Anda di halaman 1dari 16

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK B1 – EKA215

(Penentuan Harga Pelayanan Publik)

Dosen Pengampu Mata Kuliah:


Ni Luh Supadmi, S.E., M.Si., Ak. CA.

OLEH:
KELOMPOK 5

NGURAH ADITYA WARMA WARDHANA (2107531119)


FITRAH FAIDZA AMALIA (2107531128)
GOVINDA GDE PARAMARTHA MADUSUDANA (2107531135)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
2022
PENENTUAN HARGA PELAYANAN PUBLIK

Salah satu tugas pokok pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat
(public services). Pemberian pelayanan publik pada dasarnya dibiayai melalui 2 sumber, yaitu: (1)
pajak, dan (2) pembebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa publik. Jika
pelayanan publik dibiayai dengan pajak, maka setiap wajib pajak harus membayar tanpa
mempedulikan apakah dia menikmati secara langsung jasa publik tersebutatau tidak. Hal tersebut
dikarenakan pajak merupakan iuran masyarakat kepada negara yang tidak memiliki jasa timbal
balik (kontraprestasi) individual yang secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak. "ika
pelayanan publik dibiayai melalui pembebananlangsung, maka yang membayar hanyalah mereka
yang memanfaatkan jasa pelayananpublik tersebut, sedangkan yang tidak menggunakan tidak
diwajibkan untukmembayar. Permasalahan yang kemudian muncul adalah apakah suatu pelayanan
publik lebih baik dibiayai melalui pajak atau dengan pembebanan langsung kepada konsumen.
A. Pelayanan Publik yang Dapat Dijual
Dalam memberikan memberikan pelayanan publik, pemerintahan dapat dibenarkan
menarik tarif untuk pelayanan tertentu baik secara langsung atau tidak langsung melalui
perusahaan milik pemerintah. Beberapa pelayanan publik yang dapat dibebankan tarif
pelayanan misalnya:
1. Penyediaan air bersih.
2. Transportasi publik.
3. Jasa pos dan telekomunikasi.
4. Energi dan listrik.
5. Perumahan rakyat.
6. Fasilitas rekreasi (pariwisata).
7. Pendidikan.
8. Jalan tol.
9. Irigasi.
10. Jasa pemadaman kebakaran.
11. Pelayanan kesehatan.
12. Pengolahan sampah/limbah.
Pembebanan tarif pelayanan publik kepada konsumen dapat dibenarkan karena
beberapa alasan, yaitu: (a) adanya barang privat dan barang publik, (b) efisiensi ekonomi, dan
(c) prinsip keuntungan.
a. Adanya Barang Privat dan Barang Publik
Terdapat 3 jenis barang yang menjadi kebutuhan masyarakat, yaitu:
1. Barang privat
Barang privat adalah barang-barang kebutuhan masyarakat yang manfaat
barang atau jasa tersebut hanya dinikmati secara individual oleh yang membelinya,
sedangkan yang tidak mengonsumsinya tidak dapat menikmati barang/jasa tersebut.
Contoh: makanan, listrik dan telepon.
2. Barang publik
Barang publik adalah barang-barang kebutuhan masyarakat yang manfaatnya
dinikmati oleh seluruh masyarakat secara bersama-sama. masyarakat secara bersama-
sama. Contoh: pertahanan nasional, pengendalian penyakit, jasa polisi
3. Campuran antara barang privat dan publik
Terdapat beberapa barang dan jasa yang merupakan campuran antara barang
privat dan barang publik. Karena, meskipun dikonsumsi secara individual seringkali
masyarakat secara umum juga membutuhkan barang dan jasa tersebut. Contoh:
pendidikan, pelayanan kesehatan, transportasi publik, dan air bersih. Barang-barang
tersebut sering disebut dengan merit good karena semua orang membutuhkannya akan
tetapi tidak semua orang bisa mendapatkan barang dan jasa tersebut. Untuk memenuhi
kebutuhan barang tersebut pemerintah dapat menyediakannya secara langsung (direct
publik privision), memberikan subsidi, atau mengontrakkan ke pihak swasta. Sebagai
contoh pendidikan, meskipun pemerintah bertanggungjawab untuk menyediakan
pendidikan, namun bukan berarti barang tersebut sebagai pure publik good yang harus
dibiayai semuanya dengan pajak dan dilaksanakan sendiri oleh pemerintah. Dapat saja
sektor swasta terlibat dalam penyediaan pelayanan pendidikan tersebut.
Pada tataran praktik, terdapat kesulitan membedakan barang publik dan barang
barang privat. Beberapa sebab kesulitan membedakan barang publik dengan barang privat
tersebut antara lain:
1. Batasan antara barang publik dan barang privat sulit untuk ditentukan. Barang-barang
yang memiliki sifat sebagai barang privat, seperti transportasi atau perumahan yang
memadai dapat dianggap sebagai kebutuhan dasar manusia. Apakah akes terhadapnya
harus dibatasi hanya bagi mereka yang mampu membayar? Padahal mekanisme
distribusi pelayanan publik harus dapat dinikmati oleh setiap orang, baik orang kaya
maupun orang miskin.
2. Terdapat barang dan jasa yang merupakan barang/jasa publik, tapi dalam
penggunaannya tidak dapat dihindari keterlibatan beberapa elemen pembebanan
langsung. Contohnya adalah biaya pelayanan medis, tarif obat-obatan, dan air.
Pembebanan terhadap pemanfaatan barang tersebut memaksa orang untuk berhati-hati
dalam mengkonsumsi sumber-sumber yang mahal atau langka.
3. Terdapat kecenderungan untuk membebankan tarif pelayanan daripada membebankan
pajak karena pembebanan tarif lebih mudah pengumpulkannya. Jika digunakan pajak,
maka akan terdapat kesulitan dalam menentukan besar pajakyang pantas dan cukup.
Sedangkan jika digunakan pembebanan tarif pelayanan, orang harus membayar untuk
memperoleh jasa yang diinginkannya, dan mungkin bersedia untuk membayar lebih
tinggi dibandingkan dengan tarif pajak. Terdapat argumen yang menyatakan bahwa
pembebanan pada dasarnya demokratis karena orang dapat memilih barang apa yang
ingin mereka bayar dan apa yang tidak mereka inginkan, sehingga pola pengeluaran
publik dapat diarahkan menurut pilihan mereka.
Biasanya terdapat anggapan bahwa dalam suatu sistem ekonomi campuran (mixed
economy), barang privat lebih baik disediakan oleh pihak swasta (privat market) dan
barang publik lebih baik diberikan secara kolektif oleh pemerintah yang dibiayai melalui
pajak. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan pemerintah menyerahkan
penyediaan barang publik kepada sektor swasta melalui regulasi, subsidi, atau sistem
kontrak.
Jika manfaat dirasakan secara perorangan, seperti listrik, telepon, dan air bersih,
maka untuk memperoleh barang-barang tersebut masyarakat biasanya dibebani dengan
tarif untuk penyediaan kebutuhan tersebut. Jika manfaat dirasakan secara umum, karena
spillover effects (eksternalitas positif), yang tidak bisa dihilangkan dan pasti ada seperti
pertahanan dan pengendalian kesehatan, maka pendanaan untuk hal-hal tersebut lebih tepat
didanai lewat pajak.
Dalam hal penyediaan pelayanan publik, yang perlu diperhatikan adalah:
a) Identifikasi barang/jasa yang menjadi kebutuhan masyarakat (apakah barang publik
atau privat)
b) Siapa yang lebih berkompeten (lebih efisien) untuk menyediakan kebutuhan publik
tersebut (pemerintah atau swasta)
c) Dapatkah penyediaan pelayanan publik tertentu diserahkan kepada sektor swasta dan
sektor ketiga
d) Pelayanan publik apa saja yang tidak harus dilakukan oleh pemerintah namun dapat
ditangani oleh swasta.

Pola hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

b. Efisiensi Ekonomi
Ketika setiap individu bebas menentukan banyaknya barang dan jasa yang mereka
ingin konsumsi, mekanisme harga memiliki perang penting dalam mengalokasikan sumber
daya melalui:
1. Pendistribusian permintaan, pihak yang mendapatkan manfaat paling banyak harus
membayar lebih banyak pula.
2. Pemberian insentif untuk menghindari pemborosan.
3. Pemberian insentif pada suplier berkaitan dengan skala produksi.
4. Penyediaan sumber daya pada supplier untuk mempertahankan dan meningkatkan
persediaan jasa (supply of service).
c. Prinsip Keuntungan
Ketika pelayanan tidak dinikmati oleh semua orang, pembebanan langsung kepada
masyarakat yang menerima jasa tersebut dianggap “wajar” bila didasarkan prinsip bahwa
yang tidak menikmati manfaat tidak perlu membayar. Jadi pembebanan hanya dikenakan
kepada masyarakat atau mereka yang diuntungkan kepada pelayanan tersebut. Pemerintah
tidak boleh melakukan maksimisasi keuntungan bahkan lebih baik menetapkan harga di
bawah full price, subsidi, bahkan tanpa dipungut biaya. Fee adalah biaya atas perijinan atau
lisensi yang diberikan pemerintah. Biaya perijinan/lisensi relatif kecil, umumnya berupa
biaya administrasi dan pengawasan, yang didasarkan pada:
1) Kategori perijinan yang diajukan.
2) Ada tidaknya keuntungan yang diperoleh pemegang ijin/lisensi atas ijin/lisensi yang
dimiliki.

B. Argumen Terhadap Pembebanan Tarif Pelayanan


Dasar Pembebanan Tarif Pelayanan
Dalam praktik, pembebanan langsung (direct charging) biasanya ditentukan karena
alasan-alasan sebagai berikut:
a. Suatu jasa, baik merupakan barang publik maupun barang privat, mungkin tidak dapat
diberikan kepada setiap orang, sehingga tidak adil bila biayanya dibebankan kepada semua
masyarakat melalui pajak, sementara mereka tidak menikmati jasa tersebut.
b. Suatu pelayanan mungkin membutuhkan sumber daya yang mahal atau langka sehingga
konsumsi publik harus didisiplinkan (hemat), misalnya pembebanan terhadap penggunaan
air dan obat-obatan medis.
c. Terdapat variasi dalam konsumsi individual yang lebih berhubungan dengan pilihan
daripada kebutuhan, misalnya penggunaan fasilitas rekreasi.
d. Suatu jasa mungkin digunakan untuk operasi komersial yang menguntukan dan untuk
memenuhi kebutuhan domestic secara individual maupun industrial, misalnya air, listrik,
jasa pos dan telepon.
e. Pembebanan dapat digunakan untuk mengetahui arah dan skala permintaan publik atas
suatu jasa apabila jenis dan standar pelayanannya tidak dapat ditentukan secara tegas.
Terlepas dari kasus yang merupakan barang publik murni, terdapat argumen yang
menentang pembebanan tarif pelayanan, yaitu 1) terdapat kesulitan administrasi dalam
menghitung biaya pelayanan, 2) yang miskin tidak mampu untuk membayar, dan 3) adanya
eksternalitas, merit good, dan persyaratan legal.
1) Terdapat kesulitan administrasi dalam menghitung biaya pelayanan
Penetapan tarif pelayanan mensyaratkan adanya sistem pencatatan dan pengukuran
yang handal (seperti:tarif jalan tol, meteran untuk air). Hal tersebut dapat meningkatkan
biaya penyediaan pelayanan. Akan tetapi keterukuran membuat penafsiran tarif pelayanan
lebih mudah dibandingkan dengan perhitungan pajak (seperti: menghitung besarnya biaya
untuk air dan listrik lebih mudah dibandingakan dengan menghitung pajak penghasilan).
2) Yang miskin tidak mampu untuk membayar
Kesenjangan ekonomi dan pendapatan yang lebar menyebabkan orang miskin tidak
mampu membayar pelayanan dasar yang mestinya mereka dapatkan, seperti pendidikan,
kesehatan, air bersih, transportasi umum dan bahkan makanan sehat.
Namun, yang menjadi masalah adalah dapatkah kita membuat daftar kebutuhan
dasar secara objektif. Yang penting bagi seseorang belum tentu penting bagi orang lain,
sehingga skala prioritas dan pilihan individu berbeda-beda. Pilihan yang berbeda-beda
tesebut membutuhkan perlakuan yang berbeda-beda pula, sehingga pembebanan tarif
pelayanan dipandang sesuai dengan pilihan kebutuhan seseorang. Pelayanan publik dapat
juga diberikan secara gratis oleh pemerintah, akan tetapi penyediaan gratis tersebut akan
mempengaruhi pilihan individu. Pemberian beras gratis mungkin tidak pas untuk orang
tertentu karena mungkin ia lebih suka diberi uang untuk membeli pakaian. Keputusan
untuk membebankan biaya pelayanan kepada pelanggan harus dikompensasi dengan
pemberian subsidi atau pemberiian pelayanan gratis.
Penyediaan pelayanan gratis atau subsidi mungkin sia-sia dan kurang efektif.
Apakah subsidi menjamin dinikmati bagi yang miskin? Mungkin saja subsidi
menguntungkan yang kaya jika dikorupsi oleh birokrasi. Atau justru yang miskin
mensubsidi yang kaya. Bila kita peduli pada golongan miskin, pendekatan terbaik adalah
melalui distribusi pendapatan (lumpsum transfer), tetapi hal ini sulit dilakukan di Negara
berkembang.
3) Adanya Eksternalitas, Merit Good, dan Persyaratan Legal
Eksternalitas positif (spilover effects) misalnya tarif pelayanan yang terlalu tinggi
membuat masyarakat tidak terdorong untuk menggunakannya. Demikian juga barang yang
dianggap sebagai merit good mungkin lebih baik diberikan secara gratis atau tanpa beban
biaya, seperti pendidikan. Selain itu terdapat peraturan perundang-undangan yang
mensyaratkan pemerintah untuk menyediakan pelayanan tertentu seperti pendidikan dasar
9 tahun, sehingga kebutuhan barang tersebut biasanya dianggap bebas dari beban
masyarakat dan tidak perlu ditarik tarif pelayanan. Terdapat cara alternatif untuk alokasi
sumber daya selain dengan pembebanan harga pelayanan, misalnya melalui pembagian
kupon (cards) dan vouchers. Meskipun metode kupon tersebut menjamin kaum miskin
mendapat kesempatan yang sama, akan tetapi sistem kupon tersebut tidak dapat memenuhi
fungsi sistem harga dan mudah untuk disalahgunakan.

C. Prinsip dan Praktik Pembebanan


Sebagian barang dan jasa yang disediakan pemerintah lebih sesuai dibiayai dengan
pembebanan tarif. Semakin dekat suatu pelayanan terkait dengan barang privat, semakin sesuai
barang tersebut dikenai tarif. namun batasan identifikasi barang privat dan publik kadang sulit
dan harus dilakukan dengan dasar tiap pelayanan.
Dalam praktiknya, pelayanan yang gratis secara nominal sering kali sulit
dijumpai. Pelayanan gratis menyebabkan insentif rendah, sehingga terkadang kualitas
pelayanan menjadi sangat rendah. Misalnya pemberian pelayanan kesehatan gratis biasanya
kualitasnya kurang memuaskan. Kesalahan penetapan tarif pelayanan publik
merupakan penyebab utama defisit anggaran di negara berkembang (devas, 1989), pelayanan
gratis mengakibatkan insentif yang rendah sehingga kualitas menjadi sangat rendah dan tidak
memuaskan.

D. Kegunaan Pembebanan dalam Praktik


Praktik pembebanan pelayanan publik berbeda-beda tiap negara, antara jasa yang
disediakan langsung oleh pemerintah dan yang disediakan oleh perusahaan milik negara, serta
antara pemerintah pusat dan daerah. Charging for services merupakan salah satu sumber
penerimaan bagi pemerintah daerah tertentu. Pemerintah memperoleh penerimaan dari
beberapa sumber, antara lain:
1. Pajak
2. Pembebanan langsung pada masyarakat (Charging for services)
3. Laba BUMN/BUMD
4. Penjualan aset milik pemerintah
5. Utang
Data biaya kadang sulit diperoleh dan sulit diperbandingkan, terutama antara jasa yang
disediakan langsung oleh pemerintah dan yang disediakan oleh perusahaan milik negara. Pada
kasus perusahaan negara, hanya net deficit atau surplus yang muncul dalam rekening
pemerintah.
Pada umumnya kita mengharapkan bahwa penyedia barang publik seperti pertahanan,
kesehatan publik dan jasa kepolisian seharusnya diberikan secara gratis, dalam arti dibiayai
dari pajak. Sementara itu, penyediaan barang privat yaitu jasa untuk kepentingan individu
seperti listrik, telepon, transportasi umum ditarik sebesar harga pemulihan biaya totalnya (full
cost recovery price). Untuk barang campuran (mixed/merit good), seperti pendidikan
menengah, penyembuhan kesehatan, sanitasi disediakan melalui pajak dan sebagian dari tarif.

E. Penetapan Harga Pelayanan Publik


Jika pemerintah hendak membebankan biaya pelayanan kepada masyarakat, maka
pemerintah harus memutuskan berapa beban yang pantas dan wajar, atau dengan kata lain
berapa harga pelayanan yang akan ditetapkan. Aturan yang biasa dipakai adalah bahwa beban
(charge) dihitung sebesar total biaya untuk menyediakan pelayanan tersebut (full cost
recovery). Akan tetapi untuk menghitung biaya total tersebut terdapat beberapa kesulitan,
karena:
1. Kita tidak tahu secara tepat berapa biaya total (full cost) untuk menyediakan suatu
pelayanan. Oleh karena itu, kita perlu memperhitungkan semua biaya sehingga dapat
mengindentifikasi biaya secara tepat untuk setiap jenis pelayanan. Namun, tidak boleh
terjadi pencampuradukan biaya untuk pelayanan yang berbeda atau harus ada prinsip
different costs for different purposes. Biaya overhead harus dibebankan secara
proporsional terhadap berbagai pelayanan. Selain itu juga harus diidentifikasi adanya
biaya-biaya tersembunyi (hidden costs) dalam penyediaan pelayanan publik. Hidden costs
juga terkait dengan biaya birokrasi (costs of bureaucracy).
2. Sangat sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi. Karena jumlah biaya untuk melayani satu
orang dengan orang lain berbeda-beda, maka diperlukan pembedaan pembebanan tarif
pelayanan. Sebagai contoh, diperlukan biaya tambahan untuk pengumpulan sampah dari
lokasi rumah yang sulit dijangkau atau memiliki jarak yang jauh. Jika hal ini dilakukan
maka akan terlihat tidak adil, meskipun untuk hal tertentu, misalnya bus kota, jarak jauh
maupun dekat dikenai tarif sama. Namun yang jelas, pada prinsipnya pembebanan harus
merefleksikan biaya total (full cost) untuk menyediakan pelayanan tersebut.
3. Pembebanan tidak memperhitungkan kemampuan masyarakat untuk membayar. Jika orang
miskin tidak mampu membayar suatu pelayanan yang sebenarnya vital, maka mereka harus
disubsidi. Mungkin perlu dibuat diskriminasi harga atau diskriminasi produk untuk
menghindari subsidi.
4. Biaya apa saja yang harus diperhitungkan: apakah hanya biaya operasi langsung (current
operation costs), atau perlu juga diperhitungkan biaya modal (capital costs). Aturan
umumnya adalah bahwa kita harus memasukkan bukan saja biaya operasi dan
pemeliharaan, tetapi juga biaya penggantian barang modal yang sudah usang
(kadaluwarsa), dan biaya penambahan kapasitas. Prinsip tersebut disebut marginal costs
pricing.
Ahli ekonomi umumnya menganjurkan untuk menggunakan marginal costs pricing,
yaitu tarif yang dipungut seharusnya sama dengan biaya untuk melayani konsumen tambahan
(costs of serving the marginal consumer). Harga tersebut adalah harga yang juga berlaku dalam
pasar persaingan untuk pelayanan tersebut. Marginal costs pricing mengacu pada harga pasar
yang paling efisien (economically efficient price) karena pada tingkat harga tersebut (ceteris
paribus) akan memaksimalkan manfaat ekonomi dan penggunaan sumber daya yang terbaik.
Masyarakat akan memperoleh peningkatan output dari barang atau jasa sampai titik dimana
biaya sama dengan harga. Penetapan harga pelayanan publik dengan menggunakan marginal
cost pricing, setidaknya harus memperhitungkan:
1. Operasi biaya variabel (variable operating cost);
2. Semi variable overhead cost seperti biaya modal atas aktiva yang digunakan untuk
memberikan pelayanan;
3. Biaya penggantian aset modal yang digunakan dalan penyediaan pelayanan; dan
4. Biaya penambahan aset modal yang digunakan untuk memenuhi tambahan permintaan.
Akan tetapi, marginal cost pricing tidak memperhitungkan pure historic capital cost
atau pure overhead cost, yang tidak terkait sama sekali dengan penggunaan jasa. Contoh kasus
klasik dari historical cost adalah seperti jembatan penyebrangan. Marginal cost pricing
menganjurkan tidak ada biaya yang ditarik atas jasa penyebrangan karena marginal cost yang
ada sama dengan nol. Memungut biaya penyebrangan akan mengurangi pengguna jembatan
penyebrangan, sehingga akan menimbulkan kapasitas menganggur atas jembatan tersebut, ini
akan mengurangi total economic benefit.
Sebaliknya, marginal cost untuk menyediakan rumah tidak sama dengan nol, karena
sejak ditempati kapasitas ruang yang sudah digunakan, sehingga marginal cost-nya sama
dengan biaya untuk menyediakan rumah pengganti dan biaya pemeliharaan.
Contoh: Penyediaan air, marginal cost-nya misalnya:
a. Tambahan air yang dikonsumsi
b. Tambahan jarak yang diambil
c. Pemasangan pipa besar untuk industri

F. PERMASALAHAN MARGINAL COST PRICING


Penggunaan marginal cost pricing memiliki beberapa permasalahan, antara lain:
1. Sulit untuk memperhitungkan secara tepat marginal cost untuk jasa tertentu. Dalam
praktik, kadang biaya rata-rata (average cost) digunakan sebagai pengganti walau hal ini
menyimpang dari syarat ekonomis dan efisiensi. Juga terdapat masalah pengukuran dan
pengumpulan data biaya yang membuat marginal cost sulit diimplementasikan.
2. Apakah harga seharusnya didasarkan pada biaya marginal jangka pendek (short run
marginal cost) atau biaya marginal jangka panjang (long run marginal cost). Dalam kasus
penyediaan air, akan timbul suatu titik ketika marginal consumer memerlukan pabrik baru.
Tidak mungkin mengharapkan konsumen menanggung full cost sendirian.
3. Marginal cost pricing bukan berarti full cost recovery. Historic capital cost tidak mungkin
dipulihkan, demikian juga full operating cost. Ketika sumber daya yang terbatas, kegagalan
untuk menutup biaya menimbulkan adanya penghematan yang dikorbankan (opportunity
loss) dalam pemakaian alternatif sumber daya tersebut. Kerugian tersebut harus diukur
dengan efisiensi yang dikorbankan (efficiency loss) yang berasal dari penaikan harga di
atas marginal cost.
4. Konsep kewajaran digunakan untuk menunjukkan:
a. Hanya mereka yang menerima manfaat yang membayar.
b. Semua konsumen membayar sama tanpa memandang perbedaan biaya dalam
menyediakan pelayanan tersebut.
5. Ekternalitas konsumsi, seperti manfaat kesehatan umum dari air bersih untuk minum dan
mandi dapat secara signifikan merubah “efisiensi harga” yang ditentukan oleh marginal
cost.
6. Pertimbangan ekuitas mensyaratkan yang kaya membayar lebih, paling tidak untuk jasa
seperti air, dimana terdapat beberapa macam bentuk diskriminasi harga, (seperti tarif
progesif) yang mungkin digunakan.

G. Kompleksitas Strategi Harga


1. Two-part tariffs (Tarif Dua Bagian)
Tarif dua bagian adalah skema penetapan harga di mana produsen mengenakan
biaya tetap untuk hak membeli unit barang atau jasa dan kemudian membebankan harga
tambahan per unit untuk barang atau jasa itu sendiri. Banyak kepentingan publik (seperti
listrik) dipungut dengan two-part tariffs, yaitu fixed charge untuk menutupi biaya overhead
atau biaya infrastruktur dan variable charge yang didasarkan atas besarnya konsumsi.
2. Peak-load Tariffs
Peak-load tariffs adalah prinsip pembebanan harga yang lebih tinggi untuk
produk-produk tertentu pada waktu permintaannya berada pada tingkat maksimum, untuk
mencerminkan biaya marginal yang lebih tinggi dari penawaran produk pada waktu
puncak. Dengan peak-load tariffs ini, pelayanan publik dipungut berdasarkan tarif
tertinggi. Permasalahannya adalah beban tertinggi, membutuhkan tambahan kapasitas yang
disediakan, tarif tertinggi untuk periode puncak harus menggambarkan higher marginal
cost (seperti telepon dan transportasi umum).
3. Diskriminasi Harga
Hal ini adalah salah satu cara untuk mengakomodasikan pertimbangan keadilan
(equity) melalui kebijakan penetapan harga. Jika kelompok dengan pendapatan berbeda
dapat diasumsikan memiliki pola permintaan yang berbeda, pelayanan yang diberikan
kepada kelompok yang berpendapatan rendah dapat disubsidi silang dengan kelompok
berpendapatan tinggi. Hal tersebut tergantung dari kemampuan mencegah orang kaya
menggunakan pelayanan yang dimaksudkan untuk orang miskin.
4. Full Cost Recovery
Adalah harga pelayanan didasarkan pada biaya penuh atau biaya total untuk
menghasilkan pelayanan. Penetapan harga berdasarkan biaya penuh atas pelayanan publik
perlu mempertimbangkan keadilan (equity) dan kemampuan publik untuk membayar.
5. Harga di atas Marginal Cost
Dalam beberapa kasus, sengaja ditetapkan harga diatas marginal cost, seperti tarif
parkir mobil, adanya beberapa biaya perijinan atau licence fee.

H. Taksiran Biaya
Penentuan harga dengan teknik apapun yang digunakan pada dasarnya adalah
mendasarkan pada usaha penaksiran biaya secara akurat. Hal ini melibatkan beberapa
pertimbangan sebagai berikut:
• Opportunity cost untuk staf, perlengkapan, dan lain-lain.
• Opportunity cost of capital
• Accounting price untuk input ketika harga pasar tidak menunjukkan value to society
(opportunity cost)
• Pooling, ketika biaya berbeda-beda antara setiap individu
• Cadangan inflasi
Pelayanan menyebabkan unit kerja harus memiliki data biaya yang akurat agar dapat
mengestimasi marginal cost, sehingga dapat ditetapkan harga pelayanan yang tepat. Prinsip
biaya memberikan dasar yang bermanfaat untuk penentuan harga di sektor publik. Marginal
cost pricing bukan merupakan satu-satunya dasar untuk penetapan harga di sektor publik.
Digunakan Marginal Cost pricing atau tidak, yang jelas harus ada kebijakan yang jelas
mengenai harga pelayanan yang mampu menunjukkan biaya secara akurat dan mampu
mengidentifikasi skala subsidi publik.
KESIMPULAN
Penyediaan pelayanan publik dapat dibiayai melalui dua sumber yaitu pajak dan
pembebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa publik (charging for services).
Pembebanan tarif pelayanan publik dilakukan karena beberapa alasan diantaranya yaitu karena
adanya barang privat dan barang publik, efisiensi ekonomi, dan prinsip keuntungan.
Dasar pembebanan tarif pelayanan yaitu pembebanan langsung (direct charging). Terdapat
argumen yang menentang pembebanan tarif pelayanan, yaitu terdapat kesulitan administrasi
dalam menghitung biaya pelayanan, yang miskin tidak mampu untuk membayar, dan adanya
eksternalitas, merit good, dan persyaratan legal. Masalah utama dalam pembebanan pelayanan
publik adalah menentukan berapa harga yang harus dibebankan. Pemerintah harus memutuskan
berapa harga pelayanan yang dibebankan pada masyarakat. Aturan yang bisa dipakai adalah
beban (charge) dihitung sebesar total biaya untuk menyediakan pelayanan tersebut (full cost
recovery). Akan tetapi, terdapat kesulitan untuk menghitung biaya total tersebut sehingga
dianjurkan untuk menggunakan marginal cost pricing.
Marginal cost pricing adalah tarif yang dipungut seharusnya sama dengan biaya untuk
melayani tambahan konsumen tambahan. Marginal cost pricing memperhatikan biaya operasi
variabel, semi variabel overhead cost, biaya penggantian atas aset modal dan biaya penambahan
asset modal yang digunakan untuk memenuhi tambahan permintaan. Tetapi, penggunaan konsep
marginal cost pricing juga memiliki beberapa permasalahan sehingga perlu ditemukan metode
terbaik untuk menetapkan harga pelayanan publik.
DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo. (2018). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Anda mungkin juga menyukai