Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KENAKALAN PADA REMAJA

(Penyalahgunaan Obat Terlarang, Bunuh Diri Pada Remaja, Gay,


Lesbian Dan Biseksual Pada Remaja)

Dosen Pengampu : Silvia Anggraini,M.Kes

Disusun Oleh Kelompok 8 :

Echika Noveta Romadhon 2241040114

Muhamad Zalfa Ar-Rafi 2241040093

Rohmatun Nisa 2241040103

PROGAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN 1444H/2023M
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas


limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan pembuatan
tugas makalah diskusi dengan judul “Kenakalan Pada Remaja”. Sholawat dan
salam tetap tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW karena beliaulah
satu–satunya Nabi yang telah mengubah dari zaman kegelapan menuju zaman
yang terang benderang yakni Agama Islam.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah
satu tugas dari mata kuliah Psikologi Terapan. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Silvia Anggraini,M.Kes selaku dosen mata kuliah Psikologi Terapan.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.

Kiranya makalah ini masih jauh dari kata sempurna oleh karena itu kami
menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi memperbaiki isi dari
makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan kepada pembaca serta ridho dari Allah SWT.

Bandar Lampung, November 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
A. Penyalahgunaan Obat Terlarang.............................................................................3
B. Bunuh Diri Pada Remaja........................................................................................7
C. Gay, Lesbian, Dan Biseksual Pada Remaja (Homoseksual).................................10
BAB III PENUTUP.........................................................................................................14
A. Kesimpulan..........................................................................................................14
B. Kritik dan Saran...................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Seorang
remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun ia masih
belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Ia sedang mencari pola
hidup yang paling sesuai baginya dan ini pun sering dilakukan melalui metode
coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukannya
sering menimbulkan kekhuwatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan
bagi lingkungannya, orangtuanya. Kesalahan yang diperbuat para remaja
hanya akan menyenangkan teman sebayanya. Hal ini karena mereka semua
memang sama-sama masih. dalam masa mencari identitas. Kesalahan-
kesalahan yang menimbulkan kekesalan lingkungan inilah yang sering disebut
sebagai kenakalan remaja.

Remaja merupakan pemimpin masa depan suatu bangsa. Di samping hal-


hal yang menggembirakan dengan kegiatan remaja-remaja akhir-akhir ini
seperti semakin aktif mengikuti organisasi antar pelajar dan peningkatan
prestasi, kita melihat pula arus kemorosotan moral yang semakin melanda di
kalangan sebagian pemuda-pemuda kita, yang lebih terkenal dengan sebutan
kenakalan remaja. Dalam surat kabar-surat kabar sering kali kita membaca
berita tentang perkelahian pelajar, penyebaran narkotika, pemakaian obat bius,
minuman keras, penjambret yang dilakukan oleh anak-anak yang berusia
belasan tahun, meningkatnya kasus-kasus kehamilan di kalangan remaja putri
dan lain sebagainya.

Hal tersebut adalah suatu masalah yang dihadapi masyarakat yang kini
semakin marak, Oleh karena itu masalah kenakalan remaja seyogyanya
mendapatkan perhatian yang serius dan terfokus untuk mengarahkan remaja

1
ke arah yang lebih positif, yang titik beratnya untuk terciptanya suatu sistem
dalam menanggulangi kenakalan di kalangan remaja.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas penulis menyimpulkan materi yang akan dibahas
mengenai apa saja macam-macam kenakalan pada remaja diantaranya yaitu
Penyalahgunaan Obat Terlarang, Bunuh Diri Pada Remaja, Gay, Lesbian Dan
Biseksual Pada Remaja.

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yakni agar kita bisa mengetahui dan memahami
apa saja macam-macam kenakalan pada remaja.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyalahgunaan Obat Terlarang


Apakah kamu tahu gangguan psikologis yang membebani Negara hingga
triliunan dolar setiap tahunnya, membunuh hampir 500.000 orang Amerika
pertahunnya, kejahatan di jalanan, homeless, dan kejahatan gang? Jawaban
atas pertanyaan itu adalah penyalahgunaan zat dan obat-obatan terlarang, yang
dapat mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku. Gangguan terkait
penyalahgunaan zat dan obat-obatan terlarang adalah sebuah gangguan
penggunaan zat psikoaktif yang mempengaruhi sistem syaraf pusat, yang
menyebabkan permasalahan sosial, okupasi dan psikologis yang menghasilkan
penyalahgunaan atau keterantungan.

Level keterlibatan dalam NAPAZA, dibagi ke dalam beberapa kategori, yaitu:

1. Substance use: proses menelan zat-zat psikoaktif dengan jumlah yang


sedang tanpa mempengaruhi fungsi sosial, pendidikan ataupun fungsi
pekerjaan. Contoh: merokok, minum kopi dll.
2. Substance intoxication: reaksi fisiologis terhadap zat-zat yang dimasukkan
ke dalam tubuh mabuk atau teler. Contoh: tidak mampu penilaian,
perubahan mood, kemampuan motoric yang menurun- sulit berjalan atau
berbicara.
3. Substance abused: pola yang maladptif dari penggunaan yang berulang
selama lebih kurang 12 bulan, yang menyebabkan kerusakan yang jelas
ataupun distress, yang juga menyebabkan permasalahan pada sosial,
psikologis, fisik dan keamanan.
4. Substance Dependence: pola yang maladaptive dari penggunaan yang
berulang selama lebih kurang 12 bulan, namun gagal untuk mengontrol
gangguan ini meskipun ia tahu bahaya dari penggunaan zat tersebut,

3
mengkonsumsi zat-zat tersebut lebih dari yang ia butuhkan, toleransi
dan/atau withdrawal.
5. Tolerance adalah kondisi dimana konsumsi zat dan obat terlarang
dibutuhkan sehingga bisa mencapai efek gairah yang diinginkan.
6. Withdrawal kondisi yang ditandai dengan distress ataupun kerusakan pada
fungsi sosial, okupasi ataupun gejala fisik ataupun emosional seperti:
gemetar, gampang marah, tidak mampu berkonsentrasi setelah mengurangi
ataupun berhenti menggunakan obat-obatan.

Ciri-ciri penting dari gangguan penggunaan zat dan obat-obatan terlarang


adalah gejala pada kognitif, perilaku dan fisiologis dimana individu terus
menerus menggunakan obat-obatan meskipun ada permasalah terkait
penggunaan obat-obatan tersebut. Ciri utama dari gangguan ini adalah
perubahan yang terjadi di sirkuit otak yang tetap ada meskipun sudah
didetoksifikasi, terutama dengan kasus berat. Akibatnya adalah kekambuhan
dan kebutuhan akan obat-obatan yang intens ketika terekspos dengan stimulus
terkait dengan obat-obatan.
Diagnosa gangguan penggunaan obat-obatan berdasarkan pola perilaku
tekrait dengan penggunaan obat-obatan. Kriteria A bisa digunakan secara
keseluruhan pada semua kelompok, yaitu:
A. Gangguan pengendalian
1. Individu mengkonsumsi zat dan obat-obatan terlarang dalam jumlah
yang besar untuk waktu yang lebih lama melebihi yang sudah
dimaksudkan.
2. Keinginan individu untuk mengurangi atau meregulasi pengunana zat
dan obat-obat terlarang dan melaporkan adanya kegagalan usaha untuk
mengurangi ataupun menghentikan penggunaan.
3. Individu menghabiskan waktu yang cukup banyak untuk mendapatkan
zat dan obat- obatan terlarang, menggunakan obat-obatan, dan sembuh
dari efeknya. Dimana hari-hari orang tersebut berkisar tentang zat dan
obat-obatan terlarang.

4
4. Sangat menginginkan zat dan obat-obatan terlarang yang bisa muncul
kapan pun terutama ketika ditempat dimana obat-obatan tersebut
pernah dipakai. Pertanyaan ini sering digunakan untuk
mengindikasikan akan adanya kekambuhan. Contoh: pernahkah ada
waktu dimana kamu berpikir bahwa ada dorongan kuat untuk
mengkonsumsi zat dan obat-obatan terlarang, dan kamu tidak bisa
memikirkan hal lain selain hal tersebut?
B. Social impairment
1. Gangguan ini menyebabkan seseorang gagal untuk memenuhi
tugasnya ditempat kerja, sekolah atau rumah.
2. Individu tetap menggunakan zat dan obat-obatan terlarang meskipun
memiliki masalah sosial ataupun interpersonal ataupun efek yang
memperburk keadaan tersedia.
3. Individu akan menarik diri dari kegiatan keluarga dan hobi hanya
untuk menggunakan zat dan obat-obatan terlarang.
C. Penggunaan yang berisiko
1. Penggunaan zat dan obat-obatan terlarang mungkin dalam situasi yang
berbahaya secara fisik.
2. Individu tetap menggunakan zat dan obat-obatan terlarang meskipun ia
mengetahui permasalahan fisik ataupun psikologis yang bisa
ditimbulkan dari mengkonsumsi zat dan obat-obatan terlarang.
D. Kriteria farmakologi
1. Adanya fase toleransi ditandai dengan mengingkatnya dosis zat dan
obat-obatan terlarang yang dimasukkan ke dalam tubuh, hal ini
dilakukan untuk mendapatkan efek yang diinginkan. Hal ini harus
dibedakan dengan perbedaan individual dalam sensitivitas terhadap zat
dan obat-obatan terlarang. Contoh: ada orang yang minim alcohol 3-4
gelas namun hanya sedikit menunjukkan intoksinasi, namun pada
orang lainnya hal tersebut bisa menyebabkan berbicara yang melantur
ataupun inkordinasi tubuh.

5
2. Withdrawal adalah sindrom yang terjadi ketika darah atau tumpuan
jaringan tubuh terhadap zat dan obat-obatan terlarang mengalami
penurunan pada diri seseorang yang telah lama menggunakan zat dan
obat-obatan terlarang. Setelah mengalami simptom withdrawal,
kemungkinan individu menggunakan zat dan obat-obatan terlarang
untuk mengurangi simptom yang muncul.

Untuk dua kriteria terakhir tidak digunakan dalam mendiagnosa


gangguan penggunaan zat dan obat-obatan terlarang (substance use).
Penggunaan zat dan obat-obatan terlarang mungkin terjadi secara
bersamaan dengan gangguan lainnya untuk beberapa alasan. Gangguan zat
dan obat-obatan terlarang, kecemasan, dan gangguan mood sangat lazim
terjadi di masyarakat sekarang ini dan sering terjadi bersamaan secara
kebetulan. Intoksinasi dan withdrawal dari obat-obatan bisa menyebabkan
munculnya simptom kecemasan, depresi, dan psikosis. Gangguan seperti:
skizofrenia dan gangguan kepribadian merupakan permasalahan sekunder
dari penggunaan zat dan obat-obatan terlarang.
Secara umum ada lima kategori zat dan obat-obatan terlarang, yaitu:
 Depresan: zat ini menyebabkan perilaku yang tenang dan
menghasilkan kondisi yang rileks. Termasuk di dalamnya
minuman alcohol (ethyl alcohol) dan obat-obatan pada kategori
barbiturates (contoh: Seconal) dan benzodiazefam (contoh:
Valium, Xanax).
 Stimulan: zat ini menyebabkan seseorang untuk menjadi aktif dan
waspada, serta bisa menaikkan mood. Yang termasuk di dalam
grup ini adalah: ampetamin, kokain, nikotin, dan kafein.
 Opium: semua obat-obatan yang menghasilkan analgesic secara
sementara (yang bisa mengurangi rasa sakit) dan euphoria. Heroin,
opium, codeine dan morfin masuk ke dalam kelompok ini.

6
 Halusinogen : zat ini bisa menyebabkan kewaspadaan pada
persepsi sensorik dan bisa menghabiskan delusi, paranoia, dan
halusinasi. Ganja dan LSD masuk dalam kategori ini.
 Dan penyalahgunaan zat dan obat-obatan terlarang lainnya : jenis
obatan lainnya namun tidak masuk ke dalam kategori manapun
termasuk inhalants (contoh lem), anabolic steroid, dan obat respe
lainnya.1

B. Bunuh Diri Pada Remaja


Bunuh diri merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji, karena bunuh
diri merupakan fenomena yang hingga saat ini belum diketahui secara pasti
akar penyebabnya. Bunuh diri sering mewarnai pemberitaan media, hal ini
disebabkan angka bunuh diri yang meningkat drastis. WHO mencatat jumlah
kematian akibat bunuh diri lebih tinggi daripada korban meninggal akibat
HIV, malaria, kanker payudara, atau kematian akibat korban perang dan
pembunuhan.
Survey Out World in Data menyatakan tahun 2019 angka bunuh diri di
Indonesia berada di angka 2,5 orang per 100.000 penduduk dengan total
penduduk Indonesia sebanyak 270 juta jiwa. Maka terdapat 6.750 orang
meninggal karena bunuh diri. Tahun 2020, data Kepolisian RI melaporkan
terdapat 671 kasus kematian bunuh diri, di tahun 2021, data Potensi Desa
(Podes) Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut sebanyak 5.787 korban
maupun percobaan bunuh diri di Indonesia.
Pelaku sekaligus korban ada remaja yang masih berstatus pelajar. Kondisi
ini sangat memprihatinkan, dari segi angka yang tidak sedikit, juga dari segi
oknumnya yang masih remaja dengan pikiran labil Riyanti mengungkapkan
bahwa ide bunuh diri muncul sejak manusia remaja. Ia menjelaskan sejumlah
remaja yang berkonsultasi hampir semuanya disertai dengan ide bunuh diri

1
Ainul Mardiah, M.Sc. 2019, Psikologi Abnormal Penyalahgunaan Obat Terlarang,
(Yogyakarta : Universitas Mercu Buana) hlm, 2-5

7
dan self-harm.5 Depresi salah satunya gangguan mental yang menjadi
penyebab bunuh diri paling tinggi. WHO menyatakan bunuh diri akibat
depresi menjadi penyebab kematian terbesar ketiga di dunia untuk usia remaja
antara 15-19 tahun dengan persentase sebesar 6,2% dan tercatat sekitar 4.600
jiwa meninggal setiap tahunnya.
Bunuh diri adalah manifestasi dari sejumlah masalah mendasar, bukan
hanya depresi. Tindakan bunuh diri tertentu dapat diakibatkan oleh berbagai
keadaan, misalnya konflik yang belum terselesaikan, tekanan sosial,
kurangnya keterampilan masalah sosial, kemarahan atau kemarahan yang
tidak terungkapkan, frustasi dan sedih kehilangan seseorang. Sedangkan
pemicu dan risiko yang mengarah pada bunuh diri di kalangan remaja yaitu
dari perilaku, perasaan/ emosi, pengaruh keluarga, teman sebaya dan hal lain
seperti obat-obatan terlarang atau alkohol, bisa berupa adanya persepsi yang
cenderung melebih-lebihkan, kondisi hidup yang tidak ideal dan mengalami
kemisikinan. Usia 15-18 tahun cenderung mengalami depresi, 20%-nya
dialami pada usia 18 tahun dan separuh dari episode pertama depresi terjadi
selama periode ini.
Bunuh diri remaja adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius di
wilayah tersebut Asia Tenggara. Negara Indonesia memiliki tingkat bunuh diri
yang lebih tinggi daripada rata-rata tingkat dunia (3,77 per 100.000). Pada
penelitian terkait bunuh diri remaja, Emilen menyimpulkan remaja merasa
bunuh diri adalah satu-satunya cara memecahkan permasalahan, mengakhiri
rasa sakit dan kesusahan batin yang dialami hingga menyebabkan depresi.
Depresi lebih banyak ditemui pada usia produktif, khususnya pada remaja
akhir. Umumnya pembagian periodisasi remaja ada tiga: remaja awal berusia
11-14 tahun (early adolescence), pertengahan usia remaja 15-17 tahun
(middle adolescence) dan usia 18-21 tahun (late adolescence) atau biasa
disebut remaja akhir. Pada perubahan dalam diri remaja, awalnya ia
masih bingung dan tidak nyaman akan perubahan yang terjadi. Namun lambat
laun, remaja lebih nyaman dan juga terbiasa dengan kondisinya, ia merasa
memiliki teman dan bisa saling berbagi pengalaman.13 Namun sisi lain,

8
remaja yang tergolong tahap ini dianggap sebagai masa labil, dimana ia
berusaha mencari jati dirinya, juga mudah sekali menerima informasi dari luar
tanpa ada pemikiran lebih lanjut.
Menurut Hurlock Setiap individu mempunyai keterbatasan dalam
menerima rangsangan informasi sesuai dengan kepribadian, minat, motivasi,
sikap yang ada. Informasi yang diterima akan menyebabkan perubahan
pandangan, pendapat dan daya pikir terhadap obyek tertentu yang disebut
dengan persepsi. Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting
bagi tiap individu dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala
disekitarnya yang membentuk respons positif maupun negatif. Persepsi negatif
atau bisa karena minimnya pengetahuan bunuh diri membuat ketidakdewasaan
remaja dalam menyikapnya. Bahkan mereka dapat mengambil tindakan salah
dan berakibat fatal sekalipun memiliki itikad baik.
Selain itu, kasus bunuh diri seringkali disebabkan ketidakmampuan
individu dalam menyelesaikan masalah atau gagalnya mekanisme koping yang
diterapkan. Dalam penelitian milik Elsie Ong, penggunaan strategi koping
maladaptif dan kesulitan mengatur suasana hati dapat meningkatkan risiko
bunuh diri. Dan umumnya strategi digunakan berupa problem-focused coping
dan emotion-focused coping. Karena memang kedua strategi tersebut mudah
diterapkan pada semua situasi stress. Keberhasilan koping dapat meningkat
bahkan pada situasi yang paling menekan sekalipun. Kunci dari coping stress
adalah individu cenderung menggunakan emotion-focused coping dimana
individu merasa stressor yang ada tidak dapat diubah atau diatasi, sedangkan
individu yang memiliki persepsi bahwa stressor mampu diubah cenderung
memakai problem-focused coping. Sedangkan pada remaja, strategi problem-
focused coping sering digunakan oleh remaja akhir dimana mereka akan
bercerita dengan orang-orang terdekatnya, sedangkan usia remaja awal
biasanya emotion-focused coping dimana mereka hanya menangis dan
merenung dalam menghadapi masalahnya.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan strategi koping
yaitu sumber yang tersedia, baik dalam diri individu maupun lingkungan

9
sekitarnya. Adanya penggunaan strategi koping yang tepat dapat
meminimalisir stres yang dialami remaja dan memperbaiki kesalahan persepsi
yang dimiliki guna memberi keuntungan dalam diri remaja. Jika efektif
diterapkan maka akan mendapatkan hasil penyesuaian yang baik dan
menjadikan gaya hidup baru, tetapi sebaliknya apabila gagal justru
menimbulkan masalah kesehatan, baik fisik maupun mental.

C. Gay, Lesbian, Dan Biseksual Pada Remaja (Homoseksual)


Secara Etimilogi kata homoseksual adalah hasil pemikahan bahasa Yunani
dan Latin dengan elemen pertama berasal dari bahasa Yunani homos, 'sama'
(tidak terkait dengan kata Latin homo, 'manusia', seperti dalam Homo
sapiens), sehingga dapat juga berarti tindakan seksual dan kasih sayang antara
individu berjenis kelamin sama, termasuk lesbianisme. Gay umumnya
mengacu pada homoseksualitas laki-laki, tetapi dapat digunakan secara luas
untuk merujuk kepada semua orang LGBT. Dalam konteks seksualitas,
lesbian, hanya merujuk pada homoseksualitas perempuan. Kata "lesbian"
berasal dari nama pulau Yunani Lesbos, di mana penyair Sappho banyak
sekali menulis tentang hubungan emosionalnya dengan wanita muda,

Banyak panduan penulisan modern di Amerika Serikat menyarankan


untuk tidak menggunakan kata homoseksual sebagai kata benda, tapi
menggunakan kata pria gay atau lesbian. Demikian pula, beberapa
merekomendasikan untuk sepenuhnya menghindari penggunaan kata
homoseksual karena memiliki sejarah yang buruk dan karena kata tersebut
hanya merujuk pada perilaku seksual seseorang (berlawanan dengan perasaan
romantis) dan dengan demikian memiliki konotasi negatif. Gay dan lesbian
adalah alternatif yang paling umum. Huruf pertama sering dikombinasikan
untuk menciptakan inisial LGBT (terkadang ditulis sebagai GLBT), di mana B
dan T mengacu pada orang biseksual dan transgender.

10
Kemunculan istilah homoseksual pertama kali ditemukan pada tahun 1869
dalam sebuah pamflet Jerman tulisan novelis kelahiran Austria Karl-Maria
Kertbeny yang diterbitkan secara anonim, berisi perdebatan melawan hukum
anti-sodomi Prusia. Pada tahun 1879, Gustav Jager menggunakan istilah
Kertbeny dalam bukunya, Discovery of The Soul (1880). Pada tahun 1886,
Richard von Krafft-Ebing menggunakan istilah homoseksual dan
heteroseksual dalam bukunya Psychopathia Sexualis, mungkin meminjamnya
dari buku Jager. Buku Krafft-Ebing begitu populer di kalangan baik orang
awam dan kedokteran hingga istilah "heteroseksual" dan "homoseksual"
menjadi istilah yang paling luas diterima untuk orientasi seksual..

Homoseksualitas adalah rasa ketertarikan romantis dan seksual atau


perilaku antara individu berjenis kelamin atau gender yang sama. Sebagai
orientasi seksual, homoseksualitas mengacu kepada "pola berkelanjutan atau
disposisi untuk pengalaman seksual, kasih sayang, atau ketertarikan romantis"
terutama atau secara eksklusif pada orang dari jenis kelamin sama,
"Homoseksualitas juga mengacu pada pandangan individu tentang identitas
pribadi dan sosial berdasarkan pada ketertarikan, perilaku ekspresi, dan
keanggotaan dalam komunitas lain yang berbagi itu.

Homoseksualitas adalah salah satu dari tiga kategori utama orientasi


seksual, bersama dengan biseksualitas dan heteroseksualitas, dalam kontinum
heteroseksual- homoseksual. Konsensus ilmu-ilmu perilaku dan sosial dan
juga profesi kesehatan dan kesehatan kejiwaan menyatakan bahwa
homoseksualitas adalah aspek normal dalam orientasi seksual manusia.
Homoseksualitas bukanlah penyakit kejiwaan dan bukan penyebab efek
psikologis negatif, prasangka terhadap kaum biseksual dan homoseksual- lah
yang menyebabkan efek semacam itu. Meskipun begitu banyak sekte-sekte
agama dan organisasi "mantan-gay" serta beberapa asosiasi psikologi yang
memandang bahwa kegiatan homoseksual adalah dosa atau kelainan.
Bertentangan dengan pemahaman umum secara ilmiah, berbagai sekte dan

11
organisasi ini kerap menggambarkan bahwa homoseksualitas merupakan
"pilihan".

Istilah umum dalam homoseksualitas yang sering digunakan adalah


lesbian untuk perempuan pecinta sesama jenis dan gay untuk pria pecinta
sesama jenis, meskipun gay dapat merujuk pada laki-laki atau perempuan.
Bagi para peneliti jumlah individu yang diidentifikasikan sebagai gay atau
lesbian-dan perbandingan individu yang memiliki pengalaman seksual sesama
jenis-sulit diperkirakan atas berbagai alasan. Dalam modernitas Barat,
menurut berbagai penelitian, 2% sampai 13% dari populasi manusia adalah
homoseksual atau pernah melakukan hubungan sesama jenis dalam hidupnya.
Sebuah studi tahun 2006 menunjukkan bahwa 20% dari populasi secara
anonim melaporkan memiliki perasaan homoseksual, meskipun relatif sedikit
peserta dalam penelitian ini menyatakan diri mereka sebagai homoseksual.
Perilaku homoseksual juga banyak diamati pada hewan.

Banyak individu gay dan lesbian memiliki komitmen hubungan sesama


jenis, meski hanya baru-baru ini terdapat sensus dan status hukum/politik yang
mempermudah enumerasi dan keberadaan mereka. Hubungan ini setara
dengan hubungan heteroseksual dalam hal-hal penting secara psikologis.
Hubungan dan tindakan homoseksual telah dikagumi, serta dikutuk, sepanjang
sejarah, tergantung pada bentuknya dan budaya tempat mereka didapati. Sejak
akhir abad ke-19, telah ada gerakan menuju hak pengakuan keberadaan dan
hak-hak legal bagi orang-orang homoseksual, yang mencakup hak untuk
pernikahan dan kesatuan sipil, hak adopsi dan pengasuhan, hak kerja, hak
untuk memberikan pelayanan militer, dan hak untuk mendapatkan jaminan
sosial kesehatan.

Macam-macam homoseksual dan faktor penyebabnya. Menurut Dr. Rono


Sulistyo (Willis: 2010), ada tiga macam homoseksual, yaitu:

A. aktif, bertindak sebagai pria dan tidak bergantung kepada teman seksnya.
B. pasif, yaitu bertindak sebagai wanita.

12
C. campuran, yaitu kadang-kadang sebagai pria, kadang-kadang sebagai
wanita Adapun sebab-sebab terjadinya perbuatan homoseksual tersebut,
yaitu:
a. faktor hereditas (dibawa sejak lahir) Ini jarang terjadi
b. adanya ketidakseimbangan hormon seks (seks hormonal imbalance)
c. pengaruh lingkungan:
1) terpisah dari lawan jenis dalam jangka waktu yang lama, misalnya
di penjara dan asrama
2) pengalaman berhubungan seks dengan sesama jenis pada masa
kanak-kanak (childhood), dengan istilah sodomi
3) kesalahan perlakuan, yakni anak laki-laki yang hidup di rumah
tangga dimana semua saudaranya perempuan. Jika anak ini
diperlakukan sebgai anak perempuan setiap harinya, misalnya
dibedaki, diberi pakaian wanita, dan lain- lain. Maka akan tumbuh
sifat-sifat kewanitaan pada dirinya (merasa diri sebagai jenis
kelamin wanita).

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyalahgunaan obat terlarang, bunuh diri pada remaja, dan isu-isu terkait
homoseksualitas adalah masalah kompleks yang memengaruhi masyarakat
pada berbagai tingkatan. Di bawah ini adalah beberapa kesimpulan terkait
dengan masing-masing isu tersebut:

A. Penyalahgunaan Obat Terlarang:


1. Dampak Sosial dan Ekonomi:
- Penyalahgunaan obat terlarang memiliki dampak serius pada
tingkat sosial dan ekonomi suatu negara.
- Menyebabkan masalah seperti kejahatan jalanan, pengangguran,
dan homelessness.
- Membebani negara dengan biaya triliunan dolar setiap tahunnya.
2. Kategori Penyalahgunaan:
- NAPAZA membagi tingkat keterlibatan menjadi beberapa
kategori, termasuk penggunaan, intoksikasi, penyalahgunaan, dan
ketergantungan.
- Tolerance dan withdrawal menjadi indikator penting dari tingkat
ketergantungan.
3. Diagnosis dan Ciri-ciri:
- Gangguan penggunaan zat dan obat-obatan terlarang dapat
didiagnosis melalui pola perilaku terkait penggunaan.
- Ciri-ciri melibatkan kegagalan dalam mengendalikan penggunaan,
dampak sosial, dan risiko kesehatan.
B. Bunuh Diri pada Remaja:
1. Angka Kematian dan Faktor Risiko:

14
- Bunuh diri merupakan masalah serius dengan angka kematian yang
meningkat, terutama di kalangan remaja.
- Faktor risiko melibatkan depresi, konflik tidak terselesaikan,
tekanan sosial, dan pengaruh substansi.
2. Peran Depresi:
- Depresi merupakan faktor utama yang menyebabkan tingginya
angka bunuh diri di kalangan remaja.
- Perubahan emosional dan sosial pada remaja dapat meningkatkan
risiko depresi.
3. Peran Persepsi dan Strategi Koping:
- Ketidakmampuan remaja dalam menyelesaikan masalah atau
mengadopsi mekanisme koping yang tidak sehat dapat
meningkatkan risiko bunuh diri.
- Persepsi negatif dan minimnya pengetahuan dapat mempengaruhi
pemilihan strategi koping.
C. Homoseksualitas pada Remaja:
1. Definisi dan Terminologi:
- Homoseksualitas mengacu pada ketertarikan romantis dan seksual
antara individu berjenis kelamin atau gender yang sama.
- Terminologi seperti gay, lesbian, dan biseksual digunakan untuk
merinci orientasi seksual.
2. Persepsi Masyarakat dan Hak-Hak LGBT:
- Masyarakat memiliki berbagai pandangan terhadap
homoseksualitas, dari dukungan hingga penolakan.
- Gerakan hak LGBT berjuang untuk pengakuan hak legal dan sosial
bagi individu homoseksual.
3. Faktor Penyebab dan Diversitas Homoseksualitas:
- Faktor penyebab homoseksualitas termasuk faktor hereditas,
ketidakseimbangan hormonal, dan pengaruh lingkungan.
- Ada variasi dalam pengalaman homoseksual, termasuk gay,
lesbian, dan individu biseksual.

15
Kesimpulannya, ketiga isu ini menunjukkan kompleksitas permasalahan di
tingkat individual dan sosial. Pendekatan holistik yang melibatkan pendidikan,
dukungan mental, dan perubahan persepsi masyarakat dapat membantu
mengatasi dampak negatif dari penyalahgunaan obat terlarang, bunuh diri
pada remaja, dan stigma terkait homoseksualitas.

B. Kritik dan Saran


Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun agar dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi,
atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ainul Mardiah, M.Sc. 2019, Psikologi Abnormal Penyalahgunaan Obat


Terlarang,(Yogyakarta : Universitas Mercu Buana)

Willis, Sofyan (2009), Remaja & Masalahnya, Bandung : Alfabeta

Philips, Abu Ameenah, 2003. Islam dan Homoseksual, Zahra

Aulia, Nur, Yulastri Yulastri, and Heppi Sasmita. "Analisis Hubungan Faktor
Risiko Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja. " Jurnal
Keperawatan 11.4 (2019)

Zulaikha, Afrina, and Nining Febriyana. "Bunuh diri pada anak dan
remaja." Jurnal Psikiatri Surabaya 7.2 (2018)

17

Anda mungkin juga menyukai