Anda di halaman 1dari 10

Paper Etika Profesi dan Komunikasi

“Accounting Codes of Conduct

and The Rules of the Code of Conduct”


Dosen Pengampu : Yusar Sagara, SE, Ak, M.Si, CA, CMA, CPMA

Disusun Oleh :

Naztasha Saffana 11170820000048

Maya Septiani 11170820000054

Faisal Akbar 11170820000056

Kelas Akuntansi 2B

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2018
Aturan Kode Etik Akuntansi

Apa yang anda dengar saat mendengar kata Kode Etik Akuntansi ? Apabila
diterjemahkan per kata, menurut KKBI Kode merupakan sebuah tanda, tanda disini dapat
mengarah pada kata-kata, tulisan maupun mabar yang disepakati untuk maksud tertentu.

Etik merupakan Ilmu mengenai apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak). Dalam setiap ranah, baik dalam profesi, adat istiadat maupun budaya, etika pada
setiap tempat tersebut berbeda-beda, ada satu sisi dimana apabila seseorang melakukan sesuatu
dapat dikatakan sesuai etika namun di sisi lain dikatakan tidak beretika.

Akuntansi merupakan teori dan praktik perakunan, termasuk tanggung jawab, prinsip
standar, kelaziman (kebiasaan), dan semua kegiatannya, kegiatan dalam akuntansi beragam dan
salah satunya adalah meyusun laporan, menganalisis jurnal dan bukti transaksi, dan lain
sebagainya.

Lalu apa itu kode etik akutansi? Kode etik akuntansi adalah norma dan asas yang diterima
oleh kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku dalam kegiatan akuntansi, jadi setiap
kegiatan akuntansi yang dilakukan oleh seseorang memiliki standar, norma, dan asasnya yang
dilakukan demi pecapaian tujuan dengan cara yang baik.

Pada dasarnya setiap profesi memiliki kode etiknya masing-masing, contohnya adalah
kode etik jurnalistik yang bagaimana penerbitan memiliki asas dan normanya untuk dipublikasikan
ke masyarakat, atau kode etik kedokteran yang diaturnya kegiatan praktek kegiatan dokter, begitu
pula akuntansi. Di akuntansi, 3 poin utama yang menjadi kode etik adalah :

1. Tanggung jawab
2. Transparansi
3. Jujur

Ketiga poin tersebut merupakan kunci keberhasilan seorang akuntan dalam


menjalankan profesinya secara profesional.

Berikutnya, kode etik yang mengikat perlu ditetapkan secara bersama-sama agar
tercipta prinspi yang sama, karena apabila setiap perusahaan memiliki kode etiknya
masing-masing maka persaingan tidak sehat pun dapat terjadi, contohnya di satu
perusahaan, transparansi bukanlah sebuah kode etik, akibatnya perusahaan tersebut
melakukan pengemplangan pajak.

Di Indonesia, yang mengatur kode etik akuntansi adalah Ikatan Akuntansi


Indonesia (IAI), organisasi profesional tersebut sangat berkaitan dengan pembuatan,
pengarahan, dan pengendalian kode etik akuntansi yang menjadi fundamental para akuntan
dalam menjalankan kegiatannya.

Dalam penyusunan dan pengendalian kode etik akuntansi pun, Ikatan Akuntansi
Indonesia memiliki 8 prinsip dasar etika profesi, jadi setiap kode etik yang diatur oleh
Ikatan Akuntansi Indonesia tidak lah hanya kode etik asal yang harus dipakai setiap
akuntan.

Berikut adalah 8 prinsip tersebut.:

1. Integritas
Integritas di prinsip ini mengartikan bahwa seorang akuntan haruslah
menyajikan laporan secara bermutu, tidak asal-asalan dan sesuai dengan
prosedur yang telah ada di perusahaan tersebut.

2. Objektivitas
Jujur dalam setiap kegiatanya dan dapat memutuskan suatu pilihan tanpa
dipengaruhi oleh orang lain baik dari dalam perusahaan maupun luar
perusahaan merupakan ciri dari seorang akuntan yang memiliki objektivitas
dalam kesehariannya.

3. Kompetensi
Seorang akuntan haruslah berkompeten dalam melakukan kegiatannya,
kompeten di sini berarti bahwa seorang akuntan dapat memutuskan sesuatu
dengan melihat keadaan nyata perusahaan tersebut dan memilih pilihan yang
menguntungkan perusahaan.

4. Kerahasiaan
Kerahasiaan dalam hal pelaporan, auditing ataupun kegiatan akuntansi lainnya
merupakan hal penting bagi seorang akuntan demi majunya perusahaan,
kerahasiaan di sini maksudnya adalah akuntan harus dapat membedakan mana
pihak yang layak untuk memperoleh informasi tersebut dan mana pihak yang
tak perlu atau malah dilarang untuk diberi informasi tersebut.

5. Profesional
Seorang akuntan dalam melakukan kegiatannya haruslah ahli dalam bidangnya
baik karena segi kemampuan dan pengetahuan yang ia telah dapat setelah
belajar maupun ilmu yang dia dapat karena pengalamannya dalam bekerja.
Profesionalisme seorang akuntan sangat dibutuhkan agar hasil dari pekerjaan
akuntan itu sendiri dapat memuaskan untuk pihak-pihak yang membutuhkan.

6. Tanggung jawab
Mengakui kesalahan yang ia buat dan berani untuk menerima risiko atas
kesalahan yang telah dilakukan merupakan ciri seorang akuntan yang memiliki
sifat tanggung jawab. Tidak hanya dalam hal kesalahan, seorang akuntan pun
harus menginput data yang diolah menjadi inforamasi harus sesuai dengan
keadaan riil perusahaan tersebut.

7. Standar teknis
Setiap kegiatan memiliki prosedurnya masing-masing, dalam pencatatan,
perhitungan laba dan rugi atau penyusunan laporan, seorang akuntan wajib
mengikuti standar yang telah ditentukan oleh perusahaan.

8. Kepentingan publik
Yang terakhir adalah memikirkan apa yang akan diputuskan oleh seorang
akuntan akan berdampak langsung dengan masyarakat setempat, contohnya
seperti pembagian dividen atau dalam hal saham ataupun kejadian lainnya yang
dapat mempengaruhi masyarakat, seorang akuntan wajib memikirkan dan
memutuskan sesuatu untuk kepentingan publik dan masyarkat agar perusahaan
tersebut tidak dicap sebagai perusahaan yang membiarkan masyarakat merugi
ataupun merugikan pemerintah.

Lalu setelah beberapa prinsip dasar kode etik akuntansi, ada 5 poin yang menjadi
tolak ukur atau parameter keberhasilan kode etik akuntansi dalam pengimplementasiannya
menurut buku Accounting Ethics karya Duska, yaitu :

1. Kode etik dapat memotivasi para pekerja dengan menggunakan sedikit tekanan, ini
artinya bahwa kode etik dapat dinyatakan berhasil apabila kode etik tersebut tidak
hanya menjadi sebuah kewajiban bagi akuntan tersebut namun juga dapat menjadi
salah satu motivasi akuntan tersebut untuk menjadi seseorang yang profesional dan
baik secara hati nurani
.
2. Kode etik dapat menyediakan petunjuk yang lebih permanen untuk akuntansi dalam
aturan benar atau salahnya suatu tindakan untuk dilakukan, maksudnya adalah kode
etik di sini dapat menjadi pedoman bagi para akuntan yang membutuhkan informasi
apakah suatu tindakan itu diperkenankan untuk dilakukan atau justru dilarang keras
untuk dilakukan.

3. Kode etik dapat menjadi pedoman di saat-saat yang ambigu, artinya adalah kode etik
dapat menjadi fundamentyal seseorang dalam melakukan kegiatan atau memutuskan
sesuatu pada saat-saat yang ambigu agar tak terjadi kebingungan dan ketelodaran pada
momen tersebut.

4. Kode etik tidak hanya menjadi pedoman seseorang untuk berperilaku baik tetapi juga
dapat menurunkan autokrasi orang tersebut, autokrasi di sini dimaksudkan pada
egoisme seseorang, artinya kode etik dinyatakan berhasil saat seseorang tersebut
benar-benar sadar bahwa ego yang ia miliki harus ditahan demi kepentingan bersama.

5. Kode etik dapat membantu menspesifikasikan tanggung jawab sosial dari bisnis itu
sendiri, artinya kode etik tersebut dapat menjadi alat untuk mengatur jalannya bisnis
tersebut tanpa menganggu lingkungan sosial dan justru bisnis dan kegiatan yang
dilakukan oleh para pekerja menguntungkan para masyarakat setempat, serta para
pekerja tersebut memperlihatkan profesionalisme mereka pada masyrakat dan
mebuktikan bahwa mereka ada untuk masyarakat.
Studi Kasus 1

KAP Ernst and Young berafiliasi dengan KAP Purwantono, Suherman dan Surja

Terhadap Indosat

KAP Ernst and Young, afiliasi dari Ernst Whinney dan Arthur Young, merupakan salah
satu dari empat Kantor Akuntan Publik terbaik di dunia (The Big Four) selain Price Waterhouse
Cooper (PWC), Delloite, dan KPMG. Ia telah mempunyai kantor wilayah di Indonesia yang dalam
hal ini berafiliasi dengan Kantor Akuntan Publik Purwantono, Suherman dan Surja. Mereka
mempunyai banyak klien di Indonesia, dalam pembahasan ini yang akan dibahas adalah kasusnya
dengan Indosat (ISAT).

Pada tahun 2011 Ernst and Young afiliasi KAP Purwanto, Suherman dan Surja bekerja
sama dalam mengaudit laporan keuangan milik Indosat. Pada tahun 2011, Ernst and Young
Indonesia gagal menyajikan bukti pendukung perhitungan tentang sewa 4000 menara seluler
dalam laporan keuangan Indosat tahun 2011 (No Invoice). Ernst and Young memberikan label
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap laporan audit tersebut padahal analisa yang mereka
lakukan belum selesai.

Pada awal tahun 2012, anggota tim Ernst and Young sengaja memanipulasi pembuatan
puluhan kertas kerja audit baru, kemudian partner tim Ernst and Young Indonesia menyerahkan
lembar kerja tersebut kepada Inspektur Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB)/
Badan Pengawas Akuntansi Perusahaan Publik. Mengapa walau PCAOB ikut memperhatikan
Indosat walau berkedudukan di Amerika Serikat? Karena Indosat juga tercatat dalam daftar pasar
modal di Amerika Serikat.

Lalu pada tahun 9 Februari 2017 PCAOB mengeluarkan surat No. 105-2017-002. Ernrst
and Young divonis unqualified report/ laporan tidak terkualifikasi atas laporan audit PT. Indosat
Tbk. pada 31 Desember 2011 lalu terkait bukti sewa menara.

Berdasar ketentuan Sabarnes Oxley Act of 2002, EY Indonesia dan KAP tersebut dianggap
tidak kooperatif dalam investigasi PCAOB. Selanjutnya setelah terjadi pelanggaran-pelanggaran
kode etik, mereka mendapatkan sanksi. Sabarnex Oxley of 2002 menjatuhkan sanksi kepada;
1. Ernst and Young Indonesia berupa denda USD$1.000.000 setara Rp13.000.000.000,-
2. Salah satu pekerja Kantor Akuntan Publik Purwantono, Suherman dan Surja, yaitu Roy
Iman Wiraharja dendan sebesar USD$20.000 setara Rp266.000.000,- dan larangan praktik
pada kegiatan akuntansi manapun selama 5 (lima) tahun
3. Direktur Ernst and Young region Asia Pasifik, James Randall Leali denda sebesar
USD$10.000 setara Rp133.000.000,- dan larangan berpraktik selama satu tahun.

Selanjutnya penyelesaian dari kasus ini adalah penjalanan dari sanksi-sanksi yang telah
diberikan kepada pihak-pihak yang telah disebutkan.

Pelanggaran yang telah mereka lakukan di atas, selain mendapat teguran atau sanksi langsung
dari PCAOB dan Sabarnes Oxley Act juga melanggar kode etik akuntansi. Kode etik akuntansi
yang telah dilanggar ialah;

1. Tanggung jawab, mereka tidak menyelesaikan laporan audit yang baik dan sesuai
dipertanggung jawabkan karena tidak menyertakan bukti transaksi sewa menara yang
dilakukan Indosat
2. Orientasi pelayanan/ kepentingan publik, mereka tidak melakukan transparansi
profesionalisme dengan membuat lembar kerja audit baru yang tidak sesuai. Kepentingan
publik tidak boleh kalah oleh kepentingan beberapa kalangan.
3. Objektivitas dan independen, mereka hanya memihak satu pihak yang hanya
mengutamakan kepentingan kliennya yakni Indosat.
4. Integritas, termasuk di dalamnya sikap jujur. Dengan membuat lembar kerja audit baru dan
tidak adanya bukti sewa menara seharusnya mereka berterus terang dan tidak membuat
pengadaan yang tidak sesuai.
Studi Kasus 2

KAP KPMG berafiliasi dengan KAP Sidharta, Siddharta & Harsono

Terhadap PT Eastman Christensen (PTEC)

Sama hal nya dengan Ernst & Young, KPMG yang juga dikenal sebagai Big Four Kantor
Akuntan Publik di dunia, melakukan afiliasi dengan KAP yang berlokasi di Indonesia, Sidharta,
Siddharta & Harsono.

Pada tahun 2001, KPMG-SSH harus menahan malu atas perbuatan yang dilakukannya.
Karena, kantor akuntan publik ini diketahui memalsukan laporan audit dan menyogok aparat pajak
sebesar AS$ 75 ribu sehingga mengakibatkan PT Eastman Christensen (PTEC) selaku kliennya,
harus membayar kewajiban pajak dari awalnya sejumlah AS$ 3,2 juta menjadi AS$ 270 ribu.
Tentu dalam hal ini terdapat kewajban pajak sebesar AS$ 3 juta yang akhirnya menjadi kerugian
negara. PTEC sendiri merupakan anak perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Baker
Hughes Incorporated, perusahaan tambang di Texas, Amerika Serikat. Untuk mensiasati
perbuatannya, KPMG-SSH kemudian menerbitkan sebuah faktur yang didesain seolah olah faktur
tersebut merupakan biaya atas jasa KPMG-SSH kepada PTEC. Namun sebenarnya, selain sebagai
biaya atas jasa KPMG-SSH, faktur tersebut juga mewakili dana sogokan kepada aparat pajak yang
berjumlah AS$ 75 ribu.

Lalu, perbuatan KPMG ini diketahui oleh Badan Pengawas Pasar Modal di Amerika
Serikat, Securities & Exchange Comission (SEC). Menurut SEC, PTEC menginstruksikan KPMG-
SSH untuk menyogok aparat pajak dengan memberi uang sebesar AS$ 143 ribu. Namun,
pernyataan ini sangat berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Sony Harsono selaku Senior Partner
KPMG. Menurutnya, penyogokan terhadap aparat pajak tersebut terjadi bukan atas suruhan dari
PTEC, tetapi Baker Hughes.

SEC kemudian menjerat KPMG-SSH dengan undang-undang Amerika yang dinamakan


dengan Foreign Corrupt Practices Act (FCPA). Undang-undang Amerika Serikat ini sangat
melarang adanya praktik korupsi yang dilakukan oleh perusahaan atau lembaga di Amerika Serikat
dengan pihak di luar AS.
Pada kasus ini, KPMG-SSH terbukti melakukan beberapa pelanggaran. Selain pelanggaran
terhadap undang-undang FCPA, kantor akuntan publik ini juga melanggar undang-undang lainnya
seperti pelanggaran mengenai pembukuan dan laporan internal perusahaan berdasarkan SEC tahun
1934. Dari dua undang-undang ini, masing-masing juga menjatuhkan pasal berbeda untuk KPMG-
SSH. Untuk FCPA, KPMG-SSH telah melanggar Section 104A (a)(1), (2), dan (3). Sementara
untuk SEC yaitu undang-undang pasar modal AS - Section 30A (a)(1), (2), dan (3) serta Section
13(b) (2) (b).

Selain pelanggaran terhadap hukum seperti diatas, KPMG-SSH juga terbukti melakukan
pelanggaran terhadap beberapa etika akuntan, yaitu diantaranya :

1. Tanggung jawab profesi, hal ini dibuktikan dengan dilakukannya penyogokan oleh KPMG-
SSH terhadap aparat pajak sebesar AS$ 75 ribu.
2. Kepentingan publik, hal ini terbukti dengan sikap dari KPMG-SSH yang terlalu
mengutamakan kepentingan kliennya yaitu PT Eastman Christensen.
3. Integritas, terbukti dengan dilakukannya pembuatan laporan audit PTEC yang tidak sesuai
dengan keadaan PTEC yang sesungguhnya.
4. Objektivitas & Independen, hal ini dapat terbukti dengan ketidak terbukaannya KPMG-SSH
terhadap publik dalam mengkomunikasikan laporan dari kliennya dan bersikap terlalu
memihak di satu pihak, yaitu PTEC.

Anda mungkin juga menyukai