrib 2, no. 1 (2016). doi:10.19109/tadrib.v2i1.1166.

Tirtarahardja, Umar, dan La Sulo. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta,


2005.

Tobroni. Relasi Kemanusiaan dalam Keberagaman (Mengembangkan Etika


Sosial Melalui Pendidikan). Bandung: Karya Putra Darwati, 2012.

Usman, Husaini. Manajemen, Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara, 2006.

Usman, Nurdi. Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Jakarta: Raja Grafindo


Persada, 2012.

W. Santrock, John. “Adolescence: Perkembangan Remaja.” In VI. Jakarta:


Erlangga, 2002.

Wiyani, Novan Ardy. Pendidikan Karakter Berbasis Iman Dan Takwa.


Yogyakarta: Teras, 2012.

Yunus, Mahmud. Arab-Indonesia. Jakarta: PT Mahmud Yunus Wadzuryah, 1990.

Yusuf, Syamsu. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Raja Grafindo Persada,


2011.
98

Zainuddin, HM. “Islam dan Masalah Remaja.” Gema Media Informasi dan
Kebijkan Kampus. Malang, November 2013.

Zaidan, “Wawancara dengan Zaidan di Majelis Taklim Ar-Rahman Gandus pada


Tanggal 16 Agustus 2023 Pukul 11.25 WIB” (Gandus, 2023).

Zulmaizarna, dan Irwandi M. Zen. Akhlak Mulia Bagi Para Pemimpin. Bandung:
Pustaka Al-Firiis, 2009.
99

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1: Instrumen Pegumpulan Data

INSTRUMEN PENELITIAN

PELAKSANAAN NGIDANG DALAM MEMBENTUK SIKAP SOSIAL


PADA REMAJA MAJELIS TAKLIM AR-RAHMAN
GANDUS PALEMBANG

NO Variabel Indikator Pertanyaan


1 Pelaksanaan Pembentukan 1. Apa yang dimaksud
Ngidang dalam Sikap sosial dengan ngidang?
membentuk sikap remaja 2. Apa yang dimaksud
sosial pada remaja majelis taklim ar- dengan sikap sosial?
majelis taklim ar- rahman gandus 3. Bagaimana bentuk
rahman gandus palembang peran Majelis Taklim
palembang sebagai fasilitator
remaja dalam
melaksanakan kegiatan
ngidang?
4. Bagaimana peran
Majelis Taklim dalam
membentuk sikap sosial
remaja melalui majelis
taklim?
5. Seberapa urgent
membentuk sikap sosial
pada remaja didalam
kehidupan kita?
6. Peluang apa yang
didapat dalam
pelaksanaan ngidang
pada remaja agar
tebentuk sikap sosial
pada diri mereka?
7. Apa saja tantangan yang
dihadapi dalam
membentuk sikap sosial
pada remaja?
8. Apa harapan para astidz
selaku pendidik pada
remaja Majelis Taklim
Ar-Rahman Gandus ini?
100

2 Faktor penghambat Melalui 1. Apa yang dimaksud


dan pendukung pelaksanaan dengan sikap apatis?
pelaksanaan ngidang ngidang 2. Bagaimana bentuk
pada remaja. pergesaran dalam
pelaksanaan ngidang?
3. Bagaimana upaya yang
dilakukan asatidz
kepada remaja Majelis
Taklim Ar-Rahman
Gandus dalam
membentuk sikap sosial
mereka?

PEDOMAN OBSERVASI

PELAKSANAAN NGIDANG DALAM MEMBENTUK SIKAP SOSIAL


PADA REMAJA MAJELIS TAKLIM AR-RAHMAN
GANDUS PALEMBANG

Adapun hal yang akan di observasi oleh peneliti yaitu :


1. Strategi yang dilakukan Majelis Taklim sebelum membentuk sikap sosial
pada remaja.
2. Bagaimana sikap Majelis Taklim menghadapi perkembangan zaman sebagai
tantangan dalam membentuk sikap sosial remaja melalui pelaksanaan
ngidang.
3. Hal yang digunakan selama pelaksanaan ngidang
4. Langkah awal Majelis Taklim dalam membentuk sikap sosial melalui
pelaksanaan ngidang.
5. Sikap remaja setelah dilaksanakannya pelaksanaan ngidang.
101

PEDOMAN WAWANCARA

PELAKSANAAN NGIDANG DALAM MEMBENTUK SIKAP SOSIAL


PADA REMAJA MAJELIS TAKLIM AR-RAHMAN
GANDUS PALEMBANG

A. Pedoman wawancara untuk informan Majelis Taklim Ar-Rahman


Gandus

1. Identifikasi informan

Nama :

Jenis kelamin :

Hari / Tanggal :

Jabatan :

2. Pertanyaan Wawancara
1) Apa yang dimaksud dengan ngidang?
2) Apa yang dimaksud dengan sikap sosial?
3) Bagaimana bentuk peran Majelis Taklim sebagai fasilitator remaja
dalam melaksanakan kegiatan ngidang?
4) Bagaimana peran Majelis Taklim dalam membentuk sikap sosial
remaja melalui majelis taklim?
5) Seberapa urgent membentuk sikap sosial pada remaja didalam
kehidupan kita?
6) Peluang apa yang didapat dalam pelaksanaan ngidang pada remaja
agar tebentuk sikap sosial pada diri mereka?
7) Apa saja tantangan yang dihadapi para astidz dalam membentuk
sikap sosial pada remaja?
8) Apa harapan para astidz selaku pendidik pada remaja Majelis
Taklim Ar-Rahman Gandus ini?
102

9) Apa yang dimaksud dengan sikap apatis?


10) Bagaimana bentuk pergesaran dalam pelaksanaan ngidang?
11) Bagaimana upaya yang dilakukan asatidz kepada remaja Majelis
Taklim Ar-Rahman Gandus dalam membentuk sikap sosial
mereka?
103

Lampiran 2: SK Pembimbing
104

Lampiran 3: SK Perubahan Judul

Lampiran 4:
105

Lampiran 4: Izin Penelitian


106

Lampiran 5: Balasan Izin Penelitian


107

Lampiran 6: Dokumentasi

Gambar 6.1. Wawancara bersama Ust. Kgs. Achmad Dairobi HS, S.Pd

Gambar 6.2. Wawancara bersama Ust. Afrian Ainal Furqon


108

Gambar 6.3. Wawancara bersama M. Agung Khoirul Hakim

Gambar 6.4. Idangan


109

Gambar 6.5. Menu idangan

Gambar 6.6. Pengbeng mengantarkan makanan

Anda mungkin juga menyukai