Anda di halaman 1dari 10

EKSPEKTASI MASYARAKAT TERHADAP BISNIS DAN AKUNTANSI ,

PEMAPARAN PRAKTIK BISNIS YANG BERETIKA , DAN INISIATIF UNTUK


MENCIPTAKAN BISNIS YANG BERKELANJUTAN

DISUSUN OLEH:

A. Ahsan Amir (A031191096)

A. Alfiyyah Syahadati Juana (A031191101)

Andi Islah Amanah (A031191107)

Audy Alifia Rudy (A031191084)

Michel Andrew Toyang (A031191030)

Nur Taufik basir A031191031

Rezky Indah Lestari (A031191075)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2021
A. Pengertian Etika Bisnis

Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup
seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika
Bisnis dapat menjadi standard an pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari
dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, dan transaparan dan sikap yang professional.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis
dengan kinerja unggul dan berkesimpulan yang dijalankan dengan menaati kaidah-kaidah.

B. Pendekatan Etika Bisnis Perusahaan

Menurut Von Der Embse dan R.A Wagley ada tiga pendekatan dasar dalam
merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu (Wagley, 1988)

1. Utilitarian Approach
Dalam pendekatan ini, setiap tindakan harus didasarkan dengan konsekuensinya.
Untuk itu, sebelum bertindak, kita harus memberikan manfaat yang besar untuk
masyarakat dengan cara yang tidak membahayakan dan menggunakan biaya
serendah-rendahnya.
2. Individual Rights Approach
Pendekatan ini memiliki pengaruh besar dalam menghargai dan menghormati setiap
tindakan yang dilakukan orang lain. Namun, jika tindakan tersebut dinilai bisa
mengakibatkan suatu perpecahan atau benturan dengan hak orang lain, maka tindakan
tersebut harus dihindari
3. Justice Approach
Setiap pembuat keputusan memiliki kedudukan yang sama, serta bertindak adil dalam
membrikanpelayan kepada pelanggan, baik perorangan maupun kelompok.

C. Prinsip Etika Bisnis Perusahaan

Ada beberapa prinsip dalam etika bisnis yang perlu diperhatikan oleh para pelaku
bisnis. Berikut adalah beberapa contoh dan pengertiannya:

1. Prinsip Otonomi,
Prinsip otonomi mengharuskan pelaku bisnis mengambil keputusan dengan tepat dan
baik, serta mempertanggung jawabkan keputusan tersebut. Dalam menjalankan
prinsip otonomi ini, dua perusahaan atau lebih bisa berkomitmen menjalankan etika
bisnis dengan prinsip otonomi. Namun, masing-masing perusahaan dapat mengambil
pendekatan yang berbeda-beda dalam menjalankannya. Karena, masing-masing
perusahaan pasti memiliki kondisi dan strategi yang berbeda-beda dalam mencapai
suatu tujuan perusahaan.
2. Prinsip Kejujuran,
Kejujuran merupakan nilai yang paling dasar untuk mendukung keberhasilan kinerja
perusahaan. Tanpa kejujuran, bisnis tidak akan bertahan lama, karena kejujuran
adalah kunci utama dalam kesuksesan bisnis. Prinsip ini harus diterapkan dalam
segala kegiatan bisnis misalnya saat melaksanakan kontrak terhadap pihak ketiga
maupun karyawan, jujur terhadap konsumen, jujur salam kerja sama, dan lain
sebagainya.
3. Prinsip Keadilan,
Dalam prinsip ini berarti setiap orang yang melakukan bisnis meiliki hak untuk
mendapatkan perlakuan yang sama. Sehingga semua pihak yang terkait dalam bisnis
harus memberikan kontribusi baik secara langsung atau tidak langsung terhadap
keberhasilan bisnis.
4. Prinsip Loyalitas,
Loyalitas adalah salah satu hal penting dalam menjalankan sebuah bisnis. Loyalitas
dalam perusahaan biasanya dapat dilihat dari kerja keras dan keseriusan dalam
menjalani bisnis sesuai dengan visi dan misi. Dengan menerapkan prinsip ini, berarti
tidak boleh mencampurkan urusan pekerjaan dengan urusan pribadi.
5. Prinsip Integritas,
Moral Setiap perusahaan harus memiliki integritas moral yang baik. Dengan begitu,
perusahaan lebih dapat dipercaya masyarakat. Menerapkan prinsip ini, berarti seluruh
pelaku bisnis, baik karyawan hingga manajemen harus selalu menjaga nama baik
perusahaan. Dengan etika bisnis yang baik, perusahaan dapat berkembang dengan
mudah. Etika bisnis dalam sebuah perusahaan menjadi wajah dari perusahaan
tersebut. Contoh seperti kejujuran pemilik usaha.

D. Ekspektasi Masyarakat terhadap Bisnis dan Akuntansi


a) Kemunculan Model-Model Tata Kelola dan Akuntabilitas Pemangku
Kepentingan.

Model-model tata kelola bisnis ini muncul karena adanya suatu perubahan dalam
relasi bisnis dengan masyarakat. Pada saat ini, masyarakat sekarang memperhatikan
isu-isu yang terjadi di dalam bisnis. Baik dalam hal etika, perilaku, dan sebagainya.
Dewan dan manajemen bisnis pun juga sekarang tertarik dengan hal yang sama.
Beberapa tren ini muncul sebagai hasil dari tekanan ekonomi dengan efeknya
terhadap etika bisnis dan akuntan professional:
1. Memperluas kewajiban hukum untuk direktur perusahaan
2. Pernyataan manajemen kepada pemegang saham atas kecukupan pengendalian
internal
3. Ketetapan niat untuk mengelola risiko dan melindungi reputasi. Hal ini dapat
dilakukan dengan melakukan reorganisasi, pemberdayaan karyawan,penggunaan
data elektronik. Selain itu, meningkat pula ketergantungan manajemen dengan
indicator kinerja non-keuangan.
b) Manajemen Berdasarkan Nilai, Reputasi, dan Risiko
Direkrut, eksekutif, manajer serta karyawan harus memahami nilai-nilai apa
yang menjadi perhatian pemangku kepentingan dalam menajalankan perusahaan.
Tugas manajemen adalah untuk menggabungkan nilai-nilai antar pemangku
kepentingan memenuhinya dalam perusahaan
Charles Fombrun dari Reputation Institute menyatakan bahwa kredibilitas,
keandalan, sifat dapat dipercaya, dan tanggung jawab, merupakan penentu reputasi
perusahaan. Manajemen risiko kemudian memiliki teknik-teknik yang berkembang
akibat engakuan oleh direktur, eksekutif, dan akuntan professional, dalam
mengidentifikasi risiko-risiko di awal perencanaan. Tugas manajemen selanjutnya ini-
lah yang bertugas untuk mencari cara untuk menghindari risiko tersebut atau
mengurangi risiko dari kegiatan yang dilakukan perusahaan.
c) Akuntabilitas

Kasus keuangan Enron merupakan kasus yang telah meningkatkan keinginan


untuk membuat laporan kinerja perusahaan yang lebih relevan. Hal ini bertujuan
untuk meyakinan pemangku kepentingan dan menyatakan akuntablitas perusahaan.
Laporan yang dibuat ini kemudian menjadi lebih transparan dan lebih akurat.
Perubahan ini dibantu dengan memberikan rasa integritas tinggi untuk
mengungkapkan masalah-masalah yang terjadi di dalam perusahaan.

d) Ekspektasi Publik/Masyarakat

Perubahan ekpektasi publik terhadap bisnis pada gilirannya melahirkan sebuah


mandat baru bagi dunia usaha. Milton Friedman (1970) memberikan pandangan
bahwa bisnis hadir untuk melayani masyarakat umum, bukan sebaliknya.Lebih lanjut,
ia mengatakan bahwa perusahaan di dalam sistem pasar bebas, melalui eksekutif
perusahaan, bertanggung jawab kepada pemegang saham dalambentuk menghasilkan
laba tetapi harus menyelaraskan hal tersebut dengan aturandasar yang ada dalam
masyarakat. Kedua hal tersebut kemudian diwujudkan dalambentuk aturan hukum dan
aturan etika. Hal tersebut menjadikan ukuran kinerjaperusahaan tidak hanya terlihat
dari kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba tetapi juga bagaimana
perusahaan dapat selaras dengan aturan hukum dan etika yang diharapkan oleh publik.

Perubahan ekpektasi publik terhadap bisnis juga akan mempengaruhi


ekpektasi publik terhadap peran akuntan. Trade Off antara akuntan sebagai bagian
dari perusahaan dan sebagai penjaga kepentingan publik dapat dikatakan intens. Pada
satu sisi, akuntan sebagai bagian dari perusahaan diharapkan mampu dalam
memenuhi tanggungjawabnya sebagai karyawan dalam sebuah perusahaan, sisi
lainnya adalah publik mengharapkan agar akuntan juga tetap profesional dan
memegang teguh nilai-nilai objektifitas, Integritas dan kerahasiaan untuk melindungi
kepentingan publik.

Ekspektasi masyarakat terhadap akuntan berkembang dari hanya


kebutuhan informasi aspek keuangan perusahaan, melebar pada aspek lingkungan
sosial. Akuntan Intern diharapkan tidak hanya bisa menunjukkan tingkat
kesehatan perusahaan dan prediksinya dimasa depan. Namun juga harus bisa
memberikan gambaran tentang kepedulian terhadap lingkungan sosial dengan
pertanggung jawaban sosial perusahaan yang dituangkan dalam akuntansi sosial.

Hal ini mengindikasikan bahwa internal auditor, harus dinamis dan


mempunyai orientasi atau pandangan sekarang dan masa yang akan datang. Karena
Ia berkedudukan sebagai penilai (Appraisal) yang independen, maka internal
auditor harus betul-betul bebas, baik dalam sikap maupun penilaiannya. Di
samping itu, ia harus mampu dan tanggap akan ukuran-ukuran (Measures) yang akan
digunakan dalam penilaiannya. Keberhasilan dan tingkat efisiensi suatu kegiatan
harus didasarkan pada perbandingan atas ukuran-ukuran dan prestasi. Ukuran yang
digunakan tidak hanya terdiri dari budget, standar biaya, dan standar kualitas,
tetapi atas dasar pertimbangan-pertimbangan bebas. Selain dari akuntan intern, ada
beberapa hal yang diharapkan oleh masyarakat terhadap profesi akuntan publik
adalah:

1. Masyarakat pada umumnya mengatakan akuntan sebagai orang yang profesional


khususnya di dalam bidang akuntansi. Karena mereka mempunyai suatu kepandaian
yang lebih di dalam bidang tersebut dibandingkan dengan orang awam;
2. Masyarakat berharap bahwa para akuntan dapat mematuhi standar dan sekaligus tata
nilai yang berlaku dilingkungan profesi akuntan; dan
3. Masyarakat dapat mengandalkan kepercayaannya terhadap pekerjaan yang diberikan,
sehingga masyarakat dapat menentukan sebuah pilihan

e) Peran Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial pada Laporan Keuangan


Kesadaran masyarakat yang makin meningkat membuat perusahaan dalam
menjalankan kegiatan operasi usaha harus memenuhi tanggung jawab sosial, terutama
pada saat menjalankan kegiatan operasi usaha. Masyarakat umumnya menuntut adanya
kegiatan operasional perusahaan yang berkaitan dengan kemampuan pemeliharaan
lingkungan. Perusahaan diharapkan tidak hanya memikirkan upaya mendapatkan
keuntungan yang seluas-luasnya dari kegiatan operasi usaha yang dilakukan, tetapi
juga menjaga keseimbangan lingkungan sehingga tidak merugikan kepentingan
masyarakat.
Tuntutan dari masyarakat akan tanggung jawab sosial perusahaan diperkuat oleh
adanya tekanan pemerintah. Aturan pemerintah menetapkan bahwa perusahaan
perlu menjaga keseimbangan lingkungan sekitarnya saat menjalankan kegiatan usaha.
Pemerintah tidak akan segan untuk memutuskan hukuman sesuai aturan yang berlaku
bila perusahaan melakukan pelanggaran, bahkan pemerintah dapat saja mencabut ijin
usaha atau menutup perusahaan yang bersangkutan.
Ketidakmampuan kinerja keuangan sebagai informasi penting dalam rangka
memprediksi kelangsungan usaha di masa mendatang membuat laporan keuangan yang
disajikan tidak memiliki peran lagi sebagai penyedia informasi bagi pengambilan
keputusan. Laporan keuangan yang hanya berfokus pada penyediaan informasi tentang
prestasi kinerja keuangan perusahaan akan mendatangkan kesalahan bagi pengguna
informasi tersebut dalam rangka memprediksi kelangsungan usaha. Perusahaan yang
kinerja keuangannya diprediksi bagus berdasarkan laporan keuangan yang disajikan
dapat saja hams akibat ijin usaha yang dimiliki dicabut oleh pemerintah, karena tidak
mampu memenuhi tanggung jawab sosial. Akuntan sebagai penyedia laporan keuangan
hendaknya berusaha menutupi kelemahan yang ada agar laporan keuangan tetap
memiliki peran dalam rangka menyajikan informasi sebagai dasar pengambilan
keputusan.
Laporan keuangan hendaknya dilengkapi oleh informasi tentang upaya- upaya yang
dilakukan oleh manajemen perusahaan berkaitan dengan pemenuhan tanggung jawab
sosial yang dimiliki. Harapan dengan adanya pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan sebagai pelengkap laporan keuangan akan membuat pemakai laporan
keuangan tidak tersesat hanya dengan adanya kemampuan untuk menghasilkan kinerja
keuangan yang baik di saat ini, namun ada ancaman perusahaan harus menutup usaha
yang dimiliki akibat ijin usaha yang dimiliki dicabut pemerintah karena pelanggaran
pengabaian tanggung jawab sosial yang dimiliki. Laporan keuangan akan lebih
berkualitas sebagai akibat adanya pengungkapan tanggung jawab sosial.
Peran pengungkapan tanggung jawab sosial untuk meningkatkan kualitas laporan
keuangan juga dapat dipaparkan berdasarkan karakteristik kualitatif laporan
keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (2007) dalam Standar
Akuntansi Keuangan pada Kerangka Dasar Penyusunan Laporan Keuangan, yang
terdiri dari dapat dipahami, relevan, keandalan, dan dapat dibandingkan.
Pengungkapan tanggung jawab sosial akan mendatangkan peran untuk meningkatkan
kualitas laporan keuangan karena membuat laporan keuangan lebih dapat dipahami.

E. Praktik Bisnis yang Beretika


Kriteria untuk menilai apakah suatu bisnis itu beretika dapat dilihat berdasarkan tiga hal, yaitu
hati nurani, empati, dan audit sosial (Bertens, 2000). Bisnis yang baik didasarkan pada hati nurani, di
mana hati nurani akan memilih mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam menjalankan suatu
bisnis.
Di samping itu, dalam bisnis yang beretika diperlukan empati yang berperan sebagai patokan
moral oleh pelaku bisnis. Dengan kata lain, pelaku bisnis tidak melakukan sesuatu kepada pebisnis
lain jika perbuatan itu dinilai juga merugikan dirinya dan bisnisnya sendiri (Sunyoto, 120: 2016).
Kemudian hal terakhir yang menjadi unsur sebagai penilaian bisnis itu beretika adalah
audit sosial. Dalam hal ini, bisnis dikatakan beretika ketika mendapat penilaian dari
masyarakat umum bahwa bisnis itu baik. Penilaian masyarakat tersebut tidak bisa terlepas
dari objektivitasmasyarakat yang secara langsung mengamati perilaku bisnis perusahaan di
mana perusahaan itu beroprasi.

Praktik bisnis yang tidak beretika telah menunjukkan kepada kita bahwa jika bisnis hanya
dilakukan dengan tujuan maksimalisasi keuntungan, maka akan membuat bisnis berujung pada
kehancuran. Kasus global seperti Enron, Arthur Anderson, WorldCom, dan yang lain telah
menunjukkan bahwa secara umum jika segolongan pelaku bisnis menjalankan kegiatan tanpa
memerhatikan etika, maka akan berakibat secara sistemik pada perekonomian baik dalam skala
nasional maupun internasional (Putri, 121: 2016).
Kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menunjukkan beberapa faktor
yang memberi kontribusi pada krisis di Indonesia, di antaranya (Khaihatu, 2006):
1. Konsentrasi kepemilikan perusahaan yang tinggi;

2. Tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan komisaris;

3. Inefisiensi dan rendahnya transparansi mengenai prosedur pengendalian merger dan


akuisisi perusahaan;

4. Terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal;

5. Kurangnya pengawasan oleh para kreditor.

Ide satu perusahaan “dicuri” atau dijiplak oleh perusahaan lain. Praktik seperti itu
mungkin saja terjadi jika tidak ada etika bisnis yang baik. Padahal, bisnis apa pun bebas
berinovasi dalam menghasilkan produk, selama tidak meniru secara keseluruhan. Dengan
mengedepankan etika, suasana persaingan bisnis akan adil karena konsumen menilai produk
Anda secara objektif sesuai kualitas atau inovasi yang Anda tawarkan. Tentu saja, Anda pun
tidak ingin dicurangi oleh perusahaan mana pun—dalam skala kecil atau pun besar. Untuk
memberikan gambaran, berikut adalah contoh etika bisnis yang baik untuk diterapkan dalam
perusahaan. 

• Bersikap Jujur, Kejujuran adalah satu nilai penting yang harus diterapkan dalam
berbisnis. Ketidakjujuran dalam berbisnis dapat diartikan sebagai penipuan, terlebih
jika hal tersebut merugikan pihak tertentu. Bersikap jujur juga membuat karyawan
dan perusahaan menjadi lebih mudah dipercaya. 
• Menyebutkan Nama, Menyebutkan nama atau memberikan kartu nama sudah
menjadi etika umum ketika bertemu dengan relasi bisnis. Ini mengindikasikan niat
baik dan ketertarikan untuk berkolaborasi lebih lanjut. 

 Berpakaian Rapi, Pakaian mencerminkan kepribadian seseorang. Dalam


berbisnis, berpakaian rapi juga berarti menghormati relasi bisnis, pimpinan, atau
perusahaan yang dikunjungi. Memakai pakaian yang rapi dan harum juga
menggambarkan kualitas diri Anda sebagai seseorang yang dapat dipercaya.

 Penggunaan Bahasa yang Baik, Bahasa apa pun yang digunakan dalam
berkomunikasi, sebaiknya gunakan bahasa yang positif dan jauhi kata-kata atau
istilah kasar. Penggunaan bahasa menentukan kualitas diri serta bagaimana ingin
dihargai oleh orang lain. 

 Berdiri saat Berjabat Tangan, Saat relasi bisnis datang, selalu berdiri saat Anda
akan berkenalan dan menjabat tangan mereka. Hal ini menunjukkan sikap hormat
dan menghargai.

 Membayar Tagihan, Jika Anda mengundang seseorang untuk pertemuan bisnis di


sebuah tempat, ketahui bahwa Anda yang wajib untuk membayar tagihannya.
Mengundang seseorang berarti Anda meminta waktunya untuk membicarakan
persoalan bisnis. Dengan membayar tagihan, mereka akan merasa dihargai. 

 Mengucapkan Terima Kasih, Mengucapkan terima kasih secukupnya dan secara


formal akan memberikan kesan profesional. Sebaliknya, jika diucapkan
berlebihan, maka dianggap kurang sopan. 

F. Inisiatif untuk Menciptakan Bisnis yang Berkelanjutan

Dampak meningkatnya harapan untuk bisnis pada umumnya telah membawa tuntutan
reformasi tata kelola dan pengambilan keputusan etis. Sebuah perusahaan tidak dapat
memiliki etika budaya perusahaan yang efektif tanpa etika kerja yang terpuji. Melalui tata
kelola perusahaan (Good Coorporate Governance), diharapkan seluruh organ perusahaan
mampu bertindak secara etis. Good Corporate Governance (GCG) adalah struktur dan proses
yang digunakan dan diterapkan Organ Perusahaan untuk meningkatkan pencapaian sasaran
hasil usaha dan mengoptimalkan nilai perusahaan bagi seluruh pemangku kepentingan, secara
akuntabel dan berlandaskan peraturan perundangan serta nilai-nilai etika.

Dalam penerapannya untuk melaksanakan GCG dalam suatu perusahaan dibutuhkan


prinsip-prinsip sehingga GCG bisa terlaksanakan dengan baik. Menurut (Komite Nasional
Kebijakan Governance) KNKG (Zarkasyi, 2008), prinsip-prinsip GCG yaitu :

1. Transpatansi (Transparency)
Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah
yang diisyaratkan oleh peraturan perundangundangan, tetapi juga hal yang penting
untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur, dan pemangku
kepentingan lainnya.
1. Akuntabilitas (Accountability)
Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan sesuai kepentingan
perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan
pemangku kepentingan lain.
2. Responsibilitas (Responsibility)
Untuk prinsip responsibilitas atau prinsip tanggung jawab, perusahaan harus
mematuhi peraturan perundangundangan serta melaksanakan tanggung jawab
terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat menjalankan perusahaan dalam
jangka panjang serta mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen
3. Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara
independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan
tidak dapat diintervensi oleh pihak lain
4. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus bisa memperhatikan kepentingan
pemegang saham mayoritas maupun minoritas dan pemangku kepentingan laiinya
berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

Anda mungkin juga menyukai