KELOMPOK 7
1. Bernadus Yopi Lado 2010020021
2. Leonarda Yosefina Jelita 2010020001
3. Ayub Yoseph Wiliam Kedoh 2010020038
PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI BISNIS
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2022
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kami haturkan kehadirat Tuhan Allah yang Maha
Kasih. Hanya atas penyertaan-Nya sajalah kami boleh menyelesaikan makalah ini
dalam rangka memenuhi tugas perkuliahan Akuntansi Sektor Publik
Kami sadari betapa tidak sempurnanya kami sebagai manusia sehingga masih
banyak yang harus dilengkapi dan dikritisi dari makalah yang kami buat. Mungkin ada
beberapa kesalahan yang telah kami lakukan melalui makalah ini maka dari hati yang
terdalam kami sampaikan permohonan maaf. Kami sangat terbuka atas segala kritik
dan saran yang bertujuan untuk membangun pemikiran kita semua.
Kupang,Oktober 2022
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... iiii
BAB 1 ................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG .......................................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ...................................................................................................... 1
C. TUJUAN PENULISAN ........................................................................................................ 1
BAB 2 ................................................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN................................................................................................................................ 2
A. PELAYANAN PUBLIK YANG DAPAT DIJUAL.............................................................. 2
B. ARGUMEN TERHADAP PEMBEBANAN TARIF PELAYANAN .................................. 7
C. PRINSIP DAN PRAKTIK PEMBEBASAN ........................................................................ 9
D. KEGUNAAN PEMBEBANAN DALAM PRAKTIK .......................................................... 9
E. PENETAPAN HARGA PELAYANAN : Berapa Harga Yang Harus Dibebankan. ......... 10
F. PERMASALAHAN MARGINAL COST PRICING......................................................... 12
G. KOMPLEKSITAS STRATEGI HARGA .......................................................................... 13
H. TAKSIRAN BIAYA ........................................................................................................... 14
BAB 3 .............................................................................................................................................. 15
PENUTUP....................................................................................................................................... 15
A. KESIMPULAN .................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................... 16
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu tugas pokok pemerintah adalah memberiakn pelayanan kepada
masyarakat (publik service). Pemberian pelayanan publik pada dasarnya dapat
dibiayai melalui dua sumber, yaitu: 1. pajak, dan 2. pembebanan langsung kepada
masyarakat sebagai konsuen jasa publik (charging for service). jika pelayanan
publik dibiayai dengan pajak, maka setiap wajib pajak harus membayar pajak tanpa
mempedulikan apakah dia menikmati secara langsung jasa publik tersebut atau
tidak. Hal tersebut karena pajak merupakan iuran masyarakat kepada negara yang
tidak memiliki jasa timbal balik individual yang secara langsung dapat dinikmati
oleh pembayar pajak. Jika pelayanan publik dibiayai dibiayai melalui pembebanan
langsung, maka yang membayar hanyalah mereka yang memanfaatkan jasa
pelayanan publik tersebut, sedangkan yang tidak menggunakan tidak diwajibkan
untuk membayar. Permasalah yang kemudian muncul adalah apakah suatau
pelayanan publik lebih baik dibiayai melalui pajak atau dengan pembebanan
langsung kepada konsumen.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja pelayanan public yang dapat dijual ?
2. Bagaimana argument terhadap pembebanan tarif pelayanan ?
3. Bagaimana prinsip dan praktik pembebanan ?
4. Apa saja kegunaan pembebanan dalam praktik ?
5. Bagaimana penetapan harga pelayanan ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa sajakah pelayanan public yang dapat dijual
2. Untuk mengetahui argument mengenai pembebanan tarif pelayanan
3. Untuk memahami prinsip dan praktik pembebanan
4. Untuk mengatahui apa saja kegunaan pembebanan dalam praktik
5. Untuk mengetahui penetapan harga pelayanan
1
BAB 2
PEMBAHASAN
2
a) Adanya Barang Privat vs Barang Publik
Barang privat
Barang publik
Dalam praktiknya terdapat beberapa barang dan jasa yang merupakan campuran
anatara barang privat dan barang publik. Karena, meskipun mengkonsumsi secara
individual, sering kali masyarakat secara umum juga membutuhkan barang dan jasa
tersebut. Contohnya: pendidikan, layanan kesehatan, transportasi publik, dan air bersih.
Barang-barang tersebut sering disebut”merit good” karena semua orang
membutuhkannya akan tetapi tidak semua orang mendapatkan barang tersebut. Untuk
memenuhi kebutuhan barang tersebut pemerintah dapat menyediakan secara langsung,
memberikan subsidi, atau mengntrakkan ke pihak swasta. Sebagai contoh : pendidikan,
meskipun pemerintah bertanggung jawab menyediakan pendidikan, namun bukan
berarti barang tersebut sebagai pure publik good yang harus dibiayai semuanya dengan
pajak dan dilaksanakan sendiri oleh pemerintah. Dapat saja sektor swasta terlibat dalam
penyediaan pelayanan pendidikan tersebut.
3
Pada tataran praktik, terdapat kesulitan dalam membedakan barang publik dengan
barang privat. Beberapa sebab sulitnya membedakan barang publik dengan barang
privat tersebut antara lain:
Batasan antara barang publik dan barang privat sulit untuk ditentukan
Terdapat barang dan jasa yang merupakan barang/ jasa publik, tetapi dalam
penggunaanya tidak dapat dihindari keterlibatan beberapa elemen pembebanan
langsung.
Terdapat kecendrungan untuk membebankan tarif pelayanan daripada
membebankan pajak karena pembebanan tarif lebih muda pengumpulannya.
Biasanya tredapat anggapan bahwa dalam suatu sistem ekonomi campuran, barang
privat lebih baik disediakan oleh pihak swasta dan barang publik lebih baik disediakan
secara kolektif oleh pemerintah yang dibiayai melalui pajak.
Jika manfaat dirasakan secara perorangan, seperti listrik , telepon, dan air bersih
maka untuk memperoleh barang-barang tersebut masyarakat biasanya dibebani dengan
tarif tertentu. Pemerintah dapat menarik sejumlah tarif untuk menyediakan kebutuhan
tersebut. Jika manfaat dirasakan secara umum, karena spillover effects (eksternalitas
positif), yang tidak bisa dihilangkan dan pasti ada seperti pertahanan dan pengendalian
kesehatan maka pendanaan untuk hal-hal tersebut lebih tepat didanai lewat pajak.
4
Pola hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
5
b) Efesiensi Ekonomi
Ketika setiap individu bebas menetukan berapa banyak barang / jasa yang mereka
ingin konsumsi, mekanisme harga memiliki peran penting dalam mengalokasikan
sumber daya melalui
Tanpa adanya suatau mekanisme harga, permintaan dan penawaran tidak mungkin
menuju titik seimbang sehingga alokaso sumber daya tidak efesien, seperti: penyediaan
air, obat obatan, dan sebagainya.
Akan tetapi, dalam kenyataan pasar sering kali tidak sempurna. Dalam bnyak hal
pemerintah mungkin menjadi supllier namun tidak boleh memanfaatkan situasi ini
untuk memaksimalkan keuntungan. Dalam kondisi tertentu ketika barang atau jasa
memiliki sifat-sifat public goods pemerintah lebih baik menetapkan harga dibawah
6
harga normalnya atau bahkan tanpa dipungut biaya. Pemerintah juga dihadapkan pada
masalah distribusi pendapatan yang tidak seimbang, yang berarti golongan kaya
mampu membayar lebih dibandingakan yang miskin sehingga golongan kaya mampu
mendapatkan pelayanan yang lebih baik.
c) Prinsip Keuntungan
Ketika pelayanan tidak dinikmati oleh semua orang, pembebanan langsung kepada
masyarakat yang menerima jasa tersebut dianggap “wajar” bila didasarkan prinsip
bahwa yang tidak menikmati manfaat tidak perlu membayar. Jadi pembebanan hanya
dikenakan kepada masyarakat atau mereka yang diuntungkan kepada pelayanan
tersebut. Pemerintah tidak boleh melakukan maksimisasi keuntungan bahkan lebih
baik menetapkan harga di bawah full price, subsidi, bahkan tanpa dipungut biaya. Fee
adalah biaya atas perijinan atau lisensi yang diberikan pemerintah.
7
B. ARGUMEN TERHADAP PEMBEBANAN TARIF PELAYANAN
8
2. Yang miskin tidak mampu untuk membayar
Kesenjangan ekonomi dan pendapatan yang lebar menyebabkan orang miskin
tidak mampu membayar pelayanan dasar yang mestinya mereka dapatkan, seperti
pendidikan, kesehatan, air bersih, transportasi umum dan bahkan makanan sehat.
Namun, yang menjadi masalah adalah dapatkah kita membuat daftar kebutuhan
dasar secara objektif. Yang penting bagi seseorang belum tentu penting bagi orang
lain, sehingga skala prioritas dan pilihan individu berbeda-beda. Pilihan yang
berbeda-beda tesebut membutuhkan perlakuan yang berbeda-beda pula, sehingga
pembebanan tarif pelayanan dipandang sesuai dengan pilihan kebutuhan seseorang.
Pelayanan publik dapat juga diberikan secara gratis oleh pemerintah, akan tetapi
penyediaan gratis tersebut akan mempengaruhi pilihan individu. Pemberian beras
gratis mungkin tidak pas untuk orang tertentu karena mungkin ia lebih suka diberi
uang untuk membeli pakaian. Keputusan untuk membebankan biaya pelayanan
kepada pelanggan harus dikompensasi dengan pemberian subsidi atau pemberiian
pelayanan gratis.
Penyediaan pelayanan gratis atau subsidi mungkin sia-sia dan kurang efektif.
Apakah subsidi menjamin dinikmati bagi yang miskin? Mungkin saja subsidi
menguntungkan yang kaya jika dikorupsi oleh birokrasi. Atau justru yang miskin
mensubsidi yang kaya. Bila kita peduli pada golongan miskin, pendekatan terbaik
adalah melalui distribusi pendapatan (lumpsum transfer), tetapi hal ini sulit dilakukan
di Negara berkembang.
c) Adanya Eksternalitas, Merit Good, dan Persyaratan Legal.
Eksternalitas positif (spilover effects) misalnya tarif pelayanan yang terlalu tinggi
membuat masyarakat tidak terdorong untuk menggunakannya. Demikian juga barang
yang dianggap sebagai merid good mungkin lebih baik diberikan secara gratis atau
tanpa beban biaya, seperti pendididkan. Selain itu terdapat peraturan perundang –
undangan yang mensyaratkan pemerintah untuk menyediakan pelayanan tertentu
seperti pendidikan dasar 9 tahaun, sehingga kebutuhsan barabg tersebut biasanya
dianggap bebas dari beban masyarakat dan tidak perlu ditarik tarif pelayanan.
Terdapat cara alternatif untuk alokasi sumber daya selain dengan pembebanan
harga pelayanan, misalnya melalui pembagian kupon (cards) dan vouchers. Meskipun
metode kupon tersebut menjamin kaum miskin mendapat kesempatan yang sama,
akan tetapi sistem kupon tersebut tidak dapat memenuhi fungsi sistem harga dan
mudah untuk disalahgunakan.
9
C. PRINSIP DAN PRAKTIK PEMBEBASAN
Prinsip dan praktek pembebanan sebagian barang dan jasa yang disediakan
pemerintah lebih sesuai dibiayai dengan pembebanan tarif. Semakin dekat suatu
pelayanan terkait dengan barang privat, semakin sesuai barang tersebut dikenai tarif.
namun batasan identifikasi barang privat dan public kadang sulit dan harus dilakukan
dengan dasar tiap pelayanan.
Dalam praktiknya, pelayanan yang gratis secara nominal seringkali sulit dijumpai.
Pelayanan gratis menyebabkan insentif rendah, sehingga terkadang kualitas pelayanan
menjadi sangat rendah. Misalnya pemberian pelayanan kesehatan gratis biasanya
kualitasnya kurang memuaskan.
Kesalahan penetapan tarif pelayanan publik merupakan penyebab utama defisit
anggaran di negara berkembang (devas, 1989), pelayanan gratis mengakibatkan
insentif yang rendah sehingga kualitas menjadi sangat rendah dan tidak memuaskan.
10
Pada umumnya kita mengharapkan bahwa penyedia barang publik seperti
pertahanan, kesehatan publik dan jasa kepolisian seharusnya diberikan secara gratis,
dalam arti dibiayai dari pajak. Sementara itu, penyediaan barang privat yaitu jasa
untuk mkepentingan individu seperti listrik, telepon, transportasi umum ditarik
sebesar harga pemulihan biaya totalnya (full cost recovery price). Untuk barang
campuran (mixed/merit good), seperti pendidikan menengah, penyembuhan kesehatan,
sanitasi disediakan melalui pajak dan sebagian dari tarif.
11
3. Pembebanan tidak memperhitungkan kemampuan masyarakat untuk membayar.
Jika orang miskintidak mampu membayar suatu pelayanan yang sebenarnya vital,
maka mereka harus disubsidi. Mungkin perlu dibuat diskriminasi harga atau
diskriminasi produk untuk menghindari subsidi.
4. Biaya apa saja yang harus diperhitungkan : apakah hanya biaya operasi langsung
(currnt operation costs), atau perlu juga diperhitungkan biaya modal (capital costs).
Aturan umumnya adalah bahwa kita harus memasukkan bukan saja biaya operasi dan
pemeliharaan, akan tetapi juga biaya penggantian barang modal yang sudah usang
(kadaluwarsa), dan biaya penambahan kapasitas. Prinsip tersebut disebut marginal
costs pricing.
Ahli ekonomi umumnya menganjurkan untuk menggunakan marginal costs
pricing, yaitu tarif yang dipungut seharusnya sama dengan biaya untuk melayani
konsumen tambahan (costs of serving the marginal consumer). Harga tersebut adalah
harga yang juga berlaku dalam pasar persaingan untuk pelayanan tersebut. Marginal
costs pricing mengacu pada harga pasar yang paling efisien (economically efficient
price), karena pada tingkat harga tersebut (ceteris paribus) akan memaksimalkan
manfaat ekonomi dan penggunaan sumber daya yang terbaik. Masyarakat akan
memperoleh peningkatan output dari barang atau jasa sampai titik dimana marginal
costs sama dengan harga.
Penetapan harga pelayanan publik dengan menggunakan marginal cost pricing,
setidaknya harus memperhitungkan :
Operasi biaya variabel (variable operating cost)
Semi variable overhead cost seperti biaya modal atas aktiva yang digunakan
untuk memberikan pelayanan.
Biaya penggantian atas aset modal yang digunakan dalan penyediaan
pelayanan
Biaya penambahan aset modal yang digunakan untuk memenuhi tambahan
permintaan.
Akan tetapi, marginal cost pricing tidak memperhitungkan pure historic capital
cost atau pure overhead cost, yang tidak terkait sama sekali dengan penggunaan jasa.
Contoh kasus klasik dari historical cost adalah seperti jembatan penyebrangan.
Marginal cost pricing menganjurkan tidak ada biaya yang ditarik atas jasa
penyebrangan karena marginal cost yang ada nol. Memungut biaya penyebrangan
12
sehingga menimbulkan kapasitas menganggur atas jembatan tersebut, ini akan
mengurangi total economic benefit.
Sebaliknya, marginal cost untuk menyediakan rumah tidak sama dengan nol,
karena sejak ditempati kapasitas ruang yang sudah digunakan, sehingga marginal
cost-nya sama dengan biaya untuk menyediakan rumah pengganti dan biaya
pemeliharaan.
Contoh : Penyediaan air, marginal cost-nya misalnya :
Tambahan air yang dikonsumsi
Tambahan jarak yang diambil
Pemasangan pipa besar untuk industri
13
5. Ekternalitas konsumsi, seperti manfaat kesehatan umum dari air bersih untuk
minum dan mandi dapat secara signifikan merubah “efisiensi harga” yang ditentukan
oleh marginal cost.
6. Pertimbangan ekuitas mensyaratkan yang kaya membayar lebih, paling tidak
untuk jasa seperti air, dimana terdapat beberapa macam bentuk diskriminasi harga,
(seperti tarif progesif) yang mungkin digunakan.
1. Two-part tariffs : banyak kepentingan public (seperti listrik) dipungut dengan two-
part tariffs, yaitu fixed charge untuk menutupi biaya overhead atau biaya infrastruktur
dan variable charge yang didasarkan atas besarnya konsumsi.
2. Peak-load tariffs : pelayanan publik dipungut berdasarkan tarif tertinggi.
Permasalahannya adalah beban tertinggi, membutuhkan tambahan kapasitas yang
disediakan, tarif tertinggi untuk periode puncak yang harus menggambarkan higher
marginal cost (seperti telepon dan transportasi umum).
3. Diskriminasi harga. Hal ini adalah salah satu cara untuk mengakomodasikan
pertimbangan keadilan (equity) melalui kebijakan penetapan harga. Jika kelompok
dengan pendapatan berbeda dapat diasumsikan memiliki pola permintaan yang
berbeda, pelayanan yang diberikan kepada kelompok dengan pendapatan tinggi. Hal
tersebut tergantung dari kemampuan mencegah orang kaya menggunakan pelayanan
yang dimaksudkan untuk orang miskin.
4. Full cost recovery. Harga pelayanan didasarkan pada biaya penuh atau biaya total
untuk menghasilkan pelayanan. Penetapan harga berdasarkan biaya penuh atas
pelayanan publik perlu mempertimbangkan keadilan (equity) dan kemampuan publik
untuk membayar.
5. Harga diatas marginal cost. Dalam beberapa kasus, sengaja ditetapkan harga diatas
marginal cost, seperti tarif parker mobil, adanya beberapa biaya perijinan atau licence
fee.
14
H. TAKSIRAN BIAYA
Penentuan harga dengan teknik apapun yang digunakan pada dasarnya adalah
mendasarkan pada usaha penaksiran biaya secara akurat. Hal ini melibatkan beberapa
pertimbangan sebagai berikut :
1. Opportunity cost untuk staf, perlengkapan, dll.
2. Opportunity cost of capital
3. Accounting price untuk input ketika harga pasar tidak menunjukkan value to
society (opportunity cost)
4. Pooling, ketika biaya berbeda-beda antara setiap individu
5. Cadangan inflasi
Pelayanan menyebabkan unit kerja harus memiliki data biaya yang akurat agar
dapat mengestimasi marginal cost, sehingga dapat ditetapkan harga pelayanan yang
tepat. Prinsip biaya memberikan dasar yang bermanfaat untuk penentuan harga di
sektor publik. Marginal cost pricing bukan merupakan satu-satunya dasar untuk
penetapan harga di sektor publik. Digunakan MC pricing atau tidak, yang jelas harus
ada kebijakan yang jelas mengenai harga pelayanan yang mampu menunjukkan biaya
secara akurat dan mampu mengidentifikasi skala subsidi publik.
15
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyediaan pelayanan publik dapat dibiayai melalui dua sumber, yaitu pajak dan
penbebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa public (charging for
services). Pembebanan tarif dilakukan karena alasan efisiensi ekonomi, untuk
memperoleh keuntungan dank arena adanya barang privat dan barang publik yang
perlu diatur penggunaannya secara proporsional dan memenuhi asas keadilan.
Pembebanan pelayanan publik merupakan salah satu sumber penerimaan bagi
pemerintah selain pajak, penjualan asset milik pemerintah, utang dan laba
BUMN/BUMD. Masalah utama dalam pembebanan pelayanan publik adalah
menentukan beberapa harga yang harus dibebankan. Aturan yang bias dipakai adalah
beban dihitung sebesar total biaya untuk menyediakan pelayanan tersebut. Dalam
menentukan harga pelayanan publik juga dianut konsep different cost for different
purpose yaitu membedakan cost untuk pelayanan yang berbeda. Masalah lain adalah
adanya hidden cost yang menyulitkan dalam mengetahui total cost. Kesulitan untuk
menghitung biaya total adalah karena sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi dan
perbedaan jumlah biaya untuk melayani masing-masing orang. Pembebanan tidak
memperhitungkan kemampuan mayarakat untuk membayar dan biaya apa saja yang
diperhitungkan sehingga untuk memudahkan digunakan konsep current cost
operation, capital cost, dan marginal cost (biaya penambahan kapasitas).
Marginal cost pricing menganut prinsip bahwa tarif yang dipungut seharusnya
sama dengan biaya untuk melayani tambahan konsumen. Marginal cost pricing
memperhatikan biaya operasi variabel, semi variabel overhead cost, biaya
penggantian atas asset modal dan biaya penambahan asset modal yang digunakan
untuk memenuhi tambahan permintaan. Namun demikian, konsep marginal cost
pricing juga mengahadapi berbagai kendala. Oleh karena itu perlu ditemukan metoda
terbaik untuk menetapkan harga pelayanan publik. .
16
DAFTAR PUSTAKA
17