Anda di halaman 1dari 6

Nama : Veronica Dewi

NPM : 2018.111.134

Prodi : Akuntansi/Semester 5

Makul : Metodologi Penelitian

Artikel

Etos Kerja dan Etika Profesi Akuntan

Menurut KKBI, etos kerja adalah konsep/paradigma kerja yang diyakini seseorang/ sekelompok
orang sebagai yang baik dan benar yang diwujudkan ke dalam perilaku kerja mereka secara khas
atau singkatnya etos kerja adalah sikap/perilaku kerja yang baik dan benar. Sedangkan etika
profesi merupakan sikap etis yang dimiliki seorang profesional sebagai bagian dari sikap hidup
dalam mengembang tugasnya serta menerapkan norma-norma etis umum pada bidang-bidang
khusus (profesi) dalam kehidupan manusia. Sehingga dengan demikian etika profesi akuntan
(kode etik) ialah sikap panduan etis bagi para akuntan dalam menjalani kewajiban mereka
memberikan dan mempertahankan jasa kepada masyarakat yang berstandar tinggi. Etika Profesi
Akuntansi merupakan suatu ilmu yang di dalamnya membahas mengenai perilaku perbuatan baik
dan buruk seseorang sejauh yang dapat di pahami oleh pikiran manusia terhadap bidang
pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan juga penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus
sebagai Akuntan. Etika profesi akuntansi termuat didalam kode etik akuntan Indonesia (IAI) dan
juga kode etik akuntan public (IAPI). Sebagai salah satu profesi penting dalam ranah ekonomi,
tentu terdapat kode etik yang harus dipenuhi demi menjaga mutu dan kepercayaan para
pengguna jasa. Berdasar pada keputusan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI),
etika profesi akuntansi ini meliputi semua kaidah dan norma yang mengatur hubungan antara
akuntan dengan sejawat, dengan auditor atau klien, ataupun dengan masyarakat. Kembali pada
etos kerja, ada lima etos kerja yang harus dimiliki oleh seseorang, yaitu :
1. Etos Kerja Jujur
Etos kerja jujur berarti tidak bohong, tidak curang dan lurus hati. Etos kerja jujur ini
merupakan fondasi karena tidak sekedar perilaku kerja sehari-hari tetapi juga mencakup
masalah iman. Sehingga sudah dapat dipastikan pada etos kerja jujur ini jika tidak lurus
hati, akan banyak kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh seseorang.

2. Etos Kerja Benar


Etos kerja benar berarti bekerja sesuai dengan aturan. Sebuah perusahaan pasti memiliki
aturan supaya karyawan bekerja sesuai pakem atau standar yang tersedia. Ikatan Akuntan
Indonesia pun dalam hal ini memiliki kode etik untuk setiap akuntan di Indonesia supaya
bertindak sesuai aturan.

3. Etos Kerja Baik


Etos kerja baik berarti bekerja sesuai apa yang diharapkan, sesuai target dalam arti dapat
mencapai target. Misalnya seorang sales ditargetkan menjual 50 produk, apabila dia
hanya dapat menjual 40 produk maka dapat dikatakan dia belum mencapai angka yang
ditargetkan. Jika kita dapat mencapai target maka akan timbul yang namanya trust
(kepercayaan). Jika kita sudah mendapatakan yang namanya kepercayaan dari seorang
atasan atau HRD maka posisi kita dalam perusahaan akan kuat.

4. Etos Kerja Lebih


Etos kerja ini berarti keadaan dimana seseorang mengerjakan sesuatu lebih dari yang
diminta. Mudahnya adalah jika kita dapat melampaui ekspektasi seseorang kepada kita,
itulah yang dinamakan etos kerja lebih.

5. Etos Kerja Jaga Sikap


Dalam bekerja kita harus memiliki sifat yang humble, manners, accountable, helpful,
teamwork, dan respect.

Berikutnya adalah tentang prinsip etika profesi akuntansi. Prinsip etika ini bertujuan untuk
memandu para akuntan agar bisa menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Berikut tujuh
prinsip etika profesi akuntansi tersebut;
1. Tanggung Jawab Profesi

Dalam menjalankan tanggung jawabnya, seorang akuntan harus senantiasa berpijak pada
pertimbangan moral di setiap kegiatan/aktivitas yang dilakukan. Bagaimanapun, mereka
memiliki tanggung jawab tidak hanya pada pengguna jasa atau klien, tetapi juga pada
rekan sejawat dan masyarakat secara umum. Karenanya, pertimbangan moral menjadi
salah satu cara untuk menjaga kepercayaan dan mutu dari kinerja.

2. Kepentingan Publik

Sama halnya seperti profesi lain, akuntan juga memiliki tanggung jawab pelayanan
kepada publik. Publik di sini dapat diartikan sebagai pihak-pihak yang terlibat secara
langsung dan bergantung pada integritas seorang akuntan. Tak lain, demi terciptanya
stabilitas ekonomi bisnis yang sehat dan efisien. Sebut saja seperti; pemerintah, klien,
investor, pemberi kredit, atau bahkan masyarakat secara langsung.Karenanya, seorang
akuntan harus selalu bertindak dalam koridor pelayanan publik serta menjaga
kepercayaan mereka.

3. Integritas

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, demi menjaga kepercayaan publik seorang
akuntan haruslah dibekali dengan integritas yang tinggi. Dengan integritas ini, seseorang
akan senantiasa memberikan pelayanan dengan jujur tanpa ada unsur keuntungan pribadi.
Karena bagi mereka yang memiliki integritas tinggi, perbedaan dan kesalahan secara
tidak sengaja masih bisa ditoleransi, namun tidak dengan kecurangan.

4. Objektivitas

Selain harus mengedepankan kejujuran, seorang akuntan juga dituntut untuk objektif.
Dalam artian, mereka harus bebas dari berbagai benturan kepentingan yang berhubungan
dengan kewajiban profesionalnya.Etika profesi akuntansi dengan prinsip objektivitas ini
mengharuskan para akuntan untuk bersikap adil, tidak berprasangka, tidak memihak,
tidak di bawah pengaruh salah satu pihak, serta jujur secara intelektual.
5. Kerahasiaan

Mengingat akuntan adalah profesi yang berhubungan langsung dengan data keuangan,
mereka juga harus mampu memegang prinsip kerahasiaan. Dalam artian, tidak boleh
mengungkapkan informasi pada pihak mana pun, terlebih jika tanpa persetujuan atau
tanpa wewenang secara spesifik. Kecuali, jika memang harus mengungkapkannya karena
kewajiban hukum atau tanggung jawab profesional.Selain itu, juga tidak dibenarkan
untuk menggunakan informasi rahasia tersebut sebagai sarana mendapatkan keuntungan
bagi pribadi maupun pihak ketiga.

6. Kompetensi dan Kehati-hatian

Sebagai akuntan profesional, tentu kompetensi menjadi salah satu penjamin mutu dan
kualitas pelayanan. Mereka harus membekali diri dengan etika profesi akuntansi yang
satu ini, agar bisa memberi pelayanan terbaik untuk para pengguna jasa. Karenanya,
seorang akuntan harus selalu bersedia mengasah pengetahuan dan keahlian, serta
bertindak cermat dalam menjalankan jasa profesionalnya

7. Standar Teknis

Etika profesi akuntansi yang juga tak kalah penting adalah menjalankan tugas profesional
sesuai dengan standar teknis. Seorang akuntan memiliki kewajiban untuk mematuhi
standar teknis dan standar profesional yang telah ditetapkan oleh perundangan-undangan
yang relevan, ataupun yang telah dirumuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
dan Internasional Federation of Accountants

Beberapa prinsip etika profesi akuntansi tersebut sangat penting untuk diperhatikan agar
akuntan bisa menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Tak lain, demi
memenuhi tanggung jawab profesional dengan baik dan maksimal. Namun kenyataannya
masih banyak kasus-kasus seorang akuntan yang bekerja tetapi tidak sesuai dengan kode
etik yang ada. Contohnya saja kasus Indonesia Corruption Watch (ICW)
yang meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang
berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga
telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-
1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis,
mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang
melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan
pemeriksaan sesuai dengan standar audit. 

Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya
mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang
dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP
tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan
RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika
profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang
diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas
suatu kejahatan,” ujarrnya. Dalam kasus tersebut, KAP telah menyimpang dari beberapa
etika profesi akuntan seperti Tanggung Jawab Profesi, Kepentingan Publik, Integritas,
Objektivitas, Perilaku Profesional, dan Standar Teknis. Ini terlihat pada tidak
diterapkannya etika etika profesi akuntan tersebut dalam mengaudit puluhan bank.
Kesembilan KAP tersebut tidak memberikan hasil audit laporan keuangan yang
sebenarnya (manipulasi) yang padahal bank bank tersebut dalam waktu singkat
mengalami kebangkrutan. Dalam hal ini juga didapatkan pernyataan dari ICW yang
menyatakan bahwa Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif
meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya dan atas dasar itu ICW
mengekspos kasus tersebut dengan alasan bahwa kesalahan sembilan KAP tersebut tidak
ringan (https://aanmasjumam.wordpress.com/2017/10/15/penyimpangan-etika-profesi-
akuntan/). Selanjutnya adalah kasus yang menimpa dua KAP di Indoneisa, dimana
Kementerian Keuangan menyatakan dua akuntan publik yang mengaudit laporan
keuangan PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance; Akuntan Publik Marlinna
dan Merliyana Syamsul melanggar standar audit profesional. Mengutip data resmi Pusat
Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK), dalam melakukan audit laporan keuangan SNP
tahun buku 2012 sampai dengan 2016, mereka belum
sepenuhnya menerapkan pengendalian sistem informasi terkait data nasabah dan akurasi
jurnal piutang pembiayaan. Akuntan publik tersebut belum menerapkan pemerolehan
bukti audit yang cukup dan tepat atas akun piutang pembiayaan konsumen dan
melaksanaan prosedur yang memadai terkait proses deteksi risiko kecurangan serta
respons atas risiko kecurangan (www.cnnindonesia.com), PT Asuransi Jiwasraya
(Persero) kasusnya adalah diketahui, sepanjang 2006 hingga 2012 Jiwasraya menunjuk
KAP Soejatna, Mulyana, dan rekan untuk mengaudit laporan keuagan mereka. Adapun
sejak 2010 hingga 2013, KAP Hartanto, Sidik, dan Rekan merupakan KAP yang
bertanggung jawab atas proses audit Jiwasraya. Kemudian tahun 2016-2017 laporan
keuangan Jiwasraya diaudit oleh PricewaterhouseCoopers (PwC). PwC memberikan
opini wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan konsolidasian PT Asuransi
Jiwasyara (Persero) dan entitas anaknya pada tanggal 31 Desember 2016. Laba bersih
Jiwasraya yang dimuat dalam laporan keuangan yang telah diaudit dan ditandatangani
oleh auditor PwC tanggal 15 Maret 2017 itu menunjukkan laba bersih tahun 2016 adalah
sebesar Rp 1,7 triliun. Adapun untuk laporan keuangan tahun 2017, PwC memberikan
opini adverse atau dengan modifikasi. Dalam laporan keuangan tersebut, Jiwasraya
mencatatkan laba sebesar Rp 360 miliar dari yang sebelunnta Rp 2,4 triliun. Hadiyanto
pun memastikan Kemenkeu melalui Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK) akan
memberikan sanksi terhadap Kantor Akuntan Publik (KAP), yang melakukan audit dan
memberikan opini tidak sesuai kode etik maupun standar terhadap laporan keuangan.
Sanksi itu akan dikenakan sesuai dengan tingkat kesalahannya, baik berupa teguran
hingga penangguhan praktiknya (www.kompas.com). Beberapa kalangan ahli
berpendapat kasus- kasus tersebut terjadi karena terjadi kegagalan di dalam menerapkan
Etika Profesi Akuntan dalam praktek Akuntan Publik. Kegagalan penerapan prinsip etika
profesi ini bisa di minimalisir jika para Akuntan Publik tetap berpegang teguh pada
prinsip dan selalu berkomitmen untuk tetap mempertahannya etika profesinya apa pun
yang terjadi sehingga hasil audit yang diberikan kepada masyarakat dapat dipercaya dan
tidak merugikan berbagai pihak. Prinsip – prinsip Etika Profesi Akuntan tidak hanya
berlaku untuk profesi Akuntan Publik, namun mengikat juga bagi profesi-profesi lain
yang menggeluti bidang keahlian akuntansi. Jadi etos kerja dan etika profesi adalah dua
hal yang harus seimbang, dimana jika salah satunya tidak dilakukan maka akan
menurunkan kualitas suatu hasil pekerjaan dan berdampak pada kemunduran suatu
entitas.

Anda mungkin juga menyukai