Anda di halaman 1dari 11

1.

PENGERTIAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Corporate Governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada proses
pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara
bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor
swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara. Berikut ini beberapa
definisi Corporate Governance menurut lembaga-lembaga dunia:

1) Menurut Cadbury Committee of United Kingdom

Komite Cadbury (Cadbury Committee) adalah komite bentukan sebuah inisiatif oleh
profesi akuntansi dan sponsornya (Pelaporan Keuangan Dewan, London Stock Exchange dan
Bank of England) untuk membantu meningkatkan standar tata kelola perusahaan dan tingkat
kepercayaan dalam pelaporan dan audit keuangan. Menurutnya, Corporate Governance
merupakan suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan
agar tercapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan
untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada para
shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan
pengaturan kewenangan direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang
berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.

2) Menurut Center for European Policy Studies (CEPS)

CEPS adalah lembaga penelitian kebijakan independen di Brussels. Definisi Corporate


Governance menurut lembaga ini yaitu merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari
hak (right), proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen
perusahaan. Sebagai catatan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholders, bukan terbatas
kepada shareholders saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki stakeholders secara
individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hak-
hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan
stakeholders menerima informasi yang diperlukan seputar aneka kegiatan perusahaan.

3) Menurut The Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD)

OECD adalah organisasi ekonomi internasional antarpemerintah dengan 36 negara


anggota. Menurut OECD, corporate governance merupakan cara-cara manajemen
perusahaan bertanggung jawab pada dewan direksi, pemegang saham (shareholders), dan

1
pemangku kepentingan lainnya (stakeholders). Para pengambil keputusan di perusahaan
haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai
tambah bagi shareholders lainnya. Karena itu fokus utama di sini terkait dengan proses
pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparency,
responsibility, accountability, dan tentu saja fairness.

4) Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG)

Definisi corporate governance menurut Komite Nasional Kebijakan Governance


(KNKG), adalah salah satu pilar dari system ekonomi pasar. Corporate Governance
berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun
terhadap iklim usaha di suatu negara. Penerapan Good Corporate Governance (GCG)
mendorong terciptanya persaingan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif.

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) dengan dukungan sumber daya yang
dimiliki, yaitu dukungan pengetahuan dan pengalaman para tokoh governance dari berbagai
latar belakang pengalaman (pasar modal, hukum, perbankan, pertambangan, sektor riil)
sangat kompeten untuk menjalankan program pembekalan dan penyelarasan GCG bagi
pemegang saham, Dewan Komisaris dan Direksi. Latar belakang para tokoh yang beragam,
mulai dari praktisi, regulator maupun akademisi, merupakan nilai tambah yang menjadi
keunggulan bagi KNKG dalam memberikan layanan bagi perusahaan. Melalui program
pembekalan yang terintegrasi dengan program penyelarasan GCG, diharapkan ketiga organ
perusahaan (RUPS, Dewan Komisaris dan Direksi) dapat menjalankan fungsi dan tanggung
jawab masing-masing tanpa adanya potensi konflik internal diantara ketiga organ tersebut.
KNKG akan menjadi fasilitator dalam menyelaraskan dan mensinergikan ketiga organ
perusahaan, sehingga tujuan akhir perusahaan, yaitu pertumbuhan yang berkelanjutan
(sustainable growth).

2. TEORI-TEORI YANG MENDASARI GOOD CORPORATE GOVERNANCE


1) Stewardship Theory (Teori Penatalayanan)

Teori penatalayanan mengasumsikan bahwa manajer adalah pelayan yang baik bagi
perusahaan. Teori ini dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni manusia
pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki
integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Manajer dapat dipercaya dan bekerja dengan

2
baik dan rajin untuk mencapai tingkat laba perusahaan dan tingkat pengembalian yang tinggi
buat pemegang saham. Manajer sebagai pihak yang melayani perusahaan akan bekerja sama
dan sangat dekat hubungannya dengan pemegang saham untuk mencapai tujuan bersama.

Implikasi stewardship theory terhadap corporate governance yaitu salah satunya adalah
terbitnya Undang-Undang Perseroan Terbatas di Indonesia yang didalamnya menetapkan
kewajiban bagi setiap anggota direksi dan komisaris untuk dengan itikad baik dan penuh
tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan (pasal 97 dan 114
ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas).

2) Agency Theory (Teori Keagenan)

Teori keagenan menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham)


menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga professional yang lebih
memahami menjalankan bisnis sehari-hari. Semakin besar perusahaan maka akan terjadi
pemisahan antara pemilik dan pengendali perusahaan. Pemegang saham bertindak sebagai
pemilik dan manajer merupakan pengendali perusahaan. Pemisahan peran ini terjadi karena
pemegang saham tidak dapat lagi mengikuti kegiatan perusahaan setiap hari. Banyak
pemegang saham yang bertindak pasif artinya tidak ikut serta dalam kegiatan operasional
perusahaan, oleh karena itu manajer diharapkan dapat bertindak demi kepentingan pemegang
saham. Namun, dalam kenyataannya manajer juga memiliki keinginan sendiri dan bertindak
untuk memenuhi keinginan pribadinya. Perbedaan kepentingan ini dikenal dengan nama
konflik keagenan.

Implikasi teori keagenan terhadap konsep Corporate Governance adanya pemberian


insentif dan melakukan monitoring (pengawasan). Mekanisme insentif mendorong para
manajer bertindak untuk mendorong manajer dalam memaksimalkan kesejahteraan pemegang
saham berupa insentif seperti gaji, dan insentif berbasis kinerja, seperti pemberian saham
perusahaan dan kebijakan kompensasi lainnya.

Monitoring yang dilakukan oleh pihak independen memerlukan biaya pengawasan


(monitoring cost) berupa biaya audit, yang merupakan salah satu dari agency cost (Jensen dan
Meckling, 1976). Biaya pengawasan (monitoring cost) biaya untuk mengawasi perilaku agen
apakah agen telah bertindak sesuai kepentingan principal dengan melaporkan secara akurat
semua aktivitas yang telah ditugaskan kepada manajer. Uraian tersebut diatas memberi
makna bahwa auditor merupakan pihak yang dianggap dapat menjembatani kepentingan

3
pihak pemegang saham (principal) dengan pihak manajer (agent) dalam mengelola keuangan
perusahaan.

Contoh nyata yang dominan terjadi dalam kegiatan perusahaan dapat disebabkan karena
pihak agensi memiliki informasi keuangan daripada pihak prinsipal (keunggulan informasi),
sedangkan dari pihak prinsipal boleh jadi memanfaatkan kepentingan pribadi atau
golongannya sendiri (self-interest) karena memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary
power).

Contoh lain Agency theory sebenarnya juga dapat dipahami dalam lingkup lembaga
kemahasiswaan. Pengurus yang dipercayakan menjadi perpanjangan tangan keluarga
mahasiswa untuk mengelolah organisasi menjadi agen yang idealnya mampu
mengakomodasi semua kepentingan keluarga. Namun, terkadang pengurus lembaga
kemahasiswaan tak mampu menjalankan ini dengan baik. Kecenderungan pengurus lebih
memilih melaksanakan kepengurusan sesuai dengan keinginannya. Kepentingan keluarga
menjadi terabaikan.

3) Entity Theory

Teori entitas ini memandang pemegang saham (baik pemegang saham biasa dan
istimewa) sebagai pemilik (proprietor) dan menjadi pusat perhatian akuntansi. Teori entitas
mengamsumsikan terjadinya pemisahan antara kepentingan pribadi pemilik ekuitas
(pemegang saham) dengan entitas bisnisnya (perusahaan). Kreditor dianggap sebagai pihak
luar. Pemegang saham tetap menjadi mitra manajemen. Aset menjadi milik pribadi pemegang
saham dan pemegang saham menanggung segala risiko yang berkaitan dengan utang. Dengan
sudut padang ini, aset bersih menjadi perhatian utama bagi pemegang saham.sesuai dengan
sifat tersebut, persamaan akuntansi dariteori entitas akan berbentuk sebagai berikut:

Aset – Kewajiban = Ekuitas

Teori entitas, melahirkan agency theory dan stewardship theory, dimana kedua teori
ini sangat berperan dan paling banyak dirujuk untuk pembentukkan struktur Corporate
Governance.

4) Stakeholder Theory

Perusahaan tidak hanya sekedar bertanggung jawab terhadap para pemilik atau pemegang
saham (shareholder) sebagaimana yang terjadi selama ini, tetapi bergeser menjadi lebih luas,

4
yaitu sampai pada ranah sosial kemasyarakatan (stakeholder), selanjutnya disebut tanggung
jawab sosial (social responsibility). Fenomena seperti itu terjadi karena adanya tuntutan dari
masyarakat akibat negative externalities yang timbul serta ketimpangan sosial yang terjadi.
Untuk itu, tanggung jawab perusahaan yang semula hanya diukur sebatas pada indikator
ekonomi (economic focused) dalam laporan keuangan, kini harus bergeser dengan
memperhitungkan faktor-faktor sosial (social dimentions) terhadap stakeholder, baik internal
maupun eksternal.
Perusahaan yang menciptakan hubungan yang positif dengan seluruh stakeholder
disebut perusahaan yang dapat menciptakan keberlanjutan (sustainable) kesejahteraan
ekonomi. Implikasi teori ini perusahaan mendirikan unit yang khusus menangani komunikasi
dengan stakeholder yang dikenal dengan departemen komunikasi.

5) Political Theory

Political Model menyatakan bahwa alokasi kekuasaan dalam perusahaan, privilege, atau
alokasi laba di antara pemilik, manajer dan stakeholder lainnya ditentukan oleh
pertimbangan-pertimbangan politis dalam hal ini pemerintah dapat berperang penting dalam
menentukan alokasi tersebut. Alokasi kekuasaan dalam teori corporate governace juga harus
dilihat dari perspektif budaya, sehingga dapat dikatakan tidak ada satu model corporate
governance yang dapat digunakan sekaligus untuk beberapa negara, bahkan oleh beberapa
perusahaan dalam satu negara.

3. PRINSIP-PRINSIP CG BERDASARKAN OECD


Secara umum terdapat enam prinsip corporate governance dalam prinsip-prinsip OECD
2004 mengenai coporate governance. Keenam prinsip ini menjelaskan hal-hal yang
mencakup, kerangka dasar corporate governance, hak pemegang saham, kesetaraan perlakuan
pemegang saham, peranan stakeholders, keterbukaan dan transparansi, serta tanggung jawab
dewan komisaris.

1) Prinsip I: Menjamin Kerangka Dasar Corporate Governance yang Efektif.

Prinsip I OECD ini menekankan pada hal-hal untuk memastikan bahwa dasar atau basis
bagipengembangan kerangka Corporate Governance yang efektif. Secara umumprinsip I
menyatakan bahwa “Corporate Governance harus dapat mendorong terciptanya pasar yang
transparan dan efisien, sejalan dengan perundangan dan peraturan yang berlaku, dan dapat

5
denganjelas memisahkan fungsi dan tanggungjawab otoritas-otoritas yang memiliki
pengaturan, pengawasan, dan penegakan hukum”Dalam rangka memastikan terciptanya
kerangka Corporate Governanceyang efektif diperlukan kerangka hukum yang efektif.
Selanjutnya pengaturan dan kelembagaan yang ada juga harus dapat menjamin semua pihak
dalam menjalankan kegiatannya. Kerangka Corporate Governance ini biasanya mengandung
unsur-unsur perundang-undangan, peraturan pelaksana, peraturan lain yang disusun
berdasarkan aturan Self-Regulatory, komitmen-komitmen antar pihak yang disepakati, dan
paktik bisnis yang lazim di suatu negara atau wilayah.

2) Prinsip II: Hak-hak Pemegang Saham dan Fungsi-fungsi Penting Kepemilikan


Saham.
Prinsip corporate governance yang ke dua dari OECD pada dasarnya mengatur mengenai
Hak-hak Pemegang Saham dan fungsi-fungsi kepemilikan saham. Hal ini terutama mengingat
investor saham terutama dari suatu perusahaan publik, memiliki hak-hak khusus seperti
saham tersebut dapat dibeli, dijual ataupun ditransfer. Pemegang sahamtersebut juga berhak
atas keuntungan perusahaan sebesar porsi kepemilikannya. Selain itu kepemilikan atas suatu
saham mempunyai hak atas semua informasi perusahaan dan mempunyai hak untuk
mempengaruhi jalannya perusahaan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

3) Prinsip III: Perlakuan yang sama terhadap Pemegang Saham.


Pada prinsip ke-3 ini ditekankan perlunya persamaan perlakuan kepada seluruh pemegang
saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing. Prinsip ini
menekankan pentingnya kepercayaan investor di pasar modal. Untuk itu industri pasar modal
harus dapat melindungi investor dari perlakuan yang tidak benar yang mungkin dilakukan
oleh manajer, dewan komisaris, dewan direksi atau pemegang saham utama perusahaan

4) Prinsip IV: Peranan Stakeholders dalam Corporate Governance.


Prinsip OECD IV (keempat) membahas mengenai PerananStakeholders dalamCorporate
Governance (CG). Secara umum, prinsip ini menyatakan bahwa:“Kerangka corporate
governance harus mengakui hak stakeholders yang dicakup oleh perundang-undangan atau
perjanjian (mutual agreements) dan mendukung secara aktif kerjasama antara perusahaan
dan stakeholders dalam menciptakan kesejahteraan, lapangan pekerjaan, dan pertumbuhan

6
yang bekesinambungan(sustainibilitas) dari kondisi keuangan perusahaan yangdapat
diandalkan”.Pernyataan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: para pemangku kepentingan
(stakeholder) seperti investor, karyawan, kreditur dan pemasok memiliki sumberdaya yang
dibutuhkan oleh perusahaan. Sumberdaya yang dimiliki oleh stakeholdertersebut harus
dialokasikan secara efektif untuk meningkatkanefisiensi dan kompetisi perusahaan dalam
jangka panjang. Alokasi yang efektif dapat dilakukan dengan cara memelihara dan
mengoptimalkan kerja sama para stakeholderdengan perusahaan. Hal tersebut dapat tercapai
dengan penerapan kerangka corporate governancedalam pengelolaan perusahaan yaitu
dengan adanya jaminan dari perusahaan tentang perlindungan kepentingan para pemangku
kepentingan baik melalui perundang-undangan maupun pernjanjian.

5) Prinsip V: Keterbukaan dan Transparansi.


Pada prinsip ke-5 ini ditegaskan bahwa kerangka kerja corporate governance harus
memastikan bahwa keterbukaan informasi yang tepat waktu dan akurat dilakukan atas semua
hal yang material berkaitan dengan perusahaan, termasuk di dalamnya keadaan keuangan,
kinerja, kepemilikan dan tata kelola perusahaan. Dalam rangka perlindungan kepada
pemegang saham, perusahaan berkewajiban untuk melakukan keterbukaan (disclosure) atas
informasi atau perkembangan yang material baik secara periodik maupun secara insindentil.

6) Prinsip VI: Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi.


Prinsip GCG dari OECD yang terakhir (ke-enam) berkaitan dengan tanggung jawab
dewan komisaris dan direksi perusahaan. Dalam prinsip ini dinyatakan bahwa kerangka kerja
tata kelola perusahaan harus memastikan pedoman strategis perusahaan, monitoring yang
efektif terhadap manajemen oleh dewan, serta akuntabilitas dewan terhadap perusahaan dan
pemegang saham.

4. PRINSIP-PRINSIP CG DI INDONESIA

Prinsip-prinsip good corporate governance menurut KNKG (Komite Nasional Kebijakan


Governance) menetapkan prinsip-prinsip yang diharapkan perusahaan menerapkan di setiap
aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan KNKG menyebut prinsip corporate governance
sebagai asas corporate governance (KNKG,2006);

1) Transparansi (Transparency)

7
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan
informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh
pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak
hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang
penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku
kepentingan lainnya.
2) Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan
wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan
kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan
pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3) Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung
jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha
dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
4) Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat
diintervensi oleh pihak lain.
5) Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas
kewajaran dan kesetaraan.

5. KONSEP PENTING GOOD CORPORATE GOVERNANCE


Konsep Penting GCG di Indonesia dapat diartikan sebagai konsep pengelolaan
perusahaan yang baik. Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini. Pertama, pentingnya
hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat
waktunya. Kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara
akurat, tepat waktu dan trasnparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan
dan stakeholder. Untuk memperkuat Corporate Governance diperluka pendekatan yang
terintegrasi antara tiga komponen yaitu prinsip, fungsi dan mekanisme Corporate Governance

8
sehingga perusahaan dapat menciptakan nilai yang berkelanjutan bagi pemegang saham
maupun pemangku kepentingan lainnya, termasuk meningkatkan kepercayaan invenstor dan
mendorong terciptanya pasar modal yang kuat dan efisien. Good corporate governance adalah
salah satu kunci untuk pasar keuangan yang sehata dalam perekonomian global saat ini. Tata
kelola perusahaan yang baik merupakan kunci terintegrasi perusahaan, lembaga keuangan
dan pasa, pusat kesehatan dan stabilitas ekonomi.

6. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERAPAN GOOD CORPORATE


GOVERNANCE

Ada dua faktor dalam GCG yaitu faktor internal dan faktor eksternal:

1) Faktor Internal

Faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG yang berasal
dari dalam perusahaan. Beberapa faktor dimaksud antara lain:

(a) Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG
dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
(b) Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan
nilai-nilai GCG.
(c) Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah standar
GCG.
(d) Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk
menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
(e) Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan
langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan
mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke
waktu.

2) Faktor Eksternal

Yang dimaksud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar perusahaan
yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di antaranya:

(a) Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi
hukum yang konsisten dan efektif.

9
(b) Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga pemerintahaan yang diharapkan
dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government menuju Good
Government Governance yang sebenarnya.
(c) Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi
standard pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam
benchmark (acuan).
(d) Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat.
Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai kalangan
masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela.

Secara umum pihak-pihak yang dapat mempengaruhi GCG diantaranya:

(a) Pelaku dan lingkungan bisnis

Meliputi seluruh entitas yang mempengaruhi pengelolaan perusahaan, seperti business


community atau kelompok-kelompok yang signifikan mempengaruhi kelangsungan hidup
perusahaan, serikat pekerja, mitra kerja, supplier dan pelanggan yang menuntut perusahaan
mempraktekkan bisnis yang beretika. Kelompok-kelompok di atas dapat mempengaruhi
jalannya perusahaan dengan derajat intensitas yang berbeda-beda.

(b) Pemerintah dan regulator

Pemerintah dan badan regulasi berkepentingan untuk memastikan bahwa Perusahaan


mengelola keuangan dengan benar dan mematuhi semua peraturan dan undang-undang agar
memperoleh kepercayaan pasar dan investor.

(c) Investor

Meliputi semua pihak yang berkaitan dengan pemegang saham dan pelaku perdagangan
saham termasuk perusahaan investasi. Investor menuntut ditegakkannya atau dijaminnya
pengelolaan perusahaan sesuai standar dan prinsip-prinsip etika bisnis.

(d) Komunitas Keuangan

Meliputi semua pihak yang berkaitan dengan persyaratan pengelolaan keuangan


perusahaan termasuk persyaratan pengelolaan perusahaan terbuka, seperti komunitas bursa
efek, Bapepam-LK, US SEC dan Departemen Keuangan RI. Setiap komunitas di atas
mengeluarkan standar pengelolaan keuangan perusahaan dan menuntut untuk
dipatuhi/dipenuhi oleh Perusahaan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Putri, I Gusti Ayu Made Asri Dwija dan I Gusti Ketut Agung Ulupui. 2017. Pengantar
Corporate Governance. Denpasar. CV Sastra Utama.

Rahatjo, Teguh Budi. 2010. Good Corporate Governance (GCG) dan Pemahamannya di
Dunia Bisnis. Tegal. Jurnal Akuntansi Universitas Pancasakti.

11

Anda mungkin juga menyukai