RINGKASAN EKSEKUTIF
Pada aturan Permenkumham RI No. program pembinaaan yang sesuai dengan
M.01PK.04.10. Tahun 2007 tentang Wali bakat, minat dan kebutuhan narapidana.
Pemasyarakatan adalah petugas yang Tahapan wali pemasyarakatan dalam
melakukan pendampingan terhadap mengembangkan perilaku asertif narapidana
Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan ini terbagi dalam tiga tahap yaitu tahap awal
selama menjalani pidananya .Selain itu dalam (orientasi) peneliti menjelaskan tentang
peran wali Pemasyarakatan yaitu sebagai tujuan, kemudian tahap inti berupa intervensi ,
sosial control yang menekankan kepada dan tahap akhir (refleksi).
prilaku narapidana serta mengawasi para
narapidana dengan melakukan mentoring Wali pemasyarakatan juga berwenang untuk
terhadap adanya warga binaan dalam menerima dan melakukan konsultasi terhadap
lembaga pemasyrakatan. Adanya wali narapidana. Dalam pernyataan Butler (Harris,
pemasyrakatan juga dapat membantu 2003) orang yang berperilaku asertif adalah
melakukan proses pembinaan dan terkhusus orang yang dapat mengungkapkan pikiran,
untuk meningkatkan perilaku asertif. Petugas perasaan, dan tindakan dengan terbuka.
dalam peran wali pemasyarakatan untuk Dalam hal narapidana diharapkan dapat
warga binaan untuk meningkatkan asertif membangun interaksi sosial yang
serta proges pembinaan narapidana sangat menguntungkan dua pihak baik bagi dirinya
berperan penting dikarenakan wali maupun orang lain dan tidak dilatarbelakangi
pemasyarakatan dapat mengusulkan oleh maksud tertentu.
PENDAHULUAN
Penjara bisa dideskripsikan sebagai ultimum remedial dalam sistem hukum pidana Indonesia
saat ini, dan pelaksanaannya harus didasarkan pada ketentuan Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia. Terlebih lagi, di dalam penjara pelaku kejahatan tetap memiliki hak yang harus
dilindungi oleh negara. Akan tetapi, tujuan pemidanaan bukan hanya untuk membuat jera atau
membuat si pelaku menderita, tetapi agar si pelaku menjadi pribadi yang mengakui
kesalahannya sendiri dan berdampak positif bagi lingkungannya dikarenakan saat ini sistem
pemenjaraan tidak lagi berkonsep pada pembalasan melainkan berubah menjadi sistem
pemasyarakatan dengan konsep reintegrasi.
Pada awal narapidana masuk ke dalam Lapas yang mereka tidak semuanya bisa
mengungkapkan apa yang mereka sampaikan pada keadaan tertentu dengan terbatasnya
jumlah petugas maka perlu di tunjuknya Wali Pemasyarakatan untuk bisa saling sharing diantara
mereka. Mengacu pada hal tersebut, adanya peran wali pemasyarakatan yang sejalan,
berkualitas serta berkompetensi yang baik sangat dibutuhkan dalam mengimplementasikan
pembinaan terhadap narapidana dengan menggunakan beberapa metode untuk memulihkan
agar mereka mempunyai perilaku arsetif tanpa melanggar aturan atau wewenang orang lain.
Terkait dengan perkembangan perilaku asertif, tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhinya, seperti yang dinyatakan oleh (Rathus & Nevid, 1980) yaitu; (1) Jenis
kelamin, (2) Kepribadian, (3) intelegensi, (4) kebudayaan, (5) usia. Sehingga diharapkan
petugas dapat memiliki kompetensi yang dibutuhkan agar dapat menggali lebih dalam dan
meningkatkan perilaku asertif narapidana. Sehingga nantinya narapidana mendapatkan
pengalaman yang kuat yang dibutuhkan oleh para narapidana yaitu penghormatan
terhadap diri dan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Eha, J., dkk. (2019). Konseling Analisis Transaksional (AT) Untuk Meningkatkan Perilaku
Asertif Warga Binaan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Pelabuhan Kota Cirebon.
Dimasejati, 1(1), 13–26.
Rathus, S., & Nevid, J. . (1980). Behavior Therapy of Solving Problem in Living. New York:
The New American Library.
Undang-undang
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor: M.01.PK.04.10. Tahun
2007 tentang wali pemasyarakatan.