Anda di halaman 1dari 27

MI’YAR MUDHARABAH DALAM PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
HUKUM ISLAM

Dosen Pengampu : Linda Kurnia Hadi SH, MH. MKn

Disusun oleh:
Dwi Rahayu (20181440034)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2019
Kata Pengantar

Alhamdulillah puji syukur penulis munajatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini. Semoga Allah SWT meridhoi-Nya. Amin
Makalah ini membahas tentang “MI’YAR MUDHARABAH DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM“. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi
penulis sendiri maupun orang yang membaca dan mempelajarinya. Sebelumnya
penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan
dan penulis memohon kritik dan saran yang dapat membangun demi perbaikan di
masa depan.

Surabaya, 9 November 2019

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul ( Cover ) i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................. 2
1.3 Rumusan Masalah ........................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3

A. PENDAHULUAN .............................................................................. 3

1. Pengertian Mi’yar Mudharabah ...................................................3

2. Sumber Hukum ...........................................................................4

3. Rukun Mudharabah.....................................................................7

4. Syarat – Syarat Mudharabah ......................................................7

5. Sifat Mudharabah ........................................................................8

6. Jenis – Jenis Mudharabah ..........................................................9

a. Mudharabah mutlaqah ........................................................9

b. Mudharabah Muqayadah ....................................................9

7. Kedudukan Mudharabah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi


Syari’ah .......................................................................................16

a. Kedudukan Mudharabah..................................................... 16
b. Pasal Pasal yang mengatur Mudharabah dalam KHES .....16
8. Contoh Mudharabah dalam kehidupan sehari-hari ......................22

BAB III KESIMPULAN ................................................................................24

Daftar Pustaka ................................................................................25


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemakmuran di dunia ini merupakan pemberian Allah SWT dan manusia


akan dapat mencapai keselamatannya jika ia dapat menggunakan kemakmuran ini
dengan baik dan dapat memberikan keuntungan bagi orang lain. Kegiatan ekonomi
dalam pandangan syariat Islam merupakan tuntunan kehidupan dan anjuran yang
memiliki dimensi ibadah kepada Allah SWT. Motif ekonomi menurut pandangan
Islam dapat dilihat dalam surat al-Qashas (28) ayat 77, yang artinya: “Dan carilah
pada apa yang dianugerahkan Allkah kepadamu (kebahagiaan)negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang – orang yang berbuat kerusakan.” Kemudian dalam surat al-A’raf
(7) ayat 10 Allah memperingatkan yang artinya : ”Sesungguhnya Kami telah
menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi
itu (sumber) penghidupan. Amat sedikit kamu bersyukur.” Perintah untuk melakukan
aktivitas produktif bagi pemenuhan kehidupan manusia diakhiri sebagaimana tersebut
dalam surat al-Jumu’ah (62) ayat 10, yang artinya: “ Apabila kamu telah menunaikan
sholat, bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah…”

Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa kekayaan materi (harta) dalam


Islam merupakan bagian yang sangat fundamental dalam kehidupan manusia. Islam
tidak menghendaki umatnya hidup dalam ketertinggalan dan keterbelakangan
ekonomi dan juga tidak menghendaki umat Islam mesin ekonomi yang melahirkan
budaya materialism. Islam memberi pedoman dalam kehidupan agar menganut
prinsip keseimbangan antara jasmani dan rohani, antara spiritual dan materialisme,

1
individu dan sosial, duniawi dan ukhrawi. Mencari nafkah sesuai dengan hukum yang
berlaku dan dengan cara yang adil merupakan suatu kewajiban dasar dalam Islam.
Dan salah satu upaya dalam mencapai tujuan itu dilakukan dengan kegiatan
“Mudharabah”

Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak di mana
pemilik modal ( shahibul maal ) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (
mudharib ) dengan suatu perjanjian di awal.

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah :
1. Agar mengerti dan memahami apa itu Mi’yar Mudharabah.
2. Mengetahui dengan jelas Sumber Hukum, Rukun, Syarat, Sifat dan Jenis
Mudharabah.
3. Mengetahui kedudukan Mudharabah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah.
4. Mengetahui contoh Mudharabah dalam kehidupan sehari-hari.

1.3 Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Miyar Mudharabah?


2. Apa saja yang menjadi Sumber Hukum, Rukun, Syarat, Sifat dan Jenis
Mudharabah?
3. Apa saja yang menjadi pasal Mudharabah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah?
4. Bagaimana contoh Mudharabah dalam kehidupan sehari-hari?
BAB II
PEMBAHASAN

1. 1.1 Pengertian Mi’yar Mudharabah.

Mi’yar berasal dari bahasa Arab yang artinya standar atau tolak ukur.
Mudharabah berasal dari kata “dharb” yang artinya memukul atau berjalan.
Memukul dalam bidang ekonomi islam adalah proses memukulkan kakinya
dalam menjalankan usahanya. Disamping itu, secara istilah mudharabah
merupakan akad kerjasama usaha antara dua pihak yaitu pihak pemilik dana
(shahibul maal) sebagai pihak pertama yang menyediakan seluruh dana, dan
pihak pengelola dana (mudharib) sebagai pihak kedua yang bertindak sebagai
pengelola dan keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan semua pihak.

Menurut Ulama Fiqih kerjasama “mudharabah” (perniagaan) sering


juga disebut dengan “Qiradh” atau memotong. Karena pemilik modal
memotong sebagian hartanya agar diperdagangkan dengan memperoleh
sebagian keuntungan.

Jadi, Mi’yar Mudharabah adalah standar atau ukuran yang dipakai


dalam akad kerjasama Mudharabah yaitu akad antara pemilik dana atau
pemilik modal (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib).
1.2 Pengertian Mudharabah Menurut 4 Imam

1. Mudharabah menurut Imam Hanafi, mudharabah adalah "Akad syirkah


dalam keuntungan, satu pihak pemilik modal dan satu pihak lagi pemilik
jasa."
2. Mudharabah menurut Imam Maliki, mudharabah adalah "Akad perwakilan,
dimana pemilik harta mengeluarkan sebagian hartanya untuk dijadikan modal
kepada orang lain agar modal tersebut diperdagangkan dengan pembayaran
yang telah ditentukan (mas dan perak).
3. Mudharabah menurut Mazhab Hambali, mudharabah adalah "Pemilik harta
mengeluarkan sebagian hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang lain
untuk diperdagangkan dengan bagian dari keuntungan yang telah diketahui."
4. Mudharabah menurut Mazhab Syafi’i, mudharabah adalah "Akad yang
menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada orang lain untuk
diperdagangkan."

2. Sumber Hukum Mudharabah

Harus kita ketahui akad mudharabah menurut syariah islam itu adalah yang
sesuai dalam al-Quran,hadis,ijma.

Dalam al-quran mejelas kan bahwa mudharabah diperbolehkan dalam islam karena
bertujuan saling membantu antara pemilik modal dengan seorang pakar dalam
memutar uang. Banyak diantaranya pemilik modal yang tidak pakar dalam
mengelolah dan memproduktifkan uangnya, sementara itu yang punya skil dalam
bidang berdagang tidak memiliki modal untuk berdagang atau usaha.

Jadi akad mudharabah menurut islam adalah dasar tolong menolong dalam
pengelolaan modal, dan saling meridoi satu sama lain.
Lalu,bagaimana kah hukum menjalankan mudharabah dalam syariat islam?

Berdasarkan al-Quran, Hadis dan Qias adalah boleh atau halal.

Maksudnya boleh atau halal dalam menjalankan mudharabah tersebut adalah


masyarakat boleh menjalankan usaha dengan ketentuan sistem mudharabah atau bagi
hasil asalkan kedua belah bihak memenuhi rukun dan syarat melakukan mudharabah
serta tidak melenceng dari ketentuan syariat islam yang merugikan diri sendiri.

Sumber hukum Mudharabah adalah sebagai berikut :

1. Firman Allah QS. al-Nisa' [4]: 29:

ْ
ٍ ‫َيآ أَيُّ َها الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا الَتَأ ُكلُوْ ا أَ ْم َوالَ ُك ْم َب ْينَ ُك ْم ِبا ْل َبا ِط ِل إِالَّ أَ ْن تَ ُكوْ نَ ِت َجا َرةً ع َْن تَ َر‬
... ‫اض ِم ْن ُك ْم‬

"Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan


(mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di
antaramu …"

2. Firman Allah QS. al-Ma'idah [5]: 1:

… ‫َياأَيُّ َها الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا أَوْ فُوْ ا ِبا ْل ُعقُوْ ِد‬

"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu …."

3. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 283:

ِ َّ ‫ َو ْليَت‬،ُ‫اؤتُ ِمنَ أَ َمانَتَه‬


... ُ‫ق هللاَ َربَّه‬ ْ ‫ضا فَ ْليُ َؤ ِّد الَّ ِذى‬ ُ ‫ فَإ ِ ْن أَ ِمنَ بَ ْع‬...
ً ‫ض ُك ْم بَ ْع‬

"… Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,


hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya …"

4. Hadis Nabi riwayat Thabrani:

َ‫احبِ ِه أَ ْن ال‬
ِ ‫ص‬ َ ‫ضا َربَةً اِ ْشتَ َرطَ َعلَى‬ َ ‫ب إِ َذا َدفَ َع ا ْل َما َل ُم‬
ِ ِّ‫َكانَ َسيِّ ُدنَا ا ْل َعبَّاسُ بْنُ َع ْب ِد ا ْل ُمطَل‬
ْ ‫ات َك ِب ٍد َر‬
َ‫ فَإ ِ ْن فَ َع َل َذلِك‬،‫طبَ ٍة‬ َ ‫ي ِب ِه دَابَّةً َذ‬
َ ‫ َوالَ يَ ْشتَ ِر‬،‫ َوالَ يَ ْن ِز َل ِب ِه َوا ِديًا‬،‫ك ِب ِه بَحْ رًا‬ َ ُ‫يَ ْسل‬
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوآلِ ِه َو َسلَّ َم فَأ َ َجا َزهُ (رواه الطبراني فى‬
َ ِ‫ فَبَلَ َغ شَرْ طُهُ َرسُوْ َل هللا‬، َ‫ض ِمن‬
َ
.)‫األوسط عن ابن عباس‬

"Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai


mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak
mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak
membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia
(mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang
ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau
membenarkannya." (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas)

5. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari Shuhaib:

َ ‫ َوا ْل ُمقَا َر‬،‫ اَ ْلبَ ْي ُع إِلَى أَ َج ٍل‬:ُ‫ث فِ ْيهِ َّن ا ْلبَ َر َكة‬
،ُ‫ضة‬ ٌ َ‫ ثَال‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْيهِ َوآلِ ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬ َّ ‫أَ َّن النَّ ِب‬
َ ‫ي‬
)‫ت الَ لِ ْلبَي ِْع (رواه ابن ماجه عن صهيب‬
ِ ‫َو َخ ْلطُ ا ْلبُ ِّر ِبال َّش ِعي ِْر لِ ْلبَ ْي‬

"Nabi bersabda, 'Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli
tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur
gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan
untuk dijual." (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).

6. Hadis Nabi riwayat Tirmizi dari 'Amr bin 'Auf:

‫ص ْل ًحا َح َّر َم َحالَالً أَوْ أَ َح َّل َح َرا ًما َوا ْل ُم ْسلِ ُمونَ َعلَى‬ُ َّ‫ص ْل ُح َجائِ ٌز بَ ْينَ ا ْل ُم ْسلِ ِمينَ إِال‬ ُّ ‫اَل‬
.‫ُشرُو ِط ِه ْم إِالَّ شَرْ طًا َح َّر َم َحالَالً أَوْ أَ َح َّل َح َرا ًما‬

"Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali


perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

7. Hadis Nabi SAW.:

ِ َ‫ض َر َر َوال‬
)‫ض َرا َر (رواه ابن ماجه والدارقطني وغيرهما عن أبي سعيد الخدري‬ َ َ‫ال‬

"Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain."


(HR, Ibnu Majah, Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa'id al-
Khudri)

8. Ijma. Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada


orang, mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak
ada seorang pun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu
dipandang sebagai ijma’. (Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa
Adillatuhu, 1989, 4/838)
9. Qiyas. Transaksi mudharabah diqiyaskan kepada
transaksi musaqah.
10. Kaidah fiqh:

.‫ت اْ ِإلبَا َحةُ إِالَّ أَ ْن يَ ُد َّل َد ِل ْي ٌل َعلَى تَحْ ِر ْي ِمهَا‬


ِ َ‫اَألَصْ ُل ِفى ا ْل ُم َعا َمال‬

“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali


ada dalil yang mengharamkannya.”
3. Rukun Mudharabah

1. Pemilik modal (shahibul maal) yang menyerahkan barangnya untuk modal


usaha.
2. Pengelola barang (mudharib) yang di terima dari pemilik barang.
3. Akad mudharabah antara pemilik dan dan pengelola barang.
4. Harta pokok atau modal.
5. Pekerjaan pengelola harta sehingga menghasilkan keuntungan.
6. Keuntungan.

4. Syarat – syarat mudharabah


1. Barang modal yang di serahkan pemilik modal berbentuk uang tunai, selain
uang tidak di perbolehkan.
2. Yang melakukan akad mudharabah mampu menyerahkan atau
mengembalikan.
3. Prosentase pembagian hasil keuntungan antara pemilik modal dan pengelola
jelas.
4. Pemilik modal melafalkan ijab, misal aku serahkan modal ini padamu untuk
usaha, bila mendapat untung laba di bagi dua dengan prosentase yang di
sepakati.
5. Pengelola bersedia mengelola modal dari pemilik modal.
6. Mudharabah berlaku sesama muslim, boleh dengan non muslim dengan
dengan syarat modal dari orang non muslim dan yang mengelola orang
muslim.
7. Pengelola tidak boleh melakukan mudharabah dengan pihak lain kecuali
diizinkan pemilik modal.
8. Keuntungan tidak di bagi selama akad masih berlangsung, kecuali kedua
belah pihak sepakat melakukan pembagian keuntungan.
5. Sifat Mudharabah

1. Berdasarkan prinsip bagi hasil dan berbagi risiko

 Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak


 Nisbah yang telah disepakati sebelumnya
 Kerugian finansial menjadi beban pemilik dana sedangkan pengelola tidak
memperoleh imbalan atas usaha yang telah dilakukan.

2. Pemilik dana tidak diperbolehkan mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari


Mudharabah dilakukan oleh dua orang yang mempunyai maksud yang sama
tetapi kapasitas yang berbeda, antara lain :

 Pemilik modal yang tidak dapat mengelola modalnya atau tidak memiliki
waktu untuk mengelolanya
 Orang yang tidak memiliki modal tetapi mempunyai keahlian dalam
mengelola modal sehingga dapat mengahasilkan keuntungan yang
nantinya akan dibagi hasil sesuai akad/perjanjian awal.
6. Jenis – jenis Mudharabah.

1. Mudharabah mutlaqah

Mudharabah mutlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul-maal (penyedia dana)


dengan mudharib ( pengelola ) yang cakupannya sangat luas dan tidak di batasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.

2. Mudharabah muqayadah

Mudharabah muqayadah adalah bentuk kerjasama anta shahibul maal dan


mudharib yaitu shahibul maal memberikan batasan kepada mudharib
mengenai tempat, cara, dan objek investasi yaitu:

1. Mudharib dapat diperintahkan untuk :


a) Tidak mencampurkan dana shahibul maal dengan dana lainnya.
b) Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan,
tanpa jaminan; atau
c) Mengharuskan mudharib untuk melakukan investasi sendiri tanpa
melalui pihak ketiga.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembiayaan mudharabah sesuai


dengan ketentuan Fatwa DSN No.: 07/DSN_MUI/IV/2000 adalah

1. Ketentuan pembiayaan

a. Pembiayaan untuk usaha yang produktif.


b. Shahibul maal (pemilik dana/LKS) membiayai 100% kebutuhan suatu proyek
(usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau
pengelola usaha.
c. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan LKS dengan pengusaha.
d. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati
bersama dan sesuai dengan syariah; dan LKS tidak ikut serta dalam
manajemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan
pembinaan dan pengawasan.
e. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai
dan bukan piutang.

2. LKS (shahibul maal) menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah


kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau
menyalahi perjanjian.

3. Pada prinsipnya pada pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar
mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari
mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dicairkan apabila mudharib
terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama
dalam akad.

4. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian


keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.

5. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.

6. dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan
pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau
biaya yang telah dikeluarkan.

7. Rukun dan syarat pembiayaan:

a. Shahibul maal dan mudharib harus cakap hukum.


b. Pernyataan ijab dan kabul dengan memperhatikan :
1) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan
kontrak (akad).
2) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
3) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi atau
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
c. Modal adalah sejumlah uang dan/atau asset yang diberikan oleh shahibul
maal kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat:
1) Harus diketahui jumlah dan jenisny.
2) Dapat berbentuk uangatau barang yang dinilai pada waktu akad.
3) Tidak berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik
secara bertahap maupun tidak, sesuai dalam kesepakatan dalam akad.
d. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan
dari modal, dengan syarat yang haus dipenuhi:
1) Harus diperuntukkan untuk kedua pihak dan tidak boleh diisyaratkan
untuk satu pihak.
2) Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui
dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam
bentuk prosentase (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan.
Perubahan nisbah haru sesuai dengan kesepakatan.
3) Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah,
dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali
diakibatkan dari kesalahan disengaja,kelaalian atau pelanggaran
kesepakatan.
e. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib).sebagai perimbangan
(muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus
memperhatikan hal-hal berikut:
1) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur
tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan
pengawasan.
2) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola
sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan
mudharabah, yaitu keuntungan.
3) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syariah Islam dalam
tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus
mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu

8. Ketentuan lain:

a. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.


b. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di
masa depan yang belum tentu terjadi.
c. Pada dasarnya dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada
dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah) kecuali akibat
dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
d. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritasi Syariah setelah
tidak tercapai kesepakatan melaui musyawarah.

Catatan:
DSN: Dewan Syariah Nasional
LKS: Lembaga Keuangan Syariah
MUI: Majelis Ulama Indonesia

7. Kedudukan Mudharabah dalam Hukum Ekonomi Syariah.

1. Kedudukan Mudharabah

Di dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah terdapat pasal-pasal yang


mengatur tentang Mudharabah. Pasal – pasal inilah yang menjadi dasar hukum
untuk dilaksanakannya Mudharabah. Apabila terdapat dasar hukum lain tentang
Mudharabah seperti peraturan yang diterbitkan oleh Dewan Syariah Nasional
maka pasal dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah inilah yang menjadi
acuan utama dalam memutuskan perkara Mudharabah.

2. Pasal yang mengatur Mudharabah dalam Kompilasi Hukum

Ekonomi Syariah.

Bagian Pertama

Syarat Mudharabah

Pasal 187

(1) Pemilik modal wajib menyerahkan dana dan atau barang yang berharga kepada
pihak lain untuk melakukan kerjasama dalam usaha.
(2) Penerima modal menjalankan usaha dalam bidang yang disepakati.
(3) Kesepakatan bidang usaha yang akan dilakukan ditetapkan dalam akad.
Pasal 188

Rukun kerjasama dalam modal dan usaha adalah :

a. a.shahib al-mall /pemilik modal;


b. b.mudharib / pelaku usaha; dan
c. akad.

Pasal 189

Kesepakatan bidang usaha yang akan dilakukan dapat bersifat mutlak/bebas dan
muqayyid/terbatas pada bidang usaha tertentu, tempat tertentu, dan waktu tertentu.

Pasal 190

Pihak yang melakukan usaha dalm syirkah al-mudharabah harus memiliki


keterampilan yang diperlukan dalam usaha.

Pasal 191

1. Modal harus berupa barang, uang dan atau barang yang berharga.
2. Modal harus diserahkan kepada pihak yang berusaha/ mudharib.
3. Jumlah modal dalam suatu akad mudharabah harus dinyatakan dengan pasti.

Pasal 192

Pembagian keuntungan hasil usaha antara shahib al-maal dengan mudharib


dinyatakan secara jelas dan pasti.
Pasal 193

Akad mudharabah yang tidak memenuhi syarat, adalah batal.

Bagian Kedua

Ketentuan Mudharabah

Pasal 194

(1)Status benda yang berada di tangan Mudharib yang diterima dari shahibul al-mal,
adalah modal.

(2)Mudharib berkedudukan sebagai wakil shahib al-mal dalam menggunakan modal


yang diterimanya.

(3)Keuntungan yang dihasilkan dalam Mudharabah menjadi milik bersama.

Pasal 195

(1)Mudharib berhak membeli barang dengan maksud menjualnya kembali untuk


memperoleh untung.

(2)Mudharib berhak menjual dengan harga tinggi atau rendah, baik dengan tunai
maupun cicilan.

(3)Mudharib berhak menerima pembayaran dari harga barang dengan pengalihan


piutang.

(4)Mudharib tidak boleh menjual barang dalam jangka waktu yang tidak biasa
dilakukan oleh para pedagang.
Pasal 196

Mudharib tidak boleh menghibahkan, menyedekahkan, dan atau meminjamkan harta


kerjasama, kecuali mendapat izin dari pemilik modal.

Pasal 197

(1)Mudharib berhak member kuasa kepada pihak lain untuk bertindak sebagai
wakilnya untuk membeli dan menjual barang jika sudah disepakati dalam akad
mudharabah.

(2)Mudharib berhak mendepositokan dan menginvestasikan harta kerjasama dengan


system syariah

(3)Mudharib berhak menghubungi pihak lain untuk melakukan jual beli barang sesuai
dengan kesepakatan dalam akad.

Pasal 198

(1)Mudharib berhak atas keuntungan sebagai imbalan pekerjaannya yang disepakati


dalam akad.

(2)Mudharib tidak berhak mendapatkan imbalan jika usaha yang dilakukannya rugi.

Pasal 199

(1)Pemilik modal berhak atas keuntungan berdasarkan modalnya yang disepakati


dalam akad.

(2)Pemilik tidak berhak mendapatkan keuntungan jika usaha yang dilakukan


mudharib merugi.

Pasal 200
Mudharib tidak boleh mencampurkan kekayaannya sendiri dengan harta kerjasama
dalam melakukan mudharabah, kecuali bila sudah menjadi kebiasaan di kalangan
pelaku usaha.

Pasal 201

Mudharib dibolehkan mencampurkan kekayaannya sendiridengan harta mudharabah


jika mendapat izin dari pemilik modal dalam melakukan usaha-usaha khusus
tertentu.

Pasal 202

Keuntungan hasil usaha yang menggunakan modal campuaran/shahib al-mal dan


mudharib, dibagi secara proporsionalatau atas dasar kesepakatan semua pihak.

Pasal 203

Biaya yang dilakukan oleh mudharib dalam rangka melaksanakan bisnis kerjasama,
dibebankan pada modal dari shahib al-mal.

Pasal 204

Mudharib wajib menjaga dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan


oleh pemilik modal dalam akad.

Pasal 205

Mudharib wajib bertanggung jawab terhadap resiko kerugian dan atau kerusakan
yang diakibatkan oleh usahanya yang melampaui batas yang diizinkan dan atau tidak
sejalan dengan ketentuan-ketentuan yang ditentukan dalam akad.
Pasal 206

Akad mudharabah selesai apabila waktu kerjasama yang disepakati dalam akad
berakhir.

Pasal 207

(1)Pemilik modal dapat memberhentikan atau memecat pihak yang melanggar


kesepakatan dalam akad mudharabah.

(2)Pemberhentian kerjasama oleh pemilik modal diberitahukan kepada mudharib

(3)Mudharib wajib mengembalikan modal dan keuntungan kepada pemilik modal


yang menjadi hak pemilik modal dalam kerjasama mudharabah

(4)Perselisihan antara pemilik modal dan mudharib dapat diselesaikan dengan


perdamaian / al-shulh dan atau melalui Pengadilan.

Pasal 208

Kerugian usaha dan kerusakan barang dagangan dalam kerjasama mudharabah yang
terjadi bukan bukan karena kelalaian mudharib, dibebankan kepada pemilik modal.

Pasal 209

Akad mudharabah berakhir dengan sendirinya jika pemilik modal atau mudharib
meninggal dunia, atau tidak cakap melakukan perbuatan hukum.

Pasal210

(1)Pemilik modal berhak melakukan penagihan terhadap pihak-pihak lain


berdasarkan bukti dari mudharib yang meninggal dunia.
(2)Kerugian yang diakibatkan oleh meninggalnya mudharib, dibebankan pada
pemilik modal.

8. Contoh Mudharabah dalam kehidupan sehari-hari.

Azzam menyerahkan modal sebesar Rp.1.000.000 kepada si rayyan untuk di


niagakan. Pada saat perjanjian akad disepakati bahwa keuntungan akan dibagi 40%
untuk azzam ( pemilik modal ) dan 60% untuk rayyan, dan keuntungan dibagi setiap
usaha setelah mendapatkan keuntungan ( satu kali produksi ).

Jika untung:

Setelah melakukan usaha, keuntungan bersih setelah di kurangi biaya-biaya yang


diperoleh sebesar Rp.500.000. Maka keuntungan yang diperoleh masing – masing
adalah:

Azzam : 40% x Rp.500.000 = Rp. 200.000

Rayyan : 60% x Rp.500.000 = Rp. 300.000

Dengan keuntungan tersebut diakhiri bisnis uang yang diterima oleh azzam adalah:

Rp.1000.000 + 200.00 = Rp.1.200.000

Jika rugi:

Pada saat akhir bisnis mengalami kerugian ,ingat menentukan kerugian setelah
kerjasama mau berakhir atau menyerahkan modal kepada pemilik yang bukan
diakibatkan oleh kelalaian rayyan, maka kerugian tersebut ditanggung oleh azzam
selaku pemilik modal. Untuk mengembalikan maka komoditi yang ada dijual
seluruhnya sehingga menjadi bagian modal dan yang bagian rayyan diserahkan
kepada azzam untuk menutupi kerugian pada modal.
BAB III

KESIMPULAN

Mi’yar berasal dari bahasa Arab yang artinya standar atau tolak ukur.
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak yaitu pihak pemilik
dana (shahibul maal) sebagai pihak pertama yang menyediakan seluruh dana, dan
pihak pengelola dana (mudharib) sebagai pihak kedua yang bertindak sebagai
pengelola dan keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan semua pihak.

Jadi, Mi’yar Mudharabah adalah standar atau ukuran yang dipakai


dalamakad kerjasama Mudharabah yaitu akad antara pemilik dana atau pemilik
modal (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib).

Sumber Hukum Mudharabah


Harus kita ketahui akad mudharabah menurut syariah islam itu adalah yang sesuai
dalam al-Quran,hadis,ijma. Dalam al-quran mejelaskan bahwa mudharabah
diperbolehkan dalam islam karena bertujuan saling membantu antara pemilik modal
dengan seorang pakar dalam memutar uang.

Rukun Mudharabah

1. Pemilik modal (shahibul maal)


2. Pengelola modal (mudharib)
3. Akad Mudharabah
4. Harta pokok atau modal
5. Kerja
6. Nisbah keuntungan
Jenis mudharabah

1.Mudharabah mutalaqah

Mudharabah mutlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul-maal ( penyedia dana


) dengan mudharib ( pengelola ) yang cakupannya sangat luas dan tidak di batasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.

2. Mudharabah muqayayah

Mudharabah Muqayyadah on balance sheet adalah akad mudharabah yang di


sertai pembatasan penggunaan dana dari shahibul – maal untuk inventasi –
iventasi tertentu.

Sifat Mudharabah

1.Berdasarkan prinsip bagi hasil dan berbagi risiko

2.Pemilik dana tidak diperbolehkan mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari


Mudharabah dilakukan oleh dua orang yang mempunyai maksud yang sama tetapi
kapasitas yang berbeda.Di dalam pelaksanaannya, Mudharabah diatur dalam
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
DAFTAR PUSTAKA

Ramli, Hasbi. 2005 . Briefcase Books Edukasi Profesional Syariah Teori Dasar
Akuntansi Syariah. Jakarta : RENAISAN

Redaksi, Tim . 2010 . Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (K.H.E.S). Jakarta : Fokus
Media

Manan, Abdul. 2012

https://id.m.wikipedia.org diakses tanggal 28 Oktober 2019

www.akuntansilengkap.com diakses tanggal 28 Oktober 2019

Anda mungkin juga menyukai