Anda di halaman 1dari 6

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH SUMATERA SELATAN DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENANGKAPAN DIT RESKRIMSUS POLDA SUMSEL

Palembang,

Nopember 2011

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH SUMATERA SELATAN DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENANGKAPAN A. Pendahuluan Guna menjamin pelaksanaan tugas penyidikan yang benar, perlu disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam melaksanakan penangkapan terhadap tersangka. SOP ini merupakan pedoman bagi penyidik dalam melaksanakan tugas penangkapan yang dilaksanakan terhadap tersangka. Standar operasional ini merupakan panduan untuk menghindarkan penyidik terhadap hal-hal yang kontra produktif yang dapat menghalangi kelancaran proses penyidikan. Dalam pelaksanaan upaya paksa melalui penangkapan ini, ketentuan hukum acara yang ada dalam KUHAP maupun hukum acara UndangUndang lainnya, menjadi dasar SOP ini sebagai otorisasi operasional penyidik. B. Tujuan Tindakan penangkapan adalah suatu tindakan penyidik b erupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal atau menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Penangkapan merupakan rangkaian atau bagian dari penyidikan, untuk mencegah tersangka menghilangkan barang bukti dan mencegah tersangka melarikan diri. Standar Operasional Prosedur Penangkapan ini dibuat sebagai standar atau panduan bagi Penyidik dalam melakukan tindakan penangkapan terhadap tersangka sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkinan adanya kesalahan prosedur yang dapat mengakibatkan gugatan hukum atau hal-hal yang kontra produktif saat pelaksanaan penyidikan. Standar Operasional Prosedur Penangkapan dirancang untuk terciptanya efektifitas dan efisiensi terhadap penyidikan dan koordinasi baik dalam lingkungan internal Polri (penyidik, atasan penyidik dan petugas penyimpan barang bukti) maupun dalam lingkungan eksternal yang berwenang. C. Ruang Lingkup Standar Operasional Prosedur Penangkapan ini memuat petunjuk dan koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi, langkah-langkah penangkapan dalam rangkaian penyidikan, maupun tertangkap. Standar Operasional Prosedur Penangkapan ini dapat menjadi panduan bagi seluruh Penyidik Polri di wilayah Sumatera Selatan.

2 D. Definisi 1. Pengertian penangkapan dalam Standar Operasional Prosedur ini adalah pengertian penangkapan dalam KUHAP; 2. Pengertian tertangkap tangan dalam Standar Operasional Prosedur ini adalah pengertian tertangkap tangan dalam KUHAP;

E.

Petunjuk dan Koordinasi Tindakan penangkapan merupakan rangkaian proses penyidikan perkara yang termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik. Dalam proses kegiatan penangkapan, penyidik melakukan berdasarkan ketentuan hukum yang ada di dalam KUHAP dan hukum acara lainnya. Dalam pelaksanaan kegiatan penangkapan melibatkan penyidik / petugas Kepolisian lainnya maupun pihak di luar institusi Kepolisian antara lain penyidik pegawai negeri sipil, saksi, Kepala Desa/ Kepala Lingkungan, Penyedia Jasa Keuangan, Penyedia Barang dan Jasa lainnya, Pengadilan Negeri, pemilik atau yang menguasai barang dan lain-lain. Penangkapan dalam rangkaian kegiatan penyidikan Syarat formal yang harus dipenuhi : 1) Dalam Surat Perintah Penangkapan harus mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu a) Pasal 1 butir 2 KUHAP; b) Pasal 1 butir 20 KUHAP; c) Pasal 7 ayat (1) huruf d dan pasal 16 KUHAP; d) Pasal 17 KUHAP; e) Pasal 18 KUHAP; f) Pasal 19 KUHAP; g) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; h) Undang-Undang yang dipersangkakan, yang sifatnya Lez Specialist penyidik harus menyesuaikan dengan hukum acara pada undang-undang tersebut. Contoh yaitu Undang-Undang Narkotika dan Teroris yang mengatur berbeda dalam hal masa p enahanan, serta Undang-U n d an g ITE y an g men g a tu r b er b ed a d al am h a l mendapatkan penetapan penahanan dari pengadilan, dan harus dilakukan dalam waktu 1x24 jam. Untuk hal ini maka ijin penangkapan harus diminta kepada pihak Pengadilan sebelum penangkapan dilakukan; i) Undang-Undang lain yang terkait; j) Laporan Polisi; k) Surat Perintah Penyidikan; 1) Surat Perintah Penggeledahan; m) Surat Perintah Penyitaan; n) Surat Perintah Tugas. 2) Penyidik membuat berita acara penangkap an d an surat pemberitahuan penangkapan dan disampaikan kepada keluarga tersangka;

3 3) Petugas yang melaksanakan penangkapan adalah penyidik yang mendapat perintah dalam Surat Perintah Penyidikan.

Syarat materiil yang harus dipenuhi : Penangkapan dilakukan dengan mempertimbangkan persesuaian alat bukti, hasil penyelidikan yang dianalisis dan menyimpulkan bahwa seseorang adalah tersangkanya dan perlu dilakukan upaya paksa (penangkapan). Langkah-langkah Penangkapan : 1) Sebelum penangkapan dilakukan, penyidik wajib melakukan gelar perkara dan melaporkan kepada atasan Penyidik kegiatan penangkapan yang akan dilakukan; 2) Penyidik sebelum melakukan penangkapan agar melakukan briefing dan diskusi untuk membahas kegiatan penangkapan termasuk menilai resiko yang mungkin berdasarkan informasi, dan mendapatkan cara untuk memin imalisir resiko yang mungkin terjadi; 3) Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan yang sudah disiapkan terlebih dahulu kepada orang yang akan ditangkap atau orang yang mempunyai hubungan dengan tersangka atau pihak lain yang berada di TKP; 4) Penyidik, sedapat mungkin berkoordinasi dengan pihak terkait baik kepolisian setempat termasuk pejabat setingkat RT/RW untuk menyampaikan kegiatan penangkapan yang akan dilakukan; 5) Penyidik wajib memberikan peringatan agar tersangka menyerahkan bekerja sama untuk menyerahkan diri secara baikbaik; 6) Penyidik setelah memberikan peringatan kepada tersangka untuk bekerjasama namun tidak mendapat respon, maka langkah paksa secara terukur dan melindungi penyidik untuk menangkap Tersangka segera dilakukan. Upaya paksa yang dilakukan sifatnya melumpuhkan, dan dapat ditingkatkan dengan melihat penilaian resiko berkembang dilapangan; 7) Penyidik melakukan id entifikasi dan dokumentasi serta pemeriksaan kesehatan terhadap tersangka yang ditangkap; 8) Setelah dilakukan penangkapan, Penyidik membuat Berita Acara Penangkapan dan permohonan penetapan penangkapan dari Pengadilan Negeri; 9) Setelah tersangka ditangkap, pada kesempatan pertama segera dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan berita acara pemeriksaan tersangka .

4 Terhadap penangkapan yang menemukan benda/barang bergerak maka dapat langsung dilakukan penyitaan, sedangkan terhadap benda yang tidak bergerak tidak dilakukan penyitaan, melainkan disegel/diblokir. Untuk penangkapan yang dilanjutkan dengan penyitaan bukti digital, hal ini diatur dalam SOP khusus Subdit Fismondev. Demikian juga bahwa dalam penyidikan cyber crime, metode penangkapan harus menghindarkan tersangka dari perangkat IT yang digunakan untuk menjamin keaslian data dan informasi yang didapatkan pada komputer dan menghindari terjadinya kerusakan barang bukti. Hal-hal khusus dalam Penangkapan Tersangka 1) Setiap orang dapat yang menemukan tindak pidana dalam keadaan tertangkap tangan, berhak menangkap tersangka, untuk kemudian segera melaporkan atau menyerahkan tersangka tersebut beserta barang bukti yang ada kepada kesatuan Polri terdekat. Demikian juga, Anggota Polri atau Penyidik yang menemukan tindak pidana dapat melakukan penangkapan dan segara menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada Perwira siaga dan diteruskan kepada Penyidik. Hal penting dalam hal ini adalah barang bukti dari tindak pidana yang didapatkan tidak boleh tidak harus diserahkan kepada Penyidik untuk disita; 2) Penangkapan atas dasar permintaan melalui Interpol dengan dilengkapi Surat permintaan penangkapan yang dikeluarkan oleh negara peminta harus dikoordinasikan dengan pihak terkait u n tu k kepa st ian hu ku m yan g men jad i d asar ot or itas penangkapan; 3) Penangkapan terhadap tersangka yang keberadaannya diluar yuridiksi Penyidik yang melakukan penyidikan, dapat dilakukan oleh penyidik setempat dengan dilengkapi surat perintah penangkapan dengan dasar surat perintah penangkapan yang diterbitkan oleh Penyidik atau dasar surat DPO. Hal ini dapat juga dilakukan oleh penyidik yang menangani dengan dibantu oleh penyidik setempat; 4) Penangkapan terhadap pejabat dan penyelenggara negara harus mendapatkan ijin melalui permintaan yang diajukan oleh penyidik, kepada Presiden untuk anggota DPR/MPR, DPD, BPK, Menteri, Gubernur dan Deputy Gubernur BI, Gubernur, Bupati, dan Walikota. Untuk anggota DPR tingkat provinsi harus seijin Menteri Dalam Negeri. Untuk anggota DPR setingkat kabupaten atas seijin Gubernur Kepala Daerah. Untuk Ketua dan Majelis Hakim, permohonan kepada Mahkamah Agung RI, melalui Kapolda yang akan ditujukan kepada Kabareskrim dan diteruskan oleh Jaksa Agung. F. Jenjang Kewenangan dalam tindakan penangkapan 1) Pejabat yang mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan sesuai hirarki jabatannya: a) Direktur b) Wadir c) Kasubdit;

5 2) Pejabat yang mengawasi tindakan penangkapan a) Kasubdit; b) Biro Pengawas Penyidikan Pejabat/Penyidik yang melakukan penangkapan (mempersiapkan syarat yang harus dipenuhi dan melakukan langkah-langkah penangkapan): Kasubdit, Kanit dan penyidik.

3)

Dikeluarkan di : Palembang Pada tanggal : Nopember 2011 DIREKTUR RESERSE KRIMINAL KHUSUS POLDA SUMATERA SELATAN

Drs. RAJA HARYONO, SH, M. Hum KOMISARIS BESAR POLISI NRP. 62110751

Anda mungkin juga menyukai