Fakultas ekonomi
UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH
Tahun ajaran 2021 /2022
Banda aceh
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kami haturkan kehadirat Tuhan Allah yang Maha Kasih. Hanya atas
penyertaan-Nya sajalah kami boleh menyelesaikan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas
perkuliahan keuangan publik Kami sadari betapa tidak sempurnanya kami sebagai manusia
sehingga masih banyak yang harus dilengkapi dan dikritisi dari makalah yang kami buat.
Mungkin ada beberapa kesalahan yang telah kami lakukan melalui makalah ini maka dari hati
yang terdalam kami sampaikan permohonan maaf. Kami sangat terbuka atas segala kritik dan
saran yang bertujuan untuk membangun pemikiran kita semua. Sekian dan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ............................................................................................................................ ii
DAFTAR
ISI ......................................................................................................................................... iiii
BAB
1 .......................................................................................................................................................
1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................
....... 1 A.
B.
C.
BAB
2 .......................................................................................................................................................
2
PEMBAHASAN................................................................................................................................
...... 2 A.
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN ........................................................................................................................ 15
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja pelayanan public yang dapat dijual ?
2. Bagaimana argument terhadap pembebanan tarif pelayanan ?
3. Bagaimana prinsip dan praktik pembebanan ?
4. Apa saja kegunaan pembebanan dalam praktik ?
5. Bagaimana penetapan harga pelayanan ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa sajakah pelayanan public yang dapat dijual
2. Untuk mengetahui argument mengenai pembebanan tarif pelayanan
3. Untuk memahami prinsip dan praktik pembebanan
4. Untuk mengatahui apa saja kegunaan pembebanan dalam praktik
5. Untuk mengetahui penetapan harga pelayanan
BAB 2
PEMBAHASAN
Efesiensi ekonomi
Prinsip keuntungan
Contohnya: pendidikan, layanan kesehatan, transportasi publik, dan air bersih. Barang-
barang
tersebut sering disebut”merit good” karena semua orang membutuhkannya akan tetapi
tidak semua orang mendapatkan barang tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan barang
tersebut pemerintah dapat menyediakan secara langsung, memberikan subsidi, atau
mengntrakkan ke pihak swasta. Sebagai contoh : pendidikan, meskipun pemerintah
bertanggung jawab menyediakan pendidikan, namun bukan berarti barang tersebut
sebagai pure publik good yang harus dibiayai semuanya dengan pajak dan dilaksanakan
sendiri oleh pemerintah. Dapat saja sektor swasta terlibat dalam penyediaan pelayanan
pendidikan tersebut. Untuk menyelenggarakan pendidikan, pemerintah dapat melakukan
3 tindakan yaitu:
1. mendirikan sekolah negeri yang murni milik pemerintah dan dibiayai sepenuhnya oleh
pemerintah
2.memberikan subsidi Pendidikan kepada lembaga-lembaga pendidikan, dan
3.menyerahkan pihak swasta untuk ikut menyelenggrakan pendidikan. Hal yang sama
juga terjadi untuk penyediaan transportasi publik dan pelayanan kesehatan.
Pada tataran praktik, terdapat kesulitan dalam membedakan barang publik dengan barang
privat. Beberapa sebab sulitnya membedakan barang publik dengan barang privat
tersebut antara lain:
Batasan antara barang publik dan barang privat sulit untuk ditentukan
Terdapat barang dan jasa yang merupakan barang/ jasa publik, tetapi dalam
penggunaanya tidak dapat dihindari keterlibatan beberapa elemen pembebananlangsung.
Biasanya tredapat anggapan bahwa dalam suatu sistem ekonomi campuran, barang privat
lebih baik disediakan oleh pihak swasta dan barang publik lebih baik disediakan secara
kolektif oleh pemerintah yang dibiayai melalui pajak. Namun demikian, tidak menutup
kemungkinan pemerintah menyerhakan penyediaan barang publik kepada sektor swasta
melalui regulasi, subsidi, atau sistem kontrak. Jika manfaat dirasakan secara perorangan,
seperti listrik , telepon, dan air bersih maka untuk memperoleh barang-barang tersebut
masyarakat biasanya dibebani dengan tarif tertentu. Pemerintah dapat menarik sejumlah
tarif untuk menyediakan kebutuhan tersebut. Jika manfaat dirasakan secara umum,
karena spillover effects (eksternalitas positif), yang tidak bisa dihilangkan dan pasti ada
seperti pertahanan dan pengendalian kesehatan maka pendanaan untuk hal-hal tersebut
lebih tepat didanai lewat pajak. Dalam hal penyediaan pelayanan publik, yang perlu
diperhatikan adalah:
Identifikasi barang/ jasa yang menajdi kebutuhan masyarakat
Siapa yang lebih berkompeten untuk menyediakan kebutuhan publik tersebut
Dapatkan penyediaan pelayanan publik tertentu diserahkan kepada sektor swasta
atau seketor ketiga
Pelayanan publik apa saja yang tidak harus dilakukan oleh pemerintah namun
dapat ditangani oleh swasta.
Penyediaan pelayanan gratis atau subsidi mungkin sia-sia dan kurang efektif.
Apakah subsidi menjamin dinikmati bagi yang miskin? Mungkin saja subsidi
menguntungkan yang kaya jika dikorupsi oleh birokrasi. Atau justru yang
miskin mensubsidi yang kaya. Bila kita peduli pada golongan miskin,
pendekatan terbaik adalah melalui distribusi pendapatan (lumpsum transfer),
tetapi hal ini sulit dilakukan di Negara berkembang.
c) Adanya Eksternalitas, Merit Good, dan Persyaratan Legal. Eksternalitas positif
(spilover effects) misalnya tarif pelayanan yang terlalu tinggi membuat
masyarakat tidak terdorong untuk menggunakannya. Demikian juga barang yang
dianggap sebagai merid good mungkin lebih baik diberikan secara gratis atau
tanpa beban biaya, seperti pendididkan. Selain itu terdapat peraturan perundang –
undangan yang mensyaratkan pemerintah untuk menyediakan pelayanan tertentu
seperti pendidikan dasar 9 tahaun, sehingga kebutuhsan barabg tersebut biasanya
dianggap bebas dari beban masyarakat dan tidak perlu ditarik tarif pelayanan.
Terdapat cara alternatif untuk alokasi sumber daya selain dengan pembebanan
harga pelayanan, misalnya melalui pembagian kupon (cards) dan vouchers.
Meskipun metode kupon tersebut menjamin kaum miskin mendapat kesempatan
yang sama, akan tetapi sistem kupon tersebut tidak dapat memenuhi fungsi
sistem harga dan mudah untuk disalahgunakan.
Karena jumlah biaya untuk melayani satu orang dengan orang lain
berbeda-beda, maka diperlukan pembedaan pembebanan tarif pelayanan,
sebagai contoh diperlukan biaya tambahan untuk pengumpulan sampah
dari lokasi rumah yang sulit dijangkau atau memiliki jarak yang jauh.
Jika hal ini dilakukan maka akan terlihat tidak adil, meskipun untuk hal
tertentu. Misalnya : bus kota, jarak jauh maupun dekat dikenai tarif sama.
Namun yang jelas, pada prinsipnya pembebanan harus merefleksikan
biaya total (full cost) untuk menyediakan pelayanan tersebut.
4. Biaya apa saja yang harus diperhitungkan : apakah hanya biaya operasi
langsung
Semi variable overhead cost seperti biaya modal atas aktiva yang
digunakan untuk memberikan pelayanan.
sehingga menimbulkan kapasitas menganggur atas jembatan tersebut, ini akan mengurangi
total economic benefit. Sebaliknya, marginal cost untuk menyediakan rumah tidak sama
dengan nol, karena sejak ditempati kapasitas ruang yang sudah digunakan, sehingga marginal
cost-nya sama dengan biaya untuk menyediakan rumah pengganti dan biaya pemeliharaan.
Contoh : Penyediaan air, marginal cost-nya misalnya :
Tambahan air yang dikonsumsi
dalam praktik, kadang biaya rata-rata (average cost) digunakan sebagai pengganti walau
hal ini menyimpang dari syarat ekonomis dan efisiensi. Juga terdapat masalah
pengukuran dan pengumpulan data biaya yang membuat marginal cost sulit
diimplementasikan.
2. Apakah harga seharusnya didasarkan pada biaya marginal jangka pendek (short run MC)
atau biaya marginal jangka panjang (long run marginal cost). Dalam kasus penyediaan
air, akan timbul suatu titik ketika marginal consumer memerlukan pabrik baru. Tidak
mungkin mengharapkan konsumen menanggung full cost sendirian.
3. Marginal cost pricing bukan berarti full cost recovery. Historic capital cost tidak
mungkin dipulihkan, demikian juga full operating cost. Ketika sumber daya yang
terbatas, kegagalan untuk menutup biaya menimbulkan adanya penghematan yang
dikorbankan (opportunity loss) dalam pemakaian alternative sumber daya tersebut.
Kerugian tersebut harus diukur dengan efisiensi yang dikorbankan (efficiency loss) yang
berasal dari penaikan harga di atas marginal cost.
4. Konsep kewajaran digunakan untuk menunjukkan :
Hanya mereka yang menerima manfaat yang membayar.
5. Ekternalitas konsumsi, seperti manfaat kesehatan umum dari air bersih untuk minum dan
mandi dapat secara signifikan merubah “efisiensi harga” yang ditentukan oleh marginal
cost.
6. Pertimbangan ekuitas mensyaratkan yang kaya membayar lebih, paling tidak untuk jasa
seperti air, dimana terdapat beberapa macam bentuk diskriminasi harga, (seperti tarif
progesif) yang mungkin digunakan.
H. TAKSIRAN BIAYA
Penentuan harga dengan teknik apapun yang digunakan pada dasarnya adalah
mendasarkan pada usaha penaksiran biaya secara akurat. Hal ini melibatkan beberapa
pertimbangan sebagai berikut :
1. Opportunity cost untuk staf, perlengkapan, dll.
2. Opportunity cost of capital
3. Accounting price untuk input ketika harga pasar tidak menunjukkan value to society
(opportunity cost)
4. Pooling, ketika biaya berbeda-beda antara setiap individu
5. Cadangan inflasi Pelayanan menyebabkan unit kerja harus memiliki data biaya yang
akurat agar dapat mengestimasi marginal cost, sehingga dapat ditetapkan harga
pelayanan yang tepat. Prinsip biaya memberikan dasar yang bermanfaat untuk
penentuan harga di sektor publik. Marginal cost pricing bukan merupakan satu-satunya
dasar untuk penetapan harga di sektor publik. Digunakan MC pricing atau tidak, yang
jelas harus ada kebijakan yang jelas mengenai harga pelayanan yang mampu
menunjukkan biaya secara akurat dan mampu mengidentifikasi skala subsidi publik.
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyediaan pelayanan publik dapat dibiayai melalui dua sumber, yaitu pajak dan
penbebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa public (charging for
services). Pembebanan tarif dilakukan karena alasan efisiensi ekonomi, untuk memperoleh
keuntungan dank arena adanya barang privat dan barang publik yang perlu diatur
penggunaannya secara proporsional dan memenuhi asas keadilan. Pembebanan pelayanan
publik merupakan salah satu sumber penerimaan bagi pemerintah selain pajak, penjualan
asset milik pemerintah, utang dan laba BUMN/BUMD. Masalah utama dalam pembebanan
pelayanan publik adalah menentukan beberapa harga yang harus dibebankan. Aturan yang
bias dipakai adalah beban dihitung sebesar total biaya untuk menyediakan pelayanan
tersebut. Dalam menentukan harga pelayanan publik juga dianut konsep different cost for
different purpose yaitu membedakan cost untuk pelayanan yang berbeda. Masalah lain
adalah adanya hidden cost yang menyulitkan dalam mengetahui total cost. Kesulitan untuk
menghitung biaya total adalah karena sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi dan
perbedaan jumlah biaya untuk melayani masing-masing orang. Pembebanan tidak
memperhitungkan kemampuan mayarakat untuk membayar dan biaya apa saja yang
diperhitungkan sehingga untuk memudahkan digunakan konsep current cost operation,
capital cost, dan marginal cost (biaya penambahan kapasitas). Marginal cost pricing
menganut prinsip bahwa tarif yang dipungut seharusnya sama dengan biaya untuk melayani
tambahan konsumen. Marginal cost pricing memperhatikan biaya operasi variabel, semi
variabel overhead cost, biaya penggantian atas asset modal dan biaya penambahan asset
modal yang digunakan untuk memenuhi tambahan permintaan. Namun demikian, konsep
marginal cost pricing juga mengahadapi berbagai kendala. Oleh karena itu perlu ditemukan
metoda terbaik untuk menetapkan harga pelayanan publik. .
DAFTAR PUSTAKA