Anda di halaman 1dari 3

NAMA : MUHAMMAD ADITYA WIJAYA

STB : 4522
PRODI : TEKNIK PEMASYARAKATAN A
PELAJARAN : SISTEM PEMIDANAAN INTERNASIONAL

Apa perbedaan deportasi, transfer dan ekstradisi dalam sistem pemidanaan internasional,
jelaskan dengan contoh-contohnya?
Mengapa sistem pemenjaran internasional perlu pengawasan? Siapa yang melakukan
pengawasan dan siapa yang diawasi dalam sistem pemenjaraan?
Jelaskan dengan lengkap bagaimana proses pembuatan Bangkok Rules?
Assessment apa saja yang perlu dilakukan terhadap Tahanan dan Narapidana High Risk? Dan
mengapa perlu dilakukan assessment?

JAWABAN :
1. A) Deportasi dikenal pertama kali dinegara-negara Eropa dengan adanya terlebih dengan
dahulu di Lembaga keimigrasian pada negara-negara tersebut. Kehadirannya pendeportasian
dinegara-negara Eropa disebabkan adanya pengasingan dan pengusiran parapenjahat atau
pembuangan tahanan orang-orang politik yang melakukan tindakan kriminal
Maka dari itu deportasi dapat di artikan sebagai pengusiran orang asing keluar wilayah suatu
negara dengan alasan bahwa adanya orang asing tersebut dalam wilayahnya tidak dikehendaki
oleh negara yang bersangkutan. Dan tertulis Pada pasal 1angka 36 dalam Undang- Undang No. 6
Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang dimaksud deportasi adalah tindakan paksa mengeluarkan
orang asing dari wilayah Indonesia.
Contoh : WNA asal Prancis yaitu Jawad Henri Bitar yang dideportasi dari Rudenim Imingrasi
narkotika dan kepemilikan senjata api, karena terlibat kasus narkoba di Bali, dan di deportasi
pada selasa 28 maret 2022
B) Transfer, adalah suatu kegiatan kerja sama yang dilakukan oleh 2 negara untuk memindahkan
narapidana antar negara tersebut. namun Indonesia belum pernah mempraktikkan pemindahan
narapidana antar negara karena ketiadaan payung hukum yang mengatur mengenai proses
pemindahan narapidana dalam sistem hukum di Indonesia.
Contoh : Schapelle R. corby terpidana 20 tahun penjara karena kepemilikan narkotika di
Indonesia
Namun, Banyak pihak menyatakan bahwa permohonan itu pada dasarnya tidak dapat
dilaksanakan karena Indonesia belum memiliki ketentuan hukum yang memadai untuk
melaksanakan kerjasama pemindahan narapidana antar negara karena Ketiadaan payung hukum
yang mengatur mengenai proses pemindahan narapidana dalam sistem hukum di Indonesia
menjadi kendala dalam menindaklanjuti tawaran kerjasama dari negara lain dalam bentuk
transfer narapidana internasional.
C) Ekstradisi, proses penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang memintanya atas seorang
tersangka atau terpidana. Karena negara yang meminta penyerahan itu berwenang untuk
memeriksa dan mengadili tersangka atau terpidana tersebut, jelaslah bahwa penyerahan tersebut
dilakukan oleh negara tempat tersangka atau terpidana itu berlindung kepada negara yang
meminta penyerahan tersebut. Dan cara inilah yang tepat untuk menghukum para pelaku tindak
kejahatan yang melarikan diri ke luar negeri untuk dibawa dan di adili di negara yang berwenang
Contoh : pemerintah perancis yang mengajukan ekstradisi Christian Burger warga negara
perancis yang melakukan pencabulan anak dibawah umur di perancis dan kabur ke Indonesia

2. Agar dapat menghukum pelaku kejahatan secara efektif sambil menegakkan hak masing-
masing narapidana, sistem penjara perlu diawasi secara ketat, dan terwujudnya penyelenggara
pelayanan publik yang memberikan pelayanan sesuai dengan asas-asas pelayanan publik antara
lain, kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban,
keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan,
akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu dan
kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan Dalam hal ini, yang melakukan pengawasan adalah
petugas, dan yang diawasi adalah para tahanan dan narapidana. Pengawasan terdiri dari dua jenis
yaitu internal dan eksternal dari masing masing institusi. Untuk eksternal sendiri berasal dari
komisi negara dan internal berasal dari institusi masing masing berarti berasal pengawas
pemasyarakatan yang menjalankan tugas sebagaimana mestinya melakukan pengawasan. Yang
mengawasi jalannya kegiatan ini adalah PBB, dan Yang perlu diawasi dari sistem pemenjaraan
ini yaitu seluruh pegawai penjara yang melakukan pembinaan kepada narapidana, sistem yang
dijalankan oleh lembaga pemasyarakatan, rutan, ataupun lembaga yang bersangkutan, serta
narapidana.

3. Bangkok rules merupakan peraturan yang berisikan pemenuhan hak-hak perempuan,


memperlakukan perempuan sama dengan pria sehingga keadilan itu tetap ada walaupun terdapat
beberapa peratuan untuk perempuan yang dikhususkan untuk menunjang pemenuhan kesehatan
ataupun mental dari narapidana perempuan yang tidak didapatkan untuk narapidana perempuan.
Peraturan ini diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada 21 Desember 2010. Bangkok Rules lahir
Untuk dapat mengamalkan prinsip non-diskriminasi sebagaimana yang termaktub dalam aturan 6
dari Aturan-aturan Standar Minimum untuk Perlakuan Tahanan, kebutuhan khusus tahanan
perempuan harus diperhitungkan dalam penerapan Aturan tersebut. Oleh karena itu, semua
kebutuhan khusus dan kenyataan semua tahanan termasuk tahanan perempuan harus
diperimbangkan dalam penerapannya. Dengan meningkatnya jumlah narapidana perempuan di
seluruh dunia, kebutuhan itupun harus dilakukannya pertimbangan yang harus diterapkan pada
perlakuan terhadap narapidana perempuan menjadi semakin penting dan mendesak

4. Perlakuan khusus atau perlakuan yang berbeda terhadap narapidana risiko tinggi dikarenakan
adanya kebutuhan dan risiko yang melekat pada dirinya. Narapidana risiko tinggi memiliki
karakteristik yang berbeda sehingga perlu juga standar perlakuan yang sesuai dengan jenis risiko
yang ditimbulkan. Dalam Pasal 10 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum & Hak Asasi Manusia No.
35 th 2018 tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan, narapidana berisiko tinggi
atau narapidana high risk adalah narapidana yang membahayakan keamanan negara dan / atau
membahayakan keselamatan masyarakat.maka dari itu penjara diindonesia harus meningkatkan
lagi keamanan, stabilitas, penjagaannya. Assessment yang dibutuhkan oleh narapidana hight risk
yaitu, Penempatan narapidana dengan sistem One men in one cell, Pengawasan 24 jam
menggunakan CCTV diawasi dari ruang pengawasan oleh petugas, Larangan berkomunikasi
antar napi dan adanya sekat antar sel sebagai pembatas dan penghalang antar narapidana,
Narapidana tidak diperkenankan keluar sel, adapun waktu yang diberikan untuk berangin-angin
adalah 1 jam, itupun hanya di depan sel masingmasing yang juga dibatasi oleh jeruji dan kaki
narapidana diikat dengan rantai yang membatasi gerak narapidana, Petugas mengontrol tidak
bersentuhan langsung dengan napi. petugas disediakan akses khusus dalam mengontrol melalui
jalan yang telah disediakan secara khusus. Misal di Lapas Pasir Putih petugas kontrol melalui
jalan yang berada di atap atas sel, Petugas identitasnya disembunyikan dan penggunaan seragam
khusus, dan Petugas dilarang berinteraksi secara langsung dengan narapidana, dan Makanan
diantarkan melalui lubang di depan sel masing-masing.
Alasan Assessmen perlu dilakukan dengan cara melihat:
1. Riwayat mencoba melarikan diri dan/atau mengakses bantuan eksternal sebelumnya
2. Sifat kejahatan yang membuat narapidana dihukum
3. Jumlah dan jenis pelanggaran sebelumnya
4. Potensi risiko bagi publik melalui kontak dengan dunia luar (mis. tahanan yang terlibat
dalam sindikat kejahatan terorganisir atau kelompok teroris)
5. Potensi ancaman terhadap tahanan dan staf lainnya.
Dan assessment yang diperlukan untuk narapidana high risk yaitu dengan cara mengidentifikasi
resiko yang ditimbulkan oleh narapidana tersebut (Risk Identification), menganalisis resiko yang
di timbulkan oleh narapidana tersebut, dan mengavaluasi resikonya (Risk evaluation)
Assessment perlu dilakukan karena hal ini akan menjadi acuan untuk menentukan strategi
pembinaan serta pengawasan dan pengamanan yang tepat dan terkait pengaruhnya terhadap
orang lain, assessment ini akan membantu melindungi narapidana/masyarakat/orang lain dari
pengaruh buruk narapidana/tahanan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai