Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TIDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN

NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA

Disusun oleh :
Nama : Heri Irawan
NPM : 2021020074
Mata Kuliah : Hukum Pidana

Program Studi Hukum Tata Negara


Fakultas Siyasah Syariah
Universitas Islam Negeri Raden Intan
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi maha penyayang,
kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayahnya-Nya kepada kami, sehingga makalah ini bisa selesai tepat
pada waktunya.

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Hukum Pidana. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.

Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

Bandar Lampung, 23 September 2021

HERI IRAWAN
NPM. 2021020074

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................i

DAFTAR ISI ...............................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ................................................................................................ 1

C. Tujuan ................................................................................................................... 2

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pertanggungjawaban Pidana .............................................................................. 3

B. Tindak Pidana Narkotika ................................................................................... 3

C. Lembaga Pemasyarakatan Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1955 ... 4

BAB III PEMBAHASAN

A. Faktor-Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkotika........................................... 5

B. Penanggulangan Tidak Pidana Narkotika ............................................................ 5

C. Contoh Kasus ....................................................................................................... 8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................................ 11

B. Implikasi ............................................................................................................. 11

C. Saran-Saran ........................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyalahgunaan narkoba adalah realitas yang ditemui di dalam masyarakat. Secara


nasional, merebaknya penyalahgunaan narkoba (yang dalam hal ini sebagai
pengguna) tidak saja dilakukan oleh orang dewasa, tetapi anak-anak yang masih
menjalani pendidikan baik pendidikan tinggi, menengah bahkan pendidikan
dasarpun tidak luput untuk melakukan penyalahgunaan. Bahkan jumlahnya cukup
menghawatirkan. Berdasakan data hasil survei Badan Narkotika Nasional (BNN)
terkait penggunaan narkoba tercatat sebanyak 921.695 orang atau sekitar 4,7 persen
dari total pelajar dan mahasiswa di tanah air adalah sebagai pengguna barang
haram.

B. Perumusan Masalah
Agar permasalahan yang hendak diteliti tidak mengalami perluasan konteks
dan supaya penelitian yang dilaksanakan lebih mendalam maka diperlukan suatu
pembatasan masalah. Untuk memudahkan dalam penyusunan dan pencarian data
guna menghasilkan sebuah penelitian yang baik dan menghindari pengumpulan
data yang tidak diperlukan dalam penulisan, maka perlu disusun perumusan
masalah secara teratur dan sistematis yang merupakan pembatasan masalah yang
akan dibahas. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka penulis merumuskan masalah
dalam penelitian sebagai berikut:
1. faktor- faktor apasaja yang dapat mempengaruhi terjadinya tidak pidana narkotika?
2. penanggulangan apasaja yang telah di lakukan pemerintah terhadap kasus tidak pidana
narkotika

3. contoh kasus yang pernah terjadi di Indonesia dan penjelasannya

1
C. Tujuan
Suatu kegiatan penelitian harus mempunyai tujuan yang hendak dicapai

secara jelas. Tujuan penelitian diperlukan untuk memberikan arah dalam

melangkah sesuai dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang hendak

dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk dapat mengetahui apasaja yang dapat mempengaruhi terjadinya

tidak pidana narkotika

2. Untuk dapat mengetahui penanggulangan apasaja yang telah di lakukan

pemerintah terhadap kasus tidak pidana narkotika

3. Untuk dapat memahami dari contoh kasus yang pernah terjadi di Indonesia

dan penjelasannya

2
BAB II LANDASAN TEORI

A. Pertanggungjawaban Pidana
Pengertian tanggung jawab memang seringkali terasa sulit untuk menerangkannya
dengan tepat. Ada kalanya tanggung jawab dikaitkan dengan keharusan untuk
berbuat sesuatu, atau kadang-kadang dihubungkan dengan kesedihan untuk
menerima konsekuensi dari suatu perbuatan. Banyaknya bentuk tanggung jawab ini
menyebabkan terasa sulit merumuskannya alam bentuk kata-kata yang sederhana
dan mudah dimengerti. Tetapi kalau diamati lebih jauh, pengertian tanggung jawab
selalu berkisar pada kesadaran untuk melakukan, kesediaan untuk melakukan, dan
kemampuan untuk melakukan. Dalam kebudayaan, umumnya "tanggung jawab"
diartikan sebagai keharusan untuk "menanggung" dan "menjawab" dalam
pengertian lain yaitu suatu keharusan untuk menanggung akibat yang ditimbulkan
oleh perilaku seseorang dalam rangka menjawab suatu persoalan.
Pertanggungjawaban pidana atasan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh
bawahan dalam ranah pidana terkait dengan vicarious liability. Romli Atmasasmita
mengemukakan vicarious liability adalah suatu pertanggungjawaban pidana yang
dibebankan kepada seseorang atas perbuatan orang lain.

B. Tindak Pidana Narkotika


Narkotika adalah sejenis zat yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu
bagi orang-orang yang menggunakanya, yaitu dengan cara memasukan ke dalam
tubuh. Istilah narkotika yang dipergunakan disini bukanlah narcotics pada
farmacologie (farmasi), melainkan sama artinya dengan drug yaitu sejenis zat yang
apabila dipergunakan akan membawa efek dan pengaruh-pengaruh tertentu pada
tubuh si pemakai. Pada mulanya zat narkotika ditemukan orang yang penggunaanya
ditujukan untuk kepentingan umat manusia, khususnya di bidang pengobatan.
Dengan berkembang pesat industri obat-obatan dewasa ini, maka kategori jenis zat-
zat narkotika semakin meluas pula seperti halnya yang tertera dalam lampiran
Undang-Undang Narkotika No. 35 Tahun 2009. Dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut, maka obat-obat semacam narkotika
berkembang pula cara pengolahanya, namum belakangan diketahui pula bahwa zat-

3
zat narkotika tersebut memiliki daya kecanduan yang bisa menimbulkan si pemakai
bergantung hidupnya terus-menerus pada obat-obatan narkotika itu.
C. Lembaga Pemasyarakatan Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1955
Berdasakan Undang – Undang No.12 Tahun 1995 Pemasyarakatan adalah
“kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan
sistem,kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem
pemidanaan dalam tata peradilan pidana” Lembaga pemasyarakatan sebagai ujung
tombak pembinaan merupakan tempat untuk mencapai tujuan pendidikan,
rehabilitasi dan reintegrasi. Sejalan dengan peran lembaga pemasyarakatan tersebut
yang menjalankan tugas pembinaan, petugas ditetapkan sebagai pejabat fungsional.
Untuk melaksanakan sistem pemasyarakatan diperlukan keikutsertaan masyarakat
dalam pembinaan dengan sikap bersedia menerima kembali bekas pidana. Tekhnik
penyelenggaraan sistem pemasyarakatan secara penuh hanya dapat dilaksanakan
dalam lembaga-lembaga yang penghuninya sebagian besar dipidanakan 1 tahun
keatas, usaha ini dilaksanakan terus menerus bertahap-tahap secara progressif
terhadap tiap narapidana yang bersangkutan dari saat masuk sebagai narapidana
hingga sampai bebasnya. Bila dilihat secara umum tahap - tahap pelaksanaan sistem
pemasyarakatan dimulai dengan menerima narapidana dan menyelesaikan
pencatatannya secara administrasi, yang disusul dengan observasi atau identifikasi
mengenai pribadinya secara lengkap oleh suatu dewan pemasyarakatan, setelah
selesai kemudian ditentukan bentuk dan cara perlakuan (treatment) yang akan
ditempuh, penempatannya untuk tinggal, pekerjaan yang diberikan, pendidikan-
pendidikan atau pelajaran-pelajaran yang akan ditempuhnya, disamping diberikan
keterangan-keterangan tentang hak dan kewajibannya serta tata cara hidup dalam
lembaga.

4
BAB III PEMBAHASAN

A. Faktor-Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkotika


Bukan lagi istilah asing bagi masyarakat mengingat begitu banyaknya, berita
baik dari media cetak, maupun elektronik yang memberitakan tentang
pengedar dan penyalahguna narkotika, dan bagaimana korban dari
berbagai kalangan dan usia berjatuhan akibat penggunaannya. Penyebab
penyalahgunaan narkotika dapat di kelompokan yaitu:

1. Faktor Internal Pelaku

a. Perasaan egois

b. Kehendak ingin bebas

c. Kegoncangan jiwa

d. Rasa keingintauan .dsb.

2. Faktor Eksternal Pelaku.

a. Keadaan ekonomi

b. Pergaulan/lingkungan

c. Lingkungan Sekolah/Pekerjaan.

d. Kurang pengawasan .dsb.

B. Penanggulangan Tidak Pidana Narkotika


a. Upaya pencegahan masalah penyalahgunaan narkoba
Dalam upaya pencegahan, tindakan yang dijalankan dapat diarahkan pada
dua sasaran proses. Pertama diarahkan pada upaya untuk menghindarkan
remaja dari lingkungan yang tidak baik dan diarahkan suatu lingkungan yang
lebih membantu proses perkembangan jiwa remaja. Upaya kedua adalah
membantu remaja dalam mengembangkan dirinya dengan baik dan mencapai

5
tujuan yang diharapkan (suatu proses pendamping kepada si remaja, selain:
pengaruh lingkungan pergaulan di luar selain rumah dan sekolah).
b. Usaha penanggulangan dan pengobatan
Upaya penanggulangan dapat dilakukan secara :
1) Tidak langsung
Upaya tidak langsung meliputi memperbaiki sistem pemerintahan yang stabil
dan aman, memperbiki sistem perekonomian rakyat, memperluas lapangan
kerja, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam dunia pendidikan,
penegakan hukum yang benar-benar adil dan merata.
2) Langsung
Upaya secara langsung seperti meningkatkan kewaspadaan petugas imigrasi
baik di bandara maupun pelabuahan terhadap kemungkinan terjadinya
penyeledupan obat bius, pengawasan secara ketat peredaran obat bius yang di
jual di apotik maupun toko obat, pengawasan cukup ketat terhadap penjualan
minuman keras berkdar alkohol tinggi, baik di supermarket maupun toko-toko
agen penjual minuman keras, penangkap penjual, pengedar dan pengguna
obat bius agar di adili sesuai dengan tingkat kesalahannya dan sesuai dengan
undang-undang yang berlaku, melakukan rehebilitas medik dan psikiatrik
terhadap orang yang menderita ketergantungan obat.
Upaya penanggulangan yang lain dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap
pencegahan dan tahap pengobatan dan rehabilitasi.

1) Pencegahan
a) Membatasi peredaran dan pemberian obat, b) membatasi iklan-iklan obat
yang terlalu berlebih-lebihan, c) memberikan pengawasan yang intensif dan
bijaksana terhadap anak, terutama mereka yang masih bergolong remaja dan
dewasa muda, d) memperbesar “sarasa percaya diri sendiri” pada remaja
golongan muda, misalnya memberikan suatu “keterampian” dalam bidang-
bidang tertentu, e) mengikutsertakan remaja pemuda dalam kegiatan-kegiatan
pemudaan seperti pramuka, camping yang sehat, f) membina keluarga
bahagia dan harmonis, dimana anak mereka aman, dicintai, dihargai, dan
mampu menjelmakan dirinya, g) kerja sama yang erat antara orangtua-guru

6
juga merupakan senjatah ampuh dalam pencegahan ini, sehingga kegiatan
anak di sekolah, dapat diketahui orangtua, k) mempertebal imam ketuhanan
dalam cintah Tanah Air.
2) Pengobatan dan rehabilitasi
Jika seorang remaja menjadi korban ketergantungan obat, yakinlah diri
anda bahkan mereka ini membutuhkan pengobatan dan usahakanlah
membawahnya ke fasilitas tertentu.Dengan demikian kesejahteraan keluarga
anda dapat selalu dipertahankan-diperbaiki. Bersikaplah tenang, jangan terus
marah atau menghukum mereka, serta selidikilah dengan seksama di mana
sumber penyebabnya. Coba koreksi diri sendiri juga, kira-kira apakah
kekurangan kita sebagai orangtua yang menyebabkan kekecewaan mereka.
Bujuklah mereka agar mau dibawa konsultasi kepada ahlinya sehingga dapat
diperolehpetunjuk dan tindakan pengobatan yang paling tepat.
1. Tindak Pidana Narkoba
Bentuk tindakan pidana narkotika yang umumnya dikenal antara
lainberikut ini:
a. Penyalahgunaan/melebihi dosis;
Hal ini disebabkan oleh banyak hal, seperti yang di utarakan diatas .
b. Pengedaran narkotika;
Karena keterikatan dengan sesuatu mata rantai peredaran narkotika, baik
nasional mauoun internasional.
c. Jual beli narkotika
Ini pada umumnya dilatarbelakangi oleh motivasi untuk mencari
keuntungan materil, maupun ada juga kerena motovasi untuk kepuasan.
2. Kepolisian
Berdasarkan undang-undang polri diberi tugas sebagai alat Negara
penegak hukum, pelindung dan pelayan masyarakat beserta dengan komponen
bangsa lainnya sangat berkewajiban dalam usaha pencegahan dan
penanggulangan masalah penyalahgunaan narkoba di Indonesia.Polri sebagai
unsur terdepan dalam penanggulangan terhadap setiap ancaman
penyalahgunaan narkoba memiliki beberapa upaya penanggulangan:
a. Pre-emptif

7
Upaya pre-emptif yang dilakukan berupa kegiatan-kegiatan edukatif
dengan sasaran mempengaruhi faktor-faktor penyebab, pendorong dan faktor
peluang yang biasa disebut faktor korelatif kriminogen dari kejahatan
narkoba, sehingga tercipta suatu kesadaran, kewaspadaan, daya tanggal serta
terbina dan terciptanya kondisi prilaku/norma hidup bebas narkoba yaitu
dengan sikap tegas untuk menolak terhadap kejahatan narkoba.
b. Preventif
Upaya ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kejahatan narkoba melalui
pengendalian dan pengawasan jalur resmi serta pengawasan langsung
terhadap jalur-jalur peredaran gelap dengan tujuan agar police hazard tidak
berkembang
c. Represif
Merupakan upaya penindakan dan penegakkan hukum terhadap ancaman
factual dengan sanksi yang tegas dan konsisten sehingga dapat membuat jera
pelaku penyalahguna narkoba.

C. Contoh Kasus

tirto.id - Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Hartono bikin citra institusinya
tercoreng. Cerita bermula saat Hartono hendak terbang dari Bandara Soekarno—
Hatta menuju Kendari menggunakan maskapai Lion Air pada Sabtu 28 Juli 2018.
Hartono yang membawa pistol beramunisi 12 butir peluru menunjukkan gelagat tak
kooperatif saat petugas keamanan bandara atau avian security (Avsec) hendak
mendata barang bawaannya di pos pemeriksaan pertama (Security Check
Point/SCP1). Sikap tak kooperatif Hartono bikin petugas Avsec curiga. Di pos
pemeriksaan dua (SCP2), pengecekan badan (body check) petugas lebih teliti.
Hasilnya di bagian belakang celana Hartono terdapat narkoba jenis sabu-sabu
seberat 28,3 gram. Dari hasil temuan itu petugas Avsec segera berkoordinasi
dengan Prompam Polres Bandara Soekarno—Hatta. Hartono ditangkap. Kabar
penangkapan Hartono dengan cepat sampai ke telinga para perwira tinggi di Mabes
Polri termasuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Hari itu juga melalui Surat
Telegram Nomor: ST/1855/VII/KEP/2018 tanggal 28 Juli 2018, Hartono dicopot
dari jabatannya sebagai Wakil Direktur Reserse Narkoba Polda Kalimantan Barat.

8
Telegram yang ditandatangani oleh Asisten SDM Kapolri Irjen Arief Sulistyanto
itu menyatakan Hartono sudah berstatus tersangka dan sedang dalam pemeriksaan
Divisi Propam Mabes Polri. Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Muhammad
Iqbal Polda Metro Jaya Senin (30/7) mengatakan pencopotan Hartono dari
jabatannya merupakan bukti ketegasan polri. Ia bilang Tidak menutup
kemungkinan Hartono akan dipecat sebagai anggota polri jika terbukti bersalah.
“Bisa jadi dipecat karena itu adalah kewenangan dari atasan yang berhak
menghukum (Ankum),” kata Iqbal.
Neta S. Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch menilai kasus narkoba yang
menjerat Hartono sebagai ironi. Pasalnya dalam jabatan sebagai Wakil Direktur
Reserse Narkoba Polda Kalimantan Barat Hartono memiliki tanggung jawab lebih
untuk memerangi narkoba. “Ini bukan pertama kali polisi narkoba terlibat narkoba.
Sudah berulang kali,” kata Neta kepada Tirto, Senin (30/7). Menurut Neta kasus
polisi terlibat narkoba terus berulang lantaran penegakan hukum terhadap mereka
lemah. Mestinya polisi yang terlibat kasus narkoba diberi sanksi berat agar ada efek
jera. “Jadi kalau bandar narkoba (divonis) hukuman mati, seharusnya polisi
dihukum mati karena dia tahu hukum,” ujarnya.

Hartono memang bukan polisi pertama yang terjerat kasus narkoba. Mei 2017
Bripka AA anggota Polres Bone resmi ditetapkan sebagai tersangka peredaran
narkoba di Kabupaten Bone. Pengadilan Negeri (PN) Watampone menjatuhi
hukuman 1 tahun penjara kepada Bripka AA. Juli 2017 oknum polisi Bripka
Rahman Effendi ditangkap Aparat Polres Sampang, Jawa Timur karena
mengedarkan sabu. Pada Oktober 2017, Rahman divonis dengan hukuman 5 tahun
7 bulan penjara. April 2018 oknum polisi yang bertugas di Sat Sabhara Polres
Tebingtinggi, Bripka Khairiza alias Reza ditangkap bersama Ahmad Syahril
Tanjung alias Uban atas kepemilikan narkotika jenis sabu-sabu seberat 2,18 gram.
PN Tebing Tinggi memvonisnya dengan hukuman 18 bulan penjara. Maret 2018
empat oknum polisi aktif di Polres Bintan dinyatakan bersalah menjual barang bukti
narkoba hasil tangkapan. Salah satunya ialah AKP Dasta analis mantan Kasat
Narkoba Polres Bintan yang divonis hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp1
miliar subsider enam bulan kurungan penjara. Neta juga mengkritik lemahnya
pengawasan terhadap barang bukti narkoba yang disita polisi. Hal ini menurutnya

9
membuat sejumlah oknum polisi dengan gampang menggelapkan narkoba sitaan
untuk dijual lagi ke masyarakat. “Harusnya ada pihak yang ikut control. Selain
atasan terkai kalau bisa lembaga luar dilibatkan juga seperti BNN,” ujarnya.
Anggota Kompolnas Poengky Indarti sepakat oknum polisi yang terlibat kasus
narkoba dihukum lebih berat dari pada masyarakat biasa. Namun ia menolak
hukuman mati. “Sanksi pada oknum anggota Polri seharusnya lebih berat, antara
lain sanksi pidananya, maupun sanksi internal yaitu hukuman disiplin dan etik.
Tidak perlu dikasihani atau dilindungi,” ujar Poengky kepada Tirto. “Propam dan
jajaran harus tegas dalam menindak anggota yang diduga terlibat narkoba. Sebagai
anggota Polri harus memberikan contoh teladan pada masyarakat.” Poengky
mengatakan pengawasan terhadap barang bukti narkoba memang masih bersalah.
Ia menyarankan agar barang bukti narkoba diawasi dengan CCTV selama 24 jam.
Hal ini agar barang bukti narkoba tidak disalahgunakan. “Pernah ada kasus
pencurian barbuk di PMJ (Polda Metro Jaya) oleh oknum anggota dan berkat
laporan anggota lainnya yang ditunjang CCTV, akhirnya bisa ditangkap dan
diproses pidana serta dipecat,” katanya.

sumber:
Tirto.id dengan judul "Kasus-Kasus Polisi Terjerat Narkoba dan Kritik atas
Hukuman Mereka", https://tirto.id/kasus-kasus-polisi-terjerat-narkoba-dan-kritik-
atas-hukuman-mereka-cQcC.

10
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan
Kepolisian Kota Besar Surakarta belum dapat memberantas dan menanggulangi
pelaku tindak pidana narkoba apabila dikaji dengan teori bekerjanya hukum adalah
sebagai berikut :

(1) Aspek Substansi, yaitu belum adanya peraturan pelaksana yang dapat dijadikan
pedoman bagi petugas di lapangan dalam menentukan jenis / klasifikasi perbuatan,
disamping itu belum adanya peraturan yang memberikan perlindungan terhadap
masyarakat / pelapor;

(2) Aspek Struktur yaitu masih minimnya jumlah Sumber Daya Manusia / Petugas,
belum profesionalnya petugas, belum dilibatkannya peran serta masyarakat secara
aktif dan terbatasnya sarana dan prasarana untuk proses kecepatan pengungkapan
kasus-kasus tindak pidana narkoba; dan masih adanya oknum-oknum petugas yang
mengambil kesempatan / keuntungan dari masalah ini, dan (3) Kultur / Budaya
Hukum yaitu masih rendahnya partisipasi masyarakat untuk melaporkan tindak
kejahatan kepada petugas, hal ini disebabkan belum ada jaminan perlindungan
terhadap mereka.

B. Implikasi
Konsekuensi logis dari hasil penelitian dan pembahasan, maka implikasi yang
kemungkinan terjadi antara lain :

1. Belum dapat diberantas dan ditanggulanginya pelaku tindak pidana narkoba maka
dikhawatirkan akan masih banyaknya para pelaku / pengguna narkoba yang akan
datang, mengingat masih adanya bandar / cukong peredaran narkoba yang ada dalam
masyarakat.

11
2. Tidak adanya peraturan pelaksana yang dapat dijadikan pedoman terutama bagi
petugas di lapangan akan dapat berakibat tidak optimalnya pemberantasan tindak
pidana narkoba, disamping itu adanya kemungkinan justru merugikankepentingan /
hak-hak pelaku kejahatan

3. Belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan terhadap


jaminan keselamatan bagi pelapor / masyarakat akan dapat menimbulkan sikap apatis
/ acuh tak acuh dari masyarakat. Hal ini mempunyai dampak tidak optimalnya
pemberantasan dan penanggulangan tindak pidana tersebut.

C. Saran-Saran

1. Diperlukan langkah-langkah yang kongkrit dalam upaya pemberantasan dan


penanggulangan dengan melibatkan peran serta masyarakat secara aktif, misalnya
membentuk satgas-satgas anti narkoba yang terdiri dari unsur-unsur masyarakat,
pemberian insentif bagi masyarakat / pelapor yang melaporkan adanya tindak pidana
narkoba, perlindungan terhadap saksi pelapor.

2. Diterbitkannya peraturan pelaksana yang dapat dijadikan pedoman oleh petugas


dalam proses penyelidikan dan penyidikan kasus tindak pidana narkoba dan dapat
melindungi keselamatan masyarakat / pelapor.

3. Peningkatan Sumber Daya Manusia ( SDM ) dan sarana prasarana operasional yang
memadai guna kepentingan penggungkapan jaringan peredaran narkoba secara
tuntas.

12
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Baharuddin, hamza. 2010. Konstruktivisme Kepolisian Teori Prinsip Dan Paradikma.
Makassar. Pustaka Refleksi.

Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Jakarta. Raja Grapindo
Persada.

Dahniel, Rycho. 2014. Perilaku Organisasi Kepolisian. Yogyakarta. Pustaka Pelajar


Darmono. 2006. Toksikologi Narkoba dan Alkohol. Jakarta. Unifersitas Indonesia (UI
PRESS).

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar. 2015. Pedoman Penulisan Skripsi.
Makassar. CV Berkah Utami.

Lisa, Julianan, dan Sutrisna, Nengah. 2013. Narkoba, Psikotropika dan Gangguan Jiwa.
Yogyakarta. Nuhamedika.

Rahardi, Pudi. 2014. Hukum Kepolisian Kemandirian Profesionalisme Dan Reformasi


Polri. Surabaya. Laksbang Grafika.

Sadjijono. 2008. Seri Hukum Kepolisian Polri Dan Good Governance. Surabaya.
Laksbang Mediatama.

Satgas Luhpen Narkoba Mabes Polri. 2000. Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba.


PT Tempo Scan Pacific Tbk

Simandjuntak. 1981. Pengantar Kriminologi Dan Patologi Sosial. Bandung. Tarsito.

Sunarso, Siswantoro. 2004. Penegakan Hukum Psikotropika Dalam Kajian Sosiologi


Hukum. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Sunarso, Siswanto. 2015. Pengantar Ilmu Kepolisian. Jakarta Timur. Pustaka Perdamaian-
Nusantara.
Sutrisno. 2016. Sosiologi Kepolisian. Jakarta. Yayasan Pustaka Qbor Indonesia.

Suyono, Dkk. 2013. Hukum Kepolisian Kedudukan Polri Dalam System Ketatanegaraan
Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945. Yogyakarta. Laksbang Grafika.

Syamsuddin, Aziz. 2014. Tindak Pidana Khusus. Jakarta. Sinar Grafika.

Tabah, Anton. 1991. Menatap Dengan Mata Hati Polisi Indonesia. Jakarta. PT gramedia
utama.
B. Undang-undang
Undang-undang nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika

Undang-undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Undang-undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

C. Internet
“PerananPolridalampencegahanbahayanarkoba” 21 April 2019 pukul 21.19.
https://aditenachela.wordpress.com/2011/02/peranan-polri-dalam-pencegahan-bahaya-
narkoba.

"Kasus-Kasus Polisi Terjerat Narkoba dan Kritik atas Hukuman Mereka".21 April 2019
pukul 21.19. https://tirto.id/kasus-kasus-polisi-terjerat-narkoba-dan-kritik-atas-hukuman-
mereka-cQcC.

Anda mungkin juga menyukai