Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PEKERJA SEKS KOMERSIAL DAN DRUG ABUSE


Dosen Pengampu : Musrifah,S.ST., M.Kes.

Oleh :

KELOMPOK 5
RISKA DEFIYANI M
NIM: 220401005

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PUANGRIMAGGALATUNG
2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang. Puji syukur atas segala rahmat, taufik serta hidayah penulis haturkan

kepada Allah SWT, sehingga dalam penulisan makalah ini dengan judul Pekerja

Seks Komersial dan Drag Abuse bisa penulis selesaikan dengan lancar.

Sudah tentu dalam penulisan makalah ini melibatkan beberapa pihak yang

terkait dengan makalah yang telah disusun penulis. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyusunan makalah ini.

Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih

terdapat banyak kekurangan. Baik dari segi bahasa, penyusunan kalimat, maupun

isi makalah ini. Oleh karena itu, penulis berharap semoga makalah ini dapat

membantu dalam menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,

serta penulis juga berharap agar para pembaca bisa memberikan saran dan kritikan

pada makalah ini supaya kedepannya penulis dapat memperbaiki kekurangan pada

makalah ini dan dapat lebih baik lagi pada kesempatan yang lain.

Sengkang, 02 April 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah.........................................................................................1

B. Rumusan Masalah...................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3

A. Drug Abuse (Narkoba)............................................................................................3

B. Sejarah Penyalahgunaan Narkoba………………………………..……………....4

C. Pekerja Seks Komersial………………………………………….……….............9

D. Tanggapan Masyarakat Terhadap Perilaku Sosisal Beragama Pekerja Seks

Komersial……...…………………………………………………………………12

BAB III PENUTUP.......................................................................................................14

A. Kesimpulan...........................................................................................................14

B. Saran.....................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................15


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Drug abuse atau penyalahgunaan obat menurut World Health
Organisation (WHO) adalah penggunaan obat-obatan atau zat kimia yang tidak
ditujukan untuk pengobatan, akan tetapi obat-obatan tersebut dipergunakan
untuk mendapat kenikmatan (Nawawi et al., 1996). Pada kalangan pelajar
terutama bagi mereka yang berada di bangku SMP maupun SMA
penyalahgunaan obat diawali dengan merokok. Dari kebiasaan merokok ini,
kemudian berlanjut menjadi kebiasaan menyalahgunakan obat. Kebiasaan ini
terjadi karena adanya tawaran, bujukan, atau tekanan dari seseorang atau
sekelompok orang, misalnya oleh kawan sebaya. Selain itu penyalahgunaan obat
bisa saja terjadi karena stress yang berkepanjangan, kurangnya perhatian orang
tua, keretakan rumah tangga/broken home dan sekaligus didorong rasa ingin
tahu, ingin mencoba, atau ingin memakai.
Kasus penyalahgunaan obat semakin meningkat dari tahun ke tahun, salah
satu contohnya adalah kasus penyalahgunaan obat Paracetamol, Caffein,
Carisoprodol (PCC) di Kendari, Sulawesi Tenggara pada tahun 2017. Selain di
Kendari, penyalahgunaan obat PCC juga ditemukan di Jalan Raya Baturraden
Kelurahan Pabuaran, Kecamatan Purwokerto Utara, Kabupaten Banyumas.
Alasan saya melakukan penelitian di SMK Karya Teknologi 1 Jatilawang karena
sasaran responden dalam penelitian saya yaitu pelajar yang mana pelajar
tergolong usia remaja. Menurut Dadang Hawari (Mahi 2007: 46) diperoleh data
dan kesimpulan bahwa pada umumnya kasus penyalahgunaan NAPZA dilakukan
pada usia remaja yakni sebanyak 97% karena pada masa remaja sedang
mengalami keadaan emosional yang labil dan mempunyai keinginan besar untuk
mencoba serta mudah terpengaruh oleh lingkungan dan teman sebaya yang juga
menyalahgunakan obat.

1
2

Pekerja Seks Komersial (PSK) merupakan salah satu fenomena sosial


dalam masyarakat yang sangat kompleks, baik dari segi sebab, proses maupun
implikasi soasial yang ditimbulkannya. Pekerja seks komersial (PSK) dengan
berbagai versinya merupakan bisnis yang abadi sepanjang zaman. Oleh karena itu
pekerja seks komersial (PSK) memerlukan penanganan komprehensif dari
berbagai pihak. Prostitusi atau pekerja seks komersial (PSK) sebagai salah satu
penyakit masyarakat mempunyai sejarah yang panjang sejak adanya kehidupan
manusia, pekerja seks komersial (PSK) sebagai salah satu penyimpangan dari
pada norma-norma perkawinan, dan tidak ada habis-habisnya yang terdapat di
semua negara di dunia. Walaupun prostitusi sudah ada sejak dulu, namun masalah
prostitusi yang dulu dianggap tabu atau tidak biasa. Namun masa jaman sekarang
prostitusi oleh masyarakat Indonesia dianggap menjadi sesuatu yang biasa.
Prostitusi atau pekerja seks komersial (PSK) adalah penjualan jasa seksual untuk
uang. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini sering
disebut dengan istilah pekerja seks komersial (PSK).

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian narkoba dan bagaimana sejarah penyalahgunaannya ?

2. Apa saja kategori zat yang termasuk kedalam narkoba ?

3. Apa faktor penyebab terjadinya perilaku sosial beragama pekerja seks

komersial ?

4. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap perilaku pekerja seks

komersial ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian narkoba.

2. Untuk mengetahui sejarah penyalahgunaan narkoba.

3. Untuk mengetahui penyebab terjadinya perilaku sosial beragama pekerja

seks komersial.

4. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap pekerja seks komersial.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Drug Abuse (Narkoba)


Narkotika adalah bahan atau zat yang dapat memengaruhi kondisi

kejiwaan psikologi seseorang (pikiran, perasaan, dan perilaku) serta dapat

menimbulkan ketergantungan secara fisik dan psikologi. Menurut UU RI No.

35/2009, Narkotika adalah zat atau obat yang berasaldari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan

atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan

rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Kasus penyalahgunaan Narkoba di negara semakin hari semakin

mengkhawatirkan, hal ini terbukti dengan peningkatan jumlah pengguna narkoba

di kalangan remaja secara signifikan. Anak pada usia remaja merupakan fase usia

yang rentan untuk terjerumus dalam penggunaan narkoba yang dianggap sebagai

sesuatu yang baru dan menantang. Remaja juga menjadi mudah tergoda ketika

dalam keadaan frustasi atau depresi sehingga mudah jatuh pada masalah

penyalahgunaan narkoba. Artikel ini bertujuan untuk menggambarkan fenomena

penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja dan upaya penanggulangannya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan merupakan studi deskriptif.

Dengan menggunakan metode kualitatif, diharapkan penelitian dapat memberikan

gambaran secara mendalam mengenai kasus dan penanganan narkoba di

Indonesia. Proses penelitian meliputi berbagai tahap yaitu mengumpulkan data-

data non-numerik yang kemudian dianalisis berdasarkan landasan konseptual,

3
4

sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan penelitian ini. Hasil penelitian

menunjukan bahwa di Indonesia saat ini narkoba telah menyebar ke berbagai

lapisan masyarakat khususnya kalangan remaja. Indonesia sudah dalam situasi

darurat narkoba, dan tentunya hal ini harus menjadi perhatian seluruh pihak dan

elemen masyarakat. Kasus penyalahgunaan Narkoba pada kalangan remaja saat

ini menunjukan peningkatan, hal ini disebabkan karena remaja cenderung ingin

menyerap nilai-nilai baru, selalu ingin tahu dan selalu ingin mencoba hal baru,

termasuk terhadap sesuatu hal yang mengandung bahaya atau resiko (risk taking

behavior) yakni mencoba konsumsi Narkoba. Sementara itu upaya penanganan

yang perlu dilakukan terhadap permasalahan penyalahgunaan narkoba dikalangan

remaja, yakni berbagai upaya preventif atau pencegahan, edukasi serta kampanye

anti narkoba, dan upaya penindakan, yang perlu dilakukan secara massive mulai

dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.1

B. Sejarah Penyalahgunaan Narkoba


Pada tahun 2000 SM telah dikenal sebuah serbuk sari yang berasal dari

bunga Opium yang biasa disebut dengan “Hul Gill”, yang memiliki arti obat yang

menggembirakan. Sebutan ini diberikan oleh masyarakat Sumeria. Hul Gill ini

banyak tumbuh didaerah dataran tinggi dan juga sekitar pegunungan. Pada zaman

tersebut, serbuk ini diketahui memiliki fungsi sebagai obat tidur atau obat

penghilang rasa sakit. Obat ini digunakan dengan cara menghirup serbuk sari

tersebut. Orang orang zaman tersebut menggunakan serbuk sari bunga ini juga

sebagai obat bius bagi seseorang yang mengalami luka serius agar tidak merasa

1
https://jurnal.unpad.ac.id/jppm/article/viewFile/36796/pdf
5

sakit saat diobati. Selain itu, serbuk ini juga dapat digunakan sebagai racun untuk

berburu karena dapat menyebabkan hewan buruan tertidur sehingga lebih mudah

dalam menangkapnya. Setelah banyaknya Ilmu Pengetahuan yang berkembang,

Pada tahun 1805 seorang dokter yang berkebangsaan Jerman yang bernama

Friedrich Wilhelm menemukan senyawa opium amaniak yang kemudian diberi

nama morfin (morphine). Kata Morfin sendiri diambil dari salah satu nama dewa

Yunani yakni Morphius yang berarti dewa mimpi. Morfin dikenalkan sebagai

pengganti dari Opium yang merupakan candu mentah. Pada tahun 1874, seorang

peneliti C.R. Wright mulai melakukan sebuah eksperimen dengan mengubah

struktur molekul morfin dan mengubahnya menjadi obat dengan metode

memanaskan morfin. Obat dengan metode bakar ini biasa kita kena dengan

sebutan Sintesis Heroin (Putaw). Pada abad 19, peredaran morfin sangatlah

berkembang terutama di negara Amerika dan Eropa. Pada saat itu opium

dikategorikan kedalam jenis obat yang sudah dipatenkan sehingga status dari

opium adalah legal di mata hukum. Pada tahun 1898 narkotika diproduksi secara

massal oleh seorang produsen obat asal Jerman yang bernama Bayer. Pabrik

tersebut memproduksi obat penghilang rasa sakit dan kemudian memberi nama

untuk obat tersebut dengan nama “heroin”. Pada tahun itulah narkotika digunakan

secara resmi dalam dunia medis sebagai obat penghilang rasa sakit atau sebagai

obat bius. Tujuan awal dari dikembangkannya narkotika ini tidak lain adalah

untuk kepentingan dunia medis, namun seiring berkembangnya hubungan

Internasional yang terjalin serta pengaruh politik didalamnya, menjadikan

perkembangan narkotika tidak lepas dari sasaran para petinggi Politik. Banyak
6

pihak yang menginginkan mendapatkan banyak keuntungan dengan menjadikan

narkotika sebagai lahan bisnis yang menjanjikan dan menguntungkan. Adanya

permainan licik di dalam perdagangan narkotika menjadikan obat ini tidak lagi

hanya berfungsi sebagai obat penghilang, namun juga memiliki efek

ketergantungan terhadapnya. Banyak pihak pihak terkait yang menambahkan

berbagai zat adiktif ke dalam narkotika yang diperdagangkan tersebut.

Penambahan zat adiktif yang berlebihan ini selain dapat memicu seseorang

mengalami halusinasi yang tinggi, dapat juga menimbulkan efek samping yang

serius, seperti kerusakan jaringan saraf dan organ-organ tubuh yang dimana dapat

berujung kepada kematian. Pada tahun 1906, dalam mengatasi penyalahgunaan

narkoba yang mulai marak di masyarakat, Amerika membuat sebuah perundang-

undangan yang meminta farmasi untuk memberikan label yang jelas untuk setiap

kandungan dari obat yang diproduksi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui ada

atau tidaknya kandungan opium yang terkandung didalam obat tersebut. Pada

tahun 1914, dibuatlah sebuah peraturan yang dimana diperuntukkan kepada

seluruh pemakai dan penjual narkoba agar wajib membayar pajak, melarang

memberikan narkotika kepada para pecandu narkoba yang tidak ingin sembuh

serta menahan paramedis dan menutup tempat rehabilitasi. Peraturan ini bernama

Harrison Act, yang disahkan pada kongres tahun 1914 yang dimana peraturan ini

adalah bagian utama pertama dari Undang Undang Anti Narkoba Federal.

Peraturan ini mengharuskan siapa pun yang berurusan dengan opium, morfin,

heroin, kokain, atau sejenisnya untuk mendaftar kepada Pemerintah Federal dan

membayar pajak sebesar $1 per tahun. Namun, undang-undang tersebut hanya


7

mengizinkan pendaftaran oleh dokter, apoteker, dan profesional medis lainnya,

yang secara efektif melarang penggunaan obat-obat an ini secara umum. Namun

pada akhirnya tepatnya pada tahun 1920, putusan pengadilan membatasi

penggunaan heroin untuk tujuan medis, dan mengklaim bahwa penggunaan heroin

dapat menyebabkan kecanduan meskipun digunakan semata hanya untuk medis.

Pada tahun 1923, Amerika melarang penjualan bentuk narkotika, terutama Heroin.

Adapun larangan ini tercantum dalam Amandemen ke Delapan Belas (18)

Konstitusi AS, yang berisikan larangan pembuatan, penjualan, dan pengangkutan

minuman beralkohol. Namun dukungan terhadap larangan mulai berkurang tidak

lama setelah amandemen diberlakukan. Keberatan terhadap larangan termasuk

klaim bahwa itu memberi pemerintah terlalu banyak kekuasaan atas kehidupan

pribadi seseorang, sehingga kecil kemungkinan untuk ditegakkan, merusak agen

penegakan hukum, dan membuat banyak para penyelundup menjadi kaya.

Sehingga ketika datang depresi besar pada tahun 1929, memperbesar efek

hilangnya pendapatan pajak alkohol pada pemerintah federal, dan pada tahun

1933, Kongres mengusulkan dan negara bagian agar meratifikasi amandemen

kedua puluh satu (21), yakni mencabut larangan. Sedangkan di Indonesia,

kemunculan narkoba dianggap enteng dan permasalahan yang kecil. Pemerintah

Orba pada masa itu memandang bahwa masalah narkoba tidak akan berkembang,

mengingat dasar Indonesia yaitu Pancasila dan Agamis. Anggapan inilah yang

menjadikan pemerintah Indonesia lengah terhadap penyebaran Narkoba yang

justru ternyata berkembang pesat diantara masyarakat. Dalam upaya mengatasi

persebaran Narkoba yang mulai menunjukkan eksistensinya, Pemerintah


8

Indonesia bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor

22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan peraturan kedua perundang-

undangan tersebut, Pemerintah membentuk Badan Koordinasi Penanggulangan

Narkoba atau yang biasa kita kenal dengan Badan Narkotika Nasional. Badan

Narkotika Nasional juga memiliki cabang, yakni Badan Narkotika Provinsi dan

Badan Narkotika Kabupaten. Penyalahgunaan narkoba di Indonesia diwarnai

beberapa faktor, antara lain :

a. Faktor Subversi

Dengan jalan “menormalisasi” atau “memasyarakatkan” narkoba di

kalangan masyarakat sehingga masyarakat akan mulai melupakan

kewajibannya sebagai warga negara. Faktor subversi ini biasanya tidak berdiri

sendiri, namun biasanya akan diikuti dengan subversi dalam bidang

kebudayaan, moral dan sosial.

b. Faktor Ekonomi

Hal ini kerap terjadi di kalangan atas maupun bawah. Bagi kalangan atas

yang selalu bergelimang harta kekayaan, memiliki beberapa faktor sebagai

alasannya menggunakan narkoba. Antara lain, terbawa lingkungan baik

keluarga, teman, maupun lingkungan sosialnya. Atau dapat juga menggunakan

narkoba sebagai bahan foya-foya kekayaannya. Sedangkan pada umumnya,

kaum kalangan bawah menggunakan obat-obat an berbahaya dikarenakan

membutuhkan pelarian atas permasalahan ekonomi yang dihadapi nya. Jenis

narkoba dan obatobatan yang digunakan baik oleh kalangan bawah maupun
9

kalangan atas tentunya memiliki perbedaan. Baik dari segi obat-obatan yang

dikonsumsi maupun dari segi harga barang ilegal tersebut.

c. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan dapat dikategorikan menjadi bermacam, antara lain

faktor lingkungan dari luar keluarga, faktor lingkungan yang tercemar oleh

kebiasaan, faktor lingkungan yang bebas dan liar, dan faktor dari dalam

lingkungan keluarga. Diantara seluruh faktor lingkungan yang berpotensi

menjadi penyebab dari seseorang menyalahgunakan narkoba, lingkungan yang

liar dan bebas menjadi faktor yang memiliki persentase terbesar dalam

menjadi faktor utama penggunaan narkoba oleh remaja. Lingkungan yang

bebas dan liar adalah lingkungan yang lepas dan bebas dari pengawasan dan

bimbingan. Lingkungan ini biasanya dicita-citakan oleh sekelompok anak-

anak muda yang memimpikan kebebasan tersendiri. Lingkungan seperti inilah

yang biasanya pula menjadi sumber distribusi narkotika dan obat keras

lainnya.

C. Pekerja Seks Komersial


1. Pengertian Pekerja Seks Komersial

Pekerja Seks Komersial (PSK) adalah para pekerja yang bertugas

melayani aktivitas seksual dengan tujuan untuk mendapatkan upah atau

uang dari yang telah memakai jasa mereka tersebut.2 Dalam literatur lain

juga disebutkan bahwa pengertian PSK adalah wanita yang pekerjaannya

menjual diri kepada banyak laki-laki yang membutuhkan pemuasan nafsu

2
Koentjoro, On The Spot Tutur Dari Sarang Pelacur, (Yogyakarta: Tinta, 2004), 26.
10

seksual, dan wanita tersebut mendapat sejumlah uang sebagai imbalan,

serta dilakukan diluar pernikahan. 3Pengertian PSK sangat erat

hubungannya dengan pengertian pelacuran, PSK menunjuk pada “orang”

nya, sedangkan pelacuran menunjukkan “perbuatan”. Dari beberapa

pendapat yang telah dikemukakan diatas,dapat ditegaskan bahwa batasan

PSK yang dimaksut pada penelitian ini adalah; seseorang perempuan yang

menyerahkan dirinya “tubuhnya” untuk berhubungan seksual dengan jenis

kelamin yang bukan suaminya (tanpa ikatan perkawinan) dengan

mengharapkan imbalan, baik berupa uang ataupun bentuk materi lainnya.

2. Sejarah Pekerja Seks Komersial

PSK merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua umur

kehidupan manusia itu sendiri. Pelacuran selalu ada sejak zaman purba

sampai sekarang. Pada masa lalu pelacuran selalu dihubungkan dengan

penyembahan dewa-dewa dan upacara-upacara keagamaan tertentu. Ada

praktek-praktek keagamaan yang menjurus pada perbuatan dosa dan

tingkah laku cabul yang tidak ada bedanya dengan kegiatan pelacuran.

Pada zaman kerajaan Mesir kuno, Phunisia, Assiria, Chalddea, Ganaan

dan di Persia, penghormatan terhadap dewa-dewa Isis, Moloch, Baal,

Astrate, Mylitta, Bacchus dan dewa-dewa lain disertai orgie-orgie (orgia)

adalah pesta korban untuk para dewa, khususnya pada dewa Bacchus yang

terdiri atas upacara kebaktian penuh rahasia dan bersifat sangat misterius

disertai pesta-pesta makan dengan rakus dan mabuk secara berlebihan.

Orangorang tersebut juga menggunakan obat-obat pembangkit dan

3
Tjohjo Purnomo. Dalam Ashadi Siregar, Dolly, Membedah Dunia Pelacuran Surabaya, Kasus
Kompleks Pelacuran Dolly, (Jakarta: Grafitipers, 1983), 11.
11

perangsang nafsu seks untuk melampiaskan hasrat berhubungan seksual

secara terbuka. Sehubungan dengan itu kuil-kuil pada umumnya dijadikan

pusat perbuatan cabul.4

Di Indonesia pelacuran telah terjadi sejak zaman kerajaan

Majapahit. Salah satu bukti yang menunjukkan hal ini adalah penuturan

kisah-kisah perselingkuhan dalam kitab Mahabarata. Semasa zaman

penjajahan Jepang tahun 1941-1945, jumlah dan kasus pelacuran semakin

berkembang. Banyak remaja dan anak sekolah ditipu dan dipaksa menjadi

pelacur untuk melayani tentara Jepang. Pelacuran juga berkembang di luar

Jawa dan Sumatera. Hal ini bisa dilihat dari pernyataan dua bekas tentara

Jepang yang melaporkan bahwa pada tahun 1942 di Sulawesi Selatan

terdapat setidaknya 29 rumah bordil yang dihuni oleh lebih dari 280 orang

pelacur (111 orang dari Toraja, 67 orang dari Jawa dan 7 orang dari

Madura).

3. Faktor Penyebab Perempuan Menjadi Pekerja Seks Komersial


Faktor dominan yang menyebabkan seseorang bekerja menjadi

PSK adalah faktor ekonomi. Faktor ekonomi dalam hal ini adalah sulit

memenuhi kebutuhan sehari-hari dikarenakan tidak adanya pekerjaan yang

menghasilkan uang yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Selain faktor ekonomi, ada juga faktor lainnya seperti sulitnya mencari

pekerjaan, rendahnya tingkat pendidikan, faktor penghasilan menjadi PSK

yang lebih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan serta faktor keluarga.

Adanya PSK juga menimbulkan pandangan negatif dari masyarakat sekitar

meskipun hanya dijadikan sebagai unek-unek tanpa adanya tindakan yang

4
Kartono, Kartini, Patologi Sosial Jilid 1, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2005), 209.
12

nyata. Dampak yang ditimbulkan dari adanya PSK ini tidak membawa

dampak yang sangat serius di dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan baik

para PSK maupun pengguna jasa bukanlah warga dari masyarakat sekitar.

Tidak adanya tindakan yang nyata oleh masyarakat setempat membuat

PSK-PSK di wilayah ini bisa bebas menjajakkan dirinya hingga saat ini.

Upaya aparat kepolisianpun belum maksimal dalam melakukan razia ke

tempat-tempat mangkal PSK khususnya ke lokasi yang dijadikan tempat

penelitian.5

Direferensi lain secara umum faktor pendorong seseorang bekerja

menjadi PSK antara lain :

a. Faktor Internal : Faktor Sakit Hati, Faktor Perceraian Dini, Faktor

Rendahnya Tingkat Pendidikan dan Gaya Hidup.

b. Faktor Eksternal : Faktor Ekonomi, Ajakan Teman dan Pengaruh

Lingkungan.

D. Tanggapan Masyarakat Terhadap Perilaku Sosisal Beragama Pekerja

Seks Komersial
Di kalangan masyarakat Indonesia, PSK dipandang negatif, dan

mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai

sampah masyarakat. PSK telah begitu hina dan menjadi musuh

masyarakat, mereka kerap digunduli bila tertangkap aparat penegak

ketertiban, mereka juga digusur karena dianggap melecehkan kesucian

agama dan mereka juga diseret ke pengadilan karena melanggar hukum.

5
https://journal.uny.ac.id/index.php/dimensia/article/view/3433
13

Jika masyarakat mengetahui seseorang di lingkungannya menjadi PSK,

pada umumnya mereka akan mengucilkannya dan memberikan perlakuan

yang tidak adil kepadanya. Masyarakat tidak hanya memandang rendah

individu PSK yang ada tetapi mereka juga memandang rendah keluarga

PSK tersebut (ayah/ibu) karena dianggap tidak dapat memberi didikan

yang baik bagi anaknya. Sudah menjadi pengetahuan kita bersama, banyak

sekali masyarakat yang mengucilkan PSK, dan hal itu juga berlaku bagi

keluarga PSK tersebut. Masyarakat pun turut mengejek dan memandang

rendah keluarga dari PSK itu, misalnyanya anak dari 62 seorang PSK,

anak seorang PSK akan dikucilkan oleh teman sebayanya, sebab orang tua

dari anak-anak tersebut khawatir jika anaknya akan terpengaruh berbuat

nistakarena mereka menganggap bahwa jika ibunya saja bekerja seperti itu

maka anaknya pun juga akan begitu.6

6
https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/5620-BAB_VII.pdf
14

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

 Narkotika adalah bahan atau zat yang dapat memengaruhi kondisi

kejiwaan psikologi seseorang (pikiran, perasaan, dan perilaku) serta dapat

menimbulkan ketergantungan secara fisik dan psikologi.

 Penyalahgunaan narkoba di Indonesia diwarnai beberapa faktor, antara

lain : Faktor Subversi, faktor Ekonomi dan faktor Lingkungan.

 Pekerja Seks Komersial (PSK) adalah para pekerja yang bertugas

melayani aktivitas seksual dengan tujuan untuk mendapatkan upah atau

uang dari yang telah memakai jasa mereka.

 Secara umum faktor seseorang bekerja menjadi PSK antara lain :

a. Faktor Internal : Faktor Sakit Hati, Faktor Perceraian Dini, Faktor

Rendahnya Tingkat Pendidikan dan Gaya Hidup.

b. Faktor Eksternal : Faktor Ekonomi, Ajakan Teman dan Pengaruh

Lingkungan.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan

makalah ini, baik dari segi tata bahasa, isi, maupun referensi karena penulis

hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, kritik

dan saran yang membangun penulis harapkan dari pembaca.


DAFTAR PUSTAKA

Koentjoro, On The Spot Tutur Dari Sarang Pelacur. Yogyakarta: Tinta. 2004.
Purnomo, Tjohjo. Dalam Ashadi Siregar. Dolly. Membedah Dunia Pelacuran
Surabaya. Kasus Kompleks Pelacuran Dolly. Jakarta:
Grafitipers. 1983.
Kartono. Kartini. Patologi Sosial Jilid 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.2005.
https://journal.uny.ac.id/index.php/dimensia/article/view/3433
https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/5620-BAB_VII.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai