Anda di halaman 1dari 151

LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM

PRAKTIK PENERAPAN TEKNOLOGI PEKERJAAN SOSIAL


PENANGANAN FAKIR MISKIN DI KELURAHAN PLOSO KECAMATAN
PACITAN KABUPATEN PACITAN
PROVINSI JAWA TIMUR

PEMBIMBING :

UJANG MUHYIDIN, S.E, M. Pd

Oleh :

MUHAMMAD ALFAN ALFARIZI


18.04.003

PROGRAM STUDI PEKERJAAN SOSIAL PROGRAM SARJANA TERAPAN


POLITEKNIK KESEJAHTERAAN SOSIAL
BANDUNG 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Judul PRAKTIK PENERAPAN TEKNOLOGI


PEKERJAAN SOSIAL PENANGANAN
FAKIR MISKIN DI KELURAHAN
PLOSO KECAMATAN PACITAN
KABUPATEN PACITAN PROVINSI
JAWA TIMUR

Nama Mahasiswa MUHAMMAD ALFAN ALFARIZI


NRP 1804003
PROGRAM PROGRAM STUDI PEKERJAAN SOSIAL
PROGRAM SARJANA TERAPAN

Pembimbing :

UJANG MUHYIDIN, S.E, M. Pd

Mengetahui :
Ketua Program Studi Pekerjaan Sosial Program Sarjana Terapan
Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung,
Dr. AEP RUSMANA, M.Si

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur praktikan panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat dan karunia-Nya praktikan dapat meyelesaikan penulisan laporan praktikum 1

yang berjudul “Pengenalan dan Pemahaman Masalah Kesejahteraan Sosial Fakir

Miskin di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan Kabupaten Pacitan” tepat pada

waktunya. Laporan ini merupakan hasil dari kegiatan Praktikum I yang dilakukan di

Kelurahan Ploso selama kurang lebih tiga bulan yang terhitung dari tanggal 28

Januari 2021 – 10 Mei 2021. Laporan ini berisi analisis dan data lengkap mengenai

Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), Potensi dan Sumber Kesejahteraan

Sosial (PSKS), serta kebijakan dan program yang ada di Kelurahan Ploso.

Praktikan menyadari pelaksanaan praktikum I dan penulisan laporan ini belum

maksimal, bahkan masih sangat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran

praktikan harapkan dari semua pihak, dan semoga laporan ini berguna khusunya bagi

praktikan dan umumnya bagi pihak yang membacanya. Dalam pelaksanaan praktikum

1 dan penyusunan laporan ini, praktikan memperoleh bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu pada kesempatan ini praktikan menyampaikan dengan tulus ucapan

terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada :

1. Dr. Marjuki, M.Sc selaku Direktur Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung.

2. Dr. Aep Rusmana, S.Sos,M.Si selaku Ketua Program Pendidikan Diploma IV

Pekerjaan Sosial Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung.


3. Dr. Pribowo, M.Pd selaku Ketua Laboratorium Politeknik Kesejahteraan

Sosial Bandung.

4. Ujang Muhyidin, S.E, M. Pd selaku Dosen Pembimbing Praktikum 1 yang

selalu memberikan bimbingan, masukan serta dorongan kepada praktikan.

5. Seluruh dosen Politeknik Kesejahteraan Sosial bandung yang telah

memberikan ilmu kepada praktikan.

6. Djoko Putro Utomo. S. Sos., M.Si selaku Camat Kecamatan Pacitan yang

telah menyediakan serta mengizinkan wilayahnya sebagai tempat praktikum.

7. Faishal Nurul Huda, S.IP selaku Lurah Kelurahan Ploso yang selalu

memberikan masukan dan dorongan kepada praktikan.

8. Seluruh Ketua RW dan RT Kelurahan Ploso yang telah membantu praktikan

selama kegiatan praktikum berlangsung;


9. Ibu-Ibu kader TP PKK Kelurahan Ploso yang telah bersedia menerima

kehadiran praktikan dengan hangat dan memberikan informasi kepada

praktikan;

10. Masyarakat Kelurahan Ploso yang telah menerima keberadaan praktikan

dengan sangat baik;

11. Teman-teman kelompok praktikum yaitu Dinatika, Ratu Pagita, Diana, dan

Anugrah Dede yang sudah membantu dan bekerjasama dengan baik selama

kegiatan praktikum berlangsung.

12. Teman-teman yang berpartisipasi membantu jalannya pembuatan simulasi

video yaitu Herlangga Danu, Bica. Agnes, Winda.

13. Semua pihak yang memberi dukungan dan membantu praktikan

menyelesaikan laporan praktikum ini, dan

14. Kedua orang tua praktikan yang selalu mendoakan dan mendukung praktikan

baik secara moril maupun materil sehingga praktikan dapat menyelesaikan

proses praktikum dan penyusunan laporan ini dengan baik;

Semoga segala kebaikan dan keikhlasan dari pihak-pihak tersebut yang telah

memberikan dukungan baik secara moril dan materil mendapatkan balasan dari

Allah SWT. Saran dan kritik yang membangun juga sangat diharapkan oleh

praktikan untuk penyempurnaan laporan ini di masa yang akan datang. Demikian

laporan ini disusun, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Demikian laporan ini disusun, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita

semua.

Pacitan, Februari 2021

Praktikan
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Politeknik Kesejahteraan Sosial (POLTEKESOS) Bandung merupakan

perguruan tinggi di bawah Kementerian Sosial Republik Indonesia yang

menyelenggarakan program pendidikan Sarjana Terapan Pekerjaan Sosial,

Program Pendidikan Rehabilitasi Sosial, Program Pendidikan Perlindungan dan

Pemberdayaan Sosial dan program pendidikan Pascasarjana Spesialis-1

Pekerjaan Sosial, yang bekerja mendidik calon pekerja sosial profesional yang

mampu mengatasi berbagai tantangan maupun permasalahan yang ada di

masyarakat. Tujuan program pendidikan Sarjana Terapan adalah menghasilkan

pekerja sosial profesional yang memiliki kompetensi dalam ilmu dan teknologi

pekerjaan sosial dengan gelar Sarjana Terapan (S.Tr.Sos) bidang Pekerjaan

Sosial. Pekerjaan sosial merupakan aktivitas profesional yang didasarkan pada

keterpaduan antara kerangka pengetahuan, kerangka keterampilan dan kerangka

nilai yang bertujuan membantu dan memberdayakan individu, kelompok,

masyarakat dan institusi/organisasi sosial mengembangkan segala sumber dan

potensi yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial.

Proses pembelajaran pendidikan profesi pekerjaan sosial tidak hanya

dapat dilakukan di dalam kelas (classroom teaching), tetapi juga di lapangan

(field teaching) melalui kegiatan praktikum. Praktikum menjadi wahana bagi


mahasiswa pekerjaan sosial untuk mampu memahami fenomena sosial yang ada

di lingkungannya. Praktikum juga melatih mahasiswa memiliki sikap tanggap

terhadap permasalahan yang terjadi di masyarakat dan kesempatan mengasah

keterampilan pekerjaan sosial secara lebih memadai. Selain itu diharapkan

mampu menemukan realitas yang lebih luas dari pada apa yang telah mereka

pelajari di kelas.

Kenyataan tersebut akan memotivasi mahasiswa untuk mampu

memadukan antara konsep atau teori yang dipelajari dengan kenyataan yang

dihadapi. Mahasiswa juga diharapkan memiliki kepekaan (responsive) terhadap

kebutuhan masyarakat serta mampu mengadaptasikan teori ke dalam praktik.

Praktikum I adalah Praktik Pekerjaan Sosial Mikro, Mezzo dan Makro

dengan focus Pengenalan Masalah Kesejahteraan Sosial (PPKS) dan Potensi dan

Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) serta kebijakan dan Program Kesejahteraan

Sosial. Mahasiswa ditugaskan untuk mengenali masalah, kebutuhan, potensi dan

sumber aktual di masyarakat.

Mahasiswa juga harus mengenal dan memahami kebijakan dan program

yang relevan dengan masalah yang ada di lokasi praktikum. Selain itu,

mahasiswa juga diharapkan memahami konsep-konsep yang berlaku dan

digunakan di dalam praktik lapangan tersebut. Pada praktikum selanjutnya,

mahasiswa ditugaskan untuk melakukan penanganan masalah dengan

menggunakan konsep pekerjaan sosial yang telah dipelajari.


Praktikum I pada Program Studi Diploma IV Pekerjaan Sosial dilaksanakan pada
semester VI, menggunakan system Praktikum Laboratorium, mahasiswa
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mempraktikkan berbagai
metoda/teknik/ teknologi praktik pekerjaan sosial, baik laboratorium indoor
maupun outdoor.
Pada saat pandemi covid 19 ini hanya dilakukan praktikum laboratorium
outdoor di lingkungan tempat tinggal mahasiswanya. Kemampuan
mempraktikkan metoda/teknik/ teknologi praktik pekerjaan sosial tersebut berupa
keahlian/keterampilan praktik dalam dimensi dan perspektif secara lebih luas
dengan mendasarkan pada keterampilan umum jenjang 6 sarjana terapan yaitu
menghasilkan prototipe, prosedur baku, disain dalam bentuk kertas kerja
(Permendikbud nomor 3 Tahun 2020). Oleh karena itu, fokus kegiatan praktikum
laboratorium ini adalah menyimulasikan penerapan berbagai
metoda/teknik/teknologi praktik pekerjaan sosial sesuai dengan tahapan praktik
pekerjaan sosial sesuai capaian profil Prodi Pekerjan Sosial Progra Sarjana
Terapan secara daring.

Mahasiswa selama melaksanakan praktikum memperoleh supervisi dari


dosen pembimbing selaku supervisor. Kegiatan supervisi pekerjaan sosial
merupakan suatu metode pengalihan dan penguatan pengetahuan dan keterampilan
serta etika pekerjaan sosial ke dalam praktik; pembimbingan pelaksanaan tugas-
tugas administrasi, pencatatan, dan pelaporan; serta pemberian dukungan dan
penguatan emosi selama melaksanakan praktikum. Proses supervisinya juga
dilaksanakan secara daring.
Dalam praktikum I dilakukan pendalaman fokus masalah. Praktikan
menggambil pendalaman masalah tentang Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan
Sosial yaitu Fakir Miskin. Alasan memilih pendalaman fokus masalah Fakir
Miskin dikarenakan Fakir Miskin merupakan PPKS terbanyak dan Praktikan
memilih kajian Kemiskinan, Jadi dirasa tepat dalam pengambilan fokus masalah
yang akan digali dan di assessmen oleh praktikan dalam penulisan laporan
Praktikum I nantinya.
Praktikum I pada Program Studi Diploma IV Pekerjaan Sosial
dilaksanakan pada semester VI, menggunakan Praktikum Laboratorium,
mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mempraktikkan
berbagai metoda/teknik/ teknologi praktik pekerjaan sosial, baik laboratorium
indoor maupun outdoor. Pada saat pandemi covid 19 ini hanya dilakukan
praktikum laboratorium outdoor di lingkungan tempat tinggal mahasiswanya.
Kemampuan mempraktikkan metoda/teknik/ teknologi praktik pekerjaan sosial
tersebut berupa keahlian/keterampilan praktik dalam dimensi dan perspektif
secara lebih luas dengan mendasarkan pada keterampilan umum jenjang 6
sarjana terapan yaitu menghasilkan prototipe, prosedur baku, disain dalam bentuk
kertas kerja (Permendikbud nomor 3 Tahun 2020). Oleh karena itu, fokus
kegiatan praktikum laboratorium ini adalah menyimulasikan penerapan berbagai
metoda/teknik/teknologi praktik pekerjaan sosial sesuai dengan tahapan praktik
pekerjaan sosial sesuai capaian profil Prodi Pekerjan Sosial Progra Sarjana
Terapan secara daring.
Mahasiswa selama melaksanakan praktikum memperoleh supervisi dari
dosen pembimbing selaku supervisor. Kegiatan supervisi pekerjaan sosial
merupakan suatu metode pengalihan dan penguatan pengetahuan dan
keterampilan serta etika pekerjaan sosial ke dalam praktik; pembimbingan
pelaksanaan tugas-tugas administrasi, pencatatan, dan pelaporan; serta pemberian
dukungan dan penguatan emosi selama melaksanakan praktikum. Proses
supervisinya juga dilaksanakan secara daring.

1.2 Permasalahan (PPKS) yang dipilih


Permasalahan yang terjadi ini bisa dikatakan menjadi masalah sosial, masalah
sosial merupakan masalah yang yang berkaitan dengan perilaku masyarakat. Ada
berbagai faktor yang menjadi penyebab berkembanganya suatu masalah sosial,
faktor yang kerap kali terjadi secara umum meliputi struktural, hubungan individu
di dalam suatu komunitas, dan budaya yang ada.
Permasalahan sosial dapat terjadi dimana saja, salah satunya di lokasi yang
praktikan pilih yaitu di Kelurahan Ploso, praktikan memilih fokus masalah fakir
miskin yang terdapat di lokasi praktikum. Dalam praktiknya, praktikan akan
menentukan fokus masalah serta merencanakan proses pertolongan pada aras
mikro, messo, dan makro.
1.3 Maksud dan Tujuan Praktikum
1.3.1 Maksud
1. Dapat mengembangkan keterampilan mahasiswa sebagai calon pekerja sosial
2. Melatih sikap tanggap serta mengidentifikasi masalah dan potensi yang ada di
Kelurahan Ploso
1.3.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum laboratorium ini adalah:
1. Tujuan Umum
Adalah menyiapkan mahasiswa dalam penguasaan berbagai metode dan teknik serta
keterampilan pekerjaan sosial sebagai dasar untuk melakukan praktikum institusi
dan komunitas.
2. Tujuan Khusus
Praktikum laboratorium secara khusus bertujuan untuk:
a. Meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap metode dan teknik serta
teknologi pekerjaan sosial.
b. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan
pengetahuan, nilai dan etika serta keterampilan praktik pekerjaan sosial
untuk menangani masalah kesejahteraan sosial baik klien aras mikro,
mezzo maupun makro.
c. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan
pengetahuan, dan keterampilan dalam melakukan penyuluhan sosial.
d. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan
pengetahuan, dan keterampilan dalam melakukan analisis masalah sosial.
e. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan
pengetahuan, dan keterampilan dalam melakukan analisis sumber daya
sosial.
f. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan
pengetahuan, dan keterampilan dalam melakukan analisis pemberdayaan
sosial.
1.4 Manfaat Praktikum

Pelaksanaan praktikum I "Praktik Pekerjaan Sosial Mikro, Mezzo dan

Makro" dengan fokus pengenalan Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial

(PPKS) dan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) serta kebijakan dan

program kesejahteraan sosial di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan Kabupaten

Pacitan mempunyai manfaat untuk :

1. Meningkatknya kepekaan mahasiswa terhadap PPKS, PSKS serta

kebijakan dan program yang ada di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan

Kabupaten Pacitan.

2. Meningkatnya kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi dan

menganalisis masalah atau kebutuhan PPKS, PSKS serta kebijakan dan

program yang ada di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan Kabupaten

Pacitan.

3. Meningkatnya kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan konsep dan

praktek pekerjaan sosial khususnya yang berkaitan dengan PPKS, PSKS

serta kebijakan dan program yang ada di yang ada di Kelurahan Ploso

Kecamatan Pacitan Kabupaten Pacitan.

4. Meningkatnya kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan

pengetahuan, nilai dan etika serta keterampilan Praktik Pekerjaan Sosial.


5. Dihasilkannya berbagai masukkan yang bermanfaat bagi Pemerintah Desa atau

Kelurahan berkaitan dengan masalah kesejahteraan Sosial (PPKS), Potensi dan

Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) serta kebijakan dan program di Kelurahan

Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan Kabupaten Pacitan

1.5 Waktu dan lokasi Praktikum

Praktikum I dilaksanakan selama satu semester (tiga bulan), dengan

mengambil lokasi di Desa / Kelurahan yang potensial dan merupakan kantong-

kantong permasalahan kesejahteraan sosial, Pada semester Genap Tahun Akademik

2021/2022 ini, jadwal Praktikum 1 dilaksanakan dengan sebagai berikut :

1. Pra lapangan : 28 Januari – 9 Februari 2021

2. Lapangan : 10 Februari - 16 April 2021

3. Ujian Lisan : 29 April - 30 April 2021

4. Lokasi Praktikum : Kelurahan Ploso

1.6 Tahapan Praktikum

Pelaksanaan Praktikum I "Praktik Penerapan Teknologi Pekerjaan Sosial aras Mikro, Mezzo dan
Makro" Program Studi Pekerjaan Sosial Program Sarjana Terapan Politeknik Kesejahteraan
Sosial Bandung dilaksanakan selama 4 bulan yang dibagi menjadi 3 tahapan yakni tahapan
persiapan, tahapan pelaksanaan dan pengakhiran :

1.6.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan Praktikum I "Praktik Penerapan Teknologi Pekerjaan Sosial Mikro, Mezzo dan

Makro" program Studi Pekerjaan Sosial Program Sarjana Terapan Politeknik Kesejahteraan

Sosial Bandung dilaksanakan dalam jenis 5 rangkaian kegiatan sebagai berikut :


a. Labolatorium Pekerjaan Sosial Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung

melaksanakan pembagian kelompok mahasiswa dan supervisi

b. Pembekalan Praktikum laboratorium angkatan 2018 dilaksanakan pada hari

Rabu, 27 Januari 2021 pada pukul 13.30 WIB yang dilakukan secara daring

melalui aplikasi Zoom Meeting. Pembekalan ini dihadiri oleh praktikan

mahasiswa Poltekesos Bandung semester IV, bapak dan ibu dosen pembimbing,

Bapak Dr. Aep Rusmana, S.Sos, M.Si selaku Kepala Prodi D IV Pekerjaan

Sosial, Bapak Dr. Pribowo, M.Pd selaku Ketua Laboratorium Pekerja Sosial,

c. Koordinasi dengan pembimbing praktikum

d. Bimbingan pra praktikum pertama oleh Dr. Aep Rusmana, M.Si. dan Dr.

Pribowo, M.Pd di Zoom Meeting. Pada bimbingan ini, praktikan mendapatkan

pengarahan tentang praktikum dan kajian literatur yang perlu dipersiapkan

dalam melaksanakan praktikum

e. Bimbingan pra praktikum kedua oleh Dr. Aep Rusmana, M.Si. dan Dr. Pribowo,

M.Pd di Zoom Meeting. Pada bimbingan ini, praktikan melakukan tanya jawab

dengan praktikan seputar kegiatan praktikum 1 yang akan dilaksanakan.

f. Bimbingan pertama supervisi oleh Ujang Muhyidin, S.E, M. Pd. Pada bimbingan

ini praktikan diarahkan agar mematuhi protokol kesehatan saat melakukan

kegiatan praktikum.

g. Bimbingan kedua supervisi oleh Ujang Muhyidin, S.E, M. Pd. Pada bimbingan

ini praktikan diarahkan untuk mengikuti pedoman praktikum yang telah

diberikan

h. Bimbingan ketiga supervisi oleh Ujang Muhyidin, S.E, M. Pd. Pada bimbingan
ini praktikan diarahkan untuk segera membuat matrix kegiatan supaya dalam

melakukan kegiatan praktikum, praktikan memiliki acuan atau jadwal kegiatan

agar dalam melakukan tahapan tahapan praktikan memiliki persiapan

i. Bimbingan keempat supervisi oleh Ujang Muhyidin, S.E, M. Pd. Pada

bimbingan ini praktikan melakukan tanya jawab dengan supervisi seputar

kegiatan praktikum tentang pelaksanaan pembuatan simulasi video.

j. Bimbingan supervisi oleh Ujang Muhyidin, S.E, M. Pd. Pada bimbingan ini

praktikan diarahkan dalam perbaikan pelaporan.

1.6.2 Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan Praktikum I "Praktik Penerapan Teknologi Pekerjaan Sosial Mikro, Mezzo

dan Makro" program Studi Pekerjaan Sosial Program Sarjana Terapan Politeknik Kesejahteraan

Sosial Bandung dilaksanakan pada tanggal 10 Januari 2021 – 9 Februari 2021 dalam beberapa

rangkaian kegiatan sebagai berikut :

a. Mengajukan perizinan kegiatan praktikum di kelurahan Ploso kepada Sekretaris

Kelurahan Ploso Bu Rina dan Pak Lurah Faishal

b. Meminta izin kegiatan praktikum kepada Pak Adib selaku Ketua RW 06 RT 02

c. Mengajukan permintaan data PMKS dan PPKS serta profil kelurahan di

kelurahan Ploso

d. Mengolah data dan menentukan PMKS untuk dijadikan informan

e. Membangun relasi professional dengan key person di lingkungan Peden

Kelurahan Ploso, seperti ketua RT dan RW, kader PKK, dan Karang Taruna.

f. Melakukan kerjasama dengan ketua RW untuk mendapatkan informasi mengenai

alamat sasaran
g. Mengunjungi rumah sasaran ditemani ketua RW

h. Melsanakan tahap First Telephone Contact dengan sasaran untuk membuat

perjanjian pertemuan

i. Melaksanakan tahap face to face meeting dirumah sasaran

j. Melaksanakan tahap Clarifying the client problem

k. Melaksanakan tahap Obtaining and releasing client information

l. Melakukan tahap Inform Concern

m. Membuat skenario EIC untuk disimulasikan

n. Membuat video simulasi EIC dengan anggota keluarga praktikan

o. Melakukan assesmen terhadap klien menggunakan instrumen : Pedoman

wawancara dan observasi

p. Melakukan assesmen terhadap klien menggunakan tools : BPSS dan Eco Map

1.6.3 Tahap Pengakhiran

Tahap pascalapangan dilakukan bimbingan penulisan dan penyusunan laporan selama kurang

lebih seminggu dan selanjutnya di adakan ujian lisan praktik pada tanggal 29 – 30 April 2021.

Pengumpulan laporan akhir setelah mendapat persetujuan pembimbing ke sekretariat

laboratorium Prodi Pekerjaan Sosial paling lambat tanggal 10 Mei 2021

1.7 Keluaran
Hasil dari kegiatan praktikum laboratorium ini adalah capaian kompetensi mahasiswa pada
empat bidang. Tiap-tiap bidang kompetensi memiliki kerangka kerja pengetahuan, nilai, dan
keterampilan. Keempat kompetensi tersebut, adalah:

1.7.1. Output profil dan kompetensi pada tahap praktik pekerjaan sosial mikro yaitu :
1. Pelaksanaan intervensi masalah kesejahteraan sosial :
a. Mampu mengkaji masalah kesejahteraan sosial
b. Mampu mendesain pemecahan masalah kesejahteraan sosial
2. Analisis masalah sosial :
a. Mampu mengkaji masalah sosial
b. Mampu mendesai analisis masalah sosial

1.7.2. Output profil dan kompetensi pada tahap praktik pekerjaan sosial mezzo yaitu :
1. Pelaksana intervensi masalah kesejahteraan sosial :
a. Mampu mengkaji masalah kesejahteraan sosial
b. Mampu mendesain pemecahan masalah kesejahteraan sosial
2. Analisis masalah sosial :
a. Mampu mengkaji masalah sosial
b. Mampu mendesain analisis masalah sosial
3. Analisis sumber daya sosial yaitu mampu mendesain analisis sumber daya sosial
4. Penyuluhan Sosial :
a. Mampu mengkaji masalah penyuluhan sosial
b. Mampu mendesain penyuluhan sosial

1.7.3. Output profil dan kompetensi pada tahap praktik pekerjaan sosial makro yaitu :
1. Pelaksana intervensi masalah kesejahteraan sosial :
a. Mampu mengkaji masalah kesejahteraan sosial
b. Mampu mendesain pemecahan masalah kesejahteraan sosial
2. Analisis masalah sosial :
a. Mampu mengkaji masalah sosial
b. Mampu mendesain analisis masalah sosial
3. Analisis sumber daya sosial yaitu mampu mendesain analisis sumber daya sosial.
4. Analisis pemberdayaan masyarakat yaitu mampu mendesain analisis pemberdayaan
masyarakat.
5. Penyuluhan Sosial :
a. Mampu mengkaji masalah penyuluhan sosial
b. Mampu mendesain penyuluhan sosial

1.8 Proses Supervisi


Pada pelaksanaan praktikum laboratorium ini, satu kelompok terdiri dari lima orang mahasiswa
yang dibimbing oleh satu orang supervisor yaitu Bapak Drs. Ujang Muhyidi,SE, M.Pd Tugas
supervisor pada dasarnya adalah melaksanakan tiga fungsi supervisi, yaitu education,
administrative dan personal support. Pada praktikum kali ini, supervisi yang dilaksanakan oleh
dosen pembimbing dibedakan menjadi dua yaitu supervisi pra lapangan, dan supervisi lapangan.

1.8.1. Supervisi pra lapangan

Supervisi pra lapangan oleh dosen pembimbing dilaksanakan sebanyak satu kali. Proses
supervisi pra lapangan lebih kepada pemahaman praktikan terhadap tujuan dilaksanakannya
Praktikum Laboratorium dan mengulas rencana pada pelaksanaan praktikum untuk merumuskan
matriks kegiatan. Supervisi pra lapangan dilaksanakan dua kali. Supervisi pra lapangan pertama
dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 02 Februari 2021 membahas mengenai proses praktikum
laboratorium mulai dari aras mikro, messo, dan makro, kemudian dilanjutkan pemahaman lebih
lanjut dari pedoman praktikum. Pembahasan aras mikro untuk membahas tahapan tahap awal
kontak hingga pada tahap terminasi dan rujukan, pada aras messo mengulang tentang tahapan
social groupwork, sedangkan pembahasan diakhiri dengan mengulas lebih lanjut pada aras
makro yaitu pada tahap inisiasi sampai dengan pengakhiran.

Pemantapan konsep praktikum tidak hanya diberikan pada saat bimbingan pra lapangan tetapi
praktikan mendapatkan pembekalan dari lembaga sebanyak tiga kali pada tanggal 03 Februari
2021 sampai dengan 05 Februari 2021. Pembekalan pertama ini dilaksanakan pada hari Rabu
tanggal 03 Februari 2021 pukul 09.00-11.00 WIB melalui media online via Zoom Meeting.
Pembekalan disampaikan oleh Ibu Dra. Susiladiharti, MSW (Direktur Utama YPM Kusuma
Bandung) membahas tentang Asesmen dan Rencana Intervensi pada Pelayanan Aras Mikro,
Mezzo, dan Makro. Pembekalan Praktikum laboratorium kedua oleh Bapak Asep Tatang
membahas tentang Kebijakan Daerah dalam Pemanfaatan Potensi dan Sumber Kesejahteraan
Sosial pada hari Kamis tanggal 04 Februari 2021 mulai dari jam 10.00-12.00 WIB dengan media
online menggunakan aplikasi Zoom Meeting. Sedangkan Pembekalan Praktikum laboratorium
ketiga oleh Bapak Wawan Setiawan, AKS., MM. pada hari Jumat, 05 Februari 2021. Kegiatan
ini dimulai dari jam 08.00-10.00 WIB yang mana membahas tentang penanganan Masalah
Kesejahteraan Sosial pada Aras Mikro, Mezzo, dan Makro di Yayasan Societa Indonesia
Cianjur.

1.8.2. Supervisi pelaksanaan praktikum

Supervisi pelaksanaan praktikum via media online dilaksanakan sebanyak 2 kali selama kegiatan
praktikum berlangsung dan bertempat di lokasi praktikum menggunakan Zoom Meeting.
Supervisi pertama dilaksanakan pada hari Rabu, 26 Februari 2020. Supervisi kedua dilaksanakan
pada Jumat, 13 Maret 2020. Pada kegiatan supervisi ini dibahas mengenai pelaksanaan proses
praktikum, evaluasi dan masukan dari supervisor mengenai proses perencanaan dan pelaksanaan
intervensi masing-masing praktikan.
BAB II
KAJIAN KONSEPTUAL

2.1 Kajian Konseptual PPKS yang Dipilih

1. Definisi masalah sosial menurut para ahli

Situasi sosial yang tidak diinginkan oleh sejumlah orang karena dikhawatirkan

akan mengganggu sistem sosial dan perilaku orang-orang yang terlibat di dalamnya

adalah perilaku yang menyimpang dari nilai atau norma- norma (Horton dan Leslie,

1984).

Masalah sosial adalah suatu kondisi sosial yang mempengaruhi sejumlah

besar orang yang memerlukan perbaikan segera dengan sekumpulan tindakan-

tindakan (Zastrow, 2000).

Masalah sosial adalah suatu situasi atau kondisi sosial yang dievaluasi oleh

orang-orang sebagai suatu situasi atau kondisi yang tidak mengenakkan atau situasi

problematic (Pincus & Minahan, 1975).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan unsur-unsur masalah sosial yaitu:

1) Adanya suatu situasi atau kondisi sosial;

2) Adanya sekelompok orang yang mengevaluasi situasi atau kondisi sosial

tersebut;

3) Adanya evaluasi terhadap situasi atau kondisi sosial tersebut sebagai tidak

mengenakkan;
4) Adanya alasan-alasan mengapa situasi atau kondisi tersebut sebagai tidak

mengenakkan.

2. Jenis masalah sosial

1) Masalah sosial konvensional

Kemiskinan, wanita rawan sosial ekonomi, keluarga berumah tak

layak huni, keterlantaran (balita, anak dan lanjut usia), keterasingan,

kecacatan, ketunaan sosial (gelandangan, tuna susila), anak remaja nakal,

bencana.

2) Masalah kontemporer

Kerusuhan sosial, korban tindak kekerasan/perlakuan salah, anak

jalanan, keluarga dengan masalah sosial psikologis, Korban penyalahgunaan

Napza, penyandang penyakit HIV/AIDS, keluarga rentan.

3. Sebab-sebab masalah

Internal : ketidakmampuan, kecatatan, gangguan jiwa dan sebagainya.

Eksternal: keluarga, sekolah, lingkungan tetangga, lingkungan kerja dan lain

sebagainya.

4. Faktor-faktor masalah sosial

1) Faktor ekonomi (kemiskinan, pengangguran dan lain-lain);

2) Faktor budaya ( perceraian, kenakalan remaja dan lain-lain);

3) Faktor biologis (penyakit menular, keracunan makanan dan lain-lain);

4) Faktor psikologis (penyakit saraf, aliran sesat dan lain-lain).

2.1.1 Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial

Permensos 16 tahun 2019 tentang Standar Nasional Rehabilitasi


Sosial mendefinisikan Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial yang
selanjutnya disingkat PPKS adalah perseorangan, keluarga, kelompok,
dan/atau masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau
gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga
memerlukan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik
jasmani dan rohani maupun sosial secara memadai dan wajar. Beberapa
Jenis PPKS menurut Dinas Sosial adalah :
1. Anak balita terlantar

2. Anak terlantar

3. Anak berhadapan dengan hukum

4. Anak jalanan

5. Anak dengan kedisabilitasan

6. Anak yang menjadi korban tindak kekerasan

7. Anak yang memerlukan perlindungan khusus

8. Lanjut usia terlantar

9. Penyandang disabilitas

10. Tuna Susila

11. Gelandangan

12. Pengemis

13. Pemulung

14. Kelompok minoritas

15. Bekas Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan (BPWPLP)

16. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)

17. Korban penyalahgunaan NAPZA

18. Korban bencana sosial

19. Perempuan rawan sosial ekonomi

20. Fakir miskin

21. Keluarga bermasalah sosial psikologis

22. Komunitas Adat Terpencil

23. Pekerja Migran Bermasalah Sosial


24. Penyandang Disabilitas

25. Korban Tindak Kekerasan

26. Korban Trafficking

2.1.2 Kajian Tentang Kemiskinan

Tinjauan Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah sosial yang bersifat global. Artinya

kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian banyak

orang di dunia. Di Indonesia masalah kemiskinan merupakan permasalahan utama

yang dialami dan menuntut solusi berbagai pihak dalam penanganannya. Banyak

ahli yang mengemukakan tentang definisi maupun konsep dari kemiskinan karena

kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensi sehingga dapat

ditinjau dari berbagai sudut pandang.

1. Pengertian Kemiskinan

Friedman dalam Edi Suharto (2014) mendefinisikan bahwa

kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan

basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi modal yang produktif

atau aset (misalnya tanah, perumahan, peralatan, kesehatan dan lain-lain);

sumber-sumber keuangan (pendapatan dan kredit); organisasi sosial dan

politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan (partai politik,

koperasi); jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang dan

lain-lain; pengetahuan dan keterampilan yang memadai; dan informasi yang

berguna untuk memajukan kehidupan orang.

Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen

sosial (2002) mengemukakan bahwa kemiskinan merupakan sebuah kondisi


yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk

makanan dan non makan yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau

batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah

rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan

makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-

makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan,

transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya.

Disebutkan juga menurut SMERU dalam Edi Suharto (2014) yang

menjelaskan bahwa juga kerap didefinisikan sebagai kondisi yang ditandai

oleh serba kekurangan: kekurangan pendidikan, keadaan kesehatan yang

buruk, dan kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai kemiskinan di atas, dapat

disimpulkan bahwa kemiskinan adalah suatu kondisi yang tidak

mengenakkan. Kondisi tersebut berkaitan dengan segi ekonomi yang

mengakibatkan ketidakmampuan dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan

kebutuhan lainnya dan pastinya akan mempengaruhi keberfungsian sosial

orang yang mengalaminya.

2. Karaktersitik Kemiskinan

Studi SMERU dalam Edi Suharto (2014) menunjukkan sembilan

kriteria yang menandai kemiskinan yaitu :

a. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan,

sandang, papan);
b. Ketiadaan akses terhadap kebutuan hidup dasar lainnya ( kesehatan,

sanitasi, air bersih dan transportasi);

c. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk

pendidikan dan keluarga atau tidak adanya perlindungan sosial dan

negara dan masyarakat);

d. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual (rendahnya

pendapatan dan aset), maupun massal (rendahnya modal sosial, ketiadaan

fasilitas umum);

e. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia (buta huruf, rendahnya

pendidikan dan keterampilan, sakit-sakitan) dan keterbatasan sumber

alam (tanah tidak subur, lokasi terpencil, ketiadaan infrastruktur jalan,

listrik, air);

f. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.

g. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang

memadai dan berkesinambungan;

h. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental;

i. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita

korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal

dan terpencil);

Berdasarkan studi tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik

kemiskinan tidak hanya berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar,

melainkan juga dengan relasi / hubungan di dalam masyarakat, seperti


disebutkan di atas bahwa karakteristik kemiskinan adalah ketidakterlibatan

dalam kegiatan masyarakat.

Karakteristik kemiskinan yang dijelaskan juga dapat disimpulkan

bahwa adanya keterkaitan antara poin yang satu dengan yang lainnya,

misalnya ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, maka

dipastikan juga akan kesulitan untuk dapat memenuhi kebutuhan lainnya.

Tidak dapat memenuhii kebutuhan dasar bisa diakibatkan karena rendahnya

kualitas sumber daya manusia ataupun dikarenakan kondisi diri yang tidak

memungkinkan untuk berusaha misalnya karena cacat fisik atau mental,

ataupun dikarenakan ketiadaan akses terhadap lapangan kerja.

3. Dimensi Kemiskinan

David Cox dalam Suharto (2014) menjelaskan mengenai dimensi

kemiskinan, yaitu:

a. Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi menghasilkan

pemenang dan yang kalah. Pemenang umumnya adalah negara-negara

maju, sedangkan negara-negara berkembang seringkali semakin

terpinggir oleh persaingan dan pasar bebas.

b. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan

subsisten (kemiskinan akibat rendahnya pembangunan), kemiskinan

pedesaan (kemiskinan akibat peminggiran pedesaan dalam proses

pembangunan), kemiskinan perkotaan (kemiskinan yang disebabkan oleh

hakekat dan kecepatan pertumbuhan perkotaan).


c. Kemiskinan sosial, kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak,

dan kelompok minoritas.

d. Kemiskinan konsekuensial, kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-

kejadian lain atau faktor-faktor eksternal di luar orang miskin, seperti

konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan, dan tingginya jumlah

penduduk.

Sedangkan menurut Ellis dalam Edi Suharto (2014) menyatakan

bahwa dimensi kemiskinan menyangkut aspek ekonomi, politik dan sosial-

psikologis.

a. Aspek Ekonomi

Secara ekonomi, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai

kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk memenuhi

kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang.

Sumberdaya dalam konteks ini menyangkut tidak hanya aspek finansial,

melainkan pula semua semua jenis kekayaan (wealth) yang dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas. Berdasarkan

konsepsi ini, maka kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan

menetapkan persediaan sumber daya yang dimiliki melalui penggunaan

standar baku yang dikenal dengan garis kemiskinan. Garis kemiskinan

yang digunakan BPS sebesar 2,100 kalori per orang per hari yang

disetarakan dengan pendapatan tertentu atau pendekatan Bank Dunia

yang menggunakan 1 dolar AS per orang per hari adalah contoh

pengukuran kemiskinan absolut.


b. Aspek Politik

Secara politik kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses terhadap

kekuasaan. Kekuasaan dalam pengertian ini mencakup tatanan sistem

politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam

menjangkau dan menggunakan sumber daya. Dalam konteks politik ini

Friedman mendefinisikan kemiskinan dalam kaitannya dengan

ketidaksamaan kesempatan dan mengakumulasikan basis kekuasaan

sosial yang meliputi :

1) Modal produktif atau aset (tanah, perumahan, alat produksi,

kesehatan)

2) Sumber keuangan (pekerjaan, kredit)

3) Organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai

kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial)

4) Jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, jasa

5) Pengetahuan dan ketrampilan

6) Informasi yang berguna untuk kemajuan hidup

c. Aspek Sosial-psikologis

Kemiskinan secara sosial psikologis menunjuk pada kekurangan

jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan

kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas. Dimensi kemiskinan

ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh adanya

faktor-faktor penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal

dan eksternal. Faktor internal datang dari dalam si miskin itu sendiri
seperti rendahnya pendidikan atau adanya hambatan budaya. Faktor

eksternal datang dari luar kemampuan orang yang bersangkutan, seperti

birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang dapat mengganggu

seseorang dalam memanfaatkan sumber daya.

Kemiskinan secara sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan

jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan

kesempatan-kesempatan peningkatan produktifivitas. Dimensi

kemiskinan juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan

oleh adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah atau merintangi

seseorang dalam memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada di

masyarakat. Faktor-faktor penghambat tersebut secara umum meliputi

faktor internal dan eksternal.

1) Faktor internal datang dari dalam diri sendiri, seperti rendahnya

pendidikan atau adanya hambatan budaya. Teori “kemiskinan

budaya” (cultural poverty) yang dikemukakan Oscar Lewis,

misalnya, menyatakan bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai

akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-

orang miski, seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang

memiliki etos kerja dan sebagainya.

2) Faktor eksternal datang dari luar kemampuan orang yang

bersangkutan, seperti birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang

dapat menghambat seseorang dalam memanfaatkan sumberdaya.

Kemiskinan model ini seringkali diistilahkan dengan kemiskinan


struktural. Menurut pandangan ini, kemiskinan terjadi bukan

dikarenakan “ketidakmauan” seseorang untuk bekerja (malas),

melainkan karena “ketidakmampuan” sistem dan struktur sosial

dalam menyediakan kesempatan-kesempatan yang memungkinkan

seseorang dapat bekerja.

4. Faktor Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor dan pastinya tidak

disebabkan oleh faktor tunggal. Seseorang atau keluarga miskin bisa

disebabkan oleh beberapa faktor yang saling terkait satu sama lain, seperti

mengalamai kecacatan, memiliki pendidikan rendah, kurangnya keterampilan,

kurangnya kemampuan dalam mengakses sistem sumber, tidak memiliki

modal usaha, tidak tersedianya lapangan kerja, terkena Pemutusan Hubungan

Kerja (PHK), tidak adanya jaminan sosial (pensiun, kesehatan, kematian),

atau hidup dilokasi dengan sumber daya alam dan infrastruktur terbatas.

Edi Suharto (2013) mengemukakan bahwa secara konseptual,

kemiskinan bisa diakibatkan oleh empat faktor, yaitu :

a. Faktor individual. Terkait dengan aspek patologis, termasuk kondisi fisik

dan psikologis orang miskin. Seseorang menjadi miskin disebabkan oleh

perilaku, plihan, atau kemampuan orang miskin itu sendiri dalam

menghadapi kehidupannya;

b. Faktor sosial. Kondisi-kondisi lingkungan sosial yang menjebak

seseorang menjadi miskin. Misalnya, diskriminasi berdasarkan usia,

gender, etnis yang menyebabkan seseorang menjadi miskin. Termasuk


dalam faktor ini adalah kondisi sosial dan ekonomi keluarga miskin yang

biasanya menyebabkan kemiskinan antar generasi;

c. Faktor kultural. Kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan

kemiskinan. Faktor ini secara khusus sering mununjuk pada konsep

“kemiskinan kultural” atau “budaya kemiskinan” yang menghubungkan

kemiskinan dengan kebiasaan hidup atau mentalitas. Penelitian Oscar

Lewis di Amerika Latin menemukan bahwa orang miskin memiliki sub-

kultur atau kebiasaan tersendiri, yang berbeda dengan masyarakat

kebanyakan. Sikap-sikap “negatif” seperti malas, fatalisme atau

menyerah pada nasib, tidak memiliki jiwa wirausaha, dan kurang

menghormati etos kerja, misalnya, sering ditemukan pada orang-orang

miskin;

d. Faktor struktural. Menunjuk pada struktur atau sistem yang tidak adil,

tidak sensitif dan tidak accessible sehingga menyebabkan seseorang atau

sekelompok orang menjadi miskin. Sebagai contoh, sistem ekonomi

neoliberalisme yang diterapkan di Indonesia telah menyebabkan para

petani, nelayan, dan pekerja sektor informal terjerat oleh, dan sulit keluar

dari, kemiskinan. Sebaliknya, stimulus ekonomi, pajak dan iklim

investasi lebih menguntungkan orang kaya dan pemodal asing untuk

terus menumpuk kekayaan.

Menurut Mudrajad Kuncoro (2003: 131), penyebab kemiskinan

dipandang dari segi ekonomi disebabkan karena tiga hal, yaitu :


a. Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan

pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan

yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya alam

dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.

b. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya

manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah

berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah.

Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini dikarenakan

rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi

atau karena keturunan. Selanjutnya, kemiskinan muncul akibat perbedaan

akses dalam modal.

c. Ketiga, kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan

(vicious circle of poverty). Adanya keterbelakangan,

ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal akan menyebabkan

rendahnya produktifitas. Rendahnya produktifitas mengakibatkan

rendahnya pendapatan yang mereka terima. Dan hal tersebut akan

berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya

investasi berakibat pada keterbelakangan, dan seterusnya. Logika ini

dikemukakan oleh Ragnar Nurkse di tahun 1953. Ia mengatakan bahwa

“a poor country is poor because it is poor” (negara itu miskin karena dia

miskin).

Sedangkan menurut Departemen Sosial menyimpulkan ada dua

kategori faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu:


a. Faktor Internal

Faktor-faktor internal (dari dalam diri individu atau keluarga penduduk

miskin) yang menyebabkan terjadinya kemiskinan, antara lain berupa

kekurangmampuan dalam hal:

1) Fisik (misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan).

2) Intelektual (misalnya kurangnya pengetahuan, kebodohan,

kekurangtahuan informasi).

3) Mental emosional (misalnya malas, mudah menyerah, putus asa,

tempramental).

4) Spiritual (misalnya tidak jujur, penipu, serakah, tidak disiplin).

5) Sosial psikologis (misalnya kurang motivasi, kurang percaya diri,

depresi/stress, kurang relasi, kurang mampu mencari dukungan).

6) Keterampilan (misalnya tidak mempunyai keahlian yang sesuai

dengan permintaan lapangan kerja).

7) Asset (misalnya tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah,

rumah, tabungan, kendaraan, dan modal kerja).

b. Faktor Eksternal

Faktor-faktor eksternal (berada di luar dari individu atau keluarga

penduduk miskin) yang menyebabkan terjadinya kemiskinan, antara lain:

1) Terbatasnya pelayanan sosial dasar.

2) Tidak terlindunginya hak atas kepemilikan tanah.

3) Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya

usaha-usaha sektor informal.


4) Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat

bunga yang tidak mendukung sektor usaha mikro.

5) Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas

sektor riil masyarakat banyak.

6) Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang

belum optimal (seperti zakat).

7) Dampak sosial negatif dari program penyesuaian struktural.

8) Budayayang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan.

9) Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil, atau daerah

bencana.

10) Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material.

11) Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata.

12) Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin.

5. Kategori Kemiskinan

Suharto (2006) menyatakan bahwa ada tiga kategori kemiskinan, yaitu:

a. Kelompok yang paling miskin (destitute) atau yang sering didefinisikan

sebagai fakir miskin. Kelompok ini secara absolut memiliki pendapatan

di bawah garis kemiskinan (umumnya tidak memiliki sumber pendapatan

sama sekali) serta tidak memiliki akses terhadap berbagai pelayanan

sosial.

b. Kelompok miskin (poor). Kelompok ini memiliki pendapatan di bawah

garis kemiskinan namun secara relatif memiliki akses terhadap pelayanan

sosial dasar.
c. Kelompok rentan (vulnerable group). Kelompok ini dapat dikategorikan

bebas dari kemiskinan, karena memiliki kehidupan yang relatif lebih baik

ketimbang kelompok destitute maupun miskin. Namun sebenarnya

kelompok yang sering disebut “near poor” (agak miskin) ini masih

rentan terhadap berbagai perubahan sosial di sekitarnya. Mereka

seringkali berpindah dari status “rentan” menjadi “miskin” dan bahkan

“destitute” bila terjadi krisis ekonomi dan tidak mendapat pertolongan

sosial.

6. Dampak Kemiskinan

a. Kriminalitas Meningkat

Masyarakat miskin cenderung melakukan apa saja untuk memenuhi

kebuhtuhan hidup mereka, termasuk melakukan tindakan kriminalitas

untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

b. Angka Kematian yang Tinggi

Masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan umumnya tidak

mendapatkan akses kesehatan yang memadai. Hal ini menyebabkan

tingginya angka kematian dan gizi yang buruk yang tinggi. Asupan gizi

yang kurang menyebabkan kesehatan dan perkembangan fisik

masyarakat miskin sangat buruk.

c. Akses Pendidikan Tertutup

Biaya pendidikan yang cukup tinggi mengakibatkan masyarakat miskin

tidak dapat menjangkau dunia pendidikan sehingga memperburuk situasi


masyarakat yang kekurangan karena kurangnya pendidikan membuat

mereka tidak bisa bersaing dan tidak bisa bangkit dari keterpurukan.

d. Pengangguran Semakin Banyak

Masyarakat miskin yang tidak mendapatkan akses pendidikan akan sulit

bersaing di dunia kerja maupun usaha. Hal ini kemudian akan

menyebabkan pengangguran semakin meningkat.

e. Munculnya Konflik di Masyarakat

Rasa kecewa dan ketidakpuasan masyarakat miskin biasanya

dilampiaskan dengan berbagai tindakan anarkis. Bahkan seringkali

konflik bernuansa SARA timbul di masyarakat sebagai cara pelampiasan

kekecewaan masyarakat miskin.

2.1.3 PPKS yang Dipilih

Tinjauan Fakir Miskin

1. Pengertian Fakir Miskin

Menurut Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 8 tahun 2012,

Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata

pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencarian tetapi tidak

mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi

kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.

Kriteria fakir miskin yang di tetapkan dalam Permensos, antara lain :

a. Tidak mempunyai sumber mata pencaharian; dan/atau

b. Mempunyai sumber mata pencarian tetapi tidak mempunyai kemampuan

memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/ atau

keluarganya.
Sedangkan menurut Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2011,

tentang Penanganan Fakir Miskin, pada Pasal 1 (1) menyebutkan bahwa fakir

miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata

pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak

mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi

kehidupan dirinya dan/atau keluarganya. Kebutuhan dasar yang dimaksud

dalam UU No 13 tahun 2011 meliputi (i) kebutuhan pangan, (ii) sandang, (iii)

perumahan, (iv) kesehatan, (v) pendidikan, (vi) pekerjaan, dan/atau (vii)

pelayanan sosial.

2. Kriteria Keluarga Fakir Miskin

Berikut ini merupakan kriteria fakir miskin menurut Keputusan

Menteri Sosial RI No. 146/HUK/2013 tentang Penetapan Kriteria dan

Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu :

a. Tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai

sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi

kebutuhan dasar;

b. Mempunyai pengeluaran sebagian besar digunakan untuk memenuhi

konsumsi makanan pokok dengan sangat sederhana;

c. Tidak mampu atau mengalami kesulitan untuk berobat ke tenaga medis,

kecuali Puskesmas atau yang disubsidi pemerintah;

d. Tidak mampu membeli pakaian satu kali dalam satu tahun untuk setiap

anggota rumah tangga;


e. Mempunyai kemampuan hanya menyekolahkan anaknya sampai jenjang

pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama;

f. Mempunyai dinding rumah terbuat dari bambu/kayu/tembok dengan

kondisi tidak baik/kualitas rendah, termasuk tembok yang sudah

usang/berlumut atau tembok tidak diplester;

g. Kondisi lantai terbuat dari tanah atau kayu/semen/keramik dengan

kondisi tidak baik/kualitas rendah;

h. Atap terbuat dari ijuk/rumbia atau genteng/seng/asbes dengan kondisi

tidak baik/kualitas rendah;

i. Mempunyai penerangan bangunan tempat tinggal bukan dari listrik tanpa

meteran;

j. Luas lantau rumah kecil kurang dari 8 m2/orang; dan

k. Mempunyai sumber air minum berasak dari sumur atau mata air tak

terlindung/air sungai/air hujan/lainnya.

Standar menurut Badan Pusat Statistik (BPS) ada 14 kriteria dalam

menentukan fakir miskin yaitu :

a. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang;

b. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan;

c. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas

rendah/tembok tanpa diplester;

d. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah

tangga lain;

e. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik;


f. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/

air hujan;

g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/

minyak tanah;

h. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali seminggu;

i. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun;

j. Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari;

k. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik;

l. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas

lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan

dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,-

per bulan;

m. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/

tamat SD;

n. Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.

500.000,- seperti sepeda motor kredit/ non kredit, emas, ternak, kapal

motor, atau barang modal lainnya.

3. Karakteristik Keluarga Fakir Miskin

Menurut BPS (2008), karakteristik rumah tangga miskin di Indonesia

dikelompokkan dalam bidang sosial demografi, pendidikan, ketenagakerjaan

dan perumahan. Uraian ringkas masing-masing karakteristik tersebut adalah

sebagai berikut:
a. Karakteristik Sosial Demografi

Karakteristik sosial demografi rumah tangga miskin meliputi :

1. Rata-rata jumlah anggota rumah tangga sebanyak 4,70 (perkotaan)

dan 4,64 orang (perdesaan),

2. Prosentase perempuan sebagai kepala rumah tangga mencapai

14,18% (perkotaan) dan 12,30% (perdesaan),

3. Rata-rata usia kepala rumah tangga 48,57 tahun (perkotaan) dan

47,86 tahun (perdesaan),

4. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga yang diukur dengan

indikator rata-rata lama sekolah yang dijalani kepala rumah tangga,

yaitu 5,19 tahun (perkotaan) dan 4,06 tahun (perdesaan) atau setara

dengan tamat SD dan SMP.

b. Karakteristik Pendidikan

Karakteristik pendidikan meliputi :

1. Prosentase kepala rumah tangga yang buta huruf sebesar 14,30%

(perkotaan) dan 19,57% (perdesaan),

2. Tingkat pendidikan tertinggi kepala rumah tangga yang Tidak

Tamat SD dan Tamat SD, di perkotaan sebesar 37,13% dan 35,55%

sedangkan di perdesaan sebesar 45,36% dan 41,15%.

c. Karakteristik Ketenagakerjaan

Karakteristik ketenagakerjaan meliputi :

1. Rata-rata prosentase pengeluaran rumah tangga per-kapita/bulan

atau sumber penghasilan utama rumah tangga di perkotaan sebesar


14,71% yang tidak bekerja dan 30,02% yang bekerja di sektor

pertanian sedangkan di perdesaan sebesar 8,67% yang tidak bekerja

dan 68,99% yang bekerja di sektor pertanian.

2. Status pekerjaan kepala rumah tangga, antara lain : tidak bekerja

dan berusaha sendiri (atau berusaha sendiri dibantu buruh tidak

tetap), masing-masing sebesar 14,71% dan 40,86% untuk perkotaan

sedangkan perdesaan sebesar 8,67% dan 60,63%.

d. Karakteristik Tempat Tinggal (Perumahan)

Karakteristik tempat tinggal meliputi :

1. Luas lantai < 8m² sebanyak 31,01% (perkotaan) dan 29,61%

(perdesaan),

2. Lantai tanah sebesar 18,68% (perkotaan) dan 31,21% (perdesaan),

3. Jenis atap rumah yang terbuat dari ijuk/rumbia sebesar 0,41%

(perkotaan) dan 4,57% (perdesaan),

4. Jenis dinding yang terbuat dari kayu dan bambu, masing-masing

sebesar 16,15% dan 17,88% untuk perkotaan sedangkan perdesaan

sebesar 30,57% dan 29,33%,

5. Jenis penerangan, yaitu petromax/aladin dan pelita/sentir/obor,

masing-masing sebesar 0,56% dan 3,07% untuk perkotaan

sedangkan perdesaan sebesar 1,37% dan 19,71%,

6. Sumber air bersih yang meliputi mata air, sumur tak terlindung, air

sungai, air hujan dll sebesar 49,70% (perkotaan) dan 63,99%

(perdesaan),
7. Jenis jamban (jamban umum atau tidak ada) sebesar 34,95%

(perkotaan) dan 51,66% (perdesaan),

8. Status pemilikan rumah tinggal yang bukan milik sendiri

(sewa/kontrak, menumpang, dll) sebesar 14,93% (perkotaan) dan

7,27% (perdesaan).

2.2. Sistem Sumber Kesejahteraan Sosial yang Relevan dengan Masalah

Kesejahteraan Sosial Fakir Miskin

Menurut Allen Pincus dan Anne Minahan dalam Dwi Heru Sukoco (1991)

mengklasifikasikan sistem sumber kesejahteraan sosial ke dalam beberapa jenis

yaitu :

1. Sistem Sumber Informal atau alamiah (Informal or natural resources system)


Sistem sumber informal atau alamiah dapat berupa keluarga, teman, tetangga,
maupun orang lain. Bantuan yang diperoleh dari sumber alamiah adalah
dukungan emosional, kasih sayang, nasehat, informasi, dan pelayanan -
pelayanan konkrit lainnya
2. Sistem Sumber Formal (Formal resources system).

Sistem sumber formal adalah sumber yang diperoleh dari keanggotaan dalam

sumber organisasi atau asosiasi formal yang bertujuan meningkatkan minat

anggotanya. Sistem sumber tersebut juga dapat membantu anggotanya untuk

bernegosiasi dan memanfaatkan sistem sumber kemasyarakatan.

3. Sistem Sumber Kemasyarakatan (Soceital Resources system).

Sumber kemasyarakatan adalah lembaga - lembaga yang didirikan baik oleh

pemerintah atau atas partisipasi dan dukungan dari masyarakat untuk

kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Sistem sumber kemasyarakatan

ini misalnya: Rumah Sakit, program-program latihan kerja, Sekolah Dasar,

Karang Taruna, Kelompok Pengajian dan sebagainya.

Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 08 Tahun 2012

tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan data Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial, Potensi dan

Sumber Kesejahteraan Sosial adalah semua hal yang berharga yang dapat

digunakan untuk menjaga, menciptakan, mendukung, atau memperkuat usaha

kesejahteraan sosial. Adapun jenis- jenis PSKS antara lain :

Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun
swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan
sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui

pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktek pekerjaan sosial untuk

melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial.

Kriteria :

a. telah bersertifikasi pekerja sosial profesional; dan

b. melaksanakan praktek pekerjaan sosial.

2. Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) adalah warga masyarakat yang atas dasar

rasa kesadaran dan tanggung jawab sosial serta didorong oleh rasa

kebersamaan, kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial secara sukarela

mengabdi di bidang kesejahteraan sosial.Kriteria :

a. Warga Negara Indonesia.

b. Laki-laki atau perempuan usia minimal 18 (delapan belas) tahun.

c. Setia dan taat pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar

NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945.

d. Bersedia mengabdi untuk kepentingan umum.

e. berkelakuan baik.

f. Sehat jasmani dan rohani.

g. Telah mengikuti pelatihan PSM dan

h. Berpengalaman sebagai anggota Karang Taruna sebelum menjadi PSM.

3. Taruna Siaga Bencana(Tagana) adalah seorang relawan yang berasal dari

masyarakat yang memiliki kepedulian dan aktif dalam penanggulangan

bencana.Kriteria untuk dapat diangkat menjadi Tagana:


a. Generasi muda berusia 18 (delapan belas) tahun sampai dengan 40(empat

puluh) tahun.

b. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

c. Memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penanggulangan bencana.

d. Bersedia mengikuti pelatihan yang khusus terkait denganpenanggulangan

bencana; dan

e. Setia dan taat pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Lembaga Kesejahteraan Sosial selanjutnya disebut LKS adalah organisasi

sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan

kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan

hukum maupun yang tidak berbadan hukum.Kriteria :

a. Mempunyai nama, struktur dan alamat organisasi yang jelas.

b. Mempunyai pengurus dan program kerja.

c. Berbadan hukum atau tidak berbadan hukum dan

d. Melaksanakan/mempunyai kegiatan dalam bidang penyelenggaraan

kesejahteraan sosial.

5. Karang Taruna adalah Organisasi sosial kemasyarakatan sebagai wadah dan

sarana pengembangan setiap anggota masyarakat yang tumbuh dan

berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan

untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/kelurahan

terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial.Kriteria :

a. Organisasi kepemudaan berkedudukan di desa/kelurahan.


b. Laki-laki atau perempuan yang berusia 13 (tiga belas) tahun sampai

dengan 45 (empat puluh lima) tahun dan berdomisili di desa.

c. Mempunyai nama dan alamat, struktur organisasi dan susunan

kepengurusan dan

d. Keanggotaannya bersifat stelsel pasif.

6. Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga selanjutnya disebut (LK3)

adalah Suatu Lembaga/Organisasi yang memberikan pelayanan

konseling,konsultasi, pemberian/penyebarluasan informasi, penjangkauan,

advokasi dan pemberdayaan bagi keluarga secara profesional, termasuk

merujuk sasaran ke lembaga pelayanan lain yang benar-benar mampu

memecahkan masalahnya secara lebih intensif.

Kriteria :

a. Organisasi Sosial.

b. Aktifitas memberikan jasa layanan konseling, konsultasi, informasi,

advokasi, rujukan.

c. Didirikan secara formal dan

d. Mempunyai struktur organisasi dan pekerja sosial serta tenaga fungsional

yang profesional.

7. Keluarga pioner adalah keluarga yang mampu mengatasi masalahnya dengan

cara-cara efektif dan bisa dijadikan panutan bagi keluarga lainnya.Kriteria:

a. Keluarga yang mampu melaksanakan fungsi-fungsi keluarga.

b. Keluarga yang mempunyai prilaku yang dapat dijadikan panutan.


c. Keluarga yang mampu mempertahankan keutuhan keluarga dengan

prilaku yang positif dan

d. Keluarga yang mampu dan mau menularkan perilaku positif kepada

keluarga lainnya.

8. Wahana Kesejahteraan Sosial Keluarga Berbasis Masyarakat yang

selanjutnya disebut (WKSBM) adalah sistim kerjasama antar keperangkatan

pelayanan sosial di akar rumput yang terdiri atas usaha kelompok, lembaga

maupun jaringan pendukungnya.

Kriteria :

a. Adanya sejumlah perkumpulan, asosiasi, organisasi/kelompok yang

tumbuh dan berkembang di lingkungan RT/RW,

Kampung/Desa/kelurahan/atau wilayah adat.

b. Jaringan sosial yang berada di RT/ RW/ Kampung/ Desa/ Kelurahan /

wilayah adat dan

c. Masing-masing perkumpulan, asosiasi, organisasi kelompok tersebut

secara bersama-sama melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan

sosial secara sinergis di lingkungan.

9. Wanita pemimpin kesejahteraan sosial adalah wanita yang mampu

menggerakkan dan memotivasi penyelenggaraan kesejahteraan sosial di

lingkungannya.

Kriteria :

a. Berusia 18 (delapan belas) tahun sampai dengan 59 (lima puluh

sembilan) tahun.
b. Berpendidikan minimal SLTP.

c. Wanita yang mempunyai potensi untuk menjadi/sudah menjadi

pemimpin dan diakui oleh masyarakat setempat.

d. Telah mengikuti pelatihan kepemimpinan wanita di bidang kesejahteraan

sosial dan

e. Memimpin usaha kesejahteraan sosial terutama yang dilaksanakan oleh

wanita di wilayahnya.

10. Penyuluh Sosial :

a. Penyuluh Sosial Fungsional adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang

mempunyai jabatan ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, wewenang,

untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan bidang penyelenggaraan

kesejahteraan sosial.

Kriteria :

Penyuluh sosial fungsional:

1) Berijazah sarjana (S1)/Diploma IV (DIV).

2) Paling rendah memiliki pangkat Penata Muda, Golongan III/a.

3) Memiliki pengalaman dalam kegiatan penyuluhan sosial paling

singkat 2 (dua) tahun.

4) Telah mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan fungsional

penyuluh social.

5) Usia paling tinggi 50 (lima puluh) tahun dan


6) Setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan pekerjaan

dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3) paling

kurang bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.

b. Penyuluh Sosial Masyarakat adalah tokoh masyarakat (baik dari tokoh

agama, tokoh adat, tokoh wanita, tokoh pemuda) yang diberi tugas,

tanggung jawab wewewang dan hak oleh pejabat yang berwenang bidang

kesejahteraan sosial (pusat dan daerah) untuk melakukan kegiatan

penyuluhan bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Kriteria Penyuluh sosial masyarakat :

1) Memilki pendidikan minimal SLTP/sederajat.

2) Berusia antara 25 (dua puluh lima) tahun sampai dengan 60 (enam

puluh) tahun.

3) Tokoh agama/tokoh masyarakat/tokoh pemuda/tokoh adat/tokoh

wanita.

4) Pekerja Sosial Masyarakat (PSM).

5) Taruna Siaga Bencana (Tagana).

6) Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamantan (TKSK).

7) Pendamping Keluarga Harapan (PKH).

8) Petugas Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (Petugas

LK3).

9) Manager Kesejahteraan Sosial tingkat desa (Kepala Desa).

10) Memiliki pengaruh terhadap masyarakat tempat domisili.

11) Memiliki pengalaman berceramah atau berpidato.


12) Paham tentang permasalahan Penyandang Masalah Kesejahteraan

Sosial (PMKS) dan

13) memahami pengetahuan tentang Potensi Sumber Kesejahteraan

Sosial.

11. Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan yang selanjutnya disebut TKSK

adalah Tenaga inti pengendali kegiatan penyelenggaraan kesejahteraan sosial

di kecamatan.Kriteria :

a. Berasal dari unsur masyarakat.

b. Berdomisili di kecamatan dimana ditugaskan.

c. Pendidikan minimal SLTA, diutamakan D3/S1.

d. Diutamakan aktifis karang taruna atau PSM.

e. Berusia 25 (dua puluh lima) tahun sampai dengan 50 (lima puluh) tahun.

f. Berbadan sehat (keterangan dokter/puskesmas).

g. Diutamakan yang sudah mengelola UEP dan

h. SK ditetapkan oleh Kementerian Sosial.

12. Dunia usaha adalah organisasi yang bergerak di bidang usaha, industri atau

produk barang atau jasa serta Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik

Daerah, serta/atau wirausahawan beserta jaringannya yang peduli dan

berpartisipasi dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagai wujud

tanggung jawab sosial.

2.2. Kajian teknologi aras mikro, messo, dan makro


2.1.1 Tinjauan Tentang Pekerjaan Sosial
1. Definisi Pekerjaan Sosial
Pekerjaan Sosial merupakan sebuah profesi profesional yang bergerak dalam bidang
Kesejahteraan Sosial khususnya berkaitan dengan keberfungsian sosial
individu, kelompok, dan masyarakat. Terdapat berbagai definisi pekerjaan
sosial sebagai berikut :
1) Max Siporin (1975)
Pekerjaan sosial didefinisikan sebagai metode kelembagaan sosial
untuk membantu orang untuk mencegah dan memecahkan masalah-
masalah sosial mereka, untuk memulihkan dan meningkatkan
keberfungsian sosial mereka.
2) Menurut Asosiasi Nasional Pekerja Sosial Amerika Serikat (NASW)
Pekerjaan sosial berusaha untuk meningkatkan keberfungsian sosial individu,
secara sendiri-sendiri atau dalam kelompok dengan kegiatan-kegiatan yang
dipusatkan pada hubungan-hubungan sosial mereka yang merupakan
interaksi antara orang dan lingkungannya Kegiatan-kegiatan ini dapat
dikelompokkan menjadi tiga fungsi: pemulihan kemampuan yang
terganggu, penyediaan sumber-sumber individu dan sosial, dan pencegahan
disfungsi sosial. (dalam Farley et al., 2003, hal. 4).

2. Tujuan Pekerjaan Sosial

Pekerjaan sosial berusaha untuk memperkuat keberfungsian orang dan


meningkatkan efektivitas lembaga-lembaga dalam masyarakat yang
menyediakan sumber-sumber serta kesempatankesempalan bagi warganya yang
menyumbang kepada kesejahteraan masyarakat.

Tujuan praktik pekerjaan sosial menurut NASW adalah:


1) Meningkatkan kemampuan-kemampuan orang untuk memecahkan masalah,
mengatasi (coping), perkembangan.
2) Menghubungkan orang dengan sistem-sistem yang memberikan kepada
mereka sumber-sumber, pelayanan-pelayanan, dan kesempatan-
kesempatan.
3) Memperbaiki keefektifan dan bekerjanya secara manusiaw dari sistem-
sistem yang menyediakan orang dengan sumbersumber dan palayanan-
pelayanan.
4) Mengembangkan dan memerbaiki kebijakan sosial (dalam Zastrow, 2008).
Selain keempat tujuan itu, Zastrow (2008) juga menambahkan empat tujuan
lagi yang dikemukakan oleh CSWE sebagai berikut:
1) Meningkatkan kesejahteraan manusia dan mengurangi kemiskinan,
penindasan, dan bentuk-bentuk ketidakadilan sosial lainnya.
2) Mengusahakan kebijakan, pelayanan, dan sumber-sumber melalui advokasi
dan tindakan-tindakan sosial dan politik yang meningkatkan keadilan sosial
dan ekonomi.
3) Mengembangkan dan menggunakan penelitian, pengetahuan, dan
ketarmpilan yang memajukan praktik pekerjaan sosial.
4) Mengembangkan dan menerapkan praktik dalam konteks budaya yang
bermacam-macam.
5)
3. Unsur-Unsur Pekerjaan Sosial
Pekerjaan sosial sebagai profesi mempunyai empat unsur utama, yang pada
umumnya, tiga unsur di antaranya dikalakan sebagai pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Tetapi kalau kita teliti lebih jauh, sikap dan keterampilan sudah
bersatu dengan individu, sedangkan pengetahuan terlepas dari individu. Sikap
adalah kecenderungan yang relatif bertahan lama dari seorang individu untuk
mengamati, merasakan, berpikir, dan bertindak dalam suatu cara tertentu
terhadap suatu objek tertentu (Komorita, Neel, & Wagman, 1962). Sedangkan
keterampilan adalah kemahiran dalam menerapkan pengetahuan dan dalam
menggunakan metode dan teknik tertentu.
Hepworth, Rooney, dan Larsen (2002) juga menyalakan bahwa unsur-unsur
inti yang mendasari pekerjaan sosial di mana pun dipraktikkan adalah sebagai
berikut:
1. Maksud atau tujuan profesi itu.
2. Nilai-nilai dan etika.
3. Dasar pengetahuan praktik langsung.
4. Metode-metode dan proses-proses yang dilakukan.
Dengan demikian seseorang yang memasuki lembaga pendidikan pekerjaan
sosial akan mempelajari pengetahuan, nilai-nilai serta etika,dan metode serta
teknik pekerjaan sosial dari lembaga pendidikan tersebut. Setelah semua itu
dipelajari dan dikuasai, maka dalam diri calon pekerja sosial ini akan terbentuk
"kemampuan melakukan analisis (dilandasi oleh pengetahuan), "sikap"
(dilandasi oleh nilai-nilai yang diyakini dan dianut), dan "keterampilan"
(dilandasi oleh metode dan teknik yang telah dipelajari dan dikuasai). Dengan
berpedoman pada ilmu pengetahuan yang telah dipelajarinya, serta dibimbing
oleh nilai-nilai yang dianutnya, pekerja sosial menggunakan keterampilannya
dalam membantu individu, kelompok atau masyarakat.
4. Prinsip-Prinsip Pekerjaan Sosial
Prinsip-prinsip pekerjaan sosial bersumber pada nilai-nilai masyarakat,
prinsip-prinsip tersebut merupakan dasar bagi praktek pekerjaan sosial serta
menjadi pedoman untuk mencapai tujuan pekerjaan sosial tersebut. Menurut
Muhidin (1997) prinsip pekerjaan sosial, yaitu:
1) Keyakinan akan integritas dan harga diri setiap individu. Prinsip ini
menetapkan cara pendekatan dan hubungan antara pekerja sosial dengan
klien yang dibantunya. Pekerjaan sosial harus dapat menghargai dan
memberikan perhatian kepada setiap individu sebagai manusia/makhluk
yang merdeka, tapi juga sebagai anggota kelompok dan warga masyarakat.
2) Hak untuk menentukan diri sendiri atau hak untuk menentukan
kebutuhannya sendiri dan cara bagaimana memenuhi kebutuhan tersebut.
Pekerjaan sosial mengakui bahwa setiap orang mampu merubah tingkah
lakunya dan teknik untuk merubah tingkah lakunya seseorang apabila ia
mau mengadakan perubahan dapat dipelajari.
3) Keyakinan akan kesempatan yang sama bagi semua orang yang hanya
dibatasi oleh kemampuannya. Pekerja sosial mempunyai keyakinan bahwa
prasangka kesukuan (ras), keagamaan dan politik hanya akan mengancam
harga diri manusia. Pelayanan sosial harus disediakan untuk semuanya
tanpa membedakan golongan, agama, ras/kesukuan dan status sosial.
4) Tanggungjawab sosial terhadap dirinya, keluarganya dan masyarakatnya.
Keyakinan akan harga diri seseorang, hak untuk menentukan dirinya sendiri
dan kesempatan yang sama harus dihubungkan dengan tanggungjawab.
Prinsip ini membuka kemungkinan bagi pemahaman yang lebih
mendalam tentang relasi dan sikap memberi dan menerima (give and take
relationship) antara individu dan masyarakat dilingkungannya dalam
pengertian baik sebagai individu, anggota kelompok dan warga masyarakat.

2.1.2 Tinjauan Tentang Pendekatan Praktik Pekerjaan Sosial Model


Pelayanan Mikro
1. Definisi Praktik Pekerjaan Sosial dengan Individu dan Keluarga
Bekerja dengan individu dan kelurga dalam pekerjaan sosial dikenal dengan
sebutan Social Casework yang merupakan metode dalam pekerjaan sosial dan
digunakan oleh pekerjaan sosial dalam berbagai pelayanan sosial dan institusi.

Social Casework merupakan suatu proses untuk membantu individu-individu


dalam mencapai suatu penyesuain satu sama lain serta penyesuain antara
individu dengan lingkungan sosialnya. Social Casework merupakan suatu
metode yang terorganisir dengan baik untuk membantu orang agar dia mampu
menolong dirinya sendiri serta ditunjukan untuk meningkatkan, memperbaiki
dan memperkuat keberfungsian sosial. (Rex A Skidmore)

Social Casework adalah suatu proses yang dipergunakan oleh badan-badan


sosial tertentu untuk membantu individu agar mereka dapat memecahkan
masalah-masalah yang mereka hadapi di dalam kehidupan sosial mereka secara
lebih efektif. (Hellen Harris Perlman).

2. Teknik Praktik Pekerjaan Sosial dengan Individu dan Keluarga


1) Small Talk
Teknik ini digunakan oleh pekerja sosial pada saat kontak permulaan dengan
klien. Tujuan utama small talk adalah terciptanya suatu suasana yang dapat
memberikan kemudahan bagi keduanya untuk melakukan pembicaraan sehingga
hubungan selanjutnya dalam proses intervensi akan berjalan sesuai dengan yang
diharapkan. Small talk dimulai oleh pekerja sosial untuk membuka agar klien
dapat berbicara.
2) Ventilation
Teknik ini digunakan oleh pekerja sosial untuk membawa ke permukaan
perasaan-perasaan dan sikap-sikap yang diperlukan, sehingga perasaan-perasaan
dan sikap-sikap tersebut dapat mengurangi keberfungsian klien. Pekerja sosial
dituntut untuk dapat menyediakan kemudahan bagi klien dalam mengungkapkan
emosinya secara terbuka. Tujuan ventilation adalah untuk menjernihkan emosi
yang tertekan karena dapat menjadi penghalang bagi gerakan positif klien.
Dengan membantu klien menyatakan perasaan - perasaannya, maka pekerja
sosial akan lebih siap melaksanakan tindakan pemecahan masalah serta dapat
memusatkan perhatiannya pada perubahan pada diri klien

3) Support
Teknik memberikan semangat, menyokong dan mendorong aspek-aspek dari
fungsi klien, seperti kekuatankekuatan internalnya, cara berperilaku dan
hubungannya dengan orang lain. Support harus didasarkan pada kenyataan dan
pekerja sosial memberikan dukungan terhadap perilaku atau kegiatankegiatan
positif dari klien.

Pekerja sosial harus membantu klien apabila klien mengalami kegagalan dan
sebaliknya lebih mendorong klien apabila berhasil. Sebaiknya pekerja sosial
menyatakan terlebih dahulu aspek-aspek yang positif sebelum menyatakan
aspekaspek negatif dari situasi yang dialami klien.

4) Reassurance
Teknik ini digunakan untuk memberikan jaminan kepada klien bahwa situasi
yang diperjuangkannya dapat dicapai pemecahannya dan klien mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalahnya. Reassurance harus
dibuat realistik dan tidak dapat dilakukan terhadap kenyataan yang tidak benar.
Pekerja sosial harus memberikan reassurance dalam waktu yang tepat dan
memberikan kesempatan kepada klien untuk menyatakan perhatian dan
kegagalannya secara wajar, oleh karena itu reassurance dilaksanakan dengan
kesadaran bahwa penyesuaian dapat dilakukan dalam setiap situasi. Reassurance
digunakan dengan menghargai kemampuan-kemampuan, perasaan-perasaan dan
pencapaian-pencapaian klien.

5) Confrontation
Teknik ini digunakan pada saat klien menghadapi situasi sulit yang bertentangan
dengan kenyataan. Pekerja sosial harus mengetahui bagaimana keadaan klien,
mendinginkan perasaanperasaan sakit sehingga klien dapat keluar dari situasi
yang menyakitkan.
Confrontation sering digunakan dalam kegiatan terapi dengan tujuan agar klien
dapat menerima perilaku dan dapat menyadari sikap-sikap dan perasaan-
perasaannya. Pekerja sosial dapat mengembangkan beberapa pandangannya
yang dapat memberikan motivasi kepada klien untuk mengubah perilakunya.

6) Conflict
Konflik merupakan tipe stress yang terjadi manakala klien termotivasi oleh
dua atau lebih kebutuhan dimana yang satu terpuaskan sementara kebutuhan
yang lainnya tidak. Konflik merupakan bagian dari hidup dan tidak dapat
dihindarkan dalam kehidupan sehari-hari.
Klien membutuhkan pengetahuan bagaimana mengatasinya apabila terjadi
perbedaan perasaan yang cenderung meningkat. Pekerja sosial harus menyadari
faktorfaktor emosi dan memberikan tempat untuk diungkapkan dan
mempergunakan kekuatan-kekuatan untuk kompromi dan menerima pemecahan
masalah untuk mencapai perubahan yang lebih baik
7) Manipulation
Teknik ini merupakan keterampilan pekerja sosial dalam mengelola
kegiatan, orang-orang dan sumber-sumber yang dapat digunakan dalam
pemecahan masalah klien. Pekerja sosial harus memperhatikan : kebutuhan dan
hak-hak klien untuk terikat dalam tindakan dan pengambilan keputusan;
kemampuan klien untuk berpartisipasi; dan membedakan antara kegiatan-
kegiatan untuk kepentingan pekerja sosial dengan kegiatan-kegiatan untuk
kepentingan klien.

8) Universalization
Teknik ini digunakan melalui penerapan pengalaman pengalaman dan
kekuatan-kekuatan manusia dengan situasi yang dihadapi oleh klien. Tujuan
teknik memberikan pengaruh kepada klien yang mengalami situasi emosional
yang berlebihan agar menyadari bahwa situasi yang sama juga dihadapi orang
lain; menyumbang dan membandingkan pengetahuan tentang caracara
pemecahannya kepada klien; dan memperkuat hal-hal lainnya yang berkaitan
dengan masalah yang dihadapi klien.

9) Advice Giving and Counseling


Teknik ini berhubungan dengan upaya memberikan pendapat yang
didasarkan pada pengalaman pribadi atau hasil pengamatan pekerja sosial dan
upaya meningkatkan suatu gagasan yang didasarkan pada pendapat-pendapat
atau digambarkan dari pengetahuan profesional. Keberhasilan teknik ini
ditentukan oleh kemampuan klien mempergunakannya dan kemampuan pekerja
sosial membuat assessment yang valid.

10) Activities and Programs


Teknik ini dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan dan
mengatasi kesulitan yang dihadapi klien melalui suatu sarana tertentu. Klien
diberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaan-perasaan tentang
kesulitannya dan membawa keluar atau mengatasi secara langsung kebutuhan
dan masalah tersebut pada tingkat non verbal atau situasi permainan. Musik,
tarian, permainan, drama, kerajinan tangan, merupakan media untuk
menggambarkan kebutuhan dan kesulitan yang dihadapi klien.
Pekerja sosial harus mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang
dapat membantu memilih media terbaik untuk menyesuaikan kebutuhan-
kebutuhan dan situasi-situasi klien

11) Logical Discussion


Teknik ini digunakan untuk memberikan kemampuan berpikir dan bernalar,
untuk memahami dan menilai fakta dari suatu masalah, untuk melihat
kemungkinan alternatif pemecahannya dan untuk mengantisipasi serta melihat
konsekuensi-konsekuensi dalam mengevaluasi hasilnya.

12) Reward and Punishment


Reward diberikan untuk perilaku yang baik dan punishment (hukuman)
diberikan untuk perilaku yang buruk. Teknik ini digunakan dengan tujuan
mengubah perilaku klien dan pekerja sosial harus memiliki keterampilan khusus
untuk mengetahui motif-motif perilaku dan metode penguatan (enforcement).

13) Role Rehearsal and Demonstration


Teknik ini digunakan apabila cara-cara belajar perilaku baru diperlukan.
Pekerja sosial dapat meningkatkan fungsi sosial klien melalui latihan
penampilan peranan baik melalui diskusi atau permainan peranan atau kedua-
duanya. Sebagai pengganti permainan peranan, pekerja sosial dapat juga
mendemonstrasikan bagaimana tindakan-tindakan tertentu dilakukan.

14) Group Dynamics Exercise, Group Games, Literary and Audiovisual


Materials
Teknik-teknik ini berupa latihan dinamika kelompok, permainan-permainan
kelompok, kepustakaan sederhana dan penggunaan alat-alat audio visual.
Penggunaan teknik ini dapat meningkatkan partisipasi klien dalam berbagai
kegiatan dalam upaya pemecahan masalah.

15) Counciousness Raising


Teknik ini berhubungan dengan tugas membangunkan secara positif konsep
diri klien yang berkaitan dengan lingkungan dan masyarakatnya. Pekerja sosial
dapat menggunakan teknik ini dalam bekerja dengan kelompok klien yang
mengalami depresi.
3. Komponen Praktik Pekerjaan Sosial dengan Individu dan Keluarga

1) Person
Sesorang yang membutuhkan bantuan terhadap beberapa aspek kehidupan
sosial emosionalnya dinamakan juga klien. Ia bisa seorang laki-laki,
perempuan, dewasa ataupun anak-anak dan bantuan material ataupun nasehat.

2) Problem
Masalah dapat timbul oleh adanya kebutuhan (need), oleh adanya rintangan-
rintangan, oleh adanya kumpulan frustasi atau maladjustment. Seringkali
semuanya ini telah mengganggu kewajaran situasi hidupnya serta
kemampuannya untuk mengahadapi situasi semacam ini.

3) Place
Badan sosial adalah semacam badan sosial yang tidak berurusan langsung
dengan masalah-masalah sosial yang luas melainkan dengan masalah yang
mengalami kesulitan dalam mengatasi kehidupan pribadinya.

Tujuan badan tersebut adalah membantu individu-individu yang mengalami


rintangan-rintangan sosial tertentu yang menggangu kehidupan pribadi dan
keluarga yang wajar serta membantu individu-individu yang mengalami
masalah yang ditimbulkan karena kekeliruan dalam mengadakan hubungan
(relationships) antara pribadi dengan pribadi, pribadi dengan kelompok atau
pribadi dengan situasi

4) Proses
Dalam hal ini casework, memusatkan perhatian pada aspek-aspek yang
diindividualisasikan. Proses ini terdiri dari serangkaian usaha pemecahan
masalah yang dilakukan melalui relationships yang diarahkan pada tujuan
tertentu yaitu mempengaruhi pribadi klien sehingga ia dapat mengembangkan
kemampuan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dan atau mempengaruhi
masalah tersebut agar dapat dipecahkan.

4. Tahapapan Proses Pertolongan Praktik Pekerjaan Sosial dengan Individu


dan Keluarga
1) EIC ( Engangement Intake Contrak )
Merupakan tahap awal dalam praktek pertolongan yaitu kontrak awal antara
pekerja sosial dengan kelayan yang berakhir dengan kesepakatan untuk terlibat
dalam keseluruhan proses.

2) Assessment ( Pengungkapan dan pemahaman masalah )


Suatu tahap untuk mempelajari masalah-masalah yang dihadapi klien. Tahap
ini berisi:pernyataan masalah,assessment kepribadian, analisis
situasional,perumusan secara integrative dan evaluatif.

3) Planning ( Perencanaan )
Suatu pemilihan strategi teknik dan metode yang didasarkan pada proses
assessment masalah.

4) Intervensi
Suatu kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan perubahan berencana pada
diri klien dan situasinya.

5) Evaluasi
Suatu penilaian terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan pada
planning serta melihat kembali kemajuan-kemajuan yang telah dicapai sesuai
dengan tujuan.

6) Terminasi
Tahap ini dilakukan apabila tujuan-tujuan yang telah disepakati dalam kontrak
telah dicapai dan mungkin sudah dicapai kemajuan-kemajuan yang berarti
dalam pemecahan masalah.

2.1.3 Tinjauan Tentang Pendekatan Praktik Pekerjaan Sosial Model


Pelayanan Mezzo
1. Devinisi Social Group Work
Kelompok di definisikan sebagai dua atau lebih individu yang saling
berinteraksi, saling tergantung, menetapkan dirinya atau ditetapkan oleh orang
lain sebagai anggota kelompok, membagi norma tentang kepentingan bersama
dan berpartisipasi dalam sistem peran, saling mempengarhi satu sama alin,
menemukan reward kelompok, dan mencapai tjuan umum. (Johnson &
Johnson, 1991)
Pekerjaan Sosial dengan kelompok merupakan upaya perubahan berencana
dengan mengorganisasikan pengalaman individu dan perubahan melalui proses
dan interaksi kelompok. (Dubois & Milley, 1992)
Ciri-ciri kelompok sasaran Pekerja Sosial Kelompok, yaitu:
1. Kelompok kecil (small group), bukan organisasi atau masyarakat,
beranggotakan 5-7 atau 6-8 orang.
2. Kelompok sosial, bukan kelompok statistic atau kumpulan.
3. Kelompok yang terorganisasi.
4. Kelompok yang sengaja dibentuk.

2. Tujuan Pekerja Sosial Kelompok antara lain:


1) Educational, membantu anggota kelompok untuk mempelajari diri
mereka sendiri dan masyarakat lingkungan nya.
2) Growth, membantu danggota kelompok untuk memperbaiki diri mereka
sendiri, menawarkan kepada anggota kelompok kesempatanuntuk
meningkatkan kemampuannya, meningkatkan kesadaran anggota
kelompok, dan membuat perubahan-perubahan personal anggota
kelompok.
3) Remedial, membantu anggoa kelompok untuk mengibah perilaku,
mengatasi atau mengurangi masalah-masalah pribadi, merehabilitasi
anggota kelompok setelah mengalami trauma sosial atau kesehatan.
4) Socialization, untuk memperbaiki relasi antar pribadi atau keterampilan
sosial melalui kegiatan terprogram, latihan terstruktur, bermain peran,
dll.

3. Jenis-jenis Kelompok, antara lain:


1) Social Conversation
 Percakapan sering hilang dan menyimpang tanpa tujuan.
 Tidak ada topik pembicaraan formal.
 Jika topik dangkal/membosankan, subyek pembicaraan akan berubah.
 Individu mungkin memiliki tujuan, tapi bukan tujuan kelompok secara
keseluruhan, hanya untuk menimbulkan pengetahuan saja.
 Digunakan untuk pengujuan seberapa dalam hubungan-hubungan yang
berkembang dengan orang-orang yang tidak dikenal dengan baik.

2) Recreation Groups
Bertujuan untuk memberikan / menyediakan aktivitas atau kegiatan-
kegiatan untuk kesenangan dan latihan. Bersifat spontan dan tidak perlu
pemimpin. Rekreasi dan Interasi membantu membangun karakter dan
membantu mencegah kenakalan (sebagai alternatif kehidupan jalanan) bagi
para remaja

3) Recreation Skill Groups


Bertujuan memperaiki seumpulan keterampilan-keterampilan dan pada
saat yang bersamaan memberikan kegembiraan / kesenangan. Perbedaan
dengan Recreation Group: group ini memerlukan kehadiran penasehat,
pelatih, instruktur, dan berorientasi pada tugas.
Contoh: kegiatan olahraga basket, vollet, kegiatan menjahit, kegiatan
seni / mengukir.

4) Educational Groups
Pusat perhatian dalam kelompok ini adalah memperoleh pengetahuan
dan mepelajari keterampilan yang lebih kompleks. Di dalam group ini
diperlukan seorang pemimpin.
Pemimpin, seorang profesional yang terlatih dan ahli dalam bidang
pendidikan, misalkan:
 Praktek merawat anak
 Latihan bagaimana menjadi orang tua yg efektif
 Mempersiapkan orang tua yg akan mengadopsi
 Melatih sukarelawan untuk melaksanakan tugas bagi suatu badan
pelayanan sosial

5) Problem Solving and Decision-Making Groups


Dalm tipe kelompok ini, pemberi dan konsumen pelayanan sosial saling
terlibat. Pemberi pelayanan menggunakan kelompok ini untuk:
 Mengembangkan suatu rencana penyembuhan bagi seorang atau
sekelompok klien
 Memutuskan bagaimana cara terbaik untuk mengalokasikan sumber-
sumber
 Memutuskan bagaimana memperbaiki pelayanan-pelayanan bagi klien
 Pendekatan pada keputusan-keputusan kebijakan bagi badan-badan
pelayanan
 Memutuskan bagaimana memperbaiki upaya-upaya koordinasi dengan
badan-badan yang lain
Konsumen Pelayanan yang potensial dapat membentuk kelompok
untuk:
 Menemukan pendekatan-pendekatan untuk memenuhi beberapa
kebutuhan masyarakat pada masa kini.
 Pengumpulan data yang diperlukan.
 Menggunakan kelompok sebagai alat, baik untuk mengembangkan
suatu program maupun untuk mempengaruhi keberadaan badan-badan
untuk memberikan pelayanan-pelayanan.
 Pekerja Sosial dapat berperan sebagai Stimulator dan Organizator bagi
upaya-upaya kelompok tersebut.

6) Self-Help Groups
Merupakan struktur kelompok kecil, sukarela, untuk saling membantu
dan mencapai tujuan. Biasanya terbentuk oleh orang-orang sebaya (peers)
yang datang bersama untuk saling membantu dan memuaskan kebuthan
bersama, menanggulangi hambatan-hambatan atau kekcauan-kekacauan
gangguan hidup, dan membawa perubahan-perubahan pribadi atau sosial
yang diinginkan.
Kelompok jenis ini menekankan pada:
 Pengakuan terhadap kelompok dari setiap anggotanya bahwa ia
mempunyai masalah.
 Suatu kesaksian bagi kelompok tentang pertimbangan kembali
pengalaman-pengalaman masa lalu, tentang masalah tersebut dan
rencana-rencana untuk menanganginya pada masa yang akan datang.
 Jika seorang anggota mengalami krisis (misal: orangtua yang terlantar
yang memiliki alasan untuk mentelantarkan nakanya), anggota tersebut
didorong untuk memanggil anggota lainnya dari kelompok yang akan
tinggal menemani sampai krisisnya teratasi.

7) Socialization Groups
Bertujuan untuk mengembangkan atau megubah sikap-sikap dan
perilaku-perilaku anggota kelompok agar menjadi lebih dapat diterima
secara sosial.
Fokus group ini antara lain:
 Perkembangan keterampilan sosial
 Peningkatan self-confidence
 Perencanaan masa depan
Kepemimpinan kelompok – kelompok ini memerlukan keterampilan
dan pengetahuan dalam menggunakan kelompok untuk membantu
pertumbuhan individu dan perubahannya. Peranan pemimpin dalam
kelompok-kelompok sosial sering diisi oleh Pekerja Sosial.

8) Therapeutic Group
Pada umumnya beranggotakan orang-orang yang mempunyai masalah-
masalah pribadi atau emosional yang agak berat. Tujuan kelompok ini
adlaah membuat anggota mengeksploitasi masalah-masalah nya secara
mendalam dan kemudian mengembangkan satau atau lebih strategi untuk
memecahkan masalah-masalah.
Therapeutic Groups pada umumnya menggunakan satau atau lebih
pendekatan-oendekatan psiko terapi sebagai pedoman untuk mengubah
sikap-sikap dan perilaku-perilaku.
Pendekatan terapi tersebut mencakup:
 Psychoanalisa
 Learning Theory
 Psycho Drama
 Client-Centered Therapy.

9) Sensitivity Group
Encounter Groups (Kelompok Pertemuan), Sensitivity Training
(Latihan Kepekaan) dan Training Groups (Kelompok-kelompok Latihan),
berhubungan dengan sejumlah pengalaman dimana orang-orang
berhubungan satu sama lainnya secara sangat interpersonal dan diperlukan
pengungkapan diri. Tujuan dari kelompok ini adalah memeperbaiki
kesadaran interpersonal.

10) Task Group


Dibentuk untuk mencapai sekumpulan tugas atau tujuan. Misalnnya:
 A Board of Directors, kelompok administrative yang diubah dengan
tanggungjawab untuk menyusun program kebijakan pemerintah.
 A Task Force, kelompok yang didirikan untuk tujuan khusus dan
biasanya muncul setelah tugas selesai.

4. Keterampilan Dasar dalam Praktek Pekerjaan Sosial


Pekerja Sosial Kelompok Profesional mencerminkan penerapan (aplikasi)
secara sadar pengetahuan, pemahaman dan prinsip-prinsip yang berkaitan
dengan bekerja dengan individu dan kelompok-kelompok di dalam situasi-
situasi dengan cara sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan perilaku
individu-individu dan kelompok.

1) Membentuk Hubungan yang bertujuan


Pekerja Sosial Kelompok harus terampil dalam memperoleh penerimaan
dari kelompok dan mendekatkan (menghubungkan) dirinya sendiri dengan
kelompok atas dasar hubungan profesional positif.
Pekerja Sosial kelompok harus terampil dalam membantu individu-individu
di dalam kelompok untuk saling menerima satu dng lainnya dan
menggabungkan dirinya dengan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

2) Melakukan Analisis Situasi Kelompok


Pekerja Sosial Kelompok harus terampil dalam menilai taraf perkembangan
kelompok agar dapat menentukan bagaimana taraf perkembangan
kelompok, apa kebutuhan-kebutuhan kelompok, dan seberapa cepat
kelompok diharapkan bergerak.
Pekerja Sosial Kelompok harus terampil dalam hal membantu kelompok
untuk mengungkapkan gagasan-gagasan, menentukan tujuan-tujuan,
memahami dengan jelas sasaran-sasaran yang bersifat segera dan
mempelajari potensi-potensi dan keterbatasan-keterbatasan kelompok.

3) Menghadapi Perasaan Kelompok


Pekerja Sosial Kelompok harus terampil dalam hal mengendalikan perasaan
nya sendiri tentang kelompok dan harus mempelajari setiap situasi baru
secara obyektif (tidak terbawa perasaannya sendiri).
Pekerja Sosial Kelompok harus terampil dalam hal membantu kelompok
untuk menyalurkan perasaan-perasaan mereka, baik yg bersifat positif
maupun negatif (ketidakenakan, ketidaksenangan, dsb).
4) Mengembangkan Program
Pekerja Sosial Kelompok haurs terampil dalam hal membimbing kelompok
untuk berpikir agar minat dan kebutuhan dari anggota kelompok dapat
diungkapkan dan dipahami.
Pekerja Sosial Kelompok harus terampil dalam hal membantu kelompok
untuk mengembangkan program-program yg mereka inginkan sebagai
alat/cara untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka.

5) Menggunakan Sumber-Sumber dari Badan Sosial dan Masyarakat


Pekerja Sosial Kelompok harus terampil dalam hal menemukan dan
menentukan serta memberitahukan kepada kelompok tempat-tempat yang
merupakan sumber-sumber yang bersifat memberikan pertolongan dan
yang dapat digunakan oleh kelompok untuk mencapai tujuan-tjuan
program.
Pekerja Sosial kelompok harus terampil dalam hal membantu individu-
individu yang menjadi anggota kelompok untuk memperoleh dan
menggunakan pelayanan-pelayanan khusus dengan cara melakukan rujukan
apabila individu-individu tersebut mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang
tidak dapat dipenuh dalam kelompok

6) Melakukan Evaluasi
Pekerja Sosial Kelompok harus terampil dalam hal membuat catatan
tentang proses-proses perkembangan yang berlangsung selama Pekerja
Sosial bekerja dengan kelompok.
Pekerja Sosial Kelompok harus terampil dalam hal menggunakan catatan-
catatan yang dibuatnya dan dalam hal membantu kelompok untuk meninjau
kembali pengalaman-pengalaman kelompok sebagai alat/cara untuk upaya-
upaya perbaikan.

2.1.4 Tinjauan Tentang Pendekatan Praktik Pekerjaan Sosial Model Pelayanan


Makro
1. Definisi Praktik Pekerjaan Sosial Makro
Pekerjaan sosial makro atau pekerjaan sosial komunitas merupakan
bentuk dari praktik yang dikemas sebagai bentuk intervensi profesioal yang
diarahkan untuk membawa perubahan terencana (planned change) dalam
organisasi dan komunitas. (Netting, 2004). Praktik pekerjaan sosial makro
ini didasari oleh berbagai model dan pendekatan, serta beroperasi sejalan
dengan pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan pekerjaan sosial.
Pekerjaan sosial makro adalah suatu praktik profesional dalam aras
komunitas dan kebijakan. Intervensi makro adalah intervensi yang
dilakukan dalam meningkatkan kualitas atau taraf hidup masyarakat.
Praktik profesi pekerjaan sosial dikategorikan pada 3 (tiga) metode utama
yaitu Case Work, Group Work, dan COCD. Pengorganisasian dan
pengembangan masyarakat (COCD) merupakan ranah intervensi pekerjaan
sosial dalam mewujudkan keberfungsian sosial bagi individu, kelompok
dan komunitas dalam suatu tatanan masyarakat menuju kesejahteraan
sosial.

2. Model-Model Praktik Pekerjaan Sosial Makro


Model intervensi adalah suatu model analisis data dengan jangka
waktu yang pada awalnya banyak digunakan untuk mengekplorasi dampak
dari kejadian – kejadian eksternal yang di luar dugaan terhadap variabel
yang menjadi obyek pengamatan, sehingga pada hal ini model intervensi
berada pada level komunitas. Menurut Rothman dan Tropman
mengemukakan 3 model intervensi dalam pengorganisasian masyarakat
meliputi

1. Pengembangan Masyarakat Lokal (Locallity Development)


Pengembangan masyarakat lokal pada hal ini lebih bertujuan pada
proses. Suatu komunitas di kembangkan kemampuan atau kapasitasnya
sehingga komunitas tersebut mampu berupaya dalam memecahkan
masalah warga komunitas secara kooperatif (bekerja sama) berdasarkan
kemampuan nya menolong diri sendiri.
Dalam pengembangan komunitas lokal, adanya upaya dalam
mengembangkan keterlibatan warga komunitas dalam menentukan
kebutuhan yang dirasakan dan memecahkan masalah mereka. Taktik
dalam pengembangan masyarakat lebih menekankan pada pencapaian
konsensus. Biasanya dilakukan melalui komunikasi dan proses diskusi
yang melibatkan berbagai macam individu dan kelompok.
Peranan yang dilakukan oleh Community Worker (CW) atau pekerja
sosial dengan komunitas lebih banyak merujuk sebagai “enabler”, yaitu
seorang CW yang membantu warga komunitas agar dapat mengetahui apa
saja kebutuhan warga komunitas; mengidentifikasikan masalah mereka;
dan mengembangkan kapasitas komunitas agar dapat menangani masalah
yang mereka hadapi secara lebih efektif. Media perubahannya adalah
melalui penciptaan atau kreasi kelompok-kelompok kecil yang berorientasi
pada tugas. Hal ini tentunya membutuhkan kemampuan untuk membimbing
kelompok-kelompok tesebut ke arah penemuan dan pemecahan masalah
secara kolaboratif.

2. Perencanaan Sosial atau Kebijakan Sosial (Social Planning)


Perencanaan sosial, kategori tujuannya lebih ditekankan pada task goal
(tujuan yang berorientasi pada penyelesaian tugas). Pengorganisasian
perencanaan sosial biasanya berhubungan dengan masalah-masalah sosial
yang konkrit. Seorang perencana sosial cenderung melihat komunitas
sebagai sejumlah kondisi masalah sosial yang inti, atau masalah inti yang
bersifat khusus dengan minat dan kepentingan tertentu. Strategi dasar dari
pola adalah seorang perencana biasanya berusaha untuk mengumpulkan
fakta-fakta mengenai masalah yang dihadapi sebelum warga komunitas
memilih tindakan yang rasional dan tepat dilakukan.
Perencanaan dalam pengumpulan dan analisis fakta bisa saja
menggunakan tenaga di luar komunitas tersebut, begitupula dalam upaya
mengembangkan program dan kegiatan yang dilakukan. Meskipun
demikian, mereka tetap mendasari tugasnya berdasarkan fakta dari warga.
Sehingga pemufakatan ataupun konflik dapat ditolerir dalam pendekatan
ini, selama tidak menghalangi proses pencapaian tujuan. Dalam
perencanaan sosial masyarakat lebih dilihat sebagai konsumen pihak
penerima manfaat dari suatu pelayanan dan mereka akan menerima serta
memanfaatkan program dan pelayanan sebagai hasil dari proses
perencanaan. Meskipun demikian, masyarakat memainkan peranan sebagai
penerima pelayanan.

3. Aksi Sosial (Social Action)


Pendekatan aksi sosial mengarah pada task goal dan process goal.
Beberapa organisasi aksi sosial memberi penekanan pada upaya
terbentuknya peraturan yang baru atau mengubah praktek-praktek tertentu.
Seorang praktisi aksi sosial mempunyai cara berpikir yang berbeda.
Mereka lebih melihat komunitas sebagai hirarki dan privilage dan
kekuasaan, Target dari para praktisi aksi sosial adalah warga komunitas
yang mendapat tekanan, diabaikan, tidak mendapat keadilan, dieksploitasi
oleh pihak tertentu, dan sebagainya.
Para praktisi aksi sosial lebih menekankan pada taktik konflik sesuai
dengan peran mereka sebagai activist/ developer, dengan cara melakukan
konfrontasi dan aksi-aksi langsung. Selain itu dibutuhkan pula kemampuan
untuk memobilisir massa sebanyak mungkin untuk melaksanakan
demonstrasi bahkan kalau perlu dengan melakukan pemboikotan.
Taktik dan teknik yang sangat berperan dalam perencanaan sosial
adalah teknik pengumpulan data dan ketrampilan untuk menganalisis.
Taktik konsensus maupun konflik mungkin saja diterapkan, tetapi semua
itu tergantung dengan hasil analisis perencana tersebut terhadap situasi
yang ada. Peran yang biasa digunakan oleh perencana sosial adalah
peranan sebagai expert (pakar). Peran ini lebih menekankan pada
penemuan fakta, implementasi program, dan relasi dengan berbagai
macam birokrasi, serta tenaga profesional dari berbagai disiplin. Peran
sebagai pakar setidak-tidaknya terdiri dari bebrapa komponen, yaitu: (1)
diagnosis komunitas; (2) ketrampilan melakukan penelitian; (3) Informasi
mengenai komunitas yang lain; (4) saran terhadap metode dan prosedur
organisasi; (5) informasi teknis; dan (6) kemampuam mengevaluasi. Media
perubahannya adalah menipulasi organisasi (termasuk di dalamnya adalah
relasi antar organisasi) seperti juga dengan pengumpulan dan analisis data.
Pada pola aksi sosial, peran yang dilakukan oleh Community Worker
lebih mengarah pada peran sebagai advokat dan aktivis. Media
perubahannya adalah dengan menciptakan pengorganisasian dan
pergerakan massa untuk mempengaruhi proses politis. Oleh karena itu,
pengorganisasian massa pada aksi sosial menjadi isu yang penting.

3. Strategi, Taktik dan Teknik Praktik Pkerjaan Sosial Makro


1) Strategi dan Taktik
Strategi dan taktik dalam intervensi komunitas menurut Netting
(2004) dibagi menjadi tiga, yaitu kerjasama (collaboration), kampanye
sosial (sosial campaign), dan kontes (contest). Setiap strategi tersebut
memiliki taktik-taktik tersendiri. Berikut merupakan penjelasannya:
a. Kerjasama (Collaboration)
Collaboration yaitu strategi pengembangan masyarakat yang
dilakukan jika kelompok sasaran/ komunitas sudah memahami apa
yang akan dan harus dilakukan. Selain itu, komunitas sasaran sudah
memiliki kehendak atau kesepakatan bersama untuk melaksanakan
kegiatan yang akan dilakukan. Taktik yang digunakan yaitu
implementasi dan capacity building. Implementasi yaitu ada kerjasama
yang erat, dengan demikian rencana perubahan tinggal
diimplementasikan. Capacity building yaitu pengembangan
kemampuan, taktik ini terdiri dari dua taktik lagi yaitu perluasan
partisipasi dan pemberdayaan kelompok-kelompok lemah.

b. Kampanye Sosial (Sosial Campaign)


Kampanye sosial adalah suatu upaya untuk mempengaruhi anggota
sistem sasaran agar sistem tersebut menyadari bahwa perubahan
memang benar-benar dibutuhkan dan dengan demikian sumber yang
dibutuhkan dapat dialokasikan. Taktik yang digunakan yaitu
pendidikan atau penyuluhan, persuasi, dan pemanfaatan media masa.
Pendidikan atau penyuluhan adalah taktik yang digunakan untuk tujuan
memberikan pemahaman kepada kelompok sasaran agar mereka
mampu menerima apa yang akan dilakukan dan bersedia terlibat secara
aktif. Persuasi adalah taktik untuk membujuk atau memberikan
gambaran bahwa kegiatan yang dilakukan merupakan suatu kegiatan
yang sangat bermanfaat. Pemanfaatan media masa yaitu taktik untuk
membujuk atau mengubah persepsi kelompok sasaran dengan
memanfaatkan media masa yang ada atau media yang mudah diakses
oleh kelompok sasaran.
c. Kontes (contest)
Kontes adalah strategi yang dapat dilakukan jika kelompok sasaran
mengalami permasalahan yang lebih banyak disebabkan oleh struktur
kekuasaan yang menindas, tidak adil, dan merugikan kelompok
terbesar dalam masyarakat. Taktik yang digunakan yaitu advokasi serta
tawar menawar dan negoisasi. Advokasi adalah taktik yang dilakukan
oleh pekerja sosial untuk memperjuangkan kepentingan kelompok
sasaran dengan cara menawarkan suatu persyaratan tertentu kepada
pihak lain (kelompok dominan, pemerintah daerah, legislatif, atau
kelompok lain yang menindas) sebagai pengganti kerugian yang
dialami atas dilaksanakannya suatu program tertentu.

2) Teknik
Teknik yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan praktik
pekerjaan sosial makro pada komunitas, sebagai berikut:
a.Community Involvement (CI), percakapan sosial, home visit, studi
dokumentasi, observasi, pertemuan warga.
b. Pengorganisasian, hendaknya mendayagunakan dan
menguatkan struktur pengorganisasian masyarakat dan pemimpin
local yang ada yang memiliki peran relevan atau power dalam
pengembangan masyarakat untuk mencegah maupun mengatasi
permasalahan social dari populasi target yang disepakati menjadi
focus praktik
c.Teknik asesmen, antara lain dengan Teknik-teknik dari metode
asesmen partisipatif dalam Participatory Rural Appraisal (PRA)
seperti pemetaan (wilayah, masalah dan sumber), penelusuran
sejarah, diskusi klasifikasi kesejahteraan, diskusi terfokus dalam
media Community/ Night Meeting Forum (CMF), diagram ven
jaringan organisasi, dan Teknik- Teknik asesmen nonpartisipatif
seperti mini survey (antara lain Neighborhood Survey Study),
wawancara (termasuk The Sustainable Livelihoods Interview), studi
dokumentasi.
d. Teknik-teknik perencanaan partisipatif antara lain dengan
diskusi perencanaan tindakan yang diambil dari Technology of
Participation (ToP).
e.Teknik intervensi dipilih disesuaikan dengan hasil asesmen dan
pilihan starategi dan taktik (kolaborasi, kampanye, atau kontes)
yang disesuaikan dengan kondisi kesiapan masyarakat untuk
melakukan perubahan dan kondisi saat ini.
f. Teknik evaluasi dalam pengembangan masyarakat hendaknya
menggunakan evaluasi partisipatif seperti dengan diskusi terfokus.
Dismping itu dapat dilengkapi dengan Teknik wawancara
mendalam atau pengungkapan pengalaman perubahan.

Menurut Barker (1987) terdapat teknik-teknik yang dapat digunakan dalam


pekerjaan sosial makro, diantaranya:
1. Kampanye (penyuluhan sosial). Teknik ini diperlukan untuk dilakukan
apabila sistem sasaran tidak menolak untuk berkomunikasi dengan
sistem kegiatan, akan tetapi konsensus akan perlunya perubahan belum
tercapai, atau sistem sasaran mendukung perubahan tetapi tidak ada
alokasi sumber untuk perubahan tersebut.
2. Teknik Edukasi, Sistem perubahan berinteraksi dengan sistem sasaran
dengan menyajikan berbagai persepsi, sikap, opini, data dan informasi
mengenai perubahan yang diinginkan, dengan tujuan untuk
meyakinkan sistem sasaran mengubah cara berpikir atau bertindaknya,
yang selama ini dianggap kurang sejalan dengan perubahan yang
diperlukan.
3. Teknik Persuasi, mengacu pada seni untuk meyakinkan orang lain agar
menerima dan mendukung pandangan-pandangannya atau persepsinya
mengenai suatu isu. Teknik persuasi antara lain:
1. Kooptasi (cooptation), meminimalkan kemungkinan terjadinya
oposisi dengan cara menyerap atau melibatkan anggota-anggota
sistem sasaran ke dalam sistem kegiatan. Pelibatan anggota
kelompok sasaran secara individual disebut “informal cooptation”,
sedangkan melibatkan sistem sasaran secara kelompok disebut
“formal cooptation”.
2. Lobi (Lobbying), adalah bentuk persuasi yang mengarah pada
perubahan kebijakan di bawah jelajah sistem pengendalian.
Kegiatan diarahkan pada para elit yang menjadi kunci dalam
perumusan kebijakan. Hal yang penting dipertimbangkan dalam
melakukan lobi adalah faktual dan jujur; tidak berbelit-belit dan
didukung data; diskusi diarahkan pada tinjauan kritis.
3. Penggunaan Media Massa, mengembangkan dan menayangkan
cerita-cerita yang bernuansa berita ke dalam media-media
elektronik maupun cetak dengan tujuan untuk mempengaruhi
pendapt umum. Teknik ini digunakan untuk mendesak para
pengambil keputusan untuk menyepakati cara-cara pemecahan
masalah yang telah teridentifikasi sebelumnya.
4. Kontes. Kontes dilakukan apabila sistem sasaran tidak setuju
dengan perubahan dan atau alokasi sumber dan masih terbuka bagi
terjadinya komunikasi mengenai ketidaksepakatan ini. Kegiatan
yang termasuk kategori teknik ini, adalah:
a. Tawar menawar (bargaining) dan negosiasi, teknik negosiasi
dilakukan apabila kesepakatan atas pelaksanaan perubahan yang
harus dilakukan, masih belum dicapai, dan masih perlu
dirundingkan. Atau, kesepakatan mengenai perubahan yang
diinginkan telah dapat dicapai, akan tetapi alokasi sumber yang
diperlukan masih belum disepakati.
b. Aksi masyarakat (sosial action), teknik aksi sosial, hanya
dilakukan apabila pekerja sosial berhadapan dengan situasi dimana
masyarakat berada dalam pihak yang dirugikan, dan pekerja sosial
maupun masyarakat tidak melihat adanya kesamaan tujuan antara
berbagai pihak yang seharusnya bekerja sama untuk kepentingan
masyarakat. Perlu menjadi catatan, bahwa penggunaan teknik aksi
sosial memiliki resiko yang sangat besar baik bagi masyarakat
maupun pekerja sosial sendiri, sehingga teknik ini biasanya
menjadi pilihan terakhir dalam pengembangan masyarakat.
Beberapa teknik aksi sosial yang biasa digunakan adalah:
1. Aksi legal (legal action), misal demontrasi.
2. Aksi Melawan Hukum (illegal action), ketidakpatuhan warga.
3. Class action lawsuit, yaitu teknik yang mengacu pada suatu
situasi dimana suatu kesatuan dituntut karena melakukan
pelanggaran hukum tertentu dan diperkirakan pengadilan akan
diberlakukan.

4. Keterampilan Praktik Pekerjaan Sosial Makro


Pekerja sosial dalam intervensi komunitas memerlukan keterampilan-
keterampilan. Adapun keterampilan tersebut menurut Mayo (1998) yakni
sebagai berikut:
1) Keterampilan menjalin relasi (engagement)
2) Keterampilan dalam melakukan penilaian (assesment), termasuk penilaian
kebutuhan (need assesment)
3) Keterampilan melakukan riset atau investigasi
4) Keterampilan melakukan dinamika kelompok
5) Keterampilan bernegosiasi
6) Keterampilan berkomunikasi
7) Keterampilan dalam melakukan konsultasi
8) Keterampilan manajemen, termasuk manajemen waktu dan dana.
9) Keterampilan mencari sumber dana, termasuk pula pembuatan
permohonan bantuan
10) Keterampilan dalam penulisan dan pencatatan khusus laporan
11) Keterampilan dalam melakukan pemantauan dan evaluasi

5. Teknologi Praktik Pekerjaan Sosial Makr0


Teknologi yang dapat digunakan dalam melaksanakan kegiatan praktik
pekerjaan sosial makro pada komunitas, yaitu:
1) Community Involvement
Teknik ini dilakukan untuk membaur bersama masyarakat desa
dengan cara mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat baik
formal maupun informal, baik kegiatan individu maupun kelompok.
Teknologi ini memudahkan dalam menciptakan keterbukaan masyarakat
dalam memberikan informasi-informasi yang diperlukan pada proses
penanganan masalah.
2) Neighborhood Survey Study atau Home Visit
Melakukan kunjungan rumah untuk melakukan pendekatan kepada
tokoh masyarakat maupun masyarakat untuk memperoleh informasi yang
diperlukan. Informasi yang diperoleh baik mengenai kelurahan atau desa,
isu permasalahan komunitas maupun kebutuhan yang diperlukan bagi
masyarakat tersebut. Selain itu, kegiatan ini juga berguna untuk
membangun kedekatan baik secara profesional maupun interpersonal
dengan masyarakat.
3) Community Meeting Forum
Teknik ini digunakan untuk berdiskusi guna memperoleh aspirasi
ide-ide dari target group maupun interest group tentang suatu isu sosial
tertentu. Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan beberapa
elemen masyarakat di setiap desa. Selain itu, teknik ini dilakukan pada
setiap tahapan pekerjaan sosial berbasis makro dengan tujuan yang
berbeda-beda pada setiap tahapnya.
4) Methodology of Participatory Assessment
Teknik Methodology of Participatory Assessment atau disebut juga
MPA merupakan teknik untuk melakukan asesmen terhadap permasalahan
dengan melibatkan masyarakat. Praktikan bersama masyarakat
menentukan permasalahan, prioritas masalah, dan potensi yang digunakan
untuk menangani permasalahan tersebut.
Penerapan MPA ini, dapat dilakukan dengan berbagai media. Lebih
baik apabila menggunakan media kertas untuk penyampaian pendapat.
Namun, pada pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan situasi dan
kondisi di masyarakat Praktikan bertindak sebagai fasilitator dalam
pengungkapan berbagai masalah yang dirasakan oleh masyarakat.
Penggunaan teknik ini menekankan bahwa masyarakat sadar akan
keberadaan masalah dan sadar akan kebutuhan penyelesaiannya.
5) Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion (FGD) suatu proses pengumpulan
informasi suatu masalah tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi
kelompok. Teknik FGD dilakukan bersama masyarakat. Teknik ini
diterapkan pada saat rembug warga untuk membahas faktor dan akibat
serta dampak dari permasalahan. Melalui kegiatan tersebut, praktikan
memperoleh informasi secara lebih mendalam dan meluas. Informasi
tersebut diperoleh dari berbagai sumber sehingga dapat saling menunjang.
6) Technology of Partisipation
Teknik Technology of Partisipation (ToP) adalah teknik
perencanaan pengembangan masyarakat secara partisipatif, sehingga
seluruh pihak memiliki kesempatan yang sama untuk mengemukakan
gagasan. Praktikan bersama dengan masyarakat menentukan rencana
intervensi atau rencana tindak lanjut yang akan dilakukan untuk
penanganan isu permasalahan yang menjadi prioritas yang terdapat di
setiap desa tersebut.

6. Tahapan-Tahapan Praktik Pekerjaan Sosial Makro


1) Inisiasi Sosial
Kegiatan inisiasi sosial adalah tahap awal dalam memasuki suatu
kelompok, komunitas masyarakat luas. Inti dari inisiasi sosial adalah
membangun trust building dengan tujuan agar dapat diterima di dalam
komunitas atau masyarakat. Tujuan dilakukan inisiasi sosial adalah
membangun akses serta kepercayaan secara konstruktif dengan berbagai
elemen dan stakeholder dalam masyarakat.

2) Pengorganisasian Sosial
Pengorganisasian sosial dilakukan dengan mengidentifikasi
organisasi- organisasi sosial yang berhubungan dengan pehimpunan
informasi. Pengorganisasian sosial adalah kegiatan dimana praktikan
bersama masyrakat bekerjasama untuk kegiatan menyususn struktur
organisasi sesui dengan tujuan-tujuan, sumber-sumber, dan lingkungan
masyarakat

3) Assessment
Assessment secara sederhana diartikan sebagai pengungkapan dan
pemahaman masalah. Asesmen adalah suatu proses dan suatu produk/hasil
pemahaman terhadap permasalahan, suatu tahap dalam rangkaian
pertolongan pekerjaan sosial, dimana hasilnya kemudian dianalisis dan
tindakan pertolongan akan diberikan kepada orang yang membutuhkan
(atau dalam hal ini adalah klien). Tahap ini sangat menentukan keefektifan
suatu pertolongan kepada klien.
Pada tahap ini menggali pemahaman dan pengungkapan masalah
dari isu-isu komunitas yang telah terpilih bersama dengan masyarakat.
Dimana asesmen yang dilakukan dengan asesmen isu komunitas. Tujuan
asesmen adalah untuk mendapatkan dan memahami masalah yang ada,
keinginan klien dan solusi, dan orang dalam situasi (person-in-situation),
sehingga pekerja sosial dan klien dapat membangun suatu rencana
meringankan atau menangani masalah.

4) Rencana Intervensi
Pada tahap ini perencanaan sosial merupakan serangkaian kegiatan
yang dilakukan guna memilih alternatif terbaik dari sekian alternatif yang
ada untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

5) Intervensi
Intervensi merupakan tahap selanjutnya dalam proses pertolongan
kepada klien. Intervensi dimaksudkan untuk menetapkan cara-cara apakah
yang layak dipergunakan untuk merencanakan perubahan berdasarkan
masalah yang ditemukan. Pada tahap ini, rencana yang telah disusun mulai
diimplementasikan menjadi suatu bentuk kegiatan untuk mencapai tujuan
perubahan atau tujuan pelayanan. Dengan demikian, intervensi akan selalu
berorientasi pada kegiatan dan perubahan. Intervensi berusaha
meningkatkan kepercayaan diri klien dengan membantu menampilkan
perilaku tertentu, menumbuhkan keasadaran dan memanfaatkan pihak-
pihak yang terkait (signiicant others). Penting untuk diingat bahwa setiap
tahap dalam proses perubahan dipengaruhi oleh tahap sebelumnya.
Keberhasilan intervensi dipengaruhi oleh akurasi, kelengkapan, dan
validitas dari kesimpulan yang diperoleh dan keputusan yang dibuat pada
tahap sebelumnya, seperti: perdefinisian masalah, pengumpulan data,
asesmen, dan perencanan (Siporin, 1975).

6) Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk melihat
kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam memberikan pertolongan
kepada klien.
1. Evaluasi Proses
Suatu bentuk evaluasi untuk melihatapakah seluruh tahapan kerja
atau prosedur pelayanan yang telah direncanankan dapat dilaksanakan
secara lengkap.
2. Evaluasi Hasil
Suatu bentuk evaluasi untuk melihat dampak atau manfaat dari
intervensi yang dilakukan

7) Terminasi
Terminasi merupakan tahap akhir yang penting dalam perubahan
yang direncanakan yang dilakukan oleh pekerja ketika memandu membuat
kesimpulan kegiatan-kegiatan dalam proses perubahan secara sensitif
terhadap isu-isu sekitar pengakhiran hubungan.
Terminasi merupakan tahap pengakhiran dan tahap pemutusan hubungan secara formal

dengan masyarakat atau kelompok sasaran. Sebuah proses pengembangan masyarakat

seringkali tahap ini dilakukan bukan karena masyarakat sudah dapat dianggap mandiri,

tetapi tahap ini harus dilakukan karena program sudah harus dihentikan, sesuai dengan

jangka waktu yang telah ditetapkan sebelumnya, atau karena anggaran sudah selesai.

( Isbandi ; 2001). Terminasi oleh Soetarso (1992 : 342-344) disebut dengan istilah

pemutusan relasi antara pekerja sosial dengan sistem sasaran dan pihak-pihak yang

terlibat dalam proses perubahan berencana.


BAB III
PERENCANAAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

3.1 Praktik Aras Mikro


Intervensi mikro dalam pekerjaan sosial meliputi individu, keluarga atau dalam
kelompok kecil untuk memfasilitasi perubahan perilaku individu atau dalam relasinya
dengan orang lain. Lebih lanjut menurut Dubois dan Miley menyatakan bahwa individu
sering mencari layanan pekerja sosial karena pengalaman pahit mereka dalam penyesuain
diri, relasi interpersonal, atau karena stress dari lingkungan. Focus perubahan dan level
mikro ini adalah menciptakan keberfungsian individu

3.1.1 Penerapan Engagement, Penerapan Intake, Contract

Waktu : Senin, 15 Februari 2021

Pukul : 15.00 WIB

Tempat : Rumah Sasaran

Sasaran : PPKS “T” merupakan fakir miskin

Tujuan :

1. Untuk menentukan fokus pemilihan klien


2. Untuk membangun relasi dengan PPKS
3. Untuk meminta kesediaan PPKS menjadi informan
4. Untuk menetapkan sasaran perubahan bagi “T”
Teknik : Komunikasi dan relasi,Small Talk, Asking Questions, Listening
Skuill , Giving Advice, Support

Instrumen : Draft inform concern, buku catatan, dan alat perekam suara

Proses :

Setelah sebelumnya praktikan melakukan Community Entry di Kelurahan

Ploso dan mengetahui jenis-jenis permasalahan sosial yang terjadi di Kelurahan

Ploso, yang menarik perhatian praktikan dengan melihat kondisi lapangan adalah

permasalahan Fakir Miskin. Setelah dilakukannya pengumpulan data oleh

praktikan di lapangan bahwa fakir miskin merupakan PPKS dengan jumlah


terbanyak di Kelurahan Ploso, melalui observasi, wawancara, diperoleh

gambaran umum bahwa fakir miskin di Kelurahan Ploso adalah orang yang tidak

memiliki mata pencaharian, memiliki mata pencaharian tidak tetap, dan/atau

memiliki mata pencaharian namun tidak dapat mencakupi kebutuhannya,

mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya, sebagian besar

memiliki tingkat pendidikan yang rendah, serta memiliki rumah yang tidak

dan/atau kurang layak huni. akhirnya hal tersebut menarik praktikan memilih

fokus permasalahan Fakir miskin.

Setelah mendapatkan data, praktikan melakukan observasi kepada Fakir

Miskin yang bertempat tinggal di lokasi praktikum. Setelah melakukan observasi,

praktikan berhasil menemukan seorang klien yang bertempat tinggal di lokasi

praktikum. Berikut merupakan skenario yang dilakukan oleh sasaran klien dalam

tahapan EIC.

a. Engagement

Engagement adalah proses awal pertemuan antara praktikan dengan


sasaran klien. Praktikan bertemu pertama kali dengan klien adalah di rumah klien
dengan diantar oleh ketua RW 06. Sebelumnya praktikan terlebih dahulu menjalin
hubungan dengan Key Person dengan mengunjungi rumah pak RW untuk
menayakan informasi alamat rumah dan nomor yang dapat dibhubungi dari klien
yang akan menjadi fokus praktikan dengan tetap menjaga protokol kesehatan.
Praktikan kemudian melakukan kontak yang pertama. Namun saat sampai di
rumah sasaran hanya di dapati seorang wanita karena suami klien sedang diluar
rumah. Alhasil praktikan berencana melakukan proses tindakan EIC kepada
wanita tersebut. Sasaran merupakan Fakir Miskin di RT 02 RW 06 yang sudah
tidak bekerja dan hanya menjadi Ibu Rumah Tangga saja. Saat itu bersama
sasaran dan juga pak RW kami hanya berbincang-bincang dan bercanda sembari
saling mengenal satu sama lain. Keesokan harinya praktikan melakukan First
Telephone Contact dengan sasaran dan merencanakan pertemuan kedua untuk
memberikan penjelasan tentang tujuan dan maksud praktikan mengenai kegiatan
Praktikum Labolatorium pada aras mirko kepada sasaran.

b. Intake (Kontak)

Selanjutnya praktikan melakukan tahap Face to face meeting. Pada tahap


ini, dilakukan wawancara awal dengan cara meletakkan dasar hubungan kerja
yang baik antara praktikan dan calon klien untuk membangun kepercayaan (trust
building). Pertemuan perdana dengan calon klien (Ibu T) dilakukan di rumah
calon klien (home visit) karena calon klien tidak menyanggupi harus berada di
rumah praktikan atau tempat lainnya. Praktikan sebelum bertemu dengan calon
klien menyiapkan antisipasi yang mungkin nanti menjadi pikiran dan perasaan
takut, ambivalensi, kebingungan, dan kecemasan yang dipersepsikan oleh calon
klien.

Pada kontak pertama praktikan melakukan pendekatan secara perlahan


dengan menggunakan teknik small talk. Dimana praktikan menyapa dengan
hangat dan memberikan pertanyaan-pertanyaan ringan untuk dapat mencairkan
suasana yang terjadi. Praktikan memberikan pertanyaan-pertanyaan singkat untuk
mengetahui respon awal sasaran, seperti “Halo Ibuk, bagaimana kabarnya?”,
“cuacanya akhir akhir ini sering hujan ya Buk?” “ohh suami Ibuk sedang kemana
ya buk?”, dan lain sebagainya. Dan ternyata sasaran memberikan respon awal
yang baik. Sasaran memberikan senyum yang ramah. Kemudian obrolan-obrolan
lain bermunculan, praktikan menggunakan teknik Listening Skill agar klien
merasa nyaman(Comfortable), hingga praktikan mengetahui bahwa sasaran hidup
di tengah keluarga yang serba kekurangan namun cukup tangguh dalam menjalani
hidup. Kemiskinan yang dialami oleh “T” telah hadir sejak sebelum dirinya
berkeluarga. “T” sempat mengenyam bangku sekolah hingga tamat di jenjang
sekolah dasar (SD). Kemudian suaminya hanya sebagai buruh bebas dan anaknya
telah di phk karena pandemi. Hal tersebut membuat T merasa ikut terbebani.
Mendengar informasi tersebut, praktikan kemudian menetapkan sasaran untuk
menjadi klien Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial.

c. Contract

Setelah melakukan beberapa kali pendekatan, akhirnya praktikan dan sasaran


membuat kontrak dan menetapkan sasaran sebagai Pemerlu Pelayanan
Kesejahteraan Sosial sebagai Fakir miskin. Kemudian praktikan meminta klien
untuk mengisi inform concern. Untuk memudahkan klien, praktikan membacakan
isi dari inform concern dengan bahasa yang lebih mudah diterima oleh klien.
Setelah klien menjawab inform concern dan menyetujuinya. praktikan membuat
janji untuk pertemuan selanjutnya untuk melakukan tahapan asesmen.

Hasil :

1. Terbangun relasi sosial yang baik dengan klien “T”


2. Klien bersedia menjadi target praktik
3. Inform concern diisi dan ditandatangani oleh “T”

3.1.2. Penerapan Assessment

Waktu : Rabu, 17 Februari 2021

Pukul : 14.00 WIB

Tempat : Rumah Sasaran/Klien

Sasaran : “T”

Tujuan :

1. Untuk memperoleh data tentang karakteristik PPKS


2. Untuk memperoleh tentang latar belakang PPKS
3. Untuk memeperoleh data tentang aspek-aspek keberfungsian PPKS
4. Untuk memeperoleh data tentang sumber dan potensi yang bisa dimanfaatkan
PPKS
Teknik : Wawancara dan observasi

Instrumen : Pedoman wawancara dan pedoman observasi

Teknologi : Bio Psiko Sosial Spiritual (BPSS)

Proses : Pelaksanaan asesmen dilakukan oleh praktikan dengan


menggunakan urutan teknik pelaksanaan asesmen. Praktikan terlebih
dahulu membuat pedoman wawancaranya dan pedoman observasi.
Pedoman wawancara berguna sebagai dasar atau acuan pertanyaan
atau informasi apa saja yang diperlukan dalam menggali
permasalahan klien. Adapun skenario langkah-langkah pelaksanaan
asesmen, terdiri dari :

1) Wawancara
a) Mempersiapkan pedoman wawancara dengan memilih
informasi apa saja yang akan digali dari informan.
b) Menetapkan waktu, tanggal, dan tempat wawancara yang
pas antara praktikan dengan klien.
c) Melakukan proses wawancara dengan klien dengan tetap
menerapkan protokol kesehatan. Dan sesuai dengan
pedoman wawancara yang sebelumnya telah dibuat.
d) Menerapkan teknik-teknik wawancara diantaranya, yaitu :
mendengar, mencatat, mengamati, mengajukan pertanyaan,
mengenal perasaan ambivalensi.
e) Melakukan pencatatan. Mencatat hasil wawancara dan
membuat catatan proses pelaksanaan wawancara.
f) Dokumentasi pelaksanaan wawancara.
g) Mengolah informasi hasil wawancara.
2) Observasi
a) Membuat dan mempersiapkan pedoman observasi.
Menentukan hal-hal apa saja yang memerlukan observasi.
Setelah mendapatkan informasi dari klien, praktikan
melakukan observasi terkait dengan lingkungan daerah
klien tinggal, dan lingkungan sosial klien (Tetangga klien).
b) Menentukan tujuan observasi. Adapun tujuan observasi
yang dilakukan oleh praktikan adalah mengetahui Identitas
dari klien, latar belakang dari masalah klien, faktor
penyebab masalah, dampak masalah yang dialami klien,
keberfungsian klien.
c) Menetapkan waktu dan tanggal observasi. Observasi
dilakukan pada tanggal 17 dan 18 Februari dari siang hari
sampai sore hari.
d) Melaksanakan observasi sesuai dengan pedoman observasi
yang telah dibuat sebelumnya dan tetap menjaga protokol
kesehatan.
e) Melakukan pencatatan. Mencatat hasil observasi dan
membandingkan antara data yang terdapat di kelurahan
dengan data yang sebenarnya di lapangan.
f) Dokumentasi pelaksanaan observasi.
g) Mengolah data hasil observasi.
HASIL :

1. Karakteristik PPKS :

Identitas PMKS
Inisial :T

Tempat Tanggal Lahir : Pacitan, 15 April 1977

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 44

Alamat : Dusun Peden, Kelurahan Ploso

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SD ( Sekolah Dasar )

Status Pernikahan : Menikah

2. Latar Belakang PPKS :

Klien T merupakan orang suku Jawa. T menetap di daerah Pacitan,


Jawa Timur. Klien T adalah anak ke 1 dari 2 bersaudara, namun saudara
klien T telah lama meninggal begitupun dengan orang tuanya karena sakit
jantung dan juga stroke. Riwayat pendidikan terakhir Klien adalah lulusan
SD ( Sekolah dasar ). Karena faktor ekonomi, Klien T tidak bisa
melanjutkan jenjang pendidikannya sehingga dalam keterampilan dan
pengetahuannya sangatlah kurang. Hal tersebut berpengaruh pada karir
kerja klien karena untuk mendapatkan pekerjaan dengan ijazah lulusan SD
sangatlah susah bahkan untuk dijaman sekarang pun sepertinya mustahil.
Jadi klien T merupakan Ibu Rumah Tangga dan apabila ada acara syukuran,
Tahlilan, dll ia ikut membantu entah dalam urusan memasak atau mencuci
piring, namun apabila musim menanam padi terkadang Klien T juga
dimintai tolong untuk membantu menanam Padi. Klien T juga terkadang
dibutuhkan tenaganya untuk membantu membuat kue dan diberi upah,
namun tidak seberapa.

Klien T memiliki suami yang bernama S. Suami T juga memiliki riwayat


pendidikan yang sama yaitu lulusan SD ( Sekolah Dasar ) hal ini membuat sumai
T menjadi seorang buruh bebas, terkadang membantu menjadi kuli bangunan,
terkadang membantu petani menanam padi, pekerjaan tersebut memiliki
penghasilan tidak menetap. Sedangkan anak klien T yaitu A merupakan anak
tunggal. Pendidikan terakhir A hanyalah lulusan SMP karena faktor ekonomi
klien, A tidak bisa melanjutkan jenjang pendidikannya. A adalah seorang
pengangguran dan juga di umur ke 29 A belum juga menikah dikarenakan
tekanan ekonomi keluarganya yang membuat A harus memaklumi kondisinya
saat ini. Anak klien T yaitu A merupakan seorang anak tunggal yang di phk
karena pandemi covid-19. Terlebih mereka tidak pernah mendapatkan bantuan
sosial dari pemerintah serta mereka juga tidak bisa mengakses bantuan sosial
tersebut. Hal ini tentunya sangat berdampak pada perekonomian keluarga klien
karena sebelumnya saat anak klien belum di phk keluarga klien masih dirasa
cukup untuk memenuhi kebutuhannya. hal tersebut membuat klien T mengalami
tekanan psikis.

3. Aspek-aspek Keberfungsian Sosial PPKS

1. Aspek Keberfungsian Fisik


Keluarga klien T dapat dikatakan baik dalam segi fisik, karena
dalam anggota tubuhnya masih lengkap. Penampilan keluarga klien
sangatlah sederhana. Klien T ini memiliki tinggi badan kurang lebih 165
cm dan berat badan kurang lebih 56 kg dan tidak memiliki kecacatan fisik
dalam tubuhnya. Suami klien T memiliki tinggi 172 cm dan berat badan
kurang lebih 64. Sedangkan anak klien memiliki tinggi 177 dan memiliki
berat badan 69 kg. Penglihatan klien dan suaminya juga normal, namun
anak dari klien memiliki kekurangan dalam penglihatan yaitu minus namun
mereka tidak mampu membelikan anaknya sebuah kacamata. Warna kulit
keluarga klien adalah sawo matang. pendengaran masih normal dan
memiliki kesehatan yang baik serta tidak memiliki penyakit.

2. Aspek Keberfungsian Emosional


Klien T merupakan orang yang sangat ramah terhadap orang-orang
namun memiliki rasa tidak enakan terhadap orang lain, selain itu klien juga
merupakan orang yang murah senyum, penyabar, tidak pemarah, suka
bercanda namun cenderung ceplas ceplos berbeda jauh dengan suami dan
anaknya. Klien T juga mengalami tekanan psikis karena merasa terbebani
tanggung jawab sebab anak klien T yang di phk membuat dirinya
bergantung pada satu satunya penghasilan dari suaminya.
3. Aspek Keberfungsian Sosial

Klien T ini memiliki sikap sosial yang aktif di lingkungan sekitarnya, ia


sering membantu memasak atau mencuci saat ada acara tahlilan, syukuran dll. Ia
juga kerap diminta tenaganya untuk membantu menanam padi saat musimnya dan
juga memanen sayur sayuran lalu klien diberi upah berupa hasil padi atau hasil
panen sayur – sayuran. Keluarga klien merupakan kelaurga yang suka menolong
dan memiliki rasa gotong royong yang tinggi. Seperti suami dan anaknya juga
orang yang sangat ramah bahkan mereka sering diminta ayah saya untuk
membantu membenarkan barang-barang yang rusak dirumah saya seperti tv,
sepeda motor, kulkas bahkan toilet.

4. Aspek Keberfungsian Spitual

Klien T memiliki pemahaman agama yang diyakininya dengan baik,


namun dalam melaksanakan ibadah klien T bukanlah orang yang rajin
karena ia sibuk memikirkan kebutuhan primernya yaitu makan untuk
bertahan hidup. Begitupun dengan suami dan anak klien
3. Aspek Keberfungsian Ekonomi
Klien T merupakan seorang ibu rumah tangga yang tidak memiliki
penghasilan, sedangkan suami klien merupakan seorang buruh dimana
pendapatannya tidak menetap terkadang menjadi kuli bangunan ia diupah
kurang lebih Rp.50.000 perhari, terkadang menjadi buruh tani juga
mendapatkan upah berupa hasil panen, terkadang suami klien juga diminta
untuk membenarkan barang barang yang rusak seperti tv, kulkas, sepeda
motor dan biasa di upah Rp.50.000. terkadang juga ia dimintai tenaganya
untuk memijat dan diupah Rp.20.000 atau terkadang diupah sebungkus
rokok. namun pada saat pandemi covid-19 sudah tidak diminta untuk
memijat lagi.

Lingkungan Sosial
1. Hubungan dengan Keluarga
Hubungan Klien T dengan Keluarga nya dulu sebelum meninggal cukup
dibilang dekat. Untuk sekarang hubungan klien T dengan suami dan
anaknya cukup erat, saling mendukung satu sama lain. Dari segi kedekatan
emosional hubungan mereka baik baik saja. Klien T saat ini tinggal
bersama suami dan anaknya
2. Hubungan degan Masyarakat
Dalam kehidupan sosial didalam masyarakat, Klien T ini terbilang memiliki
sosial yang aktif dengan tetangganya karena sudah kenal dekat dan
memiliki interaksi yang baik. Begitupun juga dengan suami dan anaknya.

3. Gejala Masalah
Berdasarkan hasil asesmen, keluarga Klien T ini memiliki gejala permasalahan.
Gejala masalah tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Keluarga klien memiliki latar belakang ekonomi yang kurang mampu
2. Klien T hanyalah seorang ibu rumah tangga yang terkadang menjadi tenaga
serabutan jika dibutuhkan
3. Suami klien merupakan buruh bebas yang memiliki pendapatan tidak menetap
sehingga dalam memenuhi kebutuhan sehari hari kurang mencukupi
4. Anak klien T merupakan anak tunggal lulusan SMP yang di phk karena
pandemi covid -19
5. Keluarga klien T tidak pernah mendapat bantuan sosial dari pemerintah
6. Klien T mengalami tekanan Psikis karena ia merasa memiliki beban tanggung
jawab akan kehidupan keluarganya karena hanya bergantung pada penghasilan
dari suaminya dan hal tersebut kurang mencukupi kebutuhan pangan
kelaurganya

4. Faktor Penyebab
Berdasarkan hasil asesmen faktor penyebab dari permasalahan klien adalah sebagai
berikut:
1. Pendapatan dari suami klien terbilang kurang sehingga tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan sehari hari
2. Riwayat pendidikan rendah sehingga susah untuk mencari pekerjaan
3. Karena Pandemi Covid-19
4. Karena kurang melek teknologi informasi dan juga keterbatasan dalam
pengetahuan, klien T dan keluarganya kesulitan untuk mengakses bantuan sosial
dari pemerintah
5. Keluarga klien T hanya bergantung pada penghasilan sang suami dan hal tersebut
tidak mencukupi kebutuhan mereka sehari hari

5. Dampak
1. Klien T merasa gagal dalam menjalankan hidupnya karena tekanan ekonomi
2. Klien T tidak percaya diri
3. Memiliki kecemasan
4. Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup
5. Klien T mengalami tekanan psikis

6. Potensi dan Sumber

Potensi yang ada dalam diri “T” adalah :

1. Adanya keinginan untuk bekerja atau memperoleh pendapatan secara


mandiri.

2. Adanya keinginan dan semangat untuk terus memberikan pendidikan


lanjutan pada anaknya dalam rangka memutus rantai kemiskinan.

3. Kesediaan untuk terlibat dalam kegiatan yang diselenggarakan dalam


rangka pengentasan kemiskinan.

Selanjutnya sumber dari lingkungan dan aparat kelurahan sekitar fakir miskin
di Kelurahan Ploso yaitu:

1. Kepedulian dan kesediaan berpartisipasi dalam menyelenggarakan upaya


pengentasan kemiskinan baik itu kebijakan atau pengurusan program,
minimal membantu tetangganya yang membutuhkan
2. Kesediaan berpartisipasi menyumbangkan ide dalam diskusi dalam rangka
membantu warga miskin yang membutuhkan. Misal mengadakan kegiatan
keterampilan. Adanya pengusulan warga miskin yang perlu bantuan
peningkatan keterampilan namun belum mendapatkannya.

Potensi yang teridentifikasi pun berasal dari internal dan eksternal fakir miskin itu

sendiri. namun masih ada pula fakir miskin yang cukup berserah diri dengan keadaan

yang ada, jadi meskipun mereka memiliki potensi dan keinginan dalam diri namun tidak

dapat dimanfaatkan secara maksimal. Oleh sebab itu aparat kelurahan Ploso melakukan

diskusi dan kerjasama dengan pelaku usaha konveksi. Agar warga kurang mampu

tersebut dapat memaksimalkan keinginan dan potensi dalam dirinya untuk bangkit dari

keterpurukan.
7. Fokus Masalah
Berdasarkan hasil asesmen dengan mengunakan teknik BPSS (Bio Psycho Social
Spiritual), maka fokus masalah keluarga klien T adalah kesulitan dalam mencukupi
kebutuhan sehari hari dan dibutuhkannya lapangan pekerjaan serta tekanan psikis
yang dialami klien T.

3.1.3 Rencana Intervensi (Plan of Intervention)

Setelah mendapatkan cukup data tentang masalah dan kebutuhan klien T dan

keluarganya, maka pekerja sosial kemudian bersama dengan klien T menentukan rencana

intervensi yang sesuai dan mampu dilakukan secara bersama-sama untuk meningkatkan

keberfungsian sosial klien T.

Tujuan Intervensi :

A. Tujuan Umum

Meningkatkan keberfungsian klien T dan keluarganya, diantaranya yaitu:


a. Meningkatkan kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
b. Meningkatkan kemampuan klien dalam menjalankan perannya di lingkungan
sosial
c. Meningkatkan kemampuan klien dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya

B. Tujuan Khusus

a. Membantu meningkatkan kualitas kebutuhan keluarga klien T khususnya


kebutuhan dasar.
b. Membantu klien T mengungkapkkan perasaan yang terpendam dalam dirinya
c. Meningkatkan keterampilan klien dari pengalaman-pengalamannya dengan
mengikuti pelatihan keterampilan.
d. Meningkatkan motivasi klien untuk lebih semangat dalam menjalani hidup
e. Meringankan tekanan psikis klien

Sasaran :

Sasaran intervensi adalah orang orang yang dijadikan target pengubahan atau pengaruh
agar tujuan intervensi bisa tercapai. Sasaran dalam intervensi pada kasus ini adalah
a. Klien T yang akan diintervensi langsung oleh praktikan sebagaimana orang yang
mengalami permasalahan fakir miskin agar dapat meningkatkan keberfungsian
sosial.
b. Keluarganya yaitu suami klien T, anaknya yang akan menjadi support bagi klien T
untuk bisa memotivasi dan memberikan dukungan agar tujuan intervensi tercapai.
Nama Program atau Kegiatan Intervensi
Setelah melakukan berbagai tahapan dan kegiatan sebelumnya seperti wawancara,
observasi, dan studi dokumentasi dalam rangka penggalian masalah klien T, maka
praktikan kemudian mengelola informasi yang ada untuk dapat ditindaklanjuti pada
proses intervensi untuk memecahkan permasalahan klien T. Sebagai bentuk tindak
lanjut, praktikan menentukan nama kegiatan yang akan dilaksanakan Nama kegiatan
yang dirancang oleh Praktikan bersama dengan klien adalah Program “Dukungan
Psikososial Fakir Miskin dan Peningkatan Keberfungsian”.
Fokus utama dari diadakannya kegiatan ini adalah untuk memberikan pertolongan
pengubahan perilaku kepada klien T sebagai seorang Fakir Miskin yang memiliki
tekanan psikis karena klien T merasa memiliki beban tanggung jawab dimana terjadi
keterpurukan ekonomi dalam keluarganya karena anak klien T mengalami phk di
masa pandemi covid-19 ini dan keadaan seperti ini memaksa klien T harus memiliki
penghasilan untuk membantu perekonomian keluarganya, karena keluarga klien T
tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan keluarganya dengan hanya bergantung dari
hasil penghasilan suaminya saja. Untuk itu diadakannya kegiatan ini melalui upaya
pemberdayaan dan penguatan diri yang positif bersama dengan keluarga sebagai
lingkungan sosial hal tersebut diharapkan dapat membantu menciptakan keluarga
sejahtera.

Metode dan Teknik :

Metode dan teknik yang digunakan oleh praktikan adalah :

1. Metode

Metode yang digunakan dalam proses penanganan masalah “T” adalah metode
Social Case Work dimana kegiatan ini adalah salah satu cara pokok pekerjaan
sosial yang dipergunakan untuk membantu individu dan keluarga agar mereka
dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi di dalam kehidupan sosialnya
secara lebih efektif. Metode Social Case Work dianggap sebagai metode yang
tepat karena permasalahan yang perlu dipecahkan berada dalam ruang lingkup
individu.
2. Teknik

a. Small Talk
Teknik ini digunakan oleh praktikan saat akan memulai sesi
konseling. Tujuan utama dari small talk adalah terciptanya suatu suasana
yang dapat memberikan kemudahan bagi praktikan dengan klien untuk
melakukan pembicaraan hingga larut dan dapat memberikan suasana yang
nyaman bagi klien untuk dapat mengungkapkan perasaan-perasaannya.

b. Ventilation
Teknik ini digunakan oleh praktikan untuk membawa ke permukaan
perasaan-perasaan dan sikap-sikap yang diperlukan, sehingga perasaan-
perasaan dan sikap-sikap tersebut dapat mengurangi masalah yang dihadapi
klien.

c. Support
Teknik ini digunakan oleh praktikan untuk memberikan semangat,
menyokong dan mendorong aspek-aspek dari fungsi klien, seperti kekuatan-
kekuatan internalnya, cara berperilaku dan hubungannya dengan orang lain.

d. Reassurance
Teknik ini digunakan untuk memberikan jaminan kepada klien bahwa
situasi yang diperjuangkannya dapat dicapai pemecahannya dan klien
mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalahnya.

e. Logical Discussion

Teknik ini digunakan untuk memberikan kemampuan berpikir dan


bernalar, untuk memahami dan menilai fakta dari suatu masalah, untuk
melihat kemungkinan alternative pemecahannya dan untuk mengantisipasi
serta melihat konsekuensi-konsekuensi dalam mengevaluasi hasilnya.

f. Advice Giving and Counseling


Teknik ini berhubungan dengan upaya memberikan pendapat yang
didasarkan pada pengalaman pribadi atau hasil pengamatan pekerja sosial dan
upaya meningkatkan suatu gagasan yang didasarkan pada pendapat-pendapat
atau digambarkan dari pengetahuan profesional.

g. Encouragement
Adalah memberikan dorongan atau membantu orang lain untuk mengatasi
ketakutan, berupa pernyataan-pernyataan yang mengungkapkan keyakinan
bahwa klien mampu mengatasi hambatan. Praktikan kemudian menceritakan
kepada klien T dengan cara keterampilan komunikasi pekerjaan sosial
menunjukkan empati dan simpati. Praktikan memberikan semangat dan
kekuatan bahwa saatnya klien harus kuat dihadapan keluarga klien T.
Meskipun akan sulit tetapi klien T harus mampu melakukan demi kebaikan
keluarga dan menjadikan keluarga sebagai dorongan melakuakn yang terbaik.

Sistem dasar praktik :

Sistem dasar praktik pekerjaan sosial dalam proses pertolongan pekerjaan sosial ini
untuk mencapai tujuan intervensi dari permasalahan klien T sebagai berikut:
a. Sistem Klien (The Client System)
Sistem klien merupakan sistem yang akan mendapatkan pertolongan atau bantuan
dalam menyelesaikan masalah. Klien T merupakan individu atau orang yang
mendapatkan pelayanan dari pelaksanaan perubahan atau yang menjadi sistem
klien pada kasus ini.
b. Sistem Kegiatan (The Action System)
Sistem kegiatan merujuk pada orang-orang yang secara bersama-sama untuk
melaksanakan usaha-usaha perubahan melalui pelaksanaan tugas-tugas atau
program kegiatan. Pada kasus ini, sistem kegiatan yaitu klien T bersama dengan
Praktikan.
c. Sistem Sasaran (The Target System)
Sistem Sasaran adalah orang-orang yang dijadikan target sasaran perubahan agar
tujuan intervensi dapat tercapai. Sistem pelaksana selain klien T juga melibatkan
keluarga klien T untuk membantu proses intervensi sebagai support. Keluarga
klien T diantaranya suami Klien T yaitu pak S, dan anaknya yaitu A.
d. Sistem Pelaksana Perubahan (Change Agent System)
Sistem pelaksana perubahan dalam kasus ni memberikan bantuan atas dasar keahlian
yang berbeda-beda dan bekerja dengan sistem yang berbeda ukurannya. Sistem
perubahan dalam kasus ini yaitu Praktikan.

3.1.4 Perancangan / Skenario Intervensi


Pelaksanaan intervensi dilaksanakan berdasarkan rencana intervensi yang telah
disusun. Pelaksanaan program intervensi terhadap permasalahan-permasalahan, dan
potensi-potensi yang dimiliki klien T untuk memecahkan permasalahan klien. Kegiatan
Pelaksanaan Intervensi dilaksanakan bersama dengan sistem dasar praktik pekerjaan
sosial. Kegiatan “Dukungan Psikososial Fakir Miskin” yang diberikan terfokus pada
upaya peningkatan kemampuan klien dan pengungkapan tekanan dalam keterbatasan
pemenuhan kebutuhan dasar keluarga klien T. Praktikan dalam melaksanakan intervensi
dibarengi dengan skills dan keterampilan dalam menangani permasalahan.

1). Menyiapkan ruang intervensi/pengubahan perilaku, sarana prasarana.

a) Sarana Prasarana :
Ruang intervensi yang akan digunakan adalah ruangan yang
nyaman dan tenang, terjaga privasinya, tidak panas, tidak sempit pula,
tidak berisik, bukan tempat yang ramai namun klien harus terasa aman
dan senyaman mungkin. Ruangan yang disetting untuk melakukan teknik
(konseling) disesuaikan dengan kebutuhan praktikan dimana praktikan
menyiapkan kursi, alat tulis, pengharum ruangan maupun sarana dan
prasarana lain untuk membantu dalam proses intervensi. Ruangan dibuat
senyaman mungkin agar klien bisa fokus pada pemecahan masalahnya
dan tidak terganggu apapun sehingga klien merasa tenang ketika
mencurahkan isi hati dan permasalahannya

2) Melakukan intervensi dengan tahapan :


a) Membangun relasi pertolongan dengan sistem dasar praktik peksos.
Sebelum melakukan intervensi dengan beberapa kegiatan,
praktikan harus membangun kontak atau relasi yang positif dengan
sasaran. Kegiatan membangun relasi pertolongan dilaksanakan lebih
lanjut dilaksanakan disetiap mengawali kegiatan. Praktikan membangun
relasi dengan klien T dan Keluarga Klien T yang merupakan lingkungan
terdekat klien T sebagai sistem dasar praktik pekerjaan sosial. Praktikan
mengawali intervensi dengan small talk kepada klien T agar terciptanya
trustbuilding antar satu sama lainnya sebagai landasan bekerjasama
dalam proses pertolongan
b) Melakukan Kegiatan konseling menggunakan teknik pengubahan
perilaku :

1. Tahap Kesadaran Masalah (Problem Awareness)


Pada tahap ini, klien T harus menyatakan tentang dirinya dengan
menggunakan teknik small talk dan ventilation. Saat memulai
konseling praktikan harus menciptakan Trust Building terhadap klien
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan basa-basi tentang
keseharian klien yang perlahan-lahan akan menjurus kearah
permasalahan klien. Klien didorong untuk mengungkapkan
permasalahannya dan keinginan melakukan perubahan ke arah yang
lebih baik dengan cara ventilation memberikan pertanyaan-
pertanyaan atau memancing klien untuk membuatnya menceritakan
segala keluh kesahnya dan mengungkapkan perasaan-perasaannya.
Dalam kasus ini, klien T disebut dengan klien atau konseli.
Sedangkan praktikan disebut dengan konselor. Klien kemudian
diarahkan untuk merenungkan kesalahan dirinya agar dapat
menerima situasi permasalahannya untuk melakukan perubahan
dengan meningkatkan motivasi bekerja dan mencari pekerjaan tetap.
Praktikan mendorong klien hingga klien mampu menyatakan
diirinya mempunyai masalah dan perlu mengatasi masalahya dengan
menyanggupi pelaksanaan intervensi pekerjaan sosial untuk dirinya
dan keluarganya. Sebagaimana klien TJ susah mengungkapkan
permasalahan psikis karena tekanan keadaan ekonominya dan
ditambah rasa terbebani lainnya akibat anaknya telah di phk karena
pandemi covid-19.

2. Tahap Relasi Dengan Konselor atau Praktikan (Relationship


to Counselor)
Tahapan selanjutnya kemudian dari hasil pada tahapan problem
awareness, didapatkan bahwa klien merasa dirinya bermasalah dan
ingin segera mengakhiri apa yang ia rasakan karena
tanggunjawabnya untuk membantu perekonomian keluarganya.
Sehingga, klien T menyetujui bahwa ia harus melakukan perubahan
ke arah yang lebih baik dari segala hal yang telah didapatkan.
Dalam hal ini, praktikan sebagai konselor kemudian menjembatani
untuk membantu klien dalam memecahkan masalah bersama-sama.
Klien T harus mampu menyatakan bahwa dengan adanya praktikan
akan membantunya.

3. Tahap Motivasi (motivation)


Telah terbentuknya kepercayaan antara konselor dan konseli, maka
tahap berikutnya yang harus dilakukan praktikan adalah memotivasi
klien T untuk dapat mengupayakan dalam menumbuhkan motivasi
dalam mencari alternatif pemecahan bersama. Maka, dengan
meningkatkan motivasi dalam diri klien bertujuan untuk membantu
klien untuk mengembangkan situasi positif yang telah dibentuk dari
awal berhubungan kerja dengan klien agar konseling yang
dilakukan dapat berjalan efektif. Dalam tahap ini juga, klien T
didorong untuk mampu membangun self-esteem (kepercayaan diri
klien T tentang harga dirinya) yang positif bila dihadapkan dengan
realita hidup. Teknik yang digunakan dalam tahap ini adalah
support dan encouragement. Dimana praktikan memberikan
dukungan semangat dan menyakinkan klien bahwa klien T pasti
bisa. Serta praktikan memberikan dorongan motivasi agar tidak
mudah menyerah.
4. Tahap Implementasi
Lanjutan dari teknik support, praktikan menggunakan teknik
reassurance yaitu meyakinkan klien bahwa situasi-situasi yang saat
ini dirasa sulit oleh klien akan segera diketemukan pemecahannya.
Setelah itu, praktikan juga memberikan kesempatan kepada klien
untuk menentukan nasibnya sendiri (self-determination) atau apa
yang ingin klien lakukan untuk mengubah perilakunya dengan
caranya sendiri. walaupun klien telah mendapat tekanan psikis dan
ekonomi maka dibuatlah beberapa alternatif strategi yang telah
dihasilkan dari diskusi bersama klien dengan melakukan upaya
Intensif melakukan konsultasi individu dengan terapi terkait tekanan
psikis akibat klien merasa terbebani akan tanggung jawab dalam
membantu menambah penghasilan suaminya agar dapat bertahan
dalam memenuhi kebutuhan pangan . Alternatif ini menggunakan
advice giving and counseling seperti yang dilakukan saat ini, melalui
pendampingan oleh praktikan dan keluarga. Dan rutin mejalani
manajemen stress melalui teknik terapi realitas. Praktikan juga
memberikan dukungan klien agar klien T menempatkan dirinya
dalam situasi dimana setiap individu terlepas dari apapun situasinya
baik “kaya” maupun “miskin” memiliki kesempatan untuk
menemukan dan mengembangkan kemampuan mereka dan
mengevaluasi ulang kepercayaan diri mereka dan asumsi diri sendiri
maupun orang lain terhadap keluarga klien T. Selanjutnya klien T
harus mampu memeriksa dan menguji kecenderungannya melihat
keadaan negatif yang dirasakannya dan bagaimana hal itu
memengaruhi hidupnya. Sehingga saat ini klien T harus mendorong
dan mengembangkan visi self-growth untuk maju dan tidak ada
keraguan dalam meraih hidup yang lebih baik dengan cara-cara yang
ada melalui teknik reassurance. Sesi ini diakhiri dan kemudian
dilanjutkan dengan mendampingi klien untuk menghubungkan klien
T kepada Psikolog atau kepada mental health konselor yang dapat
memberikannya meringankan atau menyembuhkan tekanan psikis
yang klien alami.

3) Pemberian kesempatan klien untuk mengaktualisasikan diri

Saat sasaran sistem dasar praktik pekerjaan sosial melaksanakan kegiatan intervensi,
praktikan memberikan kesempatan kepada klien untuk menyampaikan perasaan,
keinginan, dan pendapatnya tentang permasalahannya. Praktikan juga membebaskan
klien T untuk mengekspresikan dirinya dalam setiap tahap kegiatan intervensi.
Praktikan juga menerapkan prinsip self-determination kepada klien T dan keluarga
dalam menjalankan kegiatan konseling agar dapat memilih strategi yang cocok
sesuai dengan potensi dan sumber klien T. Ketika klien sudah mampu
mengaktualisasikan beberapa solusi-solusi yang dibuat, kemudian mewujudkan
keberfumgsian sosialnya dengan ikhlas, semangat, dan mandiri, praktikan akan
mengakhiri kegiatan intervensi.

Target Waktu :

Waktu pelaksanaan intervensi akan dilakukan mulai dari tanggal 25 Februari-05


Maret 2021. Pelaksanaan intervensi akan dilaksanakan mengacu kepada rencana
intervensi yang sebelumnya telah disusun oleh praktikan.

Indikator Keberhasilan :
Indikator keberhasilan atas intervensi yang dilakukan praktikan mencakup:

1) Klien mampu mengungkapkan segala perasaannya yang membuat dirinya


tertekan dan tidak bisa mengungkapkan perasaannya selama ini.
2) Klien dapat mengubah perilaku yang buruk atau kurang baik sebelumnya menjadi
perilaku yang lebih baik.
3) Klien sudah memaklumi tekanan yang ia rasakan.
4) Klien memiliki semangat dan keinginan untuk memiliki penghasilan yang dapat
membantu perekenomian keluarganya

3.1.5 Evaluasi

1) Menyiapkan alat ukur evaluasi


Untuk mengukur keberhasilan kegiatan dalam mewujudkan tujuan intervensi
dan kinerja pekerja sosial, dapat dilakukan dengan memberikan form
pengukuran kegiatan intervensi melalui suatu alat ukur evaluasi.
Pengukuran dalam evaluasi dengan mengukur keakuratan faktor-faktor
yang ingin diubah dalam intervensi. Bentuk pengukuran yang dilakukan
yaitu menghitung dan mencatat informasi faktual terkait kehadiran klien
selama proses pertolongan, tindakan perilaku klien, perasaan klien,
pendapat keluarga, dan kebermanfaatan dalam aspek keberfungsian baik
biologis, psikologis, sosial, dan spiritual yang dirasakan klien. Dalam
melalukan pengukuran tersebut, dilakukan menggunakan individualized
rating scale secara periodik perubahan dalam kondisi klien.

Alat ukur yang digunakan kemudian diorganisasikan dalam cara yang akan
memperbolehkan klien menjawab pertanyaan-pertanyaan evaluasi praktik
dan mencapai kesimpulan tentang tingkat atau derajat kesuksesan dari
intervensi yang dilakukan oleh praktikan.
Langkah-Langkah mengkostruksikan individualized rating scale , yaitu:
1) Membantu klien mengenali nilai-nilai dalam mengukur perilaku, sikap, atau
perasaan.
2) Mengidentifikasi dengan hati-hati apa yang harus diukur
3) Mengembangkan skala keberfungsian klien dari negatif ke positif.
4) Menentukan data yang akan dikumpulkan
5) Menyajikan data dalam bentuk yang dapat diinterpretasikan dengan mudah.
2) Evaluasi Proses
Praktikan melakukan evaluasi proses intervensi kepada klien dengan tujuan
mengetahui seberapa efektifnya pelaksanaan program intervensi yang praktikan
lakukan. Evaluasi proses dilakukan selama proses kegiatan intervensi. Selama
evaluasi proses, akan diukur proses perubahan apa saja yang telah tercapai
berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan. Bilamana klien belum merasa dengan
kegiatan intervensi menciptakan peningkatan keberfungsian klien dan proses
kemandirian bermanfaat sebagai upaya pemecahan masalah, maka kegiatan ini
akan dimodifikasi dengan meningkatkan konseling pada klien dengan menggali
lebih dalam informasi klien T. Kemudian mengoordinasikan dengan lebih intensif
secara tepat untuk mendukung pelaksanaan intervensi agar sesuai dengan target
keberhasilan. Penilaian pada hari terakhir ditujukan agar dapat melihat kemajuan
secara baik dari keefektivitas kegiatan intervensi.

3) Evaluasi Hasil
Dalam evaluasi ini praktikan dapat mengukur tingkat keberhasilan intervensi
yang telah diberikan. Hal itu dapat diukur dengan melihat indikator keberhasilan
dan perubahan pada perilaku klien di dalam dirinya. Hasil yang diperoleh oleh
klien selama kegiatan intervensi yaitu konseling adalah klien mampu
mengeluarkan segala perasaan dan tekanan psikis yang menjadi beban hidup klien
T, dan juga mampu termotivasi dengan dirinya untuk maju dan membantu
keluarganya agar nantinya mampu memenuhi kebutuhan pokoknya.

3.1.6 Perancangan Terminasi dan Rujukan

Terminasi ini merupakan pemutusan hubungan kerja antara praktikan dengan PPKS
setelah menemukan hasil yang diharapkan, yakni adanya perubahan yang terjadi
pada diri PPKS. Pelaksanaan terminasi dilakukan praktikan dan Peksos dengan
penjelasan bahwa kegiatan intervensi sudah selesai berdasarkan waktu intervensi
yang sudah dibuat. Kegiatan yang dilakukan praktikan dalam melakukan terminasi
kepada PPKS adalah sebagai berikut:
1) Menyampaikan batas waktu intervensi pada klien
2) Praktikan menyampaikan kepada klien bahwa pada tanggal 5 Maret 2021
merupakan pemutusan kontrak antara praktikan, Peksos dengan klien dalam
pelaksanaan intervensi.
3) Menyampaikan kekurangan dan kemajuan hasil intervensi.
4) Memberikan kesempatan pada klien untuk menyampaikan pendapatnya atas
pelayanan intervensi.
5) Praktikan melakukan pengakhiran intervensi dengan klien karena tujuan telah
tercapai

a. Ketika hasil evaluasi menunjukkan tujuan dari proses intervensi telah


tercapai, maka praktikan melakukan pengakhiran proses intervensi dan
menterminasi klien dikarenakan tujuan telah tercapai.
b. Praktikan akan berterima kasih dan meminta maaf kepada klien dan
keluarga apabila selama berpraktik bersama klien T dan keluarganya,
praktikan melakukan kesalahan baik itu perkataan maupun perbuatan.
c. Selanjutnya praktikan akan berpamitan kepada klien dan keluarga.

Rujukan

a. Jika tujuan intervensi tidak tercapai, maka praktikan akan merujuk hasil
evaluasi proses dan hasil kepada ketua RW atau Dinsos terkait guna
diproses menjadi lebih baik daripada rencana intervensi yang telah
praktikan laksanakan.
b. Setelah dilaksanakan rujukan dan diterima oleh pihak yang dituju, maka
praktikan dapat melakukan terminasi proses intervensi kepada klien.
c. Praktikan berpamitan kepada klien dan keluarga serta meminta maaf dan
berterima kasih sudah diberikan kesempatan untuk berpraktik bersama
dengan klien T dan keluarganya
3.2 Praktik Aras Mezzo
3.2.1 Engagement Intake Contract

Hari/Tanggal : Jum’at, 19 Maret 2021

Pukul : 13.00 WIB

Tempat : Posko Kelurahan Ploso

Sasaran : Fakir Miskin

Tujuan :

1. Untuk membangun relasi dengan calon klien.


2. Untuk meminta ketersediaan PPKS menjadi Informan.
3. Untuk memberikan gambaran besar dari kegiatan yang
akan dilaksanakan.

Teknik : Small talk, Reaching Out Effort by Worker

Instrumen : Informed concern, catatan.

Proses :

Dimulai dengan melakukan kontak awal dengan Kasi Kesos


dari Kelurahan Ploso untuk membicarakan klien Fakir Miskin
mana saja yang dapat di undang untuk melakukan diskusi
kelompok secara partisipatif. Lalu kemudian dilakukan wawancara
ringan kepada Kasi Kesos beserta PSM untuk menemukenali kulit
dari permasalahan yang ada pada Fakir Miskin di kelurahan Ploso
ini. Hal ini dilakukan guna mencari tahu apakah kelompok tersebut
dapat di intervensi atau tidak.

Hasil yang didapatkan adalah mendapatkan beberapa klien


Fakir Miskin di Kelurahan Ploso yang dianggap sesuai dengan
kategori klien pada tindak intervensi mezzo kali ini.

Kemudian setelah ditentukan sebagai klien intervensi mezzo,


dilakukan kontrak dengan klien melalui informed concern yang
diisi langsung oleh semua klien. Hasil dari kontrak ini kemudian
akan dilampirkan pada lampiran laporan.
Hasil :

1. Terbangunnya relasi yang baik antara praktikkan dengan


calon klien.
2. Klien sesuai dengan kriteria tujuan intervensi mezzo.
3. Calon klien kemudian ditetapkan sebagai klien.
4. Adanya kontrak antara praktikkan dengan klien
berdasarkan informed concent yang telah disetujui.

3.3 Perancangan Assesment dengan Simulasi Penerapan Teknologi Pekerjaan


Sosial Pada Permasalahan PPKS Terpilih

3.3.1 Assesment

Hari/Tanggal : Sabtu, 20 Maret 2021

Waktu : 09.00 WIB

Tempat : Rumah ketua RW

Sasaran : Fakir Miskin

Tujuan :

1. Untuk mengetahui permasalahan kelompok lebih mendalam.


2. Untuk mengetahui potensi eksternal yang berada di sekitaran kelompok.
3. Untuk mengetahui potensi dari setiap klien yang dapat menunjang
keberfungsiannya.
4. Untuk mengetahui harapan dan kebutuhan kelompok.

Teknik : Wawancara dan Observasi

Instrumen : Instrumen wawancara dan observasi

Alat : Focused Group Discussion, dan Asesmen partisipatif.

Proses :

Asesmen dilakukan sekali melalui perkumpulan dengan


pengurus inti Ibu Ibu PKK di Kelurahan Ploso dengan
memperhatikan protokol kesehatan yang sesuai dengan partisipan
yang terbatas. Alat asesmen yang digunakan adalah Focused Group
Discussion dan asesmen partisipatif. Partisipan dalam FGD antara
lain yaitu :

1. Praktikan, bertugas sebagai moderator


2. Key Person , yaitu ketua RW dusun Peden kelurahan Ploso
3. Pengusaha Sukses dibidang Konveksi, yaitu bu Riska sebagai
motivator untuk memberikan wejangan dan dorongan motivasi
4. Klien T sebagai perwakilan dari keluarga fakir miskin
5. Klien S
6. Klien A

Asesmen yang dilakukan untuk mendapat informasi


mengenai masalah, kebutuhan, potensi, dan sumber yang digunakan
untuk menyelesaikan masalah dengan proses:

1. Proses diawali dengan salam pembuka dan melakukan penjelasan


tentang maksud dan tujuan praktikan dalam melakukan kegiatan ini
dalam rangka melakukan asesmen.
2. Praktikan memberikan ijin kepada pak ketua RW untuk sambutan
3. Praktikan mengenalkan seluruh partisipan
4. Partisipan merupakan klien T dan juga klien-klien Fakir Miskin
yang ada di Kelurahan Ploso, kehadiran hanya dibatasi dikarenakan
mematuhi protokol kesehatan.
5. Pengusaha sukses dibidang konveksi yakni bu Riska
memperkenalkan diri dan memberitahu latar belakang bu Riska
secara singkat
6. Partisipan bersama praktikan mendiskusikan dan menganalisa
masalah dengan menemukenali sebab dan akibat dari masalah
tersebut. Partisipan diajak untuk menyebutkan penyebab dan akibat
yang telah ditemukan lalu kemudian dicari solusi alternatif yang
dapat di realisasikan dalam kondisi saat ini.
7. Partisipan melakukan Tanya jawab dengan bu Riska
8. Partisipan dipandu untuk mengutarakan dan mengidentifikasi hasil
yang ingin dicapai bersama jika alternatif permasalahan tidak
ditemukan atau tidak dapat dilaksanakan.
9. Partisipan dipandu untuk menggali sumber dan potensi yang
dimiliki oleh masing-masing individu yang dapat membantu dalam
mengatasi masalah yang ada.
Hasil :

1. Identitas Klien

Nama Kelompok : Kelompok FM

Ketua Kelompok : Klien “T”

Anggota Kelompok : Klien Ibu “T”

Klien Pak “S”

: Klien Ibu “A”

Alamat : Kel. Ploso, Kec. Pacitan, Kab.


Pacitan

2. Permasalahan Klien

Permasalahan yang didapat dari hasil asesmen adalah sebagai


berikut:

a. Para klien tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan yang


tetap ditambah karena masa pandemik COVID-19 ini.
b. Kurangnya keterampilan dan modal untuk memulai usaha.
c. Kurang percaya diri dalam mengembangkan potensi klien
d. Takut mengambil resiko dalam bekerja

3. Potensi dan Sumber yang Dimiliki Klien


Dari asesmen yang sudah dilakukan oleh praktikan, ditentukan
potensi yang dimiliki klien adalah sebagai berikut:

Potensi :

a. Memiliki waktu luang.

b. Mempunyai keinginan untuk meningkatkan keterampilan

c. Memiliki keterampilan dasar menjahit

Sumber :

a. Pihak Desa

b. Aset gedung aula Kelurahan

c. Rumah Konveksi milik Bu Riska

d. Bantuan alat dan bahan bidang konveksi


4. Kebutuhan Klien
Dari asesmen yang sudah dilakukan, kemudian kebutuhan yang
dibutuhkan klien adalah:

a. Membutuhkan pelatihan keterampilan secara lanjut untuk


mengolah kain yang sudah diberikan
b. Membutuhkan wadah atau sarana prasana bagi klien untuk
meingkatkan keterampilannya
c. Memerlukan pembentukan KUBE.

5. Harapan Klien
Harapan dari klien sendiri adalah dapat mengembangkan
keterampilan dan motivasi serta dorongan keinginan untuk
berusaha memenuhi kebutuhan dari klien sendiri yang mana
dapat meningkatkan keberfungsian sosial nya masing-masing
dan mendapatkan penghasilan yang tetap.

6. Fokus Masalah
Setelah dilakukan asesmen kemudian ditentukan fokus masalah yang
kemudian akan direncanakan intervensinya oleh praktikan
adalah sebagai berikut:

a. Klien membutuhkan pelatihan keterampilan secara lanjut


untuk meningkatkan skill dibidang konveksi untuk membuat
berbagai jenis pakaian seperti kemeja, jeans, jaket, kebaya,
baju batik dll.
b. Membutuhkan keterampilan dasar menjahit dan mendesain
baju
c. Memerlukan pembentukan KUBE.

3.4 Perancangan langkah-langkah penyusunan rencana intervensi permasalahan


PPKS

3.4.1 Rencana Intervensi

Tujuan Intervensi :
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari intervensi ini sendiri adalah dibentuknya kelompok usaha
bersama dari gabungan klien Fakir Miskin di kelurahan Ploso guna
mengembangkan keterampilan dan mendapatkan penghasilan tetap.
b. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dari intervensi ini sendiri adalah dengan terlaksananya:
1. Terbentuknya Kelompok Usaha Bersama,
2. Melatih keterampilan para klien dalam berkerja dibidang konveksi
sehingga dapat memiliki penghasilan tetap,
3. Menyelesaikan permasalahan kelompok Fakir Miskin ini dengan
memberikan keterampilan dan pelatihan

Sasaran Intervensi
Sasaran dari intervensi dalam intervensi yang dirancang oleh praktikkan adalah
kelompok Fakir Miskin.

Pelaksana Intervensi
Pihak-pihak yang dilibatkan dalam pelaksanaan intervensi terhadap kelompok
Fakir Miskin adalah sebagai berikut:
a. Praktikkan (mahasiswa Poltekesos Bandung),
b. Ketua RW
c. Para Fakir Miskin di kelurahan Ploso
d. Bu Riska sebagai pengusaha sukses dibidang Konveksi
e. Tim tenaga kerja bu Riska yang siap melatih

Metode dan Teknik


a. Metode
Metode yang digunakan dalam mengintervensi klien “T, S dan A” ini adalah
metode Social Group Work. Metode ini adalah dimana fokus pekerjaannya
dengan organisasi atau kelompok kecil agar dapat mengatasi
permasalahannya, hal ini dianggap cocok untuk menangani masalah klien
dikarenakan klien adalah sebuah kelompok kecil
b. Tipe
Berdasarkan dari asesmen yang telah dilakukan, kelompok yang kemudian
dibentuk adalah Educational Group yang mana fokusnya adalah
pengembangan kapasitas dari kelompok Fakir Miskin yang sudah dibentuk
dengan pelatihan keterampilan dalam bidang konveksi
c. Teknik
Teknik yang digunakan dalam intervensi ini adalah:
1. Socialization
Teknik ini digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien untuk
membentuk program terstruktur yang akan dilaksanakan dalam
kelompok.
2. Educational
Teknik ini digunakan untuk memberikan edukasi kepada kelompok terkait
pengembangan kapasitas yang dibutuhkan kelompok untuk
menjalankan programnya.
3. Konfrontasi
Teknik dimana anggota kelompok diminta untuk mengutarakan kecemasan
yang ada dalam dirinya.

Target Waktu
Rencana Intervensi disusun bersamaan dengan asesmen pada Kamis, 20 Maret
2021. Intervensi ditargetkan melalui beberapa kali pertemuan dalam jangka
waktu 30 hari dihitung dari awal mula intervensi dimulai.

Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dari intervensi pada Klien “T, S dan A” adalah:
1. Terbentuknya kelompok usaha bersama untuk menjalankan usaha
konveksi atau menjadi pekerja di bidang usaha konveksi
2. Kelompok fakir miskin mengalami perkembangan keterampilan dalam hal
jahit menjahit.
3. Masing-masing klien mendapatkan pekerjaan dan memiliki penghasilan

Hasil Rencana Intervensi


Rencana intervensi yang dilakukan menghasilkan sebuah kelompok yang kemudian
akan menjalankan program jangka panjang yang akan dijabarkan sebagai
berikut:
1. Nama Program
Setelah ditentukan gambaran dari permasalahan yang ada dalam organisasi,
ditentukan program yang akan dijalankan dalam kelompok usaha bersama
yang beranggotakan beberapa orang yang dinamakan “Konveksi Jaya”.
2. Tujuan Program
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari program ini sendiri menyelesaikan permasalahan
anggota kelompok ini guna memiliki penghasilan yang tetap dan
stabil.
b. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dari program ini sendiri adalah dengan terlaksananya:
a. Terbentuknya Kelompok Usaha Bersama,
b. Melatih keterampilan para klien dalam menjahit dan ahli
dibidang konveksi
c. Menyelesaikan permasalahan kelompok Fakir Miskin ini dengan
memberikan keterampilan dan pelatihan
3. Rincian Kegiatan
Kegiatan dilakukan dengan membentuk kelompok beranggotakan 3 orang:
Kegiatan yang berfokus pada pelatihan keterampilan kelompok Fakir Miskin
kelurahan Ploso ini dimulai dengan pengembangan kapasitas terlebih
dahulu bertahap tentang:
a. Pelatihan keterampilan dasar menjahit
4. Sistem Partisipan dan Peranannya
Partisipan dalam program ini adalah:
a. Ketua Kelompok, Bertugas untuk mengorganisir kelompok.
b. Praktikan, Bertanggungjawab atas jalannya kelompok yang telah
dibentuk.
c. Pengusaha sukses , Membina kelompok

5. Langkah-langkah Kegiatan Program


1. Tahap Pra Kelompok
Tahap awal yang dilakukan oleh praktikan yang mana bertujuan untuk
menemukenali permasalahan kelompok yang kemudian
mempersiapkan kelompok dalam menentukan tujuan dan juga
komposisi dalam kelompok.
2. Membentuk Kelompok

Praktikan membentuk kelompok untuk melakukan intervensi yang


mana kelompok adalah kelompok kecil dari Fakir Miskin terdiri dari 3
Orang.
3. Melakukan Sesi Permulaan

Kelompok khusus yang beranggotakan 3 orang yang berisi dari


memiliki permasalahan yang sama yaitu sering mengkonsumsi zat
adiktif. Hal ini dapat mempermudah proses intervensi karena
penyatuan visi adalah tujuan utama dari kelompok ini sendiri. Dalam
tahap ini praktikan memperkenalkan diri serta memberikan penjelasan
mengenai maksud dan tujuan dari dibentuknya kelompok sehingga
kelompok memiliki gambaran umum tentang kegiatan yang akan
dilakukan

4. Tahap memulai kelompok


Dalam tahap ini, praktikan memulai membangun relasi sosial dengan
anggota kelompok lebih mendalam. Selain itu praktikan juga
berdiskusi bersama anggota kelompok tentang keputusan dan nilai
yang ada dalam kelompok.
5. Tahap transisi
Pada tahap ini akan terjadi konflik yang ada di antara anggota kelompok
yang terbentuk terkait dengan tujuan dari kelompok itu sendiri. Hal ini
tidak bisa dihindari karena akan timbul keraguan dari beberapa anggota
kelompok.
6. Tahap Bekerja
Ini adalah tahap terpenting dalam kelompok. Kelompok mulai berfungsi
dengan baik dalam tahap ini. Dalam hal ini, kelompok bersama
praktikan bersama membangun kembali harapan untuk tujuan
kelompok itu sendiri.
7. Tahap Evaluasi
Praktikan bersama kelompok melakukan evaluasi dari hasil yang telah
dilaksanakan.
8. Tahap Terminasi
Praktikan melakukan terminasi terhadap kelompok.

6. Jadwal Kegiatan Program


Jadwal kegiatan disusun sebagai berikut:
No. Minggu ke- Kegiatan
1 Minggu ke-1 Tahap persiapan kelompok
2 Minggu ke-2 Pertemuan sesi 1
3 Minggu ke-3 Pertemuan sesi 2
4 Minggu ke-4 Pertemuan Sesi 3
5 Pertengahan minggu ke-4 Evaluasi kelompok dan terminasi
7. Peralatan yang Dibutuhkan
Peralatan yang diperlukan oleh praktikan dalam melaksanakan praktik
pekerjaan sosial aras mezzo adalah sebagai berikut :
a. Ruangan Zoom Meeting
b. Alat tulis
c. Form inform consent
d. Form evaluasi
e. Panduan pertanyaan
f. Ruang diskusi

8. Rencana Anggaran Biaya


Berikut merupakan RAB dari kegiatan yang akan dilaksanakan
No Tahap / Kegiatan Keperluan Item Biaya (Rp.)
Print inform
3 lembar 1.500,-
consent
Print pedoman
1 pack 3.000,-
pertanyaan
1 Persiapan Print pamflet
mind-body 3 lembar 10.000,-
dan relaksasi
Alat tulis 1 pack 15.000,-
Snack 3 pack 20.000,-
2 Pertemuan Sesi 1 Snack 3 pack 20.000,-

3 Pertemuan Sesi 2 Snack 3 pack 20.000,-

4 Pertemuan Sesi 3 Snack 3 pack 20.000,-

Evaluasi dan
5 Snack 3 pack 20.000,-
Terminasi
Jumlah 129.500,-

3.5 Perancangan langkah-langkah intervensi permasalahan PPKS

3.5.1 Intervensi
Pelaksanaan Intervensi dilakukan berdasarkan rencana intervensi yang telah
disusun sebelumnya. Pelaksanaan program intervensi terhadap
permasalahan yang terjadi dari Organisasi karta adalah sebagai berikut:

1. Tahap Pra Kelompok


a. Membentuk Kelompok
Praktikan membentuk kelompok untuk melakukan intervensi yang mana
kelompok adalah kelompok kecil dari Fakir Miskin terdiri dari 3 Orang.
b. Melakukan Sesi Permulaan
Kelompok khusus yang beranggotakan 3 orang yang berisi dari memiliki
permasalahan yang sama yaitu tidak memiliki penghasilan yang tetap
dan menjamin. Hal ini dapat mempermudah proses intervensi karena
penyatuan visi adalah tujuan utama dari kelompok ini sendiri. Dalam
tahap ini praktikan memperkenalkan diri serta memberikan penjelasan
mengenai maksud dan tujuan dari dibentuknya kelompok sehingga
kelompok memiliki gambaran umum tentang kegiatan yang akan
dilakukan.
c. Mempersiapkan Pemimpin Kelompok
Praktikan memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membentuk
pemimpin kelompok dengan cara musyawarah. Hal ini ditujukan agar
pemimpin kelompok dipilih murni berdasarkan kesepakatan bersama
anggota kelompok tanpa ada campur tangan praktikan secara langsung.
d. Mempersiapkan seting fisik
Praktikan memberikan kesempatan kepada kelompok untuk menentukan
tempat dimana dapat dilakukan kegiatan edukasional terkait tujuan
kelompok juga untuk melakukan rapat kerja bersama.
2. Tahap Memulai Kelompok
a. Perkenalan ke Anggota Kelompok
Dalam kelompok perlu adanya relasi yang baik antar anggota kelompok yang
dilakukan dengan melakukan komunikasi yang baik pula. Hal ini
ditujukan untuk meminimalisir perdebatan perbedaan pendapat yang
negatif yang mana dapat merugikan kelompok itu sendiri. Perkenalan
dilakukan pada pertemuan pertama kelompok yang diadakan di aula
Kelurahan Ploso.
b. Membangun Kepercayaan
Membangun kepercayaan (Trust Building) dilakukan dengan cara
membicarakan, merumuskan, serta menetapkan aturan main selama
mengikuti kegiatan yang ada dalam kelompok. Pada kelompok kerja ini
dituntut aturan untuk disiplin dan konsekuen dalam menghadapi
permasalahan yang ada. Hal ini pula dapat mengeratkan keterikatan
antar anggota kelompok untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
Dalam hal ini, praktikan menggunakan teknik konfrontasi untuk
membuat anggota kelompok dapat mengungkapkan kecemasan yang
dirasakan sehingga anggota kelompok dapat lebih mengetahui satu sama
lain sehingga dapat saling memberikan dukungan pada masa sulit.
c. Tahap memulai dan mengakhiri sesi
Praktikan menghubungkan kelompok dengan sumber yang dapat
memberikan pelatihan tentang tujuan kelompok yang ada pada sesi 1
hingga 3. Dalam setiap materi yang diberikan mengundang narasumber
yang berbeda. Dalam memberikan pengetahuan cara menjahit dan
mendesain baju, praktikan menghubungkan kelompok dengan seorang
pengusaha konveksi ternama yaitu bu Riska yang memiliki pengetahuan
dan keterampilan dalam bidang konveksi dengan menghubungkan
kepada desainer profesional yang mana memiliki pengetahuan dalam
mendesain baju

3. Tahap Transisi
Dalam hal ini terdapat 1 anggota kelompok yang mulai jenuh dan menyebabkan
tidak konsisten dalam menjalankan kelompok. Anggota tersebut merasa
pesimis bahwa tujuan kelompok akan tercapai. Dalam hal ini praktikkan
bersama anggota kelompok yang lain mendiskusikan bersama dan
mengingatkan kembali terkait aturan yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Hal ini diharapkan dapat kembali mengeratkan relasi antar satu anggota dan
lainnya.
4. Tahap Bekerja

Pada sesi terakhir diharapkan anggota kelompok sudah dapat


mengimplementasikan ilmu yang sudah didapat dengan memulai
melakukan kerja untuk mencapai tujuan utama yang telah ditetapkan.

3.6 Perancangan langkah-langkah evaluasi

3.6.1 Evaluasi
Pelaksanaan kegiatan evaluasi dilakukan guna mengukur sejauh mana
keefektifan dari metode dan teknik intervensi yang diberikan kepada klien
terhadap keberhasilan yang telah dicapai oleh klien. Dalam hal ini evaluasi
yang dilakukan terhadap permasalahan pada kelompok adalah sebagai
berikut:

1. Evaluasi Proses
Intervensi yang telah dilakukan oleh beberapa pihak pelaksana dapat
terlaksana dengan baik dan lancar. Dukungan datang dari berbagai
pihak yang dapat mengembalikan semangat kelompok walaupun dalam
kondisi krisis. Anggota kelompok dinilai merasa antusias dalam
mengikuti tiap sesi yang sudah direncanakan.
Hambatan yang dialami dalam proses intervensi kali ini adalah kesulitan dalam
berkomunikasi secara luring dengan intens dikarenakan adanya pandemi
Covid-19 sehingga kegiatan banyak yang disertai dengan daring.
2. Evaluasi Hasil
Dari hasil intervensi terhadap kelompok, dapat dikatakan bahwa intervensi
pada kelompok berhasil. Kelompok berhasil mengimplementasikan
ilmu yang didapat dari narasumber untuk mencapai tujuannya. Namun
berkaitan dengan hal itu, diperlukan pengawasan lebih lanjut terkait
dengan konsistensi kerja dari kelompok ini sendiri.
3.7 Perancangan langkah-langkah terminasi dan rujukan

3.7.1 Terminasi

Sehubungan dengan telah berakhirnya proses intervensi yang sesuai dengan


waktu yang telah ditetapkan, dengan ini berakhir pula kegiatan Praktikum
Berbasis Laboratorium di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan Kabupaten
Pacitan yang kemudian akan dilakukan terminasi. Terminasi dilakukan pada 3
hari setelah proses intervensi berakhir. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam
kegiatan terminasi adalah sebagai berikut:
1. Memberitahukan kepada kelompok bahwa proses pendampingan
kelompok oleh praktikan sudah selesai dan kelompok sudah mencapai
tujuannya.
2. Praktikan menyampaikan kegiatan yang telah dilaksanakan selama
proses dan juga hasil yang telah dicapai. Proses terminasi berjalan
dengan lancar dengan disambut haru pilu karena telah berakhirnya masa
kerja praktikan dan kelompok Pemulung tersebut merasa sangat
bersyukur telah diberikan kepercayaan bahwa dapat berubah dan
diberikan kesempatan untuk mendapatkan pelatihan keterampilan yang
dapat membantu mereka dalam menopang kebutuhan hidupnya.

3.7.1 Rujukan

Mengingat bahwa intervensi kelompok ini sendiri bertujuan untuk


membuat basis data yang mana hasilnya tidak dapat dilihat secara
langsung, diperlukan pengawasan lebih lanjut mengenai tujuan ini.
Praktikan hanya memberikan akses bagi kelompok untuk mendapatkan
edukasi tentang pembuatan kue juga ilmu pemasaran. Sehingga
diperlukan rujukan untuk tindak lanjut dari program tersebut ke pihak
Kelurahan Ploso untuk di tindak lanjuti.
3.1 PRAKTIK ARAS MAKRO
3.1.1. Inisiasi Sosial
Hari: Jumat, 2 april 2021
Waktu : 13.00 WIB

Proses
Inisisasi sosial dilakukan untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap
praktikan, selain itu, kegiatan ini bertujuan untuk memfasilitasi warga dalam
menyampaikan berbagai masalah-masalah sosial yang sedang dialami. Inisiasi
sosial dilakukan Praktikan pada bulan april.
Kegiatan inisiasi sosial dilakukan oleh praktikan dengan mengunjungi kantor
kelurahan Ploso untuk mengetahui data PPKS dan PSKS.

Tahapan
Langkah- langkahnya adalah sebagai berikut :
a. Home visit, yaitu praktikan mengunjungi kelurahan Ploso.
b. Praktikan bertemu dengan staff kelurahan Ploso
c. Praktikan diterima dengan baik oleh staff dan kepala kelurahan Ploso
d. Praktikan menjelaskan maksud dan tujuan praktikum
e. Praktikan menjelaskan lamanya waktu praktik diadakan
f. Pihak kelurahan menerima surat rekomendasi dan izin praktik serta
mengizinkan praktikum untuk melaksanakan praktik di wilayah Dusun
Peden, kelurahan Ploso.
g. Praktikan lalu mendokumentasikan dan berpamitan untuk berkeliling di
sekitar kelurahan Ploso.

a. Tujuan
Praktikan dapat melakukan kunjungan rumah ke tokoh masyarakat secara
informal untuk mengenal lebih dalam lingkungan sekitarnya, menjalin
silaturahmi dengan masyarakat, dan memperoleh izin mengikuti kegiatan
bilamana ada kegiatan yang melibatkan tokoh masyarakat tersebut.
b. Sasaran
Yang menjadi sasaran pada tahapan kegiatan ini adalah aparat Kelurahan, tokoh
masyarakat, dan warga setempat.
c. Teknik
Teknik yang digunakan dalam tahapan inisiasi dalam kegiatan homevisit yaitu
wawancara dan observasi.
d. Proses
Praktikan bersilaturahmi dengan tokoh masyarakat di Kelurahan Ploso dengan
melakukan kunjungan kepada Ketua RW, Ketua RT, Kader PKK, dan Wakil
Ketua Karangtaruna Ploso
e. Hasil
1) Praktikan dapat melakukan kunjungan kepada Ketua RW, Ketua RT, Kader
PKK, Wakil Ketua Karangtaruna Kelurahan Ploso
2) Mendapatkan izin oleh tokoh masyarakat bilamana ada kegiatan di wilayah
Kelurahan Ploso dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.
3) Terjalinnya relasi yang baik dengan tokoh masyarakat dan warga setempat.

1. Melakukan Community Involvement


a. Tujuan
1) Kegiatan community involvement dilakukan oleh praktikan dengan maksud
terjalinnya relasi dan kepercayaan antara praktikan dan masyarakat dan
tokoh masyarakat setempat, sehingga praktikan dapat menggali
karakteristik masyarakat dan wilayah.
2) Praktikan mendapatkan dukungan dalam melaksanakan kegiatan
pengembangan masyarakat di Kelurahan Ploso.
3) Membangkitkan kembali semangat community center Kelurahan Ploso
secara bertahap.
b. Teknik
Teknik yang digunakan praktikan dalam kegiatan ini dengan cara wawancara,
observasi, dan studi dokumentasi.
c. Proses
Community Involvement atau melebur dan menyatu dengan kehidupan
masyarakat dilaksanakan oleh praktikan untuk menjalin hubungan yang baik
dan kepercayaan (trustbuilding) masyarakat Kelurahan Ploso kepada
praktikan. Adapun kegiatan yang diikuti oleh praktikan dalam rangka
mencapai tujuan kegiatan community involvement adalah:
1. Pertemuan Bersama Ibu-Ibu PKK
Praktikan mengikuti pertemuan bersama ibu-ibu PKK Kelurahan Ploso
ditemani oleh Anggota Sie Pemberdayaan Masyarakat dan PSM dalam
pembahasan program kerja PKK dan evaluasi program kerja. Kesempatan ini
dimanfaatkan oleh praktikan untuk memperkenalkan diri dan penyampaian
maksud dan tujuan praktikum laboratorium
A. Hasil Kegiatan Inisiasi:
1) Terjalinnya relasi dan hubungan silaturahmi antara praktikan dengan
aparat kelurahan, tokoh masyarakat, dan masyarakat sekitar.
2) Terbangunnya kepercayaan anatar praktikan dengan unsur-unsur penting
masyarakat di Kelurahan Ploso untuk membantu praktikan selama
pelaksanaan praktikum.
3) Tersampaikannya maksud dan tujuan dari Praktikum laboratorium
sehingga praktikan diterima untuk melaksanakan praktikum di Kelurahan
Ploso.
4) Praktikan memperoleh data dan informasi mengenai permasalahan
kesejahteraan sosial dan PSKS di Kelurahan Ploso khususnya masalah
kemiskinan (fakir miskin).
5) Tergugahnya community meeting untuk dibangkitkan kembali oleh Kasie
Pemberdayaan Masyarakat dan anggota lainnya.
6) Praktikan mendapatkan dukungan dari unsur-unsur community center
dalam melaksanakan kegiatan praktikum melalui kegiatan homevisit dan
community involvement.

Pengorganisasian Sosial
Pelaksanaan tahap pengorganisasian sosial dilaksanakan pada tanggal 30 Maret
2021 sampai 31 Maret 2021. Praktikan melakukan pengorganisasian sosial dengan
bekerjasama dengan masyarakat dalam rangka membangkitkan kesadaran
masyarakat Kelurahan Banyuanyar tentang adanya permasalahan sosial (PPKS)
dan kebutuhan masyarakat yang harus ditangani dan dilakukan perubahan, serta
potensi sumber kesejahteraan sosial (PSKS) disekitarnya. Kemudian
ditindaklanjuti dengan memanfaatkan wadah organisasi lokal dalam masyarakat
sebagai media untuk mengembangkan jejaring kerja, kemudian Tim Kerja
Masyarakat (TKM). TKM ini akan mengawal, mendampingi, dan menggerakkan
masyarakat dalam upaya pengembangan masyarakat.
Hasil-Hasil Pengorganisasi Sosial
1) Terbangunnya kembali community center yang sudah dimodifikasi dalam satu
tim kerja sesuai kebutuhan praktikan untuk pengembangan masyarakat.
2) Terorganisasinya komunikasi dan informasi dalam satu media yaitu WhatsApp
Group.
3) Adanya dukungan dan kepercayaan masyarakat, aparat kelurahan, dan tokoh
masyarakat dalam community center untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
pengembangan masyarakat.
4) Adanya kesamaan persepsi tentang PPKS dan PSKS pada setiap anggota
sasaran pengembangan masyarakat (communty center).
5) Diketahuinya masalah fakir miskin sebagai prioritas dan pilihan untuk ditangani
dengan pengembangan masyarakat oleh community center.
6) Teridentifikasinya organisasi lokal dan pemimpin lokal yang menjadi kunci di
Kelurahan Ploso sebagai PSKS dalam rangka pengembangan masyarakat untuk
peningkatkan kesejahteraan sosial.

3.1.2. Penerapan Assesmen


Hari : Rabu, 7 April 2021
Waktu : 09.00 WIB
Teknologi : Metode Partisipatory Assesment
Proses :
Asesmen merupakan pemahaman dan pengungkapan masalah melalui
kegiatan pengumpulan data, analisis data, dan pengambilan kesimpulan
berdasarkan data yang diperoleh tentang permasalahan, kebutuhan, dan
perubahan yang diperlukan oleh masyarakat.
Asesmen dilakukan dengan kegiatan rembug warga yang sebelumnnya
dimulai dengan kegiatan membangun kepercayaan di masyarakat. Rembug
warga dilaksanakan di aula kelurahan Ploso. Pertemuan rembug warga
menghasilkan isu prioritas masalah sosial antara lain Fakir Miskin,
Penyandang Disabilitas, Anak Berhadapan dengan Hukum, Lanjut Usia
terlantar, Anak Jalanan.
Dari isu prioritas masalah sosial yang telah teridentifikasi, Praktikan memilih
untuk berusaha menangani Fakir Miskin. Atas saran yang telah diberikan oleh
Kasie Kesejahteraan Sosial.
Asesemen dilakukan praktikan untuk mendapatkan:
1) Masalah; memahami secara konseptual dan definisi masalah atau
kebutuhan, memahami riwayat kemunculannya (sebab-akibat), memahami
data tentang masalah baik secara kuantitatif dan informasi lainnya,
2) Populasi; memahami pihak-pihak yang terkena atau mengalami
permasalahan, memahami karakteristiknya, dan memahami apa makna
masalah bagi masyarakat atau kelompok dalam masyarakat,
3) Arena; memahami profil komunitas, membuat peta masyarakat (identifikasi
potensi, sumber, kekuatan, pihak yang mendukung, pihak menentang,
merumuskan batasan rencana perubahan yang akan dilakukan

Tahapan Asesmen dilakukan oleh Praktikan pada tanggal 07 April 2021


sampai 08 April 2021 dengan community center atau biasanya disebut
dengan Tim Kerja Masyarakat selama pelaksanaan praktikum. Asesmen
yang dilakukan oleh praktikum menggunakan teknologi pekerjaan sosial
yaitu Technology of Participatory (ToP). Asesmen yang dilakukan oleh
Praktikan dan TKM memfokuskan pada masalah kemiskinan pada fakir
miskin sebagai tindak lanjut konsensus sebelumnya

A. Skenario langkah-langkah Asessmen:


1. Praktikan menyiapkan ruangan, sarana dan prasarana observasi dan
wawancara pada klien
Praktikan menyiapkan tempat untuk pelaksanaan asesmen dengan
community center atau TKM di balai desa Kelurahan Ploso. Praktikan
menyiapkan beberapa sarana prasarana lainnya dengan seperti peralatan
Alat Tulis Kantor (Spidol besar dan kecil, Metacard, Kertas Plano, Double
Tap, Pena) dan penunjang seperti snack, dan lainnya. Praktikan
menyiapkan ruangan senyaman, dan tentunya mematuhi protokol
kesehatan. Masing-masing asesmen memiliki notulen yang bertugas
mencatat hasil proses diskusi, satu orang dari praktikan dan satu orang dari
perwakilan community center yang hadir.

2. Melakukan observasi dan wawancara dengan komunitas menggunakan


teknologi pekerjaan sosial (Technology of Participatory)
Proses penggalian masalah pada asesmen komunitas dilakukan dalam beberapa
teknik, yaitu:
a. Wawancara
Praktikan melakukan asesmen dengan teknik wawancara baik di tahap
asesmen awal maupun asesmen lanjutan. Praktikan melakukan wawancara
dengan community center yang dapat membantu mendapatkan informasi
mengenai permasalahan sosial kemiskinan. Tujuannya untuk mengetahui
permasalahan sosial fakir miskin dan kemiskinannya, kebutuhan fakir
miskin, sistem sumber yang terdapat di wilayah setempat sehingga
mempermudah praktikan dan TKM untuk melakukan upaya perubahan.
Pada asesmen dengan wawancara, praktikan memberikan beberapa
pertanyaan yang terstruktur melalui diskusi timbal balik, diskusi kelompok
community meeting, dan penentuan penggunaan sistem sumber untuk
melakukan pengembangan masyarakat dalam masalah fakir miskin.
Praktikan melakukan asesmen awal yang diperdalam dengan berbekal data
awal dari pihak kelurahan dan modifikasi pada saat homevisit kepada tokoh
masyarakat setempat mengenai PPKS, PSKS, dan permasalahan sosial
lainnya yang teridentifikasi selama tahap inisiasi dan tahap
pengorganisasian sosial. Kemudian wawancara dalam asesmen lanjutan
dilakukan dengan diskusi interaktif antar anggota community center dari
pertanyaan-pertanyaan praktikan, baik faktor penyebab, kebutuhan, akibat
permasalahan, dan solusi dalam masalah fakir miskin.
b. Observasi
Observasi dilakukan saat melakukan asesmen ini dengan mengobservasi setiap
tokoh masyarakat ketika menyampaikan pendapat atau opini, kemudian
mengamati juga pada pada lingkungan sekitar beserta kondisinya saat
melakukan homevisit sebelumnya. Pihak-pihak yang diobservasi diantaranya
adalah fakir miskin dan PSKS yang telah disebutkan dalam asesmen. Praktikan
mengobservasi secara luas dari hasil pengamatan disekitar tempat tinggal
praktikan, tidak melaksanakan door to door untuk mencegah penyebaran
covid-19.

c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi yang dilakukan oleh praktikan yaitu mengumpulkan
berbagai dokumen yang berkaitan dengan kegiatan praktikum laboratorium.
Praktikan berkunjung ke Kelurahan Ploso untuk meminta dokumen yang
dapat dijadikan data dalam pelaksanaan asesmen. Praktikan mendapatkan
data tentang fakir miskin, Penyandang Disabilitas, Anak Berhadapan
dengan Hukum, Lanjut Usia terlantar, Anak Jalanan.

3. Asesmen Lanjutan
Asesmen lanjutan dengan Tahapan Lokakarya atau Workshop untuk
pembuatan keputusan untuk penangan fakir miskin melalui community center.
Tahapan ini memiliki topik yaitu Peran Community Center dalam Mengatasi
Masalah Fakir Miskin. Tujuannya adalah menggali dan mengidentifikasikan
secara lebih dalam hasil dari tahap sebelumnya tentang masalah, kebutuhan,
sumber, dan potensi pada fakir miskin di Kelurahan Ploso. Langkah-Langkah
tahapan Lokakarya
1) Tahap Konteks
Praktikan yang sudah membagikan materi tentang fakir miskin dan hasil diskusi,
meminta peserta asesmen untuk menjawab pertanyaan fokus yaitu
“Mengapa masalah fakir harus segera diselesaikan melalui suatu program
pengembangan/pemberdayaan masyarakat?”. Praktikan memberikan waktu
15 menit untuk memikirkan jawaban sesuai gagasan dan persepsi peserta
agar nantinya seluruh peserta dapat berperan aktif menyumbang idenya.
2) Tahap Brainstroming (curah ide)
Praktikan kemudian meminta peserta asesmen baik interest group maupun
perwakilan target group untuk menuliskan jawaban-jawaban yang sudah
dirumuskan peserta asesmen dengan berdiskusi dengan peserta lainnnya
sebanyak 4-5 idenya pada kertas metacard.
3) Tahap Kategorisasi (Clustering):
Praktikan juga menambahkan untuk mengkategorisasikan hasil jawaban dari
peserta asesmen dengan judul sementara yang dirumuskan secara intuitif
oleh peserta. Praktikan merangkum tahap curah ide dan kategorisasi selama
kurang lebih 15 memikirkan secara individu kemudian 35
mengategorisasikan dan menyeleksi jawaban bersama kelompok
4) Tahap Penamaan (Title/Pemberian Judul)
Setelah selesai menjawab pertanyaan fokus, praktikan meminta peserta asesmen
untuk menempelkan hasil diskusi dan jawaban ke kertas plano. Dan
praktikan kemudian membantu merumuskan penamaan yang sesuai dengan
jawaban peserta asesmen, seperti masalah (sebab-akibat), kebutuhan, dan
solusi untuk penanganan fakir miskin.
5) Tahap Refleksi
Dari hasil refleksi tersebut, praktikan meminta konsensus kelompok dengan
diskusi singkat untuk memprioritaskan kegiatan yang akan dilakukan dalam
rangkan menindaklanjuti jawaban diskusi.

3.1.3. Penerapan Rencana Intervensi


Proses : Perencanaan ini dimulai dengan menentukan permasalahan apa
yang telah ditentukam berdasarkan dari hasil asesmen yang akan di
intervensi.
Praktikan menentukan beberapa masalah yang akan di intervensi yaitu keluarga
yang belum memahami tentang masalah Fakir Miskin. Rencana intervensi
yang akan dilakukan adalah terkait penggalian masalah, kebutuhan, sebab dan
akibat.

Teknik : Technology of Participation

Tecnology of Participation adalah teknik perencanaan pengembangan


masyarakat secara partisipatif, sehingga semua pihak memiliki kesempatan
yang sama untuk mengemukakan ide dan mengapresiasi ide orang lain.

Metode ToP berfungsi untuk mendapatkan hasil dari permasalahan yang akan
di diskusikan. ToP digunakan juga dalam menghasilkan kepemilikan,
menciptakan tujuan yang jelas tentang suatu hal, membuka jalur komunikasi,
memperluas perspektif, dan mengilhami orang untuk beradaptasi dengan
lingkungan mereka.

Metode ini memiliki keunikan langka untuk menghormati keragaman dan


mengintegrasikan hal yang bertentangan dengan partispasi aktif bersama.

Teknik ini memungkinkan Anda untuk:

 Melakukan diskusi terarah


 Mendiskusikan sampai kedalaman topik
 Permukaan ide-ide baru dan solusi
 Memperdalam pemahaman beragam perspektif
 Merangsang umpan balik yang jujur

Hasil
1. Judul Kegiatan
“Pemberdayaan Fakir Miskin” dengan tujuan meningkatkan kualitas
hidup, kemandirian dan kesejahteraan fakir miskin. Kegiatan ini dilakukan
melalui kerjasama dari perangkat desa, perangkat kelurahan dan peran
pengusaha konveksi

2. Tujuan Kegiatan
Tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah untuk membangun tanggung
jawab sosial masyarakat terhadap fakir miskin, meningkatkan kesadaran
masyarkat tentang pentingnya membantu sesama warganya yang kurang
mampu, serta meningkatkan mutu kualitas hidup seorang fakir miskin
dengan diberi bekal keterampilan agar mereka mampu sadar mandiri
berusaha memperoleh penghasilan untuk meningkatkan kualitas hidupnya

3. Pihak-pihak pendukung
a) Pemerintah Desa kelurahan Ploso
b) PKK
c) Usaha di bidang konveksi

4. Masalah

a) Susah dalam memenuhi kebutuhan sehari hari


b) Kurangnya keterampilan
c) Tidak memiliki lapangan pekerjaan

5. Kebutuhan

a) Pelatihan keterampilan
b) Lapangan pekerjaan

6. Sebab

a) Pemutusan hubungan kerja (PHK)


b) Memiliki riwayat pendidikan yang rendah
c) Pasrah dengan kondisi

7. Akibat

a) Meningkatnya jumlah pengangguran


b) Berpotensi menjadi WTS
c) Berpotensi menjadi ODGJ
d) Berpotensi meningkatnya angka kriminalitas
3.1.4. Perancangan Intervensi
Hari: Sabtu, 10 April 2021
Waktu : 08.00 WIB
Tempat : Balai desa Ploso
Tujuan : Tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah untuk membangun
tanggung jawab sosial masyarakat terhadap fakir miskin, meningkatkan
kesadaran masyarkat tentang pentingnya membantu sesama warganya yang
kurang mampu, serta meningkatkan mutu kualitas hidup seorang fakir miskin
dengan diberi bekal keterampilan agar mereka mampu sadar mandiri berusaha
memperoleh penghasilan untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Sarana dan Prasarana :


- Aula
- LCD/Infokus
- Laptop
- Papan tulis
- Spidol
- Alat pengeras suara
- Disinfektan
- Alat untuk mencuci tangan
- Alat pendukung lainnya

a. Langkah-Langkah kegiatan
1. Tahap Persiapan
Langkah awal untuk menjalankan kegiatan adalah menentukan pengurus,
dalam pelaksanaannya praktikan menggunakan media rembug warga
yang dihadiri perangkat desa, perangkat kelurahan dan peran pengusaha
konveksi dan perwakilan masyarakat.

2. Tahap Pelaksanaan
a. Penyuluhan dasar tentang ilmu dibidang konveksi
b. Penyuluhan dasar tentang berbagai alat dan bahan konveksi
c. Pelatihan teknik teknik keterampilan dalam menjahit
d. Pelatihan cara membuat baju dari berbagai ragam kain
e. Pelatihan cara menjahit jeans dll.

3. Tahap Pengakhiran
Pada tahap ini dilakukan kegiatan evaluasi untk melihat apakah program
yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan ataukah tidak. Selain itu, tahap
ini juga mengidentifikasi ketercapaian program yang telah dilaksanakan
dan mengukur bagaimana tingkat keberhasilan masyarakat terkait
dengan program ini.

b. Strategi dan Taktik

Strategi yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah strategi


kolaborasi dengan menggunakan taktik:
1. Implementasi, yaitu pelaksanaan kerjasama sistem kegiatan (berbagai
pihak yang dilibatkan dalam kegiatan) dengan populasi/kelompok
sasaran untuk melakukan perubahan untuk memecahkan masalah yang
disepakati dengan alokasi dan distrubusi sumber.
2. Pengembangan kapasitas dengan pengembangan partisipasi dan
pemberdayaan.
a. Sistem Partisipan, terdiri dari:
1. Inisiator: Masyarakat
2. Praktikan POLTEKESOS Bandung
3. Dukungan Sumber: Pemerintahan Desa, PKK, Tokoh Masyarakat
4. Pengawasan: Masyarakat dan tokoh masyarakat meliputi ketua RW,
ketua RT, tokoh agama dan tokoh pemuda
5. Sasaran: Keluarga yang tidak mampu
6. Pelaksana kegiatan: Tim Kerja Masyarakat (TKM) dan Tim Konveksi
Bu Riska

3.1.5. Perancangan Evaluasi

Evaluasi adalah suatu proses penilaian akan keberhasilan intervensi yang


sudah dilaksanakan baik dari segi evaluasi proses dan evaluasi hasil yaitu sebagai
berikut:
1. Evaluasi Proses
Intervensi yang telah dilakukan oleh beberapa pelaksana dapat terlaksana dengan
lancar, walaupun masih terdapat tahapan-tahapan dan beberapa tujuan dari
intervensi yang telah ditetapkan belum tercapai. Sehingga masih membutuhkan
bantuan dari pihak kelurahan Ploso dan Tim Usaha Konveksi untuk melanjutkan
proses yang sudah dijalankan.
Faktor – faktor pendukung keberlangsungan intervensi antara lain adalah peran
dari significant others seperti pihak pemerintah kelurahan Ploso yang
memberikan kesempatan untuk melakukan praktikum di wilayah desa Peden
kelurahan Ploso dan mendukung terhadap proses intervensi kepada praktikan.
Selain itu peran aktif dari supervisor yang selalu memberikan arahan dan
bimbingan sehingga memudahkan praktikan dalam melaksanakan proses
pelaksanaan intervensi.
Evaluasi pada proses intervensi sosial yaitu proses penilaian yang diberikan atas
derajat keberhasilan proses. Selama pelatihan keterampilan diberikan praktikan
bersama komunitas setiap kali pertemuan akan melakukan evaluasi proses,
dimana evaluasi proses yang didapat mengenai anggota komunitas ada yang
belum paham dan mengerti sehingga harus diberikan pelatihan ulang oleh
anggota kelompok yang sudah paham ketika dilapangan.
2. Evaluasi Hasil
Dari hasil intervensi yang dilakukan praktikan terhadap masyarakat RT 02
RW 06 desa Peden kelurahan Ploso dengan menggunakan metode dan teknik
pekerjaan sosial maka berdasarkan pengamatan praktikan setelah dilakukannya
penyuluhan dan pelatihan kepada warga fakir miskin, warga fakir miskin sudah
mulai dilakukan penjaringan tenaga kerja konveksi diberbagai wilayah

1.3.3. Perancangan Terminasi dan Rujukan

1. Terminasi

Sehubungan proses intervensi sudah selesai sesuai dengan waktu yang telah
disepakati dan bertepatan dengan berakhirnya kegiatan Praktikum
Laboratorium di Desa Peden Kelurahan Ploso maka dilakukan terminasi.
Hal ini dilakukan untuk menghindari ketergantungan klien terhadap
praktikan dan memberikan kesempatan kepada klien agar dapat mandiri
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi sesuai dengan kemampuan
yang dimilikinya. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan
terminasi adalah sebagai berikut:
1. Memberitahukan kepada komunitas bahwa proses intervensi telah berakhir sesuai
dengan waktu yang telah disepakati. Diberikannya penguatan kepada komunitas
untuk mempertahankan perubahan dan dapat menginternalisasikan perubahan
tersebut bagi komunitas. Sehingga cita-cita dan harapkan komunitas dapat
tercapai.
2. Melakukan pengakhiran intervensi kepada komunitas yaitu Tim Kerja
Masyarakat. Terminasi dilakukan dengan menyampaikan kepada seluruh aparatur
desa, sistem sasaran, dan TKM yang secara partisipatif terlibat dalam rangkaian
kegiatan intervensi komunitas.
3. Penyerahan laporan Individu asesmen aras makro dalam bentuk soft-file kepada
suvervisi.

2. Rujukan

Mengingat kegiatan dari perancangan pelaksanaan intervensi sudah mencapai


waktu yang telah ditentukan, maka praktikan menyerahkan kepada komunitas yaitu
kepada Pusat Kesejahteraan Sosial dan Sistem Rujukan.

3.4 Refleksi

3.4.1 Capaian Tujuan dan Manfaat yang Dirasakan Praktikan

Pada saat pelaksanaan praktikum laboratorium ini praktikan memperoleh


banyak manfaat mulai dari mendapatkan pengalaman dan pengetahuan dalam
menerapkan berbagai macam pengetahuan tentang pekerjaan sosial yang selama
ini didapatkan didalam ruang kelas (classroom teaching). Dengan
dilaksanakannya Praktikum laboratorium praktik pekerjaan sosial mikro, mezzo,
dan makro maka telah tercapainya tujuan dari praktikum tersebut yaitu,
meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan pengetahuan,
nilai dan etika serta keterampilan praktik pekerjaan sosial untuk menangani
masalah kesejahteraan sosial baik klien aras mikro, mezzo maupun makro.
Selain itu praktikan juga merasakan manfaat yang begitu besar dari praktikum
laboratorium ini, meski pelaksanaannya dilakukan secara daring, akibat dampak
dari Pandemi Covid-19. Dengan dilaksanakan praktikum laboratorium ini
praktikan dapat merasakan manfaatnya yang berupa Meningkatnya kemampuan
mahasiswa dalam mengaplikasikan pengetahuan, dan keterampilan dalam
melakukan analisis masalah sosial, penyuluhan sosial, dan analisis sumber daya
sosial.

3.4.2 Faktor Pendukung dan Penghambat

A. Faktor Pendukung
Ada beberapa faktor pendukung yang membantu praktikan selama
melaksanakan praktikan, diantaranya sebagai berikut :
1. Lingkungan tempat praktikan melaksanakan praktikum
Tempat praktikan melaksanakan praktikum tidak lain adalah tempat
praktikan lahir dan dibesarkan. Hal ini tentu saja membuat praktikan
lebih menguasai kondisi dan situasi yang ada di tempat praktikum.
2. Komunikasi dan relasi antara praktikan dan masyrakat sudah terbangun
Komunikasi dan relasi sudah terbangun sangat membantu praktikan
dalam melaksanakan praktikum. Hal ini membuat praktikan tidak
memerlukan banyak waktu utnuk beradaptasi
3. Pemerintah desa yang sangat antusias
Untuk pertama kalinya pemerintah desa mendapatkan pengetahuan
berkaitan dengan PPKS dan PSKS. Karena selama ini hanya
kemiskinanlah yang terdata sebagai penerima manfaat.

B. Faktor Penghambat
Dalam melaksanakan praktikum pasti ada berbagai hambatan. Begitu pula
dengan praktikan yang baru kali ini merasakan praktikum laboratorium.
Hambatan-hambatan tersebut antara lain :
1. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman pemerintah desa berkaitan
dengan PPKS dan PSKS.
2. Kurangnya pemahaman praktikan dalam memahami pedoman praktik
laboratorium.
3. Kurangnya bahan literasi menyebabkan praktikan agak sulit dalam
mencari kajian literatur.
4. Akibat pandemi covid-19 Praktikan merasa terbatasi dalam melakukan
kegiatan praktikum

Sulitnya menngumpulkan teman praktikan sebagai pemeran dalam penugasan


video, dikarenakan teman-teman memiliki kesibukannya masing-masing
BAB IV
PENUTUP

4.1. Simpulan Praktik


Praktikum laboratorium dilaksanakan secara outdoor di lokasi masing-masing
lingkungan tempat tinggal praktikan karena saat ini masih terjadi pembatasan
dikarenakan pandemi Covid-19. Lokasi yang dipilih oleh praktikan adalah kelurahan
Ploso, kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Praktikum ini
merupakan simulasi dari penerapan teknologi pekerjaan sosial di tiga aras yaitu aras
mikro, aras mezzo dan aras makro.
Pada aras mikro, praktikan mengambil setting simulasi Pemerlu Pelayanan
Kesejahteraan Sosial (PPKS) Fakir Miskin, praktikan menerapkan teknologi pekerjaan
sosial asesmen Biologis, Psikologis, Sosial dan Spiritual (BPSS) yang bertujuan untuk
mengetahui keberfungsian klien dari ke-empat aspek tersebut dan dilanjutkan dengan
intervensi menggunakan reward and punishment dalam perancangan/ skenario.
Pada aras mezzo, praktikan menyimulasikan teknologi pekerjaan sosial asesmen
partisipatif skala kecil dengan setting PPKS yang sama yaitu penyandang disabilitas
mental yang berada dalam lingkup keluarga. Pekerja sosial juga menjadi broker antara
klien dengan sistem sumber yang berada di lingkungan tempat tinggal klien. Dalam
perancangan/ skenario, BRSPDM “Budi Luhur” Banjarbaru menjadi tempat dimana
klien belajar bersosialisasi menggunakan teknik groupwork yaitu recreational group
sehingga klien bisa belajar bersosialisasi menggunakan cara-cara yang menyenangkan.
Pada aras Makro, praktikan menyimulasikan permasalahan yang ada di kelurahan
Guntung Payung yang berada di lingkungan tempat tinggal praktikan. Praktikan
menggunakan teknologi Methode Participatory Assessment (MPA) untuk mencari
prioritas masalah apa yang berada di kelurahan tersebut. Dalam simulasi, praktikan
menetapkan penyandang disabilitas mental sebagai prioritas masalah yang harus
ditangani karena banyaknya permasalahan di kelurahan tersebut. Praktikan lalu
merencanakan diadakannya penyuluhan mengenai disabilitas mental agar masyarakat
dan warga yang memiliki anggota keluarga disabilitas mental bisa lebih memahami
dan menghilangkan stigma yang diterima oleh penyandang disabilitas mental maupun
keluarganya. Tahapan selanjutnya dilakukan perancangan/ skenario sampai tahapan
proses pertolongan selesai.
4.2. Saran Praktik Laboratorium
Saran untuk praktik laboratorium adalah, jika memungkinkan praktikum
laboratorium ini juga dilakukan pembelajaran/praktik mengenai penggunaan teknologi
pekerjaan sosial, karena penggunaan teknologi belum terlalu dipahami secara detil
oleh mahasiswa, sehingga dalam proses praktik nantinya mahasiswa bisa
menggunakan teknologi sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi.
Melaksanakan pembekalan dengan metode simulasi pelaksanaan tugas-tugas dalam
setiap tahap pertolongan untuk memudahkan praktikan mengimplementasi setiap tugas
tersebut serta mengurangi multi tafsir terhadap pelaksanaan tugas-tugas pada setiap
tahapan.
DAFTAR PUSTAKA

Suharto. Edi . (2009). Kemiskinan & Perlindungan Sosial di Indonesia:


Menggagas Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan,
cetakan pertama. Bandung: Alfabeta.

Suharto. Edi . (2007). Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik: Peran


Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial dalam
Mewujudkan Negara Kesejahteraan (Welfare) di Indonesia.
Bandung: Alfabeta.

Tim Dosen STKS Bandung. (2016). Metode Praktik Pekerjaan Sosial.


Bandung: STKSPress

Tim Penerjemah STKS Bandung. (2016). Teknik dan Panduan untuk Praktik
Pekerjaan Sosial. Bandung:STKSPress

Profil Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan Kabupaten Pacitan Tahun 2019

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang


Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial

Laboratorium Pekerjaan Sosial STKS Bandung. 2020. Pedoman Praktikum I:


Pekerjaan Sosial Makro, Mezzo dan Mikro Pengenalan Masalah,
Potensi, Sumber, Kebijakan dan Program Kesejahteraan Sosial.
Bandung: STKS

Keperaturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 146 / HUK / 2013


tentang Penetapan Kriteria Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan


Fakir Kemiskinan

journal.uinjkt.ac.idjournal.uinjkt.ac.id

justinlase.blogspot.comjustinlase.blogspot.com

demak58.blogspot.comdemak58.blogspot.com
LAMPIRAN LAMPIRAN

Lampiran 1
Surat Ijin Penjajakan Praktikum 1 Politeknik Kesejahtera
Lampiran 2
Surat Ijin Pelaksanaan Praktikum Labolatorium Mahasiswa Politeknik
Kesejahteraan Sosial Bandung
Lampiran 3

RENCANA AGENDA KEGIATAN PRAKTIKUM I


POLITEKNIK KESEJAHTERAAN SOSIAL (POLTEKESOS) BANDUNG
KELURAHAN PLOSO KECAMATAN PACITAN KABUPATEN PACITAN PROVINSI JAWA TIMUR

BULAN FEBRUARI

NO KEGIATAN FEBRUARI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

TAHAP PRA
LAPANGAN
(PERSIAPAN)

1 MELAKUKAN
PENJAJAKAN
DI
KELURAHAN
PLOSO

2MENGIKUTI
PEMBEKALA
N
3MENGIKUTI
BIMBINGAN
DENGAN
DOSEN
BIMBINGAN
4 ENYUSUNAN
RENCANA
KEGIATAN
PRAKTIKUM
DI
KELURAHA
N PLOSO
5PERTEMUAN
DENGAN
APARAT
KELURAHA
N UNTUK
PERIZINAN
TAHAP LAPANGAN
(PELAKSANA)
6MELAKUKAN
PENGUMPUL
AN DATA
TENTANG
PMKS DAN
PSKS DI
KELURAHA
N
7 AJIAN
LITERATUR
TENTANG
PPKS, PSKS
DAN
PEKERJAAN
SOSIAL
BAIK
UNTUK
ARAS
MIKRO,MEZ
ZO MAUPUN
MAKRO
8TAHAP PRAKTIK
PADA
PROFIL 1 –
MIKRO
(ENGAGEME
NT, INTAKE,
KONTRAK,
ASESMEN,
RENCANA
INTERVENSI
)
9PEMBUATAN
SCENARIO
VIDEO PADA
PROFIL 1 -
MIKRO
10EMBUATAN
VIDEO PADA
PROFIL 1 -
MIKRO

BULAN MARET

NO KEGIATAN MARET
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 2

10 TAHAP
PRAKTIK
PADA
PROFIL 2 –
MESSO
(ENGAGEM
ENT,
INTAKE,
KONTRAK,
ASESMEN,
RENCANA
INTERVENS
I)

11
PEMBUATAN
SCENARI
O VIDEO
PADA
PROFIL 2
– MESSO

12
PEMBUATAN
VIDEO
PADA
PROFIL 2 -
MESSO

BULAN APRIL

NO KEGIATAN APRIL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 2

13 TAHAP PRAKTIK
PADA PROFIL 3
– MAKRO
(ENGAGEMENT,
INTAKE,
KONTRAK,
ASESMEN,
RENCANA
INTERVENSI)

14
PEMBUATAN
SCENARIO
VIDEO PADA
PROFIL 3 –
MAKRO
15
PEMBUATAN
VIDEO PADA
PROFIL 3 –
MAKRO
TAHAP
PENGAKHIRAN
16
ACARA
PERPISAHAN
17
MENYUSUN
LAPORAN
INDIVIDU
KETERANGAN :

: Kegiatan

: Libur
Lampiran 4

CATATAN PROSES WAWANCARA TAHAP EIC

(TAHAP ENGAGEMENT, INTAKE, CONTRACT)

Note:
Alfan : sebagai praktikan
Pak Adib : Sebagai Ketua RW Lingkungan Peden
Bu Tukiyem : sebagai sasaran (fakir miskin)

Pemeran / Cast :
Alfan : Sebagai Praktikan
Pak Adib : Sebagai Ketua RW Lingkungan Peden
Ibu Endri : Sebagai Bu Tukiyem atau Sasaran ( Fakir Miskin )

engagement
(Praktikan datang kerumah ketua RW dan melakukan engagemen dengan pak ketua RW
tersebut serta meminta gambaran sasaran praktikan. Ketua RW kemudian memberikan
rekomendasi yang akan menjadi sasaran yaitu Bu Tukiyem.) (setting ruang tamu, POV
praktikan, dengan Key Person)
Dialog:
Alfan : Pak dari data ini, yang menurut Bapak yang benar-benar harus ditangani
permasalahan sosial dilingkungan Ploso ini kira-kira siapa ya biar bisa jadi sasaran
klien saya ?

Pak Adib : coba saya liat dulu datanya mas, ohh iya ini (sambil tunjuk data dan tandain )
bisa dibilang Ibu “Tukiyem” memiliki permasalahan sosial mas, beliau merupakan
fakir miskin, rumahnya di RT 02 sebelah kirinya ada warung sembako, jadiin aja
sasaran klien.
Alfan : okey Pak, oh iya ada kontaknya Ibuknya yg bisa dihubungin gak? biar sy buat
janji dulu sama Ibu Tukiyem siapa tau Ibuknya besok tidak ada dirumah
Pak Adib : ada nih mas nomernya ( mendikte nomor hp)

(Praktikan menghubungi Ibu Tukiyem. Dialog( lewat via telepon ):


Alfan : Assalammualaikum Ibuk selamat sore. mohon maaf sebelumnya sudah menggagu
waktu ibu melalui via telepon
Tukiyem : waalaikumsalam, ehh iya mas gapapa
Alfan : heheh iya bu perkenalkan ibu saya Alfan mahasiswa Poltekesos Bandung yang
sedang melakukan praktikum di kelurahan Ploso Dusun Pedes Ibu. Ini saya dapat nomor
ibu dari Pak Adib sebagai kader sekaligus RW di lingkungan Peden ibu .
Tukiyem : ohhh Mas Alfan ini yang kemaren diceritain sama Pak Adib ya mas, yang
mahasiswa itu. Gimana mas, ada apa?
Alfan : bener ibu. Jadi begini bu, karena saya sekarang sedang melakukan praktikum yang
berhubungan dengan masalah kesejahteraan sosial nah kebetulan saya
mendapatkan rekomendasi dari Pak RW untuk menjadika ibu sebagai informant
saya.. apa ibu bersedia menjadi infomen saya ibu ?
Tukiyem : Oh iya mas boleh boleh, besok langsung kerumah aja mas
Alfan : Alhamdulillah, berarti ibu bersedia ya bu ?
Tukiyen : iya mas
Alfan :, terimakasih banyak ya bu. nanti Informasi yang lebih lengkapnya saya sampaikan
besok ya bu?
Tukiyem : Iya mas,
Alfan : mungkin itu saja ibu, terimakasih ibu, asalamualaikum
Tukiyem : iya mas sama sama, waalakum salam

INTAKE

( Praktikan sudah berada di rumah sasaran / Bu Tukiyem )

Alfan : Assalamualaikum
Tukiyem : waalaikumsalam. Ayok ayok masuk dulu
Alfan : Baik Bu terimakasih
Tukiyem : ohh ini yah adek mahasiswa yang tlp ibu kemaren
Alfan : iya ibuu
( Setting Diruang Tamu )
Alfan : ibu gimana kabarnya, Alhamdulillah sehat kan bu ?
Tukiyem : iya dek Alhamdulillah
Alfan : saya izin perkenalan lagi yah bu walaupun kemaren udh lewat telepon saya Alfan
mahasiswa Politeknik kesejahteraan sosial Bandung. karena saya sekarang sedang
melakukan praktikum yang berhubungan dengan masalah kesejahteraan sosial
kebetulan saya mendapatkan informasi dari pak RW dan merekomendasi ibu untuk
menjadi informant saya. Kemaren di telepon ibu bilang bersedia menjadi informen
saya. Tapi saya ingin memastikan kembali apa ibu benar-benar bersedia menjadi
infomen saya :
Tukiyem : iya dek , saya sangat bersedia
Alfan : Alhamdulillah, baik karena ibu sudah bersedia maka saya akan bertanya beberapa
hal untuk gambaran ya bu.
Tukiyem : ohhh iya dek
Alfan : nama lengkap dan usia ibu berapa bu
Tukiyem : Tukiyem, umur 44 tahun
Alfan : pendidikan terakhir ibu
Tukiyem : tamatan Sd dek
Alfan : Kalau di rumah ini yang tinggal berapa orang bu
Tukiyem : 3 orang dek, saya sama suami, trus anak saya 1
Alfan : ohh terus ibu sehari-hari biasanya kerja apa bu
Tukiyem : yah jadi ibu rumah tangga aja dek tapi kadang bantu bikin kue orang. Mau kerja
apalagi dek cuman itu yang saya bisa, mau lamar kerja siapa yang mau terima tamatan sd
dek
Alfan : ohh trus kalau bapak kerjanya apa
Tukiyem : serabutan aja, yah kadang-kadang jadi kuli kalo ada panggilan disuruh nguli,
trus kalau ada orang atau tetangga yang barangnya rusak kaya tv, sound speaker,
perabotan dapur, lemari gitu gitu biasanya nyusuruh suami saya untuk diperbaiki
tapi yah upahnya ga seberapa. Jadi penghasilan gak tetap lah dek tapi kita selalu
syukuri yang penting ada buat makan sehari dek
Alfan : terus anak ibu bagaimana apa masih sekolah atau udah kerja
Tukiyem : anak saya lulusan smp dek boro boro mau dilanjutin sekolahnya uang buat
makan aja masih susah, sebenarnya kemarin sempat kerja bantuin orang jualan
jajanan kaya cilok, tahu bakso, gitu gitu dek tpi kena phk semenjak ada corona
soalnya dagangan makin sepi terus mau gamau yang punya usaha juga jualan
sendiri waktu itu trus sekarang nganggur jadi masih bergantung sama orang saya
dan suami
Alfan : ohh gitu yah bu, ibu yang sabar yah semoga anak ibuk segera mendapatkan
pekerjaan kembali. jadi dari yang ibu sampaikan tadi saya menangkap bahwa
permasalahan utama ibu itu adalah masalah ekonomi yah bu,
Tukiyem : Iya dek
Alfan : baik ibu sebelumnya terimakasih sudah tidak keberatan mau menceritakan
masalah ibu kepada saya.
Tukiyem : iya sama sama dek

CONTRACT
(Sasaran menandatangi Informed contract, dan statusny berubah menjadi klien)

Alfan : tadi ibu sudah menceritakan masalah ibu secara umum. Jadi apakah ibu ada
keinginan untuk keluar dari permasalahan yang ibu hadapin ?
Tukiyem : pengen sekali dek. adek kan mahasiswa jadi ibu percaya
Alfan : baik ibu karena ibu sudah percaya kepada sy untuk membantu
permasalahan yang ibu hadapi, jadi harapan saya kita bisa sama-sama saling
kerja sama dan kita sama-sama berusaha untuk mencari jalan keluar yang tepat
untuk keluar dari permasalahan ini.
kalau begitu ibu ini ada lembar persetujuan untuk ibu menjadi klien saya. Klien
artinya disini adalah orang yang akan ditolong untuk bisa meningkatkan
keberfungsian sosialnya ibu. Ibu kalaw setuju bisa langsung centang aja di kolom
setuju , tpi klw ibu tidak setuju ibu juga bisa centang di kolom tidak setujunya ibu
setelah itu ibu tanda tangan disini
Tukiyem: saya mah langsung setuju adek.
Alfan : baik bu terimakasih atas kepercayaannya, karena ibu sudah
menandatangani lembar persetujuannya maka ibu sekarang jadi klien saya ya
bu.
Tukiyem: baik
Alfan: Baik ibu, untuk sekarang sampai sini dulu. Nanti untuk agenda selanjutnya
kita bicarakan lagi ya bu. Kalau ibu ada hal-halyang perlu dibicarakan ibu boleh
langsung kabarin saya yah bu
Tukiyem: Baik , siap
Alfan: yasudah bu saya pamit dulu ya bu, sudah sore juga. Sebelumnya saya
berterimakasih atas kerjasamanya
Tukiyem : iya dek saya juga berterimakasih banyak atas bantuannya
Alfan : iya buk ya usdah saya pamit dulu yaa.. assalamualaikum
Tukiyem: Waalaikumsalam

Lampiran 5

CATATAN RINGKAS HASIL WAWANCARA EIC

Topik Wawancara : Fakir Miskin

Nama Narasumber :T

Hari/Tanggal : Senin 15 Februari 2021

Tempat : Lokasi Sasaran

Isi Wawancara :

Dari hasil catatan proses diatas diketahui bahwa T merupakan seorang ibu rumah
tangga yang memiliki riwayat pendidikan terakhir SD ( Sekolah dasar ). Karena
faktor ekonomi, Klien T tidak bisa melanjutkan jenjang pendidikannya sehingga
dalam keterampilan dan pengetahuannya sangatlah kurang. Hal tersebut
berpengaruh pada karir kerja klien karena untuk mendapatkan pekerjaan dengan
ijazah lulusan SD sangatlah susah bahkan untuk dijaman sekarang pun sepertinya
mustahil.

Klien T memiliki suami yang bernama S. Suami T juga memiliki riwayat


pendidikan yang sama yaitu lulusan SD ( Sekolah Dasar ) hal ini membuat sumai
T menjadi seorang buruh bebas, terkadang membantu menjadi kuli bangunan,
terkadang membantu petani menanam padi, pekerjaan tersebut memiliki
penghasilan tidak menetap. Sedangkan anak klien T yaitu A merupakan anak
tunggal. Pendidikan terakhir A hanyalah lulusan SMP karena faktor ekonomi
klien, A tidak bisa melanjutkan jenjang pendidikannya. A adalah seorang
pengangguran dan juga di umur ke 29 A belum juga menikah dikarenakan
tekanan ekonomi keluarganya yang membuat A harus memaklumi kondisinya
saat ini. Anak klien T yaitu A merupakan seorang anak tunggal yang di phk
karena pandemi covid-19. Terlebih mereka tidak pernah mendapatkan bantuan
sosial dari pemerintah serta mereka juga tidak bisa mengakses bantuan sosial
tersebut. Hal ini tentunya sangat berdampak pada perekonomian keluarga klien
karena sebelumnya saat anak klien belum di phk keluarga klien masih dirasa
cukup untuk memenuhi kebutuhannya.

Bandung, Februari 2021

Muhammad Alfan Alfarizi


18.04.003
P

Lampiran 6

Dokumentasi Kegiatan Praktikum Labolatorium Politeknik Kesejahteraan Sosial


Bandung di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan Kabupaten Pacitan

Foto 1. Bimbingan Pra Praktikum Labolatorium melalui zoom meet

Foto 2. Bimbingan Pra Praktikum melalui zoom meet


P

Foto 3. Penjajakan di kelurahan Ploso

Foto 4. Penerimaan Praktikan oleh Pihak Kelurahan Ploso


P

Foto 5. Bimbingan Praktikum

Foto 6. Praktikan bersama klien saat melakukan EIC


P

Foto 7. Kondisi rumah klien

Foto 8. Bimbingan Praktikum bersama supervisor dan Pak Pribowo


P

Foto 9. Bimbingan Praktikum bersama kelompok lain


P
P
P
P

Anda mungkin juga menyukai