Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sampai saat ini, Indonesia masih menjadi bangsa yang memegang tinggi
kaidah dan nilai hokum sebagaimana telah diatur pada pasal 1 ayat (3)UUD
1945. Dalam menjalankan system kenegaraan, suatu bangsa harus mampu
melindungi segala hak yang melekat pada tiap individu. Pada upaya sebagai
pelaksanaan sebuah peraturan perundang-undangan maka diatur sebuah
kebijakan yang disahkan sesuai konstitusi. (Utami dan Wijaya, 2017).

Hukum merupakan seperangkat norma atau aturan yang memaksa dan


mengikat masyarakat melalui penjatuhan sanksi agar tujuan dari hokum dapat
tercapai. Tujuan hokum adalah memberikan kemanfaatan yang bersifat
universal dengan menciptakan ketentraman dan kedamaian dalam lingkungan
yang dapat dirasakan secara konkret oleh seluruh masyarakat (Haryanti,
2014).

Perkembangan zaman yang semakin pesat membuat adanya pergeseran


sistem tata nilai dan moral yang berlaku di masyarakat. Dampak dari pesatnya
arus globalisasi ini adalah keterpurukan ekonomi yang menuntut masyarakat
untuk memenuhi segala kebutuhannya. Individu sebagai mahluk social dalam
memenuhi segala kebutuhannya tidak terlepas adanya interaksi satu sama lain
sebagai anggota masyarakat, sehingga tidak menutup kemungkinan akan
terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh salah satu anggota masayarakat
tersebut, atau bahkan sampai kepada suatu bentuk kejahatan yang dapat
merugikan salah satu pihak.

Kejahatan menjadi bagian dari kehidupan dan peristiwa sehari-hari


masyarakat. Cicero yang merupakan salah satu filsuf mengatakan Ubi
Societas, IbiIus, Ibi Crime yang berarti ada masyarakat, ada hukum dan ada
kejahatan (Khairullah et al., 2017). Suatu kelompok akan dianggap memiliki
perilaku menyimpang apabila perilaku tersebut tidak sesuai dengan perilaku
kelompok yang lain. Perilaku menyimpang seringkali dianggap sebagai
perilaku atau perbuatan yang jahat. Batasan kejahatan jika dapat dilihat dari
sudut pandang masyarakat adalah setiap perbuatan yang melanggar kaidah
atau aturan yang berlaku di masyarakat.

Secara umum, bentuk kejahatan dibedakan menjadi empat kelompok, (1)


kelompok yang pertama adalah kelompok kejahatan terhadap hak kepemilikan
seperti pencurian, perampokan, pembegalan, penggelapan,dan pembakaran
yang disengaja; (2) kelompok yang kedua adalah kelompok kejahatan
terhadap hak individu atau pribadi seperti pemerkosaan,pembunuhan, dan
penganiayaan; (3) kelompok yang ketiga adalah kelompok kejahatan
berdasarkan atas perilaku negative dari sudut pandang masyarakat seperti
penyalahgunaan zat adiktif, pelacuran, dan perjudian; (4) kelompok yang
keempat adalah kelompok kejahatan terhadap pelanggaran ketertiban dan
keamaan seperti pelanggaran lalu lintas, kerusuhan, dan
aksitawuran(Maulana, 2014).

Narkotika, Psikotropika dan obat terlarang (NARKOBA) termasuk


kedalam salah satu ancaman yang serius terhadap masyarakat Indonesia,
perkembangan jaringan narkoba tidak hanya terjadi pada antarkota ataupun
provinsi melainkan sudah meluas sampai cakupan Internasional
Perkembangan narkoba diIndonesia berawal sejak tahun 1960 pada daerah
Jakarta dan Bali yang saat itu ditemukan heroin pada lingkungan
masyarakatnya. kejahatan transnasional meliputi perdagangan orang, korupsi
dan kejahatan Narkoba. Kejahatan narkoba termasuk kedalam kejahatan
transnasional crime, yang artinya suatu bentuk kejahatan yang mengancam
dengan serius terhadap ancaman suatu negara.

Kejahatan Narkoba dapat mengancam siapa saja tanpa memandang suku,


jabatan ataupun agama, bahkan banyak dilakukan oleh remaja. Hal ini tentu
tidak terlepas dari kenakalan remaja yang banyak menimbulkan permasalahan
yang sudah tidak bisa dianggap remeh (Dina Novitasari, 2017). Keadaan
seperti ini sangat merugikan remaja sebagai generasi emas penerus tongkat
estafet kepemimpinan yang akan datang. Selain itu masyarakat pedesaan juga
menjadi sasaran bagi penyalahgunaan narkoba, mereka yang minim
pengetahuan dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. ini
tentu tidak terlepas dari dampak negatif yang ditimbulkan pada semua aspek
masyarakat dan dapat menghancurkan karakter suatu bangsa. Berbagai modus
dan cara mereka lakukan untuk merusak dan memanfaatkan penyebaran
penyalahgunaan narkoba sehingga bangsa indonesia yang besar akan menjadi
sulit untuk menjadi masyarakat yang maju dan mandiri.

Narkotika merupakan suatu zat atau bukan zat yang terbuat dari tanaman
ataupun bahan kimia yang dapat memberikan efek menurunya kesadaran dan
menyebabkan ketergantungan bagi penggunanya. Narkotika jika dilihat dalam dunia
medis membawa dampak yang positif dan membantu dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dalam dunia medis akan tetapi ada oknum yang menyalahgunakan
penggunaan narkotika yang tidak sesuai dosis dan tanpa pengawasan dari pihak
yang berwenang sehingga terjadinya perubahan kesadaran, perilaku dan
menimbulkan ketergantungan. Walaupun narkotika sudah banyak diketahui
memiliki dampak yang negatif tetapi penyalahgunaan tingkat konsumsinya masih
tinggi3 . Penyalahgunaan narkotika menyebabkan seseorang mengalami
ketergantungan yang berkelanjutan sehingga terjadinya stigmatisasi yang negatif
terhadap dirinya. Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika menjadi
salah satu acuan dasar dalam memberikan hukuman bagi seseorang yang akan
mendekam diLembaga Pemasyarakatan sebagai akibat melawan hukum dalam
penyalahgunaan Narkotika. ketika mereka mendekam dibalik jeruji besi beban
mental yang luar biasa pasti akan mereka alami mulai dari penyesalan, rasa malu
pada pihak keluarga dan stigma negatif dari masyarakat
Saat ini Indonesia merupakan negara yang tingkat penyalahgunaan narkotika sangat
tinggi berdasarkan data dari (BNN, 2020) yang mengatakan bahwa jumlah tersangka
penyalahgunaan narkotika berdasarkan jenis kelamin sebanyak 52.709 (Lima puluh dua ribu
tujuh ratus sembilan) orang, 49.613 (empat puluh sembilan ribu enam ratus tiga belas)
orang pria dan 3.096 (tiga ribu sembilan puluh enam) wanita. Jumlah kasus penyalahgunaan
narkoba sebanyak 40.506 (empat puluh ribu lima ratus enam )dengan kategori
penyalahgunaan sabu dan ganja menduduki peringkat teratas, penyalahgunaan sabu
sebanyak 33.442 kasus dengan alat bukti sebanyak 17.928.345,79 (tujuh belas juta sembilan
ratus dua puluh delapan ribu tiga ratus empat puluh lima tujuh puluh sembilan) gram dan
penyalahgunaan ganja sebanyak 3.552 kasus dengan alat bukti sebesar 17.534,83 (tujuh
belas ribu lima ratus tiga puluh empat delapan puluh tiga) gram. Mayoritas masyarakat
melakukan penyalahgunaan narkoba jenis amfetamin, ganja kering, ekstasi, obat keras,
daftar G, miras, obat keras terbatas, golongan IV, ganja sintesis, tembakau gorila. Dari
seluruh provinsi yang ada di Indonesia, ada sepuluh wilayah pengungkapan kasus narkoba
terbesar diantaranya provinsi Sumatera utara sebanyak 6.542 kasus, provinsi DKI jakarta
sebanyak 5.885 kasus, provinsi jawa timur sebanyak 4.674 kasus, provinsi jawa barat
sebanyak 2.203 kasus, provinsi kalimantan selatan sebanyak 1.882 kasus, provinsi sumatera
selatan sebanyak 1.638 kasus, provinsi lampung sebanyak 1.609 kasus, provinsi jawa tengah
sebanyak 1.600 kasus, provinsi Riau sebanyak 1.598 kasus, provinsi Kalimantan timur
sebanyak 1.528 kasus

Lembaga pemasyarakatan merupakan wadah untuk melakukan pembinaan bagi


Narapidana dan Anak didik Pemasyarakatan (Indonesia, 1995) . Pembinaan adalah suatu
aktivitas yang dilaksanakan untuk memperbaiki hubungan spiritual, pengetahuan,
perubahan perilaku, kondisi fisik dan psikologis bagi Narapidana dan anak didik
pemasyarakatan (Peraturan Pemerintah No 31, 1999) . Pembinaan menjadi salah satu unsur
yang dapat membawa perubahan perilaku dan pencegahan pengulangan tindak pidana.
Pembinaan diharapkan mampu memperbaiki kepribadian dan mental warga binaan
pemasyarakatan yang sebelumnya dianggap tidak baik menjadi baik sesuai dengan norma
yang ada dalam lingkungan masyarakat.

Lembaga pemasyarakatan memiliki berbagai macam kasus tindak pidana sehingga


cara pembinaanya beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan narapidana agar program
berjalan lancar dan tepat sasaran. Lembaga pemasyarakatan Narkotika merupakan tempat
bagi seorang penyalahgunaan narkotika yang sudah mendapatkan keputusan yang inkrah.
Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan dibagi dua yaitu program pembinaan kemandirian
dan program pembinaan kepribadian . Program pembinaan kepribadian bertujuan untuk
meningkatkan ketaqwaan narapidana, kesadaran dan intropeksi diri bagi narapidana.
Pembinaan kepribadian dilakukan dengan cara membangun mental dan perilaku warga
binaan pemasyarakatan agar dapat mengintropeksi diri bahwa perbuatan yang dilakukan itu
salah dan membawa manfaat bagi lingkungan sekitar. Pembinaan kemandirian bertujuan
untuk mengasah skill dan keterampilan kerja narapidana sebagai modal nantinya ketika
habis masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan. Rehabilitasi sosial merupakan salah satu
bagian dari program pembinaan kepribadian yang diberikan kepada narapidana
penyalahgunaan narkotika selama menjalani masa pidana7 . Pada saat ini jumlah penghuni
Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Semarang yaitu :
No Satuan Kerja Klasifikasi Data Jumlah Data

Bandar
Lembaga 368
1 Pemasyarakatan 958
Kelas I Semarang
Pengguna
590

Permasalahan akibat dari penyalahgunaan narkotika yang dihadapi saat ini perlu
penanganan yang serius dalam memberikan pemulihan bagi pengguna dan untuk
mencegah terjadinya pengguna yang baru. Proses pemulihan memerlukan strategi
yang tepat sehingga program yang diberikan dapat membawa dampak positif bagi
pengguna. Pemerintah indonesia mengambil langkah cepat dengan menerapkan
P4GN sebagai upaya untuk mencehah dan memberantas beredarnya narkotika . Hal
ini untuk meminimalisir bahkan menghentikan oknum individu terkhusus pada
generasi emas remaja yang menyalahgunakan narkotika. Keadaan ini tentu akan
sangat merugikan apabila tindak pidana penyalahgunaan narkotika tidak bisa
teratasi secara optimal. Indonesia yang pada tahun 1995 kebawah hanya sebagai
negara transit dalam penyalahgunaan narkotika diindonesia, saat ini menjadi
produsen dan konsumen terhadap penyalahgunaan narkotika. Banyaknya temuan
pabrik narkoba yang diungkap oleh aparat penegak hukum membuktikan bahwa
indonesia berada dalam keadaan darurat terhadap kasus penyalahgunaan narkoba.

Berdasarkan kajian ilmu kriminologi dan psikologi hukum menyatakan


ada beberapa penyebab orang bertindak kriminal, salah satunya faktor kognitif
yang menjadi dasar sebuah tindakan. Sudut pandang kognitif menjelaskan
tentang manusia yang memiliki potensi untuk berpikir secara rasional maupun
irasional. Manusia yang memiliki pola pikir irasional lebih dominan dapat
mendorong manusia memiliki gangguan emosi dan perilaku dalam kehidupan
sehari-hari. Tanpa adanya usaha untuk meningkatkan pola

pikir rasional maka manusia akan cenderung menampilkan perilaku yang


salah hingga menimbulkan perilaku kriminal (Hartati, 2018). Secara
kognitif, criminal thinking dapat mempengaruhi perilaku kejahatan seseorang.
Criminal thinking dapat diartikan sebagai sebuah kesalahan seseorang dalam
proses berpikirnya dengan mendukung dan memberi peluang untuk
pemeliharaan kebiasaan atas perilaku pelanggaran hukum yang dilakukan
seperti terlibat kedalam gaya hidup yang bersifat kriminal yang dapat
mendukung perilaku anti sosialnya (Schenk et al., 2012).

Istilah criminal thinking dapat digunakan dalam memahami pola pikir


seseorang yang melakukan perbuatan kejahatan, yang tersaji dalam beberapa
aspek yang dapat diukur (Sari, 2014). Ada enam aspek yang diukur dalam
criminal thinking, diantaranya justifikasi, menuntut hak, tingkat agresivitas,
rasionalisasi kejahatan, berdarah dingin, serta perasaan ketidak
bertanggungjawaban (Hasanah, 2020).

kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya dikemukakan oleh


seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby.
Kemudian formulasi yang lebih lengkap dikemukakan oleh Mary Ainsworth
pada tahun 1969 (McCartney & Dearing, 2002). Kelekatan merupakan
suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui
interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam
kehidupannya, biasanya orang tua (McCartney & Dearing, 2002).
Bowlby (dalam Haditono et al.,1994) menyatakan bahwa hubungan ini
akan bertahan cukup lama dalam rentang kehidupan manusia yang
diawali dengan kelekatan anak pada ibu atau figur lain pengganti ibu.

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama


bagi individu dan sebagai guru pertama bagi anak dalam menjalin
hubungan dan memberikan kasih sayang yang mendalam, baik secara
positif maupun negatif. Sikap dan kebiasaan orang tua yang diberikan
dalam mendidik anak akan membangun suatu ikatan emosional, yang
disebut dengan kelekatan. Kelekatan ini tidak muncul secara tiba-tiba,
melainkan berkembang dalam serangkaian fase dan bergerak dari
preferensi umum untuk hubungan anak dengan pengasuh utama,
yang kemudian disimpan dalam bentuk model kerja internal. Model
kerja internal merupakan model mental sederhana antara anak dengan
pengasuh utama (Santrock, 2011).

Pengaruh kelekatan berdampak pada pada perilaku yang


menyimpang, seseorang yang mendapatkan kelekatan yang aman dari
keluarga memiliki kemungkinan rendah untuk melakukan perilaku
menyimpang. Sedangkan seseorang yang memiliki kelekatan yang tidak
aman dengan anggota keluarganya, cenderung merasa kehilangan
kasih sayang dan perhatian dari keluarga sehingga rentan untuk
berperilaku menyimpang. Seseorang yang memiliki kematangan fisik
maupun emosional cenderung tidak terlepas dari dukungan dan kasih sayang
dari orang tua dalam bentuk kelekatan yang aman sehingg terhindar dari
pikiran pikiran tindak pidana kejahatan, hal ini yang mendasari penulis untuk
membuat tulisan skripsi dengan judul“ Pengaruh Kelekatan Keluarga
Terhadap Criminal Thingking Narapidana Kasus Narkoba untuk pembinaan
lanjutan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Semarang”

B. Rumusan Masalah
Setelah diuraikan latar belakang, terdapat rumusan masalah yang
muncul dalam penelitian yakni:
1. Bagaimana Pengaruh Kelekatan Keluarga Terhadap Criminal Thingking
Narapidana Kasus Narkoba untuk pembinaan lanjutan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas I Semarang
C. Tujuan Penelitian
Adapun penulisan penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh Kelekatan Keluarga Terhadap Criminal Thingking
Narapidana Kasus Narkoba untuk pembinaan lanjutan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas I Semarang
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat digunakan serta diperoleh dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk bidang Akademik
Sebagai ilmu pengetahuan sehingga menambah wawasan mengenai
pengaruh Kelekatan Keluarga Terhadap Criminal Thingking Narapidana
Kasus Narkoba untuk pembinaan lanjutan di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas I Semarang Politeknik Ilmu Pemasyarakatan Sebagai bahan
masukan bagi unit pelaksana teknis pemasyarakatan untuk dapat
melakukan inovasi cara mengatasi criminal thingking dengan kelekatan
keluarga di Lembaga Pemasyarakatan.
2. Bagi Peneliti
Sebuah tantangan dan pengalaman baru bagi peneliti untuk dapat
mengkaji permasalahan yang terjadi di unit pelaksana teknis
Pemasyarakatan. Melalui penelitian ini, penulis mendapat gambaran dan
wawasan baru tentang pengaruh Kelekatan Keluarga Terhadap Criminal
Thingking Narapidana Kasus Narkoba untuk pembinaan lanjutan di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Semarang
E. Hipotesis Penelitian
Dari uraian rumusan masalah diatas, peneliti dapat membuat hipotesi
penelitian sebagai berikut:
H0 : tidak ada pengaruh Kelekatan Keluarga Terhadap Criminal Thingking
Narapidana Kasus Narkoba untuk pembinaan lanjutan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas I Semarang.
H1 : adanya pengaruh Kelekatan Keluarga Terhadap Criminal Thingking
Narapidana Kasus Narkoba untuk pembinaan lanjutan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas I Semarang

Anda mungkin juga menyukai