Anda di halaman 1dari 8

Tanah ulayat adat di minangkabau

A. Pengertian Tanah ulayat adat di minangkabau

Tanah ulayat adalah suatu lahan yang di kuasai oleh ninik mamak para kepala suku.
Secara hukum adat tanagh ulayat ini di serahkan pengelolaan dan pemanfaatannya kepada
masing-masing suku yang ada. Kebiasaan ini secara turun temurun telah berlangsung secara
lama, sehingga status tanah ulayat secara adat sangat kuat. Hasil tanah ulayat sebagian besar
digunakan sebagai penunjang kehidupan anak kemenakan.
Tanah Ulayat dapat diartikan sebagai tanah bersama para warga masyarakat hukum adat
yang bersangkutan. Hak penguasaan atas tanah masyarakat hukum adat dikenal dengan Hak
Ulayat. Negara mengakui mengenai hal ini, yaitu sebagaimana terdapat dalam Pasal 18B ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan:

Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Hak Ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum
adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya. Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”)
mengakui adanya Hak Ulayat. Pengakuan itu disertai dengan 2 (dua) syarat yaitu mengenai
eksistensinya dan mengenai pelaksanaannya. Berdasarkan Pasal 3 UUPA, Hak Ulayat diakui
“sepanjang menurut kenyataannya masih ada”.

Dominikus Rato dalam bukunya Hukum Benda dan Harta Kekayaan Adat (hal. 122)
menjelaskan bahwa sebagaimana diketahui istilah hak ulayat dalam UUPA itu tidak dikenal
dalam hukum adat masyarakat hukum adat di luar Minangkabau, seperti Kalimantan Tengah
pada Masyarakat adat Dayak.

Jika orang menggunakan istilah hak ulayat, itu karena mendengar para ahli hukum atau
para penegak hukum menggunakan istilah itu. Akan tetapi, telah jelas, tegas, dan pasti bahwa
dalam konsep hukum positif, hak ulayat telah menjadi konsep hukum atau norma hukum positif
dalam hukum agraria Indonesia.1

Jadi, hak penguasaan atas tanah oleh masyarakat hukum adat dikenal dengan Hak Ulayat.
Hak ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat,
yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya. Hak ulayat ini
diatur serta diakui dalam peraturan perundang-undangan di bidang agraria.

1
Dominikus Rato, Hukum Benda Dan Harta Kekayaan Adat.( Yogyakarta: Laks Bang
Presssindo, 2016). hal. 122
B. Jenis-Jenis Tanah Ulayat

Tanah ulayat di atur dalam Peraturan Daerah dan istilah tanah ulayat dikenal dalam
masyarakat hukum adat Minangkabau, maka kami merujuk pada Peraturan Daerah Propinsi
Sumatera Barat Nomor 16 Tahun 2008 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya (“Perda
Sumbar 16/2008”) yang menyatakan bahwa ada beberapa jenis tanah ulayat, yaitu:2

a. Tanah ulayat nagari

b. Tanah ulayat suku

c. Tanah ulayat kaum

d. Tanah ulayat rajo

a. Tanah ulayat nagari adalah tanah ulayat beserta sumber daya alam yang ada di atas dan di
dalamnya merupakan hak penguasaan oleh ninik mamak kerapatan adat nagari (“KAN”) dan
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat nagari, sedangkan pemerintahan
nagari bertindak sebagai pihak yang mengatur untuk pemanfaatannya.Tanah ulayat nagari
berkedudukan sebagai tanah cadangan masyarakat adat nagari, penguasaan serta pengaturannya
dilakukan oleh ninik mamak KAN bersama pemerintahan nagari dengan adat minangkabau dan
dapat dituangkan dalam peraturan nagari.

b. Tanah ulayat suku adalah hak milik atas sebidang tanah berserta sumber daya alam yang
berada diatasnya dan didalamnya merupakan hak milik kolektif semua anggota suku tertentu
yang penguasaan dan pemanfaatannya diatur oleh penghulu-penghulu suku.Tanah ulayat suku
berkedudukan sebagai tanah cadangan bagi anggota suku tertentu di nagari, penguasaan dan
pengaturannya dilakukan oleh penghulu suku berdasarkan musyawarah mufakat dengan anggota
suku sesuai dengan hukum adat minangkabau.

c. Tanah ulayat kaum adalah hak milik atas sebidang tanah beserta sumber daya alam yang ada
diatas dan didalamnya merupakan hak milik semua anggota kaum yang terdiri dari jurai/paruik
yang penguasaan dan pemanfaatannya diatur oleh mamak jurai/mamak kepala waris.
[7]Sementara itu, tanah ulayat kaum berkedudukan sebagai tanah garapan dengan status
ganggam bauntuak pagang bamansiang oleh anggota kaum yang pengaturannya dilakukan oleh
ninik mamak kepala waris sesuai dengan hukum adat minangkabau.

d. Tanah ulayat rajo adalah hak milik atas sebidang tanah beserta sumber daya alam yang ada
diatas dan didalamnya yang penguasaan dan pemanfaatannya diatur oleh laki-laki tertua dari
garis keturunan ibu yang saat ini masih hidup disebagian Nagari di Propinsi Sumatra Barat.Tanah
2
Pasal 1 angka 8, 9, 10, dan 11 jo. Pasal 5 Perda Sumbar 16/2008
ulayat rajo berkedudukan sebagai tanah garapan dengan status ganggam bauntuk pagang
bamansinag oleh anggota kaum kerabat pewaris rajo yang pengaturannya dilakukan oleh laki-
laki tertua pewaris rajo sesuai hukum adat minangkabau.

C. Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Ulayat

Tanah Ulayat didefinisikan oleh Putu Oka Ngakan et.al dalam buku Dinamika Proses
Desentralisasi Sektor Kehutanan di Sulawesi Selatan (hal. 13) sebagai tanah yang dikuasai secara
bersama oleh warga masyarakat hukum adat, di mana pengaturan pengelolaannya dilakukan oleh
pemimpin adat (kepala adat) dan pemanfaatannya diperuntukan baik bagi warga masyarakat
hukum adat yang bersangkutan maupun orang luar.

Pemanfaatan tanah ulayat juga diatur dalam Perda Sumbar 16/2008. Pemanfaatan tanah
ulayat dapat dilakukan oleh anggota masyarakat adat itu sendiri, untuk kepentingan umum,
dimanfaatkan untuk kepentingan badan hukum dan perorangan, serta bisa juga dimanfaatkan
oleh investor.

Pemanfaatan tanah ulayat oleh anggota masyarakat adat dapat dilakukan atas
sepengetahuan dan seizin penguasa ulayat yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan tata cara
hukum adat yang berlaku.Pemanfaatan tanah ulayat untuk kepentingan umum dapat dilakukan
dengan cara penyerahan tanah oleh penguasa dan pemilik ulayat berdasarkan kesepakatan
anggota masyarakat adat yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Pemanfaatan
tanah ulayat untuk kepentingan badan hukum dan atau perorangan dapat dilakukan berdasarkan
surat perjanjian pengusahaan dan pengelolaan antara penguasa dan pemilik berdasarkan
kesepakatan masyarakat adat dengan badan hukum dan atau perorangan dalam jangka waktu
tertentu dalam bentuk lain yang disepakati berdasarkan masyawarah dan mufakat di KAN,
diketahui oleh pemerintahan nagari.

Pelaksanaan pemanfaatan tanah ulayat untuk kepentingan umum dan untuk kepentingan
badan hukum atau perorangan, dapat dilakukan setelah badan hukum atau perorangan yang
memerlukan tanah ulayat, memperoleh izin lokasi guna kesesuaian penggunaan tanah dengan
rencana tata ruang wilayah dari pemerintah setempat sesuai kewenangannya. 3Selain itu, investor
juga dapat memanfaatkan tanah ulayat dengan mengikutsertakan penguasa dan pemilik tanah
ulayat berdasarkan kesepakatan masyarakat adat yang bersangkutan sebagai pemegang saham,
bagi hasil dan dengan cara lain dalam waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Perjanjian
tersebut dibuat secara tertulis di hadapan pejabat pembuat akta tanah/notaris.

3
Pasal 9 ayat (4) Perda Sumbar 16/2008
A. Pengertian Harta Pusako Tinggi

Harta pusako tinggi adalah harta yang telah diwarisi secara turun-temurun oleh sebuah
kaum. Harta tersebut berupa tanah, sawah, tanah peladangan, rumah, dan sebagainya. Namun di
Minangkabau masih ada harta pusako tinggi kaun yang tidak berwujud/ berbentuk, yaitu gelar
pusaka. Pusaka ini disebut sako.

Asal usul harta pusako tinggi adalah hasil usaha dan kerja nenek moyang kaum tersebut
dahulu dijadikan lahan pertanian, perumahan, dan persawahan. Seperti dalam petatah
Minangkabau sebagai berikut:

Dilambeh hutan jo baluka

Dirambah samak rimbo dalam

Dilambang bumi tanah lambua

Diasah padang nan panjang

Alat pakakeh dipatajam

Dirateh baluka nanlah kariang

Diparun sama nanlah masiak

Kemudian dilanjutkan dengan kerja seperti ungkapan di bawah ini:

Nan lunak ditanami baniah

Tanah kareh jadikan ladang

Nan bancah palapeh itiak

Aia taganang katabek ikan

Sawah ladang banda buatan

Sawah batumpak dinan data


Ladang babidang dinan lereang

Banda baliku turuik-bukik

Dapat kita bayangkan betapa sulit dan susahnya kerja nenek moyang kita pada zaman
dahulu. Hanya dengan peralatan yang sangat sederhana, mereka lakukan untuk anak kemenakan
dan cucu mereka di kemudian hari.

Dari uraian di atas maka dapat kita simpulkan bahwa harta pusako tinggi yang diwariskan
secara turun-temurun berasal dari harta tambilang basi dan tambilang ameh nenek moyang orang
Minangkabau.

B. Hak dalam Harta Pusako Tinggi

Orang Minangkabau menganut sistem garis keturunan diambil dari pihak ibu/
perempuan. Maka yang berhak atas harta pusako tinggi adalah orang-orang yang segaris
keturunan atai disebut juga orang yang sekaum seketurunan, dengan kata lain harta pusako tinggi
menjadi hak bersama.

Kaum yang menerima waris pusako tinggi, secara bersama-sama punya kewajiban untuk
menjaga, melestarikan, serta mengolah harta pusako tinggi yang diterima. Sedangkan
kewenangan untuk mengatur penggunaan harta pusako tinggi dipegang oleh kaum wanita yang
tertua. Untuk melindungi, memelihara, dan mengembangkan harta pusako tinggi ini di bawah
wewenang mamak penghulu kaum, dengan alasan sebagai orang mamak penghulu kaum, dia
dahulukan salangkah dan ditinggikan sarantiang oleh kaumnya. Di bawah pengawasan maamk
penghulu kaum dan wanita tertua dalam kaum tersebut, diharapkan pusako tinggi bermanfaat
untuk seluruh anggota kaum mereka. Karena menurut pituah adat Minangkabau harta pusako
tinggi ini berarti kok tajua indak dimakan bali, gadai indak dimakan sando. Maksudnya, harta
pusako tinggi bila terjual tidak bisa dibeli, digadaikan tidak bisa dijadikan sando karena harta
pusako tinggi menjadi milik bersama.4

Nenek moyang kita terkenal dengan sikap yang arif dan bijaksana. Dalam membuat
undang-undang dan aturan, nenek moyang kita tidak kaku. Walaupun adat pituah adat yang
melarang kita untuk menjual atau menggadaikan harta pusako, namun ada pengecualiannya.
4
https://dodirullyandapgsd.blogspot.com/2015/06/
Harta pusako tinggi dapat juga dijual atau digadaikan jika terjadi empat penyebab, sehingga
pihak kaum penerima waris "terpaksa" menjual atau menggadaikan harta pusako tinggi, yaitu
apabila terjadi :

1. Maik tabujua ateh rumah (mayat terbujur diatas rumah ), Apabila ada dari keluarga yang
meninggal dunia namun tidak ada family atau orang kampung yang akan membantu
untuk menyelenggarakan jenazahnya sedangkan menyelenggarakan jenazah itu wajib
menurut agama, maka boleh menggadaikan harta pusaka untuk mengupahkan orang
menyelenggarakan jenazah tsb.

2. Gadih atau rando indak balaki (gadis atau janda tak punya suami), Kalau ada saudara atau
family perempuan baik dia gadis atau janda yang tidak punya suami dan tidak ada orang
yang mau mengawini dia sedangkan usianya sudah lanjut maka boleh menggadaikan
harta pusaka tinggi untuk membayar laki-laki lain agar mau menikahi dia, karena aib di
Minang Kabau kalau ada perempuan yang tidak punya suami apabila sudah sampai
waktunya.

3. Rumah gadang katirisan (Rumah Gadang rusak berat), Apa bila rumah gadang rusak
berat seperti bocor, dinding lapuk tangga runtuh dll dan tidak ada orang laki-laki yang
kuat untuk memperbaikinya maka supaya rumah gadang jangan sampai runtuh boleh
menggadaikan harta pusaka tinggi atau ulayat untuk memperbaikinya, karena rumah
gadang di Minang Kabau adalah merupakan lambang kesatuan suku yang kuat dan
kokoh, mencerminkan kehidupan yang harmonis penuh kekeluargaan dalam suatu kaum
yang diikat dengan pola persaudaraan yang materinial

4. Mambangkik batang tarandam, (Membangkit batang terendam), Apa bila ada gelar
penghulu adat dalam suku yang tidak terpasang sedangkan anak kemenakan semakin
kembang memerlukan bimbingan seorang penghulu adat sementara pengulu adat atau
datuknya sudah lama terbenam (tidak dinobatkan) sementara anak kemenakannya tidak
mempunyai biaya untuk menyelenggarakan upacara penobatan gelar penghulu itu maka
boleh mengadai secukupnya untuk pelaksanaan acra tersebut.
Pada hakikatnya menggadaikan harta pusaka tinggi atau ulayat di Minang Kabau sangat
dilarang, apa lagi menjualnya malah sangat tidak boleh, karena kalau dibolehkan mengadai atau
menjual maka akan hilanglah keistimewaan Minang Kabau, Ladang habih sawah tagadai, parak
tandeh hutan tajua, dima katampek iduik lai kamanakan batambah banyak juo, akianyo
manumpang ditanah urang manjawek upah patang pagi, pilolah nasib kabarubah akianyo rantau
dipajauah kampuang dihuni urang lain, harato bapindah tangan Minang kabau katingga namo.

C. Sistem Pengelolaan atau Penggarapan Harta Pusako Tinggi

Penggarapan atau pengelolaan harta pusako tinggi dapat dilakukan dengan cara
dikerjakan bersama-sama, kemudian hasilnya juga dibagi bersama/ dibagi rata, atau dengan cara
bergiliran. Hal ini semuanya diatur oleh pihak ibu/ perempuan tertua dalam kaum dan mamak
penghulu kaum.dan disepakati bersama anggota kaum. Sesuai dengan ketentuan adat, aianyo nan
buliah diminum, buahnyo buliah dimakan.

Sawah merupakan salah satu pusako tinggi

Sedangkan untuk masa pemakaiannya ditentukan berdasarkan mufakat sesuai dengan


pituah adat, yaitu :

Salamo kabau bakubang, kabau pai kubangan tingga, nan tabao sado luluak nan lakek di badan.

Artinya:Masa pemakaian penggarapan/pengelolaan selama masih dimanfaatkan. Setelah itu harta


pusako tinggi tidak boleh dibawa dan harus dikembalikan kepada kaum. Atau diberikan kepada
anggota kaum yang masih membutuhkan. Yang boleh dibawa hanya sekadar dari hasil yang
diperoleh dari penggarapan atau pengolahan selama masa yang ditentukan.

1. Fungsi Harta Pusako Tinggi

a) Merupakan tali persatuan dan kesatuan sebuah kaum yang bertali darah.

b) Mengingatkan semua orang akan hubungan budi yang luhur terhadap nenek moyangnya.

c) Mampu memberikan contoh pada generasi berikutnya, untuk selalu memikirkan generasi-
generasi yang akan datang.

2. Manfaat Harta Pusako Tinggi


Harta pusako tinggi sangat besar manfaatnya bagi anggota kaum yang mewarisi.
Pengelolaan/ penggarapan yang telah diatur dan disepakati bersama, hasilnya dapat membantu
kesejahteraan keluarga kaum.

Anda mungkin juga menyukai