PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zaman sekarang ini banyak orang yang mengambil hasil karya orang lain, dengan
uang yang dimiliki ataupun mengambil karya cipta orang lain tanpa seizin orang yang
membuat karya tersebut, sehingga sering terjadi perebutan hak cipta. Bahkan orang mau
mengambil hasil karya orang lain agar ia bisa menjadi tenar dengan karya orang lain
yang dibelinya dengan uang banyak, padahal ia sendiri tidak pernah membuat hasil karya
tersebut, namun mengakui hasil karya orang lain sebagai hasil karyanya. Terkadang
banyak orang yang tidak menghargai hasil karya cipta orang lain, menghina dan
mencemoohkan hasil karya tersebut. Namun bila hasil karya tersebut banyak diminati
oleh orang lain barulah ia memanfaatkan hasil karya orang tersebut dan mengaku-ngaku
sebagai hasil karyanya. Hal tersebut banyak kita jumpai di Indonesia ini. Banyak hasil
karya atau Kebudayaan Indonesia yang diambil oleh Negara lain sebagai Kebudayaan
atau hasil karya Negaranya. Karena
hal ini sangat banyak terjadi dan tidak asing lagi di dengar, untuk itulah penulis
tertarik membuat makalah tentang Haq Al-Ibtikar (Hak Cipta) ini sekaligus memenuhi
tugas mata kuliah Fikih Kontemporer.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah makalah ini adalah:
1. Apa definisi dari Haq Al-Ibtikar itu?
2. Apa saja macam-macam Haq Al-Ibtikar itu?
3. Bagaimana Pandangan /Tinjauan Hukum Islam terhadap Haq Al-Ibtikar?
C. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui definisi Haq Al-Ibtikar
2. Mengetahui macam-macam Haq Al-Ibtikar
3. Mengetahui Pandangan/ Tinjauan Hukum Islam terhadap Haq Al-Ibtikar
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
12. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil
pengalih wujudan.1
Dalam pasal 29 sampai dengan pasal 34 UU No. 19 Tahun 2003, diatur masa
jangka waktu untuk suatu ciptaan, yaitu:
1. Hak Cipta atas Ciptaan
a. Buku, pamflet dan semua hasil karya tulis lain
b. Lagu atau music dengan atau tanpa teks
c. Drama atau drama musical, tari, koreografi
d. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar seni ukir, seni
kaligrafi, seni pahat, seni patung
e. Arsitektur
f. Peta
g. Seni batik
h. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai
i. Alat peraga
j. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis
Berlaku selama hidup pencipta dan terus menerus berlangsung hingga 50
tahun setelah pencipta meninggal dunia. Untuk cipta sebagaimana disebut diatas
apabila dimiliki oleh 2 orang atau lebih, hak cipta berlaku selama hidup pencipta
yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 tahun sesudahnya.
3
invensinya tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk
melaksanakan. Invensi (penemuan) adalah ide inventor yang dituangkan dalam
suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik dibidang teknologi dapat
berupa produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau
proses.
Paten yang diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah
invensi serta dapat diterapkan dalam industri. Suatu invensi merupakan suatu
yang tidak dapat diduga sebelumnya harus dilakukan dengan memperhatikan
keahlian yang ada pada saat pertama kali diajukan permohonan. Suatu invensi
dianggap baru jika pada tanggal penerimaan invensi tersebut tidak sama dengan
teknologi yang diungkapkan sebelumnya.
Berdasarkan pasal 8 UU No. 14 Tahun 2001, paten diberikan untuk
jangka waktu selama 20 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka
waktu itu tidak dapat diperpanjang, sedangkan untuk paten sederhana diberikan
jangka waktu 10 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu
tidak dapat diperpanjang, tanggal dimulai dan berakhirnya jangka waktu paten
dicatat dan diumumkan.
Paten diberikan atas dasar permohonan, setiap permohonan hanya dapat
diajukan untuk satu invensi. Permohonan tersebut diajukan dengan membayar
biaya kepada Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Hak Merk, untuk
memperoleh sertifikat paten sebagai bukti hak atas paten. Oleh karena itu paten
mulai berlaku pada tanggal diberikan sertifikat paten dan berlaku sejak tanggal
penerimaan.
Berdasarkan pasal 66 UU No. 14 Tahun 2003, paten dapat beralih atau
dialihkan baik seluruh maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat,
perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-
undangan. Setiap bentuk pengalihan paten wajib dicatat dan diumumkan di
Direktorat Jenderal.
b. Hak Merk
Berdasarkan Pasal 1 UU No. 15 Tahun 2001, Merk adalah tanda yang
berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.
Jenis Merk terbagi atas :
4
1) Merk Dagang
Merk Dagang merupakan merk yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama
atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenisnya.
2) Merk Jasa
Merk Jasa adalah merk yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama
atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
3) Merk Kolektif
Merk Kolektif merupakan merk yang digunakan pada barang atau
jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa
orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan
barang atau hal sejenis lainnya.
Setiap permohonan merk diajukan kepada Direktorat Jenderal Merk, dan
setiap permohonan yang telah disetujui akan memperoleh Sertifikat Merk
yang terdaftar dalam Daftar Umum Merk.
Merk terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10
tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu perlindungan dapat
diperpanjang dengan jangka waktu yang sama.
Hak atas merk terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena pewarisan,
wasiat, hibah, perjanjian atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh
peraturan perundang-undangan. Setiap pengalihan hak atas merk wajib
dimohonkan pencatatannya di Direktorat Jenderal untuk dicatat dalam
daftar umum merk.
5
Moral right ini tidak dapat lepas atau dirampas dari penciptaanya. Menurut
pasal 24 UU No.19 tahun 2002, penyerahan hak cipta atas seluruh ciptaan kepada
orang atau badan lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk
menggugat seseorang yang tanpa persetujuannya (lihat pasal 55-56 UU No. 19
Tahun 2002):
a. Meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaan tersebut
b. Mencantumkan nama pencipta dan ciptaannya
c. Mengganti atau mengubah judul ciptaan atau
d. Mengubah isi ciptaan yang bersangkutan.
6
tersebut. Karena itu, hak untuk memiliki sesuatu tidak muncul dari sesuatu itu sendiri atau
manfaatnya, akan tetapi ia muncul dari izin Asy-Syari’ untuk memilikinya dengan salah
satu sebab kepemilikan yang syar’i seperti jual-beli atau hadiah.
Hak cipta atau kreasi karya intlektual manusia, merupakan hal baru dan belum
ditemukan nash hukumnya (dalil khusus) baik dari ayat al-Qur’an maupun al-Hadits,
secara ijtihadi dapat didasarkan pada ; Pertama,‘urf (suatu kebiasaan atau adat yang
berlaku umum dalam suatu masyarakat). Adat yang telah berjalan dan berlaku umum
dapat dijadikan dasar hukum, sebagaimana dalam kaidah hukum Islam : “Adat kebiasaan
itu dapat ditetapkan sebagai hukum”2. Kedua, maslahah mursalah (sesuatu yang
dianggap maslahat, namun tidak ada ketegasan hukum untuk merealisasikannya dan tidak
pula ada dalil tertentu baik yang mendukung maupun yang menolaknya, tetapi maslahah
itu secara subtansial sejalan atau tidak bertentangan dengan petunjuk umum syari’ah atau
ruh syari’ah maupun maqasid syari’ah3.
Islam telah memberikan kekuasaan kepada individu atas apa yang dimilikinya
yang membolehkan dia memanfaatkannya sesuai dengan hukum syara’. Islam juga telah
mewajibkan Negara agar memberikan perlindungan atas kepemilikan individu dan
menjatuhkan hukuman bagi setiap orang yang melanggar kepemilikan orang lain.
2
Asmuni ,Abdurrahman, Qa’idah-Qa’idah Fiqih,( Jakarta; Bulan Bintang, 1975), hlm. 88
3
Satria Efendi, Ushul Fiqh,( Jakarta; Prenada Media, 2002),h. 148-149
4
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah,( Yogyakarta ; Pustaka Pelajar,2008),h. 289.
7
Sekiranya kepemilikan tersebut berupa kepemilikan jenis pertama, seperti cap
dagangan yang mubah (harus) sifatnya, maka seseorang individu boleh memilikinya serta
memanfaatkannya dengan cara mengusahakannya atau memperjual-belikannya.
Hukum ini juga berlaku bagi semua orang yang membeli buku, disket, atau
ingatan komputer yang mengandungi material pemikiran, baik pemikiran sains ataupun
sastera. Demikian pula, ia berhak untuk membaca dan memanfaatkan informasi yang ada
di dalamnya. Ia juga berhak mengelolanya, baik dengan cara menyalin, menjual atau
menghadiahkannya. Akan tetapi ia tidak boleh ‘menasabkan’ (mengatasnamakan)
penemuan tersebut kepada selain pemiliknya. Ini adalah karena pengatasnamaan
(penisbahan) kepada selain pemiliknya adalah suatu kedustaan dan penipuan dan
diharamkan secara syar’i. Oleh kerana itu, hak perlindungan atas kepemilikan fikriyyah
merupakan hak yang bersifat ‘maknawi’, yang mana hak pengatasnamaannya dimiliki
oleh pemiliknya. Namun, orang lain boleh memanfaatkannya tanpa izin dari pemiliknya.
8
Mengenai ‘syarat-syarat’ yang ditetapkan oleh undang-undang civil yang
membolehkan pengarang buku atau pencipta program atau para penemu untuk
mengenakannya atas nama ‘perlindungan hak cipta’ seperti hak cetak dan hak paten,
semua ini merupakan syarat-syarat yang tidak syar’i dan seseorang Muslim tidak wajib
terikat dengan syarat-syarat tersebut. Ini karena, berdasarkan akad jual-beli dalam Islam,
seseorang pembeli bukan sahaja mendapat haq al-milkiyyah/ownership (hak kepemilikan)
ke atas barang yang dibeli, malah pembeli juga mendapat haq at-tasarruf (hak untuk
mengelola) apa saja yang ia miliki (yang ia telah beli). Justru, meletakkan apa pun
‘syarat’ yang bertentangan dengan akad yang syar’i, hukumnya adalah haram, meskipun
dengan seratus syarat dan dibuat atas kerelaan pembeli.
Dari ‘Aisyah ra, “Barirah mendatangi seorang perempuan yaitu seorang mukatab
(hamba) yang akan dibebaskan oleh tuannya jika membayar 9 awaq (1 awaq = 12
dirham). Kemudian Barirah berkata kepadanya, ‘Jika tuanmu bersedia, aku akan
membayarkan jumlahnya, maka kesetiaan(mu) akan menjadi milikku. Mukatab tersebut
lalu mendatangi tuannya dan menceritakan hal itu kepadanya. Kemudian tuannya
menolak dan mensyaratkan agar kesetiaan (hamba tersebut) tetap menjadi miliknya. Hal
itu kemudian diceritakan ‘Aisyah kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bersabda,
‘Lakukanlah.’ Kemudian Barirah melaksanakan perintah tersebut dan Rasulullah SAW
berdiri, lalu berkhutbah di hadapan manusia. Baginda segera memuji Allah dan
menyanjung nama-Nya, kemudian bersabda, “Tidak akan diperdulikan seseorang yang
mensyaratkan suatu syarat yang tidak sesuai dengan apa yang tercantum dalam
Kitabullah.’ Kemudian baginda meneruskan, ‘Setiap syarat yang tidak ada dalam
Kitabullah, maka syarat tersebut adalah bathil. Kitabullah lebih berhak, dan syaratnya
(yang tercantum dalam Kitabullah) bersifat mengikat. Kesetiaan dimiliki oleh orang
yang membebaskan.”
Mantuq (teks) hadist ini menunjukkan bahwa syarat yang bertentangan dengan
apa yang tercantum dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, tidak boleh diikuti. Oleh
yang demikian, selama syarat ‘perlindungan hak cipta’ yang menjadikan barang yang
dijual (disyaratkan) sebatas untuk satu jenis pemanfaatan tertentu saja, tidak untuk
pemanfaatan yang lain seluruhnya, maka syarat tersebut adalah batal dan bertentangan
dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Ini adalah karena, syarat ‘perlindungan hak
cipta’ adalah jelas bertentangan dengan ketetapan akad jual-beli yang syar’i. Akad jual
beli yang syar’i membolehkan pembeli untuk mengelola dan memanfaatkan barang yang
9
dibelinya dengan cara apapun yang bertepatan dengan syara’, seperti menjualnya,
menghadiahkannya dan lain-lain. Syarat yang mengharamkan sesuatu yang halal adalah
syarat yang bathil, berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Kaum Muslimin terikat atas
syarat-syarat mereka, kecuali syarat yang mengharamkan sesuatu yang halal dan
menghalalkan yang haram.”
Oleh kerana itu, secara syar’i tidak dibolehkan ada syarat-syarat hak cetak,
menyalin atau melindungi sesuatu penemuan. Setiap individu berhak atas hal itu
(memanfaatkan produk-produk intelektual). Para pemikir, ilmuwan atau penemu sesuatu
program, berhak memiliki pengetahuannya selama pengetahuan tersebut adalah miliknya
dan tidak diajarkan kepada orang lain. Adapun setelah mereka memberikan ilmu kepada
orang lain dengan mengajarkannya, menjualnya atau dengan apa cara sekalipun (yang
syar’i), maka ilmunya tidak lagi menjadi miliknya.
Dalam hal ini, hak kepemilikannya telah hilang dengan diajar atau dijualnya ilmu
tersebut, sehingga mereka tidak mempunyai hak untuk menghalang atau melarang orang
lain dari memanfaatkannya. Justru, ‘kata-kata’ (syarat) yang tercantum pada buku-buku,
cakera padat, perisian komputer dan media yang lain yang tidak membenarkan dicetak
ulang, disalin atau direkam kecuali atas izin pemiliknya, adalah dilarang di dalam Islam.
Kesalahan ‘kata-kata’ (syarat) yang melindungi hak cipta tersebut adalah karena mereka
tidak meletakkan pengecualian sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW
bahwa, “…kecuali syarat yang mengharamkan sesuatu yang halal... Ada di kalangan
mereka yang membolehkan perkara ini (hak cipta) bersitidlal (menyandarkan dalil)
kepada sabda Rasulullah SAW, “Tidak halal harta seorang Muslim kecuali dengan
kerelaan dirinya” dan kepada sabda baginda, “Barangsiapa mendapatkan paling awal
sesuatu yang mubah, maka ia adalah orang yang paling berhak”.
Hakikatnya, kedua-dua hadis ini tidak merujuk kepada kebolehan hak cipta,
karena manath (fakta) nya memang tidak demikian. Adapun hadis yang pertama, ia
bermaksud harta milik orang lain yang tidak boleh diambil dari pemiliknya setelah ia sah
secara syar’i menjadi miliknya. Misalnya, seseorang itu tidak boleh mencuri atau
merampas atau memaksa dengan cara apapun (termasuk melalui undang-undang) untuk
mengambil harta seseorang. Manakala ilmu yang telah diajar atau dijual tidak lagi
menjadi milik tuannya dan tidak timbul soal mengambil ‘tanpa kerelaan’ dari pemiliknya.
10
Dalam al-Qur’an maupun hadits masalah haq ibtikar belum mempunyai dalil atau
landasan nash yang eksplisit. Hal ini karena gagasan pengakuan haq ibtikar itu sendiri
merupakan masalah baru yang belum dikenal sebelumnya. Namun demikian secara
implisit perlindungan terhadap haq ibtikar ditemukan dalan sistim hukum Islam. Hal ini
dikarenakan konsep hak itu sendiri dalam hukum Islam tidak baku dan berkembang
secara fleksibel dan implementasinya tetap akan sangat tergantung kepada keadaan.
[287] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain,
sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan
suatu kesatuan.
11
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang
lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa, pelanggaran hak cipta termasuk
perbuatan yang melanggar etika bisnis atau perdagangan dalam Islam terutama yang
berkaitan dengan jenis pelanggaran memperbanyak dan memperjual belikan ciptaan hasil
dan pelanggaran hak cipta.
Hak cipta barulah ditetapkan dalam masyarakat barat yang mengukur segala
sesuatu dengan ukuran materi. Dan didirikan lembaga untuk mematenkan sebuah
penemuan dimana orang yang mendaftarkan akan berhak mendapatkan royalty dari siapa
pun yang meniru atau membuat sebuah formula yang dianggap menjiplak.
Perlindungan hukum atas hak cipta seseorang lewat undang-undang atau hukum yang
berlaku di negara, dapat menghindari terjadinya penipuan dan kerugian dari pihak-pihak
yang saling bertransaksi dalam bisnis (perdagangan). Upaya pemerintah membuat aturan
perlindungan hukum atas hak cipta bagi warga negaranya, disamping mendasarkan pada
‘Urf (adat) maupun maslahah mursalah, juga disemangati oleh hadits Nabi Saw :
“Rasulullah Saw pernah lewat seseorang yang sedang menjual bahan makanan,
lalu Rasulullah memasukkan tangannya ke dalam bahan makanan itu, lalu ternyata
bahan makanan tersebut tipuan. Maka Rasulullah Saw bersabda ; tidak termasuk
golongan kami orang yang menipu”.5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
5
Ibnu Majah, , tt., Sunan Ibnu Majah, Beirut. Dar al-Fikr, Juz. II. h. 749.
12
Dari pembahasan diatas bahwa Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta
maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun
memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan dalam bentuk apapun Islam melarang
menyontek, meniru ataupun menjiplak (Memplagiat) karya orang lain sebagaimana yang
telah dijelaskan dalam Surat Al-Baqarah ayat 188, Surat Al-Baqarah ayat 29 dan Surat
An-Nisa’ ayat 29.
B. Saran
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar
makalah ini dapat dibuat lebih baik lagi.
13