Anda di halaman 1dari 7

IMPLEMENTASI AKAD MUDHARABAH PADA

PERBANKAN SYARIAH

Oleh Ari Andika Putra

Ada beberapa ketentuan yang harus dimengerti dan dipatuhi oleh masing-
masing pihak yang melaksanakan akad mudarabah. Ketentuan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Pada akad mudarabah mutlaqah penglola modal (mudarib) tidak di
perbolehkan melakukan tindakan-tindakan yang keluar dari ketentuan syara.
2. Pada akad mudarabah muqayyadah pengelola modal (mudarib) dalam
pengelolaan modal tidak boleh menjalankan modal diluar usaha yang telah
ditentukan bersama dengan pihak pemilik modal.
3. Bagi pengelola modal (mudarib) tidak diperbolehkan mengambil atau berutang
dengan menggunakan uang modal untuk keperluan lain tanpa seizin pemilik
modal.
4. Bagipengelola modal (mudarib) tidak diperbolehkan membeli komoditi atau
barang yang harganya lebih tinggi dari modal yang telah disediakan.
5. Bagi pengelola modal (mudarib) tidak diperbolehkan mengalihkan modal
kepada orang lain dengan akad mudarabah, dengan kata lain mengoper modal
untuk akad mudarabah.
6. Bagi pengelola modal (mudarib) tidak diperbolehkan mencampur modal
dengan harta miliknya.
7. Pengelola modal (mudarib) hendaknya melaksanakan usaha sebagaimana
mestinya.
Selain ketentuan diatas, ada ketentuan tentang hak bagi pengelola modal
(mudarib). Pengelola modal (mudarib) mempunyai hak nafkah selama
menjalankan modal. Hanya saja, dalam hal ini ada perbedaan pendapat dikalangan
ulama mengenai batasan nafkah tersebut.
Menurut Imam Syafii, pengelola modal tidak mempunyai hak nafkah
dalam menjalankan modal atau usaha. Karena ia akan mendapatkan bagi hasil dari
usaha yang dijalanjan. Apabila pengelola meminta biaya hidup saat akad, maka
akad mudarabah menjadi rusak. Sementara menurut Ibrahim al-Nakhai dan
Hasan al-Basri berpendapat bahwa pengelola modal berhak atas nafkah atau biaya
hidup, baik saat bepergian dalam menjalankan usaha maupun saat dirumah.
Menurut mayoritas ulama, termasuk Abu Hanifah, Imam Malik dan
kalangan Zaidiyah, pengelola modal berhak atas nafkah atau biayahidup saat
menjalankan usahanya, termasuk tempat tinggal, makan dan keperluan lainya.
Hanya saja dia tidak berhak atas nafkah tersebut saat dirumah atau sedang tidak
menjalankan usaha. Biaya nafkah tersebut bisa diambil dari modal maupun dari
keuntungan. Sementara menurut kalangan Hanbaliyah pengelola modal (mudarib)
dipebolehkan mempersyaratkan adanya nafkah atau meminta nafkah kepada
pemilik modal. Persyaratan ini dibuat ketika akad.
A. Syarat Mudarabah
Syaratsyarat saha yang harus dipenuhi dalam melakukan Akad
Mudharabah sebagai berikut:
1. Pemodal dan Pengelola
a. Pemodal dan Pengelola harus mampu melakukan transaksi dan sah
secara hukum.
b. Keduanya harus mampu bertindak sebagai wakil dank kafil dari
masing masing pihak.
c. Ada tiga kategori tindakan bagi mudharib, diantaranya tindakan yang
berhak dilakukan mudharib berdasarkan kontrak yaitu menyangkut
seluruh pekerjaan utama dan sekunder yang diperlukan dalam
pengelolaan usaha berdasarkan kontrak, kemudian tindakan yang
berhak dilakukan mudharib tanpa izin eksplisit dari penyedia dana,
misalnya menggunakan dana dari mudharib untuk keperluan pribadi.
2. Sighat
a. Sighat dianggap tidak sah jika saalh satu pihak menolak syarat syarat
yang diajukan dalam penawaran, atau salah satu pihak meninggalkan
tempat berlangsungnya transaksi kontrak tersebut, sebelum adanya
kesepakatan.
b. Kontrak bisa dilakukan secara lisan maupun tulisan dan ditanda
tangani atau bisa saja melalui korespondensi dan cara-cara komunikasi
modern, seperti faksimile dan komputer (e-mail) menurut Akademi
Fiqih Islam dari Organisasi Islam (OKI).
3. Modal
a. Memiliki jumlah dan jenisnya (mata uang).
b. Harus tunai
4. Nisbah Keuntungan
a. Harus dibagi untuk kedua belah pihak. Salah satu pihak tidak bisa
mengambil seluruh keuntungan tanpa membaginya.
b. Proporsi keuntungan masing masing pihak harus diketahui pada
waktu berkontrak.
c. Bila jangka waktu akad cukup lama, maka nisbah keuntungan bisa di
sepakati untuk di tinjau dari waktu ke waktu.
B. Syarat Bagi Perkongsian Keuntungan Akad Mudarabah
Menurut Syeikh Daud, perkongsian keuntungan daripada akad mudarabah
adalah salah satu daripada rukun mudarabah yang enam. Dalam hal ini,
beliau menyatakan bahawa terdapat syarat-syarat tertentu bagi perkongsian
keuntungan sebagaimana dirumuskan berikut:
1. Hendaklah keuntungan itu dibahagikan antara pemodal dan pengusaha
mudarabah. Oleh itu, akad mudarabah tidak sah sekiranya disyaratkan
diberi pihak ketiga selain daripada keduanya walaupun suku daripada
keuntungan.
2. Keuntungan tidak boleh diserahkan kepada satu pihak sahaja iaitu kepada
pemodal. Sekiranya ini berlaku, akad mudarabah menjadi fasa.
3. Hendaklah kaedah pembahagian keuntungan itu jelas dan tertentu.
Umpamanya seperti setengah keuntungan adalah bagi pengusaha.
C. Syarat Bagi Sighah Akad Mudarabah
Akad mudarabah hendaklah mempunyai sighah ijab dan qabul. Contoh
sighah ijab ialah: Kamu ambil duit ini untuk modal perniagaan atau jual-
beli, dan untungnya nanti dibahagi dua, kemudian pengusaha menjawab:
Saya terima, atau Saya setuju. Sekiranya dikata: Kamu ambil duit ini
buat modal perniagaan, maka ia jadi akad mudarabah yang fasad. Dalam hal
ini, sesuatu sighah akad mudarabah yang lengkap mengandungi dua elemen
iaitu pertama, wujudnya modal untuk dibuat perniagakan, dan keduanya,
wujudnya nisbah pembahagian keuntungan yang tertentu.
D. Pembatalan Akad Mudarabah
Akad mudarabah boleh dibatalkan atas sebab-sebab yang tertentu
sebagaimana dirumuskan seperti berikut:
1. Akad mudarabah dikelaskan dalam kategori akad jaiz. Oleh itu, ia boleh
dibatalkan sama ada daripada kedua pihak atau salah satu pihak walaupun
pihak satu lagi itu ghaib sekalipun.
2. Pembatalan akad mudarabah boleh berpunca daripada harta modal,
umpamanya seperti pemodal memerdekakan hamba perempuan yang
menjadi harta mudarabah, hamba perempuan itu diwati lalu bunting,
pemodal menuntut kembali harta mudarabah, atau pengusaha ditegah
daripada berurus niaga pada harta mudarabah.
3. Sekiranya pemodal menjual harta mudarabah, tindakan ini tidak
membatalkan akad mudarabah dan pengusaha boleh berurus-niaga akan
harta mudarabah walaupun sudah dibatalkan oleh pemodal sekalipun,
dengan harapan dapat menjanakan keuntungan seperti sudah hampir
dengan pekan atau ada pihak lain yang berminat membelinya.
4. Akad mudarabah terbatal apabila salah seorang aqidan mati atau gila atau
pitam.
E. Implementasi Mudharabah Dalam Lembaga Keuangan Syariah
Secara sederhana aplikasi Mudharabah dalam Perbankan Syariah dapat
dilihat dari sekema berikut ini:
Keterangan:
1. Nasabah Investor menetapkan dananya dalam bentuk tabungan Mudharabah.
2. Bank Syariah akan menyalurkan dana nasabah penabung dalam bentuk
pembiayaan.
3. Bank Syariah akan Menghitung bagi hasil atas pembiayaan yang telah di
salurkan.
4. Bank Syariah akan menghitung bagi hasil atas dasar Revenue Sharing, yaitu
pembagian hasil atas dasar pendapatan sebelum dikurangi biaya. Jumlahnya
disesuaikan dengan saldo rata rata tabungan dalam bulan laporan.
5. Pada akhir bulan, nasabah akan mendapatkan keuntungan dari bagi hasil yang
telah ditentukan sebelumnya.
Ketentuan umum sekema pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut:
1. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku mudharib harus di
serahkan secarai tunai, dan harus berupa uang tunai.
2. Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat di perhitungkan
dengan cara (a) perhitungan dari pendapatan usaha; (b) perhitungan dari
keuntungan usaha.
3. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan
atau pada waktu yang telah di sepakati. Bank selaku pemilik modal
menanggung seluruh kerugian, kecuali kerugian itu di akibatkan oleh kelalaian
si pengelola modal.
4. Bank berhak melakukan pengawasanterhadap pekerjaan, namun tidak berhak
mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cedera janji dengan
sengaja, misalnya tidak mau membayar kewajiban atau menunda pembayaran
kewajiban, maka ia dapat dikenakansanksi administrasi.
Secara umum, tujuan pembiayaan menyangkut dua hal, yaitu makro dan
mikro, secara makro pembiayaan bertujuan untuk (a) peningkatan ekonomi
umat; (b) meningkatkan produktifitas; (c) tersedianya dana bagi peningkatan
usaha; (d) membuka lapangan kerja baru; dan (e) distribusi pendapatan.
Adapun secara mikro, yaitu (a) upaya memaksimalkan laba dan
meminimalkan risiko; (b) pendayagunaan sumber ekonomi; (c) menyalurkan
kelebihan dana.
Pada akad mudharabah di perbankan syariah dikenal apa yang disebut
dua tahap atau two-tier mudharabah. Hal ini karena perbankan syariah
merupakan lembaga perantara atau intermediaries sebagai dasar
penghimpunan dana masyarakat untuk disalurkan kembali kepada masyarakat
dalam berbagai bentuk pembiayaan dan penyertaan modal.
Bank syariah sebagai mudharib akan membagi keuntungan keuntungan
kepada shahib al-mal sesuai dengan nisbah (persentase) yang telah disetujui
bersama. Pembagian keuntungan dapat dilakukan setiap bulan berdasarkan
saldo minimal yang mengendap selama priode tersebut. Misalnya, seseorang
memiliki saldo tabungan mudharabah sebesar Rp5 juta. Nisbah (perbandingan)
bagi hasil 50:50.
Diasumsikan total saldo rata-rata dana tabungan mudharabah yang ada di
bank syariah Rp100 juta dan keuntungan yang diperoleh untuk dana tabungan
(profit distribution) sebesar Rp3 juta. Pada akhir bulan, nasabah akan
memperoleh dana bagi hasil sebagai berikut:
Rp 5.000.000Rp 100.000.000 x Rp 3.000.000 x 50%=Rp 75.000 (blm
dipotong pajak).
Adapun deposito mudharabah, yang yang disebut juga dengan deposito
investasi mudharabah, merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga
(perseorangan atau badan hukum) yang penarikannya hanya dapat dilakukan
dalam jangka waktu tertentu (jatuh tempo), dengan mendapat imbalan bagi
hasil. Imbalan ini dibagi dalam bentuk berbagi pendapatan (revenue sharing)
atas penggunaan dana tersebut secara syariah dengan proporsi pembagian
misalnya, 70: 30.
Artinya, untuk deposan sebesar 70% dan untuk bank 30%. Jangka waktu
deposito mudharabah ini berkisar antara 1 tahun, 6 bulan,3 bulan, dan 1 bulan.
Misalnya, seseorang menempatkan dana deposito investasi mudharabah
sebesar Rp10 juta untuk jangka waktu satu bulan. Diamsusikan total dana
investasi mudharabah sebesar Rp250 juta dan keuntungan yang diperoleh
untuk dana deposito (profit sharing) sebesar Rp6 juta. Pada saat jatuh tempo,
nasabah akan memperoleh dana bagi hasil sebagai berikut:
Rp 10.000.000Rp 250.000.000 x Rp 6.000.000 x 70%=Rp 168.000 (blm
dipotong pajak).
Praktik pembiayaan mudharabah di perbankan syariah Indonesia
mengalami sedikit perbedaan dengan konsep klasik. Penerapan mudharabah
pada perbankan syariah Indonesia juga terdapat beberapa kendala antara lain:
1. Kesulitan menarik kembali dana apabila terjadi wan prestasi
2. Kesulitan perhitungan keuntungan atau bagi hasil karena cicilan
pengembalian dana.
3. Tidak boleh ada jaminan
Dengan memperhatikan beberapa kendala tersebut diupayakan adanya
keseriusan dari pihak bank untuk menjelaskan secara detail tentang operasional
pembiayaan dengan akad mudharabah.

Anda mungkin juga menyukai