Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM INSTITUSI

Pembimbing

Dr. Bambang Rustanto, M.HUM

Oleh:

Bara Alfano Rahadian

NRP. 20.04.156

PROGRAM STUDI PEKERJAAN SOSIAL PRGRAM SARJANA

TERAPAN

POLITEKNIK KESEJAHTERAAN SOSIAL

BANDUNG 2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Politeknik Kesejahteraan Sosial merupakan perguruan tinggi kedinasan di
bawah Kementerian Sosial yang mencetak para pekerja sosial. Seorang pekerja
sosial harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan nilai dalam praktek pekerjaan
sosial. Sesuai dengan kurikulum yang berlaku proses pendidikan Pekerjaan Sosial
di Politeknik Kesejahteraan Sosial (Poltekesos) Bandung, dilakukan tidak hanya
melalui pembelajaran di dalam kelas (classroom teaching) tetapi juga di lapangan
(field teaching) melalui kegiatan praktikum. Praktikum menjadikan mahasiswa
pekerjaan sosial tidak hanya mampu memahami kenyataan yang ada di
lingkungannya tetapi akan memiliki sikap tanggap (responsive) dan keterampilan
kerja (work skill).
Pada Praktik Pekerjaan Sosial Intervensi Individu dan keluarga berbasis
Institusi, khususnya tentang praktik pekerjaan sosial mikro di Institusi merupakan
tujuan dari Praktikum II di Politeknik Kesejahteraan Sosial (Polteksesos).
Praktikum ini memiliki dua tugas utama yaitu pertama menegaskan mahasiswa
untuk memahami proses dan praktik pelayanan diberikan oleh Lembaga
Kesejahteraan Sosial dan kedua yaitu menugaskan mahasiswa untuk melakukan
praktik Intervensi kepada penerima layanan yang berada di lembaga tersebut, mulai
dari tahap pendekatan awal sampai dengan tahap terminasi dengan menerapkan
berbagai teknik dan pendekatan pekerjaan sosial mikro.
Selama kegiatan praktikum, mahasiswa dibimbing oleh supervisor dari
Poltekesos Bandung Bapak Bambang Rustanto, M.Hum serta pembimbing
lapangan dari institusi yaitu Bapak Drs. Bratadinata. Pelaksanaan praktikum yang
memadukan penguasaan teori dan aplikasi praktik serta supervisi yang memadai,
diharapkan dapat menghasilkan output mahasiswa praktikan yang menguasai ilmu
dan keterampilan dalam praktik pekerjaan sosial mikro berbasis institusi.
Praktikan di tempatkan di Balai Pemasyarakatan Kelas II Subang dengan
kajian yang sudah di pilih oleh mahasiswa yaitu kajian Koreksional. Koreksional
merupakan salah satu ruang lingkup dalam Pekerjaan Sosial. Aspek – Aspek dalam
Koreksional, yaitu: Pemasyarakatan, Rehabilitasi, Reintegrasi Sosial, Konseling
dan Advokasi Hukum. Pemasyarakatan dalam sistem koreksional dapat melibatkan
pekerjaan dengan narapidana yang sedang menjalani hukuman penjara. Mereka
dapat memberikan layanan kesejahteraan sosial, konseling, dan program
rehabilitasi kepada narapidana untuk membantu mereka mengatasi masalah sosial
dan kembali menjadi anggota yang produktif dalam masyarakat setelah
pembebasan.
Hal ini sejalan dengan tugas dan fungsi yang dimiliki oleh Balai
Pemasyarakatan (Bapas) Menurut Undang-Undang No.22 Tahun 2022 Bapas
memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut (1) Melakukan Penelitian
kemasyarakatan (Litmas) yang berfungsi untuk pengumpulan, Pengolahan, Analisis
dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk kepentingan
pelayanan tahanan atau anak (2) Pendampingan yang berfungsi Untuk pemenuhan
kebutuhan dan perlindungan hak dalam proses peradilan ABH (3) Pembimbingan
yang berfungsi untuk memberikan bekal dalam meningkatkan kualitas mental dan
spiritual, intelektual, ketrampilan, dan kemandirian klien (4) Pengawasan yang
berfungsi untuk memastikan pelaksanaan syarat dan program yang telah ditetapkan
(5) Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) adalah sidang penentuan usulan
integrasi apakah WBP layak diusulkan mendapatkan program integrasi (CB, PB,
CMB) atau asimilasi, dengan terpenuhinya persyaratan tertentu baik administrasi
maupun substansi.
Meningkatnya kasus kejahatan menyebabkan naiknya jumlah warga binaan
di dalam lapas. Data Direktorat Jendral Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia terdapat 276.172 penghuni Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) dan rumah tahanan (Rutan) pada 19 September 2022.
Dengan demikian, tejadi kelebihan penghuni sebanyak 144.065 jiwa (109 %) dan
total kapasitas sebanyak 132.107 Jiwa. Menurut statusnya, terdapat 227.431 jiwa
yang merupakan narapidana dan ada 48.741 jiwa yang merupakan tahanan. Over
kapasitas yang terjadi di dalam Lapas dapat mempengaruhi proses pembinaan serta
kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam Lapas. Pemberian Hak integrasi dan
asimilasi terhadap Narapidana yang sudah memenuhi persyaratan berdasarkan
peraturan Menteri Hukum dan HAM No 3 Tahun 2018 tentang pemberian hak
integrasi dan asimilasi dapat mengurangi jumlah over kapasitas di dalam Lapas.
Tujuan utama dari pembebasan bersyarat bukan semata-mata untuk
mengurangi overcrowding yang terjadi didalam Lapas/Rutan, atau menghemat
anggaran negara dalam pos pemeliharaan narapidana tetapi ada tujuan yang lebih
utama. Tujuan utama tersebut, lebih merupakan pembinaan untuk mengembalikan
narapidana agar dapat hidup kembali di masyarakat dan tidak melakukan tindak
pidana lagi.
Pemberian program integrasi terhadap WBP diatur dalam UU No 22 Tahun
2022 tentang Pemasyarakatan. Pasal 10 ayat 1 – 3 menyebutkan Narapidana yang
telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa terkecuali juga berhak atas (a) remisi;
(b) asimilasi; (c) cuti mengunjungi atau dikunjungi keluarga; (d) cuti bersyarat; (e)
cuti menjelang bebas; (f) pembebasan bersyarat; dan (g) hak lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dengan persyaratan sebagai berikut : (1)
berkelakuan baik; (2) aktif mengikuti program Pembinaan; dan (3) telah
menunjukkan penurunan tingkat risiko. Selain memenuhi persyaratan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bagi Narapidana yang akan diberikan cuti
menjelang bebas atau pembebasan bersyarat juga harus telah menjalani masa pidana
paling singkat 2/3 (dua pertiga) dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidana
tersebut paling sedikit 9 (sembilan) bulan.
Pembebasan bersyarat merupakan salah satu program integrasi yang
diberikan oleh pemerintah kepada WBP yang sudah memenuhi persyaratan yang
ada. Pembebasan bersyarat merupakan proses re-integrasi sosial narapidana pada
masyarakat, dimana para narapidana itu tinggal. Para narapidana kembali hidup
bersama masyarakat. Mereka tidak lagi diawasi oleh petugas Lapas/Rutan tetapi
diawasi langsung oleh masyarakat dan secara berkala dibimbing oleh petugas
Bapas.
Pembimbingan yang dilakukan oleh petugas bapas terhadap klien
pemasyarakatan yang sedang melakukan proses re-integrasi sosial yaitu,
pembebasan bersyarat untuk membantu klien agar dapat hidup berdampingan
dengan baik dengan masyarakat tempat klien tinggal. Pembebasan bersyarat yang
diharapkan sebagai pembinaan untuk mengembalikan narapidana hidup di
masyarakat dengan perilaku yang baik, tetapi realitanya hingga saat ini masih ada
yang mengalami kegagalan. Kegagalan yang dimaksud adalah, pada masa
narapidana menjalani pembebasan bersyarat atau re-integrasi sosial, para
narapidana melakukan kejahatan atau tindak pidana (re-offence). Hal ini sering kali
terjadi dikarenakan kurangnya kontrol diri yang ada pada klien dan juga kurangnya
kepercayaan diri klien yang mampu melanjutkan hidupnya dalam bermasyarakat
mengingat klien merupakan seorang mantan narapidana. Klien Pemasyarakatan
tidak hanya memiliki permasalahan dengan hukum tetapi ada beberapa yang
mengalami permasalahan terkait dengan lingkungan Masyarakat, dikarenakan klien
adalah seorang residivis sehingga Kurangnya kepercayaan diri yang dimiliki oleh
klien yang berdampak pada sulitnya klien mendapatkan pekerjaan
Praktikan ditempatkan di Balai Pemasyarakatan Kelas II Subang. Melihat
permasalahan yang ditemukan di institusi tentang bagaimana kepercayaan diri yang
dimiliki oleh klien pemasyarakatan memengaruhi klien dalam melanjutkan
hidupnya dalam bermasyarakat membuat praktikan mengambil fokus pada
permasalahan kurangnya kepercayaan diri pada klien “NP” yang menyebabkan
“NP” kesulitan mendapatkan pekerjaan.

1.2 Tujuan Dan Manfaat


1.2.1 Tujuan Praktikum
Tujuan kegiatan praktikum institusi tersebut adalah meningkatnya:
1. Pengetahuan dan pemahaman mahasiswa tentang pelayanan yang
dilaksanakan oleh lembaga kesejahteraan sosial setting tertentu.
2. Kemampuan mahasiswa dalam memahami masalah yang dialami klien dan
memahami pelayanan dari lembaga tempat praktik.
3. Kemampuan dan keterampilan mahasiswa dalam menggali serta
memanfaatkan potensi dan sumber yang dimiliki klien maupun lingkungan
sosialnya yang dapat dimanfaatkan dalam penanganan masalah.
4. Keterampilan mahasiswa dalam menggunakan metode dan teknologi pekerja
sosial mikro dalam menangani masalah klien dengan cara mengaplikasikan
berbagai pengetahuan, keterampilan-keterampilan, nilai-nilai dan kode etik
pekerja sosial mikro dalam bentuk:
1) Melakukan intake dan engagement
2) Melakukan asesmen
3) Menyusun rencana intervensi
4) Melaksanakan intervensi
5) Melakukan evaluasi dan terminasi
6) Sikap profesional dalam melaksanakan praktik pekerjaan sosial.
1.2.2 Manfaat Praktikum
Manfaat dari pelaksanaan praktikum institusi adalah:
1. Manfaat Bagi Klien
Klien mendapatkan bantuan untuk menangani permasalahan yang
sedang dihadapi serta menambah keterampilan klien yang dapat digunakan
untuk meningkatkan keberfungsian sosial serta kesejahteraan sosial dirinya
dan keluarga.
2. Manfaat Bagi Praktikan
a. Memahami tentang pelayanan yang ada di balai Pemasyarakat Kelas II
Subang.
b. Memahami tentang masalah-masalah yang ada di Balai Pemasyarakatan
Kelas II Subang.
c. Dapat mengaplikasikan pengetahuan, nilai dan keterampilan praktik
pekerjaan sosial pada aras mikro.
d. Mampu menggunakan metode dan teknik praktik pekerjaan sosial dalam
pelaksanaan intervensi.
3. Manfaat Bagi Institusi
Institusi yang dalam hal ini adalah Balai Pemasyarakatan Kelas II
Subang mendapatkan manfaat berupa data dukung dalam pelaksanaan
bimbingan terhadap klien di masa yang akan datang.

1.3 Sasaran Kegiatan Praktikum


Sasaran Kegiatan Praktikum institusi yaitu:
1. Klien yang sedang mendapatkan bimbingan oleh pembimbing
kemasyarakatan yang ada Balai Kemasyarakatan Kelas II Subang.
2. Orang-orang yang memiliki hubungan sangat dekat atau berpengaruh
besar dalam kehidupan dan penanganan masalah klien, seperti dalam
lingkungan keluarga: orang tua, atau saudara, atau anggota kerabat
lainnya, dalam lingkup Bapas: Pembimbingan Kemasyarakatan.
3. Sistem sumber atau lembaga yang dapat membantu dalam proses
pemberian bantuan dan pemecahan masalah klien

1.4 Lokasi Praktikum dan waktu Praktikum


Lokasi praktikum institusi dilaksanakan di Balai Pemasyarakatan Kelas II
Subang ,dan waktu praktikum dibagi beberapa tahap, Sebagai Berikut:
1. Pra Lapangan : 14 – 24 Agustus 2023
2. Lapangan : 28 Agustus – 06 Oktober 2023
3. Ujian Lisan : 16 – 17 Oktober 2023
4. Uji Kompetensi : 23 – 24 Oktober 2023
Pada Pelaksanaan Praktikum Institusi ini dilaksanakan di seting koreksional
yang berlokasi di Balai Pemasyarakatan Kelas II Subang. Praktikan bersama
teman kelompok yakni kelompok 28 selama 40 hari melaksanakan kegiatan
praktikum di Balai Pemasyarakatan Kelas II Subang dan mengikuti seluruh
rangkaian kegiatan baik kegiatan yang berasal dari kampus maupun kegiatan
yang dilaksanakan oleh institusi. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
oleh praktikan mulai dari tahap pra lapangan sampai dengan selesai
melaksanakan kegiatan praktikum institusi di Balai Pemasyarakatan Kelas II
Subang antara lain:
1. Pra Lapangan
Tahap pra lapangan dilaksanakan mulai tanggal 14 – 24 Agustus
2023. Kegiatan praktikum institusi pada tahap pra lapangan/persiapan
adalah sebagai berikut :
a) Membuat Kajian Literatur
Pembuatan Kajian Literatur merupakan aktivitas mahasiswa
untuk mempersiapkan teori yang terkait dengan ruang lingkup
praktikum institusi. Kegiatan ini dilakukan dengan mempelajari
bahan – bahan dan sumber bacaan. Kegiatan Pembuatan Kajian
Literatur ini juga melibatkan semua anggota kelompok untuk
memenuhi ketentuan – ketentuan yang sudah di tetapkan oleh
Lembaga, Bahwasannya setiap kelompok yang mengikuti Praktikum
Institusi wajib untuk membuat kajian Literatur, Pembuatan Kajian
Literatur ini juga berfungsi bagi Mahasiswa agar mahasiswa
Praktikan mempunyai dasar teori yang dapat di jadikan Bahan
bacaan yang nantinya dapat menuunjang Kegiatan Praktikum ini,
kegiatan pembuatan kajian literatur ini di lakukan di luar aktivitas
kampus, yaitu dengan mahasiswa melakukan kerja kelompok untuk
membuat kajian literatur ini, Pembuatan kajian literatur ini
dilakukan dengan cara mencari serta memahami bahan-bahan dan
sumber bacaan baik melalui buku teks, buku elektronik, jurnal atau
penerbitan berkala maupun sumber-sumber lainnya. Bahan-bahan
ini selanjutnya disusun secara sistematis dan dibuat menjadi karya
ilmiah dalam bentuk makalah yang nantinya dapat dijadikan sebagai
panduan bagi mahasiswa praktikan dalam melaksanakan kegiatan
praktikum. Bahan bacaan yang terkait dengan praktikum institusi
yaitu kajian konsep tentang:
1) Sosial Case Work
2) Jenis – Jenis Terapi Psikososial
3) Tahapan Intervensi
4) Pekerja Sosial Koreksional
5) Tugas dan Fungsi Balai Pemasyarakatan

b) Pembekalan
Pembekalan praktikum dilakukan pada tanggal 14, 16, dan
25 Agustus 2023 di Auditorium Politeknik Kesejahteraan Sosial
Bandung. Kegiatan pembekalan kepada mahasiswa praktikan yang
dilaksanakan secara luring dan dilaksanakan oleh laboratorium
pekerjaan sosial prodi pekerjaan sosial program sarjana terapan
Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung. Kegiatan pembekalan ini
wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa yang akan melaksanakan
kegiatan praktikum institusi. Kegiatan ini dilaksanakan sebanyak
tiga kali. Pada kegiatan pembekalan ini berguna bagi mahasiswa
agar mahasiswa Praktikan dapat mengerti atau menambah wawasan
pengetahuan terkait seting yang akan diambil, substansi serta proses
praktikum instisusi yang akan dilaksanakan di lapangan nantinya.
c) Penjajakan Lokasi Praktikum
Praktikan melakukan penjajakan lapangan ke lokasi
praktikum di Balai Pemasyarakatan Kelas II Subang pada Selasa, 08
Agustus 2023. Kegiatan Penjajakan ini juga menjadi salah satu cara
untuk Mahasiswa Praktikan membangun bonding dan berkenalan
kepada seluruh pengawai Balai Pemasyarakatan. Selain itu, kegiatan
ini juga dilakukan untuk menjelaskan maksud dan tujuan
pelaksanaan kegiatan praktikum institusi sekaligus memberikan
surat izin praktikum institusi dari kampus Politeknik Kesejahteraan
Sosial.
2. Pelaksanaan Lapangan
Kegiatan praktikum institusi mahasiswa Politeknik Kesejahteraan
Sosial Bandung angkatan 2020 dilakukan selama kurang lebih 40 hari dan
dimulai pada tanggal 28 Agustus 2023 sampai dengan 06 Oktober 2023.
Pelaksanaan kegiatan praktikum institusi ini dilaksanakan selama 6 minggu
yang dilaksanakan setiap hari senin sampai dengan jumat mulai pukul 07.30
WIB sampai 16.00 WIB setiap hari Senin sampai Kamis dan pukul 07.30
WIB sampai 16.30 WIB setiap hari Jumat. Dalam kegiatan praktikum
institusi ini, mahasiswa ditugaskan untuk mencari dua klien untuk dipahami
masalahnya dan satu klien untuk dipahami masalahnya sampai dengan
melaksanakan proses pertolongan atau intervensi sampai dengan rujukan
terhadap klien tersebut. Adapun pelaksanaan selama praktikum institusi
yaitu sebagai berikut :

a. Penerimaan Mahasiswa Praktikan


Kegiatan ini merupakan kegiatan penerimaan praktikan oleh
pihak Balai Pemasyarakatan yang dilakukan di ruang rapat Balai
Pemasyarakatan Kelas II Subang. Kegiatan ini dilaksanakan pada
tanggal 28 Agustus 2023 Praktikan melakukan kegiatan pembukaan
kegiatan praktikum institusi di Balai Pemasyarakatan Kelas II Subang
bersama Supervisor. Kegiatan pembukaan dihadiri oleh Kepala Balai
Pemasyarakatan Kelas II Subang dan Pejabat Struktural Balai
Pemasyarakatan Kelas II Subang. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai
bentuk penerimaan pihak Balai Pemasyarakatan Kelas II Subang
terhadap kegiatan praktikum institusi yang akan dilaksanakan selama
40 hari ke depan. Kegiatan diawali dengan dosen pembimbing yang
menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan praktikum institusi dan
adanya tanggapan dari pihak Balai Pemasyarakatan Kelas II Subang,
setelah itu dosen pembimbing selanjutnya menyerahkan mahasiswa
praktikan kepada pihak institusi untuk selanjutnya dibimbing dan
dibantu dalam pelaksanaan kegiatan praktikum institusi dan diterima
langsung oleh Kepala Balai Pemasyarakatan Kelas II Subang yaitu,
Bapak Tendi Kustendi.
b. Mengenali Lingkungan Kerja dan Teknis Pelaksanaannya
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang berfungsi bagi mahasiswa
untuk mempelajari teknis kerja yang ada di setiap subseksi di Balai
Pemasyarakatan Kelas II Subang dengan pembagian pada 3 tempat
yaitu : Bimbingan Klien Dewasa, Bimbingan Klien Anak, dan
Pembimbing Kemasyarakatan. Dimana praktikan ditempatkan 10 hari
pertama di Bimbingan Klien Dewasa kemudian dipindahkan ke
Bimbingan Klien Anak dan yang terakhir di Pembimbing
Kemasyarakatan.
c. Mengikuti Kegiatan di Balai Pemasyarakatan Kelas II Subang
Mengikuti berbagai kegiatan yang merupakan Tugas dan Fungsi
Bapas bersama Pembimbing Kemasyarakatan di Bapas Subang seperti
Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) dan Sidang Tim Pengamat
Pemasyarakatan (TPP). Selain itu, melakukan tugas administrasi
yaitu, melakukan registrasi permintaan Litmas dan juga pencatatan di
Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) Warga Binaan
Pemasyarakatan yang telah bebas.
d. Melaksanakan Engagement, Intake and Contact, dan Assessment
Tahap selanjutnya setelah memahami sistem kerja yang ada di
Balai Pemasyarakatan Kelas II Subang, selanjutnya praktikan
diperkenankan untuk mencari klien dan melaksanakan proses
engagement, intake and contact, serta assessment yang dilaksanakan
mulai dari tanggal 15 sampai 24 september 2023. Kegiatan ini
dilaksanakan oleh masing-masing praktikan dengan menentukan
setiap fokus masalah yang akan mereka tangani. Kegiatan ini
dilaksanakan baik di dalam Balai Pemasyarakatan Kelas II Subang
maupun di luar instansi. Hal tersebut dikarenakan klien Bapas yang
memiliki jadwal bimbingan sebanyak 1 (satu) kali dalam sebulan
untuk program pembebasan bersyarat atau 2 (dua) kali dalam
seminggu untuk program cuti bersyarat. Hal ini menyebabkan
praktikan harus mengunjungi rumah klien untuk mendapatkan data
yang lebih kaya lagi agar dapat menentukan program intervensi yang
tepat untuk klien nantinya. Kegiatan ini dimulai dengan praktikan
yang mencari informasi terkait klien-klien yang ada di Bapas lalu
kemudian bertanya kepada setiap pembimbing kemasyarakatan,
setelah praktikan menemukan klien yang cocok selanjutnya praktikan
akan membangun kontak dan relasi dengan klien, selanjutnya setelah
itu klien diminta untuk menandatangi inform consent apabila klien
setuju untuk menjadi klien dari praktikan. Setelah semua proses
tersebut, selanjutnya praktikan melakukan assessment untuk
mengetahui permasalahan klien.
e. Menyusun Rencana Intervensi
Tahap selanjutnya adalah menyusun rencana intervensi yang
dilaksanakan setelah melaksanakan assessment dan setelah
mengetahui fokus permasalahan klien. Kegiatan ini dilaksanakan oleh
praktikan dengan membuat rencana intervensi yang sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi oleh klien. Penyusunan rencana
intervensi ini dilaksanakan sejalan dengan kegiatan assessment dan
selesai sebelum pelaksanaan Case Conference I yang akan
dilaksanakan nantinya. Kegiatan ini dilakukan agar praktikan dapat
megetahui apa saja yang harus dilakukan untuk membantu klien
mengatasi masalahnya. Kegiatan ini dilakukan oleh praktikan
berdasarkan dari hasil assessment dan penentuan fokus masalah klien.
f. Pelaksanaan intervensi dan terminasi.
Tahap ini dilaksanakan setelah penyusunan rencana intervensi
dan pelaksanaan case conference I. Pelaksanaan intervensi ini
merupakan proses pertolongan yang dilakukan kepada klien sesuai
dengan rencana intervensi dan fokus masalah yang dihadapi oleh
klien. Kegiatan ini dilaksanakan oleh praktikan mulai dari tanggal 26
September sampai dengan 04 Oktober 2023. Kegiatan intervensi ini
dilaksanakan baik melalui tatap muka langsung maupun melalui
media sosial seperti whatsapp. Kegiatan ini dilaksanakan selama
enam kali pertemuan dan selama pertemuan tersebut praktikan harus
terus memantau dan mengobservasi bagaimana perkembangan klien
lalu kemudian dapat melaksanakan terminasi
g. Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang diikuti oleh praktikan
selama melaksanakan praktikum di Balai Pemasyarakatan Kelas II
Subang.
3. Pelaksanaan Bimbingan
Praktikan melakukan bimbingan sebanyak 5 (lima) kali dengan
Bapak Bambang Rustanto, M.Hum selaku supervisor kelompok. Adapun
waktu dilaksanakannya bimbingan yaitu :
1) Bimbingan Pra Lapangan Pertama, pada tanggal 16 Agustus 2023
dilaksanakan di Ruang Pertemuan Politeknik Kesejahteraan Sosial
Bandung
Pada tahap bimbingan awal, Dosen Pembimbing mengarahkan
kepada mahasiswa untuk membuat matriks atau rencana kerja dalam
praktikum, Dosen pembimbing juga mewajibkan kepada semua
anggota kelompok 28 untuk membuat laporan kajian literatur yang
berfungsi sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa. Pada proses
bimbingan yang pertama Dosen Pembimbing memberitahu apa saja
yang harus dilakukan oleh mahasiswa saat melaksanakan praktikum
di Institusi.
2) Bimbingan Kedua, pada tanggal 28 Agustus 2023 sekaligus
pembukaan kegiatan praktikum institusi yang dilaksanakan di Balai
Pemasyarakatan Kelas II Subang dan penyerahan mahasiswa
Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung kepada pihak Institusi.
Kegiatan dihadiri oleh praktikan dan juga dosen pembimbing serta
Kepala Balai Pemasyarakatan dan pejabat struktural dikarenakan
kegiatan bimbingan ini juga sekaligus sebagai kegiatan penerimaan
mahasiswa praktikan oleh pihak Balai Pemasyarakatan Kelas II
Subang.
3) Bimbingan Ketiga, pada tanggal 14 September 2023 di Balai
Pemasyarakatan Kelas II Subang. Bimbingan ini dihadiri oleh
praktikan dan juga dosen pembimbing. Kegiatan bimbingan ini
dilaksanakan untuk membahas persiapan praktikan terkait
pelaksanaan Case Conference I yang akan dilaksanakan di
bimbingan selanjutnya nanti.
4) Bimbingan Keempat, pada tanggal 25 September 2023 yang
dilaksanakan di Balai Pemasyarakatan Kelas II Subang. Kegiatan
bimbingan ini sekaligus dengan kegiatan Case Conference I yang
dihadiri oleh Ka. Bapas, pejabat struktural, pembimbing
kemasyarakatan serta dosen pembimbing dan praktikan. Pada
kegiatan ini praktikan menjelaskan mengenai hasil assessment klien
serta bagaimana rencana intervensinya lalu kemudian nantinya
diberikan masukan oleh dosen pembimbing. Kegiatan ini juga
dilaksanakan untuk memberitahuan kegiatan Case Conference
selanjutnya.
5) Bimbingan Kelima, pada tanggal 05 Oktober di Balai
Pemasyarakatan Kelas II Subang Kegiatan bimbingan ini
dilaksanakan sekaligus dengan kegiatan Case Conference II dan juga
pengakhiran kegiatan praktikum institusi praktikan Politeknik
Kesejahteraan Sosial Bandung. Kegiatan ini dihadiri oleh Ka. Bapas,
pejabat struktural, pembimbing kemasyarakatan, Pihak kampus yang
diwakili oleh Kepala Bagian RDM dan juga Kepala Bagian PRT
Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung serta dosen pembimbing
dan mahasiswa praktikan. Dalam kegiatan ini praktikan menjelaskan
hasil dari intervensi yang telah dilaksanakan oleh praktikan terhadap
klien lalu kemudian diberikan masukan oleh setiap audience yang
hadir. Pada akhir kegiatan, dilaksanakan pemberian plakat sebagai
bentuk terimakasih dari mahasiswa praktikan kepada Balai
Pemasyarakatan Kelas II Subang.
4. Tahap Pengakhiran
Praktikum Institusi diakhiri pada tanggal 05 Oktober 2023.
Praktikum ini diakhiri dengan dilaksanakannya Case Conference II
sekaligus pemberian plakat sebagai bentuk ucapan terimakasih kepada
pihak Balai Pemasyarakatan Kelas II Subang yang telah menerima
praktikan selama 40 hari. Kegiatan ini dilaksanakan di Ruang Rapat Balai
Pemasyarakatan Kelas II Subang dengan dihadiri oleh Kepala Balai
Pemasyarakatan Kelas II Subang dan Pejabat Struktural, Pembimbing
kemasyarakatan, Pihak kampus yang dalam ini Kepala Bagian RDM dan
juga Kepala Bagian PRT Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung serta
dosen pembimbing dan mahasiswa praktikan.
1.5 Sistematika Laporan
BAB I PENDAHULUAN, dalam bab ini memuat tentang tujuan dan manfaat
praktikum, sasaran kegiatan praktikum, waktu dan lokasi praktikum dan
sistematika pelaporan.
BAB II KEBIJAKAN DAN TEORI YANG MENDASARI PRAKTIKUM,
dalam bab ini memuat tentang kebijakan tentang remaja yang berhadapan
dengan hukum dan teori yang digunakan.
BAB III DESKRIPSI INSTITUSI DAN PENANGANAN KASUS, dalam bab
ini memuat tentang gambaran umum institusi yang berisikan profil lembaga
(nama lembaga,alamat lembaga,sejarah berdiri, lingkup/jangkauan kerja, visi
dan misi,tujuan,sasaran,struktur organisasi, personalia, dan jumlah ppks),
prosedur pelayanan, pendanaan, program pelayanan, sarana dan prasarana, dan
jaringan kerja serta penanganan kasus yang meliputi tahap intake dan
engagement, tahap pelaksanaan intervensi, tahap evaluasi, tahap terminasi dan
rujukan.

BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI, memuat tentang yang berisi


simpulan menggambarkan tentang ketercapaian tujuan praktikum dan tujuan
penanganan kasus serta rekomendasi menggambarkan usulan penanganan kasus
untuk ditindaklanjuti oleh Lembaga dan atau pekerja sosial lembaga.
BAB II

KEBIJAKAN DAN TEORI YANG MENDASARI PRAKTIKAN

2.1 Kebijakan Tentang Pemasyarakatan


2.1.1 Landasan Hukum Tentang Kebebasan Bersyarat

Landasan Hukum yang mendasari Kebebasan Bersyarat diatur dalam


Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Keputusan
Bersyarat (Undang-Undang Pemasyarakatan). Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1995 ini mengatur tentang berbagai aspek yang terkait dengan pemasyarakatan,
termasuk kebebasan bersyarat. Beberapa pasal yang relevan dalam undang-
undang ini antara lain:

1) Pasal 14: Mengatur ketentuan umum tentang keputusan bersyarat, termasuk


syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh narapidana yang akan diberikan
kebebasan bersyarat.
2) Pasal 15: Menyebutkan bahwa Menteri Hukum dan HAM memiliki
kewenangan untuk mengeluarkan Keputusan Bersyarat.
3) Pasal 16: Mengatur bahwa narapidana yang diberikan kebebasan bersyarat
harus menjalani masa percobaan, dan masa percobaan ini akan diatur dalam
Keputusan.
4) Pasal 17: Menyebutkan bahwa narapidana yang diberikan kebebasan
bersyarat harus Bersyarat melaksanakan syarat-syarat yang ditentukan
dalam Keputusan Bersyarat, serta harus mematuhi peraturan yang
diberlakukan oleh Pemasyarakatan.
2.1.2 Syarat – Syarat Sistem Pemberian Pebebasan Bersyarat

Dalam hal pembebasan bersyarat tentunya akan berkaitan dengan


istilah “Narapidana”. Narapidana adalah terpidana yang sedang menjalani
pidana penjara untuk waktu tertentu dan seumur hidup atau terpidana mati
yang sedang menunggu pelaksanaan putusan, yang sedang menjalani
pembinaan di lembaga pemasyarakatan. Sedangkan Lembaga
Pemasyarakatan (LAPAS) yang dikenal adalah lembaga atau tempat yang
menjalankan fungsi Pembinaan terhadap Narapidana.
Menurut penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf f yang dimaksud
dengan pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan narapidana di luar
Lapas untuk menintegrasikan dengan keluarga dan masyarakat. Kemudian
untuk mendapatkan hak pembebasan bersyarat dalam Pasal 10 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan bahwa
pembebasan bersyarat narapidana harus sudah menjalani masa pidana
paling singkat ⅔ (dua pertiga) dengan ketentuan ⅔ (dua pertiga) masa
pidana tersebut paling sedikit 9 (sembilan) bulan.
Pembebasan bersyarat juga merupakan program pembinaan untuk
mengintegrasikan narapidana dan anak ke dalam kehidupan masyarakat
setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Pembebasan bersyarat
harus bermanfaat bagi narapidana dan anak serta keluarganya dan diberikan
dengan mempertimbangkan kepentingan pembinaan, keamanan, ketertiban
umum, dan rasa keadilan Masyarakat,
Pasal 10 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022
tentang Pemasyarakatan menerangkan bahwa Narapidana Berhak
mendapatkan Pembebasan Bersyarat. Itu artinya pembebasan bersyarat
merupakan suatu hak Narapidana itu sendiri yang dapat mengajukan
pembebasan bersyarat. Seseorang untuk mendapatkan atau memperoleh
pembebasan bersyarat tentunya harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang
berlaku. Syarat pemberian Pembebasan Bersyarat sebagaimana dimaksud di
atas dibuktikan dengan kelengkapan dokumen:

1) Salinan kutipan putusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan


pengadilan;
2) Laporan perkembangan pembinaan sesuai dengan sistem penilaian
pembinaan narapidana yang ditandatangani oleh Kepala Lapas;
3) Laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing
Kemasyarakatan yang diketahui oleh Kepala Bapas;
4) Surat pemberitahuan ke Kejaksaan Negeri tentang rencana pemberian
Pembebasan Bersyarat terhadap Narapidana Pemasyarakatan yang
bersangkutan;
5) Salinan register F dari Kepala Lapas;
6) Salinan daftar perubahan dari Kepala Lapas;
7) Surat pernyataan dari Narapidana tidak akan melakukan perbuatan
melanggar hukum; dan
8) Surat jaminan kesanggupan dari pihak Keluarga, wali, lembaga sosial,
instansi pemerintah, instansi swasta, atau Yayasan yang diketahui oleh
lurah atau kepala desa atau nama lain yang menyatakan bahwa:
Narapidana tidak akan melarikan diri dan/atau tidak melakukan
perbuatan melanggar hukum; dan membantu dalam membimbing dan
mengawasi Narapidana selama mengikuti program Pembebasan
Bersyarat.

2.2 Teori Kepercayaan Diri


2.2.1 Pengertian Kepercayaan Diri
Menurut Lauster (2012) kepercayaan diri merupakan suatu sikap
atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri, sehingga dalam tindakan-
tindakannya tidak terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal
yang sesuai keinginan dan tanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam
berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat
mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri.
Kepercayaan diri adalah suatu keyakinan seseorang terhadap segala
aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya
merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya
Hakim (2000). Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan
kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri. Rasa percaya diri yang
tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari
kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakni
mampu dan percaya bahwa dia bisa karena didukung oleh pengalaman,
potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri.
Thantaway dalam Kamus istilah Bimbingan dan Konseling (2005)
mengatakan percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri
seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau
melakukan sesuatu tindakan Orang yang tidak percaya diri memiliki
konsep diri negatif, kurang percaya pada kemampuannya, karena itu sering
menutup diri.
Branden, dkk (dalam Walgito, 2000) mengatakan bahwa
kepercayaan diri adalah kepercayaan seseorang yang ada dalam dirinya.
Individu yang mempunyai kepercayaan diri dalam melakukan suatu
kegiatan tanpa bertanya pada orang lain apakah yang dikerjakan itu perlu
atau tidak ia akan melakukan kegiatan itu, jika seseorang mempunyai
keyakinan bahwa apa yang akan dikerjakan itu sesuai dengan apa yang ada
dalam dirinya maka hal tersebut bakan dikerjkan tanpa mempertimbangkan
pihak lain.
Kepercayaan diri adalah keyakinan akan kemampuan diri sendiri
sehingga seseorang tidak mudah terpengaruh orang lain. Hal ini
diungkapkan oleh Lauster (dalam Ismayanti 2003). Didukung oleh hakim
(2002), pengertian rasa percaya diri secara sederhana dapat dikatakan
sebagai suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang
dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa
mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya.
2.2.2 Ciri-Ciri Kepercayaan Diri
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disebutkan
ciri- ciri orang yang memiliki percaya diri yaitu orang-orang yang mandiri,
optimis, aktif, yakin akan kemampuan diri, tidak perlu membandingkan
dirinya dengan orang lain, mampu melaksanakan tugas dengan baik dan
bekerja secara efektif, berani bertindak dan mengambil setiap kesempatan
yang dihadapi, mempunyai pegangan hidup yang kuat, punya rencana
terhadap masa depannya, mampu mengembangkan motivasinya,mudah
menyesuaikan diri terhadap lingkungannya yang baru dan bertanggung
jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya. Seperti telah dikemukakan
diatas bahwa didalam uraian ini selain dikemukakan ciri-ciri orang yang
memiliki kepercayaan diri yang baik maka akan dikemukakan pula tentang
ciri-ciri orang yang kurang memiliki kepercayaan diri sebagai perbandingan
Lauster (2012) menyatakan bahwa rendahnya kepercayaan diri pada
seseorang menyebabkan orang menjadi ragu-ragu, pesimis dalam
menghadapi rintangan, kurang tanggung jawab, dan cemas dalam
mengungkapkan pendapat atau gagasan.
2.2.3 Aspek-Aspek Kepercayaan Diri
Menurut Lauster (Ghufron, 2010) ada beberapa aspek dari
kepercayaan diri sebagai berikut: (1) Keyakinan akan kemampuan diri,
yaitu sikap positif seseorang tentang dirinya bahwa dia bersungguh-
sungguh akan apa yang dilakukanya. (2) Optimis yaitu sikap positif
seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal
tentang diri, harapan dan kemauan. (3) Obyektif yaitu orang yang percaya
diri memandang permasalahan atau segala sesuatu sesuai dengan
kebenaran semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut
dirinya sendiri. (4) Bertanggung jawab yaitu seseorang yang bersedia
untuk menanggung segala sesuatu yang menjadi konsekuensinya. (5)
Rasional dan realistis yaitu analisa tehadap suatu masalah, suatu hal, suatu
kejadian dengan menggunakan pemikiran yang diterima oleh akal sesuai
dengan kenyataan.
Menurut Thursan Hakim (2002) rasa percaya diri tidak muncul
begitu saja pada diri seseorang ada proses tertentu didalam pribadinya
sehingga terjadilah pembentukan rasa percaya diri. Terbentuknya rasa
percaya diri yang kuat terjadi melalui proses, Pertama terbentuknya
kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembangan yang
melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu. Kedua pemahaman seseorang
terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan melahirkan keyakinan
kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan
kelebihannya. Ketiga pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap
kelemahan-kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa
rendah diri atau rasa sulit menyesuaikan diri. Keempat pengalaman
didalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala
kelebihan yang ada pada dirinya.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa aspek-aspek dari
rasa percaya diri yaitu kemampuan yang dimiliki individu untuk
mengembangkan diri, berpikir realistis , tidak mudah putus asa, bertindak
dengan tegas,selalu berpikiran positif.
2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri
Faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri pada seseorang
menurut Hakim (2002) sebagai berikut:
1. Lingkungan Keluarga
Keadaan lingkungan sangat mempengaruhi pembentukan awal
rasa percaya diri pada seseorang. Rasa percaya diri merupakan suatu
keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang ada pada
dirinya dan diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. Didalam
keluarga juga ada ibu dengan anak maka disitulah proses komunikasi
orang tua anak dapat terjalin.

2. Pendidikan Formal
Sekolah bisa dikatakan sebagai lingkungan kedua bagi anak,
dimana sekolah merupakan lingkungan yang paling berperan bagi anak
setelah lingkungan keluarga dirumah. Sekolah memberikan ruang pada
anak untuk mengekspresikan rasa percaya dirinya terhadap teman-
teman sebayanya.

3. Pendidikan nonformal
Salah satu modal utama untuk bisa menjadi seseorang dengan
kepribadian yang penuh rasa percaya diri adalah memiliki kelebihan
tertentu yang berarti bagi diri sendiri dan orang lain. Rasa percaya diri
akan menjadi lebih mantap jika seseorang memiliki suatu kelebihan
yang membuat orang lain merasa kagum. Kemampuan atau
keterampilan dalam bidang tertentu bisa didapatkan melalui pendidikan
non formal. Secara formal dapat digambarkan bahwa rasa percaya diri
merupakan gabungan dari pandangan positif diri sendiri dan rasa aman.

Menurut Loekmono (1983) rasa percaya diri tidak terbentuk


dengan sendirinya melainkan berkaitan dengan seluruh kepribadian
seseorang secara keseluruhan. Kepercayaan diri juga membutuhkan
hubungan dengan orang lain di sekitar lingkunganya dan semuanya itu
mempengaruhi pertumbuhan rasa percaya diri. Dalam hal ini dapat
dikatakan kepercayaan diri muncul dari individu sendiri karena adanya
rasa aman, penerimaan akan keadaan diri dan adanya hubungan dengan
orang lain serta lingkungan yang mampu memberikan penilaian dan
dukungan, sehingga mempengaruhi pertumbuhan rasa percaya diri.
Dukungan yang ada serta penerimaan dari keluarga dapat pula
mempengaruhi rasa percaya diri dalam hal ini adalah remaja sebagai
anggota keluarga. Orangtua mampu memberikan nasehat, pengarahan,
informasi kepada remaja dalam kaitannya dengan rasa percaya diri.

2.3 Kajian Tentang Klien Pemasyarakatan


2.3.1 Pengertian Klien Pemasyarakatan
Undang-Undang No 22 tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dalam Pasal 1
angka 8 menyebutkan Klien Pemasyarakatan adalah seseorang yang berada
dalam pembimbingan kemasyarakatan, baik dewasa maupun anak. Klien
pemasyarakatan juga di bagi menjadi dua bagian yaitu klien dengan Pembebasan
Bersyarat dan Klien dengan Cuti Bersyarat, Pembebasan Bersyarat dengan Cuti
Bersyarat juga memiliki perbedaan yaitu bisa di lihat dari seberapa banyak klien
melakukan bimbingan dengan Pembimbing Kemasyarakatan. Pengertian
Mengenai Pembebasan Bersyarat dan Cuti Bersyarat adalah sebagai berikut:
a. Pembebasan Bersyarat adalah suatu bentuk pembebasan narapidana dari
penjara setelah menjalani sekurang – kurangnya dua pertiga masa
pidananya dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari 9
(Sembilan) Bulan, Pembebasan Bersyarat di berikan kepada Narapidana
yang telah memenuhi Syarat – Syarat Tertentu, seperti tidak melakukan
tindak pidana selama masa percobaan dan memenuhi Kewajiban lainya.
b. Cuti Bersyarat adalah program pembinaan di luar Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) bagi narapidana yang memenuhi syarat tertentu,
seperti dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam)
bulan, telah menjalani paling sedikit 2/3 (dua per tiga) masa pidana, dan
berkelakuan baik dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir dihitung
sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana. Cuti Bersyarat di berikan
paling lama 6 Bulan dan bertujuan untuk mengintegrasikan Narapidana
dan anak ke dalam kehidupan Masyarakat setelah memenuhi persyaratan
yang telah di tentukan
2.3.2 Hak Dan Kewajiban Klien Kemasyarakatan
Hak dan kewajiban Klien Pemasyarakatan yang dijelaskan dalam Undang-
Undang Pemasyarakatan Nomor 22 Tahun 2022 mengalami perbedaan dari
Undang-Undang Nomor Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Klien
Pemasyarakatan pada pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2022 tentang Pemasyarakatan adalah seseorang yang berada dalam
pembimbingan kemasyarakatan, baik dewasa maupun anak. Kemudian, Klien
Pemasyarakatan mendapatkan hak pendampingan pada tahap pra-adjudikasi,
adjudikasi, pasca-adjudikasi serta bimbingan lanjutan. Yang sudah berjalan
saat ini, Anak Berhadapan dengan Hukum saja yang mendapatkan
pendampingan pada tahap pra-adjudikasi, adjudikasi, pasca-
adjudikasi hingga bimbingan lanjutan sehingga Klien Pemasyarakatan dewasa
belum diterapkan dalam hal pendampingan.
Selain mendapatkan pendampingan, Klien Pemasyarakatan juga
mendapatkan program pembimbingan dari tahap pra-adjudikasi, adjudikasi,
pasca-adjudikasi hingga bimbingan lanjutan. Program pembimbingan Klien
Pemasyarakatan, pada tahap awal akan disusun program pembimbingan yang
dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan (PK) berupa Penelitian
Kemasyarakatan guna mengetahui bimbingan apa yang cocok bagi Klien
Pemasyarakatan sesuai karateristik mereka.
Dalam program bimbingan lanjutan, Klien akan lebih banyak
mendapatkan program pembimbingan kemandirian dibandingkan program
kepribadian. Program pembimbingan kemandirian ditujukan mempersiapkan
Klien Pemasyarakatan mendapatkan keahlian atau keterampilan
sehingga mereka mempunyai bekal dalam mencari pekerjaan atau membuka
usaha. Diharapkan Klien Pemasyarakatan mempunyai semangat untuk
mengubah pribadinya menjadi lebih baik lagi dan bangkit dari keterpurukan.
Pada saat masa bimbingan yang dilakukan oleh klien pemasyarakatan,
klien dapat dengan bebas dan terbuka untuk mengatakan hal-hal apa saja yang
klien hadapi ataupun keresahan yang dimiliki oleh klien kepada PK yang
membimbing klien. Seperti contoh, ketika Klien Pemasyarakatan mempunyai
masalah dalam mencari perkerjaan karena sulitnya mencari
kerja, maka PK dapat memberikan rekomendasi pekerjaan kepada klien jika
nantinya ada lowongan pekerjaan ysng diketahui oleh PK. Selain mendapatkan
hak, Klien Pemasyarakatan harus menjalankan kewajiban sesuai aturan yang
sudah ditetapkan. Klien Pemasyarakatan harus mematuhi persyaratan
pembimbingan yang ada pada saat masa bimbingan dilaksanakan sampai dengan
masa bimbingan itu berakhir. Kewajiban yang pertama adalah, melakukan wajib
lapor ke Balai Pemasyarakatan (Bapas) agar PK mengetahui keberadaan dan
kondisi terkini Klien Pemasyarakatan selama menjalani program Integrasi
maupun bersosialisasi kembali di masyarakat, kedua klien juga berkewajiban
memberitahukan ketika klien melakukan perubahan alamat ataupun nomor
telepon. ketiga, klien berkewajiban untuk tidak meresahkan masyarakat.
Keempat, klien berkewajiban hadir dalam program kemandirian ataupun
kepribadian yang diselenggarakan oleh Bapas. Kelima, Klien Pemasyarakatan
yang tidak tertib, seperti tidak melakukan wajib lapor tiga kali berturut-turut
ke Bapas, maka dianggap telah melakukan pelanggaran secara khusus dan bisa
dicabut program integrasi yang sedang diikuti setelah dilakukan pengawasan
oleh PK.
Berdasarkan uraian diatas, Hak dan kewajiban Klien Pemasyarakatan yang
tertera dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan
di mana hak dan kewajiban mereka mempunyai perbedaan signifikan
dibandingkan undang-undang sebelumnya. Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2022, telah mengakomodir kebutuhan dan kewajiban yang dimiliki Klien
Pemasyarakatan pada saat ini.
2.3.3 Kebutuhan Klien Pemasyarakatan
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
tentang pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan di
sebutkan bahwa program pembinaan dan pembimbingan meliputi kegiatan
Pembinaan dan Pembimbingan Kepribadian dan Kemandirian. Pembimbingan
kepribadian klien adalah pemberian tuntunan kepada klien untuk mengembangkan
diri dan perilaku klien. Bentuk – Bentuk yang dapat diberikan kepada klien dapat
berupa konseling yang ada kaitannya dengan:
1) Ketaqwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa
2) Kesadaran Berbangsa dan Bernegara, Intelektual
3) Sikap dan perilaku
4) Kesehatan Jasmani dan Rohani
Kegiatan ini nantinya dapat mewujudkan penyatuan kembali Klien dengan
masyarakat. Berbeda dengan pembimbingan kepribadian, pembimbingan
kemandirian klien memiliki pengertian sebagai suatu kegiatan pemberian tuntunan
maupun bantuan kepada klien dengan cara memberikan keterampilan kerja
sehingga diharapkan klien mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.
Bentuk-bentuk kegiatan bimbingan kemandirian dapat berupa keterampilan kerja,
latihan kerja dan produksi baik dalam bidang elektronik, petukangan, peternakan,
sablon, kuliner, menjahit dan sebagainya.
Pemetaan kebutuhan layanan bagi Klien. Pemetaan kebutuhan layanan bagi
klien dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS) berdasarkan hasil
rekomendasi Litmas yang telah disusun oleh Pembimbing Kemasyarakatan. Data
ini digunakan sebagai pertimbangan penentuan jenis layanan yang diberikan
sesuai dengan kebutuhan klien

2.4 Pekerjaan sosial dengan klien Pemasyarakatan


2.4.1 Pengertian Pekerjaan Sosial Dengan Klien Keemaasyarakatan
Pekerjaan sosial adalah suatu bidang yang berfokus pada upaya membantu
individu, kelompok, atau masyarakat dalam mengatasi masalah sosial yang
dihadapi. Dalam konteks klien pemasyarakatan, pekerjaan sosial bertujuan untuk
membantu klien mengatasi berbagai tantangan dan hambatan yang mungkin
mereka hadapi setelah pembebasan. Hal ini meliputi pembinaan keterampilan
sosial, pendidikan, pelatihan kerja, pengembangan keterampilan hidup, serta
dukungan emosional dan sosial.
Pekerja sosial koreksional merupakan pekerja sosial yang memiliki ruang
kerja di bidang pemasyarakatan dengan fokus pembinaan dan pemenuhan
kebutuhan para warga binaan. Pekerja sosial di Indonesia sendiri belum memiliki
payung hukum keprofesian yang jelas selain dari Peraturan Menteri Sosial.
Dalam konteks klien pemasyarakatan, resosialisasi melibatkan berbagai
program dan upaya untuk membantu mereka mengatasi tantangan dan hambatan
yang mungkin mereka hadapi setelah pembebasan. Ini termasuk pembinaan
keterampilan sosial, pendidikan, pelatihan kerja, pengembangan keterampilan
hidup, serta dukungan emosional dan sosial. Proses resosialisasi sendiri,
menekankan bahwa klien pemasyarakatan mengalami peningkatan kemampuan
beradaptasi dengan lingkungan sosial setelah menjalani hukuman di dalam
Lembaga Pemasyarakatan, membangun hubungan yang sehat, dan memperoleh
penghidupan yang tidak melanggar hukum. Selain itu klien pemasyarakatan
memiliki kemampuan memperkuat jaringan sosial dan memiliki dukungan dalam
menghadapi stigma atau diskriminasi yang mungkin mereka alami setelah
pembebasan. Secara umum, resosialisasi bertujuan untuk membantu klien
pemasyarakatan menjadi individu yang lebih baik, mampu mengatasi tantangan
yang dihadapi, dan menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab.
2.4.2 Peran Pekerja Sosial Dalam Penanganan Klien Pemasyarakatan
Pekerja sosial koreksional adalah pelayanan profesional pada seting
koreksional (Lapas, Rutan, Bapas Narkoba) dan seting lain dalam sistem peradilan
kriminal. Tujuannya untuk mengelola hukuman dengan cara pelanggar hukum
dapat memperbaiki tingkah lakunya. Pekerja sosial koreksional memainkan
peranan penting dalam proses ini, tujuannya untuk membantu individu-individu,
kelompok-kelompok, dan masyarakat guna meningkatkan atau memperbaiki
kemampuan mereka dalam berfungsi sosial serta menciptakan kondisi masyarakat
yang memungkinkan mereka mencapai tujuan.
Dalam Seting Koreksional, seorang Pekerja Sosial atau wali
Pemasyarakatan dapat berperan seebagai:
1) Enabler atau Fasilitator adalah orang yang memberikan bantuan dalam
memperlancar proses komunikasi sekelompok orang, sehingga mereka
dapat memahami atau memecahkan masalah bersama-sama.
2) Broker adalah orang menjadi perantara antara dua pihak atau lebih untuk
memfasilitasi kedua belah pihak dalam mencapai tujuan yang sama.
3) Mediator adalah seorang pihak yang netral dan tidak memihak yang
bertindak sebagai perantara dalam penyelesaian konflik atau sengketa
antara dua pihak atau lebih. Peran mediator adalah memfasilitasi dialog,
negosiasi, dan komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik
dengan tujuan atau mencapai solusi yang sama.
4) Pendidik adalah individu atau profesional yang bertanggung jawab untuk
memberikan pendidikan, bimbingan, dan dukungan kepada individu,
keluarga, atau kelompok yang memerlukan bantuan dalam berbagai aspek
kehidupan mereka.
2.5 Metode dan Teknik dalam Praktik Pekerjaan Sosial Mikro
a. Metode Social Case Work
Pengertian social case work menurut Mary Richmond (dalam Skidmore
1994:25) mengemukakan bahwa social case work merupakan suatu proses
yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian seseorang melalui
penyesuaian diri yang dilakukan secara sadar, melalui relasi individual, antara
orang dengan lingkungan sosialnya.
b. Teknik dalam Social Case Work
Teknik-teknik dalam social case work sebagai berikut:
1. Small Talk, Teknik ini digunakan oleh pekerja sosial dengan tujuan
terciptanya suatu suasana yang dapat memberikan kemudahan bagi
keduanya untuk melakukan pembicaraan sehingga hubungan
selanjutnya dalam proses intervensi akan berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.
2. Advice Giving and Counselling, Teknik ini berhubungan dengan
upaya memberikan pendapat yang didasarkan pada pengalaman
pribadi atau hasil pengamatan pekerja sosial dan upaya meningkatkan
suatu gagasan yang didasarkan pada pendapat-pendapat atau
digambarkan dari pengetahuan profesional
3. Support, Teknik ini digunakan pekerja sosial untuk memberikan
semangat, menyokong dan mendorong aspek-aspek dari fungsi klien,
seperti kekuatankekuatan internalnya, cara berperilaku dan
hubungannya dengan orang
4. Positive Reinforcement, Teknik yang digunakan untuk memberikan
konsekuensi yang menyenangkan saat suatu perilaku yang diharapkan
muncul dengan tujuan agar perilaku tersebut dilakukan lagi secara
konsisten.

Anda mungkin juga menyukai