Anda di halaman 1dari 3

Syarat dan Rukun Mudharabah

Rukun Mudharabah
Ada beberapa rukun yang perlu diperhatikan dalam akad mudharabah. Imam Syafi’I
menyebutkan bahwa, rukun mudarabah yaitu pemilik modal, pengelola usaha, akad (ijab qobul)
antara pemilik modal dan pengelola, harta pokok atau modal, pekerjaan atau jenis usaha dalam
pengelolaan harta, dan nisbah keuntungan.
1. Pelaku
Rukun pertama dari akad mudharabah adalah adanya pelaku. Dalam hal ini melibatkan dua
pihak yaitu pemilik modal (shihabul maal) dan pengelola usaha (mudharib). Kedua pihak
melakukan transaksi kerjasama dalam akad mudharabah.
2. Akad (Ijab & Qobul)
Akad di sini maksudnya ada kesepakatan yang diucapkan oleh kedua pihak untuk
menunjukkan kemauan kedua pihak. Selain itu terdapat kejelasan tujuan kedua pihak yang
ditunjukan dalam sebuah kontrak mudharabah. Persetujuan dari kedua pihak adalah
konsekuensi prinsip sama sama rela (an-taroddin minkum). Artinya, kedua pihak harus
sepakat untuk sama sama mengikatkan diri dalam akan mudharabah. Si pemilik modal
setuju sebagai tugasnya untuk menyediakan dana, dan disisi lain pelaksana usaha setuju
dengan tanggungjawabnya menyerahkan keahlian kerjanya.
3. Modal atau Harta Pokok
Modal adalah sejumlah uang yang diberikan oleh pihak pemilik (shahibul maal) kepada
pengelola usaha (mudharib) untuk tujuan investasi dalam akad mudharabah. Tujuannya
tentu agar mendapatkan keuntungan dari usaha yang akan dijalankan.
4. Pekerjaan atau Jenis Usaha
Pekerjaan atau usaha perdagangan merupakan kontribusi pengelola (mudharib) dalam
kontrak mudharabah yang disediakan oleh pemilik modal. Pekerjaan dalam kaitan ini
berhubungan dengan manajemen kontrak mudharabah dan ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan oleh kedua belah pihak dalam transaksi.
5. Nisbah Keuntungan
Keuntungan atau nisbah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal.
Keuntungan harus dibagi secara proporsional kepada kedua belah pihak, dan proporsi
(nisbah) keduanya harus dijelaskan pada waktu melakukan kontrak.
Pembagian keuntungan harus jelas dan dinyatakan dalam bentuk prosentase seperti 50:50,
60:40, 70:30, atau bahkan 99:1 menurut kesepakatan bersama. Biasanya, dicantumkan dalam
surat perjanjian yang dibuat dihadapan notaris. Dengan demikian, apabila terjadi
persengketaan, maka penyelesaiannya tidak begitu rumit.
Nisbah adalah rukun yang tidak ada dalam akad jual beli dan menjadi ciri khas pada
mudharabah. Nisbah mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh pihak yang terkait
dalam akad mudharabah. Imbalan untuk pemodal atas penyertaan modal, dan imbalan
kepada mudharib atas kontribusi kerjanya.
Syarat Mudharabah
Adapun syarat-syarat dalam akad mudharabah adalah sebagai berikut:
1. Pelaku
 Balig
 Berakal sehat
 Beragama Islam
2. Akad
 Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
 Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak
 Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan
cara-cara komunikasi modern.
3. Modal
 Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
 Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam
bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
 Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib (pengelola
modal), baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
4. Pekerjaan
 Kegiatan usaha adalah hak eksklusif pengelola (mudharib), tanpa campur tangan
penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
 Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang
dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
 Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang
berhubungan dengan mudharabah,dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam
aktivitas itu.
5. Keuntungan
 Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu
pihak.
 Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada
waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan
sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
 Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola
tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja,
kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
Sebab-sebab Batalnya Mudharabah.
Mudharabah  menjadi batal karena hal-hal berikut:
1. Tidak terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah. Apabila terdapat satu syarat yang tidak
dipenuhi, sedangkan mudharib sudah terlanjur menggunakan modal Mudharabah untuk
bisnis perdagangan, maka dalam keadaan seperti ini mudharib berhak mendapatkan upah
atas kerja yang dilakukannya, karena usaha yang dilakukannya atas izin pemilik modal 
dan mudharib melakukan suatu pekerjaan yang berhak untuk diberi upah. Semua laba
yang dihasilkan dari usaha yang telah dikerjakan adalah hak pemilik modal. Jika terjadi
kerugian maka pemilik modal juga yang menanggungnya. Karena mudharib dalam hal
ini berkedudukan sebagai buruh dan tidak dapat dibebani kerugian kecuali karena
kecerobohannya.
2. Pengelola atau mudharib sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya dalam
memelihara modal, atau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Jika
seperti itu dan terjadi kerugian maka, pengelola berkewajiban untuk menjamin modal
karena penyebab dari kerugian tersebut.
3. Pengelola meninggal dunia atau pemilik modalnya, maka Mudharabah  akan menjadi
batal. Jika pemilik modal yang wafat, pihak pengelola berkewajiban mengembalikan
modal kepada ahli waris pemilik modal serta keuntungan yang diperoleh diberikan
kepada ahli warisnya sebesar kadar prosentase yang disepakati. Tapi jika yang wafat itu
pengelola usaha, pemilik modal dapat menuntut kembali modal itu kepada ahli warisnya
dengan tetap membagi keuntungan yang dihasilkan berdasarkan prosentase jumlah yang
sudah  disepakati. Jika Mudharabah  telah batal, sedangkan modal berbentuk ‘urudh
(barang dagangan), maka pemilik modal dan pengelola menjual atau membaginya,
karena yang demikian itu merupakan hak berdua. Dan jika si pengelola setuju dengan
penjualan, sedangkan pemilik modal tidak setuju, maka pemilik modal dipaksa
menjualnya, karena si pengelola mempunyai hak di dalam keuntungan dan dia tidak
dapat memperolehnya kecuali dengan menjualnya. Demikian menurut madzhab Asy
Syafi’i dan Hambali.

Anda mungkin juga menyukai