Anda di halaman 1dari 27

Contoh Pembuatan BUMDES

October 20, 2015 Kecamatan Jetis Kab.Ponorogo 0 Comment

Sesuai amanat Pasal 213 Undang-Undang nomor


32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, desa dapat mendirikan badan usaha milik desa
(BUMDes) guna mewadahi aktivitas perekonomian masyarakat desa. BUMDes dengan demikian
merupakan payung bagi semua kegiatan ekonomi di desa. Artinya, BUMDes dapat mewadahi
semua aktivitas ekonomi desa, tanpa harus membuat bidang usaha ekonomi yang lain.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Bab VII Bagian Kelima
mengenai BUMDes disebutkan bahwa lembaga ini berbadan hukum. Ia selayaknya dibentuk
sesuai potensi masyarakat desa. Karenanya, pendirian BUMDes selalu diikuti oleh
pertanyaan:apa potensi pokok desa ini yang akan digali?

Salah satu syarat yang diminta dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010
tentang Badan Usaha Milik Desa guna pendirian BUMDes adalah adanya anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga. Kedua dokumen ini akan mendasari kelahiran badan usaha milik desa.
Melalui diskusi dan workshop yang diselenggarakan sebuah lembaga pendampingan masyarakat
desa, telah dibuat model anggaran dasar dan anggaran rumah tangga BUMDes. Salah satu dari
naskah dasar dimaksud dibagikan guna mendapatkan masukan balik khalayak.

Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, Peaturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Contoh :

ANGGARAN DASAR BADAN USAHA

MILIK DESA .

BAB I
NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 1

(1) Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUMDes ini bernama BUMDes
..

(2) BUMDes . ini berkedudukan di :

Desa :

Kecamatan :

Kabupaten :

Propinsi :

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

Maksud didirikan BUMDes adalah untuk mewadahi usaha perekonomian masyarakat yang
ada di desa ..

Pasal 3

Tujuan didirikan BUMDes adalah :

(1) Sebagai bagian dari upaya penggalian pendapatan asli desa;

(2) Sebagai wadah yang menampung berbagai jenis usaha perekonomian di desa;

(3) Sebagai wadah pemberdayaan ekonomi masyarakat desa

BAB III

KEPEMILIKAN MODAL

Pasal 4

Modal BUMDes berasal dari Pemerintah desa; Tabungan masyarakat; Bantuan pemerintah,
Pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota; Pinjaman dan Kerjasama usaha dengan
pihak lain.
Pasal 5

(1) Modal BUMDes yang berasal dari pemerintah desa merupakan kekayaan desa yang
dipisahkan;

(2) Modal BUMDes yang berasal dari tabungan masyarakat merupakan simpanan masyarakat;

(3) Modal BUMDes yang berasal dari bantuan pemerintah dapat merupakan dana tugas
pembantuan;

(4) Modal BUMDes yang berasal dari pinjaman merupakan pinjaman lembaga keuangan atau
pemerintah daerah;

(5) Modal BUMDes yang berasal dari kerjasama usaha dapat diperoleh dari pihak swasta
dan/atau masyarakat.

BAB IV

KEGIATAN USAHA

Pasal 6

(1) BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, terdiri dari jenis-jenis usaha.

(2) Jenis usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Jasa

b. Penyaluran sembilan bahan pokok.

Pasal 7

(1) Usaha jasa sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (2) huruf a, antara lain:

a. Jasa transportasi

b. Jasa penggilingan padi

c. Jasa pariwisata

(2) Jenis usaha sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (2) huruf b, antaara lain :

a. beras

b. gula
c. garam

d. minyak goreng

e. kacang kedelai

f. bahan pangan lainnya.

BAB V

KEPENGURUSAN

Pasal 8

(1) Pengurus BUMDes terpisah dari organisasi pemerintahan desa.

(2) Pengurus BUMDes dipilih dalam rapat umum komisaris.

(3) Rapat umum komisaris diadakan setiap 4 (empat) tahun sekali.

(4) Rapat tahunan komisaris dilakukan setiap tahun dalam rangka evaluasi manajemen BUMDes.

(5) Organisasi BUMDes ditetapkan dalam rapat umum komisaris.

Pasal 9

(1) Organisasi BUMDes terdiri dari Penasihat atau komisaris dan pelaksana operasional.

(2) Penasihat atau komisaris dijabat oleh Kepala Desa.

(3) Pelaksana operasional terdiri atas direktur dan kepala unit usaha.

(4) Direktur memimpin usaha BUMDes.

(5) Kepala Unit Usaha memimpin jenis usaha BUMDes.

BAB VI

PENUTUP

Pasal 10

(1) Anggaran dasar ini berlaku sejak ditetapkan dalam rapat pendirian.

(2) Demikian anggaran dasar ini ditanda tangani oleh pendiri yang telah diberi Kuasa Penuh
dalam rapat pembentukan BUMDes pada tanggal 2012.
Anggota Pendiri

1. .. 1..

2. .. 2.

3. 3..

4. .. 4

5. .. 5

6. Dst.. 6..

Batulicin Sebagai langkah percepatan pembangunan wilayah perdesaan, Pemerintahan Desa


diharapkan mampu membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai salah satu
pendorong percepatan pembangunan wilayah desa.

Demikian diungkapkan Wakil Bupati Tanah Bumbu (Wabup Tanbu) H. Difriadi Darjat pada
acara Sosialisasi Peraturan Perundang-Undangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di
Kecamatan Satui, Kamis, pekan lalu. Namun begitu ujar Wabup, sebelum BUMDes itu
dibentuk, aparatur pemerintahan desa bersama semua komponen desa harus melakukan
pengkajian dan analisa tekhnis terkait potensi desa apa yang layak dikembangkan dan layak
untuk dijadikan sebagai unit usaha yang nantinya dikelola BUMDes. Sebab jika tidak,
dikhawatirkan pengembangan usaha oleh BUMDes itu tidak memberikan kontribusi yang
maksimal, dan kelangsungan unit usaha tidak berlangsung lama. Secara khusus, dengan
dibentuknya BUMDes, kedepan pemerintahan desa akan mampu membiayai beberapa program
pembangunan wilayah desa. Dengan pengelolaan yang baik, diharapkan keberadaan
BUMDes itu akan memberikan kontribusi bagi pembiayaan pembangunan desa, sebut Wabup,
sehingga desa tidak semata-mata berharap adanya kucuran dana pembangunan desa baik dari
pemerintah daerah, maupun dari pemerintah pusat. Apalagi tambah Wabup lagi, pemerintah
desa memiliki kewenangan secara penuh untuk mengatur kebutuhan rumah tangga sendiri, atau
memiliki otonomi sendiri, berbeda dengan kecamatan. Dengan adanya otonomi desa itu,
tidak ada alasan lagi bagi pemerintah desa untuk tidak mampu meningkatkan pembangunan dan
kesejahteraan masyarakatnya sendiri. Di mana, berbagai terobosan ekonomi kerakyatan yang
dapat dikemas melalui program BUMDes harus dapat direalisasikan secara sistematis sebagai
satu solusi konstruktif untuk kesejahteraan masyarakat dan kemajuan pembangunan wilayah
perdesaan. Melalui BUMDes tidak sedikit sektor usaha yang berpotensi dapat
dikembangkan untuk kepentingan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat desa. Terkait
dengan kegiatan sosialisasi peraturan perundang-undangan tentang BUMDes tersebut imbuh
Wabup, diharapkan bisa mensinergiskan aturan yang berlaku dengan langkah pembentukan dan
pengelolaan BUMDes yang dilakukan oleh pemerintah desa, sehingga pada implmentasinya
tidak terjadi pelanggaran. (rel/hum)

Oleh

Sentral Informasi Desa Kita

Pengertian BUMDES

Badan Usaha Milik Desa adalah Lembaga Usaha Desa yang dikelolah oleh Masyarakat dan
Pemerintah Desa dalam upaya memperkuat perekonomi desa dan di bentuk berdasarkan
kebutuhan dan potensi desa.

Ciri Utama BUMDes dengan Lembaga Ekonomi Komersil lainya,sebagai berikut :

1. Badan Usaha ini dimiliki oleh desa dan dikelolah bersama


2. Modal bersumber dari desa sebesar 51% dan dari masyarakat sebesar 49% melalui
penyerataan modal (Saham atau andil)
3. Operasionalisasinya menggunakan falsafah bisnis yang berakar dari budaya lokal
4. Bidang usaha yang dijalankan berdasarkan pada potensi dan informasi pasar
5. Keuntungan yang di peroleh di tunjukan untuk meningkatkan kesejaktraan anggota
(Penyetara Modal ) dan masyarakat melalui kebijakan desa
6. Difasilitasi oleh Pemerintah Propinisi,Pemerintah Kabupaten dan Pemerintahaan Desa.
7. Operasionalisasi di kontrol secara bersama oleh BPD,Pemerintah Desa dan Anggota)

BUMDes sebagai suatu lembaga ekonomi modal usahanya dibangun atas inisiatif masyarakat
dan menganut asas mandiri. Ini berarti pemenuhan modal usaha BUMDes harus bersumber dari
masyarakat. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan BUMDes dapat mengajukan
pinjaman modal kepada pihak luar, seperti dari Pemerintah Desa atau pihak lain, bahkan melalui
pihak ketiga. Ini sesuai dengan peraturan per undang-undangan (UU 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah Pasal 213 ayat 3). Penjelasan ini sangat penting untuk mempersiapkan
pendirian BUMDes, karena implikasinya akan bersentuhan dengan pengaturannya dalam
Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Desa (Perdes).

Tujuan Pendirian BUMDes

Empat tujuan pendirian BUMDes,diantaranya sebagai berikut :

1. Meningkatkan Perekonomian Desa


2. Meningkatkan Pendapatan asli Desa
3. Meningkatkan Pengelolaan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat
4. Menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa

Pendirian dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa adalah perwujudan dari pengelolaan
ekonomi produksif desa yang dilakukan secara Koorperatif,Partisifatif,Emansipatif,Transparansi,
Akuntabel dan Sustaniabel. Oleh karena itu perlu upaya serius untuk menjadikan pengelolaan
Badan Usaha Milik Desa dapat berjalan secara mandiri,efektif,efisien dan profesional.

Guna mencapai tujuan BUMDes dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan (Produktif dan
Konsumtif) masyarakat melalui pelayanan barang dan jasa yang dikelolah oleh masyarakat dan
pemerintah desa. Lembaga ini juga dituntut mampu memberikan pelayanan kepada non anggota
(pihak luar Desa) dengan menempatkan harga dan pelayanan sesuai standar pasar. Artinya
terdapat mekanisme kelembagaan yang disepakati bersama, sehingga tidak menimbulkan disorsi
ekonomi pedesaan disebabkan oleh usaha BUMDes.

Dinyatakan di dalam undang-undang bahwa BUMDes dapat didirikan sesuai dengan kebutuhan
dan potensi desa. Apa yang dimaksud dengan kebutuhan dan potensi desa adalah:

1. Kebutuhan masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok;


2. Tersedia sumberdaya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal terutama kekayaan
desa dan terdapat permintaan dipasar;
3. Tersedia sumberdaya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai aset
penggerak perekonomian masyarakat;
4. Adanya unit-unit usaha yang merupakan kegiatan ekonomi

Warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi; BUMDes merupakan
wahana untuk menjalankan usaha di desa. Apa yang dimaksud dengan usaha desa adalah
jenis usaha yang meliputi pelayanan ekonomi desa seperti antara lain:

1. Usaha jasa keuangan, jasa angkutan darat dan air, listrik desa, dan usaha sejenis lainnya;

1. Penyaluran sembilan bahan pokok ekonomi desa;


2. Perdagangan hasil pertanian meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan,
perikanan, dan agrobisnis;
3. Industri dan kerajinan rakyat.

Keterlibatan pemerintah desa sebagai penyerta modal terbesar BUMDes atau sebagai pendiri
bersama masyarakat diharapkan mampu memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM), yang
diwujudkan dalam bentuk perlindungan (proteksi) atas intervensi yang merugikan dari pihak
ketiga (baik dari dalam maupun luar desa). Demikian pula, pemerintah desa ikut berperan dalam
pembentukan BUMDes sebagai badan hukum yang berpijak pada tata aturan perundangan yang
berlaku, serta sesuai dengan kesepakatan yang terbangun di masyarakat desa. Pengaturan

Landasan Dasar Hukum BUMDES

Pendirian BUMDes dilandasi oleh UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP
No. 72 Tahun 2005 tentang Desa. Secara rinci tentang kedua landasan hukum BUMDes adalah:

1. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Pasal 213 ayat (1) Desa
dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa
2. PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa:
Pasal 78

1) Dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan Desa, Pemerintah Desa dapat mendirikan
Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa.

2) Pembentukan Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

3) Bentuk Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbadan
hukum.

Pasal 79

1) Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal

2) 78 ayat (1) adalah usaha desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa.

3) Permodalan Badan Usaha Milik Desa dapat berasal dari:

a) Pemerintah Desa;

b) Tabungan masyarakat;

c) Bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota;

d) Pinjaman; dan/atau

e) Penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan.

4) Kepengurusan Badan Usaha Milik Desa terdiri dari Pemerintah desa dan masyarakat.

Pasal 80

1) Badan Usaha Milik Desa dapat melakukan pinjaman sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

2) Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat persetujuan
BPD.

Pasal 81

1) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Pembentukan dan

2) Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa diatur dengan Peraturan

3) Daerah Kabupaten/Kota
4) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya memuat:

1. Bentuk badan hukum;


2. Kepengurusan;
3. Hak dan kewajiban;
4. Permodalan;
5. Bagi hasil usaha atau keuntungan;
6. Kerjasama dengan pihak ketiga;
7. Mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban.

Perencanaan dan Pendirian BUMDES

Berkenaan dengan perencanaan dan pendiriannya,maka BUMDes dibangun atas prakarsa


(inisiasi) masyarakat, serta mendasarkan pada prinsip-prinsip kooperatif, partisipatif, (user-
owned, user-benefited, and user-controlled), transparansi, emansipatif, akuntable, dan
sustainable dengan mekanisme member-base dan self-help. Dari semua itu yang terpenting
adalah bahwa pengelolaan BUMDes harus dilakukan secara profesional dan mandiri.

BUMDes merupakan pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial
(social institution) dan komersial (commercial institution). BUMDes sebagai lembaga sosial
berpihak kepada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan
sosial. Sedangkan sebagai lembaga komersial bertujuan mencari keuntungan melalui penawaran
sumberdaya lokal (barang dan jasa) ke pasar. Dalam menjalankan usahanya prinsip efisiensi dan
efektifitas harus selalu ditekankan. BUMDes sebagai badan hukum, dibentuk berdasarkan tata
perundang-undangan yang berlaku, dan sesuai dengan kesepakatan yang terbangun di
masyarakat desa. Dengan demikian, bentuk BUMDes dapat beragam di setiap desa di Indonesia.
Ragam bentuk ini sesuai dengan karakteristik lokal, potensi, dan sumberdaya yang dimiliki
masing-masing desa. Pengaturan lebih lanjut tentang BUMDes diatur melalui Peraturan Daerah
(Perda). Sebagaimana dinyatakan di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah bahwa tujuan pendirian BUMDes antara lain dalam rangka peningkatan
Pendapatan Asli Desa (PADesa). Oleh karena itu, setiap Pemerintah Desa dapat mendirikan
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Namun penting disadari bahwa BUMDes didirikan atas
prakarsa masyarakat didasarkan pada potensi yang dapat dikembangkan dengan menggunakan
sumberdaya lokal dan terdapat permintaan pasar. Dengan kata lain, pendirian BUMDes bukan
merupakan paket instruksional yang datang dari Pemerintah, pemerintah provinsi, atau
pemerintah kabupaten. Jika yang berlaku demikian dikawatirkan BUMDes akan berjalan tidak
sebagaimana yang diamanatkan di dalam undangundang. Tugas dan peran Pemerintah adalah
melakukan sosialisasi dan penyadaran kepada masyarakat desa melalui pemerintah provinsi
dan/atau pemerintah kabupaten tentang arti penting BUMDes bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Melalui pemerintah desa masyarakat dimotivasi, disadarkan dan dipersiapkan untuk
membangun kehidupannya sendiri. Pemerintah memfasilitasi dalam bentuk pendidikan dan
pelatihan dan pemenuhan lainnya yang dapat memperlancar pendirian BUMDes. Selanjutnya,
mekanisme operasionalisasi diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat desa. Untuk itu,
masyarakat desa perlu dipersiapkan terlebih dahulu agar dapat menerima gagasan baru tentang
lembaga ekonomi yang memiliki dua fungsi yakni bersifat sosial dan komersial. Dengan tetap
berpegang teguh pada karakteristik desa dan nilai-nilai yang hidup dan dihormati. Maka
persiapan yang dipandang paling tepat adalah berpusat pada sosialisasi, pendidikan, dan
pelatihan kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap peningkatan standar hidup
masyarakat desa (Pemerintah Desa, BPD, tokoh masyarakat/ketua suku, ketua-ketua
kelembagaan di pedesaan).

Melalui cara demikian diharapkan keberadaan BUMDes mampu mendorong dinamisasi


kehidupan ekonomi di pedesaan. Peran pemerintah desa adalah membangun relasi dengan
masyarakat untuk mewujudkan pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM), sebagai bagian
dari upaya pengembangan komunitas (development based community) desa yang lebih berdaya.

1. BUMDESDAN POTENSI DESAIr.


Nurjaya.,SE.,MMPedampingDesaPeradabanLembagaPemberdayaanMasyarakat
2. DASAR HUKUMUU NO 8 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO
32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH (PASAL 213)PP 72
TAHUN 2005 TENTANG DESA (PASAL 78 SAMPAI 81).
3. PENGERTIANBUMDES ADALAH BADAN HUKUM SEBAGAIMANA DIATUR
DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (Penjelasan Pasal 213 UU
32/2004)BUMDES ADALAH USAHA DESA YANG DIKELOLA OLEH
PEMERINTAH DESA (Pasal 79 PP 72/2005)
4. DASARPENDIRIAN BUMDESPs 213 UU 32/2004 JO Ps 78 PP 72/2005
KEBUTUHAN POTENSI DESAUNTUK MENINGKATKAN PENDA-PATAN
MASYARAKAT DAN DESADITETAPKAN DG PERDES BERBADAN HUKUM
5. PENGERTIAN KEBUTUHAN DAN POTENSI DESAKEBUTUHAN
MASYARAKAT TERUTAMA DLM PEMENUHAN KEBUTUHAN
POKOK.TERSEDIA SUMBERDAYA DESA YG BLM DIMANFAATKAN SECARA
OPTIMAL TERUTAMA KEKAYAAN DESA.TERSEDIA SDM YG MAMPU
MENGELOLA BADAN USAHA SBG ASET PENGGERAK PEREKONOMIAN
MASY.ADANYA UNIT-UNIT USAHA MASY YG NERUPAKAN KEGIATAN
EKONOMI WARGA MASY YG DIKELOLA SECARA PARSIAL DAN KURANG
TERAKOMODASI.
6. BENTUK BADAN HUKUM BUMDES, dapatLEMBAGA BISNIS, unit usaha yang
kepemilikan sahamnya berasal dari Pemdes dan Masy, spt usaha mikro kecil dan
menengah. LEMBAGA KEUANGAN MIKRO PEDESAAN, spt UED-SP, BKD,
Lembaga Simpan Pinjam Berbasis Masyarakat, LPD, Lumbung Pitih Nagari dsb)
PENGERTIAN USAHA DESAADALAH JENIS USAHA YANG MELIPUTI
PELAYANAN EKONOMI DESA.
7. JENIS PELAYANAN EKONOMI DESA.USAHA JASA YG MELIPUTI JASA
KEUANGAN, JASA ANGKUTAN DARAT DAN AIR, LISTRIK DESA DAN USAHA
LAIN YG SEJENIS.PENYALURAN 9 BAHAN POKOK EKONOMI
DESA.PERDAGANGAN HASIL PERTANIAN MELIPUTI TANAMAN PANGAN,
PERKEBUNAN, PETERNAKAN, PERIKANAN DAN AGROBISNIS.INDUSTRI
DAN KERAJINAN RAKYAT.
8. PERMODALAN BUMDES (Ps 79 ayat 2 PP 72/2005)PEMERINTAH
DESATABUNGAN MASYARAKATBANTUAN PEMERINTAH, PEMERINTAH
PROV DAN PEMERINTAH KAB/KOTAPINJAMAN, dan/atauPENYERTAAN
MODAL PIHAK LAIN ATAU KERJASAMA BAGI HASIL ATAS DASAR SALING
MENGUNTUNGKAN.
9. PENGERTIAN PERMODALAN DARI PEMERINTAHAN DESAADALAH
PENYERTAAN MODAL PADA BUMDES DARI KEKAYAAN DESA YANG
DIPISAHKAN.KEPENGURUSAN BUMDES Ps 79 ayat 2 PP 72/2005PEMERINTAH
DESAMASYARAKAT
10. KOMPOSISI KEPENGURUSAN BUMDES (Penjelasan Pasal 79 ayat 3 PP
72/2005)Pemerintahdesasebagaiunsurpenasehat
(komisaris)Masyarakatsebagaiunsurpelaksana (direksi)
11. TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BUMDES (Ps 81 PP
72/2005)PERDA KAB/KOTAPERDA BERISI :BENTUK BADAN
HUKUMKEPENGURUSANHAK DAN KEWAJIBANPERMODALANBAGI HASIL
USAHAKERJASAMA DENGAN PIHAK KETIGAMEKANISME PENGELOLAAN
DAN PERTANGGUNGJAWABAN.
12. TERIMAKASIH BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN
PEMERINTAHAN DESAPROVINSI JAWA
BARAT0816616825/081906508205WASSALAM

Salah satu pendekatan baru yang diharapkan mampu menstimuli dan menggerakkan roda
perekonomian di perdesaan adalah melalui pendirian kelembagaan ekonomi yang
dikelola sepenuhnya oleh masyarakat desa yang berangkat dari adanya potensi yang jika
dikelola dengan tepat akan menimbulkan permintaan di pasar. Bentuk kelembagaan
sebagaimana disebutkan di atas dapat berupa Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Badan usaha ini telah diamanatkan di dalam UU No.32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (bahkan oleh undang-undang sebelumnya, UU 22/1999) dan
Peraturan Pemerintah (PP) no. 71 Tahun 2005 Tentang Desa. Jika kelembagaan BUMDes
ini kuat dan ditopang kebijakan yang memadai, maka pertumbuhan ekonomi yang
disertai dengan pemerataan distribusi aset kepada rakyat secara luas akan mampu
menanggulangi berbagai permasalahan ekonomi di perdesaan.
Keberadaan BUMDes di desa diharapkan mampu mendorong dinamisasi kehidupan
ekonomi di pedesaan. Berkaitan dengan hal tersebut, dilakukan kajian Badan Usaha
Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Tujuan kegiatan untuk menetapkan strategi dan pola pengembangan Badan Usaha Milik
Desa di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Populasi dalam kajian ini adalah wilayah kecamatan, pelaku usaha, dan pakar di
Kabupaten Kutai Kartanegara. Mengingat sebaran wilayah kecamatan cukup luas,
ditetapkan dua belas (12) kecamatan sampel sebagai pewakil representatif dari
keseluruhan kecamatan, antara lain : (1) Kecamatan Muara Badak, (2) Samboja, (3)
Muara Jawa, (4) Marang Kayu, (5) Loa Janan, (6) Loa Kulu, (7) Tenggarong, (8)
Tenggarong Seberang, (9) Sebulu, (10) Kota Bangun, (11) kenohan, dan (12) Kembang
Janggut. Sedangkan sampel responden diambil dari pelaku usaha ditetapkan pada jenis
usaha yang dikelola oleh BUMDes. Adapun sampel responden pakar adalah para pakar
yang mengetahui dan memiliki wawasan, serta memiliki independensi yang tinggi
terhadap topik yang dikaji.
Dari 12 kecamatan yang dimati terdapat 4 kecamatan yang sudah memiliki Badan Usaha
Milik Desa (BUMDes) yaitu; (1). Tenggarong Seberang, ada 6 (enam) desa yaitu ; a. desa
Sukamaju, b. Desa Bukit Pariaman, c. Desa Buana Jaya, d. desa Manunggal Jaya, e. Desa
Kerta Buana dan f. Desa Bangun Rejo (2). Kecamatan Loa Janan, ada 5 (lima) desa yaitu;
a. desa Batuah, b. Desa Loa Duri Ulu, c. Desa Loa Duri Ilir, d. desa Loa Janan Ulu dan e.
Desa Bakungan, (3). Muara Badak, ada 1 (satu) yaitu desa Seliki dan (4). Muara Kaman,
ada 1 (satu) yaitu desa Bunga Jadi.
Untuk mengembangkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sesuai amanat UU Nomor
32 Tahun 2004 dan Perda No. 1 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa adalah:
Pihak-pihak terkait diatasnya baik pusat, provinsi, dan kabupaten dituntut dukungannya
dalam mengembangkan BUMdes melalui penyediaan modal, infrastruktur, dan
peningkatan kapasitas sumberdaya manusia, serta pendukung lainnya.
Langkah Persiapan Pendirian Badan Usaha Milik Desa
Badan Usaha

Oleh Ahmad Sofyan 15 September 2015

Tujuan awal pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dimaksudkan untuk mendorong
atau menampung seluruh kegiatan peningkatan pendapatan masyarakat, baik yang berkembang
menurut adat Istiadat dan budaya setempat, maupun kegiatan perekonomian yang diserahkan
untuk di kelola oleh masyarakat melalui program atau proyek Pemerintah pusat dan Pemerintah
Daerah. Sebagai sebuah usaha desa, pembentukan BUMDes adalah benar-benar untuk
memaksimalisasi potensi masyarakat desa baik itu potensi ekonomi, sumber daya alam, ataupun
sumber daya manusianya. Secara spesifik, pendirian Bumdes adalah untuk menyerap tenaga
kerja desa meningkatkan kreatifitas dan peluang usaha ekonomi produktif mereka yang
berpenghasilan rendah.

Sasaran pemberdayaan ekonomi masyarakat desa melalui BUMDes ini adalah untuk melayani
masyarakat desa dalam mengembangkan usaha produktif. Tujuan lainnya adalah untuk
menyediakan media beragam usaha dalam menunjang perekonomian masyarakat desa sesuai
dengan potensi desa dan kebutuhan masyarakat.

Untuk mendirikan BUMDes, ada tahapan-tahapan yang dilakukan oleh perangkat desa (terutama
kepala desa) sebagai komisaris BUMDes nantinya. Tahapan Pendirian BUMDes harus dilakukan
melalui inisiatif desa yang dirumuskan secara partisipatif oleh seluruh komponen masyarakat
desa. Pendirian BUMDes juga dimungkinkan atas inisiatif Pemerintah Kabupaten sebagai bentuk
intervensi pembangunan pedesaan untuk mendukung pembangunan daerah Secara umum
berdasarkan pengamatan saya, ada tiga tahapan yang bisa dilalui oleh kepala desa bersama pihak
panitia pembentukan BUMDes untuk proses pembentukan BUMDes secara ideal. Tahapan-
tahapan tersebut adalah :

Tahap I : Membangun kesepakan antar masyarakat desa dan pemerintah desa untuk pendirian
BUMDes yang dilakukan melalui musyawarah desa atau rembug desa. Dalam hal ini Kepala
Desa mengadakan musyawarah desa dengan mengundang Panitia pembentukan BUMDes,
anggota BPD dan pemuka masyarakat serta lembaga kemasyarakatan yang ada didesa. Tujuan
dalam pertemuan tahap I ini adalah merumuskan hal-hal berikut:

1. Nama, kedudukan, dan wilayah kerja BUMDes


2. Maksud dan tujuan pendirian BUMDes
3. Bentuk badan hukum BUMDes
4. Sumber permodalan BUMDes
5. Unit-Unit usaha BUMDes
6. Organisasi BUMDes
7. Pengawasan BUMDes
8. Pertanggungjawaban BUMDes
9. Jika dipandang perlu membetuk Panitia Ad-hoc perumusan Peraturan Desa tentang
Pembentukan BUMDes.

Secara umum dapat di simpulkan bahwa tujuan dari pertemuan tahap I ini adalah untuk
mendesain struktur organisasi. BUMDes merupakan sebuah organisasi, maka diperlukan adanya

struktur organisasi yang menggambarkan bidang pekerjaan apa saja yang harus tercakup di
dalam organisasi tersebut. Bentuk hubungan kerja (instruksi, konsultatif, dan
pertanggunganjawab) antar personil atau pengelola BUMDes.

Tahap II Pengaturan organisasi BUMDes yang mengacu kepada rumusan Musyawarah Desa
pada Tahap I oleh Penitia Ad-hoc, dengan menyusun dan pengajuan pengesahan terhadap hal-hal
berikut:

1. Peraturan Desa tentang Pembentukan BUMDes yang mengacu pada Peraturan Daerah dan
ketentuan hukum lainnya yang berlaku :
2. Pengesahan Peraturan Desa tentang Pembentukan BUMDes
3. Anggaran Dasar BUMDes
4. Struktur Organisasi dan aturan kelembagaan BUMDes
5. Tugas dan fungsi pengelola BUMDes
6. Aturan kerjasama dengan pihak lain
7. Rencana usaha dan pengembangan usaha BUMDes

Pada tahap ke dua ini point-point yang dibahas juga sekaligus memperjelas kepada semua
anggota BUMDes dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk memahami aturan kerja
organisasi. Maka diperlukan untuk menyusun AD/ART BUMDes yang dijadikan rujukan
pengelola dan sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola BUMDes. Melalui penetapan sistem
koordinasi yang baik memungkinkan terbentuknya kerja sama antar unit usaha dan lintas desa
berjalan efektif.

Penyusunan job deskripsi bagi setiap pengelola BUMDes sangat diperlukan untuk dapat
memperjelas peran dari masing-masing orang. Dengan demikian, tugas, tanggungjawab, dan
wewenang pemegang jabatan tidak memiliki duplikasi yang memungkinkan setiap
jabatan/pekerjaan yang terdapat di dalam BUMDes diisi oleh orang-orang yang kompeten di
bidangnya.

Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah Tahap III : Pengembangan dan Pengelolaan BUMDes,
dengan aktivitas:

1. Merumuskan dan menetapkan sistem penggajian dan pengupahan pengelola BUMDes,


2. Pemilihan pengurus dan pengelola BUMDes
3. Menyusun sistem informasi pengelolaan BUMDes
4. Menyusun sistem administrasi dan pembukuan BUMDes
5. Penyusunan rencana kerja BUMDes.

Di terakhir banyak point-point yang dibahas, yaitu menyusun bentuk aturan kerjasama dengan
pihak ketiga, yakni kerja sama dengan pihak ketiga apakah menyangkut transaksi jual beli atau
simpan pinjam penting diatur ke dalam suatu aturan yang jelas dan saling menguntungkan.
Penyusunan bentuk kerjasama dengan pihak ketiga diatur secara bersama dengan Dewan
Komisaris BUMDes.

Selain itu juga dibahas mengenai Menyusun rencana usaha (business plan), yakni Penyusunan
rencana usaha penting untuk dibuat dalam periode 1 sampai dengan 3 tahun. Sehingga para
pengelola BUMDes memiliki pedoman yang jelas apa yang harus dikerjakan dan dihasilkan
dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan dan kinerjanya menjadi terukur. Penyusunan
rencana usaha dibuat bersama dengan Dewan Komisaris BUMDes.

Point lain yang juga dibahas adalah Melakukan proses rekruitmen dan sistem penggajian dan
pengupahan. Untuk menetapkan orang-orang yang bakal menjadi pengelola BUMDes dapat
dilakukan secara musyawarah. Namun pemilihannya harus didasarkan pada kriteria tertentu.
Kriteria itu dimaksudkan agar pemegang jabatan di BUMDes mampu menjalankan tugas-
tugasnya dengan baik. Untuk itu, persyaratan bagi pemegang jabatan di dalam BUMDes penting
dibuat oleh Dewan Komisaris. Selanjutnya dibawa ke dalam forum rembug desa untuk
disosialisasikan dan ditawarkan kepada masyarakat. Proses selanjutnya adalah melakukan seleksi
terhadap pelamar dan memilih serta menetapkan orang-orang yang paling sesuai dengan kriteria
yang dibuat.

Selain itu pemberian insentif jika pengelola mampu mencapai target yang ditetapkan selama
periode tertentu. Besar kecilnya jumlah uang yang dapat dibayarkan kepada pengelola BUMDes
juga harus didasarkan pada tingkat keuntungan yang kemungkinan dapat dicapai. Pemberian
imbalan kepada pengelola BUMDes harus semenjak awal disampaikan agar mereka memiliki
tanggungjawab dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Sebab pemberian imbalan merupakan
ikatan bagi setiap orang untuk memenuhi kinerja yang diminta.

Demikian resume yang saya simpulkan dari berbagai sumber yang menjadi bahan referensi saya
dalam menganalisa langkah persiapan pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Pengertian BUMDES

Badan Usaha Milik Desa adalah Lembaga Usaha Desa yang dikelolah oleh Masyarakat dan
Pemerintah Desa dalam upaya memperkuat perekonomi desa dan di bentuk berdasarkan
kebutuhan dan potensi desa.

Ciri Utama BUMDes dengan Lembaga Ekonomi Komersil lainya,sebagai berikut :

Badan Usaha ini dimiliki oleh desa dan dikelolah bersama


Modal bersumber dari desa sebesar 51% dan dari masyarakat sebesar 49% melalui penyerataan
modal (Saham atau andil)
Operasionalisasinya menggunakan falsafah bisnis yang berakar dari budaya lokal
Bidang usaha yang dijalankan berdasarkan pada potensi dan informasi pasar
Keuntungan yang di peroleh di tunjukan untuk meningkatkan kesejaktraan anggota (Penyetara
Modal ) dan masyarakat melalui kebijakan desa
Difasilitasi oleh Pemerintah Propinisi,Pemerintah Kabupaten dan Pemerintahaan Desa.
Operasionalisasi di kontrol secara bersama oleh BPD,Pemerintah Desa dan Anggota)
BUMDes sebagai suatu lembaga ekonomi modal usahanya dibangun atas inisiatif masyarakat
dan menganut asas mandiri. Ini berarti pemenuhan modal usaha BUMDes harus bersumber dari
masyarakat. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan BUMDes dapat mengajukan
pinjaman modal kepada pihak luar, seperti dari Pemerintah Desa atau pihak lain, bahkan melalui
pihak ketiga. Ini sesuai dengan peraturan per undang-undangan (UU 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah Pasal 213 ayat 3). Penjelasan ini sangat penting untuk mempersiapkan
pendirian BUMDes, karena implikasinya akan bersentuhan dengan pengaturannya dalam
Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Desa (Perdes).

Tujuan Pendirian BUMDes

Empat tujuan pendirian BUMDes,diantaranya sebagai berikut :

Meningkatkan Perekonomian Desa


Meningkatkan Pendapatan asli Desa
Meningkatkan Pengelolaan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat
Menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa
Pendirian dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa adalah perwujudan dari pengelolaan
ekonomi produksif desa yang dilakukan secara Koorperatif,Partisifatif,Emansipatif,Transparansi,
Akuntabel dan Sustaniabel. Oleh karena itu perlu upaya serius untuk menjadikan pengelolaan
Badan Usaha Milik Desa dapat berjalan secara mandiri,efektif,efisien dan profesional.

Guna mencapai tujuan BUMDes dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan (Produktif dan
Konsumtif) masyarakat melalui pelayanan barang dan jasa yang dikelolah oleh masyarakat dan
pemerintah desa. Lembaga ini juga dituntut mampu memberikan pelayanan kepada non anggota
(pihak luar Desa) dengan menempatkan harga dan pelayanan sesuai standar pasar. Artinya
terdapat mekanisme kelembagaan yang disepakati bersama, sehingga tidak menimbulkan disorsi
ekonomi pedesaan disebabkan oleh usaha BUMDes.

Dinyatakan di dalam undang-undang bahwa BUMDes dapat didirikan sesuai dengan kebutuhan
dan potensi desa. Apa yang dimaksud dengan kebutuhan dan potensi desa adalah:

Kebutuhan masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok;


Tersedia sumberdaya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal terutama kekayaan desa dan
terdapat permintaan dipasar;
Tersedia sumberdaya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai aset penggerak
perekonomian masyarakat;
Adanya unit-unit usaha yang merupakan kegiatan ekonomi
Warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi; BUMDes merupakan
wahana untuk menjalankan usaha di desa. Apa yang dimaksud dengan usaha desa adalah jenis
usaha yang meliputi pelayanan ekonomi desa seperti antara lain:

Usaha jasa keuangan, jasa angkutan darat dan air, listrik desa, dan usaha sejenis lainnya;
Penyaluran sembilan bahan pokok ekonomi desa;
Perdagangan hasil pertanian meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan
agrobisnis;
Industri dan kerajinan rakyat.
Keterlibatan pemerintah desa sebagai penyerta modal terbesar BUMDes atau sebagai pendiri
bersama masyarakat diharapkan mampu memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM), yang
diwujudkan dalam bentuk perlindungan (proteksi) atas intervensi yang merugikan dari pihak
ketiga (baik dari dalam maupun luar desa). Demikian pula, pemerintah desa ikut berperan dalam
pembentukan BUMDes sebagai badan hukum yang berpijak pada tata aturan perundangan yang
berlaku, serta sesuai dengan kesepakatan yang terbangun di masyarakat desa. Pengaturan

Landasan Dasar Hukum BUMDES

Pendirian BUMDes dilandasi oleh UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP
No. 72 Tahun 2005 tentang Desa. Secara rinci tentang kedua landasan hukum BUMDes adalah:

UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Pasal 213 ayat (1) Desa dapat mendirikan
badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa
PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa:
Pasal 78

1) Dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan Desa, Pemerintah Desa dapat mendirikan
Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa.

2) Pembentukan Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

3) Bentuk Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbadan hukum.
Pasal 79

1) Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal

2) 78 ayat (1) adalah usaha desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa.

3) Permodalan Badan Usaha Milik Desa dapat berasal dari:

a) Pemerintah Desa;

b) Tabungan masyarakat;

c) Bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota;

d) Pinjaman; dan/atau

e) Penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan.

4) Kepengurusan Badan Usaha Milik Desa terdiri dari Pemerintah desa dan masyarakat.

Pasal 80

1) Badan Usaha Milik Desa dapat melakukan pinjaman sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

2) Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat persetujuan BPD.

Pasal 81

1) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Pembentukan dan

2) Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa diatur dengan Peraturan

3) Daerah Kabupaten/Kota

4) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya


memuat:

Bentuk badan hukum;


Kepengurusan;
Hak dan kewajiban;
Permodalan;
Bagi hasil usaha atau keuntungan;
Kerjasama dengan pihak ketiga;
Mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban.
Perencanaan dan Pendirian BUMDES

Berkenaan dengan perencanaan dan pendiriannya,maka BUMDes dibangun atas prakarsa


(inisiasi) masyarakat, serta mendasarkan pada prinsip-prinsip kooperatif, partisipatif, (user-
owned, user-benefited, and user-controlled), transparansi, emansipatif, akuntable, dan
sustainable dengan mekanisme member-base dan self-help. Dari semua itu yang terpenting
adalah bahwa pengelolaan BUMDes harus dilakukan secara profesional dan mandiri.

BUMDes merupakan pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial
(social institution) dan komersial (commercial institution). BUMDes sebagai lembaga sosial
berpihak kepada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan
sosial. Sedangkan sebagai lembaga komersial bertujuan mencari keuntungan melalui penawaran
sumberdaya lokal (barang dan jasa) ke pasar. Dalam menjalankan usahanya prinsip efisiensi dan
efektifitas harus selalu ditekankan. BUMDes sebagai badan hukum, dibentuk berdasarkan tata
perundang-undangan yang berlaku, dan sesuai dengan kesepakatan yang terbangun di
masyarakat desa. Dengan demikian, bentuk BUMDes dapat beragam di setiap desa di Indonesia.
Ragam bentuk ini sesuai dengan karakteristik lokal, potensi, dan sumberdaya yang dimiliki
masing-masing desa. Pengaturan lebih lanjut tentang BUMDes diatur melalui Peraturan Daerah
(Perda). Sebagaimana dinyatakan di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah bahwa tujuan pendirian BUMDes antara lain dalam rangka peningkatan
Pendapatan Asli Desa (PADesa). Oleh karena itu, setiap Pemerintah Desa dapat mendirikan
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Namun penting disadari bahwa BUMDes didirikan atas
prakarsa masyarakat didasarkan pada potensi yang dapat dikembangkan dengan menggunakan
sumberdaya lokal dan terdapat permintaan pasar. Dengan kata lain, pendirian BUMDes bukan
merupakan paket instruksional yang datang dari Pemerintah, pemerintah provinsi, atau
pemerintah kabupaten. Jika yang berlaku demikian dikawatirkan BUMDes akan berjalan tidak
sebagaimana yang diamanatkan di dalam undangundang. Tugas dan peran Pemerintah adalah
melakukan sosialisasi dan penyadaran kepada masyarakat desa melalui pemerintah provinsi
dan/atau pemerintah kabupaten tentang arti penting BUMDes bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Melalui pemerintah desa masyarakat dimotivasi, disadarkan dan dipersiapkan untuk
membangun kehidupannya sendiri. Pemerintah memfasilitasi dalam bentuk pendidikan dan
pelatihan dan pemenuhan lainnya yang dapat memperlancar pendirian BUMDes. Selanjutnya,
mekanisme operasionalisasi diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat desa. Untuk itu,
masyarakat desa perlu dipersiapkan terlebih dahulu agar dapat menerima gagasan baru tentang
lembaga ekonomi yang memiliki dua fungsi yakni bersifat sosial dan komersial. Dengan tetap
berpegang teguh pada karakteristik desa dan nilai-nilai yang hidup dan dihormati. Maka
persiapan yang dipandang paling tepat adalah berpusat pada sosialisasi, pendidikan, dan
pelatihan kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap peningkatan standar hidup
masyarakat desa (Pemerintah Desa, BPD, tokoh masyarakat/ketua suku, ketua-ketua
kelembagaan di pedesaan).

Melalui cara demikian diharapkan keberadaan BUMDes mampu mendorong dinamisasi


kehidupan ekonomi di pedesaan. Peran pemerintah desa adalah membangun relasi dengan
masyarakat untuk mewujudkan pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM), sebagai bagian
dari upaya pengembangan komunitas (development based community) desa yang lebih berdaya.
Perencanaan Desa Mandiri

Perencanaan Desa menjadi sebuah instrumen untuk merespon secara cepat, efisien dan efektif
atas masalah dan kebutuhan yang berskala lokal. Kejelasan tentang perencanaan Desa akan
menggairahkan partisipasi dan kehidupan masyarakat Desa. Belajar pengalaman implementasi
ADD, perencanaan Desa berlangsung secara dinamis, partisipatif dan menjawab kebutuhan
berskala lokal.

Dasar hukum Perencanaan Desa secara makro berpijak pada regulasi yang mengatur tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU No 25/2004) dan regulasi tentang
Pemerintahan Daerah (Pasal 212 UU No 32/2004). Namun, secara spesifik dasar hukumnya
adalah Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 (Pasal 64), yang dijabarkan dalam Permendagri
No 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa. Sejumlah daerah juga sudah
menjabarkannya dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) tentang Pedoman Perencanaan
Pembangunan Desa. Sesuai dengan amanat PP No. 72/2005, Desa diharuskan membuat
perencanaan Desa yang didasarkan pada kenangan Desa.

Perencanaan Desa bukanlah perencanaan daerah yang berada di Desa, melainkan sebagai sebuah
sistem perancanaan yang berhenti di tingkat Desa atau dikelola sendiri (self planning) oleh Desa
serta berbasis pada masyarakat setempat, dengan tetap mengacu pada perencanaan daerah yang
telah ditetapkan. Perencanaan Desa memiliki tujuan:

memotong mata rantai prosedur perencanaan bertingkat (bottom up) yang terlalu panjang;
membawa perencanaan betul-betul dekat pada masyarakat di Desa sehingga agenda
Pembangunan Desa menjadi lebih partisipatif dan reponsif pada kebutuhan masarakat
setempat;
membuat proses subsidiaritas dalam pembangunan bekerja di level Desa, sehingga bisa
memperkuat tanggung jawab, membuka proses pembelajaran dan membangkitkan
prakarsa/potensi lokal;
perencanaan Desa akan lebih efektif menempa keleluasaan, kapasitas dan kemandirian
Desa dalam menjalankan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat;
membuat kepastian pelayanan publik dan pemerataan pembangunan sampai ke level Desa
yang dekat dengan rakyat;
menciptakan produktivitas, efisiensi dan efektivitas pembiayaan pembangunan yang
sesuai dengan kebutuhan Desa.

Perencanaan Desa memiliki sejumlah ciri, meliputi:

Perencanaan Desa merupakan sistem perencanaan sendiri (self planning) yang


menjangkau urusan pembangunan dan pemerintahan yang menjadi kewenangan dan
tanggungjawab Desa.
Kewenangan Desa yang sudah ditetapkan kemudian dicakup dengan perencanaan Desa,
membutuhkan dukungan dana alokasi Desa (ADD) dari pemerintah.
Perencanaan Desa dibuat dalam bentuk rencana strategis sebagai rencana jangka panjang,
rencana pembangunan jangka menengah (RPJMDes), dan rencana pembangunan tahunan
(RKPDes).
Perencanaan Desa merupakan sistem yang terpadu dan dibuat sistem budgeter (budgetary
system) di Desa melalui skema APBDes. Artinya, kecuali perencanaan sektoral
kabupaten maupun pelaksanaan tugas-tugas pembantuan (yang menjadi domain
pemerintah supraDesa), program-program pembangunan yang bersifat spasial dan
berbasis Desa sebaiknya diintegrasikan secara terpadu dalam perencanaan Desa dan dana
program-program itu dimasukkan ke dalam APBDes (budgetary system). Integrasi secara
terpadu ini mempunyai beberapa tujuan: (1) menghindari terjadinya dualisme
perencanaan dan pengelolaan pembangunan, sebagaimana Desa mengelola perencanaan
rutin serta agenda pembangunan lainnya (PPK, PEMP, P2MD, P3DT, dan lain-lain) yang
berada di luar sistem anggaran Desa. Dalam praktiknya perencanaan rutin justru sering
terbengkelai karena kurang memiliki kepastian dana, sementara program-program luar itu
memasok dana yang lebih besar dan lebih pasti. (2) Desa akan lebih fokus merencanakan
dan melaksanakan pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Perencanaan Desa dikelola untuk merespons secara dekat/langsung berbagai kebutuhan
masyarakat Desa serta diproses secara partisipatif. Forum Musrenbangdes, LPMD, RT,
RW, kelompok tani, kelompok perempuan, karang taruna, kelompok keagamaan dan
lain-lain merupakan arena yang nyata untuk mewadahi proses perencanaan partisipatif di
Desa. Di internal Desa, partisipasi pembangunan mensyaratkan adanya pelembagaan
yang demokratis dalam struktur pengambilan kebijakan Desa.
Perencanaan Desa tidak perlu dibawa atau diusulkan naik ke atas, misalnya untuk
memperoleh persetujuan. Musrenbang di kabupaten tidak lagi digunakan untuk menilai,
menyeleksi atau menyetujui usulan dari Desa. Dalam konteks perencanaan Desa,
kabupaten bertugas melakukan pembinaan, fasilitasi dan supervisi.
Tanggungjawab perencanaan Desa diletakkan di tingkat Desa. Desa menyampaikan
dokumen-dokumen perencanaan dan pelaksanaannya kepada kabupaten sebagai bahan
untuk melakukan pembinaan, fasilitasi dan supervisi.
Berdasarkan ketentuan Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa,
pemerintah desa wajib menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa)
dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP-Desa). RPJM Desa adalah dokumen perencanaan
untuk periode 5 (lima) tahun yang memuat strategi dan arah kebijakan pembangunan Desa, arah
kebijakan keuangan Desa dan program prioritas kewilayahan, yang disertai dengan rencana
kerja.

RPJM Desa disusun untuk menj adi panduan atau pedoman bagi komunitas desa dan supradesa,
dalam rangka mengelola potensi maupun persoalan di desa. Karena itu, RPJM Desa merupakan
dokumen perencanaan yang terintegrasi dengan perencanaan pembangunan kabupaten/kota,
(Pasal 63 ayat 1 PP No 72/2005). RPJM Desa dapat dimaknai sebagai dokumen cetak biru
(blue print) desa selama rentang waktu lima (5) tahun. Dokumen cetak biru ini memuat arah
dan orientasi pembangunan desa selama tahun. Secara konsepsional capaian pembangunan desa
selama lima tahun dituangkan ke dalam visi dan misi desa. RPJM Desa juga merumuskan
permasalahan desa, strategi dan kebijakan yang hendak ditempuh, serta program dan kegiatan
yang disiapkan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. RPJM Desa kemudian dijabarkan
dalam Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa) sekaligus dengan penganggarannya yang
disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa). Kedua dokumen ini RKP Desa
dan APB Desa merupakan hasil (output) dari Musrenbang tahunan.

Penyusunan rencana kerja desa membutuhkan sumber daya anggaran dan sumber daya lainnya.
Apabila anggaran dan sumber daya tidak tersedia, rencana kerja tersebut hanya akan menjadi
dokumen kertas saja. Karena itu, RKP Desa dan APB Desa merupakan dua dokumen yang tidak
terpisahkan. APB Desa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan
disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), yang
ditetapkan dengan Peraturan Desa (Pasal 1 ayat 12 PP No 72/2005). Kepala Desa bersama BPD
menetapkan APB Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa (Pasal 73 ayat 3). Pedoman
penyusunan APB Desa, perubahan APB Desa, perhitungan APB Desa, dan pertanggungjawaban
pelaksanaan APB Desa ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota (Pasal 74).
Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk desa,
yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
Kabupaten/Kota (Pasal-1 PP No.72/ tahun 2005). Dana dari Kabupaten/Kota yang diberikan
langsung kepada Desa untuk dikelola oleh Pemerintah Desa, dengan ketentuan 30% (tigapuluh
per seratus) digunakan untuk biaya operasional pemerintah desa dan BPD dan 70% (tujuh puluh
per seratus) digunakan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat (Penjelasan Pasal-68 ayat 1
poin c PP No.72/tahun 2005). ADD merupakan salah satu komponen APB Desa yang paling
utama saat ini karena kebanyakan desa belum mengembangkan pendapatan asli desa yang cukup
besar. ADD merupakan hak desa untuk memperoleh anggaran untuk menyelenggarakan
pembangunan bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya.

Bagaimana kekuatan hukum dokumen rencana desa? Dokumen RPJM Desa dan RKP Desa
merupakan dokumen kebijakan desa. Kebijakan desa disusun melalui proses politik yang
melibatkan berbagai elemen di desa, pihak pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) dan masyarakat desa. Sehingga untuk menopang produk kebijakan desa ini, digunakan
kekuatan hukum dalam bentuk Peraturan Desa (Perdes) untuk RPJM Desa dan SK Kepala Desa
untuk RKP Desa.

Dalam kerangka otonomi, pemerintah desa diberi kewenangan untuk menyusun program
pembangunannya sendiri melalui proses partisipatif dan pelibatan masyarakat agar lebih
mempercepat upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara merata dan berkeadilan.
Karena itulah, desa berhak memperoleh Alokasi Dana Desa (ADD) sebagai anggaran
pembangunan yang bersumber dari APBD (Kabupaten/Kota).
Desa memang memiliki potensi sumber daya yang beragam untuk membangun dirinya, baik
sumber daya fisik, sosial, penduduk maupun budaya. Sayangnya, tidak semua potensi
sumberdaya desa, dapat didayagunakan dan daya dukung sumber daya desa terbatas dalam aspek
SDM, teknologi dan keuangan. Ketimpangan sosial dan ekonomi masih terjadi di desa. Padahal
desa, sebagai kesatuan masyarakat hukum, terus akan ada dan diharapkan bisa dihuni sebagai
tempat tinggal maupun memperoleh sumber penghidupan oleh warganya. Sehingga dibutuhkan
suatu cita-cita bersama (mimpi bersama) yang merupakan dokumen politik desa, yang
dirumuskan secara sistematis, terukur, dan menjanjikan hasil yang benar-benar dibutuhkan warga
desa.

Itulah dokumen RPJM Desa. Dokumen RPJM Desa penting disusun oleh desa, agar
pembangunan desa memiliki arah, orientasi dan prioritas yang jelas dan dipakai sebagai
pedoman untuk merumuskan program dan kegiatan yang prioritas setiap tahunnya. RPJM Desa
menjadi visi bersama warga desa, dalam melangsungkan kehidupannya di desa. Dengan adanya
RPJM Desa, pihak-pihak supradesa (kecamatan, kabupaten, propinsi dan pemerintah pusat)
memiliki orientasi dan dapat menyesuaikan dengan arah kebijakan maupun prioritas program
yang dimilikinya. Pada saat menyusun RPJM Desa pun, dokumen perencanaan daerah (RPJMD)
diperhatikan.

Saling memperhatikan dalam menyusun dokumen perencanaan tersebut, menandakan bahwa


RPJM Desa menjadi satu kesatuan dari sistem perencanaan pembangunan daerah (Pasal 63 ayat
1 PP No 72/2005).

- See more at: http://keuanganlsm.com/perencanaan-desa-mandiri/#sthash.dIShJg3U.dpuf


Konsep perekonomian Indonesia tidak dapat hanya ditopang oleh peran aktif pemerintah, begitu
juga pada tingkatan pengembangan ekonomi Desa. Untuk menjamin terselenggaranya demokrasi
ekonomi, kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang dan
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.

Pengembangan ekonomi Desa tidak dapat hanya dilandaskan pada penempatan modal/kapital
semata. Produksi yang berbasis sumber daya alam lokal wajib dikerjakan oleh semua dan
untuk semua di bawah kepemilikan anggota-anggota masyarakat.

BUM Desa hadir mewakili kepentingan Pemerintah Desa sebagai upaya peningkatan layanan
umum bagi masyarakat, pemanfaatan aset desa, pemberian dukungan bagi usaha produksi
masyarakat. Kelembagaan BUM Desa tidak didirikan untuk melakukan aktivitas ekonomi
produktif utama dalam pemanfaatan sumber daya alam lokal. Batasan peran tersebut
tampak dari arahan klasifikasi jenis usaha BUM Desa sebagai berikut:
Tabel di atas kembali menunjukkan bahwa BUM Desa, selain ditujukan bagi peningkatan
layanan umum dan optimalisasi aset Desa, akan berperan untuk mendukung, memfasilitasi dan
mengkoordinasikan upaya-upaya ekonomi produktif masyarakat Desa. BUM Desa dapat
menjadi induk kegiatan ekowisata desa, atau mendirikan pabrik es yang sangat dibutuhkan oleh
para nelayan tangkap, atau penyediaan sarana produksi dan pabrik pengolahan hasil pertanian
setempat. BUM Desa juga berperan penting dalam penyediaan pinjaman modal usaha skala kecil
bagi usaha produktif masyarakat Desa.
- See more at: http://keuanganlsm.com/koperasi-produksi-desa-part-6/#sthash.nU2GWXw6.dpuf

Anda mungkin juga menyukai