Anda di halaman 1dari 54

Kamis, 22 September 2022

RMK RPS III


SPT PPh Pasal 21, 22, 23, 24, 26, dan PPh Final Pasal 4
MATA KULIAH PERPAJAKAN II
KODE MATA KULIAH EKA3291
KELAS A1

Disusun oleh:
1. Ni Made Ayu Tabita Cintya Hardi (14/2107531084)
2. Ni Ketut Febriyani (15/2107531089)
3. Ngurah Adhitya Warma Wardhana (16/2107531119)
4. Govinda Gde Paramatha Madusudana (17/2107531135)
5. Octaviany Tantri (18/2107531142)
6. Ni Komang Putri Seroja (19/2107531151)

Dosen Pengampu:
Dra. Ni Ketut Lely Aryani Merkusiwati, M.Si., Ak., CA.

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2022

i
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya lah
kami dapat menyelesaikan penyusunan Rangkuman Mata Kuliah Perpajakan II yang berjudul
“SPT PPh Pasal 21, 22, 23, 24, 26, dan PPh Final Pasal 4” dengan baik dan tepat waktu. Adapun
tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan II
yang diampu oleh Ibu Dra. Ni Ketut Lely Aryani Merkusiwati, M.Si., Ak., CA. Selain itu,
makalah ini juga disusun untuk menambah wawasan dan pengetahuan para pembaca dan juga
kami sebagai penulis.
Kami juga mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar makalah ini menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi semua pihak.
Om Santih, Santih, Santih Om

Denpasar, 20 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................................... 2
1.3. Tujuan ..................................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................................... 3
A. Pengertian SPT............................................................................................................................ 3
B. PPh Pasal 21/26........................................................................................................................... 5
C. PPh Pasal 22.............................................................................................................................. 23
D. PPh Pasal 23/26......................................................................................................................... 33
E. PPh Pasal 24.............................................................................................................................. 40
F. PPh Pasal 4 Ayat 2 .................................................................................................................... 44
BAB III KESIMPULAN.............................................................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 51

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengertian pajak menurut UU No. 28 Tahun 2007 adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak menjadi sumber
pendapatan terpenting bagi negara. Maka dari itu, Wajib Pajak haruslah melapor dan
membayarkan pajaknya tiap tahun. Dalam melakukan pembayaran, wajib pajak akan
membuat yang namanya Surat Pemberitahuan (SPT). SPT adalah surat yang dibuat oleh
Wajib Pajak yang digunakan untuk melaporkan perhitungan atau pembayaran pajak.
Pembayar PPh atau subjek pajak disebut juga sebagai Wajib Pajak, dan hal yang
dibayarkan pajaknya disebut sebagai Objek Pajak. SPT Masa PPh Pasal 21, melaporkan
tentang pajak penghasilan karyawan yaitu pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang
pribadi subjek pajak dalam negeri. Wajib pajak PPh Pasal 21 adalah orang yang dikenai
pajak atas penghasilannya atau penerima penghasilan yang dipotong PPh21 berdasarkan
Perdirjen PER-32/PJ/2015 Pasal 3 wajib pajak PPh 21. Jika disimpulkan peserta wajib
pajak terbagi menjadi 6 kategori, antara lain pegawai, bukan pegawai, penerima pensiun
dan pesangon, anggota dewan komisaris, mantan pegawai dan peserta kegiatan. Batas
waktu pembayaran jatuh pada tanggal 10 bulan berikutnya, diikuti oleh batas akhir waktu
lapor, yaitu tanggal 20.
PPh Pasal 22 adalah pajak yang dikenakan pada bendahara atau badan-badan tertentu,
baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor,
impor dan re-impor. Sekarang dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan No.
90/PMK.03/2015, pemerintah melebarkan badan-badan yang berhak memungut PPh Pasal
22 yaitu menjadi wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong
sangat mewah. PPh Pasal 22 dilaporkan paling lambat tanggal 20 setiap bulannya.
Jenis Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 23/26 ialah jenis SPT atas
pajak penghasilan yang dikenakan atas modal, hadiah, penyerahan jasa, dan penghargaan,
selain yang dipotong ialah Pajak Penghasilan Pasal 21. Surat Pemberitahuan Masa PPh
23/26 memiliki bentuk Formulir SPT Masa PPh Pasal 23/26 dengan masa batas akhir

1
pembayaran PPh Pasal 23/26 pada tanggal 10 bulan berikutnya dan batas waktu pelaporan
pada tanggal 20. Apabila PPh 23 dikenakan pada wajib pajak dalam negeri, sedangkan PPh
26 dikenakan pada wajib pajak luar negeri.
PPh Pasal 24 (Pajak Penghasilan Pasal 24) adalah peraturan yang mengatur hak wajib
pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak
terhutang yang dimiliki di Indonesia. Sehingga, jumlah pajak yang harus dibayar di
Indonesia dapat dikurangi dengan jumlah pajak yang telah mereka bayar di luar negeri,
asalkan nilai kredit pajak di luar negeri tidak melebihi hutang pajak yang ingin dibayar di
Indonesia. Pemanfaatan kredit pajak di luar negeri ini dimaksudkan agar wajib pajak tidak
terkena pajak ganda
Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atau PPh Pasal 4 ayat
(2) adalah cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan antara lain melalui pemotongan atau
pemungutan pajak yang bersifat final atas penghasilan tertentu yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.

1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah yang dapat
dilihat adalah sebagai berikut:
1.2.1. Apa yang dimaksud dengan Surat Pemberitahuan (SPT)?
1.2.2. Bagaimana cara mengisi SPT PPh Pasal 21?
1.2.3. Bagaimana cara mengisi SPT PPh Pasal 22?
1.2.4. Bagaimana cara mengisi SPT PPh Pasal 23?
1.2.5. Bagaimana cara mengisi SPT PPh Pasal 24?
1.2.6. Bagaimana cara mengisi SPT PPh Pasal 26?
1.2.7. Bagaimana cara mengisi SPT PPh Pasal 4 Ayat 2?

1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian Surat Pemberitahuan (SPT).
1.3.2. Untuk mengetahui cara mengisi SPT PPh Pasal 21.
1.3.3. Untuk mengetahui cara mengisi SPT PPh Pasal 22.
1.3.4. Untuk mengetahui cara mengisi SPT PPh Pasal 23.
1.3.5. Untuk mengetahui cara mengisi SPT PPh Pasal 24.
1.3.6. Untuk mengetahui cara mengisi SPT PPh Pasal 26.
1.3.7. Untuk mengetahui cara mengisi SPT PPh Pasal 4 Ayat 2.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian SPT
SPT pajak adalah singkatan dari Surat Pemberitahuan Tahunan. Menurut pajak.go.id,
SPT adalah dokumen yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan serta
pembayaran pajaknya. Seperti diketahui, kewajiban pembayaran pajak bukan hanya terbatas
pada PPh saja, tapi juga ada jenis pajak lainnya yang harus dibayar dan dilaporkan. Selain
PPh, ada yang namanya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM). Jadi, baik itu PPh dan PPN juga harus dilaporkan pajaknya
menggunakan Surat Pemberitahuan, yang biasa disebut SPT PPN dan SPT PPh. Bedanya,
aktivitas penggunaan Surat Pemberitahuan PPN hanya dilakukan setiap masa pajak atau
secara bulanan, sehingga disebut SPT Masa PPN. Sedangkan aktivitas Surat Pemberitahua
PPh dilakukan, baik secara bulanan maupun tahunan, yang disebut SPT Masa PPh dan SPT
Tahunan PPh.
Jadi, SPT tidak hanya untuk PPh saja tapi juga diperuntukkan pada pajak pertambahan
nilai yang disebut sebagai Surat Pemberitahuan PPN. Jika Surat Pemberitahuan PPh untuk
melaporkan pajak penghasilan atau pendapatan yang diperoleh, sedangkan SPT PPN adalah
untuk melaporkan atas transaksi barang dan jasa kena pajak. Adapun dasar hukum yang
mengatur tentang Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak ini adalah Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-2/PJ/2019 tentang Tata Cara Penyampaian, Penerimaan dan Pengelolaan
Surat Pemberitahuan.
Perbedaan SPT Tahunan dan SPT Masa:
a. Surat Pemberitahuan Tahunan atau disebut SPT Tahunan
Merujuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 243/PMK.03/2014, SPT
Tahunan adalah surat pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau bagian Tahun
Pajak. Adapun berikut adalah karakteristik dari SPT Tahunan:
 Melaporkan penghasilan sendiri
Surat Pemberitahuan Tahunan biasanya digunakan untuk melaporkan
penghasilan atas penghasilan diri sendiri yang diterima, baik penghasilan
dengan tarif umum, penghasilan final, maupun penghasilan yang
dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan. Selain itu, surat pemberitahuan
Tahunan juga digunakan untuk melaporkan harta dan utang pada akhir
periode Tahun Pajak.

3
 Dilaporkan tiap akhir tahun
Surat Pemberitahuan Tahunan dilaporkan setiap akhir Tahun Pajak.
 Terdiri dari 2 jenis pengguna
Ada dua jenis pengguna Surat Pemberitahuan Tahunan, yaitu WP
Pribadi dan WP Badan. WP Pribadi menggunakan SPT Tahunan Orang Pribadi,
sedangkan WP Badan menggunakan SPT Tahunan Badan.
 Memiliki banyak jenis formulir
Surat Pemberitahuan Tahunan Orang Pribadi dibagi menjadi 3 formulir,
di antaranya:
1. Surat Pemberitahuan Tahunan Orang Pribadi 1770
2. Surat Pemberitahuan Tahunan Orang Pribadi 1770 S
3. Surat Pemberitahuan Tahunan Orang Pribadi 1770 SS
Sedangkan Surat Pemberitahuan Tahunan Badan hanya memiliki satu
jenis saja, yaitu Surat Pemberitahuan 1771.
 Batas waktu pelaporan SPT Tahunan
Untuk batas pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan, pelaporan Surat
Pemberitahuan Tahunan Orang Pribadi adalah 3 bulan sejak berakhirnya
Tahun Pajak. Sedangkan Pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan Badan
maksimal 4 bulan sejak berakhirnya Tahun Pajak.

b. SPT Masa Pajak


Surat Pemberitahuan Masa atau SPT Bulanan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu
Masa Pajak. Bahkan, untuk SPT Masa Pajak sendiri memiliki dua jenis pajak berbeda yang
bisa dilaporkan, yakni Pajak Penghasilan (SPT Masa PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai
(SPT Masa PPN). Adapun berikut adalah karakteristik dari SPT Masa Pajak:
 Dilaporkan setiap bulan
Surat Pemberitahuan Masa/Bulanan digunakan untuk melaporkan perpajakan
yang dipotong atau dipungut (pajak orang lain). Contoh: Pasal 21 Undang-Undang
PPh mewajibkan pemberi kerja memotong PPh atas upah dan gaji. Maka pemberi
kerja wajib membuat Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21.
 Jenis-jenis SPT Masa

4
Surat Pemberitahuan Masa jenisnya bermacam-macam, sesuai dengan pasal
yang mewajibkannya. Jenis-jenis Surat Pemberitahuan Masa PPh yaitu PPh Pasal
4 Ayat (2), Pasal 15, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan atau Pasal 26, dan PPN.
 Wajib melampirkan bukti potong
Surat Pemberitahuan Bulanan/Masa PPh selalu mengharuskan melampirkan
bukti potong.
 Memiliki format yang berbeda-beda
Format Surat Pemberitahuan bulanan berbeda satu sama lain, berdasarkan objek
dan tarif yang dikenakan untuk setiap jenis pajaknya.
 Batas waktu pelaporan SPT Bulanan
Batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masa PPh maksimal pada tanggal
20 bulan berikutnya, dan jika bertepatan dengan hari libur maka dilakukan hari
kerja keesokan harinya. Sedangkan untuk Surat Pemberitahuan Masa PPN
maksimal pelaporan SPT-nya pada akhir bulan berikutnya.

B. PPh Pasal 21/26


Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan Pajak Penghasilan yang dikenakan atas
penghasilan berupa gaji, hononarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi dalam negeri (Waluyo, 2014:201).
Sedangkan pihak yang ditunjuk sebagai pemotong PPh 21 adalah:
a. Pemberi kerja yang terdiri dari Orang Pribadi dan Badan, baik merupakan pusat
maupun cabang, perwakilan atau unit.
b. Bendaharawan pemerintah baik pusat maupun daerah termasuk institusi TNI/POLRI,
Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga- lembaga lainnya, dan
Kedutaan Besar Republik Indonesia.
c. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja(Jamsostek), PT
Taspen, PT ASABRI.
d. Perusahaan dan Bentuk Usaha Tetap.
e. Yayasan, lembaga, kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan, organisasi masa, organisasi
politik dan organisasi lainya serta organisasi internasional yang telah ditentukan
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.
f. Penyelenggara kegiatan.

5
Selanjutnya yang disebut sebagai penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21
adalah:
a. Pegawai.
b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan haritua,
termasuk ahli warisnya.
c. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan jasa, atau kegiatan antara lain meliputi:
 Tenaga ahli yang melakukan pekerjaaan bebas, yang terdiri
daripengacara, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
 Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, fotomodel,
penari, pelukis dan seniman lainya.
 Olahragawan.
 Pengajar, pelatih, penceramah dan moderator.
 Peneliti, pengarang dan penerjemah.
d. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang bukan pegawai tetap.
e. Mantan pegawai,
f. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungandengan
keikutsertaan dalam suatu kegiatan.

Contoh Kasus:
Didi merupakan seorang karyawan swasta yang memiliki penghasilan kena pajak
dalam setahun sebesar Rp. 475 Juta, namun Didi tidak memiliki NPWP. Berapa
tarif yang digunakan untuk menghitung PPh Pasal 21 atas kasus ini?

Penyelesaian:

Tarif PPh Normal Didi adalah 25% karena penghasilan kena pajaknya >250 Juta
dan dibawah 500 Juta. Namun karena Didi tidak memiliki NPWP maka tarif PPh
Didi adalah sebagai berikut:

Tarif PPh yang dikenakan dari PKP Didi adalah adalah 5 % , 15% , dan 25%
karena terkena tarif berlapis / tarif progresif namun karena Dadi belum memiliki
NPWP maka perhitungan tarifnya adalah sebagai berikut :
 Rp. 50.000.000 = 5%
Tarif PPh + (20% x Tarif PPh)
5% + (20% x 5%)

6
5% + 1% = 6%
 Rp. 200.000.000 = 15%
Tarif PPh + (20% x Tarif PPh)
15% + (20% x 15%)
15% + 3% = 18 %
 Rp. 225.000.000 = 25%
Tarif PPh + (20% x Tarif PPh)
25% + (20% x 25%)
25% + 5% = 30%;
Perhitungan PPh pasal 21 yang dikenakan kepada Didi
Rp. 50.000.000 x 6% = Rp. 3.000.000
Rp. 200.000.000 x 18% = Rp. 36.000.000
Rp. 225.000.000 x 25% =Rp. 56.250.000+
Rp. 95.250.000

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21/26


Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 adalah formulir yang digunakan untuk melaporkan
objek PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan.
Pihak yang wajib melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21 adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dan
Wajib Pajak Badan yang mempunyai kewajiban sebagai pemotong pajak PPh Pasal 21.
Penggunaan Formulir Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A1) adalah sebagai berikut
a. Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 (1721-1) terdiri dari :
 Bagian Header Formulir.
 Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun atau Tunjangan Hari Tua atau Jaminan
Hari Tua serta PNS, Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara dan Pensiunannya
yang Penghasilannya Melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
 Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun atau Tunjangan Hari Tua atau Jaminan
Hari Tua serta PNS, Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara dan Pensiunannya
yang Penghasilannya Tidak Melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
b. Formulir 1721-II Daftar Pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) digunakan untuk
melaporkan pemotongan PPh dengan bukti pemotongan menggunakan formulir 1721-
VI.
c. Formulir 1721-III Daftar Pemotongan PPh Pasal 21 Final digunakan untuk melaporkan
pemotongan PPh dengan bukti pemotongan menggunakan formulir 1721-VII.

7
d. Formulir 1721-IV Daftar Surat Setoran Pajak (SSP) dan/atau Bukti Pemindahbukuan
(Pbk) Untuk Pemotongan PPh Pasal 21 digunakan untuk melaporkan
penyetoran dan pemindah bukuan PPh Pasal 21 dengan menggunakan SSP dan Bukti
Pbk.
e. Formulir 1721-V Daftar Biaya digunakan untuk melaporkan Daftar Biaya Cabang bagi
Wajib Pajak yang tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan yaitu Wajib
Pajak Cabang. Formulir 1721-V Daftar Biaya hanya disampaikan oleh Wajib Pajak
sebagai lampiran SPT Masa PPh Pasal 21 pada Masa Pajak Desember.
f. Formulir 1721-VI Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) digunakan untuk
melaporkan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) atas penghasilan berupa:
 Upah pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas.
 Imbalan kepada petugas dinas luar asuransi.
 Imbalan kepada penjaja barang dagangan.
 Imbalan kepada tenaga ahli.
 Imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan.
g. Formulir 1721-VII (Excel) Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 digunakan untuk
melaporkan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Final) atas penghasilan :
 Uang Pesangon yang Dibayarkan Sekaligus.
 Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang
Dibayarkan Sekaligus.
 Honor dan Imbalan Lain yang Dibebankan kepada APBN atau APBD yang
Diterima oleh PNS, Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara dan Pensiunannya.
 Objek PPh Pasal 21 Final Lainnya.
h. Formulir Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A1) digunakan sebagai Bukti
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai Swasta (termasuk Pegawai
BUMN dan BUMD) yaitu :
 Penghasilan bagi Pegawai Tetap .
 Penghasilan bagi Penerima Pensiun berkala.
 Penghasilan bagi Penerima Tunjangan Hari Tua berkala.
 Penghasilan bagi Penerima Jaminan Hari Tua berkala.
Formulir Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A1) dibuatoleh pemotong pajak
sebanyak 2 lembar yaitu :

8
 Lembar 1 untuk Pegawai sebagai dasar pelaporan SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi.
 Lembar 2 untuk Pemotong Pajak.
i. Formulir Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A2) digunakan sebagai Bukti
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dari penghasilan teratur dari :
 Pegawai Negeri Sipil.
 Anggota TNI.
 Anggota POLRI.
 Pejabat Negara.
 Pensiunan PNS, Anggota TNI dan Anggota POLRI.

Bentuk dan Cara Pengisian Formulir 1721 Formulir 1721 (Halaman 1)


Induk SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pasal 26
Bagian Header Formulir
 Masa Pajak [mm-yyyy]
mm diisi dengan bulan
yyyy diisi dengan tahun kalender.
Misalnya Masa Pajak Januari 2014, maka ditulis 01-2014
 SPT Normal atau SPT Pembetulan ke…
Isikan tanda silang (X) pada kotak yang sesuai.
Selanjutnya, jika merupakan SPT Pembetulan maka tuliskan urutan pembetulan
dengan angka.

 Jumlah lembar SPT termasuk lampiran diisi oleh petugas.

a. Identitas Pemotong
Angka 1. Diisi dengan NPWP Pemotong
Angka 2. Diisi dengan nama Pemotong
Angka 3. Diisi dengan alamat Pemotong
Angka 4. Diisi dengan nomor telepon Pemotong
Angka 5. Diisi dengan alamat email Pemotong

b. Objek Pajak

9
Angka 1 – Angka 11
Kolom (4): Diisi dengan jumlah penerima penghasilan.
Kolom (5): Diisi dengan jumlah penhasilan bruto
Kolom (6): Diisi dengan jumlah PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang dipotong.
Angka 4 Kolom (2): Bukan Pegawai
Bukan Pegawai adalah sebagaimana pada pasal 3 huruf c Peraturan
Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau
Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan
Orang Pribadi, antara lain meliputi:
o Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari
pengacara, akuntan, arsistek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan
aktuaris.
o Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,
bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan
seniman lainya.
o Olahragawan.
o Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
o Pengarang, peneliti dan penerjemah.
o Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial
serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan.
o Agen Iklan.
o Pengawas atau pengelola proyek.
o Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi
perantara.
o Petugas penjaja barang dagangan.
o Petugas dinas luar asuransi.
o Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan
kegiatan sejenis lainya
Angka 4e Kolom (2):

10
Imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan adalah
imbalan kepada bukan pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali
dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan.

c. Penghitungan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang Kurang (Lebih) Disetor


 Angka12
Diisi dengan jumlah pokok PPH Pasal 21 dan/atau Pasal 26 terutang yang
terdapat dalam SPT PPh Pasal 21 dan/Atau Pasal 26.
 Angka 13
Masa Pajak: Diisi tanda silang (X) pada kotak masa pajak yang sesuai.
 Tahun kalender
Diisi tahun kalender dengan format yyyy.
 Kolom (5)
Diisi jumlah kelebihan penyetoran PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26.
 Angka 14: cukup jelas
 Angka 15: cukup jelas
 Angka 16: cukup jelas
 Angka 17: cukup jelas
 Angka 18
 Mm
Diisi dengan bulan
 Yyyy
Diisi dengan tahun kalender

Bentuk dan Cara Pengisian Formulir 1721 Formulir 1721 (Halaman 2)


INDUK SPT MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26
a. Bagian Header Formulir
NPWP : diisi dengan NPWP Pemotongan.
b. Objek Pajak Final
Angka 1 – Angka 5
Kolom (4): Diisi dengan jumlah penerima penghasilan.
Kolom (5): Diisi dengan jumlah penghasilan bruto;
Kalam (6): Diisi dengan jumlah PPh Pasal 21 (final) yang dipotong.

11
c. Lampiran
Kotak-kotak: Diisi dengan tanda silang(X) pada kotak yang sesuai dengan jenis
dokumen yang dilampirkan.
……….. Lembar: Diisi jumlah lembar dokumen yang dilampirkan.
d. Pernyataan dan Tanda tangan
Angka 1: Diisi tanda silang (X) pada kotak yang sesuai dengan pihak yang
menandatangi SPT, yaitu Pemotongan/ Pimpinan atau kuasa.
Angka 2: Diisi dengan NPWP yang menandatangani SPT sebagaimana dimaksud pada
angka 1.
Angka 3: Diisi dengan nama yang menandatangani SPT sebagaimana dimaksud pada
angka 1.
Angka 4: Diisi dengan tanggal penandatanganan SPT, dengan format penulisan dd-mm-
yyyy.
Angka 5. Diisi dengan nama tempat penandatanganan SPT.
Angka 6: Diisi dengan tanda tangan dan cap.

12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
C. PPh Pasal 22
Jenis Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22 ini ialah jenis SPT atas
potongan pajak penghasilan pada wajib pajak badan usaha tertentu, baik milik pemerintah
ataupun swasta yang menjalankan kegiatan perdagangan impor, ekspor, dan re-impor.
Surat Pemberitahuan Masa PPh 22 ini memiliki bentuk formulir SPT Masa PPh Pasal
22. Batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 22 ialah hari kerja akhir
minggu berikutnya. Masa akhir pembayaran PPh Pasal 22 ialah hari berikutnya setelah
pajak dipungut.
 Lampiran yang harus diupload ketika lapor SPT masa PPh Pasal 22
No Jenis Lampiran Keterangan

1 Daftar SSP (bank devisa, bendahara, Terdapat pembayaran yang


badan Usaha tertentu, Pertamina) dilakukan oleh bank devisa,
bendahara, Bada Usaha tertentu,
Pertamina
2 Bukti pembayaran PPh Pasal 22 dan/ Dilapor oleh bank devisa,
atau Bukti Pemindahbukuan, Surat bendahara, Badan Usaha tertentu,
Setoran Pajak atau sarana administrasi Pertamina ketika terdapat
lain(bank devisa, bendahara,Badan penyetoran oleh importir
Usaha tertentu, Pertamina)
3 Bukti pembayaran PPh Pasal 22 dan/ Dilapor oleh Bea Cukai dan badan
atau Bukti Pemindahbukuan, Surat tertentu yang melakukan
Setoran Pajak atau sarana administrasi pemungutan
lain pemungut (Bea Cukai dan badan
tertentu)
4 Daftar Bukti pungut (Badan tertentu, Dilapor oleh Bea Cukai dan badan
Bea Cukai) tertentu yang melakukan
pemungutan
5 Daftar rincian penjualan dan retur Terdapat retur penjualan oleh
penjualan industri semen, industri kertas,
industri baja dan industri otomotif.

23
6 Risalah lelang Dilapor oleh Ditjen Bea Cukai jika
terdapat pelaksanaan lelang
7 Surat Kuasa Khusus (Konsultan SPT ditandatangani oleh kuasa yang
Pajak) dilampiri dengan : merupakan konsultan pajak
1. Fotokopi kartu izin praktik
konsultan pajak
2. Surat pernyataan sebagai
konsultan pajak
3. Fotokopi kartu Nomor Pokok
Wajib Pajak konsultan pajak
4. Fotokopi Tanda terima SPT
tahunan konsultan pajak
8 Surat Kuasa Khusus (Karyawan WP) SPT ditandatangani oleh kuasa yang
dilampiri dengan : merupakan karyawan Wajib Pajak
1. Sertifikat brevet/ ijazah
pendidikan formal perpajakan/
setifikat konsultan pajak
2. Fotokopi kartu Nomor Pokok
Wajib Pajak Karyawan WP
3. Fotokopi tanda terima SPT
Tahunan Karyawan WP
4. Fotokopi daftar karyawan
tetap di SPT Masa PPh Pasal
21

24
 Contoh Formulir SPT PPh Pasal 22

25
 Petunjuk Pengisian Formulir SPT PPh Pasal 22

26
 Contoh Ilustrasi Pengisian SPT PPh Pasal 22
Pada Bulan Juli 2012, Bendahara Dinas ABCD melakukan kegiatan pembelian
barang dengan menggunakan dana APBD dan APBN dengan rincian sebagai
berikut :
1. Tanggal 5 Juli 2012, Pembelian Alat Tulis Kantor kepada CV Pena Anda
(NPWP/NPPKP : 01.123.467.8-647.000) senilai Rp 1.650.000,-
2. Tanggal 10 Juli 2012, Pembelian Meubel Kantor kepada CV Indah Furniture
(NPWP/NPPKP : 02.123.4.567.8-647.000) senilai Rp 4.730.000,-
3. Tanggal 20 Juli 2012, Pembelian Printer kepada CV Mega Computer
(NPWP/NPPKP : 03.123.456.7-647.000) senilai Rp 700.000,-
Penghitungan Pajak yang harus dipungut
1. Atas Pembelian tanggal 5 Juli 2012 :
Belanja barang senilai Rp 1.650.000,-
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) = 100/110 x Rp1.650.000,-= Rp1.500.000,-
PPN yang harus dipungut = 10% x Rp 1.500.000,- = Rp150.000,-

2. Atas Pembelian tanggal 10 Juli 2012 :


Belanja barang senilai Rp 4.730.000,-
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) = 100/110 x Rp 4.730.000,- = Rp4.300.000,-
PPN yang harus dipungut = 10% x Rp 4.300.000,- = Rp430.000,-
PPh Pasal 22 yg harus dipungut = 1,5% x Rp 4.300.000,- = Rp 64.500,-
Catatan :
Apabila rekanan/toko belum mempunyai NPWP, maka PPh Pasal 22 yang
harus dipungut adalah 100% lebih tinggi, yaitu menjadi 200% x Rp 1.5% x
Rp4.300.000,- = Rp 129.000,-

3. Atas Pembelian tanggal 20 Juli 2012 :


Belanja barang di bawah Rp 1.000.000,-, Bendahara tidak wajib memungut PPh
Pasal 22 dan atau PPN-nya.

27
Pembuatan SSP (Surat Setoran Pajak)
1. Atas pembelian tanggal 5 Juli 2012 :
SSP PPN dibuat dengan identitas rekanan dan ditandatangani oleh bendahara

28
2. Atas pembelian tanggal 10 Juli 2012 :
SSP PPN dan PPh Pasal 22 dibuat dengan identitas rekanan dan ditandatangani
oleh bendahara.

29
30
Pembuatan SPT Masa PPh Pasal 22
Pembuatan SPT Masa dimulai dari lampirannya, baru ke induk SPT-nya.

31
32
D. PPh Pasal 23/26
SPT disampaikan oleh Pemotong Pajak PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26.
Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke Bank
Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah
Masa Pajak dan penyampaian SPT selambat-lambatnya 20 hari setelah akhir Masa
Pajak.
Petunjuk pengisian formulir SPT masa pajak penghasilan Pasal 23
o Bagian Judul
Beri tanda silang (X) pada kotak di depan baris ”SPT Normal” jika SPT yang
disampaikan merupakan SPT biasa, dan beri tanda silang (X) pada kotak di
depan baris ”SPT Pembetulan Ke- __” jika SPT yang disampaikan merupakan
SPT Pembetulan.
o Untuk SPT Pembetulan, maka pada baris: “SPT Pembetulan Ke- __ ” diisi
dengan angka kesekian kalinya Wajib Pajak melakukan pembetulan.
o Masa Pajak diiisi dengan Masa Pajak yang bersangkutan, dengan format
penulisan bulan/tahun.
o Untuk SPT Pembetulan, Masa Pajak diisi dengan Masa Pajak dari SPT yang
dibetulkan.
o Bagian A, Diisi dengan identitas lengkap (NPWP, nama, dan alamat) Pemotong
Pajak/Wajib Pajak.
o Bagian B
1) PPh Pasal 23 yang telah dipotong
Kolom (1): Cukup Jelas.
Kolom (2): Merupakan Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS)
yang harus diisikan pada Surat Setoran Pajak (SSP).
Kolom (3): Cukup Jelas.
Kolom (4): Diisi dengan jumlah PPh Pasal yang dipotong
Terbilang: Diisi untuk jumlah PPh Pasal 23
2) PPh Pasal 26 yang telah dipotong
Kolom (1): Cukup Jelas.
Kolom (2): Merupakan Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS)
yang harus diisikan pada Surat Setoran Pajak (SSP).
Kolom (3): Cukup Jelas.

33
Kolom (4): Diisi dengan prosentase perkiraan penghasilan neto sesuai ketentuan
yang berlaku.
Kolom (5): Diisi dengan jumlah PPh Pasal yang dipotong
Terbilang: Diisi untuk jumlah PPh Pasal 26
o Bagian C, Beri tanda X dalam kotak sesuai dengan dokumen yang dilampirkan
dan isi jumlah dokumen yang dilampirkan pada kotak yang tersedia.
Jika SPT ditandatangani oleh bukan Pemotong Pajak/Wajib Pajak, maka harap
dilampirkan Surat Kuasa Khusus bermaterai cukup.
o Bagian D, Beri tanda (X) pada kotak yang sesuai. Pemotong Pajak/Pimpinan
atau Kuasanya wajib membubuhkan Nama Lengkap dan NPWP yang
bersangkutan serta wajib menandatangani dan membubuhkan cap perusahaan.
Tanggal diisi dengan tanggal dibuatnya SPT dengan format penulisan tanggal-
bulan-tahun.
Kotak yang harus diisi oleh petugas cukup dikosongkan saja oleh Wajib Pajak.

34
DEPARTEMEN SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) MASA X SPT Normal
KEUANGAN R.I. PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN/ATAU PASAL 26 SPT Pembetulan Ke-
DIREKTORAT Formulir ini digunakan untuk melaporkan Pemotongan Masa Pajak
JENDERAL PAJAK Pajak Penghasilan Pasal 23 dan/atau Pasal 26 0 1 / 2 0 2 0

BAGIAN A. IDENTITAS PEMOTONG PAJAK/WAJIB PAJAK

1. NPWP : 0 1 0 0 9 5 0 9 5 - 4 5 6 0 0 0
2. Nama : P T I N S A N M E D I A P R I N T
3. Alamat : J L K E C U B U N G S A R I

BAGIAN B. OBJEK PAJAK


1. PPh Pasal 23 yang telah Dipotong

Uraian KAP/KJS Jumlah Penghasilan Bruto (Rp) PPh yang Dipotong (Rp)
(1) (2) (3) (4)
1. Dividen *) 411124/101
2. Bunga **) 411124/102
3. Royalti 411124/103 40.000.000 6.750.000
4. Hadiah dan penghargaan 411124/100
5. Sewa dan Penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta ***) 411124/100
6. Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konsultansi dan jasa lain sesuai
dengan PMK-244/PMK.03/2008 :
a. Jasa Teknik 411124/104
b. Jasa Manajemen 411124/104
c. Jasa Konsultan 411124/104
d. Jasa lain :****)
1) …………………………...………………………………………………………………………
2) …………………………...………………………………………………………………………
3) …………………………...………………………………………………………………………
7. ….…………………………….……………….……….….………….………….……
JUMLAH 40.000.000 6.750.000
Terbilang : Enam juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah

2. PPh Pasal 26 yang telah Dipotong

Jumlah Penghasilan Perkiraan


Uraian KAP/KJS Bruto Penghasilan PPh yang Dipotong (Rp)
(Rp) Neto (%)

(1) (2) (3) (4) (5)


1. Dividen 411127/101
2. Bunga 411127/102
3. Royalti 411127/103 40.000.000 15% 6.750.000
4. Sewa dan Penghasilan lain sehubungan penggunaan harta 411127/100
5. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan 411127/104
6. Hadiah dan penghargaan 411127/100
7. Pensiun dan pembayaran berkala 411127/100
8. Premi swap dan transaksi lindung nilai 411127/102
9. Keuntungan karena pembebasan utang 411127/100
10. Penjualan harta di Indonesia 411127/100
11. Premi asuransi/reasuransi 411127/100
12. Penghasilan dari pengalihan saham 411127/100
13. Penghasilan Kena Pajak BUT setelah pajak 411127/105
JUMLAH 40.000.000 15% 6.750.000
Terbilang enam juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah……………..…………………………………………………………………………………………………………
*) Tidak termasuk dividen kepada WP Orang Pribadi Dalam Negeri. ***) Kecuali sewa tanah dan bangunan.
**) Tidak termasuk bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada WP OP. ****) Apabila kurang harap dibuat lampiran tersendiri.

BAGIAN C. LAMPIRAN

1. X Surat Setoran Pajak : 1 lembar. 4. Surat Kuasa Khusus.


2. Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26. 5. Legalisasi fotocopy Surat Keterangan Domisili yang masih
3. X Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 berlaku, dalam hal PPh Pasal 26 dihitung berdasarkan tarif
dan/atau Pasal 26 : lembar. Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

BAGIAN D. PERNYATAAN DAN TANDA TANGAN

Dengan menyadari sepenuhnya akan segala akibatnya termasuk sanksi-sanksi sesuai dengan ketentuan Diisi Oleh Petugas
perundang-undangan yang berlaku, saya menyatakan bahwa apa yang telah saya beritahukan di atas beserta SPT Masa Diterima:
lampiran-lampirannya adalah benar, lengkap dan jelas. Langsung dari WP
PEMOTONG PAJAK/PIMPINAN KUASA WAJIB PAJAK Melalui Pos
Tanggal

Nama 2 0
NPWP - tanggal bulan tahun

Tanda Tangan & Cap Tanggal 2 0 Tanda Tangan


tanggal bulan tahun 35
F.1.1.32.03 Lam piran IV.1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nom or PER- 53/PJ/2009
Bukti Pemotongan F.1.1.33.06
Petunjuk pengisian formulir daftar bukti pemotongan PPh Pasal 23
o Masa Pajak diisi dengan Masa Pajak yang bersangkutan, dengan format
penulisan bulan/tahun.
o Untuk SPT Pembetulan, Masa Pajak diisi dengan Masa Pajak dari SPT yang
dibetulkan.
o Bagian A dan Bagian B
Kolom (1): Cukup jelas.
Kolom (2): - Diisi dengan NPWP Wajib Pajak yang dipotong. Jika Wajib Pajak
tidak memiliki NPWP, maka diisi dengan alamat lengkap Wajib Pajak yang
bersangkutan.
Kolom (3): - Diisi nama pihak yang dipotong (dalam hal Pemberi Hasil Sebagai
Pemotong Pajak), atau diisi nama pemotong (dalam hal Wajib Pajak dipotong
oleh pihak lain)
Kolom (4): Cukup jelas.
Kolom (5): Cukup jelas.
Kolom (6): Diisi dengan jumlah bruto obyek Pajak Penghasilan untuk setiap
Bukti Pemotongan.
Kolom (7): Cukup jelas.
o Bagian Tanda Tangan
Beri tanda (X) pada kotak yang sesuai. Pemotong Pajak/Pimpinan atau
Kuasanya wajib membubuhkan Nama Lengkap dan NPWP yang bersangkutan
serta wajib menandatangani dan membubuhkan cap perusahaan.
Tanggal diisi dengan tanggal dibuatnya Daftar Bukti Pemotongan dengan
format penulisan tanggal-bulan-tahun.

36
37
38
39
E. PPh Pasal 24
PPh pasal 24 merupakan pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar
negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh
penghasilan wp dalam negeri Formulir ini dipergunakan untuk melaporkan rincian kredit
PPh Pasal 24 ini yang dipotong/dipungut pihak lain tidak termasuk yang bersifat final dan
dikenakan pajak tersendiri serta rincian penghasilan neto dari luar negeri yang diterima
Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak
yang bersangkutan, kecuali istri yang telah hidup berpisah atau yang mengadakan
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, terdiri dari :
1. PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain di dalam negeri meliputi PPh Pasal
21, PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23.
2. PPh yang ditanggung Pemerintah.
3. Penghasilan neto dari luar negeri dan pajak yang dibayar/terutang di luar negeri
serta PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan.
4. Permohonan untuk mengkreditkan PPh Pasal 24. Untuk yang pertama Diisi pada
kotak yang tersedia sesuai dengan Tahun Pajak, misalnya 2004, 2005 dan
seterusnya.

Masuk pada Bagian B:


Penghasilan Neto Dan Pajak Atas Penghasilan Yang Dibayar/Dipotong/Terutang Di
Luar Negeri
Bagian ini dipergunakan untuk :
1. Melaporkan rincian penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dan
penghitungan kredit pajak luar negeri dari Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak
angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, kecuali
penghasilan :
a. isteri yang telah hidup berpisah;
b. isteri yang mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan;
2. Mengajukan permohonan kredit pajak luar negeri.

 Permohonan kredit pajak luar negeri harus dilampiri dengan :


1. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari hasil usaha di luar negeri,

40
2. Fotokopi surat pemberitahuan pajak yang disampaikan di luar negeri,
3. Fotokopi dokumen pembayaran pajak di luar negeri.

Nomor :
Kolom (1)
Cukup jelas.

Kolom (2)
Kolom ini diisi dengan nama dan alamat lengkap Sumber/Pemberi Penghasilan
di luar negeri.

Kolom (3)
JENIS PENGHASILAN
Kolom ini diisi dengan jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar
negeri, dari usaha, pekerjaan dan modal termasuk penghasilan berupa dividen ("deemed
dividen") atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri, sebagaimana
dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 650/KMK.04/1994 tanggal 29
Desember 1994. (Pasal 4 dan 24 UU PPh)

Kolom (4)
PENGHASILAN NETO
Kolom ini diisi dengan jumlah penghasilan neto dari masing-masing negara
sumber/pemberi penghasilan. Apabila penghasilan diterima dalam bentuk mata uang
asing, kurs yang digunakan adalah kurs yang berlaku pada saat diterima atau
diperolehnya penghasilan.

PAJAK YANG DIBAYAR/DIPOTONG/TERUTANG DI LUAR NEGERI


Kolom (5)
Kolom ini diisi dengan jumlah pajak penghasilan yang
dibayar/dipotong/terutang di luar negeri atas penghasilan pada masing-masing negara
yang bersangkutan. Apabila kredit pajak dalam bentuk mata uang asing, kurs yang
dipergunakan adalah kurs pada saat digabungkannya penghasilan yaitu saat
diterima/diperolehnya penghasilan. Dalam hal pemotongan pajak belum dilakukan,
sedangkan penghasilan telah diakui (dimasukkan dalam SPT Tahunan) pengkreditan

41
dilakukan pada saat pemotongan pajak terjadi dan kurs yang digunakan adalah kurs
yang berlaku pada saat pemotongan pajak. Dalam hal terjadi perbedaan kurs pada saat
penggabungan penghasilan dengan kurs pada saat pemotongan pajak, maka nilai rupiah
penghasilan yang sebelumnya telah digabungkan harus disesuaikan kembali dengan
nilai rupiah pada saat pemotongan, dan selisih kurs tersebut menjadi penghasilan pada
tahun pajak terjadinya pemotongan

PPh PASAL 24
Kolom (6)
Kolom ini diisi dengan jumlah pajak yang dibayar/dipotong/terutang di luar
negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dalam tahun yang
bersangkutan, sebesar PPh yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tetapi tidak
boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh. Penghitungan
"batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan" tersebut harus
dilakukan untuk masing-masing negara.
Dalam hal pajak yang dibayar/dipotong/terutang atas penghasilan di luar negeri
jumlahnya sama atau lebih kecil dari "batas maksimum kredit pajak luar negeri yang
dapat dikreditkan" tersebut, maka jumlah PPh Pasal 24 yang diisikan pada Kolom (6)
ini adalah sebesar pajak yang sebenarnya dibayar/dipotong/terutang atas penghasilan di
luar negeri menurut Kolom (5). Namun, apabila pajak yang sebenarnya
dibayar/dipotong/terutang atas penghasilan di luar negeri menurut Kolom (5) lebih
besar dari "batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan", maka
jumlah PPh Pasal 24 yang diisikan pada Kolom (6) ini adalah sebesar "batas maksimum
kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan tersebut.

JUMLAH
Diisi dengan hasil penjumlahan penghasilan neto pada Kolom (4), pajak yang
dibayar/dipotong/terutang di luar negeri pada kolom (5), dan PPh Pasal 24 pada Kolom
(6)

42
43
F. PPh Pasal 4 Ayat 2
PPh Pasal 4 ayat (2) atau disebut juga PPh final adalah pajak yang dikenakan pada wajib
pajak badan maupun wajib pajak pribadi atas beberapa jenis penghasilan yang mereka
dapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat final. Setiap Wajib Pajak Pemotong PPh Pasal
4 ayat (2), baik itu berupa Wajib Pajak Badan, maupun Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam
Negeri tertentu yang ditunjuk sebagai Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) wajib melaporkan
pemotongannya menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). Bentuk dan ukuran serta
ketentuan yang terkait SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) sudah ditetapkan sesuai dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-53/PJ/2009 Tentang Bentuk Formulir SPT
Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 Ayat (2), SPT Masa PPh Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23
dan/ atau Pasal 26 serta Bukti Pemotongan atau Pemungutannya.
Berikut merupakan contoh formulir PPh Pasal 4 ayat (2):

Tata Cara/Petunjuk Pengisian Formulir SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2)
Petunjuk Umum:
SPT Masa PPh Final Pasal 4 Ayat (2) menggunakan format yang dapat dibaca dengan mesin
scanner, oleh karena itu perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:

44
̶ Jika Wajib Pajak membuat sendiri formulir SPT ini, berilah tanda ■ (segi empat hitam)
di keempat sudut kertas sebagai pembatas agar dokumen dapat di-scan.
̶ Kertas berukuran F4/Folio (8.5 x 13 inchi) dengan berat minimal 70 gram.
̶ Kertas tidak boleh dilipat atau kusut.
̶ Kolom Identitas:
 Bagi Wajib Pajak yang mengisi menggunakan komputer atau tulis tangan,
semua isian identitas harus ditulis di dalam kotak-kotak yang disediakan.
 Bagi Wajib Pajak yang mengisi menggunakan mesin ketik, NPWP harus ditulis
di dalam kotak-kotak sedangkan nama dan alamat Wajib Pajak dapat ditulis
dengan mengabaikan kotak-kotak namun tidak boleh melewati batas kotak
paling kanan.
Contoh:
Nama

 Kolom-kolom nilai rupiah atau US dollar harus diisi tanpa nilai desimal.
Contoh:
Dalam menuliskan sepuluh juta rupiah adalah: 10.000.000 (BUKAN
10.000.000,00)
Dalam menuliskan seratus dua puluh lima rupiah lima puluh sen adalah: 125
(BUKAN 125,50)
Petunjuk Khusus:
1. Bagian Judul
̶ Beri tanda silang (X) pada kotak di depan baris ”SPT Normal” jika SPT yang
disampaikan merupakan SPT biasa, dan beri tanda silang (X) pada kotak di depan
baris “SPT Pembetulan Ke- __” jika SPT yang disampaikan merupakan SPT
Pembetulan.
̶ Untuk SPT Pembetulan, maka pada baris: “SPT Pembetulan Ke- __” diisi dengan
angka kesekian kalinya Wajib Pajak melakukan pembetulan.
̶ Masa Pajak diisi dengan Masa Pajak yang bersangkutan, dengan format penulisan
bulan-tahun. Untuk SPT Pembetulan, Masa Pajak diisi dengan Masa Pajak dari SPT
yang dibetulkan.
2. Bagian A
Diisi dengan identitas lengkap (NPWP, nama, dan alamat) Pemotong Pajak/Wajib Pajak.

45
3. Bagian B
Kolom (1): Uraian, cukup jelas.
Kolom (2): KAP/KJS
Merupakan Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS) yang harus
diisikan pada Surat Setoran Pajak (SSP).
Kolom (3): Nilai Objek Pajak
Diisi dengan jumlah bruto bunga deposito/tabungan, diskonto Sertifikat Bank
Indonesia, jasa giro, transaksi penjualan saham, bunga/diskonto obligasi, hadiah
undian, nilai sewa tanah dan/atau bangunan, imbalan atas jasa konstruksi.
Kolom (4): Tarif, cukup jelas.
Tarif atas jasa konstruksi ditulis sesuai dengan pemotongan/penyetoran yang
dilakukan.
Contoh:
Jika pada Masa Pajak yang sama dilakukan pemotongan PPh atas jasa
pelaksanaan konstruksi oleh penyedia jasa dengan kualifikasi usaha kecil dan
oleh penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha maka kolom tarif diisi:
2 / 4.
Kolom (5): PPh yang dipotong/dipungut/disetor sendiri
Diisi dengan jumlah Pajak Penghasilan yang dipotong/dipungut/disetor sendiri
yaitu sebesar Nilai Objek Pajak x Tarif.
Terbilang: Diisi untuk jumlah PPh.
4. Bagian C
̶ Beri tanda X dalam kotak sesuai dengan dokumen yang dilampirkan dan isi jumlah
dokumen yang dilampirkan pada kotak yang tersedia.
̶ Jika SPT ditandatangani oleh bukan Pemotong Pajak/Wajib Pajak, maka harap
dilampirkan Surat Kuasa Khusus bermaterai cukup.
̶ Lampiran Daftar Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) meliputi:
 Formulir I.2 : Daftar Bukti Pemotongan/Pemungutan selain atas Bunga
Deposito/Tabungan, Diskonto SBI, Jasa Giro.
 Formulir I.3: Daftar Bukti Pemotongan/Pemungutan atas Bunga
Deposito/Tabungan, Diskonto SBI, Jasa Giro.
̶ Lampiran Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) meliputi:
 Formulir I.4: Bukti Pemotongan/Pemungutan atas Hadiah Undian.

46
 Formulir I.5: Bukti Pemotongan/Pemungutan atas Bunga Deposito/Tabungan,
Diskonto SBI, Jasa Giro.
 Formulir I.6: Bukti Pemotongan/Pemungutan atas Penghasilan dari Transaksi
Penjualan Saham yang Diperdagangakan di Bursa Efek.
 Formulir I.7: Bukti Pemotongan/Pemungutan atas Penghasilan dari Persewaan
Tanah dan/atau Bangunan.
 Formulir I.8: Bukti Pemotongan/Pemungutan atas Penghasilan dari Usaha Jasa
Konstruksi.
 Formulir I.9: Bukti Pemotongan/Pemungutan atas Bunga dan/atau Diskonto
Obligasi dan Surat Berharga Negara (SBN).
 Formulir I.10: Bukti Pemotongan/Pemungutan atas Bunga Simpanan yang
Dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi.
 Formulir I.11: Bukti Pemotongan/Pemungutan atas Dividen yang Diterima atau
Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.
 Formulir lainnya: Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) selain
yang disebutkan di atas.
5. Bagian D
̶ Beri tanda (X) pada kotak yang sesuai. Pemotong Pajak/Pimpinan atau Kuasanya wajib
membubuhkan Nama Lengkap dan NPWP yang bersangkutan serta wajib
menandatangani dan membubuhkan cap perusahaan. Tanggal diisi dengan tanggal
dibuatnya SPT dengan format penulisan tanggal-bulan-tahun.
̶ Kotak yang harus diisi oleh petugas cukup dikosongkan saja oleh Wajib Pajak.
6. Selain oleh Pemotong Pajak, SPT Masa ini juga wajib diisi dan dilaporkan oleh Wajib Pajak
yang menurut ketentuan yang berlaku wajib menyetor sendiri Pajak Penghasilan Final Pasal
4 ayat (2) yang terutang.
7. Penyetoran dilakukan dengan menggunakan SSP ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan
Giro.

Mekanisme Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2)


Setelah Pemotong Pajak menyetorkan Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) yang
telah dipotongnya, Pemotong Pajak wajib melaporkannya ke KPP tempatnya terdaftar. Sarana
pelaporan yang dipergunakan adalah Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Final dan
dilengkapi dengan Bukti Potongnya. Dalam pelaporannya, kelengkapan SPT Masa PPh Pasal
4 ayat (2) juga harus diperhatikan, karena ketika Wajib Pajak Pemotong lupa atau tidak teliti
47
untuk membubuhkan tanda tangan dan melampirkan dokumen yang diperlukan, akan berakibat
SPT tersebut dianggap tidak disampaikan.
Terhadap SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini, Wajib Pajak diwajibkan untuk:
1. Mengisi SPT dengan benar, lengkap dan jelas;
2. Mengisi SPT dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, Angka Arab,
satuan mata uang Rupiah;
3. Menandatangani serta menyampaikannya ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar atau
dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Ditjen Pajak.
Pemotong Pajak PPh Pasal 4 ayat (2) selain dapat memilih cara penyampaian SPT Masa
PPh Pasal 4 ayat (2) secara langsung dan melalui pos, mereka juga dapat menggunakan cara
lain. Cara lain yang dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT Masa
PPh Pasal 4 ayat (2) selain melalui jasa ekspedisi/ kurir adalah melalui e-filling.
Adapun jadwal penyetoran PPh dan pelaporan SPT untuk masing-masing jenis
penghasilan adalah sebagai berikut:

Jenis Penghasilan Penyetoran Pelaporan


Bunga Deposito/Tabungan, Paling lambat tanggal 10 bulan Paling lambat 20 hari setelah
Diskonto SBI, Bunga/Diskonto. berikutnya setelah Masa Pajak Masa
berakhir Pajak berakhir.
Transaksi Penjualan Saham Paling lambat tanggal 20 bulan Paling lambat tanggal 25 bulan
berikutnya setelah bulan berikutnya setelah bulan
terjadinya transaksi penjualan terjadinya
saham transaksi penjualan saham
Hadiah Undian Paling lambat tanggal 10 bulan Paling lambat 20 hari setelah
berikutnya setelah bulan saat masa
terutangnya pajak pajak berakhir
Persewaan Tanah dan/atau Paling lambat tanggal 10 (bagi Paling lambat 20 hari setelah
Bangunan. Pemotong Pajak) atau tanggal masa pajak berakhir.
15 (bagi WP pengusaha
persewaan) dari bulan
berikutnya setelah masa pajak
berakhir.

48
Jasa Konstruksi. Paling lambat tanggal 10 (bagi Paling lambat 20 hari setelah
Pemotong Pajak) dan tanggal masa pajak berakhir
15 (bagi WP jasa konstruksi)
bulan berikutnya setelah masa
pajak berakhir

Untuk menghindari terkena sanksi administrasi berupa denda keterlambatan pelaporan,


Pemotong Pajak harus memperhatikan batas waktu pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2),
yakni paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah terutangnya Pasal 4 ayat (2). Jika
tanggal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur
nasional, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Hari libur nasional termasuk
hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan umum yang ditetapkan oleh Pemerintah
dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Contoh: Untuk masa pajak Agustus 2021, batas akhir pelaporan SPT Masa PPh Final 4
ayat (2) jatuh pada 20 September 2021. Karena tanggal 20 September 2021 jatuh pada hari
Sabtu, maka batas pelaporannya jatuh pada hari Senin tanggal 22 September 2021.

49
BAB III
KESIMPULAN

SPT pajak adalah singkatan dari Surat Pemberitahuan Tahunan, yang mana dokumen
ini digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan serta pembayaran pajaknya.
Adapun jenis SPT ini ada 2, yaitu SPT Tahunan dan SPT Masa. SPT Tahunan adalah surat
pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak. Sedangkan SPT Masa atau
SPT Bulanan adalah surat pemberitahuan untuk suatu masa pajak. Untuk SPT Masa Pajak
sendiri memiliki dua jenis pajak berbeda yang bisa dilaporkan, yakni Pajak Penghasilan (SPT
Masa PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN). Nah, adapun jenis SPT Masa PPh
ini antara lain SPT Masa PPh Pasal 21, SPT Masa PPh Pasal 22, SPT Masa PPh Pasal 23, SPT
Masa PPh Pasal 24, SPT Masa PPh Pasal 26, dan SPT Masa PPh Pasal 4 Ayat (2). Adapun
dasar hukum yang mengatur tentang Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak ini adalah Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2019 tentang Tata Cara Penyampaian, Penerimaan
dan Pengelolaan Surat Pemberitahuan. Wajib Pajak haruslah membuat dan melaporkan SPT
mereka.

50
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (27 Agustus 2012). Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal
22 dan PPN Oleh Bendahara Pemerintah/Pemungut PPh Pasal 22.
kp2kppacitan.wordpress (online). Diakses pada 17 September 2022, dari:
https://kp2kppacitan.wordpress.com/2012/08/27/tata-cara-pemungutan-penyetoran-
dan-pelaporan-pph-pasal-22-dan-ppn-oleh-bendahara-pemerintahpemungut-pph-
pasal-22/.

Fitriya. (17 Juni 2022). Perbedaan SPT Masa Pajak dan SPT Tahunan serta Cara Lapor.
Klikpajak.id (online). Diakses pada 17 September 2022, dari:
https://klikpajak.id/blog/perbedaan-spt-tahunan-dan-spt-masa/.

JTO. (5 Maret 2022). Pengertian, Fungsi SPT Pajak dan Cara Melaporkannya. Pintek.id
(online). Diakses pada 17 September 2022, dari: https://pintek.id/blog/pengertian-
fungsi-spt-pajak-dan-cara-melaporkannya/.

Khairizka, P Noviani. (Mei 2022). Yuk, Ketahui Jenis SPT Masa PPh dan Prosedur Lapor
Pajaknya. Pajakku (online). Diakses pada 17 September 2022, dari:
https://www.pajakku.com/read/624d4b25a9ea8709cb189b0c/Yuk-Ketahui-Jenis-SPT-
Masa-PPh-dan-Prosedur-Lapor-Pajaknya.

Irawan, Devi. 2019. Petunjuk Pengisian Formulir I.1 SPT Masa Pajak Penghasilan Final Pasal
4 Ayat (2) (F). Diakses pada 18 September 2022 dari https://adoc.pub/petunjuk-
pengisian-formulir-i1-spt-masa-pajak-penghasilan-fi.html#google_vignette

Mardismo. 2019. Perpajakan. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

51

Anda mungkin juga menyukai