Anda di halaman 1dari 134

PENDIDIKAN ADAB KEPRIBADIAN MENURUT SYEKH

MUHAMMAD BIN UMAR AL NAWAWI AL BANTANI


DALAM KITAB MAROQIY AL-UBUDIYAH

SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam

Oleh
ZULFA FAMAUL KHUSNA
NIM. 11106127

JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2012
i

KEMENTERIAN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Fax 323433 Salatiga 50721
Website: www.stainsalatiga.ac.id Email:administrasi@stainsalatiga.ac.id

PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp
Hal

: 4 Eks
: Pengajuan Naskah Skripsi
Zulfa Famaul Khusna
Kepada
Yth: Ketua STAIN Salatiga
Di Salatiga

ASSALAMUALAIKUM, WR. WB
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan, maka bersama ini kami
kirimkan naskah skripsi saudara :
Nama
: Zulfa Famaul Khusna
NIM
: 11106127
Jurusan
: Tarbiyah/ Pendidikan Agama Islam
Judul
: Pendidikan Adab Kepribadian Menurut Syekh Muhammad Bin
Umar Al Nawawi Al Bantani dalam Kitab Maroqiy AlUbudiyah
Dengan ini mohon agar skripsi saudara tersebut diatas segera dimunaqosyahkan.
Demikian agar menjadi perhatian.
WASSALAMUALAIKUM, WR.WB

Salatiga, 21 Mei 2012


Pembimbing

Achmad Maimun, M.Ag


NIP 197005101998031003

ii

SKRIPSI
PENDIDIKAN ADAB DAN KEPRIBADIAN MENURUT SYEKH
MUHAMMAD BIN UMAR AL NAWAWI AL BANTANI DALAM
KITAB MAROQIY AL-UBUDIYAH

DISUSUN OLEH
ZULFA FAMAUL KHUSNA
NIM. 11106127

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Tarbiyah


Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga pada tanggal 7 September
2012 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1
Kependidikan Islam
Susunan Panitia Penguji

Ketua Penguji

: Dr. Imam Sutomo, M.Ag

________________

Sekretaris Penguji

: Dra. Siti Asdiqoh, M.Si

________________

Penguji I

: Dra. Djamiatul Islamiyah, M.Ag

________________

Penguji II

: M. Ghufron, M.Ag

________________

Penguji III

: Achmad Maimun, M.Ag

________________

Salatiga, 21September 2012


Ketua STAIN Salatiga

Dr. Imam Sutomo, M.Ag


NIP. 19580827 198303 1 002

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama

: ZULFA FAMAUL KHUSNA

NIM

: 11106127

Judul Skripsi

: Pendidikan

Adab

Kepribadian

Menurut

Syekh

Muhammad Bin Umar Al Nawawi Al Bantani dalam


Kitab Maroqiy Al-Ubudiyah
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak ada karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis di dalam naskah ini dan disebut
dalam daftar pustaka.

Salatiga, 21 Mei 2012


Yang Menyatakan

Zulfa Famaul Khusna

iv

MOTTO

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka
(QS. At Tahrim: 6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:


1. Suamiku tersayang (M. Badaruddin Kholil), yang senantiasa
memberi motivasi
2. Ananda tercinta (Ahmad Ashnal Nasai) yang menjadi motivator
terbesar dalam hidupku.
3. Ayah dan Bundha (Muh Suyadi dan Samini) yang senantiasa
memberikan kasih sayangnya
4. Bapak dan Ibu Mertua (Imam Kurmen (Alm) dan Salamah) yang
telah memberikan bantuan dan motivasi
5. Bapak kyai (Nur Raihan) yang senantiasa memberikan nasehat.
6. Adikku (Naning dan Nida) yang selalu memberikan motivasi
7. Seluruh keluarga tercinta dan semua pihak yang terlibat dalam
penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu.
v

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Rabb yang
Maha Rahman dan Rahim yang telah mengangkat manusia dengan berbagai
keistimewaan. Dan dengan hanya petunjuk serta tuntunan-Nya, penulis
mempunyai kemampuan dan kemauan sehingga penulisan skripsi ini bisa
terselesaikan.
Sholawat dan salam penulis haturkan kepada Uswatun Khasanah Nabi
Muhammad SAW, semoga beliau senantiasa dirahmati Allah SWT. Amin
Sebagai insan yang lemah, penulis menyadari bahwa tugas penulisan ini bukanlah
merupakan tugas yang ringan, tetapi merupakan tugas yang berat. Akhirnya
dengan berbekal kekuatan serta kemauan dan bantuan dari berbagai pihak, maka
terselesaikanlah skripsi yang sederhanan ini dengan judul Pendidikan
Kepribadian Menurut Syekh Muhammad Bin Umar Al Nawawi Al Bantani dalam
Kitab Maroqiy Al-Ubudiyah. Dengan tersusunnya skripsi ini, penulis ucapkan
terima kasih yang tiada taranya kepada :
1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku Ketua STAIN Salatiga.
2. Bapak Achmad Maimun, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing, yang telah
memberikan bimbingan dengan penuh keikhlasan.
3. Dosen STAIN Salatiga, yang telah memberikan pengarahan selama penulis
menyelesaikan studi.
4. Karyawan Perpustakaan STAIN Salatiga yang telah menyediakan fasilitasnya.
mencatatnya sebagai amal sholeh yang akan mendapat balasan yang
berlipat ganda. Amin.
Akhirnya penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan atau bahkan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan kritik
yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini akan penulis terima dengan rasa

vi

senang hati dan terbuka. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pribadi dan
bagi pembaca pada umumnya.
Amin amin yarobbal alamin

Salatiga, 21 Mei 2012


Penulis

Zulfa Famaul Khusna

vii

ABSTRAK

Khusna, Zulfa Famaul. 2012.Pendidikan Adab Kepribadian Menurut Syekh


Muhammad Bin Umar Al Nawawi Al Bantani dalam Kitab Maroqiy AlUbudiyah. Skripsi, Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan
Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing. Achmad Maimun, M.Ag
Kata Kunci : Pendidikan Adab Kepribadian Menurut Syekh Muhammad Bin
Umar Al Nawawi Al Bantani dalam Kitab Maroqiy Al-Ubudiyah
Kepribadian seseorang tercermin dari akhlak yang mulia, dia akan
mengantarkan seseorang kepada martabat yang tinggi. Akhir-akhir ini akhlak
yang mulia merupakan hal yang mahal dan sulit dicari. Minimnya pemahaman
akan nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam al quran hadits akan semakin
memperparah kondisi kepribadian seseorang.
Untuk membentuk pribadi yang mulia, hendaknya penanaman akhlak
terhadap anak digalakkan sejak dini, karena pembentukannya akan lebih mudah
dibanding setelah anak tersebut menginjak dewasa. Kepribadian akan selalu
mewarnai setiap interaksi sosial.
Kitab Kitab Maroqiy Al-Ubudiyah membahas tentang beberapa akhlak
dan adab-adab yang perlu kita aplikasikan dalam kehidupan, baik lingkungan
keluarga, sekolah ataupun masyarakat sehingga akan tercipta pribadi yang santun
sesuai tuntunan al quran. Jenis skripsi ini merupakan skripsi kajian pustaka.
Untuk memperoleh data yang representatif dalam pembahasan skripsi ini
digunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dengan cara mencari
mengumpulkan, membaca dan menganalisa buku-buku yang ada relevansinya
dengan masalah penelitian, kemudian diolah sesuai dengan kemampuan penulis.
Setelah penulis memperoleh rujukan yang relevan kemudian data tersebut
disusun, dianalisa sehingga memperoleh kesimpulan. Untuk mencapai kesuksesan
dalam proses pendidikan, maka materi yang ada dalam kitab Kitab Maroqiy AlUbudiyah sangat signifikan jika dipakai sebagai acuan dalam upaya mencapai
keberhasilan pendidikan. Materi yang disajikan dalam kitab ini tidak hanya
mengacu pada hubungan antara manusia dengan Allah, melainkan juga pada
hubungan antar manusia seperti adab terhadap orangtua, guru, teman dan kerabat.
Relevansi pendidikan kepribadian dalam kitab Maroqiy Al-Ubudiyah mempunyai
kesesuaian yang tepat dengan pendidikan kepribadian yang dibutuhkan oleh
generasi zaman sekarang, baik nilai-nilai kepribadian maupun tujuan pendidikan
kepribadian. Jika nilai pendidikan kepribadian dalam kitab Maroqiy Al-Ubudiyah
diteladankan/ diajarkan pada anak didik, maka akan melahirkan generasi yang
berbudi luhur dan mengangkat bangsa ini sebagai bangsa yang berbudi.

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................

NOTA PEMBIMBING ................................................................................

ii

PENGESAHAN ...........................................................................................

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...............................................................

KATA PENGANTAR .................................................................................

vi

ABSTRAK ...................................................................................................

viii

DAFTAR ISI ................................................................................................

ix

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................

B. Rumusan Masalah...................................................................

C. Tujuan Penelitian ....................................................................

D. Kegunaan Penelitian ...............................................................

E. Metode Penelitian ...................................................................

F. Penegasan Istilah ....................................................................

G. Sistematika Penulisan .............................................................

BAB II RIWAYAT HIDUP NAWAWI AL BANTANI


A. Sosiohistoris Nawawi Al Bantani ...........................................

10

B. Biografi Pribadi dan Pendidikan Nawawi Al Bantani ............

13

C. Karya Pemikiran Nawawi .......................................................

20

ix

BAB III POKOK PEMIKIRAN NAWAWI AL BANTANI TENTANG ADAB


KEPRIBADIAN DALAM KITAB MAROQIY ALUBUDIYAH
A. Mengenai Ketaatan
1. Adab Bangun Tidur .........................................................

27

2. Adab Memasuki Kamar Kecil .........................................

30

3. Adab Berwudhu ...............................................................

39

4. Adab Mandi .....................................................................

54

5. Adab Bertayamum ...........................................................

57

6. Adab Menuju Masjid .......................................................

59

7. Adab Memasuki Masjid...................................................

61

8. Adab Diantara Terbit hingga tergelincirnya Matahari.....

63

9. Adab Persiapan Untuk Shalat-shalat Lainnya .................

74

10. Adab Shalat......................................................................

74

11. Adab Imam dan Makmum ...............................................

78

12. Adab Shalat Jumat ..........................................................

80

13. Adab Puasa ......................................................................

81

B. Adab Meninggalkan Maksiat


1. Menjauhi perbuatan maksiat ............................................

81

2. Pembicaraan tentang kedurkaan hari ...............................

88

C. Adab Pergaulan
1. Adab bergaul dengan Allah .............................................

91

2. Adab orang alim ..............................................................

92

3. Adab siswa terhadap guru ................................................

93

4. Adab anak kepada kedua orangtua ..................................

93

5. Adab bergaul terhadap orang yang belum dikenali .........

94

6. Adab persahabatan ...........................................................

98

D. Nilai-nilai

Pendidikan

Adab

Kepribadian

dalam

KitabMaroqiy AlUbudiyah
1. Pengertian Pendidikan Kepribadian ..................................

99

2. Tipe Kepribadian dalam Islam ..........................................

102

3. Perkembangan Kepribadian ..............................................

102

4. Nilai Pendidikan Kepribadian dalam Kitab


Maroqiy Al-ubudiyah .......................................................

104

BAB IV PEMBAHASAN
A. Signifikansi Pemikiran Nawawi dalam Kitab dalam
Pendidikan di Indonesia ..........................................................

106

B. Relevansi Pemikiran Nawawi dalam Kitab dalam


Pendidikan di Indonesia ..........................................................

110

C. Implikasi Pemikiran Nawawi dalam Kitab


Dalam Pendidikan di Indonesia ..............................................

113

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................

116

B. Saran-saran .............................................................................

117

C. Kata Penutup...........................................................................

121

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

122

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


xi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Berbagai pertanyaan muncul dari kalangan orang tua, yang
menginginkan agar jiwa anak-anaknya tumbuh dalam pantulan cahaya Allah.
Keinginan yang wajar dan mulia, karena anak-anak adalah harapan di masa
depan yang di sebut dalam Al Quran sebagai generasi yang qurrota ayun
(menyejukkan matahati). Generasi itu disebut sebagai anak-anak saleh.
Sebuah figur kesalehan bukan pada pakaian, bukan pula pada disiplin belajar,
juga bukan pada kepandaiannya membaca Al Quran, kepiawaiannya
menghafal doa-doa saja, namun tertumpu pada naluri jiwa yang tumbuh
dengan kebajikan, kepekaan terhadap nuansa ilahiyah, dan kesadarannya
terhadap akhlak.
Anak-anak yang bersekolah, mulai SD sampai SMA, mulai MI sampai
MAN, tinggal berapa persen diantara mereka yang masih mendoakan orang
tuanya setiap habis shalat. Ketika pagi hari saat matahari mulai memancarkan
cahaya di bumi, berjuta anak sedang bersiap menuju sekolah, tinggal berapa
persen diantara mereka yang pamit pada kedua orang tuanya sembari
mencium telapak tangannya dengan rasa hormat dan patuh Lebih menyakitkan
lagi, tinggal berapa dari sekian juta anak yang masih mencintai pelajaran
agamanya dan bahkan memprioritaskan pelajaran agama dibanding pelajaran
lainnya? Sementara gaya hidup modern, televisi, game, facebook, hp, sudah

mengambil hati anak-anak. Terseret oleh teknologi komunikasi dan permainan


yang membuat kreativitas psikologisnya terganggu.
Alangkah nestapanya jika bertahun-tahun situasi itu berlalu tanpa
koreksi yang fundamental atas dunia pendidikan. Pendidikan di sekolah,
keluarga, di masjid-masjid pasang surut tanpa ada perenungan untuk kembali.
Dibawa kemana 20 tahun lagi anak-anak nanti. Jika anak-anak telah
kehilangan bapak spiritual di sekolah, sedangkan di rumah, ayah bundanya
sibuk bekerja.
Generasi saleh dan salehah, generasi yang bermanfaat dunia akhirat
yang harus diterjemahkan dalam dunia pendidikan. Terbentuknya suatu
pribadi utama merupakan tujuan dari pendidikan Islam dan pendidikan
nasional. Langgulung (2004: 56) mengatakan, tujuan dari pendidikan Islam
adalah pembentukan pribadi khalifah bagi anak didik yang memiliki fitrah,
roh di samping badan, kemauan yang bebas, dan akal. dengan kata lain tugas
pendidikan adalah mengembangkan keempat-empat aspek ini ada pada
manusia agar ia dapat menempati kedudukan sebagai khalifah. Sedangkan
pengertian pendidikan nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan

potensi

dirinya

untuk

memiliki

kekuatan

spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, aklaq mulia, serta


ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
(Depdiknas, 2003: 6).

Pada kenyataan sekarang ini, pendidikan di sekolah-sekolah hanya


mementingkan aspek rasio dan intelektualnya terbukti dengan banyaknya
materi pada ranah kognitif saja serta mata pelajaran pendidikan Islam hanya
diberikan dua jam pelajaran per minggu. Dengan adanya kenyataan itu tujuan
dari pendidikan Islam maupun pendidikan nasional belum biasa terwujud
dengan baik apalagi realitas pendidikan anak-anak sekarang ini telah terpolusi
budaya-budaya negatif sebagai dampak krisis pendidikan anak. Tidak hentihentinya didengar adanya beberapa kenakalan remaja, seperti pencurian,
perampokan, penganiayaan, serta pelanggaran susila yang menyalahi hukum
atau undang-undang yang berlaku.
Sebagai generasi penerus bangsa, anak harus diberikan pendidikan
sejak dini, terutama perkembangan pribadinya. Untuk itu pendidikan
kepribadian bagi generasi muda sangatlah penting sebagai pembimbing
kematangan dan kesempurnaan pribadi yang berakhlak mulia. Yusuf (2007:
220) mengatakan, pendidikan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam
mengembangkan kepribadian anak melalui pendidikan, anak dapat mengenal
berbagai aspek kehidupan, dan nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat.
Dalam Islam, pendidikan itu diarahkan untuk membimbing anak agar
berkembang menjadi manusia yang berkepribadian muslim yang saleh atau
taqwa. Muttaqin atau orang yang bertaqwa merupakan predikat yang paling
luhur dan mulia di sisi Allah. Muttaqin adalah mereka yang mempunyai
aqidah atau keimanan yang berkualitas tinggi, dan menyerahkan diri

sepenuhnya kepada ketentuan-ketentuan Allah melalui amal saleh, baik yang


berwujud ibadah ritual personal (hablumminAllah), maupun ibadah sosial
(hablumminannas), yaitu menjalin persaudaraan, memelihara, mengelola dan
menggunakan semua nikmat dari Allah bagi kesejahteraan bersama.
Dalam terminologi Islam, kepribadian dapat disebut akhlak. Begitu
mulianya orang yang kepribadiannya baik atau berakhlak terpuji hingga
Tuhan pun mengutus Muhammad SAW dengan misi menyempurnakan akhlak
manusia. Semua agama, semua budaya, semua generasi, memerlukan
kepribadian yang baik. Kepribadian adalah sesuatu yang selalu menarik
perhatian banyak pihak sepanjang massa dalam pergaulan masyarakat,
kepribadian merupakan sesuatu yang amat esensial. Kepribadian akan
mewarnai setiap interaksi sosial.
Berangkat dari problematika tersebut, penulis termotivasi untuk
mengkaji lebih lanjut tentang pendidikan kepribadian dengan mengacu
pemikiran seorang tokoh yaitu; Syekh Muhammad Bin Umar Al Nawawi Al
Bantani, dalam karyanya "Maroqiy Al-Ubudiyah". Dan penulis mengajukan
judul Pendidikan Adab Dan Kepribadian Menurut Syekh Muhammad
Bin Umar Al Nawawi Al Bantani, dalam Kitab Maroqiy Al-Ubudiyah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan
sebelumnya permasalahan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimana konsep pendidikan adab dan kepribadian dalam kitab Maroqiy
Al-Ubudiyah?
2. Bagaimana relevansi konsep pendidikan adab dan kepribadian dalam kitab
Maroqiy Al-Ubudiyah dalam konteks pendidikan Islam di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan yang dirumuskan di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan konsep pendidikan adab dan kepribadian garis
besar menurut dalam isi kitab Maroqiy Al-Ubudiyah
2. Untuk mengetahui relevansi pemikiran Nawawi dalam konteks pendidikan
Islam di Indonesia.

D. Kegunaan Penelitian
Memberikan informasi dan memperkaya wacana tentang pendidikan adab dan
kepribadian khususnya menyangkut mengenai pemikiran Syekh Muhammad
Bin Umar Al Nawawi Al Bantani yang dapat dijadikan suri teladan khususnya
bagi penulis dan pembaca.

E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Library Research. Wasito (1993: 10)
mengartikan Library Research adalah jenis penelitian yang data-datanya
diambil dari perpustakaan artinya penelitian literature yang dilakukan
dengan penelitian

menggali dan menganalisa data dari bahan-bahan

tertulis di perpustakaan yang relevan dengan masalah-masalah yang


diangkat.
Oleh Nasir (1983: 3), dikatakan bahwa penelitian kepustakaan
dilakukan karena sumber-sumber datanya, baik yang utama (Primary
Resources) maupun pendukungnya (Secondary Resources), berasal dari
karya tulis yang dipublikasikan.
2. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, menggunakan teknik dokumentasi, yaitu
pengumpulan data yang dilakukan dengan menghimpun buku-buku dan
dokumentasi yang relevan dengan sumber data dalam penelitian ini.
Setelah data terkumpul, maka dilakukan penelaahan secara kritis,
sistematis, dalam hubungan dengan masalah yang diteliti sehingga
diperoleh data atau informasi untuk dideskripsikan sesuai dengan pokok
masalah (Azwar, 1988: 36).
Adapun sumber data, baik sumber primer maupun sumber
sekunder dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Sumber primer, yakni kitab Maroqiy Al-Ubudiyah

b. Sumber sekunder, yakni buku-buku atau tulisan-tulisan lainnya yang


mempunyai pembahasan yang erat hubungannya dengan sumber
primer yang dapat membantu menganalisa dan memahami bahanbahan yang ada dalam sumber primer.
3. Metode Analisis Data
Yaitu cara penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu
dengan cara memilah-milah pengertian yang satu dengan yang lain
(Soemargono, 1983: 2). Dengan menggunakan metode ini bukan untuk
memperoleh pengertian baru, tapi hanya mendapatkan penjelasan suatu
pengertian dari penelaahan obyek penelitian. Untuk memahami obyek
penelitian ini penulis menggunakan metode analisis sebagai berikut:
a. Interpretasi
Isi buku diselami untuk dapat secepat mungkin menangkap arti
dan nuansa uraian yang disajikan (Zubair, 1999: 69) yaitu dengan
mengacu pemikiran Nawawi dalam kitab Maroqiy Al-Ubudiyah.
b. Metode Induksi
Suatu pola pikir dari hal-hal yang bersifat khusus ditarik
generalisasi yang bersifat umum. Yaitu dengan memahami kisah orang
terdahulu, seperti nabi Muhammad dan Ghozali.
c. Metode Deduksi
Apa yang dipandang benar pada suatu peristiwa. Hal ini adalah
suatu proses berpikir dari pengetahuan yang bersifat umum dan
berangkat dari pengetahuan tersebut, ditarik suatu pengertian yang

khusus (Zubair, 1999: 69). Dalam metode ini penulis mencermati dari
kehidupan dan peristiwa yang ada di lingkungan pesantren dan sekitar.

F. Penegasan Istilah
Untuk menghindari salah tafsir dalam memahami judul di atas, maka
perlu adanya pembahasan dan penjelasan terlebih dahulu dengan judul
tersebut. Adapun pembahasan dan penjelasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan
Menurut Marimba (1962: 19) pendidikan adalah bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani
dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Perlu diketahui bahwa banyak perbedaan pendapat tentang masalah
pendidikan, tetapi dasarnya tidak sampai pada hal-hal yang prinsip karena
inti dari pendidikan itu punya arahan yang sama yakni menjadikan
kehidupan manusia itu menjadi lebih baik lewat bimbingan untuk menuju
kedewasaan peserta didik, serta membentuk dan mempola pribadinya.
2. Adab
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1989: 5) adab berarti
kesopanan, kehalusan, dan kebaikan budi pekerti atau orang yang tinggi
akhlaknya.
3. Kepribadian
Dikatakan oleh Yusuf (2007: 241), kepribadian adalah organisasi
yang dinamis dalam diri individu tentang psikofisik yang menentukan

penyesuaiannya yang unik terhadap lingkungan. Dalam artian organisasi


dinamis antara sifat-sifat fisik dan psikis seseorang yang biasanya tampak
dalam

perilaku,

sikap,

watak,

cara

berpikir

seseorang

dalam

pengalamannya, maupun dalam perilaku atau tingkah laku sehari-hari.


Kesatuan antara emosi, kehendak, dan rasio moral, dan nilai-nilai yang
dianut dan kepercayaan seseorang yang dimanifestasikan dalam perbuatan.

G. Sistematika Penulisan
Untuk mengarahkan pembahasan menjadi sistematis, maka hasil
penelitian dilaporkan berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut:
Bab I

: Pendahuluan, bab ini meliputi: latar belakang masalah, rumusan


masalah,

tujuan

penelitian,

kegunaan

penelitian,

metode

penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan.


Bab II

: Berisi tentang biografi pribadi, biografi pendidikan dan karyakarya pemikiran Syekh Muhammad Bin Umar Al Nawawi Al
Bantani.

Bab III

: Berisi tentang garis besar isi kitab

Maroqiy Al-Ubudiyah.

Dimana di situ diuraikan mengenai pemikiran, dan Nilai


pendidikan adab kepribadian Syekh Muhammad Bin Umar Al
Nawawi Al Bantani.
Bab IV

: Berisi tentang pembahasan yang meliputi signifikansi pemikiran,


relevansi pemikiran, dan implikasi.

Bab V

: Berisi kesimpulan, saran-saran, dan kata penutup.

10

BAB II
RIWAYAT HDUP NAWAWI AL-BANTANI

A. Sosiohistoris Nawawi Al-Bantani


Bernama lengkap Abu Abdullah al-Muthi Muhammad Nawawi bin
Umar al-Tanari al-Bantani al-Jawi, Syekh Nawawi sejak kecil telah diarahkan
ayahnya, KH. Umar bin Arabi menjadi seorang ulama. Setelah mendidik
langsung putranya, KH. Umar yang sehari-harinya menjadi penghulu
Kecamatan Tanara menyerahkan Nawawi kepada KH. Sahal, ulama terkenal
di Banten. Usai dari Banten, Nawawi melanjutkan pendidikannya kepada
ulama besar Purwakarta Kyai Yusuf. Ketika berusia 15 tahun bersama dua
orang saudaranya, Nawawi pergi ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah
haji. Tapi, setelah musim haji usai, ia tidak langsung kembali ke tanah air.
Dorongan menuntut ilmu menyebabkan ia bertahan di Kota Suci Mekkah
untuk menimba ilmu kepada ulama-ulama besar kelahiran Indonesia dan
negeri lainnya, seperti Imam Masjidil Haram Syekh Ahmad Khatib Sambas,
Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni, Syekh Nahrawi, Syekh Ahmad
Dimyati, Ahmad Zaini Dahlan, Muhammad Khatib Hambali, dan Syekh
Abdul Hamid Daghestani (Dhofier, 2001: 18).
Tiga tahun lamanya ia menggali ilmu dari ulama-ulama Mekkah.
Setelah merasa bekal ilmunya cukup, segeralah ia kembali ke tanah air. Ia lalu
mengajar

di

pesantren

ayahnya.

Namun,

kondisi

tanah

air

tidak

menguntungkan pengembangan ilmunya. Saat itu, hampir semua ulama Islam

10

11

mendapat tekanan dari penjajah Belanda. Keadaan itu tidak menyenangkan


hati Nawawi. Lagi pula, keinginannya menuntut ilmu di negeri yang telah
menarik hatinya, begitu berkobar. Akhirnya, kembalilah Syekh Nawawi ke
Tanah Suci. Kecerdasan dan ketekunannya mengantarkan ia menjadi salah
satu murid yang terpandang di Masjidil Haram. Ketika Syekh Ahmad Khatib
Sambas

uzur

menjadi

Imam

Masjidil

Haram,

Nawawi

ditunjuk

menggantikannya. Sejak saat itulah ia menjadi Imam Masjidil Haram dengan


panggilan Syekh Nawawi al-Jawi. Selain menjadi Imam Masjid, ia juga
mengajar dan menyelenggarakan halaqah (diskusi ilmiah) bagi muridmuridnya yang datang dari berbagai belahan dunia. Laporan Snouck
Hurgronje, orientalis yang pernah mengunjungi Mekkah ditahun 1884-1885
menyebut, Syekh Nawawi setiap harinya sejak pukul 07.30 hingga 12.00
memberikan tiga perkuliahan sesuai dengan kebutuhan jumlah muridnya. Di
antara muridnya yang berasal dari Indonesia adalah KH. Kholil Madura, K.H.
Asnawi Kudus, K.H. Tubagus Bakri, KH. Arsyad Thawil dari Banten dan KH.
Hasyim Asyari dari Jombang. Mereka inilah yang kemudian hari menjadi
ulama-ulama terkenal di tanah air.
Sejak 15 tahun sebelum kewafatannya, Syekh Nawawi sangat giat
dalam menulis buku. Akibatnya, ia tidak memiliki waktu lagi untuk mengajar.
Ia termasuk penulis yang produktif dalam melahirkan kitab-kitab mengenai
berbagai persoalan agama. Paling tidak 34 karya Syekh Nawawi tercatat
dalam Dictionary of Arabic Printed Books karya Yusuf Alias Sarkis. Beberapa
kalangan lainnya malah menyebut karya-karyanya mencapai lebih dari 100

12

judul, meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti tauhid, ilmu kalam, sejarah,
syariah, tafsir, dan lainnya. Di antara buku yang ditulisnya dan mutabar
(diakui secara luasRed) seperti Tafsir Marah Labid, Atsimar al-Yaniah fi ArRiyadah al-Badiah, Nurazh Sullam, al-Futuhat al-Madaniyah, Tafsir AlMunir, Tanqih Al-Qoul, Fath Majid, Sullam Munajah, Nihayah Zein, Salalim
Al-Fudhala, Bidayah Al-Hidayah, Al-Ibriz Al-Daani, Bugyah Al-Awwam,
Futuhus Samad, dan al-Aqdhu Tsamin. Sebagian karyanya tersebut juga
diterbitkan di Timur Tengah. Dengan kiprah dan karya-karyanya ini,
menempatkan dirinya sebagai Sayyid Ulama Hijaz hingga sekarang. Dikenal
sebagai ulama dan pemikir yang memiliki pandangan dan pendirian yang
khas, Syekh Nawawi amat konsisten dan berkomitmen kuat bagi perjuangan
umat Islam. Namun demikian, dalam menghadapi pemerintahan kolonial
Hindia Belanda, ia memiliki caranya tersendiri. Syekh Nawawi misalnya,
tidak agresif dan reaksioner dalam menghadapi kaum penjajah. Tapi, itu tak
berarti ia kooperatif dengan mereka. Syekh Nawawi tetap menentang keras
kerjasama dengan kolonial dalam bentuk apapun. Ia lebih suka memberikan
perhatian kepada dunia ilmu dan para anak didiknya serta aktivitas dalam
rangka menegakkan kebenaran dan agama Allah SWT. Dalam bidang syariat
Islamiyah, Syekh Nawawi mendasarkan pandangannya pada dua sumber inti
Islam, Alquran dan Al-Hadis, selain juga ijma dan qiyas. Empat pijakan ini
seperti yang dipakai pendiri Mazhab Syafiiyyah, yakni Imam Syafii.
Mengenai ijtihad dan taklid (mengikuti salah satu ajaran), Syekh Nawawi
berpendapat, bahwa yang termasuk mujtahid (ahli ijtihad) mutlak adalah

13

Imam Syafii, Hanafi, Hambali, dan Maliki. Bagi keempat ulama itu, katanya,
haram bertaklid, sementara selain mereka wajib bertaklid kepada salah satu
keempat imam mazhab tersebut. Pandangannya ini mungkin agak berbeda
dengan kebanyakan ulama yang menilai pintu ijtihad tetaplah terbuka lebar
sepanjang masa. Barangkali, bila dalam soal mazhab fikih, memang keempat
ulama itulah yang patut diikuti umat Islam kini

B. Biografi Pribadi dan Pendidikan Nawawi Al-Bantani


Nawawi Al-Jawi, Syekh (Banten Jawa Barat, 1230 H/1813 M-Makkah,
1314 H/1897 M). Seorang ulama besar penulis dan pendidik dari Banten, Jawa
Barat, yang bermukim di Makkah. Nama aslinya adalah Nawawi Bin Umar
Bin Arabi. Ia disebut juga Nawawi Al-Bantani. Di kalangan keluarganya,
Syekh Nawawi Al Jawi dikenal dengan sebutan Abdul Muthi. Ayahnya
bernama KH. Umar Bin Arabi, seorang ulama dan penghulu di Tanara Banten.
Ibunya Jubaidah, penduduk asli Tanara. Dari silsilah keturunan ayahnya,
Syekh Nawawi merupakan salah satu keturunan Maulana Hasanuddin (Sultan
Hasanuddin), putra Maulana Syarif Hidayatullah.
Nawawi terkenal sebagai seorang ulama besar di kalangan umat Islam
internasional. Ia dikenal melalui karya-karya tulisnya. Beberapa julukan
kehormatan dari Arab Saudi, Mesir dan Suriah diberikan kepadanya, seperti
Sayid ulama Al-Hedzjaz, Mufti dan Fakih. Dalam kehidupan sehari-hari ia
tampil dengan sangat sederhana.
Sejak kecil Nawawi telah mendapat pendidikan agama dari orang tuanya.
Mata pelajaran yang diterimanya antara lain bahasa Arab, fikih dan ilmu

14

tafsir. Selain itu ia belajar pada kyai Yusuf di Purwakarta. Pada usia 15 tahun
ia pergi menunaikan ibadah haji ke Makkah dan bermukim di sana selama 3
tahun. Di Makkah ia belajar pada beberapa orang syekh yang bertempat
tinggal di Masjidil Haram, seperti Syekh Ahmad Nahrawi, Syekh Ahmad
Dimyati dan Syekh Ahmad Zaini Dahlan. Ia juga pernah belajar di Madinah di
bawah bimbingan Syekh Muhammad Khatib Al-Hanbali. Sekitar tahun 1248
H/1831 M ia kembali ke Indonesia. Di tempat kelahirannya ia membina
pesantren peninggalan orang tuanya. Karena situasi politik yang tidak
menguntungkan, ia kembali ke Makkah setelah 3 tahun berada di Tanara dan
menuruskan belajarnya di sana. Sejak keberangkatannya yang kedua kalinya
ini ia tidak pernah kembali ke Indonesia (Ensiklopedi Islam, 1994: 23-24).
Beliau menetap di sana hingga akhir hayatnya. Beliau meninggal pada
tanggal 25 Syawal 1314 H atau tahun 1897 M. Beliau wafat dalam usianya
yang ke-84 tahun di tempat kediamannya yang terakhir yaitu kampung Syiib
Ali Makkah. Jenazahnya dikuburkan di pekuburan Mala, Makkah, berdekatan
dengan kuburan Ibnu Hajar dan Siti Asma Binti Abu Bakar Shiddiq. Beliau
wafat pada saat sedang menyusun sebuah tulisan yang menguraikan Minhaj
Ath-Thalibin-nya Iman Yahya bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin
Jamaah bin Hujam Nawawi (Hasan, 1987: 39)
Menurut catatan sejarah, di Makkah nawawi berupaya mendalami ilmuilmu agama dari para gurunya, seperti Syekh Muhammad Khatib Sambas,
Syekh Abdul Gani Bima, Syekh Yusuf Sumulaweni dan Syekh Abdul Hamid
Dagastani.Dengan bekal pengetahuan agama yang telah ditekuninya selama

15

lebih kurang 30 tahun, ia setiap hari mengajar di Masjidil Haram. Muridmuridnya berasal dari berbagai penjuru dunia. Ada yang berasal dari
Indonesia, seperti KH. Khalil (Bangkalan, Madura), KH. Asyari (Jombang,
Jawa Timur). Ada pula yang berasal dari Malaysia, seperti KH. Dawud
(Perak). Ia mengajarkan pengetahuan agama secara mendalam kepada muridmuridnya, yang meliputi hampir seluruh bidang. Di samping membina
pengajian, melalui murid-muridnya, ia memantau perkembangan politik di
tanah air dan menyumbangkan ide-ide dan pemikirannya untuk kemajuan
masyarakat Indonesia. Di Makkah ia aktif membina suatu perkumpulan yang
disebut Koloni Jawa, yang menghimpun masyarakat Indonesia yang berada di
sana. Aktivitas koloni Jawa ini mendapat perhatian dan pengawasan khusus
dari pemerintahan kolonial Belanda.
Nawawi memiliki beberapa pandangan dan pendirian yang khas.
Diantaranya, dalam menghadapi pemerintahan kolonial, ia tidak agresif atau
reaksioner. Namun demikian ia sangat anti bekerja sama dengan pihak
kolonial dalam bentuk apapun. Ia lebih suka mengarahkan perhatiannya pada
pendidikan, membekali murid-muridnya dengan jiwa keagamaan dan
semangat untuk menegakkan kebenaran. Adapun terhadap orang kafir yang
tidak menjajah, ia membolehkan umat Islam berhubungan dengan mereka
untuk tujuan kebaikan dunia. Ia memandang bahwa semua manusia adalah
saudara, sekalipun dengan orang kafir. Ia juga menganggap bahwa
pembaharuan dalam pemahaman agama perlu dilakukan untuk terus menggali
hakikat kebenaran. Dalam menghadapi tantangan zaman, ia memandang umat

16

Islam perlu menguasai berbagai bidang keterampilan atau keahlian ia


memahami Perbedaan Umat adalah Rahmat dalam konteks keragaman
kemampuan dan persaingan untuk kemajuan umat Islam.
Dalam bidang syariat, Nawawi mendasarkan pandangannya pada AlQuran, Hadits, Ijmak, dan Qiyas. Ini sesuai dengan dasar-dasar syariat yang
dipakai oleh Iman Syafii. Mengenai Ijtihad dan Taklid, ia berpendapat bahwa
yang termasuk mujtahid (ahli ijtihad) mutlak ialah Imam Syafii, Imam
Hanafi, Imam Malik dan Imam Hambali. Bagi mereka haram bertaklid,
sedangkan orang-orang selain mereka, baik sebagai mujtahid Fi-Al Mazhab,
Mujtahid Al-Mufti, maupun orang-orang awam/ masyarakat biasa, wajib taklid
kepada salah satu mazhab dari mujtahid mutlak (Ensiklopedi islam, 1994: 24).
Nawawi mempunyai garis keturunan ayah dan ibu. Adapun garis
keturunan ayah adalah sebagai berikut; Kyai Umar bin Kyai Ali bin Ki Jamad
bin Ki Janta bin Ki Mas Bugil bin Ki Maskun bin Ki Masnun bin ki Maswi
bin Tajul Arusy tanara bin Maulana Hasanuddin Banten bin Maulana Syarif
Hidayatullah Cirebon bin Raja Amatuddin Abdullah bin Ali Nuruddin bin
Malik bin Sayyid Alwi bin Sayyid Muhammad Shahib Mirabath bin Sayyid
Ali khali Qasim bin Sayyid Ali bin Imam Ubaidillah bin Imam Isa Naqib bin
Imam Ali Al Ridhi bin Imam Jafar Al Shadiq bin Imam Ali Al Baqir bin
Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyiduna Fatimah Zahra binti Muhammad
SAW. Adapun silsilah dari garis keturunan ibu adalah sebagai berikut;
Nawawi bin Nyi Zubaidah binti Muhammad Singaraja bin Kyai Ali bin ki
Jamad bin ki Janta bin ki masyarakat bugil bin ki masnun bin Maulana

17

Hasanuddin Banten bin maulana Syarif Hidayatullah Cirebon bin Raja


Amatuddin Abdullah bin Ali Nuruddin bin Maulana Jamaluddin Akbar
Husain bin Imam Amir Abdullah Malik bin Sayyid Alwi bin Sayyid
Muhammad Shahib Mirbath bin Sayyid Ali Khaliqosim bin Sayyid Alwi bin
Imam Ubaidillah bin Ahmad Muhajir ilAllah bin Imam Isa Al Naqib bin
Imam Muhammad Naqib bin Imam Ali Al Riddhi Bin Imam Jafar Al Shaddiq
bin Imam Muhammad Al Baqli bin Sayyiduna Husain bin Sayyiduna Fatimah
Zahra binti Muhammad SAW.
Untuk lebih jelasnya tentang silsilah Nawawi Al Bantani dapat dilihat
pada skema berikut ini:
Muhammad SAW
Sayyidatuna Fatimah Zahrah
Sayyiduna Husein
Imam Ali Zaenal Abidin
Imam Muhammad Al Baqir
Imam Jafar Al Shadiq
Imam Ali Al Ridha
Imam Muhammad Naqib
Ahmad Muhajir IlAllahi
Imam Ubaidillah
Sayid Alwi
Amir Abdullah Malik
Abdullah Ahmad Khan
Imam Sayyid Ahmad Syah Jabal

18

Maulana Jamaludin Akbar Husain


Ali Nuruddin
Raja Aminuddin Abdullah
Maulana Syarif Hidayatullah Cirebon
Maulana Hasanuddin Banten
Ki Tajul Arusy Tanara
Ki Maswi
Ki Masnun
Ki Mas Bugil
Ki Janta
Ki Jamad
Kyai Ali
Muhammad Singaraja
Kyai Umar

Nyi Zubaidah
Imam Nawawi Al Bantani

Gambar 1 Silsilah Keturunan Nawawi Al Bantani

Nawawi merupakan keturunan yang ke 12 dari Maulana Syarif


Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, Cirebon), yaitu keturunan dari putra
Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I) yang bernama Sunyaras (Tajul Arusy)
Nawawi hidup di kalangan ulama dan pada masa kanak-kanak beliau
belajar ilmu agama bersama saudara-saudaranya dari ayahnya sendiri. Ilmuilmu yang dipelajari meliputi pengetahuan tentang bahasa, fiqih dan tafsir.
Dari pengetahuan dasarnya itu, mendorong beliau untuk meneruskan

19

pelajarannya ke beberapa pesantren di Pulau Jawa. Pendidikan Nawawi


sebenarnya di latar belakangi oleh minat dan semangat dari Imam Syafii yaitu
imam besar yang wafat pada tahun 204 H. Beliau mempunyai makalah yang
tertulis sebagai mana pernyataan di bawah ini:
Tidak layak bagi orang-orang yang berakal dan berilmu. Untuk mencari
ilmu tinggalkanlah negerimu, dan berkenanlah, engkau pasti akan menemukan
pengganti orang-orang yang kamu cintai, bersusah payahlah karena
sesungguhnya ketinggian derajat dan kehidupan bisa dicapai dengan
kesusahan payahan. (Hasan, 1987: 40)
Pemikiran di atas nampaknya memacu Nawawi untuk selalu mengembara
meninggalkan

tanah

airnya

dan

mendalami

berbagai

macam

ilmu

pengetahuan, terutama ilmu agama Islam. Nawawi menjadi terkenal di


Indonesia karena beliau pandai menerangkan kata-kata bahasa Arab yang
artinya tidak jelas dan sulit. Sebagaimana yang tertulis dalam syair
keagamaan. Kemasyhuran beliau karena karyanya yang banyak beredar di
Negara Arab. Namun sebagian besar faham beliau berpijak pada Madzhab
Syafiiyah. Di Kairo misalnya beliau terkenal dengan tafsirannya, beliau
dijuluki sebagai sebutan Sayyid ulama Hijaz.
Secara kronologis, pendidikan Imam Nawawi dari berbagai sumber tidak
dijelaskan secara rinci. Hanya saja ada sebagian sumber mengatakan bahwa
cara berguru beliau berpindah-pindah dari satu guru ke guru yang lain. Guruguru beliau yang terkenal adalah Sayyid Ahmad Nahrawi, Sayyid Ahmad
Dimyati dan Ahmad Zaini Dahlan. Ketiganya ini guru beliau yang berada di
Makkah. Sedangkan di Madinah beliau belajar pada Muhammad Khatib Al

20

Hambali. Dan selanjutnya beliau melanjutkan pelajarannya pada ulama-ulama


besar di Mesir dan Syam (Syiria) (Hasan, 1987: 40-41)
Dilihat dari konteks sejarah hidupnya, Nawawi hidup sezaman dengan
tokoh pembaharu terkemuka, yaitu Jamaluddin Al Afgani (1254-1314 H /
1839-1897 M) dan murid utamanya Muhammad Abduh (1266-1323 H/ 18491905 M) (Hasani, 2012).

C. Karya Pemikiran Nawawi


Kelebihan Syekh Nawawi telah terlihat sejak kecil. Ia hafal Al-Quran
pada usia 18 tahun. Sebagai seorang syekh, ia menguasai hampir seluruh
cabang ilmu agama, seperti ilmu tafsir, ilmu tauhid, fikih, akhlak, tarikh, dan
bahasa Arab. Pendirian-pendiriannya, khususnya dalam bidang ilmu kalam
dan fikih, bercorak Ahlusunnah Waljamaah. Keahliannya dalam bidangbidang ilmu tersebut dapat dilihat melalui karya-karya tulisnya yang cukup
banyak. Menurut suatu sumber, ia mengarang kitab sekitar 115 buah,
sedangkan menurut sumber lain sekitar 99 buah, yang terdiri berbagai disiplin
ilmu agama. Di antara karangannya, dalam bidang tafsir ia menyusun kitab
Tafsir Al-Munir (yang memberi sinar). Dalam bidang hadist, kitab Tanqih AlQoul/ meluruskan pendapat (Syarah Lubab Al Hadist, As-Suyuti). Dalam
bidang tauhid, diantaranya kitab Fath Al-Majid/ pembuka bagi yang mulia
(Syarah Ad-Durr Al-Farid Fi Al-Tauhid, Al Bajuri) yang berisi penjelasan
tentang masalah tauhid. Dalam bidang fikih, diantaranya kitab Sullam Al
Munajah/ tangga untuk mencapai keselamatan (Syarah Safinah As-Salah), At-

21

Tausyih (Syarah Fath Al-Qarib

Al-Mujib, ibnu Qosun Al-Gazi) yang

menguraikan masalah-masalah fikih dan Nihayah Az-Zen. Dalam bidang


politik atau tasawuf, diantaranya kitab Salalim Al-fudala/ tangga bagi para
ulama terpandang (Syarah Manzumah Hidayah Al-Azkiya) Misbah Az-Zalam
(penerang kegelapan), dan Bidayah Al-Hidayah. Dalam bidang tarikh,
diantaranya kitab Al-Ibriz Ad-Dani (emas yang dekat), Bugyah Al-Awam
(kezaliman orang awam) dan Fathu As-Samad (kunci untuk mencapai yang
maha memberi). Dalam bidang bahasa dan kesustraan, di antara kitab Fathu
Gafir Al-Khatiyyah (Kunci untuk mencapai pengampunan kesalahan).
Beberapa keistimewaan dari karya-karyanya telah ditemukan oleh peneliti,
diantaranya kemampuan menghidupkan isi karangan sehingga dapat dijiwai
oleh pembacanya, pemakaian bahasa yang mudah dipahami sehingga mampu
menjelaskan istilah-istilah yang sulit dan keluasan isi karyanya. Buku-buku
karyanya juga banyak digunakan di Timur Tengah (Ensiklopedi islam, 1994:
24-25).
Ada cerita dibalik penulisan syarah kitab bidayah al hidayah (karya Imam
Ghozali) yakni kitab Maroqiy al ubudiyah. Ketika itu lampu minyak beliau
padam, padahal saat itu sedang dalam perjalanan dengan onta (dijalan tetap
menulis). Beliau berdoa, jika kitab ini dianggap penting dan bermanfaat bagi
kaum muslimin, ia mohon kepada Allah SWT memberikan sinar agar bisa
melanjutkan menulis. Tiba-tiba jempol kaki beliau mengeluarkan api, dan
bersinar terang, dan beliau meneruskan menulis syarah itu hingga selesai, dan
bekas api di jempol tadi membekas. Hingga saat pemerintah hijaz memanggil

22

beliau untuk dijadikan tentara (karena badan beliau tegap) ternyata beliau
ditolak, karena adanya bekas api di jempol tadi (Arifin, 2012).
Pengaruh pemikiran Nawawi adalah disebabkan beliau adalah orang yang
produktif dan komunikatif, di samping beliau adalah seorang pujangga yang
sudah hafal Al-Quran sejak usia 18 tahun, disamping ribuan hadits. Oleh
sebab itu beliau sangat menguasai berbagai permasalahan, sehingga di mesir
beliau dikenal juga sebagai seorang mufti dan fiqih. Nawawi tidak saja
dikenal sebagai orang yang ahli dalam bidang fiqih saja,tetapi juga sebagai
seorang sufi, bahkan

memiliki tanda-tanda seorang wali, misalnya

keberanian, tawakkal yang mutlak kepada Allah Swt. Ciri khas karya beliau
banyak bicara soal hukum Islam dan bermadzhab Syafii, kebanyakan
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia terutama masalah thariqah khususnya
bagi masyarakat Banten.
Pemikiran beliau ternyata banyak sekali mengutip pikiran para ulama
salaf. Terutama masalah yang berkaitan pernikahan, ibadah dan lain-lain.
Karangan beliau dalam masalah ibadah banyak diungkapkan lewat kitab
Kasifatussyaja, kitab seperti ini banyak dipakai di pondok pesantren. Dalam
masalah ilmu kalam, pembahasannya lewat teori sifat- sifat Allah. Beliau
memperkenalkan kemustahilan teori daur dan tasalsul (lingkaran dan rantai
yang tidak ada ujung pangkalnya) dalam karyanya Tijan Ad- Darari. Dalam
ilmu tasawuf yang beliau kembangkan, terutama tentang kedudukan manusia,
Allah dan doa sangat berpengaruh di masyarakat.

23

Kumpulan doa-doa yang baik, kutipan ayat-ayat Al-Quran dan AlHadist, yang berisi doa-doa dipedomani oleh masyarakat bahkan wirid-wirid
(amalan) tertentu yang banyak diamalkan, adapula doa dan wirid beliau yang
diangkat menjadi syair dan dikumandangkan oleh para muslimin dan
muslimat di masjid, di mushola-mushola. Untuk menghargai jasa beliau
khususnya bagi masyarakat Banten, setiap tahun di Banten di daerah
kelahirannya diadakan upacara haul (peringatan hari wafat) dan diprakarsai
oleh keturunannya. Kegiatan semacam ini sudah menjadi kebiasaan
masyarakat Tanara Banten, sebagai acara resmi yang dihadiri oleh tokoh
masyarakat dan para ulama setempat, yang diselenggarakan setiap akhir bulan
syawwal. Dari peringatan ini timbul suatu kesadaran bahwa nawawi adalah
tokoh

pendidikan

yang

sangat

besar

dan

usahanya

itu

harus

berkesinambungan. Dalam rangka mewujudkan cita- cita tersebut, beberapa


ulama di banten mendirikan yayasan, yang diberi nama yayasan AnNawawi pada tanggal 31 Januari 1979, dan berkedudukan di Tanara (depag,
1987: 668-669)
Pernyataan di atas adalah salah satu paradigma yang patut di garis
bawahi, bahwasannya Nawawi adalah sosok ulama yang patut diteladani baik
dari

segi

intelektual

atau

kesufiannya.

Wawasan

keilmuan

beliau

mencerminkan seorang yang mencintai ilmu pengetahuan terutama adalah


ilmu hukum Islam. Hal ini dilihat pada hasil karyanya yang cukup banyak,
semua ditulis pada hasil karyanya yang menggunakan bahasa Arab. Selain
gelar yang lain beliau juga seorang penganut aliran kesufian, seluruh

24

kehidupannya dihabiskan untuk mengabdi kepada ilmu pengetahuan. Hal ini


beliau lakukan semata-mata karena Allah, beliau akan berusaha menjadi
manusia yang selalu bertaqwa.

25

BAB III
POKOK PEMIKIRAN NAWAWI AL BANTANI
TENTANG ADAB DAN KEPRIBADIAN

Kitab Syarah Maroqiy Al-Ubudiyah alaa matni Bidayah Al- Hidayah


adalah karya Muhammad Nawawi Al Jawi, sedangkan kitab Bidayah Al-Hidayah
sendiri merupakan karya Imam Al Ghozali. Maka kitab Maroqiy Al-Ubudiyah
merupakan penjelasan dari Bidayah Al-Hidayah yang menguraikan secara rinci
dan menerangkan setiap bab yang terdapat dalam kitab tersebut.
Kitab Maroqiy Al-ubudiyah terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama terdiri
dari 14 bab, bagian kedua terdiri dari 2 bab, dan bagian ketiga terdiri dari 1 bab.
Secara garis besar, sistematika kitab Maroqiy Al-ubudiyah adalah sebagai
berikut:
A. Mengenai Ketaatan
Taat berarti mematuhi perintah-perintah Allah SWT. Perintah-perintah
Allah SWT ada dua macam, yaitu fardhu dan nawafil. Fardhu (amalan wajib)
merupakan pokoknya, ia ibarat modal dagangan yang dengannya tercapailah
keselamatan dan terhindar dari segala bahaya. Sedangkan Nawafil (amalan
sunnah) adalah keuntungan, yang dengannya tercapailah keuntungan berupa
derajat-derajat.
Allah Tabaroka Wa Taala berfirman: Tidaklah orang-orang
mendekatkan diri kepadaKu seperti menunaikan apa yang aku wajibkan atas
mereka, hamba yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil
25

26

hingga aku mencintainya, maka aku adalah pendengarannya yang digunakan


untuk mendengar dan penglihatannya yang digunakan untuk melihat dan
lisannya yang digunakannya untuk bicara dan tangannya yang digunakan
untuk bekerja, serta kakinya yang digunakan untuk berjalan.
Dalam riwayat Bukhari: Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri
kepada-Ku dengan sesuatu ketaatan yang lebih aku sukai daripada melakukan
apa-apa yang aku wajibkan atasnya. Yang dimaksud dalam lafadz ini adalah
semua amal yang fardhu ain dan fardhu kifayah yang meliputi fardhu-fardhu
yang lahir seperti shalat, zakat dan ibadah-ibadah lainnya, disamping
meninggalkan perbuatan-perbuatan yang diharamkan, seperti zina dan
pembunuhan. Dan perbuatan batin seperti mengenal Allah dan cinta karena
Allah, bertawakal kepada-Nya, serta takut kepada-Nya.
Yang dimaksud dengan nawafil adalah amalan-amalan sunah yang
dilakukan setelah megerjakan amalan wajib, bukan dengan meninggalkan
amalan wajib. Barang siapa yang berjihad mendekatkan diri kepada Allah
SWT, dengan amalan-amalan wajib dibarengi dengan sunnah, maka Allah
SWT akan dekat kepadanya dan mengangkatnya sampai derajat ihsan
sehingga ia beribadah kepada Allah SWT. Disertai kehadiran hati dan
kerinduan kepada Allah SWT, hingga menyaksikan Allah SWT dengan mata
hatinya seakan-akan ia melihat Allah SWT.
Orang yang mencari derajat yang tinggi akan sampai ke tingkat ihsan
jika ia mau bermuraqabah (mendekatkan diri) yaitu mengerjakan perintahperintah Allah SWT dengan mengawasi hati dan tubuhnya dengan kedipan-

27

kedipan matanya dan nafas-nafasnya dari pagi hingga sore. Berhati-hati


terhadap hal-hal yang dilarang atau meninggalkan maksiat dan selalu
mengingat Allah setiap waktu.
1. Adab Bangun Tidur
Apabila engkau bangun tidur dan berniat untuk menghasilkan
keutamaan terbesar, maka berusahalah sekuat tenaga untuk bangun
sebelum terbit fajar, supaya bisa shalat di awal waktu, karena shalat dalam
suasana masih gelap lebih baik daripada shalat dalam suasana sudah
terang. Apabila seseorang mengerjakan shalat pada awal waktu dan masih
dalam keadaan gelap, maka para malaikat malam hadir menyaksikan
shalatnya. Dan apabila shalat itu lama disebabkan bacaan yang tartil
hingga nampak cahaya, maka para malaikat siang hadir pula sambil
menyaksikan shalatnya.
Juga apabila seseorang mengerjakan shalat sejak awal waktu,
dengan bacaan yang panjang, maka ditengah-tengah bacaan tersebut alam
berubah dari gelap menjadi terang. Kegelapan itu sesuai dengan kehidupan
kematian dan ketidak-adaan, sedangkan cahaya itu sesuai dengan
kehidupan wujud. Maka ketika manusia bangun dari tidurnya, seakan-akan
ia berpindah dari kematian menuju kehidupan dan dari tidak ada menjadi
ada dan dari diam menjadi bergerak. Keadaan yang menakjubkan ini
menunjukkan kepada akal bahwa tidak ada yang dapat melakukan
perubahan ini kecuali Al-Khaliq dengan hikmah. Ketika itu akal menjadi

28

terang dengan cahaya marifat dan terbebas dari penyakit hati, yaitu cinta
dunia, keserakahan, dengki, saling membanggakan diri.
Para nabi seperti halnya para dokter mengajak manusia untuk
melakukan ketaatan dan ubudiyah mulai bangun dari tidur, karena sangat
bermanfaat dan bisa menghilangkan penyakit. Demikianlah dikatakan oleh
Asy-Syarbini. Hendaklah mengawali waktu dalam harimu dengan
berdzikir menyebut nama Allah SWT. Diriwayatkan oleh Bukhari bahwa
Rasulullah saw bersabda; Setan mengikat belakang kepala salah seorang
dari kamu di waktu tidur dengan tiga ikatan, ia memukul pada setiap
ikatan seraya berkata; Tetaplah di tempatmu, malam masih panjang, maka
tidurlah. Jika ia terbangun sambil menyebut nama Allah SWT terlepaslah
satu ikatan. Dan jika ia shalat, terlepaslah seluruh ikatan. Maka ia pun
menjadi giat dan baik jiwanya. Kalau tidak, maka ia pun berjiwa buruk
dan malas.
Pada waktu itu bacalah:


Artinya:
Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah
mematikan kami dan kepada-Nya kami dibangkitkan (dari
kubur). (HR. Bukhari dari Hudzaifah dan Abi Dzar)
Diriwayatkan dari Abi Hurairah dari Nabi SAW, beliau bersabda:
Apabila seseorang dari kamu bangun, hendaklah ia mengucapkan: segala
puji bagi Allah yang mengembalikan ruhku kepadaku dan menyehatkan
aku dalam tubuhku serta mengizinkan aku menyebut nama-Nya.

29

Dari Abi Hurairah berkata: Rasulullah saw bersabda: Tidaklah


seseorang bangun dari tidurnya, lalu mengucapkan, Segala puji bagi
Allah yang menciptakan tidur dan jaga. Segala puji bagi Allah yang
membangkitkan aku dalam keadaan selamat dan sempurna. Aku bersaksi
bahwa Allah menghidupkan orang mati dan Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu , kemudian Allah SWT berkata : Benarlah hamba-Ku.
Dari Aisya ra. bahwa Rasulullah saw. apabila bangun di waktu
malam, beliau mengucapkan :
Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau. Ya Allah, aku
mohon kepada-Mu ampunan atas dosaku dan aku mohon kepada-Mu
rahmat-Mu. Ya Allah, tambahlah ilmuku dan jangan sesatkan aku setelah
engkau beri petunjuk kepadaku dan berilah aku rahmat dari sisi-Mu,
sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.Demikian disebutkan oleh Nawawi
dalam kitab Adzkar-nya.
Apabila engkau memakai baju, maka niatkanlah mematuhi perintah
Allah SWT. untuk menutup auratmu dan waspadalah agar jangan memakai
baju untuk riya kepada manusia sehingga engkau rugi.Apabila engkau
memakai baju, sandal dan lainnya dengan niat agar dihormati orang
banyak atau dicintai para ulama dan pemuka dengan tujuan menguatkan
mazhab ahlil haq dan menyiarkan ilmu serta mendorong orang-orang
untuk beribadah bukan sekedar memuliakan diri sendiri maupun untuk
memperoleh kesenangan dunia, maka hal itu merupakan kebaikan dan
termasuk amal akhirat, karena ini adalah niat terpuji. Yang demikian

30

tidaklah termasuk riya, karena yang dimaksud adalah urusan akhirat.


Sebagaimana dikatakan oleh Al-Ghazali dalam bab riya.
Salah seorang dari mereka berkata; Patutlah para ulama dan pelajar
di zaman kita ini lebih bagus bajunya, lebih besar surbannya dan lebih luas
lengan bajunya daripada orang-orang bodoh, yakni supaya ilmu menjadi
kuat dan agung.Dari Said bin Malik bin Sainan bahwa Nabi saw. apabila
memakai baju qamish, rida (selendang) atau imanah (surban) beliau
mengucapkan: Ya Allah, aku mohon kepada-Mu dari kebaikannya dan
kebaikan pemakainya.Dari Muadz bin Anas bahwa Rasulullah SAW
bersabda: Barang siapa memakai baju baru, lalu mengucapkan: segala
Puji bagi Allah yang memberikan pakaian ini dan mengaruniakannya
kepadaku tanpa daya dan kekuatan dariku, melainkan Allah mengampuni
dosanya yang terdahulu.

2. Adab Memasuki Kamar Kecil (WC)


Apabila engkau hendak ke kamar kecil (WC), maka dahulukan kaki
kirimu di waktu masuk dan kaki kananmu diwaktu keluar. Semua tempat
kotoran adalah tempat yang tidak terhormat (hina). Dan setiap memasuki
tempat yang kotor, dahulukan kaki kiri. Demikian dikatakan oleh AlWanaiy. Janganlah engkau membawa sesuatu yang bertuliskan Allah
SWT. dan Rasul-Nya ke dalam tempat kotor dan janganlah masuk tanpa
memakai penutup kepala. Dan cukuplah menutup kepala dengan lengan
bajunya untuk melindungi dari gangguan jin sebagaimana dikatakan oleh
Ar Ramli. Dan jangan memasukinya dalam keadaan telanjang kaki untuk

31

menghindari najis, saat di depan waktu masuk ucapkanlah doa di bawah


ini, apabila terlanjur masuk baru ingat, maka ucapkanlah di dalam hati:

Artinya:
Dengan nama Allah, Aku berlindung kepada Allah dari
kotoran yang najis, setan yang jahat dan menjadikan jahat,
yaitu setan yang terkutuk.
Dalam riwayat Ibnu Adiy:

Artinya:
Ya Allah, aku mohon kepada-Mu perlindungan dari kotoran
yang najis, dan setanyang jahat dan menjadikan jahat, yaitu
setan yang terkutuk.
Doa ini terdapat pula dalam iwayat Ibnu Abi Ayaibah, tetapi dengan
taawwudz lain.
Di waktu keluar dari tempat buang air ucapkan :

Artinya:
Ya Allah, ampunilah aku. Segala puji bagi Allah yang maha
menghilangkan dari kotoran yang menggangguku dan
menyiasakan padaku kekuatan yang bermanfaat bagiku.
Disunahkan mengucapkan: Ghufranaka, dua atau tiga kali
sebagaimana disebutkan oleh Al-Wanaiy.

32

Janganlah beristinja dengan air di tempat buang hajat yang bukan


pada tempatnya, karena ditakutkan terkena percikan air kencing hingga
menajiskannya. Lain halnya jika dengan batu, karena tidak menimbulkan
percikan. Lain halnya dengan tempat yang telah disediakannya, dan
istinja di tempat itu menjadikan bersih, kecuali bila tempat tersebut ada
udara yang berlawanan arah sehingga ditakutkan percikan air kencingnya
kembali.
Manuntaskan air kencing dengan berendam dengan mengusapnya
dan memijit dari pangkal hingga ujung kemaluan tiga kali dengan tangan
kirimu dengan pijitan yang lembut. Jika perempuan hendaknya
meletakkan jari-jari tangannya yang kiri pada rambut kemaluannya dan
memijitnya perlahan. Demikianlah dinukil oleh Al-Bujairami dan Syarh
Ar Raudh oleh Syaikhul Islam.
Setiap orang berbeda dalam menyucikan anggota tubuhnya.
Hukumnya sunah jika diyakini bahwa kencingnya sudah berhenti, dan
wajib bila besar dugaannya kencingnya belum habis, kecuali dengan
berdehem. Jika engkau berada di padang terbuka, maka menjauhlah dari
pandangan orang-orang sehingga sosokmu tidak terlihat. Kejauhan ini
lebih baik dari pada menjauhkan diri dari orang-orang ke tempat dimana
orang yang keluar di situ tidak mendengar suaranya dan tidak mencium
baunya sebagaimana dinukil oleh Al-Wanaiy dari Ar-Ramli.
Tutuplah auratmu meski tidak ada orang melihatmu. Apabila
engkau berada di dalam bangunan, maka hal itu sudah cukup, jika tidak

33

ada orang yang melihatnya. Kalau tidak, maka wajib menutup aurat,
karena diharamkan membuka aurat di hadapan orang banyak sebagaimana
dikatakan oleh Al-Wanaiy. Janganlah engkau membuka auratmu sampai
di tempat duduk.
Apabila engkau sampai ke situ, maka bukalah pakaianmu sedikit
demi sedikit. Kecuali bila engkau takut terkena najis, maka engkau boleh
mengangkatnya sesuai keperluanmu. Kemudian turunkan lagi sebelum
engkau berdiri tegak. Janganlah engkau menghadap matahari dan bulan di
waktu buang air kecil maupun air besar di watu terbit matahari dan
terbenamnya tanpa penutup seperti awan. Tidaklah mengapa bagimu bila
engkau membelakanginya. Janganlah engkau menghadap kiblat pada saat
buang hajat, walaupun dada tidak menghadap ke arah kiblat tanpa penutup
ketika disiapkan baginya. Adapun tempat yang disediakan, maka
berlawanan arah adalah yang paling utama, jika mudah menyimpang dari
kiblat. Yang dimaksud dengan membelakangi kiblat adalah menampakkan
kemaluan depan atau belakang ke arahnya di saat membuang hajat. Barang
siapa menunaikan dua hajat sekaligus, tidaklah wajib baginya menutup
aurat,

kecuali

dari

arah

kiblat

saja

jika

ia

menghadap

atau

membelakanginya.
Disyaratkan penutup itu meliputi semua bagian tubuhnya yang
menghadap kiblat, yaitu dari pusat sampai tanah. Sama halnya antara
orang yang berdiri, maka ia harus menutupi dari pusatnya sampai kedua
telapak kakinya demi memelihara kiblat, meskipun aurat itu sampai ke

34

lutut. Disyaratkan antara ia dan penutup itu berjarak tiga hasta atau kurang
sepanjang hasta manusia yang sedang. Diharamkan menghadap atau
membelakangi Mushaf di waktu buang hajat bilamana menimbulkan kesan
penghinaan, bahkan bisa menjadi kufur. Demikian pula dikatakan tentang
menghadap

atau

membelakangi

kubur

orang

yang

dimuliakan

sebagaimana disebutkan oleh Al-Wanaiy.


Janganlah buang hajat di tempat berkumpulnya orang-orang, tempat
umum milik orang banyak-tempat mencari nafkah-atau tempat untuk
beristirahat. Hal itu tidaklah disukai jika mereka berkumpul untuk suatu
perkara yang mubah. Tetapi jika bukan tempat untuk berkumpul, maka
tidak ada larangan, bahkan wajib, jika hal itu bisa menghilangkan maksiat.
Janganlah kencing pada air yang diam. Adapun air yang mengalir,
maka tidaklah dilarang. Diharamkan pula kencing pula di tempat yang
diwakafkan dan air yang berhenti di situ, meskipun sedikit. Buang air pada
malam hari di air tidaklah disukai, baik pada air yang diam atau mengalir,
yang luas atau tidak, karena air di waktu malam adalah tempat tinggal jin.
Dan di bawah pohon berbuah, walaupun buahnya dimakan, tetapi demi
memelihara buah yang jatuh, meskipun di luar musim buah. Hal itu tidak
disukai

selama tidak ada sesuatu yang dapat menghilangkan najis di

tempat itu seperti, hujan dan lainnya.


Janganlah buang air di dalam lubang, karena dikatakan lubang
adalah tempat tinggal jin. Mereka (jin) telah membunuh Saad Ubadah ra.
ketika kencing di dalamnya. Diharamkan buang hajat di dalam lubang

35

apabila diduga terdapat binatang yang tidak dianjurkan untuk membunuh,


karena ia terganggu oleh barang najis itu atau dapat menyebabkan mati.
Demikian dikatakan oleh Al-Wanaiy.
Janganlah kencing di tanah yang keras atau kencing di tempat angin
bertiup yang berlawanan arah sebagaimana dikatakan oleh Ar-Ramli.
Maka janganlah menghadapnya demi menghindari percikannya atau bau
dari kotoran tersebut. Ibnu Hajar dan Asy-Syarbini mengatakan bahwa:
Yang diperhitungkan dalam karahah (bau yang ditimbulkan) itu adalah
bertiupnya angin yang kencang pada saat itu, meskipun tidak selalu
bertiup, karena boleh jadi ia bertiup setelah mulai kencing atau buang air
besar sehingga terganggu olehnya.
Bertumpulah di atas kaki kiri di waktu engkau duduk sambil
meletakkan kaki kanan di atas tanah dan memudahkan keluarnya kotoran
di samping istirahatnya angota-anggota utama seperti lambung yang
penuh. Jika dimiringkan, mudahlah kotoran dan apabila ditegakkan, maka
sulitlah keluarnya. Dan karena yang sesuai bagi kita kaki kanan adalah
dijaga dari penggunaannya di tempat yang kotor ini. Apabila kencing
sambil berdiri, maka bertumpulah di atas dua kaki, sebagaimana dikatakan
oleh As-Syeikh Athiyyah yang menukil Al-Minhaaj.
Usahakan waktu kencing maupun buang air besar tidak dengan
berdiri, karena hal itu makruh, kecuali dalam keadaan darurat, maka tidak
ada larangan dan tidak bertentangan dengan yang utama. Karena Nabi
saw. pernah mendatangi tempat pembuangan sampah umum, lalu kencing

36

sambil berdiri. Mengenai hadist tersebut ada tiga pendapat; Pertama,


Rasulullah saw. melakukan itu karena tidak bisa duduk akibat adanya
bagian tubuh yang sakit. Kedua, karena beliau berobat dengan cara itu
untuk mengatasi sakit pada sulbinya sebagimana kebiasaan orang arab
yang mengobatinya dengan cara kencing sambil berdiri. Ketiga, beliau
tidak bisa duduk di situ karena terdapat banyak barang najis.
Kumpulkanlah antara penggunaan batu dan air di waktu beristinja
dengan mendahulukan batu dan ini lebih utama daripada membatasi pada
salah satunya untuk menghindari najis guna menghilangkan bendanya
dengan batu dan tercapailah sunnah. Diriwayatkan bahwa turun firman
Allah SWT QS. At Taubah: 108:

Artinya:
Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selamalamanya. sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar
taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut
kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orangorang yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bersih. (QS. At-Taubah:
108, As-Shiddiqie dan Terjemahan: 1977)
Kami beristinja dengan air. Sebelumnya RasulAllah berkata
dengan mereka: Apabila seseorang dari kamu mendatangi tempat buang

37

air, hendaklah ia beristinja dengan 3 buah batu. Demikianlah istinja


dilakukan pada mulanya.
Ada yang mengatakan, ketika mereka ditanya tentang hal itu,
mereka menjawab:Kami menggunakan air sesudah batu. Jika engkau
ingin membatasi salah satunya, maka lebih utama menggunakan air. Jika
engkau menggunakan batu saja, maka hendaklah engkau menggunakan
tiga batu yang suci dan mengeringkan bendanya. Janganlah engkau
mnggunakan batu yang terkena najis mapun yang basah dan yang halus
seperti tanah.
Usaplah bagian tubuhmu yang kotor secara merata dari depan ke
belakang supaya najis tidak berpindah dari tempatnya. Begitu pula usaplah
kemaluanmu di tiga tempat dengan sebuah batu besar dengan tiga batu
atau tiga kali pada sebuah dinding hingga tidak terlihat kebasahan dan
tempat usapan. Demikianlah disebutkan dalam Al-Ihya. Jika tercapai
pembersihan dengan dua kali, wajiblah engkau sempurnakan untuk kali
yang ketiga. Jika dengan tiga kali usapan masih ada bekas, maka engkau
gunakan batu keempat sudah bersih, maka sempurnakan dengan batu
kelima supaya menjadi bilangan ganjil. Jika engkau membersihkan dengan
enam batu, maka sempurnakan menjadi tujuh. Demikianlah seterusnya
hingga bersih dengan bilangan ganjil. Mengusap dengan bilangan ganjil
adalah mustajab sedang membersihkan adalah wajib.
Ketahuilah, bahwa pengarang menyebut enam syarat dalam
menggunakan batu. Dua kali membersihkan kotorannya yaitu harus

38

sampai suci untuk menghilangkan najisnya, sedangkan yang ketiga


mengusap mengusap tiga kali dengan meratakan setiap usapan pada
seluruh tempat yang dibersihkannya. Salah satunya tempat ia beristinja,
yaitu tidak berpindahnya benda yang keluar.
Janganlah beristinja, kecuali dengan tangan kiri, yaitu mengambil
batu dengan tangan kiri dan menuangkan air, yaitu mengambil batu
dengan tangan kiri dan menuangkan air dengan tangan kanan, lalu
menggosokkannya dengan tangan kiri hingga tidak tersisa bekasnya yang
dapat diraba. Cukuplah dalam hal itu jika diduga najis telah lenyap dan
tidak disunnahkan mencium tangan.
Hendaklah ia mendorongkan anggota supaya bekasnya tidak
tertinggal di sela-sela lubang dubur. Maka perhatikanlah hal itu.
Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Hajar. Sehabis beristinja, ucapkanlah:
Ya Allah, bersihkanlah hatiku dari sifat munafik dan lindungilah
kemaluanku dari perbuatan-perbuatan keji.
Ketahuilah bahwa berbicara ketika memasuki tempat buang hajat
adalah makruh sekalipun tidak buang hajat. Misalnya masuk untuk
meletakkan kendi atau menyapu, kecuali untuk suatu kepentingan.
Tidaklah dihukum makruh seperti berdzikir di dalam hati. Cukuplah dalam
keadaan ini bila kita malu kepad Allah SWT. dalam mengeluarkan
kotoran, andaikata tidak keluar, niscaya akan membunuhnya. Ini termasuk
peringatan besar, walaupun tidak mengucapkan dengan lisan sebagaimana
dikatakan oleh Umar Al-Bashri.

39

Setelah beristinja, gosokkan tanganmu di tanah atau dinding untuk


menghilangkan bau yang melekat, kemudian cucilah tanganmu. Termasuk
adap pula adalah duduk lama tanpa keperluan mendesak dan tidak
mempermainkan tangan, tidak melihat ke kanan dan kiri, tidak
memandang ke langit atau kemaluan atau luar tanpa keperluan.

3. Adab Berwudhu
Yang dimaksud dengan adab di sini meliputi tuntunan dari yang
wajib sampai sunnah-sunnahnya sebagaimana disebutkan oleh guru kami
Abdul Hamid. Apabila engkau selesai beistinja, maka jangan tinggalkan
siwak dan niatkanlah dengan siwak itu mengerjakan sunnah dan
membersihkan mulut untuk membaca Al-Quran dan mengingat Allah
dalam shalat, sebagaimana engkau niat jimak (senggama) untuk
mendapatkan keturunan. Karena siwak itu membersihkan mulut dari bau
busuk dan menimbulkan karidhaan Tuhan serta membangkitkan
kemarahan setan. Ketahuilah shalat dua rakaat dengan bersiwak lebih
utama daripada shalat 70 rakaat tanpa bersiwak berdasarkan kabar yang
diriwayatkan oleh Al-Humaidi: Dua rakaat dengan bersiwak lebih utama
daripada 70 rakaat tanpa siwak. Dalam riwayat lain: Dua rakaat dengan
bersiwak menyamai 70 rakaat.
Hadist ini tidak menunjukkan bahwa keutamaan siwak melebihi
keutamaan shalat jamaah yang mencapai 27 derajat, karena pahala
keduanya tidaklah sama, sebab satu derajat dari shalat jamaah bisa
menyamai 70 rakaat dengan bersiwak. Dikatakan oleh Al-Wanaiy,

40

terkadang bersiwak wajib bagi seorang istri apabila disuruh oleh suaminya
dan wajib bagi hamba sahaya bila disuruh oleh tuannya.
Hal itu juga wajib bagi siapa yang makan bawang putih atau
bawang merah pada hari Jumat dan penghilang bau itu tergantung pada
siwak untuk shalat Jumat. Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra, ia berkata,
Rasulullah saw. bersabda: Kalau saja tidak memberatkan umatku, niscaya
kusuruh mereka bersiwak setiap hendak mengerjakan shalat. Kemudian
duduklah untuk berwudhu dengan menghadap kiblat di atas tempat tinggi
supaya tidak terkena percikan kencing. Ini sesuai dengan perkataan ArRamli dan Al-Mawardi bahwa tempatnya sebelum membasuh kedua
telapak tangan.
Berlainan dengan Al-Imam dan Ibnu Shalah, Ibnu An-Naqib, Ibnu
Hajar dan Asy-Syarbini bahwa tempatnya antara membasuh kedua telapak
tangan dan berkumur. Dengan mengucapkan; Bismillahi rahmanir rahiim
di awal wudhu. Bismillah saja, maka itu sudah cukup, jika lupa
mengucapkan bismalah di awal wudhu, maka bacalah di tengahnya.
Namun jika sedah selesai baru ingat, maka jangan membacanya, karena
bukan pada tempatnya. Selain itu mengucapkan: Segala puji bagi Allah
yang menjadikan air ini suci. Dalam Al-Adzkar disebutkan: Ya
Tuhanku. Aku berlindung kepada-Mu dasri bisikan-bisikan setan dan aku
berlindung kepada-Mu dari kehadiran mereka kepadaku. Kemudian
membasuh kedua telapak tangan tiga kali, dan sebulum memasukkan
tanganmu ke dalam bejana mengucapkan: Ya Allah, aku mohon kepada-

41

Mu keberuntungan dan keberkahan serta berlindung kepada-Mu dari


kesialan dan kebinasaan. Atau mengucapkan seperti yang dinukil dari ArRamli, yaitu: Ya Allah, jagalah kedua tanganku dari seluruh kedurhakaan
terhadap-Mu.
Kemudiaan niat menghilangkan hadats atau mengerjakan shalat.
Tidak mengapa bila niat menghilangkan hadast dilakukan sejak awal
pembasuhan kedua telapak tangan. Kemudian ambil air dengan tangan.
Dan berkumur tiga kali hingga ke ujung tenggorokkan. Kecuali sedang
puasa, maka berkumur dengan lembut supaya tidak membatalkan puasa,
sambil mengucapkan: Ya Allah, tolonglah aku untuk membaca kitab-Mu
dan banyak mengingt-Mu. Kemudian niat menghilangkan hadast atau
mengerjakan shalat. Tidak mengapa menghilangkan hadast dilakukan
sejak awal pembasuhan kedua telapak tangan, dalam Haasyiyah Al-Iqna.
Jangan melupakan niatmu sebelum membasuh muka sehingga wudhumu
tidak sah.
Kemudian ambillah air dengan tangan dan berkumurlah tiga kali
hingga ke ujung tenggorokan. Kecuali sedang puasa, maka berkumurlah
dengan lembut supaya tidak membatalkan puasa, sambil mengucapkan:
Ya Allah, tolonglah aku untuk membaca kitab-Mu dan banyak
mengingatm-Mu. Atau sebagaimana disebutkan dalam Al-Adzkar, yaitu:
Ya Allah, berilah aku minum dari telaga, nabi-Mu segelas sehingga ku
tidak haus untuk selama-lamanya. Atau mengucapkan: Ya Allah
tolonglah aku dalam mengingat-Mu dan mensyukuri-Mu. Kemudian

42

ambil air untuk membasuh hidung dan menghirup air telaga air tiga kali,
kecuali dalam keadaan puasa, dan keluar air dan kotoran di hidung dengan
jari kelingking kiri, sambil mengucapkan di waktu beristinsyaq: Ya
Allah, berilah aku bau surga sedang Engkau ridha kepadaku. Dalam AlAdzkar disebutkan: Ya Allah, janganlah Engkau haramkan aku bau
kenikmatan dan surga-Mu. Di waktu mengeluarkan air dari hidung
mengucapkan: Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari bau api neraka
dan tempat tinggal yang buruk.
Kemudian ambil air untuk muka dan membasuh dari dahi hingga
dagu, dan dari batas telinga hingga telinga lain yang melebar. Usapkan air
ke rambut di tepi kepala, yaitu bagian antara ujung telinga hingga sudut
dahi. Usapkan pula air ke tempat-tempat tumbus rambut yang empat, yaitu
alis, kumis, bulu mata dan ambang serta wajib mengusap air ke tempat
tumbuh jenggot yang tipis, bukan yang lebat. Ketika membasuh muka
mengucapkan: Ya Allah, putihkanlah wajahku ketika wajah-wajah
menjadi putih dan wajah-wajah menjadi hitam.
Renggangkan sela-sela jenggot yang lebat sebelum membasuh
muka sebagaimana dikatakan oleh Athiyyah menurut Al-Inani, kecuali
bila dalam keadaan ihram. Maka jangan melakukannya supaya rambutnya
tidak tercabut. Kemudian basuh kedua tangan dari ujung jari sampai ke
siku, dimulai dengan tangan kanan emudian tangan kiri karena perhiasan
di surga mencapai tempat-tempat wudhu. Gerakkan cincin dan
renggangkan sebelum membasuh jari-jarimu.

43

Ketika mulai membasuh tangan kanan mengucapkan: Ya Allah,


berilah kitabku dengan tangan kananku dan hisablah aku dengan hisab
yang ringan. Dan ketika membasuh tangan kiri mengucapkan: Ya Allah,
aku berlindung kepada-Mu agar jangan engkau berikan kitabku dengan
tangan kiriku atau dari belakang punggungku.
Kemudian mengusap kepala setelah membasuh kedua tangan
dengan merapatkan telapak tangan kanan dan kiri dari depan kepala sambil
menggerakkan ke dua tangan ke belakang, lalu mengembalikan ke depan
supaya air mengenai seluruh kepala tiga kali dan mengucapkan: Ya
Allah, penuhilah aku dengan rahmat-Mu dan turunkan kepadaku dari
barokah-Mu dan naungilah aku di bawah naungan Arsy-Mu pada hari ke
tiada naungan, kecuali naungan-Mu. Dalam Al-Adkar disebutkan pula:
Ya Allah, haramkan rambut dan kulitku atas api neraka dan naungilah
aku di bawah Arsy-mu pada hari tiada naungan selain naungan-Mu.
Kemudian mengusap kedua telinga bagian luar dan dalamnya dengan air
baru. Masukkan ke dua jari telunjuk ke dalam telinga dan usapkan bagian
luar telinga dengan kedua ibu jarimu.
Wajah adalah anggota tubuh termulia, tetapi terdapat lubang-lubang
yang isinya pahit seperti kotoran kedua telinga dan sebagainya asin seperti
air mata, sebagiannya asam seperti yang terdapat dalam hidung dan
sebaginya asam seperti air ludah. Jumlah lubangannya ada enam, yaitu
kedua mata, kedua telinga, mulut dan hidung.

44

Ketika membasuh mengucapkan: Ya Allah, jadikanlah aku


termasuk orang-orang yang mendengarkan perkataan dan mengikuti yang
terbaik darinya. Ya Allah, perdengarkanlah kepadaku seruan juru adzan di
surga bersama orang-orang yang terbukti. Kemudian mengusap tengkuk
sambil mengucapkan: Ya Allah, lepaskanlah batang leherku dari api
neraka dan aku berlindung kepada-Mu dari ikatan rantai dan belenggu.
Menurut Nawawi: Mengusap tengkuk adalah bidah, karena tidak
disunnahkan dinukil dari Ayarah Ar-Rudh.
Kemudian membasuh kedua kaki dari atas mata kaki hingga tumit.
Renggangkan jari-jari kaki dengan memasukkan jari tangan dari bawah
dan usaplah mulai dari kelingking kanan hingga berakhir pada kelingking
kiri sambil mengucapkan: Ya Allah, teguhkanlah telapak kakiku di atas
jalan yang lurus bersama kaki-kaki para hamba-Mu yang shalih. Dan
ketika membasuh kaki kiri, ucapkan: Ya Allah, aku berlindung kepadaMu agar kakiku tidak tergelincir di atas shirot ke dalam api neraka
bersama kaum munafik. Dalam Al-Adzkar disebutkan oleh Nawawi;
ketika membasuh kedua kaki bacalah: Ya Allah, teguhkan kakiku di atas
shirot.
Siramkan air hingga mencapai tengah kaki dan ulangi tiga kali
dalam semua perbuatan. Adapun doa ketika membasuh anggota tubuh,
Nawawi mengatakan; tidak ada sesuatu keterangan dari Nabi saw.
mengenai hal itu. Akan tetapi semua itu adalah doa-doa yang diriwayatkan

45

dari para salaf yang shalih. Ada yang menambah dan ada yang
menguranginya.
Ibnu Hajar berkata: hal itu diiwayatkan dari jalan-jalan yang tidak
kosong dari dusta. Akan tetapi Al-Mahalil dan Ar-Ramli Al-Kabir dan
Ash-Saghir menyukainnya karena hal itu disebutkan dalam Tarikh Ibnu
Hibban dan lainnya, meskipun dhaif, karena hadis dhaif diamalkan
mengenai amalan-amalan utama. Syarat mengamalkan hadis dhaif adalah
bilamana tidak sangat lemah masuk di bawah asal umum serta termasuk
dalam ibadah.
Apabila selesai berwudhu, merngarahkan pandangan ke langit dan
menghadap ke kiblat dengan dada, karena langit adalah kiblat doa, dan
kebutuhan-kebutuhan manusia berada dalam perbendaharaan di bawah
arsy. Mengulurkan kedua tangan dan memohon atas semua kebutuhan,
kerena Kabah adalah arah termulia. Dan katakanlah: Aku bersaksi
bahwa tidak Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Maha Suci Engkau Ya
Allah dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Engkau. Aku berbuat keburukan dan menganiaya diriku. Aku mohon
ampun dan bertobat kepada-Mu, maka ampunilah dosaku dan terimalah
tobatku. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima tobat lagi Maha
Penyayang. Ya Allah jadikanlah aku termasuk hamba-hamba-Mu yang
shalih. Jadikanlah aku seorang yang penyabar dan sangat bersyukur dan

46

jadikanlah aku sering mengingat-Mu dan bertasbih kepada-Mu pagi dan


petang.
Setelah itu mengucapkan shalawat atas Muhammad dan keluarga
Muhammad serta para sahabatnya. Lebih disukai jika doa itu dibaca tiga
kali. Barang siapa membaca doa-doa yang diriwayatkan oleh Muslim
Tarmidzi dan Al-Hakim ketika berwudhu, maka keluarlah dosa-sosanya
semua dari tubuhnya dan dicatat di atas wudhunya pahalanya dan
dilindungi pelakunya dari kesia-siaan amal serta diangkat wudhunya
hingga mencapai Arsy. Wudhu tersebut terus bertasbih kepada Allah SWT.
dan menyucikan-Nya serta ditulis pahala baginya sampai hari kiamat.
Apabila ia mengucapkannya tiga kali sesudah wudhu, maka ditulis tiga
kali. Hal itu tidaklah sulit bagi Allah.
Kemudian bacalah surat Al-Qadr tiga kali, karena siapa yang
membacanya sekali sesudah berwudhu, maka ia termasuk golongan
shiddiqin. Siapa yang membacanya dua kali, ia dicatat dalam golongan
para suhada dan siapa yang membacanya tiga kali, maka Allah
menghimpunnya bersama tiga sebagaimana disebutkan dalam hadis.
Setelah membaca: Ya Allah, ampunilah dosaku dan luaskan bagiku
dalam rumahku dan berkatilah aku dalam rezeiku dan janganlah Engkau
timpahkan fitnah atasku dengan apa yang Engkau jauhkan dariku.
Usahakan mempertahankan wudhu sebagaimana diriwayatkan
dalam hadis Qudsi; Hai Musa, apabila engkau mengalami musibah
sedang engkau tidak dalam keadaan berwudhu, maka janganlah engkau

47

menyalahkan kecuali dirimu. Juga dalam sebuah hadis Nabi saw.


bersabda: tetaplah engkau dalam keadaan bersuci, niscaya dilapangkan
rezeki bagimu. Disebutkan oleh Al-Bujairami dengan menukil dari
Sayyidi Mustafa Al-Bakri.
Jauhilah perkara di waktu berwudhu: Jangan kebaskan kedua
tangan hingga memercik air dan jangan mengeringkannya tanpa alasan.
Adapun bila ada alasan yang kuat, dahulukan anggota yang kiri sebelum
kanan, karena ia menghilangkan bekas ibadah hingga patut memulai dari
sebelah kiri supaya bekasnya tetap ada pada anggota yang lebih mulia.
Seperti ketika keluar setelah berwudhu dalam tiupan angin yang
mengandung najis atau merasakan kedinganan yang sangat. Sebaiknya
jangan menggunakan baju, sebagaimana dinukil oleh Al-Waniy dan Adzdzakhaair.

Tetapi

disunnahkan

mengeringkan

mayit

sesudah

memandikannya. Janganlah berbicara di tengah wudhu tanpa alasan kuat,


tetapi hal ini tidak dikatakan makruh, karena Nabi saw. Berbicara kepada
Ummu Hani pada hari penaklukan kota Makkah di saat sedang mandi
seagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar.
Jangan melebihi dari tiga kali ketika membasuh dan mengusap dan
jangan pula menguranginya. Karena hal itu makruh. Kecuali dengan
alasan yang kuat. Misalnya karena waktunya sempit hingga andai kata
mengerjakannya tiga kali niscaya habis waktunya. Saat itu diharamkan
mengerjakan tiga kali. Atau airnya sedikit sehingga tidak cukup kecuali
untuk shalat fardhu. Maka hal itu diharamkan menambahinya. Atau sisa

48

airnya digunakan untuk minum, maka diharamkan atasmu mengerjakan


tiga kali. Sedang mendapati shalat jamaah utama dari pada berwudhu
dengan membasuh tiga kali. Begitu pula adab-adab yang tidak dikatakan
wajib seperti mengusap seluruh kepala dan menggosok anggota-anggota
badan. Kalau tidak, tentulah dahulukan sebelum jamaah.
Jangan, menuangkan banyak air sehingga melebihi kadar yang
cukup bagi anggota, meskipun tidak melebihi tiga kali tanpa keperluan,
sekalipun di sungai. Hingga makruh apabila hanya disebabkan was-was,
maka memiliki setan yang bernama Walhan.
Seorang ulama mengatakan bahwa iblis mempunyai sembilan anak.
Masing-masing dari mereka mempunyai nama dan tugas. Yang pertama
bernama Khinzib, ia bertugas menimbulkan rasa was-was di dalam shalat.
Yang kedua Walhan adalah setan yang bertugas mengoda orang-orang
yang berjual beli hingga berbicara sia-sia, bersumpah bohong, memuji
barang dagangannya, mencurangi takaran dan timbangan. Yang keempat
adalah Al-Awar dan dia adalah setan setan zina. Ia meniup kemaluan lakilaki dan perempuan. Yang kelima adalah Washan. Ia adalah setan tidur
yang memberatkan kepala dan kelopak mata hingga tidak bangun untuk
mengerjakan shalat dan sebagainya, sedangkan ia membangunkan orang
untuk melakukan perbuatan buruk seperti zina dan sebagainya. Yang
keenam bernama Tabar, yaitu setan musibah, bertugas menggoda wanita
untuk menjerit dan menampar pipi dan sebaginya. Yang ketujuh bernama
Dasim, bertugas menemani manusia yang mekan atau memasuki rumah

49

dengan tidak menyebut nama Allah, tidur di atas tempat tidur mereka serta
memakai baju yang dilipat dengan menyebut nama Allah. Ada yang
mengatakan, ia adalah setan yang berusaha menimbulkan permusuhan di
antara suami istri untuk memisahkan antara keduanya. Yang kedelapan
bernama Mathun ada yang mengatakan Masuth, ia bertugas penyiarkan
berita bohong yang ditiupkan kedua telinga manusia, sedangkan berita
tersebut tidak ada sumbernya. Yang kesembilan Al-Abyadh, bertugas
menggoda para nabi dan wali. Adapun para nabi, maka mereka selamat
darinya. Sedangkan para wali, maka mereka memeraninya. Dan siapa yang
disesatkan Allah, ia pun tersesat. Demikianlah disebutkan oleh Husein bin
Sulaiman Ar-Rasyidi.
Janganlah berwudhu dengan air yang terkena sinar matahari.
Diriwayatkan dari Aisyah ra. bahwa ketika ia memanaskan air di dinar
matahai untuk Rasulullah saw. Maka beliau berkata: Janganlah engkau
lakukan itu, hai Humaira, karena bisa menyebabkan belang. Meskipun
hadis ini dhaif karena sanadnya lemah, namun ia dikuatkan oleh khabar
Umar ra. bahwa ia tidak suka mandi dengan air yang terkena sinar
matahari.
Diriwayatkan bahwa umar berkata: Janganlah kalian mandi dengan
air yang terkena sinar matahari karena bisa menyebabkan belang. Dan
janganlah membersihkan makanan di sela-sela gigi dengan bambu, karena
bisa membusukkan gigi. Ini masyhur di kalangan para sahabat hingga
menjadi ijma sukuti. Janganlah berwudhu di bejana yang terbuat dari

50

kuningan, tanah liat dan wadah kayu. Diriwayatkan dari Ibnu Umar dan
Abi Hurairah bahwa dihukum makruh memakai bejana kuningan. Inilah
tujuh perkara yang dihukum makruh di waktu berwudhu dan berlawanan
dengan yang utama seperti mengembaskan air dan berbicara.
Disebut dalam khabar yang diriwayatkan oleh Abdu Razzaq dari
Hasan Al-Kufi: Sesungguhnya siapa yang menyebut nama Allah di waktu
berwudhu, maka Allah menyucikan seluruh tubuhnya. Dan siapa yang
tidak meyebut nama Allah, maka tidaklah suci darinya keculi bagian yang
terkena air.
Ali bin Ahmad Al-Azizi berkata mengenai makna hadis ini, yakni:
Siapa yang menyebut nama Allah di awal wudhu, maka Allah
menyucikan tubuhnya yang lahir dan batin. Jika ia tidak menyebut nama
Allah ketika berwudhu, maka tidaklah disucikan darinya, kecuali yang
lahir saja tanpa yang batin.
Disunnahkan wudhu di setiap waktu sebagaimana dijelaskan
sebagai berikut: Wudhu syari dituntut di banyak tempat, yaitu ketika
membaca Al-Quran, di waktu mendengarkan Al-Quran, di waktu
mendengarkan riwayat hadis dari syeikh (guru), di waktu belajar ilmu
syari berupa tafsir, hadis, fiqh dan mengerjakannya kepada para pelajar.
Adapaun alat-alatnya, maka tidak disunnahkan wudhu baginya. Di waktu
berdzikir menyebut nama Allah., di waktu melakukan sai antara Shofa
dan Marwah, di waktu wukuf di Arafah, di waktu menziarah kubur Nabi
saw. dan kubur-kubur lainnya, di waktu berkhutbah selain hari Jumat, di

51

waktu tidur malam atau siang, walaupun sedikit dalam keadaan duduk
yang tegak, ketika menyerukan adzan, ketika menjadi janabah dan mandi
wajib atau sunnah lainnya, ketika menyerukan iqamat untuk shalat, di
waktu beribadah seperti menulis fiqh melempar jumrah, ketika orang
junub ingin makan, walaupun makanan yang diharamkan seperti yang
dirampas atau ingin minum atau ingin tidur atau ingin menggauli istrinya
sekali lagi, meskipun janabah yang pertama tanpa menggauli.
Adapun diharamkan seperti zina, maka tidaklah disunnahkan
baginya berwudhu. Dan ketika berbekam (canduk mengeluarkan darah
kotor dari dalam tubuh,) dan sebelum atau sesudah memikul manyentuh
bagian tubuh mayit, meski tidak membatalkan wudhu seperti rambut dan
kuku. Maka disunnahkan berwudhu sesudahnya. Dan ketika orang lakilaki dan perempuan menyentuh kemaluannya, maka disunnahkan untuk
menyempurnakan wudhu.
Ketika orang lelaki dan perempuan menyentuh kemaluan orang lain
dan menyentuh laki-laki yang mulus mukanya dan tampan berdasarkan
khilaf mengenai pembatalan wudhu oleh sebab itu. Setelah makan daging
unta dan ketika melakukan dhiban. Maka disunnahkan wadhu sesudahnya,
walaupun engkau dalam keadaan wudhu.
Dan ketika melakukan namimah, (mengadu domba) di antara orangorang, dan melakukan perbuatan keji seperti mengejek orang lain,
melakukan sumpah palsu, bersaksi bohong, menuduh orang berzina tanpa
bukti, berdusta tanpa ada maslahat dan tertawa keras di dalam shalat.

52

Karena tertawa keras di dalam shalat membatalkan wudhu menurut


pendapat Abi Hanifah. Adapun tertawa keras di luar shalat, maka ia tidak
membatalkan wudhu menurutnya. Sebagaimana ditetapkan oleh AsySyeikh Abdul Hamid dan Asy-Syeikh Yusuf As Sunblawi.
Dan disunnahkan wudhu ketika mencukur rambut kepala dan di
waktu marah, walaupun karena Allah SWT. berdasarkan sabda Nabi saw.:
Sesungguhnya amarah itu berasal dari setan dan sesungghnya setan
diciptakan dari apai dan sesungguhnya api itu bisa dipadamkan dengan air.
Maka apabila seseorang dari kamu marah, hendaklah ia berwudhu.
Dan ketika usia baligh. Maka disunnahkan wudhu baginya disertai
anjuran mandi pula, karena dituntut baginya wudhu tersendiri tanpa
mandi. Sebabnnya ialah hikmah mandi mengandung kemungkinan
keluarnya mani tanpa disadari. Oleh karena itu diniatkan dengannya
menghilangkan janabah dan ini tidak nampak pada wudhu.
Dan ketika menyentuh kemaluan hewan disunnahkan wudhu
sesudahnya,

karena

menyentuh

bagian

yang

terpotong

darinya

membatalkan wudhu menurut mazhab lama. Adapaun dubur hewan, maka


tidaklah membatalkan tanpa ada perselisihan sebagaimana disebutkan oleh
Ad-Damyari.
Juga disunnahkan wudhu di waktu murtad dan ketika memutuskan
niat setelah selesai berwudhu dan ketika mengangkat pembalut luka bila
disangka sudah sembuh, tetapi ternyata bila sembuh. Dan ketika
menyentuh bagian yang terbuka di bawah perut.

53

Dan waktu membawa kitab-kitab tafsir bilamana tafsirnya lebih


banyak daripada A-Quran. Ini adalah mushaf Sayyidina Usman yang
dikhususkan bagi dirinya dengan menamakan Mushaf Al-Imam. Adapun
tafsir, maka dengan pertimbangan bentuk tulisannya berdasarkan kaidahkaidah ilmu kuat. Inilah yang diandalkan oleh ibnu Hajar.
Dan disunnahkan memperbarui wudhu ketika sehabis melakukan
tiap shalat, walaupun wudhu yang diperbarui itu disempurnakan dengan
tayammum, baik wudhu yang pertama itu seluruhnya dengan air atau
disempurnakan dengan tayammum. Maka dituntut baginya mengulangi
wudhu. Perkara-perkara ini sebagaiannya dituntut wudhu sebelumnya dan
sebagiannnya dituntut sesudahnya sebagaimana telah menjadi jelas.
Dalam seluruhnya ia berniat wudhu dan tidak cukup meniatkan
sebabnya seperti berniat wudhu untuk membaca Al-Quran dan seperti
berniat sunnah wudhu karena marah. Lain halnnya dengan mandi-mandi
yang disunnahkan, karena sah meniatkan sebabnya.
Bedanya ialah tujuannya yang terbesar adalah kebersihan sedangkan
tujuan wudhu ini adalah ibadah. Apabila berwudhu dengan niat sujud
tilawah atau syukur, maka boleh baginya mengerjakan shalat fardhu
dengannya. Andai kata berwudhu dengan niat membaca Al-Quran atau
tinggal di masjid tidak boleh baginya mengerjakan shalat fardhu
dengannya. Bedanya adalah thaharah tidak disyaratkan untuk membaca,
karena ia dibolehkan dalam keadaan berhadast. Lain halnya dengan sujud

54

tilawah, karena syarat sahnya adalah suci. Oleh karena ini dibolehkan
baginya mengerjakan shalat fardhu.

4. Adab Mandi
Yang dimaksud dengan mandi adalah mandi wajib atau mandi
sunnah. Apabila seseorang terkena janabah yang disebabkan karena mimpi
atau persetubuhan, maka ambillah bejana ke tempat mandi dan letakkanlah
di sisi kanan jika akan menciduk dan sisi kiri jika ingin menuangkan.
Menyebut nama Allah sambil membasuh kedua tangan terlebih dahulu tiga
kali, kemudian beristja dan menghilangkan kotoran yang melekat di
anggota tubuh seperti mani atau lendir serta nasjis bila mana ada.
Berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat berserta semua doa dan
sunnah-sunnahnya. Hendaklah membasuh kedua kaki supaya membasuh
kedua telapak kaki atau kedua kaki supaya airnya tidak sia-sia.
Apabila selesai berwudhu, maka yang lebih utama sesudah itu
membersihkan sela-sela anggota tubuh, merenggangkan rambut kepala
sekalipun dalam keadaan ihram. Lakukan dengan perlahan jika ada rambut
di atasnya dengan memasukkan sepuluh jarimu di dalamnya. Sebagaimana
dikatakan oleh Syaikhul Islam dan At-Tahrir, kemudian tuangkan air di
atas kepala tiga kali sambil berniat menghilangkan hadast, karena janabah
atau semacamnya. Kemudian tuangkan air di atas sisi yang kanan tiga kali,
dan di atas sisi yang kiri tiga kali.

55

Dengan cara ini tercapailah semua sunnah sebagaimana dikatakan


oleh Al-Bujairami. Cara lainnya adalah dengan membasuh kepala tiga
kali, kemudian sisi kanan dari depan tiga kali, dan belakang tiga kali.
Menggosok badan bagian depan dan belakang masing-masing tiga kali dan
dilakukan secara berurutan.
Renggangkan sela-sela rambut dan jenggotmu, baik lebat maupun
tipis, namun bagi perempuan tidak wajib menguraikan jalinan-jalinan
rambut kecuali bila ia mengetahui bahwa air tidak sampai pada lekuklekuk tubuh seperti kelopak mata, ujung mata, ketiak, telinga, bagian
dalam pusar dan di bawah hidung, kerena hal itu biasa dilupakan.
Hendaklah sangat memperhatikan telinga, terutama pada orang
yang puasa dengan mengambil segenggam air dan memasukkan ke dalam
telinga dengan perlahan supaya mengenai lekuk-lekuknya tetapi tidak
sampei mengenai gendang telinga karena bisa membahayakan. Dan
sampaikan pula air ke tempat-tempat tumbuh rambut yang tipis maupun
lebat. Ketahuilah bahwa berkumur dan istinsyaq (menghirup air ke
hidung) adalah sunnah tersendiri di waktu mandi sebagaimana keduanya
adalah seunah tersendiri di waktu mandi.
Tidaklah disukai meninggalkan keduanya seperti meinggalkan
wudhu, dan disunnahkan melakukannya walaupun sehabis mandi, karena
tidak disyaratkan tartib (berurutan) dalam perbuatan-perbuatannya.
Menurut Imam Malik keduanya adalah sunnah di waktu mandi dan wudhu
sebagaimana mazhabnya, wajib dalam mandi dan wudhu menurut Imam

56

Ahmad serta fardhu dalam mandi, sunnah dalam wudhu menurut Imam
Abi Hanifah.
Jagalah jangan sampai engkau menyentuh kemaluan sesudah
wudhu, yakni sebelum mandi, sebagaimana disebutkan dalam Al-Ihya.
Jika tanganmu menyentuh, maka ulangilah wudhu. Sesuai dengan apa
yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dan ini adalah jelas supaya keluar dari
khilaf. Al-Bujairami berkata: Andaikata setelah wudhu dan sebelum
mandi engkau berhadats, maka tidaklah disunnahkan mengulangi wudhu,
ini menurut pendapat yang mutamad dan Ar-Ramli, karena wudhu tidak
dibatalkan oleh hadats, tetapi dibatalkan oleh jimak. Ada teka-teki, wudhu
mana yang tidak dibatalkan oleh hadast. Dalam bait-bait syairnya AsSuyuthi berkata:
Katakanlah kepada ahli fiqh dan para syikh, juga kepada siapa yang
mempunyai pengetahuan luas. Apa jawabanmu mengenai orang yang
berwudhu.
Ia telah melakukan perbuatan yang tepat. Mereka tidak membatalkan
wudhunya meskipun ia buang air besar atau lebih dan wudhunya tidak
batal, kecuali dengan persetubuhan baru.
Salah seorang dari mereka menjawab dalam bait-bait syair pula:
Hai pembuat teka-teki yang benar,
Hai orang alim yang tiada bandingannya di masanya,
Wudhu inilah yang di sunnahkan untuk mandi sebagaimana engkau
beritahukan.

57

Dan wudhu itulah yang tidak batal, kecuali dengan persetubuhan baru.
Yang fardhu dari semua itu adalah niat dan menghilangkan najasah
serta membasuh seluruh badan. Fardhu wudhu adalah membasuh muka
dan kedua tangan sampai dengan kedua siku, mengusap sebagian kepala
dan membasuh kedua kaki sampai tumit di sertai niat dan tertib.selain itu
adalah sunnah muakkadah. Keutamaannya dan pahalanya banyak
sedangkan yang meremehkannya akan rugi.
Bahkan ia pun nyaris merusakkan fardhu-fardhunya. Karena
nawafil bisa mengganti kekurangan fardhunya, yakni jika seseorang mati
dan tidak mengerjakan shalat-shalat fardhu, maka setiap 70 rakaat nawafil
(sunnah) menggantikan satu rakaat fardhu. Begitu pula setiap 70 riyal dari
sedekah tawattu (sunnah) sama dengan satu riyal zakat. Adapun di dunia,
maka amalan fardhu tidak bisa diganti dengan nawafil, tetapi harus
dikerjakan. Adapun wudhu maka ia menghapus dosa-dosa kecil. Jika ia
tidak mempunyai dosa-dosa kecil, maka diambillah dari dosa-dosa besar.

5. Adab Tayamum
Tayamum adalah rukhshah disaat tidak ada air, sebagian ada yang
mengatakan azimah. Rukhshah adalah menggugurkan qadha. Sebagian
yang lain mengatakan, bilamana airnya tidak ada secara tayammum orang
yang durhaka dalam perjalanan sebelum bertobat nyata, maka merupakan
azimah. Apabila tidak demikian, maka tayammum adalah rukhshah
dengan dalil keabsahan jika tidak ada air secara nyata dan kebatalan
tayammum sebelum itu jika tidak ada air secara syara seperti

58

bertayammum karena sakit. Jika tidak sanggup menggunakan air karena


salah satu dari enam sebab, maka bolehlah bertayamum.
Sebab-sebab itu ialah karena tidak ada air setelah mencarinya atau
karena halangan seperti sakit atau karena air tidak bisa sampai atau air
yang ada dibutuhkan untuk minum atau untuk orang yang bukan murtad
dan bukan peninggal shalat maupun kafir. Apabila air itu dibutuhkan suatu
kepentingan, maka wajib menyimpannya dan haram dipakai untuk wudhu,
demi memelihara nyawa atau anggota atau manfaat dari kerusakan. Atau
airnya milik orang lain dan tidak dijual kecuali lebih dari yang semestinya,
di masa dan tempat itu atau seseorang menderita luka.
Diriwayatkan oleh Al-Hakim bahwa seorang lelaki menderita luka
dizaman Rasulullah saw kemudian ia mimpi sampai keluar mani, orangorang menyuruhnya mandi. Maka ia pun mandi hingga mati, beritanya
sampai kepada Rasulullah, maka beliau mengatakan: mereka telah
membunuhnya, bukankah kalau tidak tahu harus bertanya.
Atau menderita sakit yang dikhawatirkan. Maka apabila ingin
bertayammum, hendaklah sabar hingga masuk waktu shalat. Karena
tayammum adalah thaharah yang bersifat darurat dan tiada darurat
sebelum waktunya. Kemudian carilah debu yang baik, murni, dan suci.
Tepukkan kedua tangan dengan merapatkan jari-jari di atas debu dengan
niat, istibahah fardhi as sholah. Kemudian usapkan kedua telapak tangan
pada seluruh wajah sekali. Jangan memaksakan sampainya debu ke
tempat-tempat tumbuhnya rambut, baik tipis maupun tebal karena tidak

59

disunnahkan

mengingat

kesulitannya.

Lepaskanlah

cincin,

karena

melepaskan cincin pada kali yang kedua adalah wajib supaya debu sampai
ketempatnya dan tidak cukup hanya dengan menggerakkannya, karena
debu tidak sampai di bawahnya lantaran ketebalannya. Lain halnya dengan
air, maka kewajiban melepaskannya adalah diwaktu mengusap.
Adapun dalam tepukan pertama, hukumnya sunnah supaya seluruh
wajah bisa diusap dengan tangan sebagaimana dikatakan oleh Al-Mahalli.
Tepuklah untuk kali yang kedua dengan merenggangkan antara jari-jari
dan usapkan dengan kedua telapak tangan pada kedua tangan sampai
kedua siku. Jika tidak bisa memenuhi keduanya, maka tepuklah sekali lagi
hingga memenuhi keduanya. Kemudian usapkan salah satu telapak tangan
pada telapak tangan lain dan usapkan pada sela-sela jari dengan
merenggangkannya dan shalatlah fardhu sekali dan nawafil yang
diinginkan.

Jika

ingin

melakukan

shalat

fardhu

lainnya,

maka

bertayammum lagi, meskipun tidak berhadats. Demikianlah setiap shalat


fardhu dikerjakan dengan satu tayammum. Boleh juga menggabungkan
shalat dhuhur dan jumat dengan satu tayammum.

6. Adab Menuju Masjid


Melakukan shalat dua rakaat sebelum subuh dirumah jika fajar telah
terbit, dan membaca di dalamnya surah al kafirun dan al ikhlash atau
membaca surah an nasr dan al fiil. Barang siapa membaca dalam dua
rakaat sebelum fajar, surah an nasr dan al fiil, maka tangan setiap musuh
tidak bisa menjangkau dan tidak mempunyai jalan untuk mengganggu.

60

Demikianlah yang dinukil oleh Al Bujairami dan Al Ghozali. Begitulah


yang dilakukan Rasulullah, yakni melakukan shalat sunnah dua rakaat
sebelum shubuh di rumah. Disunnahkan memisahkan antara sunnah subuh
dan fardhu dengan berbaring di atas sisinya yang kanan atau yang kiri dan
yang kanan lebih utama, walaupun di dalam masjid, sekalipun
diakhirkannya sesudah shalat fardhu. Hikmah dari hal itu ialah mengingat
berbaring di dalam kubur di awal siang supaya mendorongnya untuk
mengerjakan

amal-amal

akhirat

atau

untuk

menampakkan

ketidakmampuan di awal siang. Ia berkata diwaktu berbaring: ya Allah,


tuhan jibril, mikail, israfil, dan izrail serta tuhan Muhammad lindungilah
aku dari api neraka (tiga kali).
Kemudian pergi menuju masjid sesuai sabda nabi saw: Allah SWT
berfirman: sesungguhnya rumahku di bumiku adalah masjid dan tamutamuku di dalamnya adalah orang-orang yang memakmurkannya. Maka
beruntunglah hamba yang bersuci di rumahnya, kemudian mengunjungi
aku di rumahku. Maka wajiblah tuan rumah menghormati tamunya.
Janganlah meninggalkan shalat jamaah, sebagaimana disabdakan oleh nabi
saw: Barangsiapa mengerjakan shalat-shalat dengan berjamaah selama 40
hari tanpa ketinggalan takbiratul ikhram, maka Allah menulis baginya dua
kebebasan, kebebasan dari sifat munafik dan dari api neraka.
Utamanya adalah shalat subuh, karena jamaah dalam shalat subuh
lebih utama daripada jamaah dalam shalat isya dan jamaah dalam shalat
isya lebih utama daripada jamaah shalat lainnya. Adapun shalat yang

61

paling utama adalah shalat ashar. Dalam hadis disebutkan: barang siapa
mengerjakan shalat isya dalam jamaah seakan-akan ia shalat separuh
malam dan siapa melakukan shalat subuh dalam jamaah, seakan-akan
shalat semalam penuh. Kemudian An Nawawi mengemukakan alasan
larangan meninggalkan shalat jamaah dengan perkataannya: karena shalat
jamaah lebih baik 27 derajat daripada shalat sendiri sebagaimana
disebutkan dalam hadis. Jika engkau mengabaikan keuntungan seperti ini,
yakni keutamaan jamaah maka apakah gunanya menuntut ilmu?
Sesungguhnya buah ilmu adalah mengamalkannya. Jika pergi ke masjid
maka berjalan dengan perlahan dan tenang dan jangan terburu-buru. Dan
dalam perjalanan mengucapkan: Ya Allah, aku mohon kepadaMu, demi
hak orang-orang yang memohon padaMu dan hak orang-orang yang
berharap padaMu dan demi perjalanan padaMu ini. Sesungguhnya aku
tidak keluar (ke masjid) dengan sombong dan congkak maupun karena
riya dan mencari ketenaran. Akan tetapi aku keluar dari rumahku untuk
menghindari kemarahanMu dan mencari keridhaanMu. Maka aku mohon
kepadaMu agar menyelamatkan aku dari api neraka dan mengampuni
dosa-dosaku, sesungguhnya tiada yang dapat mengampuni dosa-dosa
selain Engkau.

7. Adab Memasuki Masjid


Jika akan memasuki masjid,maka lepaskan sandal kiri lebih dulu
dan letakkan kaki kiri di atasnya. Kemudian melepas sandal kanan, dan
dahulukan kaki kanan ketika memasukinya. Karena masjid adalah tempat

62

yang mulia. Sama halnya seperti kabah. Ketika hendak masuk maka
mengucapkan:

Artinya:
Aku berlindung kepada Allah yang maha agung dan
dzatNya yang mulia serta kekuasaan-Nya yang lama dari
setan yang terkutuk, segala puji bagi Allah.
Sebagaimana disebutkan dalam Al-Adzkar, kemudian mengucapkan:

Artinya:
Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada
Muhammad dan keluargaNya serta para sahabatNya. Ya
Allah, ampunilah dosa-dosaku dan bukalah bagiku pintupintu rahmat-Mu.
Kemudian ucapkan basmAllah dan masuklah. Apabila keluar, maka
dahulukan kaki kiri dan mengucapkan seperti di atas, dan yang terakhir
diganti:

Artinya:
Dan bukalah bagiku pintu-pintu karunia-Mu.

63

Barang siapa melakukan jual beli di masjid, maka Allah tidak


menjadikan perdagangannya beruntung. Dan apabila orang mencari
barangnya yang hilang di dalam masjid, maka Allah tidak mengembalikan
barangnya yang hilang. Diriwayatkan dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah
bersabda: Apabila kalian melihat seseorang melakukan jual beli sesuatu
di dalam masjid, maka katakanlah semoga Allah tidak menjadikan
perdaganganmu beruntung. Dan apabila kalian melihat seseorang yang
mencari barangnya yang hilang di dalamnya, maka katakanlah semoga
Allah tidak mengembalikan kepadamu.
Jika memasuki masjid, maka jangan duduk sampai mengerjakan
shalat dua rakaat tahiyyatul masjid. Akan tetapi jika memasuki
masjidilharam, dan hendak melakukan thawaf, maka yang lebih utama
adalah mulai dengan thawaf, kemudian niat dua rakaat sunnah thawaf,
serta tahiyyatul masjid sekaligus. Jika berniat salah satunya, maka
termasuk pula yang lain, meskipun tidak meniatkannya. Karena tahiyyat al
masjidilharam tidak luput dengan thawaf.
Makruh mengerjakan shalat tahiyyat bila mendapati shalat fardhu
telah diserukan iqamahnya. Makruh pula bila khawatir meninggalkan
shalat, baik fardhu, maupun sunnah. Adapun bila meyakini ketinggalan
shalat fardhu, maka diharamkan shalat tahiyyatul masjid. Namun jika
shalatnya nafilah, maka hukumnya makruh.

64

8. Adab Di Antara Terbit Hingga Tergelincirnya Matahari


Apabila matahari sudah terbit dan naik setinggi tombak, maka
kerjakanlah shalat dua rakaat. Hal itu dilakukan sesudah hilangnya waktu
yang di larang mengerjakan shalat, karena shalat diwaktu itu makruh.
Yaitu setelah fardhu subuh hingga naiknya matahari. Apabila matahari
telah tinggi dan lewat seperempat siang, maka kerjakan shalat dhuha
empat atau enam atau delapan rakaat, masing-masing dua rakaat dan itu
lebih utama. Diriwayatkan oleh Thabrani dari Abi Hurairah, Tiada shalat
sunnah di antara terbitnya matahari dan waktu tergelincirnya, kecuali
shalat dhuha. Maka waktu yang lebih dari itu ada empat keadaan.
a. Menggunakan waktu untuk menuntut ilmu agama, bukan ilmu yang
tidak berguna seperti ilmu sihir dan ilmu nujum.
b. Jika tidak bisa menghasilkan ilmu yang berguna dalam agama, maka
menyibukkan diri dengan wirid-wirid seperti dzikir, tasbih, membaca
al quran, dan shalat.
c. Menyibukkan diri dengan sesutu yang menimbulkan kebaikan bagi
kaum muslimin dan memasukkan kegembiraan dalam hati orang-orang
mukmin dengan memenuhi hajat dan menolong mereka dalam
kebajikan dan ketakwaan.
d. Jika tidak sanggup melakukan ketiga keadaan di atas, maka bekerja
untuk memenuhi kebutuhan atau keluarga, karena bekerja juga
termasuk ibadah dan wajib bagi umat Islam.

65

Ketahuilah, bahwa hamba terhadap agamanya ada tiga derajad.


Pertama orang yang selamat dari dosa, ia adalah orang yang membatasi
dengan menunaikan amalan-amalan fardhu dan meninggalkan maksiyat.
Kedua orang yang beruntung untuk akhiratnya, yaitu mereka yang
menyumbangkan amalan-amalan dan shalat sunnah. Dan yang ketiga
orang yang merugi, yaitu mereka yang binasa dan berdosa dan ia adalah
orang yang ceroboh dalam menunaikan amalan-amalan wajib. Allah SWT
berfirman QS. Faatir: 32:

Artinya:
Diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri
dan diantara mereka ada yang pertengahan, dan diantara
mereka ada pula yang lebih dahulu berbuat baik dengan izin
Allah(Ash Shiddiqie: 1977).
Abu Bakar Al Waraq berkata; keadaan hamba ada tiga, yaitu
bermaksiyat, lalai, dan bertobat, kemudian mendekatkan diri kepada Allah.
Apabila durhaka, ia masuk dalam golongan orang-orang yang zalim.
Apabila bertobat, ia masuk dalam golongan orang-orang pertengahan. Bila
sah tobatnya dan banyak ibadahnya ia akan masuk golongan orang-orang
yang lebih dahulu berbuat kebajikan. Jika tidak bisa beruntung dengan

66

amalanamalan sunnah, maka berijtihad untuk menjadi orang yang


selamat dengan menunaikan amalan wajib dan menjauhi semua larangan.
Oleh karenanya jagalah dirimu, agar tidak menjadi orang yang merugi
dengan tidak adanya perhatian dalam menunaikan amalan fardhu.
Meskipun hamba masuk surga dengan karunia Allah, namun setelah
ia mempersiapkan diri dengan mentaatinya, karena rahmat Allah dekat
dengan orang-orang yang berbuat kebajikan. Diceritakan bahwa seorang
lelaki dari kalangan bani israil beribadah kepada Allah selama 70 tahun.
Lalu Allah mengutus kepadanya malaikat yang mengabarinya bahwa
meskipun ia beribadah selama itu, namun ia tidak pantas masuk surga.
Ketika mendengar itu, ahli ibadah itu berkata: kita diciptakan untuk
beribadah, maka haruslah kita menyembahNya.

Ketika malaikat itu

kembali, ia berkata: wahai tuhanku, engkau mengetahui apa yang


dikatakannya. Kemudian Allah berfirman: oleh karena ia tidak berpaling
dari menyembah kami, maka kamipun tidak berpaling darinya dengan
kemurahan kami. Saksikanlah hai para malaikat, bahwa aku telah
mengampuni dosanya.
Hamba itu terhadap para hamba lainnya ada tiga tingkatan. Pertama,
hamba yang menempati kedudukan para malaikat yang mulia dan berbakti.
Kedua, hamba yang menempati kedudukan hewan dan benda mati. Ketiga,
hamba yang menempati kedudukan kalajengking dan ular serta binatang
buas yang berbahaya.

67

Jika engkau bisa meniru para malaikat yang mulia, maka janganlah
engkau turun dari derajat hamba yang pertengahan, yaitu tigkatan hewan
dan benda mati, menjadi tingkatan kalajengking, ular, dan binatang buas
yang membahayakan. Jika engkau rela dirimu turun derajat malaikat ke
derajat pertengahan, maka janganlah engkau rela dirimu turun ke derajat
yang paling rendah, yaitu derajat binatang buas.
Maka barang kali engkau selamat dari sekadar kebutuhanmu, tidak
kurang dan tidak lebih, engkau tidak mendapat manfaat dan tidak
dirugikan. Oleh karena itu, kerjakanlah diwaktu siangmu sesuatu yang
bermanfaat bagimu untuk dunia dan akhiratmu. Jika

engkau seorang

pedagang, maka berdaganglah dengan benar dan jujur. Jika engkau


seorang pekerja, maka bekerjalah dengan baik dan jangan lupa menyebut
nama Allah dalam semua pekerjaanmu. Batasilah pencaharianmu sesuai
dengan kebutuhan harimu. Sesanggup apapun engkau mencari nafkah
dalam sehari dan telah cukup memperoleh keuntungan, hendaklah engkau
meluangkan waktu untuk bekal akhiratmu, karena kebutuhan akhirat lebih
kekal dan lebih banyak kenikmatannya.
Jika engkau tidak sanggup menunaikan kewajiban agamamu ketika
bergaul dengan orang banyak, sedangkan engkau juga tidak bisa selamat
dari maksiyat, hibah, riya, tidak dapat beramar makruf nahi munkar, serta
tidak menunjukkan akhlak yang mulia, dan selalu berbuat jahat sebagai
akibat keserakahan terhadap dunia, maka sebaiknya engkau lakukan uzlah.
Karena di dalam uzlah terdapat keselamatan dari berbagai

fitnah,

68

permusuhan, dan kejahatan rang lain, serta keserakahan orang lain


terhadap milikmu, dan keserakahanmu terhadap milik orang lain. Karena
terputusnya keserakahan orang-orang darimu mengandung faidah yang
banyak. sedangkan keridhaan orang-orang adalah tujuan yang tidak
tercapai. Maka sebaiknya manusia lebih mengutamakan perbaikan dirinya.
Dan sesungguhnya terputusnya keserakahanmu dari mereka mengandung
faidah yang banyak. maka siapa yang memendang kepada keindahan
dunia, dan kebagusannya, maka bangkitlah keserakahannya.
Bilamana ia melakukan uzlah, maka ia tidak menyaksikan dan tidak
disaksikan, ia pun tidak menyukai dan tidak serakah. Bilamana engkau
merasa was-was yang tidak diridhai, dan tidak mampu mengatasinya
dengan wirid, hendaklah tidur. Karena tidur adalah keadaan yang terbaik.
Bilamana tidak sanggup mendapat keuntungan dari kemenangan, kita rela
dengan keselamatan dalam kekalahan. Artinya bila kita tidak sanggup
mengerjakan amal shalih,

maka jangan melakukan amal yang buruk.

Seburuk-buruk keadaan adalah orang yang ingin selamat agamanya tanpa


melakukan ibadah, dan meluangkan seluruh waktunya untuk tidur. Karena
dengan tidur, ia menganggurkan kehidupannya dan masuk dalam golongan
benda mati.
Abu Thalib Al Makki menyebutkan perselisihan mengenai keadaan
jaga yang kosong dari ibadah-ibadah seperti dzikir dan lainnya dan
keadaan tidur yang bukan untuk takwa dengan mentaati Allah maupun
untuk meninggalkan maksiyat. Maka dikatakan, keadaan jaga lebih utama

69

daripada tidur itu, karena merupakan kekurangan. Ada yang mengatakan


tidur lebih utama, karena boleh jadi ia bermimpi melihat nabi atau orangorang shalih. Adapun tidur yang bertujuan untuk mencari keselamatan dan
berniat shalat malam, maka ia adalah ibadah.

9. Adab Persiapan Untuk Shalat-Shalat Lainnya


Setelah shalat dhuha dan melakukan ibadah yang lainnya,
hendaklah engkau bersiap-siap untuk melakukan shalat dhuhur sebelum
matahari tergelincir dan didahului dengan tidur sebentar. Tidur menjelang
dhuhur itu sunnah, kecuali pada hari jumat bilamana menunaikan shalat
tahajjud diwaktu malam. Shalat tahajjud dilakukan setelah tidur dan
jumlah rakaatnya tidak terbatas. Nabi saw berkata kepada Abi Dzar:
shalat sunnah itu sebaik-baik ibadah yang ditentukan, maka kerjakanlah
yang banyak atau yang sedikit(HR. Ibnu Hibban dan Al Hakim).
Apabila di malam hari banyak mengerjakan kebaikan, seperti
mempelajari kitab-kitab, sehingga kalau tidak tidur siang, tidak bisa
mengerjakan kebaikan. Maka tidur tengah hari membantu untuk shalat
malam sedangkan makan sahur membantu puasa di siang hari. Rasulullah
bersabda: tidurlah siang supaya membantu untuk shalat malam dan
makanlah sahur supaya bisa membantu untuk puasa siang hari dan
makanlah kurma dan kismis supaya bisa menghadapi musim dingin(HR.
Abu Daud).

70

Tidur siang tanpa shalat dimalam hariseperti makan sahur tanpa


puasa disiang hari. Apabila tidur siang menjelang dhuhur, maka
berusahalah keras untuk bangun sebelum matahari tergelincir dan
berwudhulah, lalu pergilah ke masjid. Waktu itu adalah sebelum waktu
shalat. Karena ia termasuk amalan utama, meskipun tidak tidur dan tidak
mencari nafkah. Waktu tersebut merupakan waktu terbaik, karena pada
waktu-waktu itu banyk orang lalai dari mengingat Allah karena disibukkan
oleh urusan dunia.
Kemudian melakukan shalat sunnah empat rakaat rakaat sebelum
dhuhur. Diriwayatkan dalam hadis dari Abi Hurairah, dari nabi saw,
bahwa siapa yang mengerjakan empat rakaat sesudah matahari tergelincir,
dan membaca dengan baik ruku dan sujudnya, maka ikut shalat
bersamanya 70.000 malaikat yang memohonkan ampun untuknya sampai
malam. Kemudian kerjakan shalat dhuhur berjamaah di teruskan dengan
shalat sunnah dua rakaat sesudah dhuhur. Keduanya termasuk shalat
rawatib yang muakkad, dan diriwayatkan dari Nabi saw. disamping kedua
rakaat itu ada dua rakaat yang bukan muakkad berdasarkan hadis yang
diriwayatkan oleh Abi Dawud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah dan Al Hakim
dari Ummu Habibah:barang siapa memelihara empat rakaat sebelum
dhuhur dan sesudahnya, maka Allah mengharamkan api neraka atasnya.
Al Ghazali berkata, dianjurkan baginya membaca dalam shalat
sunnah ini ayat al kursi dan akhir surah Al Baqarah. Janganlah engkau
sibukkan dirimu hingga ashar, kecuali dengan belajar ilmu agama,

71

menolong sesama muslim, membaca Al Quran, atau mencari nafkah


supaya bisa mengamalkan agama dengan baik.
Nabi saw bersabda: Allah senantiasa menolong hambanya, selama
hamba itu menolong saudaranya. Kemudian menunggu shalat ashar
dengan beritikaf, karena termasuk amalan utama. Kemudian mengerjakan
shalat sunnah empat rakaat sebelum ashar. Shalat itu adalah sunnah
muakkad, karena mengharapkan doa rasulullah. Namun nabi saw jarang
melakukan shalat sunnah sebelum ashar seperti menekuni dua rakaat
sebelum dhuhur. Oleh karena itu, jika menurut Asy Syafii, empat rakaat
sebelum ashar ini tidak muakkad. Doa nabi saw untuk mereka yang shalat
sunnah sebelum ashar, semoga Allah mengasihi orang yang mengerjakan
shalat empat rakaat sebelum ashar (HR. Tirmidzi dan Ibnu Hibban, dari
Umar).
Maka berusahalah sekuat tenaga supaya mendapatkan doa
Rasulullah, dan jangan bekerja sesudah ashar kecuali seperti yang
dikerjakan sebelumnya. Tidaklah patut menyianyiakan waktu, dan dalam
waktu itu tidak disukai tidur. Salah seorang ulama berkata, tiga perkara
dibenci Allah yaitu, tertawa tanpa ada keheraanan, makan tanpa merasa
lapar, dan tidur di siang hari tanpa shalat di malam hari. Maka jangan
sibukkan dirimu dalam setiap waktu dengan cara sembarangan menurut
keinginanmu. Akan tetapi engkau dituntut untuk mengoreksi dirimu atas
kesalahan-kesalahanmu. Sedikitnya dalam sehari, sejak sesudah dhuhur
atau ashar sampai malam. Dalam koreksi itu terdapat barakah yang besar.

72

Luangkanlah waktumu dengan wirid-wirid, dan tasbih. Allah SWT


berfirman QS. Taaha: 30:

Artinya:
Dan bertasbihlah dengan memuji tuhanmu sebelum terbit
matahari dan terbenamnya (Ash shiddiqie, 1997:827).
Bacalah empat surah sebelum matahari terbenam, yaitu surah Asy
Syams, Al Lail, dan Al Muawwidzatain. Barang siapa membaca surah
Asy Syams, maka Allah mengaruniainya pemahaman yang cerdas
mengenai segala sesuatu. Barang siapa membaca surah Al Lail, ia akan
terpelihara dari sikap kejelekan. Barang siapa membaca surah Al Falaq, ia
terpelihara dari gangguan. Dan barang siapa membaca surah An Naas,
maka ia terlindung dari berbagai cobaan, dan setan. Barang siapa yang
terus menerus membacanya, ia mendapat rezeki seperti hujan.
Al Ghazali berkata: maka patutlah seorang hamba memperhatikan
keadaannya. Jika keadaan hari ini lebih baik dari kemarin, maka ia
beruntung. Jika keadaan hari ini sama dengan hari kemarinnya, maka ia
merugi. Jika lebih buruk dari kemarinnya, maka ia terkutuk. Jika

ia

melihat dirinya berbuat banyak kebajikan seluruh harinya, maka


hendaklah ia bersyukur kepada Allah atas taufiknya dan mensyukurinya
atas kesehatan tubuh dan umurnya yang panjang. Kemudian mengerjakan
shalat

fardhu

setelah

menunaikan

dua

rakaat

ringan.Kemudian

mengerjakan shalat sunnah dua rakaatsesudah shalat maghrib sebelum


bicara. Bacalah dalam dua rakaat itu Al Kafiruun dan Al Ikhlash. Dua

73

rakaat sebelum maghrib adalah sunnah muakkadah. Jika engkau kerjakan


empat rakaat, maka shalat itu adalah shalat awwabin.
Jika engkau bisa melakukan itikaf hingga isya dan menghidupkan
antara waktu maghrib dan isya, maka lakukunlah. Sebanyak-banyaknya
shalat awwabin adalah 20 rakaat. Ada yang mengatakan enam rakaat
sebagaimana yang disebutkan oleh Al Bujairami dan Al Ghazali dalam
kitab Ihyanya. Diriwayatkan, Rasulullah saw pernah mengerjakan shalat
sunnah enam rakaat antara waktu maghrib dan isya.menghidupkan waktu
antara maghrib dan isya ini adalah naasyiyatul laila (permulaan
malam)yang disebutkan dalam firman Allah QS. Al Muzzammil: 6:

Artinya:
Sesungguhnya permulaan malam adalah lebih tepat (untuk
khusyu) dan bacaan diwaktu itu lebih berkesan(Ash
shiddiqie, 1977:1434).
Yakni permulaan malam yang di isi dengan shalat lebih menjaga
kebaikan hati, mata, telinga, dan lisankarena terputusnya berbagai suara
dan gerak serta lebih besar pengaruhnya di dalam hati karena kehadiran
hati disaat tidak terdengar suara dan dunia terang. Apabila bermaksud
mengerjakan shalat malam sesudah tidur, maka akhirkan shalat witir
supaya akhir shalat di waktu malam menjadi witir berdasarkan hadis
Syaikhain: Jadikanlah akhir shalatmu di waktu malam dengan shalat
witir. Dan berdasarkan hadis muslim: Barangsiapa takut tidak bisa

74

bangu di akhir malam, hendaklah ia kerjakan shalat witir pada malamnya.


Dan siapa yang ingin bangun pada akhirnya, hendaklah ia kerjakan shalat
witir pada akhir malam.
Jangan menghabiskan harimu dengan bersenda gurau dan bermainmain, karena amal-amal itu tergantung penghabisannya. Ini menurut
pengetahuan kita dan sebagian orang pada sebagian keadaan. Adapun
menurut pengetahuan Allah dan kehendak-Nya, maka amal-amal itu
tergantung permulaannya. Akan tetapi oleh karena permulaannya tertutup
dari kita sedangkan penghabisannya jelas bagi kiya, maka Nabi SAW
bersabda: Sesungguhnya amal-amal itu tergantung penghabisannya.

10. Adab Tidur


Semua yang engkau kerjakan dalam harimu mempunyai adab-adab,
demikian juga dengan tidur. Sebelum tidur, hendaknya mengerjakan adabadabnya yang enam; pertama, menghadap kiblat. Kedua, tidur dalam
keadaan suci. Ketiga, hendaklah menulis wasiat yang diletakkan di bawah
bantal. Keempat, tidur dalam keadaan bertobat dari dosa-dosa dan
memohon untuk tidak mengulangi berbuat dosa. Kelima, jangan
membiasakan tidur di atas kasur yang empuk, dan janganlah tidur bila
tidak sangat mengantuk, kecuali tidur agar bisa bangun malam. Keenam,
berdoa ketika akan tidur, dan ketika bangun dari tidur.

11. Adab-Adab Shalat

75

Seungguhnya Allah menerima dari shalatmu sesuai dengan kadar


kekhusyuan, ketundukan, dan kerendahan diri serta doa yang tulus. Ada
yang mengatakan, shalat itu terdiri dari empat bagian, yaitu kehadiran hati,
penyaksian akal, ketundukan jiwa, dan ketundukan anggota tubuh.
Kehadiran hati menyingkap tabir, penyaksian akal menghilangkan teguran,
ketundukan jiwa membuka pintu-pintu dan ketundukan anggota tubuh
mendatangkan pahala. Maka siapa yang mengerjakan shalat tanpa
kehadiran hati, maka ia lengah. Dan siapa yang mengerjakannya tanpa
penyaksian akal, maka ia lalai. Dan siapa yang mengerjakannya tanpa
kedudukan jiwa, maka ia berdosa. Sedangkan siapa yang mengerjakannya
tanpa ketundukan anggota tubuh, maka ia sia-sia. Barangsiapa
menunaikannya sebagaimana digambarkan, maka ia adalah mushalli yang
memenuhi kewajibannya. Selalu niatkan dalam hati setiap akan shalat
sesuai dengan waktunya untuk membedakan dari yang qadha dan sunnah
serta dari waktu lainnya. Hendaklah makna dari lafadz-lafadz hadir dalam
hati ketika bertakbir dan pertahankan sampai akhir takbir supaya niatnya
tidak lepas sebelum selesai bertakbir. Apabila semua itu sudah hadir dalam
hati, maka angkatlah kedua tangan ketika takbir, sampai batas kedua
pundak, dengan kedua telapak tangan terbuka, jangan merapatkan jari-jari,
dan jangan merenggangkannya tetapi biarkan menurut apa adanya hingga
kedua telapak tangan sejajar dengan kedua telinga. Kemudian turunkan
kedua tangan dengan perlahan dan jangan mendorong kedua tangan ketika
mengangkat

dan

menurunkan

ke

depan

dengan

keras

maupun

76

mengangkatnya dengan keras ke belakang ketika selesai takbir. Dan


jangan mengebaskannya ke kanan dan ke kiri yakni bila selesai bertakbir.
Bila menurunkan kedua tangan, maka angkat lagi ke dada setelah
menurunkannya. Muliakanlah tangan kanan dengan meletakkannya di atas
tangan kiri dan bentangkan jari-jari tangan kanan sepanjang tangan kirimu
dan peganglah pergelangan tangan kiri dengan telapak tangan sambil
membaca:

Artinya:
Allah maha besar sebesar-besarnya dan segala puji yang
banyak bagi Allah. Maha suci Allah di waktu pagi dan
petang. Kuhadapkan wajahku kepada tuhan yang
menciptakan langit dan bumi dengan lurus dan berserah diri
dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Allah. Sesungguhnya shalatku, ibadahku,
hidup dan matiku, adalah bagi Allah tuhan sekalian alam.
Tiada sekutu baginya dan dengan semua itu aku disuruh dan
aku termasuk orang-orang yang berserah diri.
Jika berada di belakang imam, maka ringkaslah doa iftitah karena
takut tidak bisa membaca Al fatihah sebelum rukunya imam. Diantara
amin dan ruku disunnahkan bagi imam untuk diam sesudah mengucapkan
amin dalam shalat yang keras bacaannya sekadar pembacaan Al Fatihah

77

oleh makmum jika diketahuinya bahwa makmum membacanya di waktu


diamnya. Hendaklah di waktu berdiri memandang ke tempat sujud
walaupun shalat di dalam kabah atau di belakang Nabi atau mensholati
jenazah. Hal ini dilakukan sejak permulaan hingga akhir shalat, karena
lebih menyatukan dan lebih menghadirkan hati. Bila membaca tasyahud,
maka disunnahkan membatasi pandangannya pada jari telunjuknya, selama
terangkat

setelah

memberi

isyarat

dengannya,

dan

hendaklah

membungkuk menghadap kiblat. Hal itu berlangsung terus hingga berdiri


dari tasyahud awal atau salam dalam tasyahud akhir. Ketika bertakbir
untuk ruku, angkatlah kedua tangan dengan mengucap takbir sampai
selesai ruku. Lalu mengucapkan Subhaana rabiyal adhiimi tiga kali.
Kemudian mengangkat kepala hingga berdiri tegak dan mengangkat kedua
tangan sambil mengucapkan SamiAllahu liman hamidah. Kemudian
mengucapkan Rabbanaa lakalhamdu mil ussamaawaati wa mil ul ardhi
wa mil umaa syitaa min syaiin badu. Jika mengerjakan shalat subuh,
maka membaca qunut dalam rakaat kedua setelah bangkit dari ruku.
Kemudian sujud sambil bertakbir tanpa mengangkat kedua tangan,lalu
mengucapkan subhaana rabiyal alaa tiga kali. Kemudian mengangkat
kepala dari sujud, sambil bertakbir,kemudian mengucapkan Robbighfirlii
warhamnii

wajburnii

warfanii

warzuqnii

wahdinii

waaafinii

wafuannii
Kerjakan rakaat yang selanjutnya seperti rakaat yang pertama, yakni
dalam meletakkan kedua tangan di bawah dada, membaca Al Fatihah dan

78

surah, serta memusatkan pandangan pada tempat sujud. Ulangilah


membaca taawwudz dalam permulaan berdiri, karena disunnahkan untuk
membaca surah dan jangan ulangi membaca doa iftitah.
Kemudian duduklah dalam rakaat kedua untuk membaca tasyahud
pertama. Untuk tasyahud akhir, diakhiri dengan menoleh ke kanan dan ke
kiri dengan mengucapkan Assalaamualaikum warahmatullaah. Ini
adalah bentuk shalat munfarid. Tiang shalat adalah khusyu dan kehadiran
hati disertai bacaan dan dzikir dengan pemahaman Hasan Al Bashri ra
berkata Setiap shalat yang hati tidak hadir di dalamnya, maka ia lebih
cepat mendapat hukuman. Diceritakan dalam suatu hikayat, apabila
memasuki shalat, maka berilah aku kekhusyukan dari hati dan ketundukan
dari badan serta air mata dari matamu, karena sesungguhnya aku adalah
dekat.
Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya hamba mengerjakan
shalat dan tidak ditulis baginya dari shalat itu seperenam maupun
sepersepuluhnya, tetapi ditulis bagi hamba itu dari shalatnya sebanyak
yang ia perhatikan darinya. Dalam hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah
dan Abi Hurairah, jika hamba mengerjakan shalat di depan orang banyak
dengan sebaik-baiknya dan mengerjakan shalat dengan tersembunyi
dengan sebaik-baiknya (tidak bersikap riya), maka Allah berkata: inilah
hambaku yang sejati.

12. Adab Imam Dan Makmum

79

Seorang imam harus mengetahui adab-adabnya yang delapan.


Pertama, ia ringankan shalat, terutama jika jamaahnya banyak. Dalam
kitab Buluughul Marom: 82, Nabi SAW bersabda, Apabila seseorang dari
kamu mengimami orang banyak, maka hendaklah ia meringankan
shalatnya, karena diantara mereka ada yang lemah dan orang tua serta
orang yang mempunyai keperluan. Apabila ia shalat sendiri tak apalah ia
memanjangkan sesuai keinginannya (Muttafaqun Alaih). Kedua, imam
tidak bertakbir sebelum muadzin menyelesaikan iqamatnya dan selama
saf-saf makmumnya belum lurus. Ketiga, imam bertakbir dengan suara
keras. Keempat, imam membaca doa iftitah dan taawudz dengan suara
pelan. Membaca Al Fatihah dan surah dengan suara keras, dalam kedua
rakaat subuh, dua rakaar pertama maghrib dan isya. Mengucapkan Amiin
dengan keras. Kelima, sesudah membaca Al Fatihah hendaknya imam
diam sejenak supaya kembali nafasnya. Keenam, imam tidak melebihi dari
tiga kali ketika membaca tasbih dalam ruku dan sujudnya. Ketujuh, imam
tidak menambahi setelah mengucapkan Allahumma sholli alaa
muhammad dalam tasyahud awal. Kedelapan, imam membatasi dalam
dua rakaat terakhir pada Al Fatihah.
Syarat-syarat menjadi seorang imam ada enam belas:
a. Tamyiz
b. Berakal
c. Islam
d. Laki-laki jika mengimami orang jelaka atau banci

80

e. Seorang mukallaf jika menjadi imam jumat dan termasuk empat puluh
orang
f. Tidak

ada

keharusan

mengulangi

shalat

seperti

orang

yang

bertayammum
g. Tidak boleh bertindak sembarangan tanpa berijtihad
h. Mengetahui cara shalat
i. Tidak salah ucap sehingga merusak makna
j. Tidak bisu
k. Bukan seorang ummi
l. Tidak boleh mengikuti lainnya
m. Bukan pelaku bidah yang bisa dikafirkan
n. Perbuatan-perbuatannya harus jelas bagi makmum supaya bisa
mengikutinya
o. Berkumpulnya syarat-syarat shalat pada imam secara yakin
p. Berniat imaman.

Syarat-syarat makmum ada sembilan :


a. Mengikuti imamnya dalam segala perbuatan
b. Niat jamaah atau menjadi makmum
c. Kesesuaian makmum dengan imamnya
d. Meyakini kedahuluan imamnya atas semua perbuatannya
e. Mengetahui gerak-gerik imam
f. Tidak boleh mendahului imam
g. Tidak meyakini kebatalan shalat imamnya

81

h. Berkumpulnya imam dan makmum dalam satu tempat


i. Kesesuaian antara bentuk shalat imam dan makmum dalam perbuatan
perbuatan nyata
13. Adab-Adab Shalat Jumat
Ketahuilah bahwa hari jumat adalah hari raya orang-orang
mukmin. Shalat jumat adalah shalat yang paling utama dan harinya
adalah hari yang paling utama. Jumat adalah hari yang mulia. Dalam
setiap jumat, Allah membebaskan 600.000 orang dari api neraka.
Adab-adab jumat ada tujuh :
a. Bersiap untuk menyambut jumat sejak hari kamis.
b. Bila tiba waktu subuh maka mandilah.
c. Membersihkan badan dengan mencukur bulu ketiak, bulu kemaluan,
serta menggunting kumis hingga tampak bibirnya, tapi dihukum
makruh menghabiskannya.
d. Pergi ke masjid di awal waktu.
e. Mencari saf pertama.
f. Apabila orang-orang berkumpul, jangan melangkahi pundak-pundak
mereka.
g. Jangan lewat di depan mereka ketika sedang shalat.
14. Adab-Adab Puasa
Puasa yang paling utama setelah ramadhan adalah muharram,
kemudian rajab, kemudian dzulhijjah, kemudian dzulqadah, kemudian
syaban.

Dihukum makruh puasa pada hari jumat saja tanpa sebab,

82

karena ia merupakan hari ibadah dan berbagai sunnah lainnya. Disebutkan


dalam khabar yang diriwayatkan oleh Baihaqi dan Al Hakim:
Sesungguhnya hari jumat adalah hari raya dan dzikir, maka janganlah
kalian menjadikan hari rayamu sebagai hari puasamu, tetapi jadikanlah ia
hari makan, minum, dan dzikir, kecuali bila kalian menggabungkannya
dengan beberapa

hari. Maka puasa hari senin, kamis, dan jumat

menghapus dosa-dosa seminggu dan puasa hari pertama dari setiap bulan,
hari tengah, dan hari akhir, menghapus dosa-dosa sebulan.
Sedangkan dosa-dosa setahun dihapus dengan puasa dihari-hari
yang tersebut ini dan bulan-bulan tersebut yaitu yang terulang dalam setiap
tahun. Pengarang tidak menyebut puasa enam hari dibulan syawal.
Sesungguhnya dianjurkan puasa enam hari dibulan syawal. Nabi SAW
bersabda: Barang siapa berpuasa dibulan ramadhan, kemudian ia
menambahnya dangan enam hari dibulan syawwal, maka seakan-akan ia
berpuasa setahun.
Puasa dikatakan sempurna dengan empat perkara. Pertama, menjaga
mata dari pandangan kepada yang diharamkan dan kepada setiap sesuatu
yang melalaikan hati dari dzikrullah. Kedua, menjaga lisan dari perkataan
yang tidak berguna. Ketiga, mencegah telinga dari mendengarkan apa-apa
yang diharamkan Allah. Keempat, jangan memperbanyak makanan.
Puasa adalah dasar ibadah dan kunci kedekatan dengan Allah.
Sebagaimana Nabi SAW bersabda, Allah berfirman, setiap kebaikan
mendapat pahala sepuluh kali lipat hingga 700 kali, kecuali puasa. Karena

83

ia adalah untukKu dan Akulah yang membalasnya. Artinya Allah telah


menentukan besarnya pahala berbagai macam amal bagi manusia dan
jumlahnya. Ada yang mengatakan, bahwa puasa itu adalah ibadah yang
paling disukai dan paling utama di sisi Allah. Nabi SAW. bersabda,
Sesungguhnya bau mulut orang yang puasa lebih harum di sisi Allah dari
pada bau misik. Artinya bau mulut orang yang puasa lebih banyak
pahalanya dari pada misik yang disunnahkan dalam shalat jumat dan
majlis dzikir. Allah yang maha mulia perkataannya berfirman:
sesungguhnya ia meninggalkan syahwat, makanan, dan minumannya
karena Aku. Maka puasa itu untuk-Ku dan Aku yang membalasnya. Ini
adalah hadis Imam Ahmad dari Malik dan awalnya ialah sabda Nabi saw
kepada orang yang menanyainya tentang amal yang paling utama. Maka
beliau menjawab: Hendaklah engkau berpuasa, karena puasa itu tiada
bandingannya. Kemudian beliau melanjutkan, Allah SWT. berfirman,
hingga skhirnya. Nabi saw bersabda: Surga mempunyai sebuah pintu
bernama Ar Rayyan yang tidak dimasuki, kecuali orang-orang yang
berpuasa. Ini adalah janji untuk berjumpa dengan Allah SWT. dalam
membalas puasanya.

B. Adab Meninggalkan Maksiyat


1. Menjauhi Perbuatan Maksiyat
Agama memiliki dua ketentuan, yaitu meninggalkan perbuatanperbuatan terlarang, dan melakukan ketaatan. Meninggalkan perbuatan
terlarang lebih berat dan lebih sulit dari pada melakukan ketaatan. Oleh

84

karena itu pahalanya lebih besar. Karena ketaatan dapat dilakukan setiap
orang sedangkan meninggalkan syahwat tidak dapat dilakukan kecuali
oleh orang-orang yang benar. Oleh karena itu, Rasulullah saw bersabda:
muhajir itu orang yang meninggalkan keburukan sedangkan mujahid
adalah orang yang berjihad melawan hawa nafsunya. Dalam riwayat
Tirmidzi dan Ibnu Hibban, mujahid ialah orang yang berjihad melawan
hawa nafsunya, yakni menekan nafsunya yang buruk untuk melakukan
ketaatan dan menjauhi maksiyat. Jihad melawan hawa nafsu adalah
puncak dari semua jihad, karena jika tidak bisa memeranginya, maka tidak
bisa memerangi musuh. Tentara hawa nafsu ada sepuluh; dengki,
sewenang-wenang, sombong, dendam, tipu daya, was-was, melawan
perintah, buruk sangka, dan suka mendebat.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya engkau mendurhakai Allah dengan
anggota tubuhmu yang merupakan nikmat Allah atas dirimu serta amanat
padamu yang harus engkau pelihara dari perbuatan yang dilarang Allah.
Maka penggunaan nikmat Allah untuk melakukan maksiyat merupakan
puncak pengingkaran nikmat, sedangkan penghianatan terhadap amanat
yang dititipkan Allah adalah puncak pelanggaran dalam kedurhakaan.
Anggota-anggota tubuhmu adalah di bawah pengawasanmu, maka lihatlah
bagaimana engkau memeliharanya dengan menunaikan haknya. Karena
masing-masing dari kamu adalah pemimpin dan masing-masing dari kamu
bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.

85

Orang laki-laki pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung


jawab atas apa yang dipimpinnya dan orang perempuan pemimpin di
rumah suaminya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya
sedangkan pelayan adalah penjaga harta tuannya dan bertanggung jawab
atas harta yang dijaganya. Demikian yang disebutkan dalam Az Zawaajir.
Seorang penyair berkata:
Kiranya kita dibiarkan begitu saja setelah mati
Niscaya kematian merupakan istirahat
Bagi setiap orang yang hidup
Akan tetapi setelah ini kita akan ditanya
Tentang segala sesuatu
Ketahuilah bahwa semua anggotamu akan menjadi saksi atas dirimu
di tempat-tempat berkumpul pada hari kiamat dengan perkataan yang fasih
dan jelas. Allah berfirman dalam surah An Nur, pada hari dimana lidah,
tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas apa yang mereka kerjakan.
Yakni berupa perkataan dan perbuatan dihari kiamat. Pada hari itu Allah
akan memberi balasan yang

sebenarnya. Dalam surah lain Allah

berfirman dalam QS. Yaasiin: 65:

Artinya:

86

Pada hari ini kami tutup mulut mereka dan berkatalah


kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki
mereka terhadap apa yang mereka dahulu usahakan(Ash
shiddiqie, 1977:1085).
Peliharalah seluruh anggota badanmu dari maksiyat, terutama
anggota yang tujuh. Karena neraka mempunyai tujuh lapisan dan setiap
lapisan mempunyai bagian tertentu. Tujuh anggota tersebut yaitu:
a. Mata
Jagalah mata dari empat perkara:
- Memandang yang bukan mahramnya
- Memandang aurat wanita walaupun mahramnya
- Memandang bentukrupa yang tampan dengan syahwat
- Memandang kepada seorang muslim dengan pandangan menghina
b. Telinga
Jagalah dari mendengar bidah, nyanyian, atau alat musik seperti
gitar, dan seruling, mendengarkan ghibah dan perkataan keji,
menceritakan rahasia suami istri, dan pembicaraan bathil atau cerita
tentang keburukan orang lain.
c. Lesan
Jagalah lesan dari delapan perkara:
- Berdusta
- Menyalahi janji
- Ghibah
- Membantah dan mendebat
- Memuji diri dengan cara membanggakan diri

87

- Melaknat sesuatu atau mendoakan orang lain agar dijauhkan dari


rahmat Allah
- Mendoakan orang lain supaya binasa
- Bergurau dan mengejek serta menghina orang lain
d. Perut
Jagalah perut dari makanan yang haram dan syubhat. Dan
tingkatan makan ada tujuh:
- Makan sekadar untuk hidup
- Makan sekadar menimbulkan kekuatan untuk shalat lima waktu
- Makan untuk melakukan ibadah sunnah
- Makan untuk menguatkan tubuh untuk mencari nafkah
- Memenuhi sepertiga perut
- Melebihi dari sepertiga perut
- Terlalu kenyang
e. Kemaluan
Jagalah kemaluan dari perbuatan yang diharamkan Allah seperti
zina, liwath (homoseks), lesbian, onani, menggauli istri diwaktu haid,
dan bersetubuh dengan hewan.
f. Kedua tangan
Jagalah keduanya dari memukul atau dzimmi tanpa alasan yang
sah, dan memperoleh harta yang haram dengan perantaraan kedua
tangan,
g. kedua kaki

88

Jagalah keduanya supaya tidak berjalan menuju tempat yang


diharamkan seperti berjalan menuju pintu raja yang zalim dengan
meridhai kezalimannya. Dan janganlah kamu condong kepada kepada
orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka
(QS. Huud: 114).
Kebaikan

terdapat dalam lima perkara, yaitu banyak lapar,

membaca Al Quran dengan merenungkan maknanya, menangis kepada


Allah diwaktu dini hari, mengerjakan shalat diwaktu malam, dan duduk
dengan orang-orang shalih. Seorang penyair berkata:
Obat hatimu yang keras ada lima
Lakukanlah itu, niscaya engkau
Mendapat kebaikan dan keberuntungan
Kekosongan perut dan merenungkan Al Quran
Merengek sambil menangis kepada
Allah diwaktu dinihari
Begitu pula shalat ditengah malam
Dan duduk dengan orang-orang shalih
Ada yang menambahkan:
Makan makanan halal dan diam
Mengasingkan diri
Tidak suka mengurusi hal ihwal orang lain.

2. Pembicaraan Tentang Kedurhakaan Hati

89

Sifat-sifat tercela di dalam hati banyak jumlahnya, karena


berkumpul pada manusia empat macam sifat, yaitu sabuiyah (binatang
buas), bahimiyah (binatang), syaithaniyah, dan rabbaniyah. Maka
berkumpullah pada manusia sifat babi, anjing, setan, dan orang bijak. Babi
adalah syahwat, anjing adalah amarah, sedangkan syaitan selalu
membangkitkan syahwat babi dan amarah binatang buas, sementara orang
bijak yang berupa akal, diperintah menolak tipu daya setan. Andaikata
semua itu ditanam di bawah kepemimpiminan sifat rabbaniyah, niscaya
menetaplah dari sifat-sifat rabbaniyah di dalam hati, yaitu ilmu, hikmah,
keyakinan, pengetahuan akan hakikat segala sesuatu dan segala urusan
menurut apa adanya.
Cara membersihkan hati dari sifat-sifat tercela sangatlah sulit. Cara
pengobatan dan pengamalannya telah terhapus saluruhnya karena manusia
lalai akan dirinya dan sibuk dengan kesenangan dunia. Kitab ini
memperingatkan agar berhati-hati terhadap tiga sifat buruk di dalam hati
yang kebanyakan menimpa pelajar di zaman ini, karena tiga sifat ini
menimbulkan kebinasaan dan merupakan pokok dari sifat-sifat buruk
lainnya, yaitu dengki, riya, dan kesombongan. Nabi saw bersabda: Tiga
perkara menimbulkan keselamatan, yaitu rasa takut kepada Allah dalam
keadaan sembuyi maupun terang-terangan. Berlaku adil dalam keadaan
ridha dan marah, dan berbuat wajar dalam keadaan miskin dan kaya. Dan
tiga perkara menimbulkan kebinasaan yaitu kekikiran yang dituruti, hawa
nafsu yang diikuti dan kebanggaan manusia terhadap dirinya.

90

a. Dengki
Orang dengki itu tersiksa hatinya tanpa belas kasihan dan terus
tersiksa di dunia. Nabi saw bersabda: kedengkian itu memakan
kebaikan seperti api memakan kayu. (HR. Ibnu Majah). Kedengkian
itu menimbulkan lima perkara. Pertama, rusaknya ketaatan. Kedua,
perbuatan maksiyat dan kejahatan. Ketiga, kepayahan dan kesusahan
tanpa faidah. Keempat, kebutaan hati hingga nyaris tidak bisa
memahami suatu hukum Allah. Dan kelima, kegagalan dan nyaris
tidak bisa mencapai keinginanya.
b. Riya
Perbuatan riya itu ada lima macam. Pertama, riya dalam
agama dengan menonjolkan badan seperti menampakkan kurus dan
pucat serta membiarkan rambut acak-acakan. Dengan penampilannya
itu ia ingin menunjukkan sedikit makan, dengan pucat, ia ingin
menunjukkan kurang tidur di waktu malam, dan sangat sedih atas
agama. Dengan rambut yang acak-acakan, ia ingin menunjukkan
dirinya sangat memikirkan agama dan tidak sempat menyisir rambut.
Kedua, riya dengan penampilan dan pakaian seperti menundukkan
kepala di waaktu berlalan, bersikap tenang dalam gerak serta
membiarkan bekas sujud pada mukanya, mendenakan baju kasar, tidak
membersihkan baju, dan membiarkannya robek serta memakai baju
bertambal. Ketiga, riya dengan perkataan, seperti mengucapkan kata
berhikmah dan menggerakkan kedua bibir dengan berdzikir, amar

91

maruf nahi munkar dihadapan orang banyak. keempat, riya dengan


amal seperti riyanya orang shalat, lama di waktu berdiri, sujud, dan
ruku. Kelima, riya kepada teman, para tamu, dan orang-orang yang
bergaul seperti orang yang berusaha mendatangkan oang alim atau
seorang raja atau pejaabat supaya dikatakan bahwa mereka mengambil
berkah darinya karena kedudukannya yang besar dalam agama.
c. Kesombongan
Sombong dan membanggakan diri adalah penyakit kronis yang
telah menyulitkan para dokter. Sombong ada dua yakni, sombong lahir
dan batin. Sebab sombong ada tujuh. Pertama, ilmu. Nabi saw
bersabda; Perusak ilmu adalah kesombongan. Ilmu hakiki adalah
ilmu yang dengan perantaraannya manusia mengenal diri dan
tuhannya, bahaya penghabisan yang buruk, hujjah Allah atas para
ulama dan besarnya bahaya ilmu. Kedua amal. Ketiga

ibadah.

Keempat kecantikan. Kelima harta. Keenam kekuatan. Ketujuh


pengikut dan murid serta kerabat.

C. Adab Pergaulan
1. Adab bergaul dengan Allah ada 14:
a. Menundukkan kepala dan merendahkan pandangan.
b. Memusatkan perhatian kepada Allah SWT.
c. Memperbanyak diam disertai dengan dzikir.
d. Menenangkan anggota badan dari gerakan yang sia-sia.
e. Mematuhi perintah.

92

f. Menjauhi larangan.
g. Sedikit menyanggah takdir.
h. Senantiasa berdzikir.
i. Selalu memikirkan tentang nikmat Allah dan keagungan-Nya.
j. Mengutamakan kebenaran di atas kebathilan.
k. Tidak mengandalkan manusia dalam segala keperluan.
l. Tunduk disertai rasa takut pada Allah SWT.
m. Bersedih disertai rasa malu kepada Allah SWT atas kecerobohan
dalam ibadah.
n. Tidak mengandalkan siasat dalam mencari penghasilan karena percaya
pada jaminan Allah SWT.

2. Adab Orang Alim ada 17


a. Menerima pertanyaan yang diajukan murid-muridnya dan sabar.
b. Tidak terburu-buru dalam segala urusan.
c. Duduk dengan penuh wibawa disertai dengan ketenangan dan
menundukkan kepala.
d. Tidak bersikap sombong.
e. Mengutamakan tawaduk di tempat-tempat pertemuan.
f. Tidak bermain dan berjanda.
g. Menunjukkan kasih sayang kepada pelajar dan bersabar.
h. Memperbaiki siswa yang bebal dengan bimbingan yang baik.
i. Tidak memarah siswa yang bebal dan tidak menyindirnya.
j. Tidak sombong.

93

k. Memusatkan perhatian kepada penanya dan memahami pertanyaan


untuk menjawab masalahnya.
l. Menerima dalil yang benar dan mendengarkannya meskipun dari
lawan.
m. Tunduk kepada kebenaran.
n. Melarang siswa mempelajari ilmu yang membahayakan agama.
o. Melarang siswa dari mengharap selain ridho Allah.
p. Menjegah siswa dari menyibukkan diri dengan fardhu khifayah
sebelum menyibukkan diri dengan fardhu ain.
q. Mengutamakan memperbaiki diri sendiri sebelum menyuruh orang
lain.

3. Adab Siswa Terhadap Guru, ada 13:


a. Memulai memberi salam dan minta izin masuk.
b. Sedikit bicara di hadapan guru.
c. Tidak berbicara selama tidak ditanya.
d. Tidak menyanggah guru.
e. Tidak menyanggah pendapt guru jika berbeda pendapat, sehingga
menjatuhkan martabat dan mengurangi barokah.
f. Jangan bertanya kepada teman di majelisnya dan jangan tertawa ketika
berbicara dengannya.
g. Tidak menanyakan sesuatu sebelum minta izin kepada guru.
h. Duduk dengan menundukkan pandangan dengan tenang dan sopan,
seakan-akan di dalam sholat.

94

i. Tidak banyak bertanya kepada guru ketika sedang jenuh/sedih.


j. Jika guru berdiri maka siswapun berdiri untuk menghormati.
k. Tidak mengikuti guru dengan berbicara dan menanyainya.
l. Tidak bertanya di jalan.
m. Tidak berburuk sangka mengenai perbuatan lahirnya, karena guru
lebih tahu tentang rahasia-rahasia.

4. Adab Anak Terhadap Kedua Orang Tua, ada 13:


a. Mendengarkan perkataan mereka.
b. Berdiri menyambut keduanya ketika mereka berdiri.
c. Mematuhi perintahnya selama tidak mendurhakai Allah.
d. Tidak berjalan di depannya kecuali ada sesuatu hal.
e. Tidak mengeraskan suara .
f. Menjawab panggilan dengan jawaban yang lunak.
g. Berusaha untuk mencari ridho orang tua.
h. Bersikap rendah hati dan lemah lembut.
i. Tidak mengungkit-ungkit kebaikan kita kepada orang tua.
j. Jangan memandang orang tua dengan pandangan sinis.
k. Jangan bermuka cemberut.
l. Jangan bepergian kecuali dengan izinnya.

5. Adab Bergaul Terhadap Orang Awam yang belum dikenali, ada 5:


a. Tidak ikut campur pembicaraannya.
b. Sedikit mendengarkan perkataannya yang buruk.

95

c. Menghindari banyak pertemuan dan tidak menampakkan kebutuhan


kepadanya.
d. Mengabaikan apa yang terjadi dari perkatannya yang buruk.
e. Mengingatkan kesalahannya dengan lemah lembut.
Teman itu ada 3 macam, yaitu:
a. Teman untuk di akhirat.
b. Teman untuk di dunia.
c. Teman untuk menghibur.
Sahl bin Abdullah berkata; Hindarilah berteman dengan tiga
macam orang, yaitu para penguasa yang sombong dan lalai, para ahli baca
(ulama) yang berpura-pura baik, dan para pengamal tasawuf yang bodoh.
Apabila engkau mencari teman untuk menjadi mitramu dalam belajar dan
temanmu dalam urusan agama serta duniamu, maka perhatikanlah lima
perkara di dalamnya.
a. Mencari teman yang berakal (cerdas)
Tiada kebaikan berteman dengan orang dungu, karena hanya
menimbulkan kerusuhan dan berakibat pemutusan hubungan, sebaikbaik teman dungu adalah ia bisa membahayakan di saat ingin memberi
manfaat musuh yang berakal lebih dari teman dungu.
Seorang penyair berkata, sungguh aku merasa aman dari musuh
yang cerdas dan takut teman yang dungu. Oleh sebab itu dikatakan,
bahwa pemutusan hubungan dengan orang dungu adalah pendekatan

96

kepada Allah dan yang dimaksud dengan orang berakal adalah orang
yang memahami segala urusan menurut apa adanya.
Ali bin Abi Thalib ra. berkata; Janganlah engkau berteman
dengan orang bodoh dan jagalah dirimu darinya. Banyak orang bodoh
membinasakan orang berakal ketika berteman dengannya. Manusia
diukur dengan manusia bila ia berjalan dengannya, seperti sandal itu
berdampingan ukuran dan kemiripan dengan benda lainnya, sedang
hati itu menjadi petunjuk hati yang lain bila berjumpa dengannya.
Penyair lain berkata; Bergaullah dengan orang mulia dan
hindarilah pergaulan dengan orang yang rendah. Jangan urusi
kejelekan temanmu dan lukapakanlah. Jagalah lisanmu jika berada di
tempat berkumpul orang

banyak. Jangan ikut serta dan jangan

menjamin.
b. Berteman dengan orang yang berakhlak Baik
Orang

yang

berakhlak

baik

adalah

orang

yang

bisa

mengendalikan nafsunya ketika marah dan bangkit syahwatnya. Salah


seorang ahli berkata: Janganlah engkau berteman kecuali dengan
orang yang menyimpan rahasiamu dan menutupi kejelekanmu. Maka
ia selalu bersama dalam keadaan senang. Ia siarkan kebaikan dan
menutupi perbuatanmu yang buruk. Jika engkau tidak menemukannya,
maka janganlah berteman kecuali dengan dirimu sendiri.
Ali bin Abi Thalib berkata, Sesungguhnya saudaramu yang
sebenarnya adalah yang bersamamu dan yang membahayakan dirinya

97

untuk memberimu manfaat dan yang ketika datang musibah, ia


menolongmu ia akan korbankan dirinya untuk menyenangkanmu.
Jangan berteman dengan orang yang fasik, yang terus menerus
melakukan maksiyat besar. Orang yang takut kepada Allah akan
berhenti berbuat dosa, sedangkan orang yang tidak takut kepada Allah
akan selalu menimbulkan gangguan pada orang lain.
Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah kami
lalaikan dari mengingat kami serta menuruti hawa nafsunya dan
keadaannya itu melampaui batas. (Q.S. Al-khafi :28). Ini menunjukkan
bahwa keadaan manusia yang terburuk adalah bila hatinya dalam
keadaan kosong dari mengingat Allah SWT, adalah cahaya dan
mengingat selain Allah adalah kegelapan (Asy-Syarbini)
Dikatakan oleh Ghozali dalam ayat itu terdapat. Peringatan bagi
orang fasik. Hindarilah berteman dengan orang fasik, karena
penyaksian

kefaksian

dan

maksiyat

secara

terus

menurus

menghilangkan dari hatimu kebencian terhadap maksiyat dan


maudahkan bagimu untuk berbuat maksiyat.
c. Berteman dengan orang yang tidak tamak terhadap dunia
Berteman dengan orang yang tamak terhdap dunia adalah racun
yang mematikan, karena tabiat diciptakan untuk meniru dan mengikuti
temannya. Bahkan tabiat yang baik mencari jalan yang tidak diketahui
manusia.

98

Dalam kitab Al Ihya terdapat ungkapan, dari jalan yang tidak


diketahui oleh pemiliknya. Pergaulan dengan orang tamak menambah
ketamakan dan pergaulan dengan orang zahid menyebabkan
bertambah kehuzudanmu. Oleh karena itu tidaklah disukai berteman
dengan pencari dunia dan dianjurkan berteman dengan orang-orang
yang menyukai akhirat. Ali ra. berkata hiduplah ketaatan-ketaatan
dengan duduk bersama orang yang disegani. Ahmad bin Hambal
berkata, tidaklah menjerumuskan aku dalam bencana, kecuali
berteman dengan teman yang tidak aku segani.
Luqman berkata kepada anaknya, hai anakku, duduklah dengan
para ulama dan mendekatlah kepada mereka dengan kedua lututmu,
karena hati menjadi hidup dengan mendengarkan hikmah seperti bumi
yang tandus di hidupkan seperti bumi yang tandus dihidupkan dengan
hujan yang deras.
d. Berteman dengan orang yang suka berkata benar
Janganlah berteman dengan pendusta, karena engkau tidak tahu
keadaan yang sebenarnya. Orang macam itu bagaikan fatamorgana
yang menipu.

6. Adab persahabatan, ada 12:


a. Mengutamakan teman dalam pemberian harta.
b. Menolong dengan jiwa dalam memenuhi kebutuhan atas kemauan
sendiri tanpa menunggu perintah.
c. Menyimpan rahasia teman.

99

d. Menyampaikan sesuatu yeng menyenangkan.


e. Memanggil temannya dengan nama yang disukai dan memuji
kebaikannya.
f. Memaafkan kesalahan dalam agamanya.
g. Mendoakan ketika hidup dan sudah matinya.
h. Tetap setia dalam mencintainya terhadap anak-anaknya kerabatnya
sampai mati.
i. Berusaha meringankan bebannya.
j. Mendahului memberi salam kepadanya.
k. Keluar dan menyambut serta mengantarkannya ketika ia berdiri untuk
menghormati, kecuali ia melarangnya.
l. Diam dan tidak mencampuri ketika ia bicara sampai ia selesai.

D. Nilai-nilai Pendidikan Adab Dan Kepribadian dalam Kitab Maroqiy Alubudiyah


1. Pengertian Pendidikan Adab Dan Kepribadian
Pendidikan berarti bimbingan/ pimpinan secara sadar dari isi
pendidikan terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama (Marimba, 1962: 19). Adab adalah
kesopanan, kehalusan, dan kebaikan budi pekerti atau orang yang tinggi
akhlaknya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989: 5). Sedangkan istilah
kepribadian (personality) berasal dari kata latin persona

yang berarti

topeng (Hurlock, 1989: 236). Topeng merupakan tutup muka yang sering
digunakan oleh pemain-pemain panggung. Maksud dari penggunaan

100

istilah ini adalah untuk menggambarkan perilaku, watak atau pribadi


seseorang yang dalam manifestasinya kehidupan sehari-hari tidak selalu
membawakan

dirinya

sebagaimana

adanya,

melainkan

selalu

menggunakan tutup muka dengan tujuan untuk menutupi kelemahannya.


Dalam kehidupan sehari-hari, kata kepribadian digunakan untuk
menggambarkan:
1. Identitas diri/ jati diri seseorang
2. Kesan umum seseorang tentang diri individu/ orang lain
3. Fungsi-fungsi kepribadian yang sehat/ bermasalah.
Menurut disiplin ilmu psikologi, pengertian kepribadian dapat
diambil dari rumusan beberapa teori kepribadian terkemuka. Pandangan
George Kelly dalam buku teori kepribadian karya Koeswara memandang
kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan
pengalaman hidupnya (Koeswara, 1991: 11). Senada dengan pendapat
Allport, dalam buku teori Kepribadian karya Pasaribu Simandjuntak,
Personality is the dynamic organization within the individual of
those psychophysical system, that determines his unique adjustment to his
environment
Yang artinya, kepribadian adalah organisasi dinamis dari sistem
psikofisis dalam individu yang menentukan keunikan penyesuaian diri
terhadap lingkungan (Simandjuntak, 1984: 95).
Pengertian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

101

a. Organisasi, yang menekankan bagian-bagian struktur kepribadian yang


independen

yang

masing-masing

bagian

tersebut

mempunyai

hubungan khusus satu sama lain.


b. Dinamis, menunjukkan hubungan

yang saling mempengaruhi.

Kepribadian itu tumbuh dan berkembang dimana faktor tertentu


mempengaruhi kepribadian tersebut.
c. Sistem psikofisis, merupakan keseluruhan fisik-psikologis yang
dimiliki seseorang. Faktor fisik antara lain bentuk tubuh, proses
fisiologis, faktor genital. Sedangkan faktor psikologis merupakan
perasaan, pengamatan, intelegensi, minat dan motivasi.
d. Unik, yang merujuk kepada keragaman tingkah laku individu sebagai
ekspresi dari pola sistem psikofisiknya.
Berdasarkan pengertian sebagaimana dikemukakan di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa kepribadian adalah keseluruhan pola (bentuk)
tingkah laku, budi pekerti, sifat kebiasaan, kecakapan bentuk tubuh serta
unsur-unsur psikofisik lainnya yang selalu menampakkan diri dalam
kehidupan seseorang.
Bila konsep kepribadian di atas ditarik sesuai Islam, maka yang
dimaksud kepribadian muslim ialah kepribadian yang seluruh aspekaspeknya yaknik baik tingkah laku luarnya, kegiatan jiwanya maupun
filsafat hidup dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada
Tuhan sebagai bentuk penyerahan diri kepadanya (Marimba, 1989: 68).
Sedangkan menurut Ibnu Husein, kepribadian seorang muslim adalah

102

gambaran budi pekerti dan amal buktinya atau dengan kata lain budi dan
amal bakti seseorang, itulah gambaran kepribadiannya (Husein, 2004: 8).
Dengan kata lain, kepribadian muslim cenderung kepada
pengabdian diri dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah SWT baik
sikap lahiriah maupun batiniahnya. Segala niat amal perbuatannya
hanyalah karena Allah dan memang dalam pengawasan Allah SWT.
Dari penjelasan di atas menggiring pemahaman bahwa istilah
pendidikan kepribadian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usaha
atau proses perubahan dan perkembangan budi pekerti manusia menuju ke
arah yang lebih baik dan sempurna.

2. Tipe Kepribadian dalam Islam


Dalam

Al-Quran,

tipe

kepribadian

manusia

itu

dapat

dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu: mukmin (orang yang


beriman),

kafir

(menolak

kebenaran),

dan

munafik

(meragukan

kebenaran).

3. Perkembangan Kepribadian
Makna perkembangan kepribadian menurut Freud dalam buku
Teori Kepribadian karya Yusuf adalah belajar tentang cara-cara baru untuk
mereduksi ketegangan dan memperoleh kepuasan. Ketegangan itu terjadi
bersumber kepada 4 aspek, yaitu: pertumbuhan fisik, frustasi, konflik dan
ancaman. Tahap-tahap perkembangan kepribadian:

103

a. Tahap oral (oris/ mulut)


Tahap oral adalah periode bayi yang masih menetek. Pada masa ini
libido didistribusikan ke daerah oral sehingga perbuatan menghisap
dan menelan menjadi metode utama.
b. Tahap anal (anus/ dubur)
Tahap ini berada pada usia kira-kira 2 sampai 3 tahun. Tahap ini libido
terdistribusikan ke daerah anus.
c. Tahap Phallik (phallus/ dzakar)
Tahap ini berlangsung kira-kira usia 4 sampai 5 tahun. Pada usia ini
anak mulai memperhatikan/ senang memainkan alat kelaminnya
sendiri.
d. Tahap Latensi
Tahap ini berkisar antara usia 6 sampai 12 tahun (tahap sekolah dasar).
Tahap ini merupakan masa tenang seksual, karena segala sesuatu yang
terkait dengan seks dihambat atau direpres.
e. Tahap Genital
Tahap ini dimulai sekitar usia 12/13 tahun. Pada tahap ini anak mulai
mengembangkan

motif

untuk

mencintai

orang

lain/

mulai

berkembangnya motif altruis (keinginan untuk memperhatikan


kepentingan orang lain) (Yusuf, 2008: 57).

104

Maslow berpendapat dalam buku teori kepribadian karya


Koeswara (1991: 118) manusia adalah makhluk yang tidak pernah berada
dalam keadaan sepenuhnya puas. Bagi manusia, kepuasan itu sifatnya
sementara. Kebutuhan manusia yang merupakan bawaan maka kebutuhan
manusia tersusun dalam 5 tingkatan, yaitu:
a. kebutuhan dasar-dasar fisiologis
b. kebutuhan akan rasa aman
c. kebutuhan cinta dan memiliki
d. kebutuhan akan rasa harga diri
e. kebutuhan akan aktualisasi diri
Perkembangan kepribadian dalam Islam diawali yang pertama
dengan perawatan, yaitu perawatan orangtua terhadap anak, perawatan
saat hamil dan perawatan pada masa bayi. Yang kedua dengan pendidikan,
yang hendaknya materi pendidikan tersebut berdasarkan Al-Quran dan
hadits.
4. Nilai Pendidikan Adab Dan Kepribadian dalam Kitab Maroqiy Alubudiyah
a. Adab dan kepribadian dalam kaitannya dengan ketaatan
Kepribadian dalam kaitannya dengan ketaatan dalam kitab
Maroqiy Al-ubudiyah adalah selalu mematuhi perintah-perintah Allah,
baik yang fardlu, maupun sunnah, yaitu dengan cara mendekatkan diri
dengan mengerjakan perintah-perintah Allah dengan mengawasi hati
dan tubuhnya, dari pagi hingga sore. Berhati-hati dengan hal-hal yang

105

dilarang/ meninggalkan maksiat dan selalu mengingat Allah setiap


waktu.

b. Adab dan kepribadian dalam kaitannya dengan meninggalkan maksiat


Yaitu dengan:
a. Menjauhi perbuatan maksiat, seperti maksiatnya mata, telinga,
lesan, perut, kemaluan, kedua tangan dan kedua kaki.
b. Menjauhi maksiatnya hati seperti dengki, riya, dan sombong.
c. Adab dan kepribadian dalam kaitannya dengan pergaulan
Yaitu meliputi adab bergaul dengan Allah, adab orang alim, adab
siswa terhadap guru.

106

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Signifikansi Pemikiran Nawawi Dalam Kitab Maroqiy Al-ubudiyah


Dalam Pendidikan di Indonesia
Seorang anak, adalah ibarat benih kecil yang membutuhkan perawatan
secara ekstra, hingga menjadi tumbuh besar berkekuatan. Pada fase
pertamanya, Ia juga membutuhkan perhatian, pengawasan dan arahan sampai
pada akhirnya mereka tumbuh besar dengan kebaikan-kebaikan yang melekat
pada dirinya. Manakala pertumbuhan mereka diabaikan dengan tanpa adanya
perhatian sama sekali tentunya kelak mereka akan tumbuh besar menjadi
orang yang sulit untuk diarahkan dan diperbaiki. Oleh karena itu, sebagai
generasi penerus bangsa anak harus dididik sejak dini untuk perkembangan
pribadinya sesuai dengan Al-Quran dan sunnah Nabi Muhammad, dan
hendaknya mereka diberi perhatian secara khusus dalam masalah pendidikan
pada masa perkembangannya sampai dewasa.
Pada perkembangannya, pendidikan Islam telah mengalami proses
dinamika pemikiran yang sangat luas, unsur pendidikan moralpun tak luput
dari kajian pembahasan para pemikir pendidikan Islam. Pendidikan moral
sendiri kemudian menjadi semacam unsur permanen dalam sistem pendidikan
Islam, setidaknya dalam penetapan kurikulum maupun pemantapan visi dan
misi kependidikannya. Pendidikan moral merupakan titik tekan yang sangat
signifikan dalam pendidikan Islam, karena ia merupakan salah satu inti dari

106

107

ajaran agama Islam itu sendiri, selain juga pendidikan ke-teologis-an dan
keibadahan (Nasution, 1998: 87).
Pendidikan Islam mempunyai tujuan yang utama yaitu terbentuknya
suatu pribadi utama dengan mewujudkan idealitas Islami yang pada
hakekatnya mengandung nilai perilaku manusia yang didasari dan dijiwai oleh
iman dan taqwa, sebagaimana pengertian pendidikan Islam yang dikemukakan
oleh Marimba (1962: 19) yaitu bimbingan atau pimpinan secara sadar dari isi
pendidikan terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.
Agar proses pendidikan dapat berjalan sesuai yang diharapkan, maka
pendidikan, pengajaran, dan metodenya harus diambil dari aturan dan nilainilai tersebut, sehingga menjadi pemandu program pendidikan Islam yang
sukses, dapat menciptakan generasi muda yang berpotensi dan berkepribadian
yang Islami. Dikatakan oleh Langgulung (1995: 30) bahwa untuk mencapai
itu semua, sejak dini anak harus dibekali keimanan dan ketaqwaan kepada
Allah SWT. Setelah iman dan taqwa bersemayam dalam hati anak maka
perilaku yang ditampilkan akan mempengaruhi penyesuaian diri dengan
dirinya maupun dengan masyarakat, sehingga membawa kepada ketenangan
hidup, ketentraman jiwa, maupun kebahagiaan batin, oleh karena itu untuk
mengantarkan anak pada kematangan pribadinya, maka materi yang ada dalam
kitab Maroqiy Al-ubudiyah ini sangat signifikan jika dipakai sebagai acuan
dalam upaya mencapai keberhasilan pendidikan, terutama pendidikan adab
kepribadian. Materi yang disajikan dalam kitab ini tidak hanya mengacu pada

108

hubungan antara manusia dengan Allah (HablumminAllah), melainkan juga


pada hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain
(Hablumminannas),

seperti

adab-adab

pergaulan

yang telah

penulis

diskripsikan pada bab sebelumnya.


Pendidikan adab dan kepribadian dalam kitab Maroqiy Al-ubudiyah
dapat diterapkan melalui keteladanan. Keteladanan yang baik merupakan
suatu keharusan dalam pedidikan, karena bagaimana mungkin seorang anak
akan antusias untuk menjalankan shalat sedangkan dia melihat orang tuanya
adalah orang yang tidak memperhatikan shalat. Bagaimana mungkin dia akan
meninggalkan maksiat sedangkan dia senantiasa menyaksikan orang tuanya
melakukan hal-hal maksiat.
Itulah dunia anak, dunia meniru. Ia akan meniru apa saja yang dapat
ditangkap oleh inderanya. Kebutuhan akan figur teladan selalu ada pada
manusia karena karakter manusia sebenarnya adalah senang untuk meniru. Hal
ini bersumber dari kondisi mental seseorang, yang senantiasa berada dalam
perasaan orang lain, sehingga dirinya meniru. Ada kecenderungan anak akan
meniru perilaku orang dewasa, dan bawahan akan meniru atasannya, Karena
orang yang lebih dewasa atau atasan merupakan seseorang yang patut
menjadi.Contoh atau suri tauladan, seperti firman Allah dalam surat Al Ahzab
ayat 21, Demi Allah sungguh telah ada teladan yang baik bagi mu pada diri
Rasulullah, yaitu bagi orang yang mengharapkan keridhaan Allah dan pahala
hari kesudahan dan banyak menyebut (mengingat) Allah. Untuk itu hendaklah
kita mengedepankan keteladanan yang baik, terutama bagi anak-anak.

109

Untuk itu pemilihan metode yang tepat akan sangat penting jika
diterapkan dalam pendidikan Islam guna mewujudkan tujuan pendidikan
terciptanya insan kamil yang berkepribadian shalih-shalihah. Dalam proses
pembentukan adab dan kepribadian anak, diperlukan strategi dan metode yang
tepat. Dan keberadaan kitab ini sangatlah signifikan dalam upaya pencapaian
terbentuknya generasi muda yang sesuai dengan tujuan umat Islam.
Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan
statis tetapi tujuannya itu merupakan keseluruhan dari kepribadian seseorang
yang berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya. Seperti dikatakan oleh
Langgulung (1995:55), berbicara tentang tujuan pendidikan tidak terlepas dari
pembahasan tentang tujuan hidup manusia. Oleh karena itu pendidikan
hanyalah suatu alat yang digunakan manusia untuk memelihara kelanjutan
hidupnya, baik sebagai individu atau masyarakat.
Tujuan pendidikan tersebut tidak jauh berbeda dengan tujuan
pendidikan yang ada dalam kitab Maroqiy Al-ubudiyah, walaupun dalam
penyampaiannya berbeda. Tujuan dalam kitab Maroqiy Al-ubudiyah upaya
pembentukan adab dan kepribadian individu dan kepribadian sosial yang baik,
seperti contohnya taat kepada Allah, meninggalkan maksiat, akan membentuk
kepribadian individu yang baik. Sedang kepribadian sosial dengan
menanamkan adab terhadap orangtua, guru dan teman. Sehingga kitab
Maroqiy Al-ubudiyah sangatlah signifikan dipakai dalam proses pendidikan
di Indonesia.

110

B. Relevansi Pemikiran Nawawi dalam Kitab Maroqiy Al-ubudiyah dalam


Pendidikan di Indonesia
Pembentukan adab dan kepribadian pada anak menjadi prioritas utama,
karena harapan terbesar bertumpu pada anak, dimana mereka adalah penerus
perjuangan, pewaris bangsa dan Negara, yang berkibar dilangit dan semerbak
harum mewangi, ataukah anak yang akan mencoreng muka orang tua,
keluarga, bangsa dan Negara karena kejahatan kepribadian yang dimiliki.
Anak merupakan belahan hati dan amanah yang suci, harta paling
berharga yang masih netral dan belum terbentuk adab dan kepribadiannya,
olek karena itu dia siap dibentuk dan dibawa kemana pun. Jika seorang anak
di biasakan dan diajari hal-hal yang baik seperti dalam kitab Maroqiy Alubudiyah, maka dia akan tumbuh dengan baik dan tentu akan menjadi orang
yang berbahagia di dunia dan akhirat. Begitu juga sebaliknya jika dibiasakan
dan diajari hal-hal yang buruk, diabaikan tanpa ada perhatian sedikitpun, tentu
dia akan rusak dan menderita. Untuk itu membimbing dan menanamkan adabadab yang terpuji kepada anak merupakan cara pendidikan adab dan
kepribadian yang berhasil, dengan kata lain yaitu Adab bisa berguna selagi
anak dalam kedinian dan tiada lagi berguna setelah itu, ibarat ranting kecil
akan lurus jika diluruskan, tiada lurus jika ia menjadi batang yang kaku.
Pendidikan adab dan kepribadian untuk generasi sekarang ini juga
dihadapkan pada persoalan-persoalan yang cukup kompleks, yakni persoalan
reformasi dan globalisasi menuju masyarakat Indonesia yang baru. Tantangan
yang dihadapi sekarang adalah bagaimana upaya untuk membangun

111

paradigma baru pendidikan Islam, visi, misi, dan tujuan, yang dididukung
dengan system kurikulum atau materi pendidikan, manajemen, dan organisasi.
Metode pembelajaran untuk dapat mempersiapkan manusia yang berkualitas,
bermoral tinggi dalam menghadapi perubahan masyarakat global begitu cepat,
sehingga produk pendidikan Islam tidak hanya melayani dunia pendidikan
Islam saja, tetapi mempunyai pasar baru atau mampu bersaing secara
kompetitif dan proaktif dalam dunia modern. Perubahan yang perlu dilakukan
pendidikan islam, yaitu:
- Membangun sistem pendidikan Islam yang mampu mengembangkan
sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu mengantisipasi
kemajuan iptek untuk menghadapi tantangan dunia global yang dilandasi
nilai- nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan budaya.
- Menata manajemen pendidikan Islam yang berorientasi pada manajemen
sekolah

agar

mampu

menyerap

aspirasi

masyarakat,

dan

dapat

mendayagunakan potensi masyarakat dalam rangka penyelenggaraan


pendidikan islam yang berkualitas.
- Meningkatkan demokratisasi penyelenggaraan pendidikan Islam secara
berkelanjutan dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat agar dapat
menggali serta mendayagunakan potensi masyarakat.
Namun dalam hal ini, kitab Maroqiy Al-ubudiyah kurang efisien jika
dipakai dalam proses pendidikan adab kepribadian anak, karena adanya
kemajuan teknologi zaman sehingga diperlukan pemikiran pembaharuan lagi
untuk penyesuaian dengan kemajuan zaman globalisasi.

112

Proses pendidikan adab dan

kepribadian adalah usaha sadar yang

dilakukan oleh seorang pendidik untuk membentuk tabiat yang baik pada
seorang anak didik sehingga terbentuk manusia yang berkepribadian luhur,
yang taat kepada Allah. Pembentukan adab dan kepribadian ini dilakukan
secara kontinue dengan tidak ada paksaan dari pihak manapun.
Pendidikan adab dan kepribadian pada hakekat keberadaannya
sangatlah urgen di indonesia. Pendidikan yang bertujuan membentuk pribadi
muslim, mengembangkan seluruh potensi manusia dari segi jasmani dan
rohani, menumbuhsuburkan hubungan yang harmonis dan seimbang setiap
pribadi dengan Allah, dan sesama. Agar mencapai tujuan pendidika islam
tersebut, maka eksistensi lembaga pendidikan di indonesia harus menyusun
rancagan program pendidikan yang dijabarkan dalam kurikulum yang
berorientasi pada:
-

Tercapainya hubungan transenden antara manusia dengan sang khaliq


sesuai dengan fitrah manusia sebagai abdillah.

Tercapainya hubungan antar sesama manusia sesuai dangan fungsi


manusia sebagai kholifah di muka bumi.
Relevansi kitab Maroqiy Al-ubudiyah terhadap pendidikan Islam di

Indonesia sangatlah berkesinambungan, karena baik dari segi materi isi kitab,
nilai pendidikan adab dan kepribadian dan tujuan pendidikan dalam kitab ini
sangatlah cocok untuk dipakai oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam di
Indonesia, terutama yang telah dipakai oleh lembaga pendidikan non formal.

113

Sehingga akan terciptalah generasi Islam yang berkualitas yang sesuai dengan
tujuan pendidikan Islam.
Dalam kitab ini, Nawawi banyak menjelaskan akhlak mahmudah
seperti contoh ketaatan, hal ini akan terwujud jika kita senantiasa patuh
terhadap perintah-perintah Allah baik yang wajib maupun yang sunnah.
Menghargai setiap orang yang memiliki keutamaan dan menghargai orangorang yang patut dihargai menurut derajad mereka, seperti guru, orang tua dan
teman. Kitab ini juga menjelaskan akhlak tercela (madzmumah) yang harus
ditinggalkan, seperti contoh meninggalkan maksiat, karena jika maksiat
merajalela di masyarakat, maka tidak bisa diharapkan terwujudnya keamanan
dan kedamaian dalam kehidupan bersama.
Maka dari itu, kitab ini sangat urgen dalam proses penanaman akhlak
anak dalam rangka pembentukan adab dan kepribadian anak yang shalih dan
shalihah karena jika bumi ini diwariskan kepada generasi-generasi yang tidak
bertanggungjawab, yang terjadi hanyalah kemaksiatan dan kemungkaran. Hal
ini akan dapat membawa malapetaka dan nestapa di muka bumi ini.

C. Implikasi Pemikiran Nawawi dalam kitab Maroqiy Al-ubudiyah dalam


Pendidikan di Indonesia
Kitab Maroqiy Al-ubudiyah ini telah digunakan di beberapa lembaga
pendidikan non formal, seperti di pondok pesantren di Jawa. Yakni pondok
pesantren Darul Ulum Reksosari, Suruh, Kab. Semarang. Bahkan kitab ini
telah dimasukkan dalam kurikulum, karena kitab ini tidak hanya berisi tentang

114

adab-adab yang mengarah pada hubungan dengan sang pencipta namun juga
berhubungan dengan sesama.
Adapun hal-hal positif yang diperoleh peserta didik atau santri yang
mempelajari dan mengindahkan kitab ini, adalah perubahan sikap dalam
beribadah kepada Allah, sikap terhadap orang-orang di sekitarnya, perubahan
perilaku

dalam

bertindak

atau

melakukan

aktifitas,

dengan

modal

kepribaadian yang luhur. Sehingga setiap peserta didik atau santri dapat hidup
dengan aman dan tentram. Kepribadian yang luhur tersebut di antaranya taat
kepada Allah, terciptanya kerja sama dan solidaritas yang baik, saling
menghormati, serta menjauhi perilaku maksiat seperti dusata, ghibah,
menggunjing berburuk sangka, dengki, riya, dan sombong.
Dalam pembentukan adab dan kepribadian, perlu adanya loyalitas
terhadap dua sumber pokok ajaran Islam, yaitu Al-Quran dan Hadis, serta
sifat konsistensi dan kesungguhan dalam penerapan kehidupan sehari-hari.
Ada juga dari sebagian peserta didik yang tidak mengindahkan kitab ini dan
dan tidak menyadari akan urgennya pendidikan kepribadian. Hal tersebut akan
menimbulkan dekadensi moral pada generasi Islam, di antaranya yaitu
merebaknya

peserta

didik

atau

santri

yang

meninggalkan

shalat,

menggunjing,berburuk sangka dan berdusta baik kepada guru, orang tua


ataupun temannya.
Maka dalam rangka penerapan kitab Maroqiy Al-ubudiyah ini kepada
peserta didik atau santri, selain harus menekankan sifat loyalitas, konsistensi
dalam berkepribadian luhur, seorang guru juga harus memberikan keteladanan

115

yang tepat serta harus kita tunjukkan tentang begaimana kita harus bersikap
dan bagaimana kita harus menghormati kalau ingin dihormati oleh orang lain,
tentulah harus diawali dari diri sendiri untuk berbuat baik kepada sesama dan
berbakti kepada kedua orang tua. Maka dengan mengawalinya demikian,
niscaya orang lain pun akan menghormati dan anak-anak pun akan berbakti.
Jadi pembelajaran kitab ini tidak hanya dengan ceramah dalam kelas saja,
namun juga perlu diterapkan melalui keteladanan, nasehat dan kebiasaan.
Maka dengan usaha pembiasaan pada diri secara dini dan konsisten,
lebih bisa diharapkan terbentuknya kepribadian yang luhur yang tumbuh pada
diri anak sehingga apa yang diharapkan akan terwujud, yakni harapan
mempunyai keluarga yang dipimpin kepala keluarga yang shalih, didampingi
istri yang sholihah, dan dihiasi pula putra putri yang shalih dan shalihah.

116

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam bab-bab yang telah lalu, maka penulis dapat
mengemukakan kesimpulan sebagai berikut:
1. Kitab Maroqiy Al-ubudiyah merupakan buah karya Syekh Muhammad
Nawawi Bin Umar Al Jawi putra dari Umar Bin Arabi. Kitab Maroqiy Alubudiyah terdiri dari tiga bagian, bagian pertama berisi tentang adab
ketaatan, bagian kedua berisi tentang adab meninggalkan maksiat, dan
bagian ketiga berisi tentang adab pergaulan. Materi yang ada dalam kitab
Maroqiy Al-ubudiyah sangat signifikan jika dipakai sebagai acuan dalam
upaya mencapai keberhasilan pendidikan islam di Indonesia. Materi yang
disajikan tidak hanya mengacu pada hubungan antara manusia dengan
Allah, melainkan juga hubungan antar manusia, seperti adab terhadap
orang alim, guru, ornag tua dan teman. Kitab Maroqiy Al-ubudiyah
kurang efisien jika dipakai dalam proses pendidikan, karena adanya
kemajuan teknologi zaman, sehingga diperlukan pemikiran pembaharuan
lagi untuk penyesuaian dengan kemajuan zaman globalisasi, pemikiran
dan mampu bersaing dalam dunia modern.
2. Relevansi kitab Maroqiy Al-ubudiyah terhadap pendidikan islam di
Indonesia sangatlah berkesinambungan karena baik dari segi materi isi
kitab, nilai pendidikan adab kepribadian dan tujuan pendidikan dalam

116

117

kitab ini sangatlah cocok untuk dipakai oleh lembaga-lembaga pendidikan


Islam di Indonesia sehingga terciptalah generasi islam yang berkualitas
sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. Kitab Maroqiy Al-ubudiyah telah
digunakan di lembaga pendidikan nonformal. Peserta didik yang mau
mempelajari kitab ini akan mendapatkan hal-hal yang positif, dengan
modal adab dan kepribadian yang luhur. Dalam pembentukan kepribadian,
perlu adanya loyalitas terhadap 2 sumber pokok ajaran islam (al Quran
dan Hadits), serta sifat konsistensi dan kesungguhan dalam penerapan
kehidupan sehari-hari. Peserta didik yang tidak mengindahkan kitab ini
dan tidak menyadari akan urgennya pendidikan adab kepribadian, maka
hal tersebut akan menimbulkan dekadensi moral pada generasi islam.
Maka dalam rangka penerapan kitab Maroqiy Al-ubudiyah, seorang guru
harus juga memberikan keteladanan tidak hanya memberikan ceramah di
kelas saja tetapi nasehat dan kebiasaan yang tepat.

B. Saran-saran
1. Kepada Anak
a. Sebagai seorang anak hendaknya merasa berterimakasih terhadap
orang tua, yang telah merawat dan mengasuhnya sejak kecil dengan
susah payah, penuh kasih sayang serta membimbingnya dan
mendidiknya, sehingga tumbuh dewasa menjadi manusia yang
bertanggung jawab atas segala perbuatannya dengan cara berusaha
senantiasa membahagiakan keduanya jangan sampai menyakiti
maupun mengecewakan.

118

b. Sebagai anak didik hendaknya bisa menghargai dan menghormati para


pendidiknya yang dengan tulus hati mengajar, mendidik, dan
membimbingnya dengan tanpa mengharapkan penghargaan jasa
apapun.
c. Anak sebagai bagian dari anggota masyarakat, tidak lepas dari
pengaruh lingkungan yang melingkupinya. Oleh karena itu agar tidak
terjerumus pada hal-hal yang tidak diinginkan, maka perlu adanya
kehati-hatian dalam semua tindakan yang akan dilakukan.
2. Kepada Orang Tua
a. Anak adalah amanat Allah SWT, maka sebagai orang tua yang
dipercaya mendapat titipan amanat dari Allah SWT hendaknya bisa
menjaga dan melaksanakan amanat ini dengan sebaik-baiknya. Dengan
cara memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap anak, agar dapat
tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa, beriman, dan
bertaqwa kepadanya, senantiasa tetap tunduk pada syariat agamanya
dan menjauhi segala larangannya.
b. Sebagai orang tua hendaknya selalu mencerminkan dan memberikan
teladan yang baik dihadapan anak-anak karena anak yang terlahir
dalam keadaan polos dan lemah tanpa mengetahui apa-apa, dan anak
akan melihat lalu meniru dari apa yang dilihatnya tanpa tahu apakah
perbuatannya itu baik atau buruk.
c. Agar anak dapat tumbuh dan berkembang dan menjadi manusia yang
berguna bagi dirinya sendiri maupun yang lain, maka sebagai orang

119

tua hendaknya senantiasa memberikan perhatian dengan penuh kasih


sayang. Dengan memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap
anak, terutama pembinaan yang harus ditanamkan sedini mungkin,
karena dengan kepribadian baik yang akan dapat mewarnai tingkah
laku perbuatan yang baik dalam segala aspek kehidupan.
d. Sebagai orang tua harus selalu mengawasi dan mengontrol perbuatan
anak dalam kesehariannya, terutama dalam pergaulan, agar jangan
sampai terjerumus pada hal-hal yang tidak diinginkan yang dilarang
agama.
3. Kepada Pendidik
a. Seorang pendidik hendaknya dapat bekerja sama yang baik antar
berbagai pihak terkait, baik pihak keluarga maupun lingkungan
masyarakat dimana anak didik bertempat tinggal, sehingga dengan
demikian akan dapat menghindari kemungkinan terjadinya tingkah
laku atau perbuatan yang menyimpang dari norma agama.
b. Seorang pendidik hendaknya dapat memberikan suri tauladan yang
baik dalam tingkah laku perbuatannya, karena pendidik adalah sosok
panutan yang dihargai dan disegani.
c. Seorang pendidik hendaknya mengetahui dan memahami masa
pertumbuhan dan perkembangan anak didiknya dalam kegiatan belajar
mengajar, sehingga apa yang disampaikan dapat sesuai dengan
kondisi, daya pikir maupun usia anak. Karena fase pertumbuhan dan
perkembangan anak berbeda-beda. Sehingga sasaran pendidikan dan

120

pembinaan yang diberikan akan lebih mengena sesuai dengan apa yang
diharapkan.
4. Kepada Masyarakat
a. Setiap masyarakat hendaklah dapat memberikan bimbingan dan
pengarahan bagi anak-anak kearah kedewasaan yang positif. Sehingga
anak akan tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa yang
berguna di masyarakat dalam membantu serta meningkatkan
kebahagiaan, kesejahteraan hidup bersama dan terciptanya kehidupan
yang harmonis dalam masyarakat.
b. Masyarakat hendaknya meningkatkan dan menjalin kerjasama dengan
pihak terkait dalam menanggulagi kenakalan anak baik dengan
organisasi masyarakat, pemerintah, swasta atau perorangan.
c. Bagi setiap individu muslim agar ikut andil dan saling bekerja sama
dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melaui pendidikan
Islam yang dimanifestasikan, misalnya melalui rencana pendidikan,
baik berjangka panjang maupun pendek, tujuan pendidikan, komponen
kurikulum,

pelatihan

tenaga

kependidikan,

maupun

anggaran

pendidikan, sehingga semangat untuk selalu memajukan dan


mengembangkan pendidikan Islam tak akan pernah padam.
5. Kepada Pemerintah
Penanggungjawab pendidikan dalam hal ini adalah pemerintah,
hendaknya mereformulasi sistem pendidikan Islam yang berbasis sumber
daya manusia dengan mengimplementasikan beberapa aspek kehidupan,

121

baik hablumminAllah, ataupun hablumminannas. Strategi pendidikan


Islam dengan mengedepankan pertimbangan yang terbaik bagi Negara,
agar kualitas sumber daya manusia dalam masyarakat Islam menjadi lebih
baik.

C. Kata Penutup
Puji syukur alhamdullilah dengan segala pertolongan dan petunjuk
serta ridla Allah SWT, penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Dan kepada
semua pihak, penulis mengucapkan banyak terimakasih atas segala
bantuannya.
Penulis telah berusaha untuk mewujudkan penulisan skripsi yang
terbaik, namun penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan skripsi ini
terdapat banyak kekurangan dan kekeliruan, maka saran dan kritik sangat
penulis harapakan demi perbaikan dan penyempurnaan.
Semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan segenap
pembaca yang budiman. Amiin Ya Rabbal Alamiin.

122

DAFTAR PUSTAKA

Al

Hasani. 2012. Syekh Nawawi Al Bantani.


http://search.yahoo.com. Diakses 12 September 2012

Scribd

(online).

Al jawi Muhammad Nawawi. Tanpa tahun. Maroqil Ubudiyah Syarah Bidayah


Al-Hidayah terjemahan oleh Zaid Husain Al Hamid. 2000. Surabaya:
Mutiara Ilmu.
Arifin, Agus Zainal. 2012. Syaikh Nawawi Al-Bantani Al Jawi (2). : Karya dan
Karomahnya
(online).
http://www.scribd.com/doc/70955099/syaikhnawawialbantani. diakses 12
September 2012
Arifin, HM. 1991. Kapita Selecta Pendidikan Islam dan Umum.Jakarta Bumi
Aksara.
Bakker, Anton, & Ahmad Charris Zubair. 1990. Metodologi Penelitian Filsafat.
Yogyakarta: Kanisius.
Depag RI. 1987. Ensiklopedia Islam di Indonesia. Jakarta: IAIN.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Depdiknas. 2003. Undang-undang Repuplik Indonesia no.29 tahun 2003: Tentang
Sistem Pendididkan Nasional. Jakarat: PT Kloang Klode Putra Timur.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1994. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ichtiar
Baru van Hoeve.
Dhofier, Zamakhsari. 2001. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES
Hasan. Ahmad Rifai: 1987. Warisan Intelektual Islam Indonesia. Bandung:
Mizan.
Hurlock, Elizabeth B. 1989. Perkembangan Anak Jilid 2. Terj. Meitasari
Tjandrasa. Jakarta: Erlangga
Koeswara, E. 1991. Teori-teori Kepribadian. Bandung: Eresco
Langgulung, Hasan. 2004. Manusia dan Pendididkan: Suatu Analisa Psikologis
Filsafat dan Pendidikan. Jakarata: Al Husna Baru.
122

123

Langgulung, Hasan. 1995. Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologis


Filsafat dan Pendidikan. Jakarta: Al Husna Zikra.
Marimba, Ahmad. D. 1962. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung : PT
Maarif.
Nurihsan, A. Juntika dan Syamsu Yusuf. 2007. Teori Kepribadian. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Nazir, Muhammad. 1985. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nasution, Harun. 1989. Islam Rasional. Jakarta: LSAF.
Simandjuntak, B dan I.L. Pasaribu. 1984. Teori Kepribadian. Bandung: Tarsito
Soemargono, Soejono. 1992. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya.
Wasito, Hermawan. 1993. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Ash Shieddiqy, Tm. Hasbi: 1977. Tafsir Al Bayaan. Jakarta: Ladjnah Pentashih
Mashaf.
Azwar, Saifuddin. 1998. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai