Anda di halaman 1dari 10

Pemberdayaan Narapidana Lapas Kelas IIA Pekalongan melalui

pembinaan Keterampilan dalam hal mensukseskan reintegrasi dan


mengurangi residivis
Muchammad Aji Gunawan1)
aajigunawan18@gmail.com
Sandrik Puji Maulana2)

1)
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Terbuka
2)
Dosen Program Studi Karya Ilmiah, Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Terbuka
2023

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan menganalisis efektivitas program


pemberdayaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pekalongan melalui
pembinaan keterampilan sebagai strategi untuk mensukseskan reintegrasi sosial dan
mengurangi tingkat residivis. Melibatkan pendekatan kualitatif dengan wawancara
mendalam dan observasi, penelitian ini mengidentifikasi berbagai kegiatan pembinaan
keterampilan yang dilakukan di dalam lembaga sebagai upaya untuk meningkatkan
kemandirian narapidana. Temuan menunjukkan bahwa program tersebut memberikan
dampak positif terhadap perkembangan keterampilan, peningkatan rasa percaya diri, dan
perubahan sikap positif narapidana terhadap reintegrasi masyarakat. Hasil evaluasi juga
menunjukkan adanya korelasi antara partisipasi aktif dalam program keterampilan dengan
penurunan tingkat residivis. Implikasi dari penelitian ini memberikan kontribusi penting
dalam menyusun strategi pemberdayaan narapidana sebagai bagian integral dari sistem
pemasyarakatan yang lebih efektif, mendukung upaya pencegahan kriminalitas, dan
mempromosikan kembali kehidupan yang produktif di masyarakat.

Kata Kunci : Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Keterampilan, Narapidana, Pemberdayaan

PENDAHULUAN

Sistem pembinaan untuk narapidana yang biasa disebut dengan sebutan pemasyarakatan
mulai ramai dibicarakan di tahun 1964 di Konferensi di Lembang, Bandung pada tanggal 27
April 1964. Saat itu sebutan penjara berubah ke sebutan lembaga pemasyarakatan, dan pada
27 April 1964 diperingati sebagai hari pemasyarakatan (Sulhin, 2010). Menurut UU No. 12
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 ayat 1, lembaga pemasyarakatan ialah kegiatan
untuk melaksanakan pembinaan narapidana dengan berbasis pemasyarakatan, institusi, dan

1
bagaimana membangun dalam sistem peradilan pidana. Dalam lembaga pemasyarakatan ada
sistemnya disebut Sistem pemasyarakatan.

Kriminalitas dan tingkat residivis merupakan permasalahan sosial yang mendesak di


Indonesia, memerlukan solusi yang holistik untuk membangun masyarakat yang lebih adil
dan aman. Dalam menghadapi tantangan ini, peran lembaga pemasyarakatan menjadi sangat
penting, dan fokus pada pemberdayaan narapidana menunjukkan potensi untuk mengubah
dinamika tersebut. Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pekalongan, sebagai entitas sistem
pemasyarakatan nasional, menghadapi tugas berat untuk mengembangkan strategi yang
efektif dalam mengurangi tingkat residivis dan memberikan persiapan yang memadai bagi
narapidana dalam menghadapi reintegrasi sosial.

Dalam menghadapi dinamika perubahan sosial, Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA


Pekalongan merespons dengan melibatkan narapidana dalam program pemberdayaan,
khususnya melalui pembinaan keterampilan. Pembinaan keterampilan dianggap sebagai
langkah progresif untuk memberikan bekal pada narapidana agar dapat membangun
kemandirian dan kemampuan yang diperlukan untuk sukses menghadapi tantangan kehidupan
masyarakat setelah pembebasan.

Meskipun berbagai upaya positif telah diimplementasikan, kekurangan dalam penelitian


eksploratif dan analisis mendalam mengenai efektivitas program pemberdayaan narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pekalongan masih menjadi celah pengetahuan yang
perlu diisi. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki relevansi yang tinggi untuk mengisi
kekosongan pengetahuan ini dan memberikan pandangan komprehensif terhadap dampak
nyata program pemberdayaan, khususnya pembinaan keterampilan, terhadap narapidana dan
proses reintegrasi mereka.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi substansial dalam


pengembangan kebijakan pemasyarakatan yang lebih adaptif dan efektif. Dengan
mendalaminya dampak program pemberdayaan narapidana, penelitian ini bertujuan untuk
menyediakan wawasan yang lebih luas dan mendalam dalam membangun sistem
pemasyarakatan yang progresif dan proaktif, serta merangsang upaya pencegahan residivis
pada tingkat yang lebih luas dalam konteks pembangunan masyarakat yang lebih aman dan
berdaya.

2
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan pokok terkait dengan
efektivitas program pemberdayaan narapidana melalui pembinaan keterampilan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Pekalongan. Rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi program pembinaan keterampilan di Lembaga


Pemasyarakatan Kelas IIA Pekalongan dalam mendukung pemberdayaan narapidana?

2. Sejauh mana program pembinaan keterampilan berkontribusi pada peningkatan


kemandirian narapidana dalam menghadapi reintegrasi ke masyarakat?

3. Apa saja dampak positif yang teridentifikasi dari partisipasi narapidana dalam program
pembinaan keterampilan terhadap perkembangan keterampilan, perubahan sikap, dan
kesiapan mereka menghadapi reintegrasi sosial?

METODE

Metode penelitian yang diterapkan adalah metode kualitatif dengan pendekatan


deskriptif kualitatif. Fokus penelitian ini adalah menggambarkan keadaan nyata di lapangan
terkait dengan pengembangan kemandirian melalui keterampilan karir, dengan tujuan
meningkatkan profesionalisme narapidana sebagai persiapan pemulangan ke masyarakat dari
Lapas Tingkat IIA Kebumen. Penelitian kualitatif dilakukan untuk mengumpulkan data
dengan cara menggali informasi atau data tentang lokasi penelitian dari berbagai sumber.
Lokasi penelitian ini adalah UPT pemasyarakatan di Jawa Tengah, khususnya Rutan Kelas
IIA Pekalongan. Pendekatan kualitatif menitikberatkan pada penelitian yang menekankan
aspek kualitas, makna, atau nilai-nilai yang dapat dijelaskan dan diungkapkan melalui bahasa,
linguistik, atau kata-kata (Fitrah, 2017).
Dalam kerangka penelitian ini, penulis mengadopsi jenis penelitian deskriptif dengan
tujuan mendapatkan informasi mengenai gambaran Upaya Peningkatan Keterampilan
Narapidana sebagai Wujud Pembinaan Kemandirian di Rutan Kelas IIA. Desain penelitian
memberikan pandangan kepada peneliti dalam memastikan aturan terkait data informasi yang
diperlukan untuk menjawab seluruh pertanyaan penelitian. Oleh karena itu, pemilihan model
penelitian yang sesuai dapat menghasilkan penelitian yang efektif dan efisien (Hartati, 2019).
Penelitian deskriptif kualitatif difokuskan pada poin-poin tertentu dalam penjelasan
yang bersifat alami atau karangan. Dalam penelitian ini, peneliti mengamati karakteristik dan
kualitas dengan memperhatikan subjek pada variabel tertentu, menganalisis suatu
permasalahan berdasarkan wawancara, observasi, dan dokumentasi (Sukmadinata, 2011).
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam analisis penelitian, berbagai metode
digunakan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data,
yaitu observasi, wawancara, dan studi pustaka. Observasi dilakukan dengan melihat langsung
atau meninjau kondisi saat ini di Rumah Tahanan Negara, mempertimbangkan aspek yang
bersifat alami atau rekayasa. Wawancara dilakukan terhadap subjek yang relevan untuk
melengkapi dan mendukung kelengkapan data sebagai penguat asumsi pada teori yang
diterapkan. Studi pustaka dilakukan dengan menelusuri sumber-sumber secara online atau
langsung, mempertimbangkan literatur, bahan bacaan, dan dokumen-dokumen Rumah

3
Tahanan Negara terkait penelitian. Analisis data dilakukan dengan menggunakan model
Interaktif Milles & Huberman yang terdiri dari tiga tahap, yaitu: 1) reduksi data; 2) penyajian
data; dan 3) pengambilan kesimpulan (Milles & Huberman, 1985).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam upaya mencapai target pembinaan kemandirian, yakni agar narapidana


memperoleh keahlian dan keterampilan khusus sebagai persiapan bagi mereka setelah bebas,
untuk kembali dan berintegrasi dengan masyarakat setelah menjalani masa pidananya. Hal ini
bertujuan agar narapidana dapat menjadi anggota masyarakat yang berperan aktif, bebas, dan
bertanggung jawab atas diri sendiri. Oleh karena itu, diperlukan sejumlah langkah untuk
meningkatkan keterampilan narapidana yang sedang menjalani masa pidana, baik di Lapas
maupun di Rutan. Peningkatan keterampilan narapidana ini menjadi bagian integral dari
program pembinaan kemandirian.
Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keterampilan narapidana
di Rutan Kelas IIA Pekalongan antara lain melibatkan penyediaan pelatih yang kompeten
dalam bidangnya. Pemakaian instruktur yang ahli dengan kerja sama pihak ketiga dianggap
sebagai langkah yang tepat untuk meningkatkan keterampilan narapidana. Pihak Rutan dapat
bekerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja atau Lembaga Pelatihan Kerja. Selain mendapatkan
peningkatan keterampilan, pelatihan-pelatihan yang melibatkan pihak ketiga juga memberikan
sertifikat yang berguna setelah narapidana bebas. Upaya lainnya mencakup optimalisasi
sarana dan prasarana di Rutan Kelas IIA Pekalongan. Selain itu, asesmen terhadap minat dan
bakat narapidana yang akan mengikuti pelatihan kemandirian menjadi penting agar program
ini dapat berjalan secara maksimal.
Hasil wawancara dengan Kasubsi Pelayanan Tahanan, Tavip Imam Haryanto
memberikan gambaran bahwa upaya kemasyarakatan melibatkan pemberian pendidikan
keterampilan kepada warga binaan. Mereka didorong untuk berbagi ilmu dengan masyarakat
setelah pembebasan, mendukung proses integrasi yang lebih baik. Pihak Rutan juga
melaksanakan survei kepada RT, RW, dan masyarakat untuk memastikan penerimaan
kembali narapidana yang akan bebas. Inisiatif ini bertujuan menciptakan komunikasi yang
lebih baik dan membangun hubungan positif dalam masyarakat. Pendekatan semacam ini
dapat melengkapi narapidana dengan kontribusi positif setelah pembebasan mereka.
Di Lapas Kelas IIA Pekalongan, narapidana tidak hanya menerima pelatihan
keterampilan guna meningkatkan keahlian mereka, tetapi juga diberikan bekal agama yang
memadai. Langkah ini memiliki tujuan utama untuk mengurangi tingkat residivis, yaitu
perilaku kriminal yang kembali terjadi setelah narapidana dibebaskan.
Pelatihan keterampilan yang diberikan kepada narapidana bertujuan untuk
mempersiapkan mereka dengan keahlian yang dapat meningkatkan peluang pekerjaan setelah
bebas. Namun, kesadaran akan nilai-nilai agama juga dianggap krusial dalam mengurangi
risiko kembalinya narapidana ke dalam kegiatan kriminal. Oleh karena itu, pemberian bekal
agama di Lapas Kelas IIA Pekalongan bukan hanya sebagai aspek penunjang spiritual, tetapi
juga sebagai strategi preventif terhadap residivisme.
Dalam konteks ini, narapidana diberikan pendidikan agama yang mencakup aspek
moral, etika, dan nilai-nilai kehidupan yang sesuai dengan ajaran agama yang dianut. Hal ini

4
diharapkan dapat membentuk karakter yang lebih baik, serta membantu narapidana untuk
mengembangkan sikap dan perilaku yang positif setelah kembali ke masyarakat.
Pendekatan holistik yang mencakup pelatihan keterampilan dan pembekalan agama di
Lapas Kelas IIA Pekalongan menjadi bagian integral dari upaya sistemik untuk
meminimalisir tingkat residivis. Dengan demikian, narapidana diberikan kesempatan untuk
memperbaiki diri secara menyeluruh, tidak hanya dari segi keterampilan kerja, tetapi juga dari
segi spiritual dan moral, sehingga mampu berkontribusi positif ketika kembali ke tengah
masyarakat setelah menjalani masa pidananya.
Berikut beberapa kegiatan keagamaan di Lapas Kelas IIA Pekalongan

No Waktu Kegiatan Keterangan


Bangun Tidur dan
1 02.00 – 02.59 Persiapan Qiyamul Lail
Mandi
Semua Santri
2 03.00 – 04.29 Qiyamul Lail dan Tadarus Al-Qur’an
Wajib Ikut
Musholla Ponpes
3 04.30 – 04.59 Shalat Shubuh Berjamaah dan Dzikir
Darul Ulum
4 05.00 – 05.29 Khataman Uquudul Jumaan -
Pembacaan Surat Yasin / Ratibul Athos / Asmaul Semua Santri
5 05.30 – 05.59
Husna / Musyawarah Wajib Ikut
6 06.00 – 09.30 Olah Raga / Mandi / Mencuci / Makan Pagi -
7 09.31 – 09.59 Persiapan menuju Masjid At-Taubah -
Di Masjid At-Taubah
8 10.00 – 10.59 Pembelajaran Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ)
Lapas Pekalongan
Di Masjid At-Taubah
9 11.00 – 11.59 Taklim Siang
Lapas Pekalongan
Di Masjid At-Taubah
10 12.00 – 12.15 Shalat Dzuhur Berjamaah dan Dzikir
Lapas Pekalongan
Di Masjid At-Taubah
11 12.16 – 12.45 Khataman Uquudul Jumaan
Lapas Pekalongan
12 12.46 – 12.59 Kembali ke Kamar Santri -
13 13.00 – 14.59 Istirahat / Makan Siang / Nonton TV -
Shalat Ashar Berjamaah, Dzikir dan Pembacaan Musholla Ponpes
14 15.00 – 15.30
Fadhilah Amal Darul Ulum
15 15.31 – 16.30 Olah Raga / Mandi / Mencuci -
Musholla Ponpes
16 16.31 – 17.45 Tadarus Al-Qur’an
Darul Ulum
Musholla Ponpes
17 17.46 – 18.15 Shalat Maghrib Berjamaah dan Dzikir
Darul Ulum
Pembacaan Surat Al-Waqiah dan Al-Mulk / Makan
18 18.16 – 18.45 -
Malam
Musholla Ponpes
19 18.46 – 19.14 Shalat Isya Berjamaah dan Dzikir
Darul Ulum
Khataman Uquudul Jumaan / Pembacaan Kitab
Qiyamul Lail / 6 Sifat Sahabat / Muntahab Ahadist / Musholla Ponpes
20 19.15 – 19.59
Barzanji / BTQ / Darul Ulum
Surat Yasin & Tahlil / Mudzakaroh
21 20.00 – 20.59 Istirahat dan Nonton TV -
TV Dimatikan mulai
22 21.00 – 01.59 Tidur Malam
jam 21.00

5
Dari jadwal harian yang terstruktur dengan baik di Ponpes Darul Ulum, Lapas Kelas
IIA Pekalongan, dapat disimpulkan bahwa para narapidana tetap mendapatkan kegiatan
keagamaan secara rutin dan terorganisir. Setiap hari, mereka diharuskan untuk bangun pada
pukul 02.00 guna persiapan Qiyamul Lail, yang melibatkan aktivitas bangun tidur dan mandi.
Kegiatan ini diikuti oleh seluruh santri dan menjadi langkah awal dalam menjalankan rutinitas
keagamaan.
Qiyamul Lail dan Tadarus Al-Qur'an pada jam 03.00 - 04.29 menjadi momen yang
melibatkan semua santri, menegaskan bahwa kegiatan keagamaan tidak hanya menjadi
pilihan, melainkan suatu kewajiban yang harus diikuti oleh seluruh narapidana. Shalat Shubuh
berjamaah dan dzikir pada jam 04.30 - 04.59 menjadi bagian integral dari kegiatan
keagamaan harian di musholla Ponpes Darul Ulum.
Selanjutnya, terdapat berbagai kegiatan keagamaan seperti pembacaan Surat Yasin,
Ratibul Athos, Asmaul Husna, dan musyawarah pada jam 05.30 - 05.59 , yang juga diikuti
oleh semua santri sebagai bagian dari komitmen untuk meningkatkan kehidupan spiritual.
Pembelajaran Baca Tulis Al-Qur'an (BTQ) pada jam 10.00 - 10.59 dan taklim siang pada jam
11.00 - 11.59 di Masjid At-Taubah Lapas Pekalongan menunjukkan adanya upaya
pembinaan keagamaan yang melibatkan narapidana secara intensif.
Keseluruhan jadwal ini menegaskan bahwa kegiatan keagamaan menjadi elemen yang
konsisten dan menyeluruh dalam pengaturan harian narapidana di Lapas Kelas IIA
Pekalongan. Dengan melibatkan narapidana dalam kegiatan keagamaan secara rutin, Ponpes
Darul Ulum berusaha memberikan dampak positif terhadap perkembangan spiritual dan moral
mereka, sehingga diharapkan dapat membantu dalam meminimalisir tingkat residivis di masa
depan.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi penulis yang telah dianalisis, diperoleh data
dan informasi bahwa pelaksanaan program Pengembangan Keterampilan Narapidana Sebagai
Bentuk Pembinaan Kemandirian di Rutan Kelas IIA Pekalongan saat ini tetap berjalan.
Meskipun pada awalnya program pembinaan dan produksi sempat terhenti dari tahun 2020
karena suatu pandemi, saat ini program tersebut sudah berjalan seperti biasa. Kegiatan
pembinaan kemandirian di Rutan Kelas IIA Pekalongan melibatkan berbagai keterampilan,
seperti tamping kantor, menjahit, perikanan, pertukangan kayu, batik, peternakan, pertanian,
potong rambut.
Pembinaan di Rutan juga melibatkan pembimbing dan pengajar terlatih dari luar, yang
bertujuan membimbing narapidana yang belum mahir dalam bidang tertentu. Hal ini
memungkinkan narapidana yang sebelumnya belum memiliki keterampilan dapat
mendapatkan pengalaman dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Narapidana
dianggap sebagai sumber daya manusia yang dapat diaplikasikan pada berbagai aspek untuk
mencapai tujuan yang terencana. Pendekatan ini mempertimbangkan bakat, kemampuan
kerja, serta kreativitas tertentu untuk mendukung pelaksanaan program kegiatan dan
perencanaan yang disesuaikan dengan kompetensi, produktivitas kerja, dan kapabilitas
narapidana. Keberlanjutan program pembinaan di Rutan Kelas IIA Pekalongan menunjukkan
ketangguhan dan adaptasi dalam menjalankan kegiatan pembinaan kemandirian.
Tabel Jumlah Penghuni Rutan Kelas IIA Pekalongan per Desember 2022
N KETERANGAN JUMLAH

6
O
1 Laki-laki 121
2 Perempuan 0
Jumlah Narapidana 121

Data di atas menyajikan jumlah penghuni Rutan Kelas IIA Pekalongan per Desember
2022. Dalam kategori jenis kelamin, terdapat 121 narapidana laki-laki, sedangkan tidak ada
narapidana perempuan karena memang biasanya terdapat tempat terpisah antara narapidana
laki-laki dengan perempuan, sehingga total keseluruhan narapidana mencapai 121.
Mengenai hak dan kewajiban narapidana, data ini memberikan gambaran bahwa setiap
narapidana memiliki hak dan kewajiban untuk memilih keahlian atau keterampilan yang akan
dijalani selama proses penahanan. Hal ini sejalan dengan prinsip pembinaan kemandirian di
lembaga pemasyarakatan, di mana narapidana diberikan kesempatan untuk mengembangkan
diri dan mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat setelah menjalani masa pidananya.
Dengan memberikan kebebasan memilih keahlian atau keterampilan, narapidana dapat
terlibat dalam berbagai program pelatihan yang sesuai dengan minat, bakat, dan potensi
mereka. Ini tidak hanya memberikan mereka keterampilan yang dapat berguna setelah bebas,
tetapi juga menciptakan suatu lingkungan pembelajaran yang mendukung pengembangan
positif narapidana.
Pendekatan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap kehidupan
narapidana, membantu mereka mendapatkan bekal keterampilan yang dapat meningkatkan
peluang pekerjaan, serta mempersiapkan mereka untuk kembali berperan dalam masyarakat
dengan lebih baik setelah melewati masa penahanan.
Tabel Keterampilan Narapidana Lapas Kelas IIA Pekalongan
Jenis Keterampilan Jumlah
TAMPING KANTOR 3
MENJAHIT 30
PERIKANAN 8
PERTUKANGAN KAYU 3
BATIK 10
PETERNAKAN 3
PERTANIAN 6
POTONG RAMBUT 2

Berdasarkan data yang disajikan dalam tabel, dapat diuraikan bahwa narapidana di
Lapas Kelas IIA Pekalongan pada bulan November 2023 memiliki beragam pilihan
keterampilan untuk dikembangkan selama masa penahanan. Jenis keterampilan yang dipilih
mencakup berbagai bidang, yang menunjukkan adanya keberagaman minat dan potensi di
antara mereka.
Pertama, terdapat 30 narapidana yang memilih untuk mengembangkan keterampilan
menjahit. Ini menunjukkan adanya ketertarikan dan kecakapan dalam dunia fashion atau
tekstil di kalangan narapidana. Selain itu, 10 narapidana memilih untuk belajar dan mengasah

7
keterampilan dalam pembatikan, menunjukkan keberagaman pilihan keterampilan yang
melibatkan seni dan kreativitas.
Kemudian, sejumlah 8 narapidana memilih untuk terlibat dalam keterampilan
perikanan, menunjukkan adanya minat dalam sektor kelautan atau perikanan di antara mereka.
Sementara itu, keterampilan pertukangan kayu juga mendapat perhatian dari 3 narapidana,
menyoroti keinginan untuk mengembangkan keterampilan dalam bidang kerajinan kayu dan
industri pertukangan.
Beberapa narapidana juga tertarik pada sektor pertanian, dengan 6 narapidana memilih
keterampilan pertanian. Selain itu, terdapat narapidana yang memilih keterampilan tamping
kantor, peternakan, dan potong rambut, masing-masing dengan jumlah yang lebih terbatas,
yaitu 3 narapidana untuk tamping kantor, 3 narapidana untuk peternakan, dan 2 narapidana
untuk potong rambut.
Keterampilan-keterampilan ini memberikan gambaran tentang upaya narapidana untuk
mengembangkan potensi diri mereka selama masa penahanan. Program-program ini tidak
hanya memberikan keterampilan praktis, tetapi juga memberikan kesempatan untuk
pengembangan pribadi dan persiapan untuk kembali berkontribusi positif dalam masyarakat
setelah masa pidana berakhir.
Pada prinsipnya, jika penguatan keterampilan dan nilai-nilai agama berjalan beriringan
dalam pembinaan narapidana, hasil yang diharapkan dapat mencakup aspek-aspek positif
yang signifikan. Berikut adalah beberapa hasil yang mungkin diperoleh oleh narapidana
dalam skenario tersebut:
1. Pengembangan Keterampilan Praktis:
Narapidana yang mengikuti program keterampilan dapat mengembangkan
keterampilan praktis yang dapat diaplikasikan dalam dunia pekerjaan. Misalnya,
keterampilan menjahit, batik, pertanian, atau perikanan dapat membuka peluang
pekerjaan atau pengembangan usaha kecil setelah mereka bebas.
2. Peningkatan Peluang Pekerjaan:
Dengan keterampilan yang dikuasai, narapidana memiliki peluang lebih baik untuk
memperoleh pekerjaan setelah bebas. Hal ini dapat meningkatkan kemandirian
finansial mereka dan mengurangi risiko keterlibatan kembali dalam kegiatan kriminal.
3. Pemberdayaan Ekonomi:
Dengan memadukan keterampilan dan nilai-nilai agama, narapidana dapat
membangun fondasi yang lebih kokoh untuk keberhasilan ekonomi. Penguatan nilai-
nilai moral dan etika kerja dapat membantu mereka menjadi individu yang
berkontribusi positif dalam lingkungan kerja dan masyarakat
4. Pengembangan Karakter:
Penguatan nilai-nilai agama membantu membentuk karakter narapidana, menciptakan
landasan moral yang kuat. Kombinasi ini dapat memberikan dorongan untuk
menjalani kehidupan yang lebih bermakna, etis, dan bertanggung jawab.
5. Pengurangan Tingkat Residivis:
Dengan fokus pada pengembangan keterampilan dan nilai-nilai agama, diharapkan
tingkat residivis atau keterlibatan kembali dalam kejahatan dapat ditekan. Narapidana

8
yang memiliki bekal keterampilan dan nilai-nilai moral lebih mungkin berhasil
menyesuaikan diri kembali ke masyarakat.
6. Penguatan Hubungan Sosial:
Narapidana yang mengembangkan keterampilan dan nilai-nilai agama juga dapat
memperkuat hubungan sosial mereka. Hal ini dapat mempermudah reintegrasi mereka
ke dalam keluarga dan masyarakat setelah masa penahanan.

7. Peningkatan Kesejahteraan Mental dan Emosional:


Penguatan nilai-nilai agama dapat menjadi sumber dukungan mental dan emosional
bagi narapidana, membantu mereka mengatasi stres dan tekanan kehidupan setelah
bebas.
Penting untuk menekankan bahwa keberhasilan penguatan keterampilan dan nilai-nilai
agama ini sangat tergantung pada dukungan yang diberikan oleh lembaga pemasyarakatan,
pemerintah, dan masyarakat. Pendekatan holistik dan berkelanjutan adalah kunci untuk
memberikan kesempatan sebaik mungkin bagi narapidana untuk berhasil dalam reintegrasi
mereka ke dalam masyarakat.

DAMPAK POSITIF DARI KEGIATAN PEMINAAN KETERAMPILAN


Partisipasi narapidana dalam program pembinaan keterampilan dapat memiliki dampak
positif yang signifikan terhadap perkembangan keterampilan, perubahan sikap, dan kesiapan
mereka menghadapi reintegrasi sosial. Beberapa dampak positif yang dapat diidentifikasi
antara lain:
1. Pengembangan Keterampilan Praktis:
Program pembinaan keterampilan memberikan kesempatan kepada narapidana untuk
mengembangkan keterampilan praktis yang dapat diterapkan dalam berbagai bidang,
seperti menjahit, pertanian, pertukangan, atau keterampilan lainnya. Hal ini
meningkatkan daya saing mereka di pasar kerja setelah bebas.
2. Peningkatan Kemandirian Finansial:
Dengan menguasai keterampilan yang dapat memberikan mata pencaharian,
narapidana dapat menjadi lebih mandiri secara finansial. Ini dapat membantu mereka
menghadapi tantangan ekonomi setelah keluar dari penjara.
3. Peningkatan Kepercayaan Diri:
Melalui penguasaan keterampilan baru, narapidana dapat mengalami peningkatan
kepercayaan diri. Keyakinan pada kemampuan diri mereka dapat memotivasi
partisipasi aktif dalam pembinaan dan memberikan dorongan positif dalam
menghadapi tantangan di masa depan.
4. Perubahan Sikap Positif:
Program pembinaan keterampilan juga dapat membawa perubahan sikap positif.
Narapidana mungkin mengembangkan sikap positif terhadap pekerjaan, pembelajaran,
dan kemandirian, yang dapat membantu mereka membentuk pola pikir yang lebih
konstruktif.

9
5. Pengembangan Etika Kerja:
Partisipasi dalam program keterampilan dapat membentuk etika kerja yang kuat.
Narapidana belajar tentang tanggung jawab, dedikasi, dan disiplin, yang merupakan
nilai-nilai penting dalam dunia kerja.
6. Persiapan untuk Reintegrasi Sosial:
Program pembinaan keterampilan merancang kegiatan yang memberikan persiapan
konkret untuk reintegrasi sosial. Dengan memiliki keterampilan yang relevan,
narapidana dapat lebih mudah beradaptasi dengan kehidupan di masyarakat setelah
masa penahanan.
7. Pengurangan Tingkat Residivis:
Narapidana yang terlibat dalam program pembinaan keterampilan memiliki potensi
lebih rendah untuk terlibat kembali dalam kejahatan (residivis). Penguasaan
keterampilan dapat memberikan alternatif positif untuk mengisi waktu dan
meminimalkan peluang terlibat kembali dalam kegiatan kriminal.
8. Hubungan Sosial yang Lebih Baik:
Keterampilan sosial dan hubungan interpersonal dapat berkembang melalui program
pembinaan. Narapidana dapat belajar bekerja sama, berkomunikasi, dan membangun
hubungan positif dengan sesama narapidana dan pembimbing.
Penting untuk mencatat bahwa kesuksesan program ini bergantung pada dukungan
berkelanjutan dari lembaga pemasyarakatan, pemerintah, dan masyarakat. Pendekatan holistik
yang mencakup pendampingan, pekerjaan, dan dukungan reintegrasi sosial adalah kunci
untuk memberikan kesempatan sebaik mungkin bagi narapidana untuk berhasil dalam
membangun kembali hidup mereka setelah keluar dari penjara.

10

Anda mungkin juga menyukai