Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH PAI

“Mudharabah”

Disusun oleh :

• Abira Nessya Rakana (01)


• Aryo Priya Tsany Ruswansyah (06)
• Balqis Zahrah Salsabila (08)

Kelas : XI MIPA 5

SMAN 2 CIMAHI

Jl. KPAD Sriwijaya IX No. 45 A,

Setiamanah, Kec. Cimahi Tengah, Kota Cimahi,

Jawa Barat
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal
(shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu
perjanjian di awal. Mudharabah dapat diartikan sebagai akar kerjasama usaha antara dua pihak,
yaitu antara pengelola usaha yang disebut sebagai mudharib dan pihak memiliki modal disebut
sebagai shahibul maal.

Pengertian Mudharabah menurut 4 imam :


• Mudharabah menurut Imam Hanafi, mudharabah adalah "Akad syirkah dalam
keuntungan, satu pihak pemilik modal dan satu pihak lagi pemilik jasa."
• Mudharabah menurut Imam Maliki, mudharabah adalah "Akad perwakilan, dimana
pemilik harta mengeluarkan sebagian hartanya untuk dijadikan modal kepada orang
lain agar modal tersebut diperdagangkan dengan pembayaran yang telah ditentukan
(mas dan perak).
• Mudharabah menurut Mazhab Hanabilah, mudharabah adalah "Pemilik harta
mengeluarkan sebagian hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang lain untuk
diperdagangkan dengan bagian dari keuntungan yang telah diketahui."
• Mudharabah menurut Mazhab Syafi'i, mudharabah adalah "Akad yang menentukan
seseorang menyerahkan hartanya kepada orang lain untuk diperdagangkan."

Jenis Mudharabah
Akad mudharabah dibagi menjadi dua jika dilihat dari segi transaksi, yaitu:
• Mudharabah Mutlaqah: Usaha diajukan oleh mudharib kepada shahibul maal. Dalam
akad ini, pemberi modal tidak menentukan jenis usaha apa yang akan dilakukan, dan
hanya memberikan modal usaha. Nantinya pemberi modal akan menerima nisbah bagi
hasil dari usaha yang berjalan.
• Mudharabah Muqayyadah: Usaha ditentukan oleh pemberi modal (shahibul maal),
sedangkan pihak yang menerima pembiayaan (mudharib) hanya sebagai pengelola yang
menjalankan usaha.

Ketentuan Hukum Mudharabah :

• Mudharabah dapat dibatasi oleh periode tertentu.


• Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang
belum tentu terjadi.
• Tidak ada ganti rugi dalam mudharabah, karena akad ini pada dasarnya bersifat
amanah. Kecuali akibat dari kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau pelanggaran
kesepakatan.
• Jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya atau terjadi perselisihan diantara
kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah
jika tidak terselesaikan melalui musyawarah.

Rukun Mudharabah

Rukun mudharabah penting untuk diketahui dan dilaksanakan karena jika satu rukun saja tidak
terpenuhi, maka dapat menyebabkan akad ini tidak sah. Berikut rukun mudharabah beserta
kriteria pelaksanaannya.

1. Terdapat Pemilik dan Pengelola Modal


Ada 2 pihak, yakni pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) yang harus
memenuhi kriteria cakap hukum, yakni sebagai berikut.
• Sudah dewasa (berusia di atas 18 tahun).
• Tidak gila atau hilang ingatan.
• Tidak dalam pengampuan.
• Tidak dilarang oleh undang-undang.
Rukun mudharabah yang satu ini penting untuk dipenuhi. Apabila salah satu pihak tidak
cakap hukum, perjanjian mudharabahnya dapat dibatalkan.
2. Ijab Qabul
Kedua pihak melakukan ijab dan qabul untuk menunjukkan kehendak dalam mengadakan
kontrak. Syaratnya adalah sebagai berikut.
• Kedua pihak harus secara eksplisit menyebutkan tujuan kontrak/ akad.
• Penerimaan dan penawaran modal dilakukan bersamaan dengan pembuatan kontrak.
• Akad dituangkan dalam bentuk tertulis, korespondensi, atau cara-cara modern
lainnya.
3. Adanya modal
Modal sebagai rukun mudharabah harus memenuhi kriteria sebagai berikut.
• Diketahui jenis dan jumlahnya oleh kedua belah pihak.
• Modal berbentuk uang atau barang yang dapat ditakar nilainya.
• Modal tidak dalam bentuk piutang mudharib.
• Saat modal diserahkan, mudharib menerimanya secara langsung.
4. Keuntungan
Keuntungan adalah sejumlah harta kelebihan hasil usaha dibanding modal yang
dikeluarkan. Syarat keuntungan dalam rukun mudharabah adalah sebagai berikut.
• Harus diperuntukkan bagi kedua belah pihak.
• Jumlah keuntungan harus diketahui secara jelas oleh kedua pihak.
• Persentase keuntungan harus dituangkan dalam kontrak secara tegas, misalnya
melalui klausula bahwa shahibul maal mendapat bagian 1/3 dari total keuntungan
sedangkan mudharib mendapatkan ⅔-nya.

Ketentuan Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan kerjasama usaha harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Berikut ini ketentuan
pembiayaan dalam mudharabah.

• Disalurkan oleh shahibul maal kepada pihak lain untuk menjalankan suatu usaha
produktif. Kita ambil contoh shahibul maal disini adalah Lembaga Keuangan Syariah
(LKS).
• LKS akan membiayai 100% kebutuhan bisnis, nantinya pengelola atau mudharib akan
mengelola bisnis tersebut.
• Ketentuan mengenai jangka waktu dan cara pengembalian dana serta pembagian
keuntungan harus ditentukan dalam perjanjian antara kedua belah pihak.
• LKS tidak ikut dalam manajemen perusahaan namun boleh melakukan pengawasan.
• Ketentuan mengenai modal dan keuntungan harus memenuhi rukun mudharabah.
• LKS menanggung semua kerugian dalam mudharabah, kecuali kerugian itu disebabkan
kelalaian, kesengajaan, atau wanprestasi mudharib. Adapun mudharib akan
menanggung semua biaya operasional usaha.
• Pembiayaan mudharib tidak perlu adanya jaminan. Namun jaminan ini dapat diadakan
untuk mencegah mudharib agar tidak wanprestasi.
• Prosedur pembiayaan, kriteria para pihak, dan sebagainya diatur oleh LKS sesuai
dengan fatwa DSN.
• Apabila LKS tidak menjalankan kewajiban dalam kontrak, mudharib dapat meminta
ganti rugi atas biaya yang ia keluarkan.

Modal dan Bagi Hasil Mudharabah

Modal dan bagi hasil merupakan aspek penting yang menentukan kesuksesan mudharabah
antara dua pihak. Keduanya pun memiliki keterkaitan yang erat. Berikut ini uraian mengenai
modal dan bagi hasil mudharabah.

1. Modal
Modal untuk menjalankan usaha harus memenuhi kriteria yang telah
ditentukan dalam rukun mudharabah. Terpenuhinya kriteria mengenai kejelasan
bentuk dan jumlah modal akan menentukan pembagian keuntungan.
Apabila modalnya adalah barang atau aset yang tidak ditakar nilainya saat
akad, jika di kemudian hari nilainya berubah maka akan menimbulkan ketidakjelasan
dalam bagi hasil.
2. Bagi Hasil
Selain dilakukan menurut rukun mudharabah, bagi hasil juga harus dilakukan sesuai
ketentuan-ketentuan berikut ini.
• Objek bagi hasil adalah keuntungan dari usaha yang dikelola mudharib dengan
dana pembiayaan milik shahibul maal.
• Mudharib harus membagi keuntungan secara berkala berdasarkan periode
yang disepakati.
• LKS tidak akan menerima bagi hasil apabila terjadi kegagalan atau kerugian
yang bukan disebabkan atas kesalahan mudharib.
• Kegagalan dan kerugian akibat wanprestasi atau kelalaian mudharib akan
menjadi piutang milik LKS yang harus ditanggung mudharib.

Anda mungkin juga menyukai