TAHUN 1444H/2023M
KATA PENGANTAR
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah
satu tugas dari mata kuliah Psikologi Terapan. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Silvia Anggraini,M.Kes selaku dosen mata kuliah Psikologi Terapan.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.
Kiranya makalah ini masih jauh dari kata sempurna oleh karena itu kami
menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi memperbaiki isi dari
makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan kepada pembaca serta ridho dari Allah SWT.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
A. Penyalahgunaan Obat Terlarang.............................................................................3
B. Bunuh Diri Pada Remaja........................................................................................7
C. Gay, Lesbian, Dan Biseksual Pada Remaja (Homoseksual).................................10
BAB III PENUTUP.........................................................................................................14
A. Kesimpulan..........................................................................................................14
B. Kritik dan Saran...................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Seorang
remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun ia masih
belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Ia sedang mencari pola
hidup yang paling sesuai baginya dan ini pun sering dilakukan melalui metode
coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukannya
sering menimbulkan kekhuwatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan
bagi lingkungannya, orangtuanya. Kesalahan yang diperbuat para remaja
hanya akan menyenangkan teman sebayanya. Hal ini karena mereka semua
memang sama-sama masih. dalam masa mencari identitas. Kesalahan-
kesalahan yang menimbulkan kekesalan lingkungan inilah yang sering disebut
sebagai kenakalan remaja.
Hal tersebut adalah suatu masalah yang dihadapi masyarakat yang kini
semakin marak, Oleh karena itu masalah kenakalan remaja seyogyanya
mendapatkan perhatian yang serius dan terfokus untuk mengarahkan remaja
1
ke arah yang lebih positif, yang titik beratnya untuk terciptanya suatu sistem
dalam menanggulangi kenakalan di kalangan remaja.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas penulis menyimpulkan materi yang akan dibahas
mengenai apa saja macam-macam kenakalan pada remaja diantaranya yaitu
Penyalahgunaan Obat Terlarang, Bunuh Diri Pada Remaja, Gay, Lesbian Dan
Biseksual Pada Remaja.
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yakni agar kita bisa mengetahui dan memahami
apa saja macam-macam kenakalan pada remaja.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
mengkonsumsi zat-zat tersebut lebih dari yang ia butuhkan, toleransi
dan/atau withdrawal.
5. Tolerance adalah kondisi dimana konsumsi zat dan obat terlarang
dibutuhkan sehingga bisa mencapai efek gairah yang diinginkan.
6. Withdrawal kondisi yang ditandai dengan distress ataupun kerusakan pada
fungsi sosial, okupasi ataupun gejala fisik ataupun emosional seperti:
gemetar, gampang marah, tidak mampu berkonsentrasi setelah mengurangi
ataupun berhenti menggunakan obat-obatan.
4
4. Sangat menginginkan zat dan obat-obatan terlarang yang bisa muncul
kapan pun terutama ketika ditempat dimana obat-obatan tersebut
pernah dipakai. Pertanyaan ini sering digunakan untuk
mengindikasikan akan adanya kekambuhan. Contoh: pernahkah ada
waktu dimana kamu berpikir bahwa ada dorongan kuat untuk
mengkonsumsi zat dan obat-obatan terlarang, dan kamu tidak bisa
memikirkan hal lain selain hal tersebut?
B. Social impairment
1. Gangguan ini menyebabkan seseorang gagal untuk memenuhi
tugasnya ditempat kerja, sekolah atau rumah.
2. Individu tetap menggunakan zat dan obat-obatan terlarang meskipun
memiliki masalah sosial ataupun interpersonal ataupun efek yang
memperburk keadaan tersedia.
3. Individu akan menarik diri dari kegiatan keluarga dan hobi hanya
untuk menggunakan zat dan obat-obatan terlarang.
C. Penggunaan yang berisiko
1. Penggunaan zat dan obat-obatan terlarang mungkin dalam situasi yang
berbahaya secara fisik.
2. Individu tetap menggunakan zat dan obat-obatan terlarang meskipun ia
mengetahui permasalahan fisik ataupun psikologis yang bisa
ditimbulkan dari mengkonsumsi zat dan obat-obatan terlarang.
D. Kriteria farmakologi
1. Adanya fase toleransi ditandai dengan mengingkatnya dosis zat dan
obat-obatan terlarang yang dimasukkan ke dalam tubuh, hal ini
dilakukan untuk mendapatkan efek yang diinginkan. Hal ini harus
dibedakan dengan perbedaan individual dalam sensitivitas terhadap zat
dan obat-obatan terlarang. Contoh: ada orang yang minim alcohol 3-4
gelas namun hanya sedikit menunjukkan intoksinasi, namun pada
orang lainnya hal tersebut bisa menyebabkan berbicara yang melantur
ataupun inkordinasi tubuh.
5
2. Withdrawal adalah sindrom yang terjadi ketika darah atau tumpuan
jaringan tubuh terhadap zat dan obat-obatan terlarang mengalami
penurunan pada diri seseorang yang telah lama menggunakan zat dan
obat-obatan terlarang. Setelah mengalami simptom withdrawal,
kemungkinan individu menggunakan zat dan obat-obatan terlarang
untuk mengurangi simptom yang muncul.
6
Halusinogen : zat ini bisa menyebabkan kewaspadaan pada
persepsi sensorik dan bisa menghabiskan delusi, paranoia, dan
halusinasi. Ganja dan LSD masuk dalam kategori ini.
Dan penyalahgunaan zat dan obat-obatan terlarang lainnya : jenis
obatan lainnya namun tidak masuk ke dalam kategori manapun
termasuk inhalants (contoh lem), anabolic steroid, dan obat respe
lainnya.1
1
Ainul Mardiah, M.Sc. 2019, Psikologi Abnormal Penyalahgunaan Obat Terlarang,
(Yogyakarta : Universitas Mercu Buana) hlm, 2-5
7
dan self-harm.5 Depresi salah satunya gangguan mental yang menjadi
penyebab bunuh diri paling tinggi. WHO menyatakan bunuh diri akibat
depresi menjadi penyebab kematian terbesar ketiga di dunia untuk usia remaja
antara 15-19 tahun dengan persentase sebesar 6,2% dan tercatat sekitar 4.600
jiwa meninggal setiap tahunnya.
Bunuh diri adalah manifestasi dari sejumlah masalah mendasar, bukan
hanya depresi. Tindakan bunuh diri tertentu dapat diakibatkan oleh berbagai
keadaan, misalnya konflik yang belum terselesaikan, tekanan sosial,
kurangnya keterampilan masalah sosial, kemarahan atau kemarahan yang
tidak terungkapkan, frustasi dan sedih kehilangan seseorang. Sedangkan
pemicu dan risiko yang mengarah pada bunuh diri di kalangan remaja yaitu
dari perilaku, perasaan/ emosi, pengaruh keluarga, teman sebaya dan hal lain
seperti obat-obatan terlarang atau alkohol, bisa berupa adanya persepsi yang
cenderung melebih-lebihkan, kondisi hidup yang tidak ideal dan mengalami
kemisikinan. Usia 15-18 tahun cenderung mengalami depresi, 20%-nya
dialami pada usia 18 tahun dan separuh dari episode pertama depresi terjadi
selama periode ini.
Bunuh diri remaja adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius di
wilayah tersebut Asia Tenggara. Negara Indonesia memiliki tingkat bunuh diri
yang lebih tinggi daripada rata-rata tingkat dunia (3,77 per 100.000). Pada
penelitian terkait bunuh diri remaja, Emilen menyimpulkan remaja merasa
bunuh diri adalah satu-satunya cara memecahkan permasalahan, mengakhiri
rasa sakit dan kesusahan batin yang dialami hingga menyebabkan depresi.
Depresi lebih banyak ditemui pada usia produktif, khususnya pada remaja
akhir. Umumnya pembagian periodisasi remaja ada tiga: remaja awal berusia
11-14 tahun (early adolescence), pertengahan usia remaja 15-17 tahun
(middle adolescence) dan usia 18-21 tahun (late adolescence) atau biasa
disebut remaja akhir. Pada perubahan dalam diri remaja, awalnya ia
masih bingung dan tidak nyaman akan perubahan yang terjadi. Namun lambat
laun, remaja lebih nyaman dan juga terbiasa dengan kondisinya, ia merasa
memiliki teman dan bisa saling berbagi pengalaman.13 Namun sisi lain,
8
remaja yang tergolong tahap ini dianggap sebagai masa labil, dimana ia
berusaha mencari jati dirinya, juga mudah sekali menerima informasi dari luar
tanpa ada pemikiran lebih lanjut.
Menurut Hurlock Setiap individu mempunyai keterbatasan dalam
menerima rangsangan informasi sesuai dengan kepribadian, minat, motivasi,
sikap yang ada. Informasi yang diterima akan menyebabkan perubahan
pandangan, pendapat dan daya pikir terhadap obyek tertentu yang disebut
dengan persepsi. Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting
bagi tiap individu dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala
disekitarnya yang membentuk respons positif maupun negatif. Persepsi negatif
atau bisa karena minimnya pengetahuan bunuh diri membuat ketidakdewasaan
remaja dalam menyikapnya. Bahkan mereka dapat mengambil tindakan salah
dan berakibat fatal sekalipun memiliki itikad baik.
Selain itu, kasus bunuh diri seringkali disebabkan ketidakmampuan
individu dalam menyelesaikan masalah atau gagalnya mekanisme koping yang
diterapkan. Dalam penelitian milik Elsie Ong, penggunaan strategi koping
maladaptif dan kesulitan mengatur suasana hati dapat meningkatkan risiko
bunuh diri. Dan umumnya strategi digunakan berupa problem-focused coping
dan emotion-focused coping. Karena memang kedua strategi tersebut mudah
diterapkan pada semua situasi stress. Keberhasilan koping dapat meningkat
bahkan pada situasi yang paling menekan sekalipun. Kunci dari coping stress
adalah individu cenderung menggunakan emotion-focused coping dimana
individu merasa stressor yang ada tidak dapat diubah atau diatasi, sedangkan
individu yang memiliki persepsi bahwa stressor mampu diubah cenderung
memakai problem-focused coping. Sedangkan pada remaja, strategi problem-
focused coping sering digunakan oleh remaja akhir dimana mereka akan
bercerita dengan orang-orang terdekatnya, sedangkan usia remaja awal
biasanya emotion-focused coping dimana mereka hanya menangis dan
merenung dalam menghadapi masalahnya.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan strategi koping
yaitu sumber yang tersedia, baik dalam diri individu maupun lingkungan
9
sekitarnya. Adanya penggunaan strategi koping yang tepat dapat
meminimalisir stres yang dialami remaja dan memperbaiki kesalahan persepsi
yang dimiliki guna memberi keuntungan dalam diri remaja. Jika efektif
diterapkan maka akan mendapatkan hasil penyesuaian yang baik dan
menjadikan gaya hidup baru, tetapi sebaliknya apabila gagal justru
menimbulkan masalah kesehatan, baik fisik maupun mental.
10
Kemunculan istilah homoseksual pertama kali ditemukan pada tahun 1869
dalam sebuah pamflet Jerman tulisan novelis kelahiran Austria Karl-Maria
Kertbeny yang diterbitkan secara anonim, berisi perdebatan melawan hukum
anti-sodomi Prusia. Pada tahun 1879, Gustav Jager menggunakan istilah
Kertbeny dalam bukunya, Discovery of The Soul (1880). Pada tahun 1886,
Richard von Krafft-Ebing menggunakan istilah homoseksual dan
heteroseksual dalam bukunya Psychopathia Sexualis, mungkin meminjamnya
dari buku Jager. Buku Krafft-Ebing begitu populer di kalangan baik orang
awam dan kedokteran hingga istilah "heteroseksual" dan "homoseksual"
menjadi istilah yang paling luas diterima untuk orientasi seksual..
11
organisasi ini kerap menggambarkan bahwa homoseksualitas merupakan
"pilihan".
A. aktif, bertindak sebagai pria dan tidak bergantung kepada teman seksnya.
B. pasif, yaitu bertindak sebagai wanita.
12
C. campuran, yaitu kadang-kadang sebagai pria, kadang-kadang sebagai
wanita Adapun sebab-sebab terjadinya perbuatan homoseksual tersebut,
yaitu:
a. faktor hereditas (dibawa sejak lahir) Ini jarang terjadi
b. adanya ketidakseimbangan hormon seks (seks hormonal imbalance)
c. pengaruh lingkungan:
1) terpisah dari lawan jenis dalam jangka waktu yang lama, misalnya
di penjara dan asrama
2) pengalaman berhubungan seks dengan sesama jenis pada masa
kanak-kanak (childhood), dengan istilah sodomi
3) kesalahan perlakuan, yakni anak laki-laki yang hidup di rumah
tangga dimana semua saudaranya perempuan. Jika anak ini
diperlakukan sebgai anak perempuan setiap harinya, misalnya
dibedaki, diberi pakaian wanita, dan lain- lain. Maka akan tumbuh
sifat-sifat kewanitaan pada dirinya (merasa diri sebagai jenis
kelamin wanita).
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyalahgunaan obat terlarang, bunuh diri pada remaja, dan isu-isu terkait
homoseksualitas adalah masalah kompleks yang memengaruhi masyarakat
pada berbagai tingkatan. Di bawah ini adalah beberapa kesimpulan terkait
dengan masing-masing isu tersebut:
14
- Bunuh diri merupakan masalah serius dengan angka kematian yang
meningkat, terutama di kalangan remaja.
- Faktor risiko melibatkan depresi, konflik tidak terselesaikan,
tekanan sosial, dan pengaruh substansi.
2. Peran Depresi:
- Depresi merupakan faktor utama yang menyebabkan tingginya
angka bunuh diri di kalangan remaja.
- Perubahan emosional dan sosial pada remaja dapat meningkatkan
risiko depresi.
3. Peran Persepsi dan Strategi Koping:
- Ketidakmampuan remaja dalam menyelesaikan masalah atau
mengadopsi mekanisme koping yang tidak sehat dapat
meningkatkan risiko bunuh diri.
- Persepsi negatif dan minimnya pengetahuan dapat mempengaruhi
pemilihan strategi koping.
C. Homoseksualitas pada Remaja:
1. Definisi dan Terminologi:
- Homoseksualitas mengacu pada ketertarikan romantis dan seksual
antara individu berjenis kelamin atau gender yang sama.
- Terminologi seperti gay, lesbian, dan biseksual digunakan untuk
merinci orientasi seksual.
2. Persepsi Masyarakat dan Hak-Hak LGBT:
- Masyarakat memiliki berbagai pandangan terhadap
homoseksualitas, dari dukungan hingga penolakan.
- Gerakan hak LGBT berjuang untuk pengakuan hak legal dan sosial
bagi individu homoseksual.
3. Faktor Penyebab dan Diversitas Homoseksualitas:
- Faktor penyebab homoseksualitas termasuk faktor hereditas,
ketidakseimbangan hormonal, dan pengaruh lingkungan.
- Ada variasi dalam pengalaman homoseksual, termasuk gay,
lesbian, dan individu biseksual.
15
Kesimpulannya, ketiga isu ini menunjukkan kompleksitas permasalahan di
tingkat individual dan sosial. Pendekatan holistik yang melibatkan pendidikan,
dukungan mental, dan perubahan persepsi masyarakat dapat membantu
mengatasi dampak negatif dari penyalahgunaan obat terlarang, bunuh diri
pada remaja, dan stigma terkait homoseksualitas.
16
DAFTAR PUSTAKA
Aulia, Nur, Yulastri Yulastri, and Heppi Sasmita. "Analisis Hubungan Faktor
Risiko Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja. " Jurnal
Keperawatan 11.4 (2019)
Zulaikha, Afrina, and Nining Febriyana. "Bunuh diri pada anak dan
remaja." Jurnal Psikiatri Surabaya 7.2 (2018)
17