Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN REKAYASA IDE

KONSELING POPULASI KHUSUS

DOSEN PENGAMPU : ARMITA SARI, M.Pd

DISUSUN OLEH KELOMPOK :

AUDIRA FADILLAH (1193351062)

AZURA ASNIM SITEPU (1193151037)

NAHYA NADDAHATISSILMI (1193151043)

ERLEN CHRISTIN IRENE LAIA (1192451016)

NURUL HIDAYAH BR HASIBUAN (1191151026)

BK REGULER E 2019

PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mini riset ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya
kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat beserta
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafaatnya di akhirat kelak.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nimat sehat-Nya, baik itu
berupa fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan laporan
rekayasa ide sebagai tugas mata kuliah Konseling Populasi Khusus.
Kami tentunya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak
kesalahan-kesalahan didalamnya. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih
baik lagi.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membimbing kami
dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Medan, 31 Mei 2022

Penulis
KONSELING DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KELAS II A
PEMATANG SIANTAR

Oleh

1
Audira Fadillah 2Azura Asnim Sitepu 3 Erlen Christin Irene Laia 4Nahya
Naddahatissilmi 5 Nurul Hidayah Br Hasibuan

Abstrak

Konseling di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) merupakan salah satu intervensi


bidang kerja bimbingan di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Konseling
di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah bantuan bersifat individual yang
dilakukan oleh tenaga profesional terhadap para penguni lapas untuk mempersiapkan
mereja dalam rangka rehabilitasi menghadapi kehidupan sesudah bebas dari lapas.
Lembaga Pemasyarakatan disingkat (lapas) adalah tempat untuk melakukan
pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia.
Sebelum dikenal istilah Lapas di Indonesia, tempat tersebut dengan istilah penjara.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Observasi dan
Wawancara. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah wawancara.
PENDAHULUAN

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM RI membuat


batasan bahwa Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Lapas adalah tempat
untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan.
Konseling di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) merupakan salah satu intervensi
bidang kerja bimbingan di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Konseling di
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah bantuan bersifat individual yang dilakukan
oleh tenaga profesional terhadap para penguni lapas untuk mempersiapkan mereja dalam
rangka rehabilitasi menghadapi kehidupan sesudah bebas dari lapas.
Konseling di Lembaga Pemasyarakatan diperuntukkan bagi para narapidana sebagai
bimbingan pribadi, bimbingan sosial dan bimbingan karir (terutama untuk narapidana
kelas ekonomi kebawah), agar setelah individu keluar dari lapas, ia akan menjadi pribadi
yang mantab dan mandiri, mampu bersosialisasi dengan baik di masyarakat, serta dapat
merencanakan dan mengembangkan masa depannya secara optimum tanpa adanya
hambatan yang berarti.
Pemberian layanan bimbingan dan konseli pada para penghuni Lapas dapat berupa
layanan orientasi dan layanan informasi, konseling perorangan, konseling kelompok,
layanan mediasi, layanan konsultasi dan advokasi. Bagi narapidana dengan tingkat
ekonomi mengengah kebawah, sangat penting untuk memperoleh layanan penempatan
dan penyaluran.

PEMBAHASAN

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)

Lembaga Pemasyarakatan disingkat (lapas) adalah tempat untuk melakukan


pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Sebelum
dikenal istilah Lapas di Indonesia, tempat tersebut dengan istilah penjara.
Penghuni Lembaga Pemasyarakatan narapidana (napi) atau warga binaan
pemasyarakatan (WBP) juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut
masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh
hakim. Pegawai Negeri Sipil yang menangani pembinaan narapidana dan tahanan di
Lembaga Pemasyarakatan disebut Petugas Pemasyarakatan, atau dahulu lebih dikenal
dengan istilah sipir penjara.
Tujuan Terbentuknya Lembaga Lembaga Pemasyarakatan
a. Membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya,
menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga
dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan
bertanggung jawab.
b. Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan yang ditahan di Rumah
Tahanan Negara dan Cabang Rumah Tahanan Negara dalam rangka memperlancar
proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan
c. Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan / para pihak berperkara serta
keselamatan dan keamanan benda-benda yang disita untuk keperluan barang bukti
pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta
benda-benda yang dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan putusan
pengadilan.

Fungsi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)


Fungsi pemmbentukan lapas adalah untuk menyiapkan Warga Binaan
Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat
berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. (Pasal
3 UUD No.12 Th.1995 tentang Pemasyarakatan).
Prinsip Pokok Pemasyarakatan
Dalam Konferensi Dinas Direktorat Pemasyarakatan yang pertama di Lembang,
Bandung pada tanggal 27 April 1964 dirumuskan prinsip-prinsip pokok dari konsepsi
pemasyarakatan yang kemudian dikenal sebagai Sepuluh Prinsip Pemasyarakatan
(Keputusan Menteri Kehakiman RI No M.02.PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola
Pembinaan Narapidana/ Tahanan) adalah sebagai berikut :
a. Mengayomi dan berikan bekal hidup agar narapidana dapat menjalankan peranannya
sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.
b. Penjatuhan pidana tidak lagi didasari oleh latar belakang pembalasan.
c. Berikan bimbingan (bukannya penyiksaan) supaya mereka bertobat.
d. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau lebih jahat daripada
sebelum dijatuhi pidana.
e. Selama kehilangan (dibatasi) kemerdekaan bergeraknya para narapidana dan anak
didik tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat
sekedar pengisi waktu.
g. Pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik adalah
berdasarkan Pancasila.
h. Narapidana dan anak didik bagaikan orang sakit perlu diobati agar mereka sadar
bahwa pelanggaran hukum yang pernah dilakukannya adalah merusak dirinya,
keluarganya, dan lingkungannya kemudian dibina/dibimbing ke jalan yang benar.
i. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana berupa membatasi kemerdekaannya
dalam jangka waktu tertentu.
j. Untuk pembinaan dan bimbingan para narapidana dan anak didik maka disediakan
sarana yang diperlukan.
Tahapan Perkembangan Sistem Pidana (Dirjen Pemasyarakatan, 1983)
1. Tahap pidana hilang kemerdekaan ( 1872-1945 )
Tujuan dari tahap ini membuat jera narapidana agar bertobat sehingga tidak melanggar
hukum lagi. Sistem pidananya merupakan pidana hilang kemerdekaan dengan
ditempatkan disuatu tempat yang terpisah dari masyarakat yang dikenal sebagai penjara.
2. Tahap pembinaan ( 1945-1963 )
Tahap ini bertujuan membina narapidana supaya menjadi lebih baik. Sistem pidananya
merupakan pidana pembinaan dimana narapidana dikurangi kebebasannya agar dapat
dibina dengan menempatkan pada tempat yang terpisah dari masyarakat.
3. Tahap Pembinaan Masyarakat ( 1963-sekarang )
Tahap ini bertujuan membina narapidana agar dapat menjadi anggota masyarakat yang
berguna. Sistem pidananya merupakan pidana pemasyarakatan yang mempunyai akibat
tidak langsung yaitu berkurangnya kebebasan supaya bisa dimasyarakatkan kembali.
Ditempatkan di suatu tempat tertentu yang terpisah dari masyarakat tetapi
mengikutsertakan masyarakat dalam usaha pemasyarakatan tersebut. Sedangkan untuk
usaha perlindungan terhadap masyarakat lebih ditekankan pada segi keamanan LP sesuai
dengan fungsi, jenis dan kebutuhannya. Seseorang disebut narapidana apabila telah
melalui serangkaian proses pemidanaan sehingga menerima vonis yang dijatuhkan atas
dirinya.

Tujuan Konseling di Lapas


1. Tujuan Umum
Secara umum pelayanan konseling di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) bertujuan
agar setelah mendapatkan pelayanan konseling, individu dapat mengembangkan potensi
(bakat, kemampuan, dan nilai-nilai luhur) yang dimiliki secara optimal.
2. Tujuan Khusus
Pelayanan Konseling di Lapas secara khusus bertujuan agar individu (Penghuni Lapas)
dapat;
a. Memahami dirinya dengan baik, yaitu mengenal segala kelebihan dan kekurangan
yang ada pada dirinya berkenaan dengan bakat, kemampuan, minat, sikap, perasaan
dalam kaitan dengan posisinya sekarang sebagai penghuni Lapas, posisi dan
kesiapannyja sesudah bebas dari Lapas.
b. Memahami lingkungannya dengan baik, utamanyja adalah lingkungan sosial di dalam
Lapas, dan juga lingkungan sosial kelak yang dihadapinya.
c. Membuat pilihan dan keputusan yang bijaksana, yaitu keputusan-keputusan yang di
buat atas pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri dan lingkungan
sebagaimana telah disebutkan pada butir a dan b. Dengan pemahaman tersebut
individu penghuni Lapas dapat menyesuaikan antara keadaan diri yang dimiliki
dengan keadaan lingkungan yang telah dipahaminya.
d. Mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, baik pada
saat ini (ketika masih menghuni Lapas) maupun ketika sesudah keluar dari Lapas.
Fungsi Konseling di Lapas
Beberapa fungsi konseling yang diselenggarakan oleh Guru Pembimbing dan / atau
Konselor di LAPAS antara lain :
1. Fungsi Pemahaman
Bagian pertama dan paling awal harus dilakukan oleh petugas bimbingan adalah
mengetahui siapa dan bagaimana individu yang di bimbingnya. Kegiatan ini merupakan
usaha bagaimana mengungkapkan dan memahami apa masalah dan kesulitan yang
dihadapi, apa dan bagaimana kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan individu. Hal
ini diperoleh melalui berbagai keterangan mengenai individu yang bersangkutan, baik
dengan menggunakan alat atau prosedur yang sudah baku (standardized) maupun yang
belum baku.
Bagi penghuni Lapas, fungsi pemahaman secara garis besar dibagi menjadi 2 (dua), yaitu;
a. Pemahaman mengenai klien, dan b. pemahaman mengenai masalah klien.
a. Pemahaman mengenai klien
Pemahaman mengenai klien merupakan titik tolak upaya pembberian bantuan
terhadap klien. Sebelum seorang konselor atau pihak-pihak lain dapat memberikan
layanan tertentu kepada klien, maka merreka perllu terlebih dahulu memahami individu
yang akan dibantu itu.
b. Pemahaman mengenai masalah klien
Pelayanan Bimbingan dan Konseling apabila telah menuju pada penanggulangan
masalah klien, sebagai langkah awal, perlu adanya pemahaman terhadap suatu masalah
sebagai suatu hal yang wajib. Pemahaman terhadap masalah ini antara lain menyangkut
jenis masalah, intensitas, sangkut-paut, sebab-sebabnya dan kemungkinan
berkembangnya (kalau tidak segera diatasi).
Akibat dari “tidak memahami masalah” adalah kemungkinan semakin berkembangnya
masalah-masalah itu pada diri individu, serta kerugian secara potensial dapat timbul oleh
masalah yang semakin besar.
2. Fungsi Pemecahan (pemberian bantuan)/ pembinaan
Fungsi pemecahan adalah kegiatan bimbingan yang mengarah pada usaha mengatasi
sesegera mungkin berbagai masalah atau kesulitan yang dialami individu sebagai
Narapidana penghuni LAPAS, maupun mempersiapkan mentalnya ketika akan bebas dari
LAPAS.
Dua hal yang harus dilakukan oleh Pembimbing berkaitan dengan fungsi pembinaan di
LAPAS, yaitu;
a. Mempersiapkan kondisi mental akan adanya perbedaan situasi antara keadaan di luar,
dengan keadaan di dalam LAPAS (dalam hal ini, terutama bagi narapidana yang baru
pertama kali masuk LAPAS, dan
b. Mempersiapkan kondisi mental masyarakat bagi bekas penghuni LAPAS.
Persiapan kondisi mental antara lain dilakukan dengan pembinaan rokhani sesuai
agama mereka untuk menyadarkan atas kesalahan yang telah dilakukannya. Pembinaan
rokhani diharapkan dapat mengubah tingkahlaku (TL) mereka nanti sehingga dapat
diterima masyarakat.
3. Fungsi Pengembangan
Pelayanan konseling bukan sekedar mengatasi kesulitan yang di alami individu, tetapi
juga berusaha agar individu dapat mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya.
Fungsi ini dapat dilakukan antara lain dengan menyalurkan bakat, kemampuan, dan minat
melalui kegiatan yang dilakukan/ diajarkan, seperti kegiatan olah raga, kerajinan tangan,
industri kecil, jurnalistik dan lain sebagainya.
Azas-azas Konseling di Lapas.
Azas konseling adalah dasar atau landasan pada pelaksanaan konseling. Berdasarkan
landasan tersebut akan terbangun berbagai konsep penyelenggaraan konseling (termasuk
prinsip-prinsip konseling sebagaimana telah dikemukakan terdahulu).
Dengan beberapa penyesuaian, azas-azas Bimbingan dan Konseling yang dikemukakan
oleh prayitno (1987) bisa diadopsi menjadi azas-azas konseling di Lembaga
Pemasyarakatan. Adapun masing-masing azas tersebut adalah:
1. Azas Kerahasiaan
Tugas pelayanan konseling di LAPAS adalah membantu individu (para Narapidana)
mengatasi masalah-masalah yang dialaminya. Dalam kaitan ini banyak orang
beranggapan bahwa mengalami masalah adalah sesuatu hal yang tidak perlu diketahui
oleh orang lain, harus disembunyikan, karena masalah tersebut bisa jadi merupakan suatu
aib yang tabu untuk diketahui oleh orang lain. Namun bagaimana kalau individu yang
mempunyai masalah itu sendiri tidak dapat menyelesaikannya? Untuk itu perlu bantuan
orang lain utamanya adalah orang yang profesional. Orang yang profesional akan
menjaga kerahasiaan masalah dari kliennya, berkaitan dengan azas kerahasiaan yang
menjadi salah satu landasan kerjanya.
Penerapan azas kerahasiaan dalam konseling mengandung pengertian bahwa segala
sesuatu yang disampaikan oleh klien selama hingga selesai proses konseling, tidak boleh
disampaikan kepada orang lain yang tidak berkepentingan. Dengan demikian team work
Bimbingan di LAPAS (Pembimbing dan/ atau Konselor, Sipir, Pembimbing Rohani, dan
anggota lain dalam Tim Bimbingan), baik secara Team atau secara Individual harus
menyimpan dan menjaga segala data dan keterangan mengenai Narapidana (Napi), baik
yang diperoleh langsung, maupun yang diperoleh dari orang lain.
Contoh menjaga kerahasiaan salah satunya adalah, misalnya seorang Napi yang stress
menghadapi/menjalani masa tahanannya, ditambah lagi problem yang muncul pada saat
ia mengalami putusan hukuman. Andaikata masalah itu disampaikan kepada pembimbing
rohani, maka pembimbing rohani berkewajiban untuk tidak membicarakannya kepada
orang lain yang tidak berkepentingan kecuali atas ijin yang bersangkutan untuk bantuan
lebih lanjut. Apabila rahasia masalah klien sampai diketahui oleh orang lain, apalagi bagi
yang tidak berkepentingan, dikhawatirkan akan menjadi pembicaraan orang ramai,
bahkan akan menjaadi bahan olok-olok, maka justru akan memperparah kondisi klien.
Petugas lain dalam team bimbingan apabila mengetahui masalah klien, hendaknya
menyimpan rapat-rapat masalah tersebut dan tidak memngungkapkan pada orang lain.
Penerapan azas kerahasiaan sebenarnya tidak berlaku untuk semua masalah dan
semua klien. Untuk masalah-masalah dan klien-klien tertentu, perlu diadakan
penyesuaian, misalnya untuk masalah yang bersangkut-paut dengan pelanggaran undang-
undang, atau yang menyangkut segi-segi hukum, seperti kejahatan kriminal (yang
mungkin masih ada tetapi belum terungkap dan di proses hukum, misalnya penghuni
LAPAS yang masih menjalani kegiatan sebagai bandar Narkoba, walaupun ia sudah
dihukum dalam kasus curanmor), azas kerahasiaan ini tidak dapat diterapkan sepenuhnya.
2. Azas Kesukarelaan
Proses Bimbingan dan Konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik dari
pihak klien maupun konselor. Klien diharapkan secara sukarela tanpa ragu-ragu ataupun
terpaksa menyampaikan masalah yang dihadapinya, serta mengungkapkan segenap fakta,
data dan semua perihal yang berkaitan dengan permasalahan tersebut. Sampai hal yang
sekecil-kecilnya, konselor juga hendaknya ssecara ikhlas memberi bantuan kepada klien.
3. Azas Keterbukaan
Dalam pelaksanaannya, konseling sangat memerlukan suasana keterbukaan.
Keterbukaan bukan berarti harus bersedia menerima saran, tetapi lebih dari itu masing-
masing pihak diharapkan mampu membuka diri dalam kaitan dengan pemecahan
masalah.
Keterusterangan dan keterbukaan dari klien terjadi apabila klien tidak lagi merasa
ragu bahwa konselor akan mampu menyimpan rahasia (azas kerahasiaan) problem
dirinya, dan klien merasa bahwa ia benar-benar ingin ada orang yang dapat membantunya
(azas kesukarelaan).
Dalam Azas keterbukaan ini, dapat ditinjau dari dua arah, yaitu;
a. Terbuka bagi yang lain, artinya dia dapat dengan mudah menerima siapapun yang
datang kepadanya. Orang ini hampir bisa dikatakan mempunyai sifat “Well Come”
terhadap semua yang datang kepadanya. Baik dengan membawa problem atau sekedar
berteman/bertandang. Bagi yang datang membawa problem, maka orang yang
“terbuka bagi yang lain” akan siap menunjukkan perhatian dan perasaannya. Sifat
terbuka bagi yang lain biasanya dimiliki oleh seorang konselor.
b. Terbuka kepada yang lain, artinya mau membuka diri kepada orang lain. Dengan
suatu proses pendekatan konselor diharapkan dapat menaruh kepercayaan kepada
klien sehingga ia mampu bersikap terbuka kepada yang lain. Dalam hal ini klien
(penghuni LAPAS) rela untuk mengungkapkan “apa yang ada pada dirinya” secara
jelas dan rinci tanpa ditutup-tutupi.
4. Azas kekinian
Masalah individu yang perlu dan langsung ditangani adalah masalah yang dialami
atau dirasakan klien pada saat sekarang. Jadi bukan masalah yang mungkin dialami pada
masa mendatang atau masalah yang sudah lampau, apalagi jika semua itu tidak ada
kaitannya sama sekali. Azas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak
boleh menunda-tunda pemberian bantuan
5. Azas kemandirian
Pelayanan Konseling di LAPAS bertujuan menjadikan terbimbing dapat berdiri
sendiri, tidak tergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor
6. Azas kegiatan
Usaha Konseling tidak akan memberikan buah yang berarti bila klien tidak
melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan, dengan kata lain konseling tidak akan
tercapai dengan sendirinya melainkan harus dengan kerja giat dari klien sendiri.
7. Azas kedinamisan
Usaha pelayanan konseling menghendaki perubahan pada diri klien, yaitu perubahan
tingkahlaku kearah yang lebih baik. Perubahan dimaksud tidak sekedar mengulang hal
lama yang bersifat monoton, melainkan perubahan yang menuju pada suatu pembaharuan,
sesuatu yang lebih maju, dinamis, sesuai dengan arah perkembangan yang dikehendaki
klien.
8. Azas keterpaduan
Pelayanan konseling berusaha memadukan berbagai aspek kepribadian klien.
Sebagaimana diketahui bahwa individu memiliki berbagai aspek kepribadian, yang
apabila keadaannya tidak seimbang, serasi, dan terpadu, justru akan menimbulkan
masalah.
Disamping keterpaduaan pada diri klien, juga harus diperhatikan isi dan proses
layanan yang diberikan, jangan sampai aspek layanan yang satu tidak serasi dengan aspek
layanan yang lain.
9. Azas kenormatifan
Usaha konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik
ditinjau dari norma adat, norma hukum atau negara, norma ilmu maupun kebiasaan
sehari-hari.
Prinsip-prinsip Konseling di Lapas
Penyelenggaraan konseling di LAPAS berpegang pada beberapa prinsip, antara lain :
1. Konseling adalah (diberikan) untuk semua penghuni LAPAS.
Semua terpidana penghuni LAPAS pada dasarnya memerlukan layanan konseling
sesuai dengan sifat dan jenis masalah yang dihadapinya.
Berdasarkan pertimbangan waktu, tempat, tenaga dan dana, maka perlu ada kriteria untuk
mengatur prioritas pelayanan konseling pada terpidana penghuni LAPAS.
2. Konseling melayani terpidana penghuni LAPAS dari semua usia
Konseling tidak hanya menangani terpidana penghuni LAPAS pada usia remaja, atau
usia-usia tertentu saja, tetapi untuk semua usia, baik remaja, dewasa, maupun usia tua.
3. Konseling mendorong penemuan dan pengembangan diri
Konseling mendorong individu untuk berusaha mencari dan menemukan sendiri apa
yang patut dilakukan. Karena setiap individu mempunyai hak dan kebebasan memilih dan
menentukan sendiri keyakinan serta pola-pola tingkahlaku yang diinginkan.
Melalui konseling individu dibantu untuk memahami pola-pola tingkahlakunya sendiri
sehingga dapat mempermudah perubahan tingkahlakunya tersebut.
4. Konseling merupakan kegiatan yang berkesinambungan
Keterlibatan yang berkesinambungan dalam proses konseling memungkinkan terpidana
dapat meningkatkan pemahaman mengenai dirinya dan pada gilirannya dapat diterapkan
dalam pengembangan kemampuan serta bakat yang dimilikinya.
5. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling menghendaki adanya kerjasama dari individu
(terpidana penghuni LAPAS), sipir, kepala LAPAS, serta Pembimbing dan/ atau
Konselor.
Konseling sering dikatakan sebagai usaha bersama, atau pekerjaan yang berkaitan
dengan banyak pihak (team work). Hal ini berarti bahwa pelaksanaan konseling tanpa
adanya kerjasama dengan berbagai fihak yang terkait akan menjadi mandeg (terhenti)
ataupun bila masih bisa berjalan, maka perjalanannya akan terseok-seok. Untuk
memungkinkan terjadinya kerjasama dari berbagai pihak, perlu diatur dan ditetapkan
peran dan tanggungjawabnya masing-masing. Dalam hal ini kendali berada ditangan
kepala LAPAS.
6. Konseling harus menjadi bagian yang terpadu dalam keseluruhan program rehabilitasi
di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS).
Konseling merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari program rehabilitasi secara
keseluruhan. Program rehabilitasi akan lebih sempurna bila mengikutsertakan konseling
sebagai salah satu bagian dari pelayanannya. Dengan demikian program rehabilitasi yang
tidak mengikutsertakan konseling di dalamnya dapat dikatakan sebagai program
rehabilitasi yang kurang lengkap.
7. Konseling harus dapat dipertanggungjawabkan (Akuntabilitas) kepada individu dan
masyarakat.
Konseling merupakan pekerjaan profesional. Pengertian profesional disini karena
konseling dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang ini. Lebih dari itu karena
profesi petugasnya membawa konsekuensi yang mendasar terhadap konseling itu sendiri,
dimana salah satu diantaranya adalah berkenaan dengan pertanggungjawaban
(akuntabilitas).
Prinsip pertanggungjawaban mengandung pengertian bahwa konseling baik
pelaksanaan maupun hasilnya hendaknya dapat dipertanggungjawabkan baik kepada
individu itu sendiri maupun kepada masyarakat.
Latar Belakang Lapas Kelas II - A Pematang Siantar.
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pematangsiantar sebagai salah satu unit
pelaksana teknis Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia tentunya yang bertugas melaksanakan kebijaksanaan dan
standarisasi teknis pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pematangsiantar
adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan. Sistem pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Pematangsiantar dilaksanakan berdasarkan atas asas pengayoman, persamaan perlakuan
dan pelayanan, pendidikan, pembimbingan, penghormatan harkat dan martabat manusia,
kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan dan terjaminnya hak untuk
tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu.
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pematang siantar sebagai wadah pembinaan
narapidana yang berdasarkan sistem pemasyarakatan berupaya untuk mewujudkan
pemidanaan yang integratif yaitu membina dan mengembalikan kesatuan hidup
masyarakat yang baik dan berguna. Lembaga Pemasyarakatan melaksanakan rehabilitasi,
redukasi, resosialisasi, dan perlindungan baik terhadap narapidana serta masyarakat di
dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan Kelas II-A Pematang Siantar
Keterangan Tahanan :

 Pria = 1765 orang


 Wanita = 28 orang
 Anak = 13 orang
 WNA = 1 orang
Persentasean kasus = 85% +/-
Penjaga = 15 orang
Ruang tahanan :
Berdasarkan blok tahanan, dimana tidak ada tingkatan golongan golongan berdasarkan berat
nya kasus namun yang memiliki kesamaan kasus disatukan.
Contoh nya : narkoba disatukan dengan narkoba, yang pidana umum disatukan dengan kasus
pidana umum. Ruang tahanan wanita ada namun berbeda blom dengan ruangan laki laki.
Mengenai lapas khusus wanita belum ada di putusan lapas Siantar karena lapas khusus wanita
hanya ada di kota Medan.

Hasil wawancara di lapas II A Pematang Siantar

1) Apakah ada konselor dilapas ini? Siapa yg menangani konseling di lapas ini?
Jawaban :
Pegawai khusus konselor tidak ada, namun saat ini ada konselor karena pemerintah
menetapkan untuk tindak rehabilitasi bagi tahanan yang ada didalam lapas, jadi
kerjasama dengan pihak ketiga yaitu yayasan CARITAS Sehingga proses konseling
dilapas ini dibantu oleh pihak yayasan CARITAS.
2) Ada berapa Konselor yang berada di lapas ini?
Jawaban: Ada 8 orang Konselor Adiksi, dimana Konselor ini hanyalah tamatan SMA
yang diberikan pelatihan pelatihan konseling.
3) Bagaimana penanganan awal tahanan/narapidana ketika baru masuk ke lapas ?
Jawaban: Asesmen dilakukan melalui data registrasi tahanan dan data medis tahanan.
4) Adakah waktu² pelaksanaan konseling di lapas, semisal seminggu sekali gitu?
Terjadwal kah atau tidak?
Jawaban: Tidak terjadwal, tetapi tergantung kebutuhan dari permasalahan tahanan.
Karena tahanan masih bisa praduga tak bersalah jadi mesti harus berkoordinasi
dengan pihak yang menangani.
5) Apakah ada evaluasi dan tindak lanjut dari kasus² tahanan/napi disini ya pak? Boleh
kasih contoh pak?
Jawaban: Ada, melalui kerjasama dengan pihak pihak lain seperti BNN dan litmas
dimana litmas singkatan dari Penelitian Kemasyarakatan yang berarti kegiatan
pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara
sistematis dan objektif dalam rangka penilaian untuk kepentingan tahanan, pembinaan
narapidana, dan pembimbingan klien
6) Pembinaan serta keterampilan seperti apa yang diberikan kepada setiap tahanan di
lapas ini?
Jawaban: ada dua pembinaan Yang ada di Lapas II Pematang Siantar, yaitu :
a. Pembinaan Kepribadian, yaitu bagaimana kepribadian kepribadian yang di latih
menjadi lebih baik lagi.
Keterampilan : Olahraga dan rohani (kerjasama dengan kementerian agama).
b. Pembinaan Kemandirian, yaitu kemampuan dalam skill.
Keterampilan: Pertukangan, mebel, pertanian, hidroponik, las dan menjahit.
7) Mengenai program² konseling/penyembuhan di lapas ini bagaimana ya pak? Apa-apa
saja, dan apakah ada pergantian dan pengembangan setiap tahunnya.
Jawaban: Untuk program rehabilitasi pemasyarakatan terbagi menjadi 3 jenis rehab
sosial rehab medis dan pasca rehabilitasi terlebih dahulu menggunakan proses
skrining dan yang mengkuti tahapan ini adalah warga binaan khusus tindak pidana
narkotika saja setelah itu tahapan yang kami lakukan adalah proses assessment
menggunakan Format ASI Full version terbaru. Sehingga dapat diliat hal apa yang
akan kita lakukan kedepan dalam pemberian program rehabilitasi nya nnti. Setelah itu
konseling juga dilakukan di sesi kelompok dan individu sebagai alat ukur terjadinya
kemajuan ataupun penurunan terhadap warga binaan yg mengikuti program
rehabilitasi ini dengan menggunakan WHO QOL ( quality of life)
8) Apa kelebihan konseling di lapas ini? Misal terkait prasarana yang sangat
mendukung,relasi besar jadi penanganan kolaborasi selalu berjalan sangat baik
Jawaban: sangat tidak mendukung.
9) Apa kendala atau hambatan² dalam melakukan konseling di lapas ini?
Jawaban: kurangnya pemfasilitasan atau tidak ada ruang konseling bahkan dari segi
ruangan tahanan saja sudah over kapasita. Dimana kapasitas dilapas ini sesuai aturan
dihuni 530 orang, tetapi 1800 orang dan pernah 2000.
10) Saran/Ide/masukan
a. Jangan sewa tahanan masuk ke dalam lapas, dari luar harus dibina.
b. Bagaimana cara negara mengatasi kasus narkoba agar tidak membludak.
c. Fasilitas baik berupa rehabilitasi punya pemerintah (siapkan dana) karena kalau
swasta terlalu mahal, tidak sanggup keluarga nya.
d. Jangan ada lagi diterima pegawai dari tamatan SMA.
11) Bagaimana Tahapan konseling bagi tahanan dengan kasus Narkoba?
Jawaban:
a. Screening : Untuk mengetahui zat zat yang digunakannya, tes urine (0,3,6).
b. Format ASI : Untuk mengetahui Treatment /rawatan yang akan diberikan.
c. Dipisah berdasarkan jenis rawatannya (medis dan sosial).
d. Urica (alat) : Untuk mengukur tahapan tahapan perubahannya.
- prokontemplasi yaitu ada 6 taha perubahan dengan bentuk form dan instrumen
non tes.
- kontemlasi yaitu sudah mulai memikirkan namun bimbang.
- preparasi yaitu mulai merencanakan perubahan.
- aksi yaitu melakukan tindakan nya.
- Maintenance yaitu menjaga (Istiqomah).
- relapse yaitu ketika maintenance terganggu sekali.
e. Rencana Terapi dilakukan berisi tujuan napi selama 30 hari kedepan seperti apa.
Catatan: rencana Terapi diperbaharui setelah sebulan sekali.
f. Evaluasi
g. Tindak lanjut

Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Observasi dan Wawancara.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah wawancara. Wawancara merupakan
salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Penelitian
ini dilakukan terhadap ibu Liong Hui Mart Sinaga sebagai Kepala Subseksi Bimbingan
kemasyarakatan dan Perawatan Lapas Kelas II-A Pematang Siantar. Lokasi Mini riset di
Lapas Kelas II-A Pematang Siantar. Wawancara ini dilaksanakan pada hari Kamis, 14
April 2022 pada pukul 10.00 WIB.
HASIL PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawan

Anda mungkin juga menyukai