Anda di halaman 1dari 31

PENGARUH PENERIMAAN PAJAK BUMI dan BANGUNAN (PBB) DAN

BEA PEROLEHAN HAK atas TANAH dan BANGUNAN (BPHTB)


TERHADAP APBD KABUPATEN BEKASI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seminar Perpajakan

Dosen Pengampu : Ibu Sri Agustini,S.E,.M.Si

Disusun oleh :

ANDRI ADITIA NUGROHO

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PAMULANG

2018

i
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT karena

berkah dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga pada

akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas ini meskipun dengan segala

kekurangannya. Adapun maksud dari penulisan tugas ini adalah untuk memenuhi

syarat dalam tugas mata kuliah Seminar Perpajakan pada Universitas Pamulang.

Judul yang penulis pilih pada tugas kelompok ini adalah “Pengaruh Penerimaan

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB) Terhadap Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (

APBD )”

Dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan sehingga

tugas kelompok ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih dan rasa hormat

sebesar besarnya penulis tunjukkan kepada:

1. Kedua orangtua kami yang selalu memberikan kasih sayang, do’a dan dorongan

baik moral maupun materiil.

2. Ibu Sri Agustini,S.E,.M.Si. selaku Dosen Pembimbing dalam Kegiatan Belajar

Mengajar Mata Kuliah Perpajakan Internasional.

3. Seluruh rekan kerja kelompok yang selalu memberikan dukungan, motivasi,

semangat baik waktu, tenaga dan materiil.

4. Semua sahabat seperjuangan SAKM005 yang tidak bisa disebutkan satu persatu

terima kasih atas semuanya.

ii
5. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

penulis.

Tangerang Selatan, April 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................Error! Bookmark not defined.


KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 4
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 5
2.1 Pengertian Pajak .................................................................................................... 5
2.2 Pengertian PBB ...................................................................................................... 5
2.2.1 Objek PBB....................................................................................................... 6
2.2.2 Non Objek PBB ............................................................................................... 6
2.2.3 Subjek PBB ..................................................................................................... 7
2.2.4 Dasar Pengenaan PBB dan NJOPTKP ............................................................ 7
2.2.5 Tarif PBB ........................................................................................................ 8
2.2.6 Tempat Pembayaran PBB ............................................................................... 8
2.3 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) ...................................... 9
2.3.1 Objek BPHTB ................................................................................................. 9
2.3.2 Non Objek BPHTB ....................................................................................... 10
2.3.3 Subjek BPHTB .............................................................................................. 11
2.3.4 Dasar Pengenaan BPHTB ............................................................................. 11
2.3.5 Tarif BPHTB ................................................................................................. 12
2.3.6 Tata Cara Pambayaran BPHTB ..................................................................... 12
2.4 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)............................................ 12
2.4.1 Fungsi APBD ................................................................................................ 13
2.4.2 Tujuan APBD ................................................................................................ 14

iv
2.4.3 Cara Peyusunan, Pelaksanaan, Pengawasan dan Pertanggung Jawaban APBD
………………………………………………………………………………………………………………….14
2.4.4 Dampak APBN dan APBD Terhadap Perekonomian ................................... 15
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................................. 17
3.1 Gambaran Umum Kabupaten “X” (Kabupaten Bekasi) ...................................... 17
3.2 Analisis Kasus...................................................................................................... 18
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................... 25
4.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 25
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 26

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perekonomian Indonesia akan diikuti pula dengan

kebijakan kebijakan di bidang pajak. Oleh karena itu, pajak merupakan suatu

fenomena yang selalu berkembang di dalam masyarakat. Pajak merupakan sumber

penerimaan dari negara disamping dari penerimaan sumber migas dan non migas.

Dengan demikian, pajak merupakan sumber penerimaan strategis yang dapat

digunakan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejaterahaan

sesuai dengan tujuan pembangunan nasional. Maka, pajak harus dikelola dengan

baik agar keuangan negara dapat berjalan dengan lancar dan baik. (Waluyo,

Perpajakan Indonesia, 2011).

Hal yang paling fundamental dalam UU 28/2009 adalah dialihkannya Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan

Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) menjadi pajak daerah. Pada

awalnya PBB-P2 merupakan pajak yang proses administrasinya dilakukan oleh

pemerintah pusat sedangkan seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan

proporsi tertentu.

Adapun dasar pemikiran dan alasan pokok dari pengalihan PBB-P2

menjadi pajak daerah, antara lain: Pertama, berdasarkan teori, PBB-P2 lebih

bersifat lokal (local origin), visibilitas, objek pajak tidak berpindah-pindah

(immobile), dan terdapat hubungan erat antara pembayar pajak dan yang

1
menikmati hasil pajak tersebut (the benefit tax-link principle). Kedua, pengalihan

PBB-P2 diharapkan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan

sekaligus memperbaiki struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD). Ketiga, untuk meningkatkan pelayanan masyarakat (public services),

akuntabilitas, dan transparansi dalam pengelolaan PBB-P2. Keempat, berdasarkan

praktek di banyak negara, PBB-P2 atau Property Tax termasuk dalam jenis local

tax. Berdasarkan Pasal 180 angka 5 UU 28/2009, masa transisi pengalihan PBB-

P2 menjadi pajak daerah adalah sejak tanggal 1 Januari 2010 sampai dengan 31

Desember 2 Pedoman UmUm Pengelolaan PBB-P2 2013.

Bagi negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang

akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara baik pengeluaran rutin

maupun pembangunan. Semua pengeluaran negara pada dasarnya sangat

bermanfaat bagi masyarakat, sebab dengan pendapatan yang dihasilkan dari pajak,

negara menyediakan fasilitas-fasilitas, misalnya: pendidikan, kesehatan,

pengangkutan, kesempatan kerja dan juga menciptakan penghasilan untuk anggota

masyarakat. Jadi jika diperhatikan sebenarnya pajak itu berasal dari masyarakat

untuk masyarakat dan demi kesejahteraan masyarakat. (Mardiasmo, 2000).

Peningkatkan aktivitas pembangunan nasional dan daerah tidak terlepas

dari usaha-usaha untuk mendorong peningkatan penerimaan daerah. Berdasarkan

Undang-Undang No. 32 tahun 2004, sumber pendapatan daerah terdiri dari :

1. Pendapatan Asli Daerah, yaitu:

a. Hasil pajak daerah

b. Hasil retribusi daerah

2
c. Hasil perusahaan milik daerah

d. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

2. Dana Perimbangan terdiri dari:

a. Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam

b. Dana alokasi umum

c. Dana alokasi khusus

Masalah yang tengah dihadapi oleh pemerintah daerah adalah lemahnya

kemampuan pendapatan daerah untuk menutupi biaya dalam melaksanakan

belanja pembangunan daerah yang setiap tahunnya semakin meningkat. Dalam

Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa semakin banyak

suatu wilayah menerima pendapatan pajak nasional terutama penerimaan PBB,

BPHTB, PPh pasal 25 dan 29 Wajib Pajak Orang Pribadi, serta PPh pasal 21,

maka akan semakin besar dana bagi hasil pajak yang diberikan atau di dadapat

oleh wilayah tersebut. Adanya undang-undang tersebut membuat pemerintah

daerah, khususnya bagi daerah yang memiliki SDA rendah, berlomba-lomba dan

berusaha untuk mengoptimalkan penerimaan pajak nasional yang ada di wilayah

kekuasaan mereka untuk mendapatkan penerimaan dana bagi hasil pajak yang

besar.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis

tertarik untuk mengangkatnya ke dalam sebuah penelitian yang berjudul

“Pengaruh Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea

3
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Terhadap Anggaran

Pendapatan, dan Belanja Daerah ( APBD )”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan

yang akan diteliti adalah:

1. Bagaimana Pengaruh Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Terhadap Anggaran

Pendapatan, dan Belanja Daerah ( APBD) ?

1.3.Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bagaimana Pengaruh Penerimaan Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

terhadap Pendapatan Asli Daerah.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pajak

Dalam undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga

UU Nomor 6 tahun 1983 yakni ketentuan umum dan tata cara perpajakan

dinyatakan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang

oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasar kan undang-

undang dengan tidak mendapatkan imbalan langsung dan digunakan untuk

keperluan Negara bagi sebesarnya kemakmuran rakyat.

Pajak ialah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang

(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi)

yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran

umum. Kemudian pengertian terebut direvisi menjadi, pajak adalah peralihan

kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran

rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber

utama untuk membiayai public investment (Zain : 2003).

2.2 Pengertian PBB

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan

terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun

1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994.

5
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak

terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan.

Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

2.2.1 Objek PBB

Objek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan”:

1. Bumi : Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada

dipedalaman serta laut wilayah Indonesia. Contoh: sawah, ladang, kebun,

tanah. pekarangan, tambang, dll.

2. Bangunan : Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada

tanah dan atau perairan. Contoh : rumah tempat tinggal, bangunan tempat

usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah,

dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam

renang, anjungan minyak lepas pantai, dll.

2.2.2 Non Objek PBB

Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :

1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah,

sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak

dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah

sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.

2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan

itu.

6
3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah

penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum

dibebani suatu hak.

4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal

balik.

5. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang

ditentukan oleh Menteri Keuangan.

2.2.3 Subjek PBB

Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:

1. mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau.

2. memperoleh manfaat atas bumi, dan atau.

3. memiliki bangunan, dan atau.

4. menguasai bangunan, dan atau.

5. memperoleh manfaat atas bangunan.

Subjek PBB yang dikenakan kewajiban membayar PBB berdasarkan

ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku menjadi Wajib Pajak.

2.2.4 Dasar Pengenaan PBB dan NJOPTKP

Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP

ditetapkan per wilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan

mendengar pertimbangan Bupati/Walikota serta memperhatikan :

a. harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;

b. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan

dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;

7
c. nilai perolehan baru;

d. penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak

kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-

tingginya Rp 12.000.000, dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali

dalam satu Tahun Pajak.

b. Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang

mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya

terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.

2.2.5 Tarif PBB

Besarnya tarif PBB adalah 0,5%.

Rumus Penghitungan PBB

Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP

a. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB

= 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)

= 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)

b. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB

= 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)

= 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)

2.2.6 Tempat Pembayaran PBB

Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang

(SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari KPP

8
Pratama, KP PBB atau disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya

tepat waktu pada tempat pembayaran yang telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank

Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

2.3 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang

dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan Hak atas

Tanah dan atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang

mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi

atau badan. Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan,

beserta bangunan diatasnya sebagaimana dalam undang-undang nomor 5 tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

2.3.1 Objek BPHTB

Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan (disengaja) atau

peristiwa hukum (otomatis / tidak disengaja) yang mengakibatkan diperolehnya

hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Contoh peristiwa

hukum adalah warisan karena pemilik meninggal dunia.

Yang menjadi objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan

atau bangunan, perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, meliputi :

Pemindahan hak karena :

9
1. jual beli.

2. tukar-menukar.

3. hibah.

4. hibah waris.

5. waris.

6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya.

7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan.

8. penunjukan pembeli dalam lelang.

9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

10. penggabungan usaha.

11. peleburan usaha.

12. pemekaran usaha.

13. hadiah.

2.3.2 Non Objek BPHTB

Objek Pajak yang Tidak Dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang

diperoleh :

a) perwakilan diplomatic, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbale balik.

b) Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan

pembangunan guna kepentingan umum.

c) badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri

dengan syarat tidak menjalankan usaha atau menjalankan kegiatan lain diluar

fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi.

10
d) orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain

dengan tidak adanya perubahan nama.

e) orang pribadi atau badan karena wakaf.

orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

2.3.3 Subjek BPHTB

Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak

atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban

membayar BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib

Pajak.

2.3.4 Dasar Pengenaan BPHTB

1. pengenaan BPHTB karena waris dan Hibah Wasiat BPHTB yang terutang atas

perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari BPHTB

yang seharusnya terutang.

2. pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan. Besarnya BPHTB

karena pemberian Hak Pengelolaan adalah sebagai berikut:

 0% (nol persen) dan BPHTB yang seharusnya terutang terutang dalam hal

penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non

Departemen, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah

Kabupaten/kota, Lembaga Pemerintah lainnya, dan Perusahaan Umum

Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas).

 50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang dalam hal

penerima Hak Pengelolaan selain dimaksud diatas.

11
2.3.5 Tarif BPHTB

Tarif BPHTB adalah 5% (lima persen). Besarnya BPHTB terutang adalah

Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak

Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dikalikan tarif 5 % (lima persen). Secara

matematis adalah;

BPHTB = 5 % X (NPOP – NPOPTKP)

2.3.6 Tata Cara Pambayaran BPHTB

Sistem pemungutan BPHTB pada prinsipnya menganut sistem “self

assessment”. Artinya Wajib Pajak Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk

menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan

pada adanya surat ketetapan pajak.Pajak yang terutang dibayarkan ke kas Negara

melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan

Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri

Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Bea (SSB).

2.4 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Menurut Undang-undang no. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap

tahun dengan peraturan daerah. APBD terdiri dari anggaran pendapatan, anggaran

belanja dan pembiayaan.

APBD adalah daftar terperinci mengenai pendapatan dan pengeluaran

daerah dalam waktu satu tahun yang telah disyahkan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD).

12
2.4.1 Fungsi APBD

APBD yang disusun oleh setiap pemerintah daerah memiliki fungsi

sebagai berikut:

a. Fungsi otorisasi

APBD sebagai dasar bagi pemerintah daerah dalam menjalankan pendapatan

dan belanja untuk masa satu tahun.

b. Fungsi Perencanaan

APBD merupakan pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun

perencanaan penyelenggaraan pemerintah daerah pada tahun yang

bersangkutan.

c. Fungsi Pengawasan

APBD merupakan pedoman bagi DPRD, BPK, dan instansi pelaksanaan

pengawasan lainnya dalam menjalankan fungsi pengawasan.

d. Fungsi Alokasi

Sumber-sumber penerimaan APBD digambarkan dengan jelas untuk

dialokasikan sebagai pembelanjaan yang harus dilaksanakan pemerintah

daerah.

e. Fungsi Distribusi

Pembelanjaan APBD disesuaikan dengan kondisi setiap daerah dengan

mempertimbangkan asas keadilan dan kepatutan.

13
2.4.2 Tujuan APBD

APBD disusun sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran

penyelenggaraan negara didaerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan

untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat.

2.4.3 Cara Peyusunan, Pelaksanaan, Pengawasan dan Pertanggung Jawaban

APBD

1. Cara penyusunan APBD

Penyusunan APBD melibatkan Tim Anggaran Eksekutif Pemerintah

Daerah (Sekretaris Daerah, BAPPEDA, dan pihak-pihak lain yang dianggap

perlu) dan Panitia Anggaran DPRD yang anggotanya terdiri atas tiap-tiap fraksi di

DPRD. APBD disusun melalui beberapa tahap kegiatan, antara lain:

a. Pemerintah daerah menyusun Rancangan Pendapatan dan Belanja Daerah

(RAPBD).

b. Pemerintah daerah mengajukan RAPBD kepada DPRD untuk dibahas

bersama antara pemerintah daerah dan DPRD.

c. RAPBD yang telah disetujui DPRD disahkan menjadi APBD melalui

Peraturan Daerah untuk dilaksanakan.

2. Pelaksanaan APBD

APBD yang telah disahkan oleh DPRD menjadi kewajiban pemerintah

daerah untuk melaksanakannya. Semua pengeluaran daerah harus didasarkan

pada:

a. Daftar Isian Kegiatan Daerah (DIKDA)

b. Daftar Isian Proyek Daerah (DIPDA)

14
c. Surat Perintah Pembayaran (SPP)

d. Surat Keputusan Otorisasi (SKO)

3. Pengawasan Pelaksanaan APBD

Pengawasan pelaksanaan APBD terdiri dari:

a. Pengawasan ekstenal adalah pengawasan pelaksanaan APBD yang dilakukan

oleh DPRD dan BPK.

b. Pengawasan internal adalah pengawasan pelaksanaan APBD yang dilakukan

oleh pemerintah daerah sendiri melalui instansi-instansi dalam jajarannya.

4. Pertanggungjawaban APBD

Setiap tiga bulan pemerintah daerah melaporkan pelaksanaan APBD

triwulan kepada DPRD, dan setelah tahun anggaran berakhir pemerintah daerah

mempertanggung-jawabkan seluruh pelaksanaan APBD.

2.4.4 Dampak APBN dan APBD Terhadap Perekonomian

a. Terjadi pembangunan di berbagai sektor

APBN merupakan pedoman bagi perekonomian yang bertujuan untuk

menstabilkan perekonomian negara, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

pemerataan pendapatan.

b. Mempengaruhi rencana-rencana sektor swasta

Asumsi yang digunakan dalam APBN merupakan salah satu pertimbangan

bagi investor dalam menanamkan modalnya.

c. Berpengaruh dalam perdagangan internasional

15
Kebijakan pengaturan tarif pajak ekspor dilakukan untuk melindungi

kepentingan produsen dalam negeri, serta mengamankan neraca perdagangan

internasional.

d. Sebagai alat politik fiskal

Pemerintah dengan sengaja mengubah-ubah pengeluaran dan penerimaan guna

mencapai kestabilan ekonomi. Teknik mengubah pengeluaran dan penerimaan

yang dilakukan oleh pemerintah disebut dengan kebijakan fiskal.

16
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum Kabupaten “X” (Kabupaten Bekasi)

Kabupaten Bekasi mempunyai letak yang strategis karena dilalui oleh jalur

regional yang menjadi perlintasan antara ibu kota propinsi dan ibu kota. Secara

geografis Kabupaten Bekasi terletak antara 60 10’ 53” – 60 30’ 6” Lintang Selatan

dan 1060 48’ 28” – 1070 27’ 29” Bujur Timur. Posisi tersebut menempatkan

Kabupaten Bekasi berada di sebelah barat wilayah Propinsi Jawa Barat yang

memanjang dari utara ke selatan. Wilayah Kabupaten Bekasi mempunyai luas

127.388 Ha, meliputi 23 Kecamatan.

Secara administratif Kabupaten Bekasi dikepalai oleh seorang Bupati.

Jumlah kecamatan yang ada di Kabupaten Bekasi sebanyak 23 kecamatan yang

terdiri dari 182 desa dan 5 kelurahan. Jumlah desa/kelurahan di setiap kecamatan

berkisar antara 6 sampai 13.

Jumlah penduduk di Kabupaten Bekasi pada tahun 20110 menurut data

BPS Kabupaten Bekasi Tahun 2011 sebanyak 2.630.401 jiwa. Jumlah penduduk

terbanyak ada di Kecamatan Tambun Selatan sebanyak 417.008 jiwa dan jumlah

penduduk yang paling rendah ada di kecamatan Tambelang sebanyak 35.376 jiwa.

Kecamatan yang paling tinggi kepadatan penduduknya adalah Kecamatan

Tambun Selatan dengan angka kepadatan 9.675 jiwa/km2, sedangkan yang paling

rendah kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Muaragembong dengan angka

kepadatan 253 jiwa/km2.

17
Jumlah pendapatan daerah di Kabupaten Bekasi di peroleh dari PAD, dana

perimbangan dan pendapatan plain-lain yang sah.

3.2 Analisis Kasus

Perkembangan Pendapatan Daerah Kabupaten Bekasi menunjukkan hasil

yang cukup signifikan setiap tahunnya. Tahun 2011 realisasi pendapatan daerah

sebesar Rp. 599.585.961.049, realisasi pendapatan tahun 2012 sebesar Rp.

737.922.123.127, serta realisasi pendapatan tahun 2013 sebesar Rp.

1.154.525.309.151, serta realisasi pendapatan tahun 2014 Rp. 1.547.786.611.603.

Pemerintah Kabupaten Bekasi terus melakukan inovasi dalam menggali potensi

yang ada dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Penerimaan PAD

dalam APBD Kabupaten Bekasi dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan

yang semakin meningkat. Sektor pendapatan asli daerah paling besar berasal dari

sektor pajak, terutama pajak PBB dan BPHTB. Berikut tabel data pendapatan

pajak PBB dan BPHTB yang berkontribusi terhadap APBD :

Target dan Realisasi Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Bekasi

Tabel 1

Target dan Realisasi PBB Kabupaten Bekasi

Tahun 2011-2014

Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) Pencapaian

2011 174.905.649.004 189.116.030.889 108,12%

2012 155.606.584.611 195.877.127.723 125,88%

2013 190.000.000.000 211.368.898.638 111,25%

2014 240.000.000.000 258.258.966.461 107,61%

18
Rata-rata Pencapaian 113,22%

Sumber : Dinas Kabupaten Bekasi

Berdasarkan Tabel 1 target dan realisasi penerimaan BPHTB Kabupate

Bekasi semakin meningkat tiap tahun, pada tahun 2011 target sebesar Rp

174.905.649.004 realisasi peerimaan sebesar Rp 189.116.030.889 dengan tigkat

pencapaian sebesar 108,12%. Pada Tahun 2012 target Rp 155.606.584.611

realisasi penerimaa sebesar Rp 195.877.127.723 dengan tingkat pencapaian

sebesar 125,88%. Pada tahun 2013 target sebesar Rp 190.000.000.000 realisasi

penerimaan sebesar Rp 211.368.898.638 dengan tingkat pencapaian sebesar

111,25%. Dan untuk tahun 2014 target sebesar Rp 240.000.000.000 realisasi

penerimaan sebesar Rp 258.258.966.461 dengan tingkat pencapaian sebesar

107,61%. Peningkatan target dan realisasi peerimaan PBB dikarenakan ada

evaluasi target dan tercapainya realisasi penerimaan pada tahaun 2014 dengan

pembayaran tunggakan para Wajib Pajak PBB yang menunggak di tahun

sebelumnya.

Target dan Realisasi Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan

Kabupaten Bekasi

Tabel 2

Target dan Realisasi Penerimaan BPHTB Kabupaten Bekasi

Tahun 2011-2014

Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) Pencapaian

2011 200.000.000.000 278.016.038.515 139,01%

2012 270.000.000.000 297.399.505.212 110,15%

19
2013 313.000.000.000 375.823.486.999 120,07%

2014 365.000.000.000 538.941.113.638 147,66%

Rata-rata Pencapaian 129,22%

Sumber : Dinas Kabupaten Bekasi

Berdasarkan Tabel 2 target dan realisasi penerimaan BPHTB Kabupaten

Bekasi semakin meningkat tiap tahun, pada tahun 2011 target sebesar Rp

200.000.000.000 realisasi penerimaan sebesar Rp 278.016.038.515 dengan tingkat

pencapaian sebesar 139,01%. Pada tahun 2012 target sebesar Rp 270.000.000.000

realisasi penerimaan sebesar Rp 297.399.505.212 dengan tingkat pencapaian

sebesar 110.15%. Pada tahun 2013 target sebesar Rp 313.000.000.000 realisasi

penerimaan sebesar Rp 375.823.486.999 dengan tingkat pencapaian sebesar

120,07%. Untuk tahun 2014 target sebesar Rp 365.000.000.000 realisasi

penerimaan sebesar Rp 538.941.113.638 dengan tingkat pencapaian sebesar

147,66%. Peningkatan target dan realisasi penerimaan BPHTB dari tahun ke

tahun, dikarenakan adanya transaksi yang terjadi tiap tahun, seperti peralihan ha

katas tanah.

Target dan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten

Bekasi

Tabel 3

Target dan Realisasi penerimaan APBD Kabupaten Bekasi

Tahun 2011-2014

Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) Pencapaian

2011 470.545.425.678 599.585.961.049 127,42%

20
2012 658.958.975.341 737.922.123.127 111,98&

2013 1.018.759.123.254 1.154.525.309.151 113,33%

2014 1.290.412.792.982 1.547.786.611.603 119,95%

Rata-rata Pencapaian 118,17%

Sumber : Dinas Kabupaten Bekasi

Berdasarkan Tabel 3 target dan realisasi penerimaan APBD Kabupaten

Bekasi semakin meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2011 target sebesar Rp

470.545.425.678 realisasi penerimaan sebesar Rp 599.585.961.049 dengan

tingkat pencapaian sebesar 127,42%. Pada tahun 2012 target sebesar Rp

658.958.975.341 realisasi penerimaan sebesar Rp 737.922.123.127 dengan

tingkat pencapaian sebesar 111,98%. Pada tahun 2013 target sebesar Rp

1.018.759.123.254 realisasi penerimaan sebesar Rp 1.154.525.309.151 dengan

tingkat pencapaian sebesar 113,33%. Dan untuk tahun 2014 target sebesar Rp

1.290.412.792.982 realisasi penerimaan sebesar Rp 1.547.786.611.603 dengan

tingkat pencapaian sebesar 119,95%. Peningkatan target dan realisasi penerimaan

APBD dari tahun ke tahun, dikarenakan adanya realisasi penerimaan pajak daerah

yang memberikan peran penting dalam meyumbangkan untuk meningkatkan

APBD Kabupaten Bekasi.

Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan Terhadap Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah Kabupaten Bekasi

Tabel 4

Kontribusi PBB Terhadap APBD Kabupaten Bekasi

Tahun 2011-2014

21
Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) Pencapaian

2011 189.116.030.889 0 0,00%

2012 195.877.127.723 0 0,00%

2013 211.368.898.638 1.154.525.309.151 18,31%

2014 258.258.966.461 1.547.786.611.603 16,69%

Rata-rata Pencapaian 8,75%

Sumber : Dinas Kabupaten Bekasi

Berdasarkan (Nurcholis: 2007) Tabel 4 kontribusi PBB terhadap APBD

Kabupaten Bekasi pada tahun 2011 dan 2012 tidak berkontribusi, hal ini

dikarenakan realisasi penerimaan PBB termasuk dalam dana perimbangan, pada

tahun 2011 dan 2012 PBB masih dikelola oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah hanya mendapatkan bagian realisasi penerimaan sebesar 64,8%.

Mulai tahun 2013 PBB sudah dikelola oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi,

sehingga tahun 2013 dan 2014 realisasi penerimaan PBB berkontribusi terhadap

APBD Kabupaten Bekasi yaitu sebesar 18,31% dan 16,69%. Pada tahun 2011 dan

2012 realisasi penerimaan PBB tidak dapat meningkatkan APBD Kabupaten

Bekasi, tetapi PBB tetap berpengaruh terhadap APBD Kabupaten Bekasi, karena

realisasi penerimaan PBB tahun 2013 dan 2014 dapat meningkatkan APBD

Kabupaten Bekasi walaupun besar pengaruhnya hanya sedikit untuk peningkatan

APBD Kabupaten Bekasi.

Kontribusi Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan Terhadap

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bekasi

Tabel 5

22
Kontribusi BPHTB Terhadap APBD Kabupaten Bekasi

Tahun 2011-2014

Tahun BPHTB (Rp) APBD (Rp) Pencapaian

2011 278.016.038.515 599.585.961.049 46,37%

2012 297.399.505.212 737.922.123.127 40,30%

2013 375.823.486.999 1.154.525.309.151 32,55%

2014 538.941.113.638 1.547.786.611.603 34,82%

Rata-rata Pencapaian 38,51%

Sumber : Dinas Kabupaten Bekasi

Berdasarkan Tabel 5 kontribusi BPHTB terhadap APBD Kabupaten

Bekasi mengalami fluktuasi, dimana kontribusi pada tahun 2011 sebesar 46,37%,

tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 40,30%, tahun 2013 mengalami

penurunan 32,55%, dan pada tahun 2014 mengalami kenaikan sebesar 34,82%.

Fluktuasi kontriubusi ini berdasarkan pada transaksi yang terjadi pada tahun

tertentu. Seperti peralihan ha kata tanah.

Jika dilihat realisasi penerimaan BPHTB semakin meningkat tiap tahun,

walaupun kontribusi BPHTB terhadap APBD Kabupaten Bekasi mengalami

fluktuasi, tetapi kontribusinya tergolong cukup.

Maka BPHTB berpengaruh terhadap APBD Kabupaten Bekasi, karena

BPHTB cukup berkontribusi dalam menyumbangkan dan realisasi penerimaannya

untuk meningktakan penerimaan APBD.

23
Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah

dan Bangunan Terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Kabupaten Bekasi

Tabel 6

Kontribusi PBB dan BPHTB Terhadap APBD Kabupaten Bekasi

Tahun 2011-2014

Tahun PBB & BPHTB (Rp) APBD (RP) kontribusi

2011 501.764.142.083 599.585.961.049 77,91%

2012 507.720.688.814 737.922.123.127 66,85%

2013 587.192.385.637 1.154.525.309.151 50,86%

2014 792.200.080.090 1.547.786.611.603 51,18%

Rata-rata Kontribusi 61,70%

Sumber : Dinas Kabupaten Bekasi

Berdasarkan Tabel 6 kontribusi PBB dan BPHTB terhadap APBD

Kabupateb Bekasi mengalami penurunan, pada tahun 2011 sebesar 77,91%, tahun

2012 sebesar 66,85%, tahun 2013 sebesar 50,86%, dan tahun 2014 mengalami

kenaikan sebesar 51,18%. Walaupun kontribusi mengalami penurunan selama

tahun 2011-2013 dan mengalami kenaikan pada tahun 2014, kontribusi PBB dan

BPHTB terhadap APBD Kabupaten Bekasi tergolong cukup berkontribusi. Maka

PBB dan BPHTB berpengaruh terhadap APBD Kabupaten Bekasi, karena PBB

dan BPHTB berkontribusi dalam menyumbangkan dari total realisasi penerimaan

PBB dab BPHTB ubtuk meningkatkan APBD Kabupaten Bekasi.

24
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang sudah dilakukan mengenai

tingkat pencapaian dan kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea

Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhadap Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bekasi, maka dapat

disimpulkan :

1. Bahwa PBB berkontribusi terhadap APBD Kabupaten Bekasi, yaitu rata-rata

kontribusinya hanya sebesar 8,75% sisanya dari pajak daerah lainnya

walaupun realisasi penerimaan PBB melebihi 100% dari target, tetapi yang

diberikan oleh PEMDA sebesar 8,75%.

2. Bahwa BPHTB berkontribusi terhadap APBD Kabupaten Bekasi, yaitu rata-

rata kontribusinya sebesar 38,51% sisanya dari pajak daerah lainnya, walapun

realisasi penerimaan BPHTB melebihi 100% dari target, tetapi yang diberikan

PEMDA sebesar 38,51%.

3. Bahwa PBB dan BPHTB berkontribusi terhadap APBD Kabupaten Bekasi,

yaitu rata-rata kontribusinya 61,70% sisanya dari pajak daerah lainnya,

walaupun realisasi penerimaan PBB dan BPHTB MELEBIHI 100% dari

target, tetapi yang diberikan oleh PEMDA sebesar 61,70%.

25
Daftar Pustaka

26

Anda mungkin juga menyukai