Anda di halaman 1dari 14

ARTIKEL

PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA


KLAS IIA SUNGGUMINASA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA

THE ROLE OF NARCOTICS CORRECTIONAL INSTITUTION


CLASS IIA SUNGGUMINASA IN THE TREATMENT OF OFFENDERS

MASPIDAH

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2019
PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA
KLAS IIA SUNGGUMINASA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA

Maspidah
Universitas Negeri Makassar
Email: Maspidahida@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Program pembinaan narapidana di Lembaga


Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA Sungguminasa sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 12 tahun 1995; Model/pola pelaksanaan pembinaan perorangan pada narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA Sungguminasa; dan Faktor yang berpengaruh dalam pelaksanaan
pembinaan perorangan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA Sungguminasa.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data melalui wawancara,
kuesioner, dan dokumentasi. Analisis data yang dilakukan melalui reduksi data, display data, dan verifikasi
data.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) Program pembinaan yang dilakukan di Lapas Narkotika Klas
IIA Sungguminasa sudah terlaksana dengan efektif, ini terlihat dengan adanya program pembinaan
kepribadian dan pembinaan kemandirian, serta program Therapeutic Community (TC) yang merupakan
salah satu bentuk dari rehabilitasi sosial tapi belum optimal. (2) Model/pola pembinaan perorangan yang
diberikan pada narapidana di Lapas Narkotika Klas IIA Sungguminasa, adalah dalam bentuk pembinaan
Baca Tulis Al-Qur’an dan Baca Tulis Latin bagi narapidana yang buta aksara; (3) Faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan program pembinaan terhadap narapidana di Lapas Narkotika Klas IIA
Sungguminasa meliputi faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung yaitu adanya
kemauan narapidana untuk mengikuti program pembinaan, kerjasama dengan instansi pemerintah,
dukungan dari pihak keluarga, dan petugas pemasyarakatan. Sedangkan faktor penghambat meliputi faktor
internal yaitu masih ada narapidana yang kurang mengikuti program pembinaan, sedangkan faktor eksternal
adalah sarana atau fasilitas yang belum memadai, serta terbatasnya anggaran, over capacity warga binaan
di dalam Lapas yang mengakibatkan pembinaan belum berjalan optimal.

Kata Kunci: Lembaga Pemasyarakatan, Narkotika, Pembinaan, Narapidana.


ABSTRACT

This research aims to examining: (1) Treatment of offenders program in Class IIA Narcotics
Correctional Institute of Sungguminasa according to Law of the Republic of Indonesia number 12 year
1995; (2) Model/pattern of implementation of individual treatment of offender in Class IIA Narcotics
Correctional Institute of Sungguminasa; (3) The influential factors in implementation of individual
treatment in Class IIA Narcotics Correctional Institute of Sungguminasa.
This is descriptive qualitative research. Data collecting method employed interviews,
questionnaires, and documentations. Data analysis was conducted through data reduction, data display, and
data verification.
The result of this research shown that : (1) Treatment program conducted at Class IIA Narcotics
Correctional Institute had been implemented effectively, shown by the existence of personality and
independence development program, as well as Therapeutic Community (TC) program which is a form of
social rehabilitation but it is not optimal yet; (2) Model/pattern of individual treatment was given to the
offenders at Class IIA Narcotics Correctional Institute of Sungguminasa is in form of reading and writing
of the Al-Qur’an and reading and writing Latin for illiterate offenders.
(3) The factors that influence implementation in treatment of offenders program in Class IIA Narcotics
Correctional Institute of Sungguminasa are the supporting factors and inhibiting factors. The supporting
factors are the willingness of offenders to follow treatment program, partnership with government agencies,
the support from the family, and correctional institute staff also. Whereas the internal factor is there are still
offenders who do not take part in treatment program, whereas the external factors are inadequate facility,
limited budget, over capacity of offenders in correctional institute which resulted the treatment is not
optimal yet.

Keywords : Correctional Institute, Narcotics, Treatment, Offenders.


PENDAHULUAN Klas IIA Sungguminasa pada bulan Desember
Latar Belakang tahun 2018 mencapai 975 orang, lebih besar dari
Pembinaan narapidana di Indonesia kapasitas hunian yang hanya untuk 368 orang.
diterapkan dengan sistem pemasyarakatan. Maraknya peredaran narkotika di Makassar juga
Pengaturan mengenai sistem tersebut diwujudkan salah satu penyebab terjadinya over kapasitas
melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 pada tingkat hunian Lapas.
tentang pemasyarakatan Pasal 2 ditegaskan, Penanggulangan kejahatan yang
bahwa “Sistem pemasyarakatan diselenggarakan berhubungan dengan narkotika sudah dilakukan
dalam rangka membentuk warga binaan oleh berbagai pihak dengan banyak cara. Salah
pemasyarakatan agar menjadi manusia satu cara penanggulangan narkotika adalah
seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki memberikan sistem pembinaan bagi narapidana
diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga narkotika yang dilakukan dengan maksud agar
dapat diterima kembali oleh lingkungan para narapidana narkotika yang telah
masyarakat, dapat aktif berperan dalam melaksanakan sistem pembinaan akan terbebas
pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sepenuhnya dari jerat bahaya narkotika dan dapat
sebagai warga yang baik dan bertanggung diterima kembali ke masyarakat. Program
jawab”. pembinaan yang diberikan oleh petugas kepada
Adanya pembinaan bagi narapidana di narapidana didasarkan pada Undang-Undang
dalam lembaga pemasyarakatan tidak terlepas Nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan,
dari sebuah dinamika, yang bertujuan untuk lebih yang merupakan acuan pembinaan narapidana di
banyak memberikan bekal bagi narapidana dalam lembaga pemasyarakatan.
menyongsong kehidupan setelah selesai Dengan adanya stigma negatif terhadap
menjalani masa hukuman (bebas) dan tidak para narapidana yang selesai menjalani
mengulangi lagi kesalahan yang sama yaitu hukumannya dan siap kembali ke masyarakat,
kembali pada narkotika dan mendekam di balik tidak jarang muncul permasalahan dikarenakan
jeruji penjara (residivis). kurang siapnya masyarakat menerima mantan
Pelaksanaan pembinaan dalam upaya narapidana. Narapidana terlanjur di anggap jelek
mengembalikan narapidana menjadi masyarakat bahkan sampah di kalangan masyarakat sekitar.
yang baik sangatlah penting dilakukan. Lembaga Banyak masyarakat yang merasa takut, curiga,
pemasyarakatan diharapkan mampu membentuk kurang percaya, dan memperlakukan secara tidak
kepribadian serta mental narapidana yang wajar. Para mantan narapidana yang kembali
dianggap tidak baik menjadi baik dimata pada kehidupan sosial, sudah menunjukkan
masyarakat. Oleh karena itu di dalam sikapnya yang baik, namun hal ini masih terbukti
pelaksanaan pembinaan diperlukan kerjasama sulitnya mantan narapidana mencari pekerjaan,
dari petugas lembaga pemasyarakatan, teman atau sahabat. Akibatnya sebagian besar
narapidana, dan masyarakat. Peran serta mereka tetap bergaul dengan sesama pelaku
masyarakat sangat diperlukan dalam proses tindak pidana dan kembali pada penyakit
resosialisasi narapidana yang saat ini masih sulit lamanya. Hal ini menjadi salah satu pemicu
dilaksanakan. Tanpa peran serta masyarakat mantan narapidana mengulangi perbuatan yang
dalam pembinaan, tujuan sistem pemasyarakatan melanggar hukum.
melalui upaya reintegrasi warga binaan tidak
akan tercapai bagaimanapun baiknya kualitas TINJAUAN PUSTAKA
program-program pembinaan yang diterapkan. A. Lembaga dan Sistem Pemasyarakatan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Lembaga pemasyarakatan narkotika
Tahun 2009 tentang narkotika Pasal 54 bahwa merupakan lembaga khusus yang diperuntukkan
“Pecandu narkotika dan korban penyalagunaan bagi narapidana kasus narkotika, berdiri sendiri
narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan dengan pola pembinaan berbeda dengan lembaga
rehabilitasi sosial”. pemasyarakatan umum yaitu menggunakan dua
Dengan adanya penggunaan narkotika aspek penanganan dan pendekatan yakni aspek
dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal perawatan dan aspek kesehatan dari narapidana.
ini dibuktikan dengan banyaknya jumlah (Hari Sasangka. 2003:28)
penghuni lembaga pemasyarakatan narkotika
Lembaga pemasyarakatan atau yang B. Narapidana dan Warga Binaan
dulunya disebut dengan penjara merupakan Pemasyarakatan
bangunan tempat isolasi yang secara filosofis 1. Pengertian narapidana
ditujukan untuk menghilangkan kemerdekaan Narapidana adalah terpidana yang
narapidana atau mengalami pencabutan menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga
kemerdekaan serta membina atau mendidik para pemasyarakatan. (Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang
narapidana agar menjadi baik selama di dalam Nomor 12 Tahun 1995). Narapidana dapat pula
lembaga pemasyarakatan. (Romli Atmasasmita. diartikan sebagai orang yang tengah menjalani
1997:72) masa hukuman atau pidana dalam lembaga
Lembaga pemasyarakatan narkotika pemasyarakatan.
merupakan tempat untuk menampung narapidana Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12
penyalahgunaan narkotika yakni tempat yang Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yaitu: Pasal
bersifat isolasi, yang membatasi gerak-gerik para 14 Ayat (1), bahwa Narapidana berhak:
narapidana dengan tembok yang kokoh dan tinggi 1) Melakukan ibadah sesuai dengan agama
serta pintu dan jendela yang terbuat dari terali atau kepercayaannya.
besi, terkurung dalam kamar yang gelap dan 2) Mendapat perawatan, baik perawatan rohani
pengab. Selain itu, pengawasan dan penjagaan di maupun jasmani.
dalam lembaga pemasyarakatan narkotika oleh 3) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
para petugas sangat ketat. 4) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan
Masyarakat yang akan memasuki makanan yang layak.
lembaga pemasyarakatan juga harus mendapat 5) Menyampaikan keluhan.
ijin resmi dari pejabat yang berwenang, sebelum 6) Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti
memasuki gedung lembaga pemasyarakatan siaran media massa lainnya yang tidak
tersebut para pengunjung diperiksa dan diawasi dilarang.
atau mendapat pengawasan yang ketat dari 7) Menerima kunjungan keluarga, penasehat
petugas lembaga pemasyarakatan. Tidak sedikit hukum, atau orang tertentu lainnya.
dari pengunjung yang tidak diperbolehkan masuk 8) Mendapatkan pengurangan masa pidana
untuk membesuk keluarganya atau hanya (remisi).
melihat-lihat di dalam lembaga pemasyarakatan 9) Mendapatkan kesempatan berasimilasi
narkotika, dengan alasan peraturan atau termasuk cuti mengunjungi keluarga.
kebijakan. 10) Mendapatkan pembebasan bersyarat.
Lembaga pemasyarakatan narkotika 11) Mendapatkan cuti menjelang bebas.
tidak saja dibatasi oleh batas-batas fisik tapi juga 12) Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan
batas-batas sosial. Batas fisik seperti pagar, peraturan perundang-undangan yang
tembok, jeruji, diberlakukan bagi terhukum agar berlaku.
tidak berinteraksi secara bebas layaknya 2. Warga binaan pemasyarakatan
masyarakat di luar lembaga pemasyarakatan. Lembaga pemasyarakatan adalah tempat
batas-batas sosial seperti tidak bisa secara bebas untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan
berkomunikasi dengan orang luar, karena telah anak didik pemasyarakatan. Menurut Pasal 12
diisolasikan dan tidak bisa keluar atau bebas dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
lembaga pemasyarakatan tanpa seijin dari pemasyarakatan menentukan bahwa dalam
pimpinan lembaga pemasyarakatan atau telah rangka pembinaan terhadap narapidana di Lapas
selesai masa tahanannya. dilakukan penggolongan narapidana
Hal ini menunjukkan sistem birokrasi berdasarkan:
pemerintah di dalam lembaga pemasyarakatan a. Umur;
narkotika menjadi sesuatu yang sakral. Dengan b. Jenis kelamin;
jalan demikian, diharapkan setelah menjalankan c. Lama pidana yang dijatuhkan;
hukumannya ia akan menjadi insyaf dan tidak d. Jenis kejahatan; dan
mau lagi melakukan tindak pidana kejahatan. e. Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan
(R. Abdoel Djamali. 2009:188) atau perkembangan pembinaan.
Pembinaan terhadap narapidana
narkotika, yang merupakan penyalahgunaan
umumnya lebih diinsentifkan pada bidang 2. Metode pembinaan/bimbingan
kesehatan khususnya yang masih mengalami Keputusan Menteri Kehakiman Republik
ketergantungan. Adapun perawatan kesehatan Indonesia Nomor: M.02-PK. 04.10 Tahun 1990
terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan
narkotika antara lain: Menteri Kehakiman Republik Indonesia
1) Kegiatan perawatan kesehatan umum. dinyatakan tentang metode
2) Kegiatan perawatan ketergantungan pembinaan/bimbingan, yang meliputi:
narkotika. a. Pembinaan berupa interaksi langsung yang
3) Kegiatan perawatan kesehatan jasmani. sifatnya kekeluargaan antara pembina
4) Kegiatan perawatan kesehatan mental dan dengan yang dibina (warga binaan
rohani. pemasyarakatan)
b. Pembinaan bersifat persuasif edukatif yaitu
C. Pembinaan Narapidana berusaha merubah tingkah lakunya melalui
1. Dasar pemikiran dalam pembinaan keteladanan dan memperlakukan adil di
Dasar pemikiran pembinaan narapidana antara sesama mereka sehingga menggugah
berpatokan pada “Sepuluh prinsip hatinya untuk melakukan hal-hal yang
pemasyarakatan”, yaitu: terpuji.
1) Orang yang tersesat harus diayomi dengan c. Pembinaan berencana secara terus menerus
memberikan bekal hidup sebagai warga dan sistematis.
negara yang baik dan berguna dalam d. Pemeliharaan dan peningkatan langkah-
masyarakat. langkah keamanan yang disesuaikan dengan
2) Penjatuhan pidana adalah bukan tindakan tingkat keadaan yang dihadapi.
balas dendam dari negara. e. Pendekatan individual dan kelompok.
3) Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan f. Dalam rangka menambah rasa kesungguhan,
menyiksa melainkan dengan bimbingan. keikhlasan dan tanggungjawab dalam
4) Negara tidak berhak membuat seseorang melaksanakan tugas serta menanamkan
narapidana lebih buruk atau lebih jahat kesetiaan kita dan keteladanan di dalam
daripada sebelum ia masuk lembaga. pengabdiannya terhadap negara, hukum dan
5) Selama kehilangan (dibatasi) kemerdekaan masyarakat.
bergerak, narapidana harus dikenalkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995,
kepada masyarakat dan tidak boleh Pasal 1 Ayat (6) menyebutkan seorang yang
diasingkan dari masyarakat. dipidana berdasarkan keputusan pengadilan yang
6) Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana telah memperoleh kekuatan hukum tetap
tidak boleh bersifat mengisi waktu atau (inkarcht van gewijsdezaak), disebut terpidana.
hanya diperuntukkan bagi kepentingan Melihat sistem pemasyarakatan di atas
lembaga atau negara saja. Pekerjaan yang maka salah satu fungsi Lembaga pemasyarakatan
diberikan harus ditunjukan untuk adalah, sebagai lembaga yang melakukan
pembangunan negara. pembinaan terhadap seseorang yang telah divonis
7) Pembinaan dan bimbingan yang diberikan secara hukum oleh pengadilan atas kesalahannya,
harus berdasarkan asas Pancasila. agar bekas narapidana tersebut tidak mengulangi
8) Tiap orang adalah manusia dan harus kejahatan di masa yang akan datang.
diperlakukan sebagai manusia meskipun 3. Asas-asas pembinaan
ia telah tersesat. Tidak boleh ditujukan Pemasyarakatan merupakan suatu proses
kepada narapidana bahwa itu penjahat. pembinaan narapidana yang sering disebut
9) Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang therapeutics process. Untuk melaksanakan
kemerdekaan dalam jangka waktu tertentu. therapeutics process tentunya pembinaan
10) Sarana fisik bangunan lembaga dewasa ini dilakukan dengan sistem pembinaan
merupakan salah satu hambatan pelaksanaan pemasyarakatan sebagaimana disebutkan pada
sistem pemasyarakatan. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
(Dwidja Priyatno. 2006. Hal:98) tentang Pemasyarakatan, bahwa sistem
pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan
berdasarkan asas-asas pembinaan yaitu:
a. Pengayoman. dapat masyarakat biasa atau pejabat
b. Persamaan perlakuan dan pelayanan. setempat.
c. Pendidikan dan pembimbingan; 4) Petugas, dapat berupa kepolisian, pengacara,
d. Penghormatan harkat dan martabat manusia. petugas keamanan, petugas sosial, petugas
e. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu- lembaga pemasyarakatan, rutan, hakim, dan
satunya penderitaan. lain-lain.
f. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan 5. Ruang lingkup pembinaan
dengan keluarga dan orang-orang tertentu. Pada dasarnya ruang lingkup pembinaan
(Dwidja Priyatno. 2006:106) dibagi ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu:
4. Tujuan pembinaan narapidana 1. Pembinaan kepribadian, yang meliputi:
Tujuan dari pembinaan yang dilakukan a. Pembinaan kesadaran beragama.
oleh Lembaga Pemasyarakatan adalah agar Pembinaan dilakukan dengan
narapidana tidak mengulangi lagi perbuatannya kegiatan, antara lain: pesantren kilat,
dan bisa menemukan kembali kepercayaan baca tulis Al-Qur’an, kebaktian,
dirinya serta dapat diterima menjadi bagian dari perayaan hari besar keagamaan, dan
anggota masyarakat. Tujuannya agar narapidana lain sebagainya.
mampu mengenal dirinya sendiri dan b. Pembinaan kesadaran berbangsa dan
pemasyarakatan merupakan bagian akhir dari bernegara.
sistem pemidanaan dalam tata cara peradilan Dilaksanakan melalui P.4,
pidana, yang dikenal sebagai bagian integrasi dari termasuk menyadarkan mereka agar
tata peradilan terpadu (Integrated Criminal dapat menjadi warga negara yang baik,
Justice System). dapat berbakti bagi bangsa dan negara
Tujuan pembinaan terhadap narapidana adalah sebagian dari iman (taqwa).
di Indonesia mulai tampak sejak tahun 1964 c. Pembinaan kemampuan intelektual
setelah Sahardjo mengemukakan dalam (kecerdasan).
konferensi kepenjaraan di Lembaga, bahwa Guna meningkatkan ilmu
tujuan pemidanaan adalah pemasyarakatan, pengetahuan secara umum maka
narapidana bukan lagi dibuat jera tetapi dibina pembinaan dilakukan dengan kegiatan
untuk kemudian dimasyarakatkan. berupa pendidikan, yaitu:
Menurut C.I. Harsono Hs (1995:47). 1) Pendidikan formal: SD, SLTP, dan
Tujuan pembinaan adalah pemasyarakatan, dapat SLTA
dibagi dalam 3 (tiga) hal yaitu: 2) Pendidikan non formal: Kejar paket
a. Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan A, B dan C
tidak lagi melakukan tindak pidana; 3) Pendidikan informal: Melukis,
b. Menjadi manusia yang berguna, berperan pramuka, pesantren dan rumah
aktif dan kreatif dalam membangun bangsa pintar andikpas.
dan negaranya; dan d. Pembinaan kesadaran hukum.
c. Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Memberikan penyuluhan
Yang Maha Esa dan mendapatkan hukum yang bertujuan untuk
kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. membentuk dan mencapai kesadaran
Selanjutnya menurut C.I. Harsono serta keluarga sadar hukum
(1995:48). Tujuan pembinaan adalah kesadaran (Kadarkum) melalui ceramah, diskusi,
(consciousness). Untuk memperoleh kesadaran sarasehan, temuwicara, peragaan dan
dalam diri seseorang, maka seseorang harus simulasi hukum.
mengenal diri sendiri. Ada 4 (empat) komponen e. Pembinaan kehidupan sosial
penting dalam pembinaan narapidana: kemasyarakatan (integrasi sosial).
1) Diri sendiri, yaitu Narapidana itu sendiri Melakukan kegiatan-kegiatan
2) Keluarga, adalah anggota keluarga inti atau sosial secara gotong royong, sehingga
keluarga dekat pada waktu mereka kembali ke
3) Masyarakat, adalah orang-orang yang masyarakat mereka telah memiliki
berada disekeliling narapidana pada saat sifat-sifat positif untuk dapat
masih diluar Lembaga Pemasyarakatan
berpartisipasi dalam pembangunan harus melalui masa pengamatan, penelitian
masyarakat lingkungannya. dan pengenalan lingkungan atau lebih sering
2. Pembinaan kemandirian, yang meliputi: disebut masa Admisi dan Orientasi, hal
a. Pembinaan keterampilan. tersebut guna untuk menentukan
Meliputi keterampilan perencanaan pelaksanaan program
komputer, menjahit, menyablon, las, pembinaan kepribadian dan pembinaan
perkebunan, automotif. kemandirian. Tahap ini dimulai sejak
b. Pembinaan bakat dan minat. narapidana diterima di Lapas sampai 1/3
Meliputi kegiatan olahraga dan masa pidanannya dan pada tahap ini
kesenian, yaitu: badminton, volley ball, narapidana mulai mengikuti pembinaan
catur, tenis meja, sepak bola, senam, kepribadiaan dalam pengawasan maximum
sepak takraw, futsal, drama, puisi, band security.
dan nasyid. 2) Tahap lanjutan (Medium security)
Menurut Soedjono Dirdjosisworo Pada tahap ini apabila telah
(1984:200), Tugas pembinaan ini tentunya mengikuti proses pembinaan selama kurang-
bukanlah suatu pekerjaan yang ringan bagi kurangnya 1/3 dari masa pidananya dan
lembaga pemasyarakatan. Untuk berhasilnya menunjukan perubahan dari sebelumnya
pembinaan terpidana diperlukan perlengkapan- maka narapidana yang bersangkutan diberi
perlengkapan, terutama bermacam-macam lebih banyak kebebasan dari sebelumnya
bentuk lembaga yang sesuai dengan tingkat melalui pengawasan medium security.
pengembangan semua segi kehidupan terpidana Tahap ini merupakan tahap pembinaan
dan tenaga-tenaga pembina yang cukup cakap lanjutan pertama yang dimulai dari 1/3 masa
dan penuh rasa pengabdian. pidana sampai 1/2 masa pidananya yang
Selanjutnya menurut Widiada A. dimana pembinaan tersebut dilakukan
Gunakaya (1988:96), untuk mencapai suatu pembinaan kepribadian dan pembinaan
pembinaan yang berlandaskan kepada prinsip kemandirian.
pemasyarakatan yang menjadi suatu bentuk Kemudian setelah proses pembinaan
proses pembinaan yang baru, akan sempurna terhadap narapidana telah dijalani 1/2 dari
dalam pelaksanaannya jika didukung oleh masa pidanannya maka apabila menurut Tim
fasilitas yang mempunyai standar yang baik dan Pengawas Pemasyarakatan telah cukup
jelas. Fasilitas pembinaan yang dimaksud adalah terlihat kemajuan baik secara fisik maupun
fasilitas yang disediakan oleh lembaga mental dan juga keterampilannya. Tahap ini
pemasyarakatan dalam usaha mengembalikan merupakan tahap kedua lanjutan yang
narapidana untuk menjadi manusia seutuhnya dimana dimulai semenjak berakhirnya tahap
dan anggota masyarakat yang baik. Fasilitas lanjutan pertama sampai dengan 2/3 masa
dalam upaya pembinaan ini adalah berbentuk pidannya. Dalam tahap ini narapidana sudak
fasilitas pembinaan fisik dan fasilitas non fisik memasuki tahap asimilasi, yang dimana
atau mental. Tanpa adanya fasilitas tersebut pembinaan asimilasi dilakukan di luar
mustahil cita-cita serta harapan dari sistem Lembaga Pemasyarakatan.
pemasyarakatan yang sesuai dengan prinsip- 3) Tahap Akhir (Minimun Security)
prinsip pemasyarakatan akan tercapai. Tahap ini adalah tahap akhir yang
6. Tahap-tahap pembinaan dimana dilaksanakan apabila proses
Berdasarkan pasal 10 Peraturan pembinaan telah dijalani 2/3 dari masa
Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang pidana yang sebenarnya. Pada tahap ini
Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan dilakukan kegiatan berupa perencanaan dan
Pemasyarakatan, menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan program integrasi yang dimulai
melaksanakan proses pembinaan narapidana sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan
dilaksanakan melalui beberapa tahapan sampai dengan berakhirnya masa pidana
diantaranya: (Adi Sujatno. 2004: 15-17) dari narapidana yang bersangkutan. Tahap
1) Tahap awal (Maximum security) intergrasi tersebut melalui Pembebasan
Tahap ini merupakan tahap Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas
pembinaan awal yang dimana narapidana (CMB), dan Cuti Bersyarat (CB).
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi rehabilitasi dan reintegrasi sosial, agar
pelaksanaan pembinaan narapidana menyadari kesalahannya, tidak
Dalam melaksanakan pembinaan di lagi berkehendak untuk melakukan tindak
lingkungan Lapas, terdapat faktor-faktor yang pidana dan kembali menjadi warga
perlu mendapat perhatian karena dapat berfungsi masyarakat yang bertanggung jawab bagi
sebagai faktor pendukung dan dapat pula menjadi diri, keluarga, dan lingkungannya.
faktor penghambat. Faktor-faktor yang dimaksud (Dwidja Priyatno. 2006: 101-102)
antara lain:
a. Pola dan tata letak bangunan. E. Pengaturan Narkotika dan Psikotropika
b. Struktur organisasi. Dalam Hukum Positif Indonesia
c. Kepemimpinan Kalapas. 1. Pengertian Narkotika dan Psikotropika
d. Kualitas dan kuantitas petugas. Menurut Andi Hamzah (1994:11),
e. Manajemen. narkotika secara bahasa berasal dari bahasa
f. Kesejahteraan petugas. Inggris "narcotics" yang artinya obat bius.
g. Sarana atau fasilitas pembinaan. Narkotika adalah bahan yang berasal dari 3 jenis
h. Anggaran. tanaman, yaitu: Papaper Somniferum (Candu),
i. Sumber daya alam. Erythroxyion coca (kokain), dan cannabis sativa
j. Kualitas dan ragam program pembinaan. (ganja) baik murni maupun bentuk campuran.
k. Masalah-masalah lain yang berkaitan Cara kerjanya mempengaruhi susunan syaraf
dengan warga binaan pemasyarakatan. yang dapat membuat kita tidak merasakan apa-
Dengan mengenali faktor-faktor tersebut apa, bahkan bila bagian tubuh kita disakiti
baik yang ada di dalam lingkungan Lapas sekalipun.
maupun dari luar, maka diharapkan pembinaan Menurut Zahroni (1980:13), narkoba
yang dilakukan dapat dilaksanakan dengan lebih sebuah singkatan dari kata narkotika dan obat-
baik. obat telarang. Sedangkan istilah lain dari narkoba
adalah Napza yang merupakan kepanjangan dari
D. Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan narkotika, alkhohol, psikotropika dan zat adiktif.
Sistem Pemasyarakatan Sedangkan menurut Kharisudin
Pelaksanaan pidana penjara dengan (2005:147), Semua bentuk narkotika benda-
sistem pemasyarakatan di Indonesia saat ini benda atau zat kimia yang dapat menimbulkan
mengacu kepada Undang-Undang Nomor 12 ketergantungan bagi orang yang
Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Penjelasan mengkonsumsinya.
umum Undang-Undang Pemasyarakatan yang 2. Narkotika dan Psikotropika dalam
merupakan dasar yuridis filosofis tentang Kajian Hukum Positif
pelaksanaan sistem pemasyarakatan di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 35
yang dinyatakan bahwa: Tahun 2009 tentang Narkotika, Narkotika adalah
1) Bagi Negara Indonesia yang berdasarkan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
Pancasila, pemikiran-pemikiran baru bukan tanaman, baik sintetis maupun
mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
sekedar penjeraan tetapi juga merupakan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,
sosial. Warga Binaan Pemasyarakatan telah dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
melahirkan suatu sistem pembinaan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan
sejak lebih dari 30 (tiga puluh) tahun yang sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang
dikenal dan dinamakan dengan Sistem Nomor 35 Tahun 2009, tentang Narkotika,
Pemasyarakatan. menegaskan: Pasal 12 ayat (1) “Narkotika
2) Sistem pemenjaraan yang sangat Golongan I dilarang diproduksi atau digunakan
menekankan pada unsur balas dendam dan dalam proses produksi, kecuali dalam jumlah
penjeraan yang disertai dengan lembaga yang sangat terbatas untuk kepentingan
“rumah penjara” secara berangsur-angsur pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”.
dipandang sebagai suatu sistem dan sarana Menurut Undang-Undang Nomor 5
yang tidak sejalan dengan konsep tahun 1997 tentang Psikotropika, menegaskan
Pasal 1 ayat (1) “Psikotropika adalah zat atau depan bangsa bergantung sepenuhnya pada upaya
obat, baik alamiah maupun sintetis bukan pembebasan kaum muda dari bahaya narkotika
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui yang telah menyentuh lingkaran yang semakin
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang dekat dengan kita semua. Sebagai makhluk
menyebabkan perubahan pada aktivitas mental Tuhan yang kian dewasa, seharusnya kita
dan perilaku”. senantiasa berfikir jernih untuk menghadapi
Terdapat empat golongan psikotropika globalisasi teknologi dan globalisasi yang
menurut Undang-Undang tersebut, namun berdampak langsung pada keluarga dan remaja
setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor penerus bangsa khususnya. Kita harus
35 tahun 2009 tentang narkotika, maka memerangi kesia-siaan yang di akibatkan oleh
psikotropika golongan I dan II dimasukkan ke narkotika. Penyebab Penyalahgunaan Narkotika
dalam golongan Narkotika. Dengan demikian diakibatkan oleh: kegagalan yang di alami dalam
saat ini apabila bicara masalah psikotropika kehidupan, pergaulan yang bebas dan lingkungan
hanya menyangkut psikotropika golongan III dan yang kurang tepat, kurangnya siraman agama,
IV sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997. serta keinginan untuk sekadar mencoba.
Penggunaan narkotika merupakan (http://stekotiarchi.blogspot.com/2016/10/penyal
perbuatan yang bertentangan dengan peraturan ahgunaan-narkoba-dikalangan.html) [accessed
perundangan-undangan. Saat ini penyalahgunaan Tuesday, Sept. 07. 2018].
narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat
baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan anak- METODE PENELITIAN
anak. Penggunaan narkotika dari tahun ke tahun Jenis penelitian yang penulis lakukan
mengalami peningkatan yang akhirnya merupakan penelitian yang bersifat deskriptif
merugikan penerus bangsa. Penyalahgunaan kualitatif, dimaksudkan untuk memberikan data
narkotika tidak terlepas dari sistem hukum positif yang seteliti mungkin tentang Peran Lembaga
yang berlaku di Negara Indonesia. (Oemar Seno. Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA
1984:124) Sungguminasa dalam Pembinaan Narapidana.
3. Pecandu Narkotika, Korban Lokasi dalam penelitian ini adalah di
Penyalahgunaan Narkotika dan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA
Pengedar Menurut Undang-Undang Sungguminasa, Jalan Lembaga Bollangi Dusun
Nomor 35 Tahun 2009 Tamalate Desa Timbuseng Kecamatan
Pengertian pecandu narkotika menurut Pattalassang Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 1 Selatan.
ayat (13) adalah “Orang yang menggunakan atau Teknik pengumpulan data yang
menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan digunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu
ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik dengan cara:
maupun psikis”. Sedangkan pengertian 1. Observasi.
penyalahgunaan narkotika sebagaimana diatur Peneliti mengadakan pengamatan secara
dalam Pasal 1 ayat (15) adalah “Orang yang langsung terhadap kegiatan dan tahap-tahap
menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan selama proses pembinaan narapidana yang
hukum”. Istilah atau pengertian pengedar dalam dilakukan petugas. Dengan demikian dapat
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tidak diketahui gambaran tentang pembinaan
disebutkan secara rinci namun demikian istilah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
pengedar terlingkup dalam pengertian peredaran Narkotika Klas IIA Sungguminasa.
gelap narkotika dan prekursor narkotika 2. Wawancara.
sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (6) Wawancara digunakan untuk
yaitu “Setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan mengumpulkan data dan informasi dari pihak
yang dilakukan secara tanpa hak atau melawan yang mengetahui tentang pembinaan narapidana
hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA
narkotika dan prekursor narkotika”. Sungguminasa. Wawancara disertai dengan
Maraknya narkotika dan obat-obatan pedoman atau suatu daftar pertanyaan yang
terlarang telah banyak mempengaruhi mental dan disusun sebelumnya sesuai dengan masalah yang
sekaligus pendidikan bagi para pelajar. Masa penulis angkat. Adapun subjek dalam penelitian
ini adalah: Pejabat Bidang Pembinaan d. Pembinaan kehidupan sosial
Narapidana; Petugas yang melaksanakan kemasyarakatan (integrasi sosial).
pembinaan; dan Narapidana yang melakukan (Hasil wawancara dengan petugas bagian
penyalahgunaan narkotika. pembinaan kerohanian)
3. Kuesioner. Sedangkan program pembinaan
Dalam kaitan ini penulis juga kemandirian yang dilakukan di Lapas Narkotika
mempergunakan suatu daftar pertanyaan yang Klas IIA Sungguminasa adalah sebagai berikut:
berstruktur (questionnaire) yang ditujukan a. Pembinaan keterampilan, yaitu:
kepada narapidana yang melakukan Pertukangan kayu; Kegiatan bimbingan
penyalahgunaan narkotika. teknik las dan meubeleir; Perkebunan;
4. Dokumentasi. Perikanan; Peternakan; Automotif;
Penelitian ini menggunakan metode Kerajinan aluminium; dan beberapa
dokumentasi, yaitu dengan mencari data berupa kegiatan bimbingan kerja lainnya.
arsip-arsip dan mengumpulkan catatan-catatan, b. Pembinaan bakat dan minat.
agenda, dan foto-foto yang berkaitan dengan Pembinaan bakat dan minat yang
pembinaan narapidana di Lembaga disediakan di Lapas Narkotika Klas IIA
Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA Sungguminasa tergolong lengkap. Pembinaan ini
Sungguminasa. dilaksanakan melalui beberapa jenis, seperti:
kegiatan olahraga badminton/bulu tangkis, bola
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN voli, tenis meja, sepak takraw, futsal, dan senam.
1. Program pembinaan narapidana di (Hasil wawancara dengan Kasubsi Sarana Kerja)
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Peran Lapas Narkotika Klas IIA
Klas IIA Sungguminasa. Sungguminasa dalam meningkatkan pembinaan
Adapun program pembinaan yang telah terbukti dengan antusiasnya para
dilaksanakan di Lapas Narkotika Klas IIA narapidana untuk ikut pembinaan yang telah
Sungguminasa adalah meliputi program ditentukan sesuai hari dan jadwalnya masing-
pembinaan kepribadian yaitu: masing. Dalam hal agama, para narapidana telah
a. Pembinaan kesadaran beragama, terbagi mendapat siraman rohani yang betul-betul
atas: mereka rasakan bahwa pembinaan yang
1) Pembinaan agama islam, meliputi: diberikan luar biasa. Dulu mereka tidak terbiasa
Sholat; Tausiyah; Belajar Dirosa; Tartil melakukan sholat tepat waktu jadi malu jika tidak
dan Tahsin Al-Qur’an; Tadabbur Al- mengerjakan sholat tepat waktu. Dulu malas
Qur’an; Zikir berjama’ah; Yasinan; membaca Al-Qur’an sekarang jadi hoby
Pencerahan Qalbu (Jum’at Ibadah). membaca Al-Qur’an, Bahkan sekarang ada
2) Pembinaan agama nasrani. pembinaan penghafal Al-Qur’an (Hafidz Al-
3) Pembinaan agama hindu dan budha. Qur’an). Begitupun dengan pembinaan lainnya
Bagi yang beragama hindu dan seperti pembinaan keterampilan yang secara
budha, tidak ada program pembinaan langsung memberi dampak positif bagi
kerohanian secara khusus yang narapidana untuk meniti usaha dengan
dilaksanakan oleh pihak Lapas akan berwiraswasta bila kelak telah bebas menjalani
tetapi tetap diberikan pembinaan masa pidananya sehingga diharapkan para
lainnya seperti: Pembinaan kesadaran narapidana narkotika baik sebagai pengedar,
berbangsa dan bernegara; Pembinaan pemakai/pecandu maupun residivis, dapat
kemampuan intelektual (kecerdasan); kembali lagi pada masyarakat menjadi orang
Pembinaan kehidupan sosial yang lebih baik, minimal tidak lagi mengulangi
kemasyarakatan (integrasi sosial); perbuatannnya.
maupun pembinaan keterampilan. Program pembinaan kepribadian dan
b. Pembinaan kesadaran berbangsa dan pembinaan kemandirian di Lapas Narkotika Klas
bernegara IIA Sungguminsa, telah bekerjasama dengan
c. Pembinaan kemampuan intelektual instansi pemerintah seperti pembinaan
(kecerdasan). kemandirian yang bekerjasama dengan
Departemen Agama Kabupaten Gowa, dan kerja
sama dengan pihak gereja. Sedangkan pembinaan Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
kemandirian juga bekerjasama dengan Kodim program pembinaan terhadap narapidana di
1409 Gowa, Dinas pendidikan, dinas perikanan lembaga pemasyarakatan Narkotika Klas IIA
dan peternakan. Program pembinaan lain yang Sungguminasa, meliputi faktor pendukung dan
dilakukan adalah program Therapeutic faktor penghambat. Faktor pendukung program
Community (TC), yang merupakan salah satu pembinaan yaitu adanya kemauan narapidana
bentuk dari rehabilitasi sosial. untuk mengikuti program pembinaan, adanya
Dalam pelaksanaan pembinaan yang kerjasama dengan instansi pemerintah, seperti
dilaksanakan di Lapas Narkotika Klas IIA Departemen agama kabupaten Gowa, Dinas
Sungguminasa, penanganannya telah sesuai Pendidikan kabupaten Gowa, Dinas Peternakan,
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Dinas Kesehatan kabupaten Gowa, dan kerja
tentang Pemasyarakatan terutama dalam pasal 3 sama dengan pihak gereja, adanya dukungan dari
yaitu fungsi dari sistem pemasyarakatan adalah pihak keluarga, dan petugas pemasyarakatan.
untuk: “Menyiapkan Warga Binaan Sedangkan Faktor penghambat dalam membina
Pemasyarakatan (WBP) agar dapat berintegrasi narapidana meliputi faktor internal maupun
secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat eksternal dari narapidana. Faktor internal yaitu
berperan kembali sebagai anggota masyarakat masih ada narapidana yang kurang mengikuti
yang bebas dan bertanggung jawab”. program pembinaan. Sedangkan Faktor eksternal
Berdasarkan hasil wawancara terhadap antara lain adalah sarana atau fasilitas yang
informan diambil kesimpulan banhwa belum memadai, terbatasnya anggaran, dan over
pelaksanaan pembinaan yang dilaksanakan di capacity atau terlalu penuhnya warga binaan
lembaga pemasyarakatan setidaknya tidak seimbang dengan petugas yang ada di
memberikan efek tersendiri bagi narapidana. dalam Lapas.
2. Bentuk pelaksanaan pembinaan Berdasarkan hasil kuesioner, penulis
perorangan pada narapidana di Lembaga mendapatkan hasil bahwa dari 29 narapidana, 19
Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA narapidana atau 66% menyatakan ada faktor yang
Sungguminasa berpengaruh terhadap pelaksanaaan pembinaan
Adapun model/pola pembinaan di Lapas narkotika, seperti faktor eksternal yaitu
perorangan yang diberikan pada narapidana di masih ada sarana atau fasilitas yang belum
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA memadai, terbatasnya anggaran, Over capacity
Sungguminasa, adalah dalam bentuk pembinaan atau terlalu penuhnya warga binaan di dalam
baca tulis Al qur’an dan baca tulis latin. Model Lapas, Jumlah petugas yang ada sebanyak 127
pembinaan yang dilakukan secara perorangan ini orang tidak seimbang dengan jumlah tahanan dan
khusus dilakukan di ruang perpustakaan, blok narapidana sebanyak 973 orang. Sedangkan 10
hunian Lapas atau di kamar masing masing narapidana atau 34% narapidana menyatakan
narapidana dengan melibatkan kerjasama antara tidak ada faktor yang berpengaruh terhadap
Lapas narkotika Klas IIA Sungguminasa dengan proses pelaksanaan pembinaan di Lapas
dinas pendidikan kabupaten Gowa dan di Narkotika Klas IIA Sungguminasa.
koordinasikan oleh petugas pembinaan Lapas dan Berdasarkan hasil wawancara penulis
kelompok therapeutic community (TC). terhadap informan diambil kesimpulan bahwa
Cara pembinaannya di mulai dengan fase kualitas pelaksanaan pembinaan yang
pengenalan huruf awal, latihan menulis dan dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan
membaca, dan pendalaman serta pemahaman hendaknya berjalan sesuai yang diharapkan baik
lebih lanjut. Adapun bahasa yang digunakan oleh narapidana, petugas, maupun oleh
adalah bahasa Indonesia, hal ini karena rata-rata masyarakat.
narapidana menggunakan bahasa Indonesia. Faktor yang mempengaruhi pembinaan
(Hasil wawancara dengan petugas pembinaan utamanya faktor penghambat dalam
buta aksara) melaksanakan program pembinaan, maka
3. Faktor yang berpengaruh dalam Permasalahan pembinaaan dalam Lapas yang
pelaksanaan pembinaan di Lembaga paling pertama adalah kemampuan petugas
Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA dalam mengelola persoalan yang terjadi di Unit
Sungguminasa. Pelaksanaan Teknis (UPT). Over kapasitas
memang menjadi masalah utama terhambatnya pembinaan, sedangkan faktor eksternal
proses pembinaan. Pada umumnya Lapas yang adalah belum ada sarana ibadah yang
mengalami over kapasitas karena menampung beragama hindu dan budha, sarana atau
tahanan, sehingga mengalami stagnasi dalam fasilitas olahraga yang belum memadai,
proses pembinaan. Jadi diperlukan penambahan terbatasnya anggaran, dan over capacity atau
petugas untuk mampu mengatasi masalah terlalu penuhnya warga binaan tidak
pengelolaan, perencanaan dalam melaksanakan seimbang dengan petugas yang ada di dalam
pembinaan. Lapas yang mengakibatkan pembinaan
belum berjalan optimal.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan B. SARAN
Berdasarkan uraian hasil penelitian diperoleh Dari kesimpulan penelitian, maka
kesimpulan bahwa: diajukan saran pelaksanaan program pembinaan
1. Pembinaan yang dilakukan di Lapas yang diberikan kepada narapidana, sebagai
Narkotika Klas IIA Sungguminasa sudah berikut:
terlaksana dengan efektif, ini terlihat dengan 1. Dalam rangka mengoptimalkan pembinaan
adanya program pembinaan kepribadian dan seyogyanya pihak lembaga pemasyarakatan
pembinaan kemandirian, serta program narkotika Klas IIA Sungguminasa perlu
Therapeutic Community (TC), yang melengkapi sarana dan prasarana yang
merupakan salah satu bentuk dari dibutuhkan dalam pembinaan kepribadian
rehabilitasi sosial tapi belum optimal. Hal dan kemandirian agar pembinaan berjalan
Ini disebabkan karena sarana dan prasarana secara baik dan intensif, sehingga
yang dibutuhkan dalam pembinaan narapidana dapat menjalani pembinaan
kepribadian dan kemandirian masih kurang, sesuai dengan agama dan keterampilan yang
seperti pada pembinaan kemandirian, tidak dimiliki.
adanya pembinaan kerohanian khusus dan 2. Dalam pembinaan perorangan, perlu
sarana ibadah bagi Warga Binaan penambahan jam pembelajaran baca tulis
Pemasyarakatan (WBP) yang beragama Al-qur’an dan baca tulis latin, ditambah
hindu dan budha. sedangkan pada model pembinaan terutama yang berkaitan
pembinaan kemandirian seperti peralatan dengan pembinaan mental spiritual, dan
dalam keterampilan hanya memaksimalkan diberikan pendampingan khusus disetiap
peralatan yang ada. pembelajaran.
2. Model/pola pembinaan perorangan yang 3. Berdasarkan faktor yang mempengaruhi
diberikan pada narapidana di Lembaga pelaksanaan pembinaan utamanya faktor
Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA penghambat, maka upaya pembinaan yang
Sungguminasa, adalah dalam bentuk harus dilakukan adalah memberi motivasi
pembinaan baca tulis Al-qur’an dan baca terhadap narapidana untuk lebih antusias
tulis latin bagi narapidana yang buta aksara. dalam menjalani program pembinaan, perlu
3. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan adanya penambahan sarana ibadah yang
program pembinaan terhadap narapidana di beragama hindu dan budha, sarana atau
Lapas Narkotika Klas IIA Sungguminasa, fasilitas pembinaan olah raga yang saat ini
meliputi faktor pendukung dan faktor belum memadai, penambahan anggaran, dan
penghambat. Faktor pendukung yaitu penambahan kamar di setiap blok hunian
adanya kemauan narapidana untuk Lapas agar para narapidana dapat istirahat
mengikuti program pembinaan, kerjasama dengan wajar, tidak sesak dan kepanasan
dengan instansi pemerintah, dukungan dari walaupun telah disiapkan kipas angina, serta
pihak keluarga, dan petugas penambahan petugas untuk mampu
pemasyarakatan. Sedangkan faktor mengatasi masalah pengelolaan,
penghambat meliputi faktor internal maupun perencanaan dalam melaksanakan
eksternal. Faktor internal yaitu masih ada pembinaan.
narapidana yang kurang mengikuti program
DAFTAR PUSTAKA Pelanggar Hukum Dalam Konteks
Adi Sujatno. 2004. Sistem Pemasyarakatan Penegakan Hukum di Indonesia.
Indonesia Membangun Manusia Bandung: PT Alumni.
Mandiri. Jakarta: Direktorat Jenderal R. Abdoel Djamali. 2009. Pengantar Hukum
Pemasyarakatan Departemen Hukum Indonesia. Rajawali Pers.
dan HAM RI. Soedjono Dirdjosisworo. 1984. Sejarah dan
Andi Hamzah. 1994. Kejahatan Narkotika dan Azas-Azas Penologi. Bandung: CV.
Psikotropika. Jakarta: Sinar Grafika Armico
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan
Cipta. R&D). Bandung: Alfabeta.
C.I. Harsono Hs. 1995. System Baru Pembinaan Widiada A. Gunakaya. 1988. Sejarah dan
Narapidana. Jakarta: Djambatan. Konsepsi Pemasyarakatan. Bandung:
Dwidja Priyatno. 2006. Sistem Pelaksanaan Armico.
Pidana Penjara Di Indonesia. Bandung: Zahroni. 1980. Pencegahan Penyalahgunaan
PT Refika Aditama NAPZA. Jakarta: Grafindo Awanawan.
Hari Sasangka. 2003. Narkotika dan Psikotropika Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Dalam Hukum Pidana. Bandung: Pemasyarakatan.
Mandar Maju. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999
Kharisudin. 2005. Inabah Jalan Kembali dari tentang Pembinaan dan Pembimbingan
Narkoba, Stress dan Kehampaan Jiwa. Warga Binaan Pemsyarakatan
Surabaya: PT Bina Ilmu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Narkotika.
Kualitatif edisi Revisi. Bandung: Remaja Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang
Rosdakarya Psikotropika.
Oemar Seno. 1984. Hukum-Hukum Pidana. Keputusan Menteri Kehakiman Republik
Jakarta: Erlangga Indonesia Nomor: M. 02-Pk.04.10 Tahun
Romli Atmasasmita. 1997. Tindak Pidana 1990 Tentang Pola Pembinaan
Narkotika Transnasional Dalam Sistem Narapidana/Tahanan Menteri
Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Kehakiman Republik Indonesia.
Citra Aditya Bhakti. http://stekotiarchi.blogspot.com/2016/10/penyal
Romli Atmasasmita. 1982. Strategi Pembinaan ahgunaan-narkoba-dikalangan.html [Accessed
Tuesday, Sept 07, 2018].

Anda mungkin juga menyukai