Anda di halaman 1dari 13

ETIKA PROFESI AKUNTAN

Prof. Dr. Haliah, SE.,M.Si. Ak CA

TUNTUTAN TERHADAP BISNIS DAN AKUNTANSI

KELOMPOK 1
 Nur Farafika (A031181355)
 Yuliarna (A031181353)
 Alvianus Herman (A031181327)

DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

MAKASSAR

2020
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Tuntutan Bisnis dan Akuntasi“ tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berperan dan membantu dalam penyelesaian pembuatan
makalah ini, dalam hal ini penulis menyadari bahwa pembuatan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan
dari semua pihak dan dengan segala kerendahan hati semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak yag membutuhkan sehingga
dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi para pembaca.

Makassar, 25 Februari 2020

Penulis
Kelompok I
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di era globalisasi saat ini perkembangan profesi akuntan yang sangat pesat
seiring dengan tuntutan masyarakat disektor usaha dan pemerintahan
semakin tinggi. Semua kalangan yang membutuhkan profesi ini tentunya
mengharapkan kualitas akuntan yang profesional dibidangnya. Hal ini
menjadi tantangan bagi institusi pendidikan khususnya akuntansi untuk
meningkatkan kualitas pengajaran sehingga dapat menyeimbangi tuntutan
publik disektor usaha maupun di lembaga pemerintahan. Rahayu (2003)
menambahkan yaitu, perkembangan dalam dunia bisnis harus selalu
direspon oleh sistem pendidikan akuntansi agar dapat menghasilkan
sarjana akuntansi yang berkualitas dan siap pakai di dunia kerja. Agar
dapat mencapai tujuan tersebut maka desain pendidikan akuntansi harus
relevan terhadap dunia kerja, dalam hal ini dunia kerja bagi sarjana
akuntansi. Ada beberapa bidang karir akuntansi yang dapat dijadikan
profesi seorang akuntan yaitu akuntan publik, akuntan perusahaan,
akuntan pendidik dan akuntan pemerintahan. (Stice, Stice and Skosen
2009) menyatakan bahwa akuntansi publik tidak bekerja untuk satu
perusahaan bisnis. Mereka menyediakan berbagai jasa untuk banyak
individu dan klien usahanya. Intinya, akuntan publik adalah akuntan lepas,
seorang akuntan yang bisa disewa. Akuntan publik berpratek secara
individu atau dalam sebuah perusahaan (kantor akuntan).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana lingkungan etika dan akuntansi?
2. Bagaimana ekspektasi masyarakat terhadap bisnis dan akuntansi?
3. Bagaimana praktik bisnis yang beretika?
4. Bagaimana praktik bisnis yang tidak beretika?
5. Bagaimana tuntutan masyarakat terhadap bisnis?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui lingkungan etika dan akuntansi?
2. Untuk mengetahui ekspektasi masyarakat terhadap bisnis dan
akuntansi?
3. Untuk mengetahui praktik bisnis yang beretika?
4. Untuk mengetahui praktik bisnis yang tidak beretika?
5. Untuk mengetahui tuntutan masyarakat terhadap bisnis?
BAB II
PEMBAHASAN
A. LINGKUNGAN ETIKA DAN AKUNTANSI
Tujuan utama bisnis adalah memperoleh keuntungan, walaupun bukan
merupakan tujuan satu-satunya. Dalam bisnis yang modern saat ini,
pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang yang profesional di
bidangnya. Profesionalisme dapat diperlihatkan melalui kinerja tertentu
yang berada diatas rata-rata. Kinerja tidak hanya berfokus padaaspek
bisnis, manajerial, dan organisasi teknis murni, melainkan juga
menyangkut aspek etis. Kinerja yang menjadi prasyarat keberhasilan
bisnis ini juga menyangkut komitmen moral, integritas moral, disiplin,
loyalitas, kesatuan visi moral, pelayanan, dan sikap mengutamakan mutu,
penghargaan terhadap hak dan kepentingan pihak-pihak terkait yang
berkepentingan (stakeholder), yang lama kelamaan akan berkembang
menjadi sebuah etos bisnis dalam sebuah perusahaan.
B. EKSPEKTASI MASYARAKAT TERHADAP BISNIS DAN
AKUNTANSI
Perusahaan memerlukan dukungan dari stakeholders seperti pemegang
saham, pegawai, konsumen, kreditur, supplier, pemerintah, dan aktivis
untuk dapat mencapai tujuan jangka panjangnya. Dukungan untuk bisnis
secara umum tergantung pada kredibilitas penempatan stakeholders dalam
komitmen perusahaan, reputasi perusahaan, dan kekuatan dari keunggulan
kompetitif perusahaan. Kini, stakeholder menginginkan kegiatan
perusahaan akan lebih menghargai kepentingan dan hal-hal yang
bermanfaat bagi mereka, dalam arti luas perusahaan diminta untuk
menentukan sikap etis dalam mencapai kesuksesan. Oleh karena itu, kini
direksi perusahaan berkeinginan untuk memimpin perusahaan mereka
secara lebih beretika, yang berarti perusahaan memperhatikan eksekutif
dan pegawai secara etis. Lebih dari itu, perusahaan diharapkan lebih
bertanggung jawab kepada stakeholder dalam hal transparansi dan sikap
etis. Penilaian keberhasilan kini tidak hanya sekedar apa yang telah dicapai
perusahaan tapi juga menyangkut bagaimana keberhasilan itu dapat
dicapai secara etis. Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan
perubahan ekspektasi publik terhadap perilaku bisnis:
a. Urusan Lingkungan
Hal ini dimulai dengan masalah pencemaran udara yang berfokus pada
cerobong dan pipa asap pabrik yang dapat menyebabkan iritasi dan
kelainan pada masyarakat sekitar pabrik. Selain pencemaran udara, hal
lain yang harus diperhatikan adalah pencemaran air.
b. Sensitivitas moral
Sensitivitas moral berkaitan dengan tekanan publik akan adanya suatu
keadilan dalam ketenagakerjaan. Hal tersebut kini telah dicantumkan
dalam hukum, peraturan, kontrak dan kegiatan-kegiatan perusahaan.
c. Penilaian buruk dan aktivis
Terkadang masyarakat atau kelompok tertentu menyerang instansi
yang dinilai buruk, seperti perusahaan sepatu Nike yang diboikot
karena mempergunakan tenaga kerja dibawah umur. Para investor
berpandangan bahwa investasi mereka seharusnya tidak hanya untuk
mendapatkan pendapatan namun juga untuk masalah-masalah etis.
d. Ekonomi dan tekanan persaingan
Perkembangan pasar global memberikan kesempatan bagi perusahaan
untuk mendistribusikan produknya ke seluruh penjuru dunia. Oleh
karena itu diperlukan restrukturisasi yang memungkinkan
produktivitas yang lebih tinggi dan biaya yang lebih rendah.
e. Skandal keuangan: kesenjangan ekspektasi dan kesenjangan kredibilitas
Penyalahgunaan jabatan dalam bidang keuangan telah membuat krisis
kepercayaan terhadap laporan keuangan perusahaan dan pemerintah.
Hal tersebut menyebabkan terjadinya kesenjangan ekspektasi dimana
seharusnya pihak perusahaan menyampaikan keadaan perusahaan
sebenarnya tapi malah melakukan manipulasi.
f. Kegagalan kepemimpinan dan penilaian resiko
Pemerintah menyadari penting untuk melindungi kepentingan publik,
dimana dewan direksi perusahaan telah memperkirakan penilaian dan
meyakini bahwa risiko yang dihadapi perusahaan telah diatur dengan
baik, serta risiko etika kini telah menjadi aspek kunci proses
pencapaian tujuan perusahaan.
g. Peningkatan keinginan transparansi
Kurangnya kepercayaan stakeholder akan kegiatan yang dijalankan
perusahaan menimbulkan peningkatan keinginan akan transparansi
pada bagian yang menyangkut kepentingan investor dan stakeholder
yang lain.
h. Sinergi semua faktor dan penguatan institusional
Hubungan diantara semua faktor berdampak pada ekspektasi publik
terhadap masalah etika. Dimana akibatnya masyarakat akan lebih sadar
akan pentingnya kontrol terhadap perilaku perusahaan yang tidak etis.
Kesadaran publik tersebut berimbas pada dunia politik, yang
menyatakan reaksinya dalam hal penyusunan hukum dan peraturan.
Hal tersebut akan mengakomodasi kesadaran publik dalam proses
penguatan institusi dan penegakan hukum.
C. PRAKTIK BISNIS YANG BERETIKA
Etika bisnis menurut wikipedia merupakan cara untuk melakukan kegiatan
bisnis,  yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu,
perusahaan  dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan
dapat membentuk  nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan
dalam membangun  hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra
kerja, pemegang  saham, dan masyarakat. Etika bisnis dapat menjadi
standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk pihak manajemen
dalam melakukan kegiatan perusahaan dengan berlandaskan moral yang
luhur, jujur, transparan dan sikap profesional. 
Etika bisnis  memiliki prinsip-prinsip yang bertujuan memberikan
acuan yang  harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Menurut Sonny  Keraf (1998) dalam Agoes & Ardana (2009 :127-128),
terdapat lima prinsip yang dijadikan pedoman  perilaku dalam
menjalankan praktik bisnis, yaitu:
1. Prinsip  otonomi menunjukkan sikap kemandirian, kebebasan, dan
tanggung jawab.  Orang yang mandiri berarti orang yang dapat
mengambil suatu keputusan  dan melaksanakan tindakan berdasarkan
kemampuan sendiri sesuai dengan  apa yang diyakininya, bebas dari
tekanan, hasutan, dan ketergantungan  kepada pihak lain.
2. Prinsip  otonomi menunjukkan sikap kemandirian, kebebasan, dan
tanggung jawab.  Orang yang mandiri berarti orang yang dapat
mengambil suatu keputusan  dan melaksanakan tindakan berdasarkan
kemampuan sendiri sesuai dengan  apa yang diyakininya, bebas dari
tekanan, hasutan, dan ketergantungan  kepada pihak lainPrinsip
keadilan menanamkan sikap untuk memperlakukan semua pihak secara
adil,  yaitu suatu sikap yang tidak membeda-bedakan dari berbagai
aspek baik  dari aspek ekonomi, hukum, maupun aspek lainnya.
3. Prinsip  saling menguntungkan menanamkan kesadaran bahwa dalam
berbisnis perlu  ditanamkan prinsip win-win solution, artinya dalam
setiap keputusan dan  tindakan bisnis harus diusahakan agar semua
pihak merasa diuntungkan. 
4. Prinsip  integritas moral adalah prinsip untuk tidak merugikan orang
lain dalam  segala keputusan dan tindakan bisnis yang diambil. Prinsip
ini dilandasi  oleh kesadaran bahwa setiap orang harus dihormati harkat
dan  martabatnya
Adapun manfaat yang didapat dari penerapan etika dalam berbisnis adalah
perusahaan memiliki citra yang baik di mata pelanggan, perusahaan
menjadi terpercaya, dapat memaksimalkan keuntungan perusahaan,
memerhatikan kepentingan bersama dan menjunjung nilai moral.

D. PRAKTIK BISNIS YANG TIDAK BERETIKA


Praktik bisnis yang dijalankan selama ini masih cenderung mengabaikan
etika, rasa keadilan dan kerapkali diwarnai praktik-praktik bisnis tidak
terpuji atau moral hazard.Hal ini mengindikasikan bahwa di sebagian
masyarakat telah terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala macam
cara untuk mencapai tujuan, baik untuk tujuan individu memperkaya diri
sendiri maupun tujuan kelompok untuk eksistensi etika dan nilai-nilai
moral bagi para pelaku bisnis. (Rukmana:2004).

Menurut Komenaung (2007), masalah etika dalam bisnis dapat


diklasifikasikan ke dalam lima kategori, yaitu:

1. Suap (Bribery) adalah tindakan berupa menawarkan, membeli,


menerima, atau meminta sesuatu yang berharga dengan tujuan
mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan
kewajiban public. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang
dengan membeli pengaruh. Pembelian itu dapat dilakukan baik
dengan membayar sejumlah uang atau barang, maupun pembayaran
kembali setelah transaksi terlaksana. Suap kadang kala tidak mudah
dikenali. Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat dengan
mudah dimasukkan sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah (gift)
tidak selalu dapat disebut sebagai suap tergantung dari maksud dan
respons yang diharapkan oleh pemberi hadiah.

2. Paksaan (Coercion) adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa


atau dengan menggunakan jabatan atau ancaman. Coercion dapat
berupa ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau
penolakan industri terhadap seorang individu.

3. Penipuan (Deception) adalah tindakan memperdaya, ,menyesatkan


yang disengaja dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan.

4. Pencurian (Theft) adalah merupakan tindakan mengambil sesuatu


yang bukan hak kita atau mengambil properti milik orang lain tanpa
persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa properti fisik
atau konseptual.

5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair Discrimination) adalah perlakuan


tidak adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang
disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama.
Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua orang dengan setara
tanpa adanya perbedaan yang beralasan antara yang disukai atau tidak.

Beberapa pebisnis berpendapat bahwa terdapat hubungan simbiosis antara


etika dan bisnis dimana masalah etik sering dibicarakan pada bisnis yang
berorientasi pada keuntungan. Kebutuhan aspek moral dalam bisnis
adalah:

1. Praktik bisnis yang bermoral hanya akan memberikan keuntungan


ekonomis dalam jangka panjang. Bagi bisnis yang didesain untuk
keuntungan jangka pendek hanya akan memberikan insentif yang
kecil. Dalam kompetisi bisnis di pasar yang sama, keuntungan jangka
pendek merupakan keputusan yang diambil oleh kebanyakan
perusahaan untuk dapat bertahan.

2. Beberapa praktik bisnis yang bermoral mungkin tidak memiliki nilai


ekonomis bahkan dalam jangka panjang sekalipun. Sebagai contoh,
bagaimana mengkampanyekan kerugian merokok, sebagai lawan dari
promosi rokok itu sendiri.

3. Praktik bisnis yang bermoral akan menghasilkan keuntungan akan


sangat tergantung pada saat bisnis tersebut dijalankan. Pada pasar
yang berbeda, praktik yang sama mungkin tidak memberikan nilai
ekonomis. Jadi masalah tumpang tindih antara eksistensi moral dan
keuntungan sifatnya terbatas dan insidental (situasional)

Dalam hal ini, etika bisnis menjadi suatu hal yang sangat mendesak untuk
diterapkan, sebab dengan etika pertimbangan mengenai baik atau buruk
dapat distandardisasi secara tepat dan benar. Namun perlu juga dicatat
bahwa etika bisnis tidak akan berfungsi jika praktik-praktik bisnis yang
curang dilegalkan. Maka, diperlukan dua perangkat utama yaitu moral dan
legal politis.

E. TUNTUTAN MASYARAKAT TERHADAP BISNIS.

Kemunculan Model-model Tata Kelola dan Akuntabilitas Pemangku


Kepentingan
Reaksi oleh bisnis terhadap evolusi dari mandat keuntungan murni
menjadi pengenalan adanya saling ketergantungan antara bisnis dan
masyarakat. Beberapa tren dikembangkan sebagai hasil dari tekanan
ekonomi dan kompetitif serta memiliki efek pada etika bisnis dan akuntan
professional, mencakup:

1. Memperluas kewajiban hukum untuk direktur perusahaan.

2. Pernyataan manajemen kepada pemegang saham atas kecukupan


pengendalian internal, dan

3. Ketetapan niat untuk mengelola resiko dan melindungi reputasi.

Meskipun perubahan yang signifikan juga terjadi dalam cara organisasi


beroperasi, mencakup:

1. Reorganisasi, pemberdayaan karyawan, dan penggunaan data


elektronik yang berhubungan, dan

2. Meningkatnya ketergantungan manajemen pada indicator kinerja


nonkeuangan yang digunakan secara nyata.

Sebagai akibat dari tren dan perubahan tersebut, bahwa pendekatan


tradisisonal perintah dan kendali (atas-bawah) tidaklah cukup, dan
organisasi menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mendorong etika
prilaku, bukan memaksakannya.Dewan dan manajemen menjadi lebih
tertarik pada isu-isu etika meskipun kompeksitas entitas bisnis dan
transaksi menjadi lebih besar dan cepat.Oleh karena itu, semakin penting
bahwa setiap karyawan memiliki kode perilaku pribadi yang harmonis
dengan pemberi kerja.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Reaksi oleh bisnis terhadap evolusi dari mandat keuntungan murni
menjadi pengenalan adanya saling ketergantungan antara bisnis dan
masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk
nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun
hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang
saham, dan masyarakat. Etika bisnis dapat menjadi standar dan
pedoman bagi seluruh karyawan termasuk pihak manajemen dalam
melakukan kegiatan perusahaan dengan berlandaskan moral yang luhur,
jujur, transparan dan sikap profesional.  Etika bisnis  memiliki prinsip-
prinsip yang bertujuan memberikan acuan yang  harus ditempuh oleh
perusahaan untuk mencapai tujuannya.

B. SARAN
Semoga dengan makalah ini dapat menambah pengetahuan atau
wawasan yang lebih luas mengenai . Kami penulis juga mengharap
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan
makalah kami selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai