Anda di halaman 1dari 17

SISTEM PENGHIMPUNAN DANA BANK SYARIAH

A. PENDAHULUAN

Bagi bank konvensional, selain modal, sumber dana lainnya cenderung bertujuan untuk "menahan"
uang. Hal ini sesuai dengan pendekatan yang dilakukan Keynes yang mengemukakan bahwz orang
membutuhkan uang untuk tiga kegunaan: transaksi, cadangan Gagajaga), dan investasi 13 Oleh karena
itu, produk penghimpunan dana pun disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro,
tabungan, dan deposito.

Berbeda dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan
produk penghimpunan dana bagi nasabalnya.

Misalnya, pada tabungan, beberapa bank memperlakukannya seperti giro.

sementara itu ada pula yang memperlakukannya seperti deposito, bahkan ada yang tidak menyediakan
produk tabungan sama sekali.

Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas.

modal

tütipan,

investasi.

B. MODAL
Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (osener). Pada aklir periode tahun buku, setelah
dihitung keuntungan yang didapat pada tahun

tersebut, pemilik modal akan memperoleh bagian dari hasil usaha yang biasa dikenal dengan deviden.
Dana modal dapat digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan, dan sebagainya yang
secara langsung tidak menghasilkan (ixed asset/non earning asset). Selain itu, modal juga dapat
digunakan untuk hal-hal yang produkti, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan.

Pembiayaan yang berasal dari modal, hasilnya tentu saja bagi pemilik modal, tidak dibagikan kepada
pemilik dana lainnya.

Dalam perbankan syariah, mekanisme penyertaan modal pemegang saham dapat dilakukan melalui
musyarakah fi sahm asy-syarikah atau equity participation pada saham perseroan bank. 124

Mekanisme penyertaan saham tersebut dapat digambarkan dalam sikema

berikut ini.

SKEMAAA

Keterangan

Salah satu sumber dana bank berasal dari pemegang saham dengan setoran modal, kemudian
disalurkan menjadi pembiayaan. Dalam satu periode pembukuan, sesuai hasil Rapat Umum Pemegang
Saham, investor akan mendapatkan hasil dalam bentuk deviden.

C. TITIPAN
Salah satu prinsipyang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunakan
prinsip titipan. Adapun akad yang sesuai dengan pinsip ini ialah al-vadi'ah. Al-wadi'ah merupakan titipan
murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Secara umum terdapat dua jenis
wadi'ah: tadi'ah yad alamasait dan wadi'ah yad adi-dhamanah.

1. Wadi'ch Yad al-Amanch (Trustee Depositoryl

Wadi'ah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut.

a. Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan.

b. Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk
menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh memanfaatkannya

c. Sebagai konpensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya kepada yang
menitipkan.

d. Mengingat barang atau harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan, aplikasi
perbankan yang memungkinkan untuk jenis ini adalah jasa penitipan atau safe deposit box.

Mekanisme seperti di atas dapat digambarkan dalam diagram berikutini.

SKEMAAA

keterangan.

Dengan konsep al-wadi'ah yad alamanah, pihak yang menerima titipan tidak boleh menggunakan dan
memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Pihak penerima titipan dapat membebankan biaya
kepada penitip sebagai biaya penitipan.
2. Wadi'ah Yad adh-Dhamanah (Guarantee Deposiory) 125

Wadi'ah jenis ini memiliki karakteristik berikut ini

a. Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh yang menerima titipan

b. Karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu dapat menghasilkan manfaat.
Sekalipun demikian, tidak ada keharusan bagi penerima titipan untuk memberikan hasil pemanfaatan
kepada si penitip

C. Produk perbankan yang sesuai dengan akad ini yaitu giro dan tabungan

d. Bank konvensional memberikan jasa giro sebagai imbalan yang dihitung berdasarkan persentase yang
telah ditetapkan. Adapun pada bank syariah,pemberian bonus (semacam jasa giro) tidak boleh
disebutkan dalam kontrak ataupun dijanjikan dalam akad, tetapi benar-benar pemberian sepihak
sebagai tanda terima kasih dari pihak bank.

e. Jumlah pemberian bonus sepenuhnya merupakan kewenangan manajemen bank syariah karena pada
prinsipnya dalam akad ini penekanannya adalah titipan.

f. Produk tabungan juga dapat menggunakan akad wadi'ah karena pada prinsipnya tabungan mirip
dengan giro, yaitu simpanan yang bisa diambil setiap saat. Perbedaannya, tabungan tidak dapat ditarik
dengan cek atau alat lain yang dipersamakan.

Mekanisme wadi'ah yad adh-dhamanah dapat digambarkan dalam skema sebagai berilkut.

SKEMAAA
Keterangan

Dengan konsep al-toadi'ah yad adi-dhamanah, pihak yang menerima titipan boleh menggunakan dan
memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Tentu, pihak bank dalam hal ini mendapatkan hasil
dari pengguna dana. Bank dapat memberikan insentif kepada penitip dalam bentuk bonus.

Tabellllllll

D. INVESTASI

Prinsip lain yang digunakan adalah prinsip investasi. Akad yang sesuai dengan prinsip ini adalah
mudharabah. Tujuan dari mudharabalh adalah kerja sama antara pemilik dana (shalhibul maa) dan
pengelola dana (mudharib)dalam hal ini bank

Secara garis besar, mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu sebagai

berikut.

1. Mudharabah Muthlagah (General Investment)

a. Shahibul maal tidak memberilkan batasan-batasan (restriction) atas dana yang diinvestasikannya.
Mudharib diberi wewenang penuh mengelola dana tersebut tanpa terikat waktu, tempat, jenis usaha,
dan jenis pe layanannyai

b. Aplikasi

perbankan yang sesuai dengan akad ini ialab time deposit biasa
SKEMAAAAAA

Dalam skema mudharabah mathlagah terdapat beberapa hal yang sangat berbeda secara fundamental
dalam hal nature ofrelationship betueen bank and customers pada bank konvensional 126

a. Penabung atau deposan di bank syariah adalah investor dengan sepenuh-penuhnya makna investor.
Dia bukanlah lender atau creditor bagi bank seperti halnya di bank umum. Dengan demikian, secara
prinsip, penabung dan deposan entitled untuk risk dan retun dari hasil usaha bank.

b. Bank merniliki dua fungsi: kepada deposan atau penabung, ia bertindak sebagai pengelola
(mudharib), sedangkan kepada dunia usaha, ia berfungsi sebagai pemilik dana (shakibul maa). Dengan
demikian, baik "ke kiri maupun ke kanan", bank harus sharing risk dan returt (ihat skema sebelumnya).

c. Dunia usaha berfungsi sebagai pengguna dan pengelola dana yang harus berbagi hasil dengan pemilik
dana, yaitu bank. Dala pengembangannya, nasabah pengguna dana dapat juga menjalin hubungan
dengan bank dalam bentuk jual beli, sewa, dan fee based services.

2. Mudharabah Muqayyadah

a. Shahibu! maal memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib hanya bisa
mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan yang diberikan oleh shahibul maal. Misalnya, hanya
untuk jenis usaha tertentu saja, tenpat tertentu, waktu tertentu, dan lain-lain.

b. Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini ialah special investment.

Special investment melalui mudharabah mugayadah dapat digambarkan dalam skema berikut ini

SKEMAAAA
Dalam investasi dengan menggunakan konsep mudharabah mugayyadak, pihak bank terikat dengan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh shahibul maal, misalnya:Keterangan

jenis investasi

waktu dan tempat.

Produk special investment based on restricted mudharabah ini sangat sesuai dengan special hight
networth individuals atau company yang memiliki kecenderungan investasi khusus.

Di samping itu, special investment merupakan suatu modus funding dan financing, sekaligus yang sangat
cocok pada saat-saat krisis dan sektor perbankan mengalami kerugian yang menyeluruh. Dengan special
investment investor tertentu tidak perlu menanggung overhead bank yang terlalu besar karena seluruh
dananya masuk ke proyek khusus dengan return dan costyang dihitung khusus pula.
Perbandingan
2.
Perbedaan Antara
Menabung di Bank
Syariah dan di
Bank

Konvensional

Sepintas, secara teknis fisik, menabung di bank syariah dengan yang berlaku di bank konvensional
hampir tidak ada perbedaan. Hal ini karena baik bank syariah maupun bank konvensional diharuskan
mengikuti aturan teknis perbankan secara umum. Akan tetapi, jika diamati secara mendalam, terdapat
perbedaan besar di antara keduanya
Perbedaan pertama terletak pada akad. Pada bank syariah, semua transaksi harus berdasarkan akad
yang dibenarkan oleh syariah. Dengan demikian, semua transaksi itu harus mengikuti kaidah dan aturan
yang berlaku pada akad-akad muamalah syariah. Pada bank konvensional, transaksi pembukaan
rekening, baik giro, tabungan, maupun deposito, berdasarkan perjanjian tipan namun perjanjian titipan
ini tidak mengikuti prinsip mana pun dalamm muamalah syariah, misalnya wadi'ah, karena salah satu
penyimpangannya di antaranya menjanjikan imbalan dengan tingkat bunga tetap terhadap uang yang
disetor.

Perbedaan kedua terdapat pada imbalan yang diberikan. Bank konvensional menggunakan konsep biaya
(cost concept) untuk menghitung keuntungan. Artinya, bunga yang dijanjikan di muka kepada nasabah
penabung merupakan ongkos yang harus dibayar oleh bank. Karena itu, bank harus "menjual" kepada
nasabah lainnya (peminjam) dengan biaya (bunga) yang lebih tinggi Perbedaan di antara keduanya
disebut spread. Jika bunga yang dibebankan kepada peminjam lebih tinggi dari bunga yang harus
dibayar kepada nasabah penabung, bank akan mendapatkan spread positif. Jika bunga yang diterima
dari si peminjam lebih rendah, terjadi spread negatif bagi bank. Bank harus menutup-nya dengan
keuntungan yang dimiliki sebelumnya. Jika tidak ada, ia harus menanggulanginya dengan modal.

Bank syariah menggunakan pendekatan profitsharing, artinya dana yang diterima bank disalurkan
kepada pembiayaan. Keuntungan yang didapatkan dari pembiayaan tersebut dibagi dua, untuk bank dan
untuk nasabah, berdasarkan perjanjian pembagian keuntungan di muka (biasanya terdapat dalam
formulir pembukaan rekening yang berdasarkan mudharabah)

Perbedaan ketiga adalah sasaran kredit/pembiayaan. Para penabung di bank konvensional tidak sadar
bahwa uang yang ditabungkannya diputarkan kepada semua bisnis, tanpa memandang halal-haram
bisnis tersebut, bahkan sering terjadi dana tersebut digunakan untuk membiayai proyek-proyek milik
grup perusahaan bank tersebut. Celakanya, kredit itu diberikan tanpa memandang apakah jumlahnya
melebihi batas maksimum penberian kredit (BMPK)ataukah tidak. Akibatnya, ketika krisis datang dan
kredit-kredit itu bermasalah, bank sulit mendapatkan pengembalian dana darinya.

Adapun dalam bank syariah, penyaluran dana simpanan dari masyarakat dibatasi oleh dua prinsip dasar,
yaitu prinsip syariah dan prinsip keuntungan.Artinya, pembiayaan yang akan diberikan harus mengikuti
kritería-kiteria syariah, di samping pertimbangan-pertimbangan keuntungan. Misalnya, pemberian
pembiayaan (kredit) harus kepada bisnis yang halal, tidak boleh kepada perusahaan atau bisnis yang
memproduksi makanan dan minuman yang diharamkan, perjudian, pornografi, dan bisnis lain yang tidak
sesuai dengan syariah. Karena itu, menabung di bank syariah relatif lebih aman ditinjau dari perspektif
Islam karena akan mendapatkan keuntungan yang didapat dari bisnis yang halal.
Memperoleh Pembiayaan Dari Bank Syariah

A. URGENSI MEMINJAM DANA UNTUK USAHA

Dalam Islam, manusia diwajibkan untuk berusaha agar ia mendapatkan rezeki guna memenuhi
kebutuhan kehidupannya. Islarn juga mengajarkan kepada manusia bahwa Allah Maha Pemurah
sehingga rezeki-Nya sangat luas. Bahkan, Allah tidak memberikan rezeki itu kepada kaum muslimin saja,
tetapi kepada siapa saja yang bekerja keras.

Banyak ayat Al-Qur'an dan hadits Nabi saw. yang memerintahkan manusia agar bekerja 10 Manusia
dapat bekerja apa saja, yang penting tidak melanggar garis-garis yang telah ditentukan-Nya. Ta bisa
melakukan aktivitas produksi, seperti pertanian, perkebunan, peternakan, pengolahan makanan dan
minuman, dan sebagainya. la juga dapat melakukan aktivitas distribusi, seperti perdagangan; atau dalam
bidang jasa, seperti transportasi, kesehatan, dan sebagainya.

Untuk memulai usaha seperti ini diperlukan modal, seberapa pun kecilanya. Adakalanya orang
mendapatkan modal dari simpanannya atau dari keluarganya. Adapula yang meminjam kepada rekan-
rekannya. Jika tidak tersedia, peran institusi keuangan menjadi sangat penting karena dapat
menyediakan modal bagi orang yang ingin berusaha.

Dalam Islam, hubungan pinjam-meminjam tidak dilarang, 41 bahkan dianjurkan agar terjadi hubungan
saling menguntungkan, yang pada gilirannya berakibat kepada hubungan persaudaraan. Hal yang perlu
diperhatikan adalah

apabila hubungan itu tidak mengikut aturan yang diajarkan oleh Islamm. Karena itu, pihak-pihak yang
berhubungan harus mengikuti etika yang digariskan oleh Islam.

B. ETIKA MEMINJAM SECARA ISLAMI

Dalam perbankan syariah, sebenarnya penggunaan kata pinjammeminjam kurang tepat digunakan
disebabkan dua hal. Pertama, pinjaman merupakan salah satu metode hubungan finansial dalam Islam.
Masih banyak metode yang diajarkan oleh syariah selain pinjaman, seperti jual beli, bagi hasi sewa, dan
sebagainya. Kedua, dalam Islam, pinjam-meminjam adalah akad sosial, bukan akad komersial. Artinya,
bila seseorang meminja, sesuatu, ia tidak boleh disyaratkan untuk memberikan tambahan atas pokok
pinjamannya.

Hal ini didasarkan pada hadits Nabi saw. yang mengatakan bahwa setiap pinjaman yang menghasilkan
manfaatadalah riba, 142 sedangkan para ulama sepakat bahwa riba itu haram. Karena itu, dalam
perbankan syariah, pinjaman tidak disebut kredit, tapi pembiayaan (fnancing)

Jika seseorang datang kepada bank syariah dan ingin meninjam dana untuk membeli barang tertentu,
misalnya mobil atau rumah, suka atau tidak ia harus melakukan jual beli dengan bank syariah. Di sini,
bank syariah bertindak selaku penjual dan nasabah bertindak selaku pembeli. Jika bank memberikan
pinjaman (dalam pengertian konvensional) kepada nasabah untuk

membeli barang-barang itu, bank tidak boleh mengambil keuntungan dari pisjarman itu. Sebagai
lembaga komersial yang mengharapkan keuntungan, bank syariah tentu tidak mungkin melakukannya.
Karena itu, harus dilakukan jual beli, di mana bank syariah dapat mengambil keuntungan dari harga
barang yang dijual dan keuntungan dari jual beli dibolehkan dalam Islam (al-Bacarah: 275)

Lain pula halnya untuk keperluan usaha seperti bertani. Bank dan petani dalam hal ini dapat
menyepakati kerja sama yang saling menguntungkan bagi mereka. Biasanya ada dua pilihan, yaitu
menggunakan skema bai' as-salam atau bagi hasil. Jika menggunakan bai' as-salam, bank bertindak
sebagaipembeli dan petani sebagai penjual. Bank membeli gabah dan petani dengan harga, kualitas, dan
kuantitas yang disepakati saat diserahkan pada waktu yang akan datang, misalnya tiga bulan kemudian.
Bank lalu membayar sesudah dilakukan perjanjian. Ketilka jatuh tempo, petani berkewajiban untuk
menyerahkan barang yang dibeli itu (gabah). Gabah itu bisa dijual lagi kepada pihak lain

Jika usaha pertanian seperti di atas menggunakan bagi hasil, bank menyediakan modalnya, sedangkan
petani menjadi penggarapnya. Keduanya harus menyepakati pembagian hasil sebelum petani memulai
garapannya.dan bank mendapat keuntungan darinya.

Contoh lainnya adalah perdagangan. Karena dalam perdagangan umumnya ada perputaran dana,
nasabah dapat mengajukcan pembiayaan mudharabah.

Bank dan nasabah dapat berbagi hasil/keuntungan dengan memperkirakan perputaran rata-rata omzet
pada tiap bulannya.
C. SYARAT ADMINISTRATIF

Seperti juga dalam perbankan konvensional, perbankan syariah menetapkan syarat-syarat umum untuk
sebuah pembiayaan, seperti hal-hal berikut.

1. Surat permohonan tertulis, dengan dilampiri proposal yang memuat(antara lain) gambaran umum
usaha, rencana atau prospek usaha, rincian dan rencana penggunaan dana, jumlah kebutuhan dana, dan
jangka waktu penggunaan dana.

2. Legalitas usaha, seperti identitas diri, akta pendirian usaha, surat izin umum perusahaan, dan tanda
daftar perusahaan.

3. Laporan keuangan, seperti neraca dan laporan rugi laba, data persediaan terakhir, data penjualan,
dan fotokopi rekening bank

D. CONTOH-CONTOH PERHITUNGAN PRAKTIS

1. Al-Murabahah

Misalkan seorang nasabah ingin memiliki sebuah motor. Ia dapat datang ke bank syariah dan memohon
agar bank membelikannya. Setelah diteliti dan dinyatakan dapat diberikan, bank membelikan motor
tersebut dan diberikan kepada nasabah. Jika harga motor tersebut 4 juta rupiah dan bank ingin
mendapat keuntungan Rp800.000,00 selama dua tahun, harga yang ditetapkan kepada nasabah seharga
Rp4.800.000,00. Nasabah dapat mencicil pembayaran tersebut Rp200.000,00 per bulan

2. Bai' as-Salam

Seorang petani memerlukan dana sekitar 2 juta rupiah untuk mengolah sawahnya seluas satu hektas. la
datang ke bank daa mengajukan permohonan dana untuk keperluan itu. Setelah diteliti dan dinyatakan
dapat diberikan, bank
melakukan akad bai' as-salam dengan petani, di mana bank akan membeli gabah, misalnya, jenis IR dari
petani untuk jangka waktu empat bulan sebanyak 2 ton dengan harga Rp2.000.000,00. Pada saat jatuh
tempo, petani harus menyetorkan gabah yang dimaksud kepada bank. Jika banlk tidak membutuhkan
gabah untuk "keperluannya sendini", bank dapat menjualnya kepada pihak lain atau meminta petani
mencarikan pembelinya dengan harga yang lebih tinggi, misalnya Rp1.200,00 per kilogram. Dengan
demikian, keuntungan bank dalam hal ini adalah Rp400.000,00 atau (Rp200,00 x 2000 kg).

3. Bai' al-stishna"

Seseorang yang ingin membangun atau merenovasi rumah dapat mengajukan permohonan dana untuk
keperluan itu dengan cara bai' al-istishna.Dalam akad bai' al-istishna', bank berlaku sebagai penjual yang
menawarkan

pembangunan/renovasi rumah. Bank lalu membeli/memberikan dana, misalnya Rp30.000.000,00 secara


bertahap. Setelah rumah itu jadi, secara hukum Islam rumah/atau hasil renovasi rumah itu masih
menjadi milik bank dan

sampai tahap ini akad istishna' sebenarnya telah selesai. Karena bank tidak ingin memiliki rumah
tersebut, bank meniualnya kepada nasabah dengan harga dan waktu yang disepakati, misalnya
Rp39.000.000,00 dengan jangka waktu pembayaran 3 tahun. Dengan demikian, bank mendapat
keuntungan Rp9.000.000,00.

4. Al-Mudhorabah

Seorang pedagang yang memerlukan modal untuk berdagang dapal mengajukan permohonan untuk
pembiayaan bagi hasil seperti mudharabah,di mana bank bertindak selaku shahibul maal dan nasabah
selaku mudharib.

Caranya adalah dengan menghitung dulu perkiraan pendapatan yang akan diperoleh nasabah dari
proyek yang bersangkutan. Misalnya, dari moda Rp30.000.000,00 diperoleh pendapatan Rp5.000.000,00
per bulan. Dari pendapatan ini harus disisihkan dabulu untuk tabungan pengembalian modal misalnya
Rp2.000.000,00. Selebihnya dibagi antara bank dengan nasabah dengan kesepakatan di muka, misalnya
60% untuk nasabah dan 40% untuk bank

5. Musyarakah
Pak Usman adalah seorang pengusaha yang akan melaksanakan suatu proyek. Usaha tersebut
membutuhkan modal sejumlah Rp100.000.000.00. Ternyata, setelah dihitung, Pak Usman hanya
memiliki Rp50.000.000,00 atau 50% dari modal yang diperlukan. Pak Usman kemudian datang ke sebuah
bank syariah untuk mengajukan pembiayaan dengan skema musyarakah. Dalam hal ini, kebutuhan
terhadap modal sejumlah Rp100.000.000,00 dipenuhi 50% dari nasabah dan 50% dari bank. Setelah
proyek selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk
bank.

Seandainya keuntungan dari proyek tersebut adalah Rp20.000.000,00 dan nisbah atau porsi bagi hasil
yang disepakati adalah 50:50 (50% untuk nasabah dan 50% untuk bank), pada akhir proyek Pak Usman
harus mengembalikan dana sebesar Rp50.000.000,00 (dana pinjaman dari bank) ditambah
Rp10.000.000.00 (50% dari keuntungan untuk bank).

6. Musyarakah Mutanagishah

Nasabah dan bank berkongsi dalam pengadaan suatu barang (biasanyarumah atau kendaraan), misalnya
30% dari nasabah dan 70% dari bank. Untuk memiliki barang tersebut, nasabah harus membayar kepada
bank sebesar porsi yang dimiliki bank. Karena pembayarannya dilakukan secara angsuran, penurunan
porsi kepemilikan bank pun berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran. Barang
yang telah dibeli secara kongsi tadi baru akan menjadi milik nasabah setelah porsi nasabah menjadi
100% dan porsi bank 0%.

Jika kita mengambil rumah sebagai contoh kasus, perhitungannya adalah sebagai berikut. Harga rumah,
misalnya, Rp100.000.000.00. Bank berkontribusi Rp70.000.000,00 dan nasabah Rp30.000.000,00.
Karena kedua pihak (bank dannasabah) telah berkongsi, bank memiliki 70% saham rumah,
sedangkannasabah memiliki 30% kepemilikan rumah. Dalam syariah Islam, barang milik perkongsian
bisa disewakan kepada siapa pun, termasuk kepada anggota perkongsian itu sendiri, dalam hal ini
adalah nasabah

Seandainya sewa yang dibayarkan penyewa (nasabah) adalah Rp1.000.000,00 per bulan, pada
realisasinya Rp700.000,00 akan menjadi milik bank dan Rp300.000,00 merupakan bagian nasabah. Akan
tetapi, karena nasabah pada hakikatnıya ingin memiliki rumah itu, uang sejumlah Rp300.000,00 itu
dijadikan sebagai pembelian saham dari porsi bank. Dengan demikian, saham nasabah setiap bulan akan
semakin besar dan saham bank semakin kecil. Pada akhirnya, nasabah akan memiliki 100% saham dan
bank tidak lagi memiliki saham atas rumah tersebut. Itulah yang disebut dengan perkongsian yang
mengecil atau musyarakah muntanagishah atau disebutjuga dengan decreasing participation dari pihak
bank

7. Al-ljarah

Bank syariah yang mengoperasikan ijarah dapat melakukan leasing, baik operational lease maupun
financial lease. Akan tetapi, pada umumnya, bank bank syariah lebih banyak melaksanakan inancial
lease with purchase option atau ijarah muntahia bit-tamlik. Hal ini karena skema ini lebih sederhana dari
sisi pembukuan dan bank tidak direpotkan oleh beban pemeliharaan aset.Ditinjau dari hal tersebut,
ijarah lebih sering dipakai untuk pembiayaan investasi dan customer loan.

Sebagai contoh, seorang nasabah yang sedang melakukan proyek pembangunan jalan raya, memerlukan
alat-alat berat sebagai penunjang operasinya.Karena keberadaan alat tersebut hanya dibutuhkan pada
saat dia sedang melaksanakan proyek, dia memutuskan untuk tidak membeli peralatan itu melainkan
menyewanya. Akan tetapi, jika ternyata alat-alat tersebut akan terus dibutuhkan dan dia kemudian
memutuskan untuk membelinya, dia bisa melakukannya dengan ijarah muntahia bit-tamlik, yaitu
menyewa peralatan ter sebut dan pada akhir masa sewa, dia membelinya.

Anda mungkin juga menyukai