Anda di halaman 1dari 27

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Analisis Kualitas Laba (Quality of Earnings Analisys)


2.1.1 Kualitas Laba
Kualitas laba adalah ukuran untuk mencocokan apakah keuntungan
yang diperoleh sama dengan perkiraan yang sebelumnya direncanakan. Kalau
semakin dekat dengan perencanaan awal, berarti kualitas labanya tinggi.
Melakukan analisis terhadap laba tidak hanya dapat dilakukan dengan hanya
sekedar melihat angka dari laba yang dilaporkan. Proses pelaporan angka
tersebutmerupakan proses yang panjang, melibatkan berbagai metode, asumsi
dan estimasi dalam sebuah pemisahan batas (cut-off) periode akuntansi yang
lazim disebut dengan tahun takwim (financial year).
Pengertian kualitas laba menurut Dictionary of Accounting Terms (Shim
dan Siegel, 2010) adalah extent that net income is realistic in portraying the
operating performance of a business - that reported results have not
intentionally been overstated or understated by management (besarnya laba
bersih menggambarkan kinerja operasi sebuah perusahaan yang sesungguhnya -
hasil yang dilaporkan tidak dengan sengaja disajikan lebih besar atau lebih
rendah oleh manajemen). Dechow and Schrand (2004) mendefinisikan kualitas
laba sebagai cara mengukur seberapa baik pendapatan mencerminkan kinerja
perusahaan yang sebenarnya (actual performance). Financial Accounting
Standards Board (FASB) dan International Accounting Standards Board (IASB)
tidak memberikan definisi pasti tentang kualitas laba namun, mereka
memberikan rincian mengenai karakteristik kualitatif yang menunjukkan bahwa
informasi mengenai laba perusahaan dapat dikatakan berkualitas tinggi seperti:
relevansi (relevance), pengungkapan yang jujur (faithful representation),
komparabilitas (comparability), keterbuktian (verifiability), ketepatwaktuan
(timeliness), dan kemudahan untuk dimengerti(understandability).
Menurut White, Sondhi dan Fried (1998, 956), Indikator Kualitas Laba
yang baik adalah:
1. Pengakuan pendapatan dengan metode yang konservatif

5
2. Menggunakan metode persediaan LIFO (jika diasumsikan harga-harga
mengalami peningkatan)
3. Cadangan Piutang Tak Tertagih (Bad Debts) relatif tinggi terhadap piutang
dan kerugian kredit dimasa lalu.
4. Menggunakan metode penyusutan dipercepat (accelerated methods) dan
umur yang singkat.
5. Penghapusan yang cepat terhadap Goodwill dan Aktiva tidak berwujud
lainnya.
6. Kapitalisasi yang minimal terhadap bunga dan biaya overhead.(Wajib
dihapuskan konsep bunga)
7. Kapitalisasi yang minimal terhadap biaya piranti lunak komputer
(Computer Shofware)
8. Membebankan langsung biaya awal (start-up costs) untuk operasi-
operasibaru.
9. Menggunakan metode kontrak penuh (completed contract method)
dalamakuntansi pekerjaan dalam jangka panjang.
10. Menggunakan asumsi-asumsi yang konservatif dalam rencana manfaat
untukkaryawan (employee benefit plans).
11. Penghapusan yang cepat terhadap Goodwill dan Aktiva tidak berwujud
lainnya.
12. Kapitalisasi yang minimal terhadap bunga dan biaya overhead.(Wajib
dihapuskan konsep bunga)
13. Kapitalisasi yang minimal terhadap biaya piranti lunak komputer
(Computer Shofware)
14. Membebankan langsung biaya awal (start-up costs) untuk operasi-
operasibaru.
15. Menggunakan metode kontrak penuh (completed contract method)
dalamakuntansi pekerjaan dalam jangka panjang.
16. Menggunakan asumsi-asumsi yang konservatif dalam rencana manfaat
untukkaryawan (employee benefit plans)
17. Menyediakan provisi yang memadai terhadap tuntutan hukum dan
kerugiankontijensi (Contingency Losses).

6
18. Meminimalkan penggunaan tehnik-tehnik pembiayaan off-balance sheet.
19. Tidak memperhitungkan keuntungan yang tidak berulang (non-recurring
gains)
20. Tidak memperhitungkan laba yang bukan kas (non-cash earenings).
21. Pengungkapan (disclosure) yang jelas dan memadai.

Kualitas laba memiliki arti berbeda untuk berbagai pihak. Analis


mendefinisikan QOE sebagai sejauh mana perusahaan mengaplikasikan
koservatisme – perusahaan dengan QOE yang lebih tinggi diharapkan memiliki
rasio Price Earning Ratio (PER) yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan
dengan QOE rendah. Definisi lainnya sebagai alternative yaoti sehubungan
dengan distorsi akuntansi – perusahaan memiliki QOE tinggi jika informasi
laporan keuangan mencerminkan aktivitas usaha secara akurat. Beberapa
definisi QOE lainnya yaitu :
Penggunaan metode dan asumsi yang cenderung tidak melebih-lebihkan
pendapatan dan pendapatan yang dilaporkan. Istilah untuk menunjukkan
konsistensi laba yang dilaporkan (kurangnya volatilitas). Menegaskan bahwa
melaporkan pertumbuhan laba "konsisten" sering dilakukan dengan mengelola
pendapatan dengan cara yang tidak bisa dilihat oleh analis eksternal.
Manajemen laba dapat mencakup penggunaan asumsi akuntansi agresif
ketika diminta untuk memenuhi ekspektasi analis. (White, Sondhi & Fried,2003)
a. Relevansi pendapatan dalam mengukur kinerja perusahaan. Faktor penentu
termasuk lingkungan bisnis perusahaan dan pemilihan serta penerapan
prinsip akuntansi. (Wild, Subramanyam & Halsey, 2003)
b. Tinjauan atas laporan keuangan, termasuk catatan kaki, menunjukkan
konservatismenya dalam hal kebijakan akuntansi. Kebijakan akuntansiyang
menghasilkan pelaporan pendapatan paling lambat adalah yang paling
konservatif. Ketika suatu perusahaan memiliki kebijakan akuntansi yang
konservatif. Dikatakan bahwa pendapatannya berkualitas tinggi.
(Gibson,2001)

7
2.1.2 Analisis QOE pada Income Statement
Pengeluaran yang fleksibel (discretionary expenditures) merupakan
pengeluaran yang dapat dipindahkan antar periode untuk membuat cadangan
dan atau mempengaruhi laba. Untuk alasan tersebut pengeluaran ini memerlukan
perhatian khusus. Pengeluaran ini seringkali disajikan pada income statement
atau catatan atas laporan keuangan,oleh karena itu evaluasi pengeluaran ini
mengacu pada analisis QOE pada income statement. Dua contoh pengeluaran ini
yaitu :
1. Beban Iklan. Sebagian besar pengeluaran untuk iklan memiliki dampak
yang melampui periode saat ini. Hal ini merupakan penyebab lemahnya
hubungan antara beban iklan dengan kinerja jangka pendek perusahaan.
Manajer dalam kasus tertentu dapat mengurangi beban iklan tanpa
menimbulkan pengaruh langsung terhadap penjualan. Namun tindakan ini
akan berdampak buruk tehadap penjualan jangka panjang. Analis harus
memperhatikan perubahan beban iklan setiap tahun untuk menilai
dampaknya tehadap penjualan di masa yang akan dating dan QOE.
2. Beban penelitian dan pengembangan. Biaya penelitian dan pengembangan
atau litbang (R&D) merupakan pengeluaran dalam laporan keuangan yang
paling sulit untuk dianalisis dan diinterpretasikan. Beban litbang ini penting,
tidak hanya karenajumlahnya tetapi juga karena dampaknya terhadap
kinejera di masa yang akang datang. Terdapat berbagai kasus aktivitas
penelitian dan pengembangan yang berhasil pada bidang genetika, kimia,
elektronik, fotografi, dan biologi tetapi setiap proyek yang berhasil juga
diiringi oleh sejumlah kegagalan. Kegagalan penelitian ini mencerminkan
sejumlah besar beban atau penghapusan beban yang tidak memiliki manfaat
yang dapat diukur. Tujuan analisis adalah untuk menentukan jumlah biaya
litbang saat ini yang mempunyai manfaat masa depan. Manfaat ini
seringkali diukur dengan menghubungkan pengeluaran litbang dengan
pertumbuhan penjualan dan pengembangan produk baru.
Beberapa pengeluaran yang fleksibel lainnya yang berdampak pada
kinerja di masa yang akan datag adalah biaya pelatihan, penjualan,
pengembangan kemampuan manajer, serta perbaikan dan pemeliharaan.

8
Meskipun biaya ini biasanya dibebankan pada periode terjadinya, biaya ini
seringkali memiliki manfaat masa depan.
Analisis QOE pada Balance Sheet :
a. Konservatisme dalam pelaporan asset
Relevansi nilai asset yang dilaporkan kecuali kas, held-to maturity
investments, dan tanah terkait dengan pengakuan akhir sebagai beban. Kita
dapat menyatakan melalui pernyataan sebagai berikut :
Jika aset dinyatakan terlalu tinggi (overstated), maka laba kumulatif
dinyatakan terlalu tinggi (overstated).
Contoh : Pengakuan penurunan nilai aset,persediaan yang usang, fasilitas
dan peralatan yang tidak produktif, saldo allowance for bad debt.
b. Konservatisme dalam pelaporan Provisi dan Kewajiban
Jika provisi dan kewajiban dinyatakan terlalu rendah, maka laba kumulatif
dinyatakan terlalu tinggi.
Contoh : cadangan garansi produk dan kewajiban terhadap
lingkungan,estimasi biaya PHK yang terlalu rendah.

Faktor Eksternal dan QOE


QOE dipengaruhi oleh factor di luar perusahaan. Salah satu factor adalah
laba luar negeri yang dipengaruhi kesulitan dan ketidakpastian pengembalian
dana, fluktuasi mata uang, kondisi politik dan sosial, aturan dan pungutan lokal.
Pada Negara tertentu, perusahaan tidak bebas untuk memutuskan hubungan kerja
karyawan sehingga biaya tenaga kerja menjadi biaya tetap.
Faktor lain yang mempengaruhi QOE adalah undang-undang, misalnya
undang- undang lingkungan hidup atas suatuperusahaan listrik mempengaruhi
QOE-nya. Stabilitas dan reliabilitas sumber laba juga mempengaruhi QOE.
Pendapatan yang terkait dengan pertahanan pemerintah sangat andal ketika
hubungan internasional memanas, tetapi terpengaruh pada kejadian politik
sedang aman. Tingkat perubahan harga pun mempengaruhi QOE. Terakhir,
kerumitan operasional mempengaruhi QOE.

9
2.1.3 Penilaian dan Pengukuran Kualitas Laba
Kualitas Laba tidak mempunyai ukuran yang mutlak, maka penilaian
kualitas laba yang dapat dilakukan sesuai Hawkins (1998, 178) adalah:
1. Mengukur dengan menggunakan skala:
Baik atau tinggi dan buruk atau rendah, yang perlu diingat bahawa seberapa
baik dan seberapa buruk adalah hal yang sulit dilakukan, apalagi jika harus
dikuantifikasi dalam angka-angka.
2. Perubahan kualitas laba dari waktu ke waktu:
Lebih baik atau lebih buruk, dimana juga perlu diingat bahwa seberapa
banyak menjadi lebih baik atau buruk tidak dapat ditentukan dengan pasti.
Schipper dan Vincent (2003) mengelompokkan konstruk kualitas laba dan
pengukurannya berdasarkan cara menentukan kualitas laba. Pertama,
berdasarkan sifat runtun-waktu laba, kualitas laba meliputi: persistensi,
prediktabilitas (kemampuan prediksi), dan variabilitas. Kedua, kualitas.

2.1.4 Karakteristik Kualitas Laba


Laba bersih (net earnings) adalah merupakan titik awal dalam melakukan
penilaian terhadap kualitas laba. Tujuan analisis yang berbeda, akan
menyebabkan pertimbangan-pertimbangan yang berbeda mengenai karakteristik
dari suatu laba. Kualitas laba mengacu pada kemampuan laba yang dilaporkan
untuk mencerminkan kebenaran laba perusahaan, serta kegunaaan laba yang
dilaporkan untuk memprediksi laba masa depan (Bellovary. dkk , 2005).
Kualitas laba merupakan informasi penting yang dapat digunakan oleh
publik dan dapat digunakan oleh investor untuk menilai perusahaan. Laba yang
berkualitas dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan sehingga
tingginya kualitas laba yang dimiliki oleh perusahaan dapat membuat keputusan
yang diambil oleh investor adalah tepat. Hal ini dikarenakan sedikitnya
gangguan persepsian dalam laba akuntansi.

2.1.5 Karakteristik Laba yang Berkualitas


Menurut Chandrarin (2003), laba yang berkualitas mempunyai sedikit
atau tidak mengandung gangguan persepsian di dalamnya. Selain itu, laba

10
dikatakan berkualitas jika laba dapat mencerminkan kinerja keuangan
perusahaan yang sesungguhnya.
Menurut Dechow dan Schrand (2004), laba yang berkualitas merupakan
laba yang memiliki 3 karakteristik berikut ini :
1. Mampu mencerminkan kinerja operasi perusahaan saat inidengan akurat.
2. Mampu memberikan indikator yang baik mengenai kinerja perusahaan di
masa depan.
3. Dapat menjadi ukuran yang baik untuk menilai kinerja perusahaan (Tong
dan Miao, 2011). Menurut Penman (2007 : 631), laba yang berkualitas dapat
mencerminkan kelanjutan laba (sustainable earnings) di masa depan.

2.2 Earning Management


2.2.1 Manajemen Laba
Manajemen laba akan mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan,
karena laba tidak mencerminkan kinerja ekonomi yang sesungguhnya.
Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan
(menurunkan) laba yang dilaporkan saat kini dari suatu unit yang menjadi
tanggung jawab manajer tanpa mengkaitkan dengan peningkatan (penurunan)
profitabilitas ekonomi jangka panjang (Fischer dan Rosenzweig, 1995).
Scott (2009 : 403) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut:
Earnings management is the choice by a manager of accounting policies, or
actions affecting earnings, so as to achieve some specific reported earnings
objective (manajemen laba adalah pemilihan kebijakan akuntansi oleh seorang
manajer, atau kegiatan yang mempengaruhi laba, sehingga mencapai beberapa
tujuan spesifik laba yang dilaporkan).
Manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer
dari Standar Akuntansi Keuangan yang ada dan secara alamiah dapat
memaksimalkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Praktik
manajemen laba menyebabkan reliabilitas dari laba tereduksi karena di dalam
manajemen laba terdapat pembiasan pengukuran laba sehingga pelaporan laba
menjadi tidak seperti yang seharusnya dilaporkan.

11
2.2.2 Pola Manajemen Laba
Menurut Scoot (2009 : 405), pola manajemen laba dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :

Taking a Bath
Taking a bath terjadi selama periode tekanan organisasi atau pada saat
terjadinya reorganisasi, seperti pergantian CEO baru. Taking a bath adalah pola
manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba perusahaan pada
periode berjalan menjadi sangat ekstrim rendah (bukan rugi) atau sangat ekstrim
tinggi dibandingkan dengan laba pada periode sebelumnya atau sesudahnya.
Teknik taking a bath mengakui adanya biaya-biaya pada periode yang akan
datang dan kerugian pada periode berjalan ketika terjadi keadaan buruk yang
tidak menguntungkan dan tidak bisa dihindari pada periode berjalan.
Konsekuensinya, manajemen menghapus beberapa aktiva, membebankan
perkiraan-perkiraan biaya mendatang. Akibatnya laba pada periode berikutnya
akan lebih tinggi dari seharusnya

Income Minimization
Cara ini mirip dengan taking a bath, tetapi lebih halus. Income
minimization biasanya dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat
tinggi dengan maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan
yang diambil dapat berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva tak
berwujud, pembebanan pengeluaran iklan, pengeluaran penelitian dan
pengembangan, dan lain-lain.

Income Maximization
Income maximization dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
bonus yang lebih besar, meningkatkan keuntungan, dan untuk menghindari dari
pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang. Income maximization
dilakukan dengan cara mempercepat pencatatan pendapatan, menunda biaya
dan memindahkan biaya untuk periode lain. Dilakukan pada saat laba menurun.
Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income

12
yang tinggi untuk tujuan bonus yang besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan
yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.

Income Smoothing
Income smoothing atau perataan laba merupakan salah satu bentuk
manajemen laba yang dilakukan dengan cara membuat laba akuntansi relative
konsisten (rata atau smooth) dari periode ke periode. Dalam hal ini, pihak
manajemen dengan sengaja menurunkan atau meningkatkan laba untuk
mengurangi gejolak dalam pelaporan laba sehingga perusahaan terlihat stabil
atau tidak berisiko tinggi. Pihak manajer dengan efektif akan menabung
penghasilannya saat sekarang untuk kemungkinan penggunaan di masa
mendatang. Perusahaan melakukannya dengan cara meratakan laba yang
dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena
pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

2.2.3 Motivasi Praktek Manajemen Laba


Praktek manajemen laba dilakukan manajer karena motivasi tertentu.
Menurut Scott (2009 : 406) terdapat berbagai motivasi mengapa manajer
melakukan manajemen laba.

Bonus Scheme
Banyak perusahaan yang berusaha memacu dan meningkatkan kinerja
karyawan dalam hal ini manajer dengan cara menetapkan kebijakan pemberian
bonus. Setelah mencapai target yang telah ditetapkan, laba sering dijadikan
sebagai indikator penilaian manajer perusahaan dengan cara menetapkan tingkat
laba yang harusdicapai dalam periode tertentu.

Other Contractual Motivations


Manajer memiliki dorongan untuk memilih kebijakan akuntansi yang
dapat memenuhi kewajiban kontraktual.

13
Political Motivations
Untuk mengurangi political cost dan pengawasan dari pemerintah,
pemerintah biasanya memberikan perhatian khusus pada perusahaan yang
menjadi sorotan publik, misalnya karena memiliki banyak karyawan,
menguasai sebagian besar dalam pangsa pasar dalam pemasaran produk
industri tertentu, dan lain-lain. Dalam kasus ini, manajemen laba dilakukan
dengan cara menaikkan laba. Selain itu, untuk memperoleh kemudahan dan
fasilitas dari pemerintah, misalnya subsidi, perlindungan dari pesaing luar
negeri dan meminimalkan tuntutan serikat buruh. Dalam kasus ini, manajemen
laba dilakukan dengan cara menurunkan laba.

Taxation Motivations
Manajer juga melakukan manajemen laba untuk mempengaruhi
besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh pemerintah. Dalam hal ini, manajer
berusaha untuk menurunkan laba untuk mengurangi beban pajak yang harus
dibayarkan. Berkenaan dengan masalah perpajakan, biasanya manajer
membuat lebih dari satu macam laporan keuangan untuk tujuan yang berbeda.

Change of CEO
Manajer melakukan manajemen laba salah satunya agar kinerjanya
dinilai baik. Dalam kasus pergantian manajer biasanya diakhiri tahun tugasnya,
manajer akan melaporkan laba yang tinggi sehingga CEO yang baru akan
merasa sangat berat mencapai tingkat laba tersebut.

Initial Public Offerings (IPO)


Manajer melakukan manajemen laba dalam laporan keuangan bertujuan
untuk mempengaruhi pasar, yaitu persepsi investor dalam rangka go public,
perusahaan pembuat laporan keuangan cenderung mempertinggi laba. Tindakan
mempertinggi laba dilakukan dalam usaha memaksimalkan penerimaan
(proceeds) dari penawaran saham perdana perusahaan tersebut. Jika perusahaan
sudah go public manajemen laba yang dilakukan tidak hanya mempertinggi
laba tetapi dalam periode tertentu juga dapat menurunkan laba. Tindakan ini

14
dilakuka dengan tujuan agar laba yang dilaporkan tidak bergejolak (income
smoothing) sehingga menimbulkan persepsi pada pasar bahwa perusahaan telah
stabil atau tidak berisiko tinggi.

To Communicate Information To Investors


Manajer melakukan manajemen laba agar laporan keuangan perusahaan
tersebut terlihat lebih baik. Hal ini dikarenakan kecenderungan investor untuk
melihat laporan keuangan dalam menilai suatu perusahaan. Pada umumnya,
investor lebih tertarik pada kinerja keuangan perusahaan di masa yang akan
datang dan menggunakan laba yang dilaporkan saat ini untuk meninjau kembali
kemungkinan apa yang akan terjadidi masa yang akan datang.

2.2.4 Analisis DuPont


Bila kita berbicara tentang kualitas laba, berarti kita membicarakan juga
analisa kinerja keuangan perusahaan. Salah satu alat ukur dari kinerja keuangan
yang digunakan dalam tulisan ini adalah sistem DuPont.
Analisis dengan sistem DuPont ini menggabungkan bersama rasio
aktivitas dan marjin laba terhadap penjualan,menunjukan bagaimana rasio-rasio
tersebut saling berinteraksi dalam menentukan profitabilitas dari aktiva.Menurut
Lawrence J.Gitman (2003 : 71) :
DuPont Analysis System :

“System used by management to dissect the firm’s financial statement and to


assess its financial conditions”

DuPont Formula :

“Multiplies the Firm’s net profit margin by it’s total asset turnover to calculate
the firm’s return on total asset (ROA).”

Adapun rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam DuPont Analysis


System adalah sebagai berikut:

15
1. Perputaran Total Aktiva atau TATO (Total Asset Turn Over)
Ratio ini menunjukan kemampuan perusahaan dalam mengelola
seluruh asset / investasi untuk menghasilkan penjualan. Menurut Lyn
M.Fraser & Ailen Ormiston dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan,
Prentice Hall, (2001 : 184). Umumnya, semakin tinggi rasio ini, semakin
kecil investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan penjualan dan dengan
demikian lebih menguntungkan bagi perusahaan”

Penjualan Bersih
Total Asset Turnover =
Total Aktiva

Jika perusahaan mempunyai rasio 1,46 X menunjukkan perusahaan


mampu memutar setiap asset Rp 1,- sebanyak 1,46 X dalam penjualan.
Secara umum, semakin besar rasio ini akan semakin bagus karena
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mengelola asset.

2. Marjin Laba / Net Profit Margin / Return on Sales (ROS)


Rasio Net Profit Margin menunjukan berapa besar keuntungan
bersih yang diperoleh perusahaan, jika profit margin suatu perusahaan lebih
rendah daripada rata-rata industrinya, maka hal ini dapat disebabkan harga
jual perusahaan lebih rendah daripada perusahaan pesaing atau harga pokok
penjualan lebih tinggi daripada perusahaan pesaing ataupun kedua-duanya.

Laba Bersih
Net Profit Margin =
Penjualan Bersih

3. Pengembalian atas Aktiva atau Return On Asset (ROA)


Rasio return on asset mengukur tingkat pengembalian dari bisnis
atas seluruh asset yang ada. Atau rasio ini menggambarkan efiseiensi pada
dana yang digunakan dalam perusahaan, oleh karena itu sering pula rasio ini
disebut return on investment.
Laba Bersih
ROA =
Total Aktiva

16
Jika perusahaan mempunyai rasio 4,88% artinya perusahaan mampu
mengelola setiap asset Rp 1,- untuk menghasilkan keuntungan sebesar Rp
0,05 atau 4,88%. Semakin tinggi ROA, berarti perusahaan mampu
mendayagunakan asset dengan baik untuk memperoleh keuntungan.

4. Asset Leverage
Sering juga disebut dengan pengganda ekuitas (equity multiplier),
menggambarkan seberapa besar ekuitas atau modal dibandingkan dengan
total aktiva perusahaan atau pengukuran atas efektivitas perusahaan dalam
menggunakan modal untuk membiayai aktivanya.

Total Aktiva
Equity Multiplier =
Total Ekuitas

5. Pengembalian atas Ekuitas atau Return on Equity (ROE)


Rasio ini mengukur tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh
modal yang ada. ROE dalam DuPont System dihitung dengan mengalikan
ROA dengan pengganda ekuitas (equity multiplier).
Return on Equity = Return on Assets (ROA) x Equity Multiplier
Maka dengan demikian dapat dirumuskan sebagai berikut :

ROA = Net Profit Margin x Total Asset Turn Over


𝐋𝐚𝐛𝐚 𝐁𝐞𝐫𝐬𝐢𝐡 𝐋𝐚𝐛𝐚 𝐁𝐞𝐫𝐬𝐢𝐡 𝐏𝐞𝐧𝐣𝐮𝐚𝐥𝐚𝐧 𝐁𝐞𝐫𝐬𝐢𝐡
= x
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐀𝐤𝐭𝐢𝐯𝐚 𝐏𝐞𝐧𝐣𝐮𝐚𝐥𝐚𝐧 𝐁𝐞𝐫𝐬𝐢𝐡 𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐀𝐤𝐭𝐢𝐯𝐚

Jika Perusahaan mendanai hanya dengan modal sendiri, maka


ROA= ROE karena total aktivanya sama dengan total ekuitas. Tetapi jika
perusahaan menggunakan hutang, maka ROE > ROA, efek penggunaan
hutang terhadap ROE digambarkan oleh pengganda ekuitas (Equity
Multiplier) adalah sebagai berikut :

ROE = ROA x Equity Multiplier


Laba Bersih Laba Bersih
= x [1+Financial Leverage]
Total Ekuitas Total Aktiva

17
Laba Bersih Laba Bersih Total Aktiva
= x
Total Ekuitas Total Aktiva Total Ekuitas

Dengan menggunakan dua persamaan tersebut maka kita


mendapatkan formula Dupont sebagai berikut :
Gambar 2.1 : Formula DuPont

ROI dan ROE adalah dua rasio yang mengukur efisiensi menyeluruh
perusahaan dalam mengelola total investasi dan menghasilkan
pengembalian (return) bagi para pemegang saham. ROI dan ROE
memberikan indikasi jumlah laba yang diperoleh dihubungkan dengan
tingkat investasi di total aktiva. Hubungan ROI dan ROE tercermin melalui
DuPont System dimana melalui Du Pont diharapkan dapat diketahui kualitas
dari laba dan penyebab dari tidak efisiennya suatu perusahaan yang
bersumber pada laporan keuangannya. System ini juga memiliki keunggulan
lain seperti membagi Return on Equity (ROE) menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Komponen Laba penjualan (net profit margin)


Menunjukan kinerja investasi Dapat ditingkatkan dengan
menaikan harga dan meminimalkan biaya, agar dapat dijual dengan
harga yang lebih tinggi maka produk atau jasa yang dihasilkan harus
memiliki nilai tambah yang tinggi, sedangkan biaya dapat
diminimalkan dengan efisiensi. Melalui komponen ini laba yang
berkualitas dapat terukur dengan membandingkannya dengan penjualan

18
bersih.
b. Komponen efisiensi aktiva (Total Asset Turn Over) menunjukan kinerja
operasi
Dapat ditingkatkan dengan meningkatkan penjualan dan
mengurangi investasi pada masa aktiva yang kurang produktif. Dalam
peningkatan penjualan sebaiknya dijaga jangan sampai mengorbankan
tingkat laba bersih. Analisis efisiensi aktiva (Assets utilization) terkait
erat dengan analisis profitabilitas. Rasio pemanfaatan aktiva, yang
mengaitkan penjualan dengan berbagai kategori aktiva, merupakan
penentu penting ROI atau ROA. Melalui komponen ini, laba yang
dihasilkan dapat diketahui kualitasnya melalui pemanfaat aktiva yang
efisien.

c. Penggunaan komponen leverage (Equity Multipiler) menunjukankinerja


pendanaan
Pengali ekuitas yang tinggi selain meningkatkan ROE juga
meningkatkan risiko keuangan perusahaan. Meningkatnya risiko
perusahaan dapat mengakibatkan biaya bunga lebih tinggi. Karena itu
pengali ekuitas harus diupayakan pada posisi yang seoptimal mungkin.

Melalui diagram dibawah ini ditunjukkan sistem DuPont


menggabungkan laporan laba rugi dan neraca ke dalam ringkasan alat ukur
profitabilitas yaitu : Return On Assets (ROA) dan Return On Equity (ROE)

Gambar 2.2 : Bagan Analisis DuPont System

19
2.2.5 Deteksi Manipulasi Laba (The Detection of Earnings Manipulation)
Sebuah model matematika di ciptakan untuk menemukan apakah sebuah
perusahaan melakukan manipulasi laporan keuangan atau tidak, yaitu di sebut
dengan Beneish Model atau M-Score. yang didasarkan atas 8 indikator, yaitu :

1. DSRI (Days Sales in Receivable Index), untuk memperkirakan adanya distorsi


laporan keuangan dalam hal akumulasi yang diluar kebiasaan pada piutang.
Dalam hal ini, DSRI merupakan rasio yang menggunakan 2 variabel, net
receivable dan Sales, di tahun yang diukur (t), dengan di tahun sebelumnya (t-
1). Kedua variabel ini mengukur apakah penjualan dan pendapatan dalam
kondisi yang seimbang dalam dua tahun berturut-turut. Kenaikan DSRI yang
sangat tinggi dapat disebabkan oleh perubahan kebijakan kredit untuk
memacu penjualan dalam menghadapi persaingan usaha, akan tetapi
peningkatan piutang yang tidak proporsional secara relatif terhadap penjualan
dapat pula memberi kesan terjadinya peningkatan pendapatan. Peningkatan
DSRI yang tinggi dapat pula menandakan adanya kemungkinan yang lebih
tinggi bahwa pengungkapan pendapatan yang terlalu tinggi.
2. GMI (Gross Margin Index) rasio untuk melihat adanya penurunan gross
margin. GMI adalah rasio dari Gross Margin tahun sebelumnya (t-1) terhadap
Gross Margin pada tahun yang diukur (t). Gross Margin Index lebih dari 1
mengindikasikan penurunan Gross Margin. Menurut Lev dan Thiagarajan
(1993), penurunan Gross Margin merupakan salah satu sinyal negatif atas
pospek perusahaan, dan perusahaan dengan prospek yang tidak bagus lebih
berpotensi untuk terlibat dalam manipulasi pendapatan. Namun demikian,
manipulasi persediaan atau beban produksi lainnya dapat pula menyebabkan
peningkatan Gross Margin. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan dan
penurunan Gross Margin dapat mengindikasikan kemungkinan terjadinya
manipulasi.
3. AQI (Asset Quality Index), Untuk mengukur potensi kapitalisasi biaya yang
tidak biasa, AQI adalah rasio non-aset lancar selain PPE (Property, Plant,
and Equipment) terhadap total asset yang mengukur proporsi total aset
dengan manfaat di masa mendatang yang relatif kurang dapat dipastikan. AQI

20
adalah rasio kualitas aset di tahun yang diukur (t), terhadap kualitas aset di
tahun sebelumnya (t-1). AQI merupakan ukuran agregat dari perubahan
dalam analisis risiko realisasi aset (Siegel, 1991). AQI lebih besar dari 1
menunjukkan peningkatan potensi terjadinya penangguhan biaya.
4. SGI (Sales Growth Index), pertumbuhan penjualan yang tidak wajar dapat
teridentifikasi dengan rasio ini. SGI adalah rasio penjualan pada tahun t
terhadap penjualan pada tahun t-1. Pertumbuhan tidak mengindikasikan
adanya manipulasi, akan tetapi perusahaan yang tengah berkembang memiliki
kecenderungan lebih untuk melakukan kecurangan dalam laporan keuangan
yang disebabkan posisi keuangan dan kebutuhan akan modal (ACFE, 1993).
5. DEPI (Depreciation Index), untuk mengidentifikasi penurunan nilai
depresiasi yang terlalu besar. DEPI lebih besar dari 1 mengindikasikan
penyusutan aset yang melambat, yang mana meningkatkan potensi bahwa
perusahaan telah merevisi dengan menambah estimasi masa manfaat aset atau
memberlakukan metode penyusutan baru yang cenderung meningkatkan
pendapatan.
6. SGAI (Selling, General & Administrative Expense Index), peningkatan beban
administrasi dapat mengindikasikan terjadinya penurunan prospek di masa
datang. Rasio beban Selling, General and Administrative (SGA) terhadap
penjualan pada tahun t dengan beban SGA terhadap penjualan tahun t-1.
Peningkatan penjualan yang tidak proporsional merupakann sinyal negatif
tentang prospek perusahaan di masa depan.
7. LVGI (Leverage Index), untuk mengukur ketergantungan pada pembiayaan
berbasis hutang yang akan meningkatkan risiko finansial perusahaan dan
potensi manipulasi pendapatan terkait dengan limitasi yang diatur pada
perjanjian hutang. LVGI adalah rasio total hutang terhadap total aset pada
tahun t relatif terhadap rasio serupa pada tahun sebelumnya (t-1). LVGI lebih
besar dari 1 menunjukkan peningkatan leverage.
8. TATA (Total Accruals to Total Assets), Total akrual dihitung sebagai
perubahan dalam akun-akun modal kerja selain kas dikurangi penyusutan.
Total akrual terhadap total aset dipergunakan sebagai proxy sejauh mana
kas yang mendasari laba yang dilaporkan, dan akrual yang tinggi / uang tunai

21
yang sedikit, menggambarkan potensi manipulasi pendapatan yang lebih
tinggi.
Kemudian dari 8 variable tersebut di kombinasikan dan di hasilkan suatu
score di sebut dengan M-Score. Apabila nilai M-Score di bawah -2.22
maka kemungkinan perusahaan tersebut prudent, tetapi apabila M-Score lebih
besar dari -2.22 maka kemungkinan perusahaan tersebut melakukan
manipulasi pada laporan keuangannya. Perhitungan (M-Score) menggunakan
data-data dari laporan keuangan perusahaan dua tahun berturut-turut. Data yang
dibutuhkan adalah :
1. Net Sales
2. Cost of Goods
3. Net Receivables
4. Current Assets
5. Property, Plant and Equipment
6. Depreciation
7. Total Assets
8. Selling, General and Administrative Expenses,
9. Net Income
10. Cash Flow from Operations
11. Current Liabilities
12. Long-Term Debt
Model M-Score dalam penelitian Beneish, Lee and Nichols (2012) yang
telah dilakukan oleh Benesih pada tahun (1999) dengan judul “The Detection of
Earning Manipulations”. Penelitian yang dilakukan Beneish et al., (2012) adalah
untuk mendeteksi fraud pada kasus-kasus fraud yang terkenal dari tahun 1998-
2002 salah satunya adalah Enron. Fakta menunjukkan model yang digunakan
tersebut dapat mendeteksi adanya fraud yang terjadi pada Enron sebelum menuju
ke masa kehancurannya atau mampu mendeteksi adanya fraud yang terjadi pada
sebagian besar perusahaan sebelum kasusnya diungkapkan ke publik. Setelah
nilai M-score diperoleh, pada penelitian ini kemudian akan dilakukan pengujian
faktor-faktor yang dinilai mempengaruhi pemanipulasian laba yaitu dengan
pendekatan teori fraud triangle. Meskipun tidak terungkap ke publik dan tidak

22
terdeteksi oleh auditor, tetap terdapat kemungkinan bahwa suatu perusahaan
kemungkinan melakukan manipulasi laba terhadap laporan keuangannya.

Tabel 2.1 : Rasio Keuangan Untuk Mengukur Beneish M-Score

2.3 Kasus Manajemen Laba Pada PT. Garuda Indonesia, Tbk Tahun 2018
PT Garuda Indonesia, Tbk., merupakan satu-satunya perusahaan
penerbangan nasional Indonesia yang sudah listed di Bursa Efek Indonesia. Sebagai
flag carrier Indonesia, di samping dimiliki publik, perusahaan ini sebagian besar
sahamnya dimiliki oleh pemerintah Indonesia. Laporan Keuangan PT Garuda
Indonesia, Tbk. Tahun 2018, tercatat membukukan laba bersih USD 809 ribu, yang
mana berbeda jauh dengan kinerja di tahun sebelumnya, di mana perusahaan
mengalami kerugian sebesar USD 216,58 juta. Hal ini menarik perhatian publik,
termasuk dalam hal ini pemegang saham, pemerintah, pihak regulator maupun

23
pengawas serta masyarakat umum. Makalah ini mencoba untuk melihat apakah
terdapat potensi manipulasi pendapatan pada laporan keuangan Garuda Indonesia
pada tahun 2018 tersebut.
Dalam menganalisa apakah adanya potensi manipulasi pendapatan pada
laporan keuangan Garuda Indonesia, tentu diperlukan laporan keuangan PT Garuda
Indonesia, Tbk., tahun 2018, yang termasuk di dalamnya informasi mengenai posisi
keuangan di tahun 2017, yang terdiri atas Neraca dan laporan Laba Rugi.

Laporan Posisi Keuangan PT Garuda Indonesia (Persero)


Tahun 2017 dan 2018

24
Laporan Posisi Keuangan PT Garuda Indonesia (Persero)
Tahun 2017 dan 2018
(Continued)

25
Laporan Laba Rugi PT Garuda Indonesia (Persero)
Tahun 2017 dan 2018

26
Berdasarkan laporan keuangan tersebut, dapat kita lakukan analisis
apakah terdapat potensi manipulasi laba pada laporan keuangan tahun 2018
tersebut dengan menggunakan model Beneish M-Score. Setelah dilakukan
perhitungan berdasarkan rumus yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
didapatlah hasil sebagai berikut :

Tabel 2.2 : Model Beneish M-Score

Indikator Deskripsi Rumus Bobot

Days Receivable (Net Receivable t /Sales t ) / (Net


DSRI 0,920
Index Receivable t-1 /Sales t-1 ) /
[(Sales t-1 - COGS t-1 ) / Sales t-1 ] /
GMI Gross Margin Index 0,528
[(Sales t - COGS t ) / Sales t ]
[1-(Current Assets t + PP&E t + Securities t
) / Total Asset t ] / [1-(Current Assets t-1 +
AQ Asset Quality Index 0,404
PP&E t-1 + Securities t -1) / Total Asset t-
1]
SGI Sales Growth Index Sales t / Sales t-1 0,892
[Depreciation t-1 / (PP&E t-1 +
DEPI Depreciation Index Depreciation t-1 )] / [Depreciation t / 0,115
(PP&E t + Depreciation t)]
SG& A Expense (SG&A Expense t / Sales t ) / (SG&A
SGAI 0,172
Index Expense t-1 / Sales t-1 )
[(Current Liabilities t + Total Long Term
Debt t ) / Total Asset t ] / [(Current
LVGI Leverage Index 0,327
Liabilities t -1 + Total Long Term Debt t -
1) / Total Asset t-1 ]
(Income from Continuing Operations t –
Total Accrual to
TATA Cash Lows from Operations t ) / Total 4,697
Total Asset
Asset t

Adapun rumus model ini adalah sebagai berikut:

M = -4.84 + 0.92 DSRI + 0.528 GMI + 0.404 AQI + 0.892 SGI + 0.115DEPI
– 0.172 SGAI + 4.679 TATA – 0.327 LVGI

Interpretasi dari model ini didasarkan pada perbandingan nilai m-score dengan
nilai acuan 2.22. Apabila m-score lebih tinggi dari 2.22 (m-score > 2.22), maka
terdapat potensi manipulasi pada laporan keuangan perusahaan.

27
Table 2.3 : Hasil Perhitungan Beneish M-Score

Indikator Bobot Variabel Bobot x Variabel


Konstanta n/a n/a (4,84)
DSRI 0,920 2,438 2,24
GMI 0,528 3,188 1,68
AQ 0,404 0,939 0,38
SGI 0,892 1,047 0,93
DEPI 0,115 0,972 0,11
SGAI (0,172) 0,861 (0,15)
LVGI (0,327) 1,054 (0,34)
TATA 4,697 -0,109 (0,51)

M-score = Konstanta + Σ (Bobot x Variabel) = (0,49)

Nilai Beneish m-score untuk PT Garuda Indonesia, Tbk. adalah


0,49, atau lebih besar dari -2,22, sehingga dapat disimpulkan bahwa berdasarkan
model ini, terdapat potensi terjadinya manipulasi pendapatan pada laporan
keuanganperusahaan untuk tahun buku 2018.
Di samping itu, variabel-variabel yang digunakan pada model ini atas
data laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk juga memberikan informasi
sebagai berikut:
- DSRI, mengindikasikan terjadinya kenaikan rasio nilai piutang terhadap
penjualan di periode 2017-2018 sebesar 9,4%, di mana kenaikan nilai
piutang yang signifikan hingga 150% tidak linier dengan peningkatan
penjualan yang hanya naik sebesar 4,7%, yang mana menunjukkan adanya
kecenderungan terjadinya manipulasi pendapatan.
- GMI, menunjukkan gross margin tahun ini (0,01) menurun hingga
seperenam dari tahun tahun lalu (0,06), meskipun dengan kondisi penjualan
yang meningkat sebesar USD 195.851.289, dari USD 4.177.325.781 di
tahun 2017, menjadi USD 4.373.177.070.
- AQI, menggambarkan bahwa peningkatan rasio aset (current asset, PPE dan
Securities, terhadap total aset), tidak mengalami peningkatan yang berarti,
yaitu hanya 2,85%

- SGI, memperlihatkan bahwa rasio penjualan tahun ini dengan tahun lalu
tidak meningkat secara signifikan, hanya 4,69%, jika dibandingkan dengan
peningkatan biaya-biaya yang terjadi.

28
- DEPI, rasio tingkat depresiasi memperlihatkan adanya peningkatan
depresiasi tahun ini dibanding tahun lalu.
- SGAI, mengindikasikan terjadinya peningkatan biaya terkait penjualan
(10,9%) yang tidak linier dengan nilai penjualan yang hanya meningkat
sebesar 4,7%.
- LVGI, memperlihatkan bahwa rasio total hutang terhadap total aset
mengalami peningkatan sebesar 4% pada kurun waktu satu tahun terakhir.
- TATA, menunjukkan nilai akrual yang tidak sigfinikan dibandingkan
dengan nilai total aset perusahaan.

29
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer
dari Standar Akuntansi Keuangan yang ada dan secara alamiah dapat
memaksimalkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Praktik
manajemen laba menyebabkan reliabilitas dari laba tereduksi karena di dalam
manajemen laba terdapat pembiasan pengukuran laba sehingga pelaporan laba
menjadi tidak seperti yang seharusnya dilaporkan.
Dalam kasus PT. Garuda Indonesia, Tbk tahun 2018, laporan
keuangannya dianalisa dengan Model Beneish M-Score untuk mengidentifikasi
potensi manipulasi pendapatan pada laporan keuangan perusahaan dengan
menggunakan 8 indikator. Hasil perhitungan Beneish m-score untuk laporan
keuangan PT Garuda Indonesia Tbk adalah 0,49, yang mana lebih besar dari
- 2,22, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat potensi manipulasi
pendapatan pada laporan keuangan PT Garuda Indonesia, Tbk untuk periode
tahun buku 2018.
Penggunaan model Beneish m-score pada laporan keuangan perusahaan
dapat memberikan manfaat bagi pemegang saham, investor, maupun
kreditur, sebagai alternatif berbiaya relatif rendah untuk membaca kondisi
berbagai perusahaan dan mengidentifikasi potensi adanya manipulasi guna
investigasi lebih lanjut.

3.2 Saran
1. Para praktisi, akademisi akuntansi dan keuangan harus lebih serius dalam
menghadapi praktik manajemen laba. Sebab praktik manajemen laba dapat
menghancurkan tatanan perekonomian, etika dan moral. Selain itu kegagalan
dalam mendeteksi praktik menajemen laba dapat menghancurkan
kepercayaan publik terhadap perusahaan serta diragukannya kredibilitas dan
integritas akuntan. Praktik menajemen laba dapat diminimalisasi dengan
perbaikan struktur kepemilikan, penerapan Good Corporate Govarnance,

30
perbaikan komposisi hutang, rendahnya asimetri informasi dan peningkatan
kualitas audit.
2. Pengguna laporan keuangan (khusunya investor, kreditor, regulator dan
pemerintah) harus lebih waspada dalam membaca dan menggunakan
informasi dalam laporan keuangan agar tidak mengalami kesalahan dalam
mengambilan keputusan ekonomi.
3. Pada masa krisis, perusahaan-perusahaan memiliki kecenderungan untuk
melakukan penurunan laba sehingga menyebabkan para pengguna laporan
keuangan salah dalam mengambil keputusan. Dengan demikian diharapkan
manajemen sebagai pihak yang menyusun laporan keuangan memberikan
informasi perusahaan secara lebih objektif, lengkap, transparan, relefan, dan
tepat waktu. Selain itu diharapkan manajemen dapat memilih kebijakan
akuntansi yang lebih tepat terkait manajemen laba.

31

Anda mungkin juga menyukai