Anda di halaman 1dari 21

NAMA : Tricia Rose Diana (023001700052)

MATA KULIAH : Etika Profesi

DOSEN : Ibu Mutia Anindita

Rangkuman BAB 1

HARAPAN ETIKA

Harapan perilaku sekarang ini didasarkan pada percepatan dari tren etika bisnis dan
professional yang telah lama dibuat. Etika bisnis dan professional telah menjadi penentu
utama dari keberhasilan pribadi dan perusahaan, dan titik fokus pada perubahan penelitian
dan perusahaan.

Lingkungan Etika Bisnis: Pertarungan antara Kredibilitas, Reputasi dan  Keuntungan


Kompetitif

Dukungan terhadap bisnis secara umum tergantung pada kredibilitas yang stakeholder
tempatkan pada komitmen perusahaan, reputasi perusahaan, dan kekuatan atas keunggulan
kompetitifnya. Semua itu tergantung pada kepercayaan stakeholder akan aktivitas
perusahaan, yang pada gilirannya tergantung pada nilai-nilai yang mendasari kegiatan
perusahaan.

Stakeholder berharap bahwa aktivitas perusahaan akan menghormati nilai-nilai dan


kepentingan mereka, sehingga dalam hal ini direktur perusahaan diharapkan dapat
membangun perusahaan mereka secara etis, yang berarti mereka melihat bahwa eksekutif,
karyawan, dan agen mereka bertindak secara etis.

Penilaian kinerja sekarang meluas melampaui apa yang diharapkan untuk dicapai
mencakup bagaimana tujuan perusahaan dapat dicapai secara etis. Akibatnya, tata kelola dan
akuntabilitas jauh lebih diperhatikan dengan kepentingan stakeholder dan masalah etika
daripada di masa lalu.
Beberapa factor yang menyebabkan perubahan harapan publik atas perilaku bisnis
perusahaan, yaitu:

       Masalah Lingkungan

       Kepekaan/Sensitivitas Moral

       Adanya penilaian buruk dan Aktivis stakeholder

       Tekanan ekonomi dan kompetitif

       Terjadinya Skandal Keuangan sehingga menimbulkan Kesenjangan Harapan


dan Kesenjangan Kredibilitas.

       Kegagalan tata kelola dan penilaian resiko

       Meningkatnya harapan akan akuntabilitas dan transparansi

       Sinergi antara Faktor-faktor dan penguatan kelembagaan

       Fokus pada Hasil

Harapan Baru Bagi Bisnis

 Mandat Baru Bagi Bisnis

Perubahan ekspektasi bisnis telah memicu sebuah evolusi baru dalam dunia bisnis.
Milton Friedman mengemukakan bahwa bisnis hadir untuk melayani masyarakat, bukan
sebaliknya. Pernyataan tersebut mendapat penolakan dari beberapa pihak, namun ada 3 hal
penting yang dapat ditangkap dari argument Friedman tersebut, yaitu: (1) Penyimpangan
tujuan bisnis yang tidak hanya berfokus pada laba saja tidak akan membuat laba turun, malah
sebaliknya, hal tersebut dapat meningkatkan laba; (2) laba saat ini diakui sebagai suatu
ukuran yang tidak lengkap dari kinerja perusahaan sehingga bukan merupakan ukuran yang
akurat dalam pengalokasian sumber daya; (3) Friedman secara eksplisit berharap bahwa
kinerja akan berada dalam wilayah kebiasaan etik dan norma.

Pernyataan Friedman tersebut mendapat banyak pertentangan karena terdapat ketakutan


dari perusahaan bahwa dengan memasukkan tujuan social dalam kegiatan bisnis maka akan
mengalihkan perhatian para eksekutif dari tujuan awalnya yaitu memaksimalkan laba
sehingga ditakutkan laba perusahaan akan anjlok.
 Tata Kelola baru dan Kerangka Akuntabilitas

Berdasarkan analisis ini, perusahaan-perusahaan yang sukses akan menyajikan mekanisme


tata kelola dan akuntabilitas yang dapat mencerminkan kepentingan stakeholder dalam hal
tujuan, proses, dan hasil yang dicerminkan dalam kerangka akuntabilitas pelaporan  yang
berfokus pada hal tersebut.

 Memperkuat Peran Fiducia Akuntan Profesional

Harapan publik untuk laporan yang dapat dipercaya tentang kinerja perusahaan tidak dapat
dipenuhi kecuali akuntan profesional yang menyiapkan atau mengaudit laporan tersebut
fokus penilaian utama mereka pada objektivitas, dan integritas yang melindungi kepentingan
publik. Loyalitas auditor kepada manajemen dan / atau direksi dapat sesat karena mereka
telah sering terbukti hanya mementingkan diri sendiri. Oleh karena itu, tanggung jawab
utama fiducia akuntan professional harus kepada publik atau untuk kepentingan umum. Jika
tidak, harapan para stakeholder tidak akan terpenuhi dan kredibilitas perusahaan akan
terkikis, begitu pula dengan kredibilitas dan reputasi dari profesi akuntansi.

Respon dan Perkembangan

 Berkembangnya Model Tata Kelola dan Akuntabilitas StakeHolder

Ada beberapa tren yang dikembangkan sebagai akibat dari tekanan ekonomi dan
kompetitif yang telah dan terus berlanjut dan mempunyai efek pada etika bisnis dan akuntan
professional. Tren ini termasuk di dalamnya berupa:

1) Memperluas tanggung jawab hukum bagi direktur, dan tentunya para CEO dan CFO

2) Pernyataan manajemen kepada para pemegang saham tentang kecukupan atas


pengendalian intern, dan

3) Keinginan untuk mengelola resiko dan melindungi reputasi.

Selain itu, perkembangan yang signifikan juga terjadi dalam bagaimana cara organisasi
beroperasi, termasuk:

1) Restrukturisasi organisasi, pemberdayaan karyawan, dan penggunaan data elektronik


2) Meningkatnya ketergantungan manajemen terhadap indicator kinerja non-keuangan
yang digunakan pada suatu basis real-time

Sebagai hasil dari perkembangan dan trend yang timbul ini, perusahaan mulai menaruh
perhatian yang cukup besar dalam bagaimana beretika dalam setiap kegiatan mereka dan
bagaimana memastikan bahwa masalah-masalah etika tidak muncul.

Selain itu, selama tahun 1990-an, digambarkan pendekatan manajemen harus


mencerminkan akuntabilitas tidak hanya bagi para pemegang saham, tapi juga pada para
stakeholder. Perusahaan memiliki berbagai macam stakeholder (seperti karyawan, pelanggan,
pemegang saham, kreditur, pemerhati lingkungan,  pemerintah, dan lain-lain) yang memiliki
berbagai kepentingan dalam kegiatan atau dampak dari organisasi. Meskipun mereka
mungkin tidak memiliki hak secara hukum atas organisasi, namun mereka dapat
mempengaruhi jalannya organisasi baik jangka panjang maupun jangka pendek. Akibatnya,
jika organisasi ingin mencapai tujuan strategisnya secara optimal, kepentingan para
stakeholder juga harus diperhitungkan ketika manajemen membuat suatu keputusan. Cara
terbaik untuk melakukannya adalah dengan memberikan pengakuan atas kepentingan para
stakeholder dalam menyusun perencanaan strategis organisasi. Gambar berikut menunjukkan
bahwa meskipun perusahaan bertanggungjawab kepada pemegang saham secara hukum,
namun secara strategis mereka bertanggung jawab terhadap para stakeholder.

 Manajemen Berdasarkan Pada Nilai, Reputasi, dan Resiko

Reputasi perusahaan dan tingkat dukungan yang dikumpulkan dari para stakeholder
tergantung pada pemahaman akan nilai-nilai yang mendasari kepentingan stakeholder dan
kemampuan perusahaan untuk mengelola resiko yang dihadapi perusahaan secara langsung,
maupun yang berdampak pada para stakeholder.

Nilai dasar adalah nilai yang secara umum dihormati oleh sekelompok stakeholder. Jika
suatu perusahaan menghormati nilai-nilai dasar ini, maka perusahaan akan dihargai oleh
kelompok stakeholder dan akan mendorong dukungan stakeholder untuk aktivitas
perusahaan.

Nilai dasar yang mendasari kepentingan stakeholder melibatkan nilai-nilai berikut:


Kejujuran, Kasih sayang, Kemampuan Prediksi, Keadilan, Integritas, dan Tanggung Jawab.
relevansi keenam nilai dasar ini sangat signifikan untuk kesuksesan perusahaan di masa
depan.

Reputasi perusahaan akan menghasilkan dukungan yang maksimal dari para stakeholder.
Terdapat empat factor penting penentu reputasi seperti yang dikemukakan oleh Charles
Fombrun, yaitu kredibilitas, kepercayaan, keandalan, dan tanggung jawab.

Resiko adalah kemungkinan terjadinya sesuatu yang akan berdampak pada tujuan.
Manajemen resiko meliputi budaya, proses, dan struktur yang diarahkan menuju pengelolaan
yang efektif dari kesempatan potensial dan efek samping. Proses manajemen resiko meliputi
aplikasi yang sistematis dari kebijakan manajemen, prosedur dan praktek untuk menyusun
konteks, mengidentifikasi, menganalisis, menilai, mengelola, memantau, dan
mengomunikasikan resiko.

 Akuntabilitas

Munculnya kasus-kasus keuangan seperti Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom,


mengakibatkan tuntutan akan laporan yang lebih relevan, lebih transparan, dan lebih akurat
bagi para stakeholder. Secara umum, diakui bahwa laporan keuangan seringkali tidak
memiliki integritas karena tidak mencakup beberapa masalah, juga tidak adanya penyajian
yang berimbang tentang bagaimana kepentingan stakeholder akan dipengaruhi. Hal ini
menyebabkan dibutuhkan prinsip-prinsip yang berdasar pada integritas, transparansi, dan
akurasi untuk memberikan pedoman yang lebih kuat.

 Perilaku Etis dan Perkembangannya dalam Etika Bisnis

Ada beberapa konsep yang dikembangkan untuk memfasilitasi pemahaman tentang


evolusi yang terjadi dalam akuntabilitas bisnis dan pembuatan keputusan etis, yaitu:

1)      Pendekatan Filosofis untuk Perilaku Etis

Seorang Filsuf Yunani, Aristoteles berpendapat bahwa tujuan hidup adalah


kebahagiaan, dan kebahagiaan dicapai dengan menjalani kehidupan yang baik sesuai
dengan akal. Dalam arti bisnis, ini berarti bahwa direksi, eksekutif, dan akuntan harus
menunjukkan integritas dalam semua urusan bisnis mereka, mereka harus
menghormati ketentuan kontrak, mereka harus setia kepada karyawan, pelanggan, dan
pemasok; harus memiliki keberanian untuk jujur dan transparan dalam berhubungan
dengan Stakeholder yang relevan, dan mereka harus jujur ketika memberikan
penjelasan tentang perilaku bisnis yang baik dan buruk.

Teori Filsuf Inggris, John Stuart Mill, menyiratkan bahwa tujuan bisnis tidak
hanya memaksimalkan keuntungan, namun juga berkontribusi bagi kebaikan
masyarakat, yaitu dengan menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.

Immanuel Kant, Filsuf Jerman, mengemukakan bahwa orang beretika ketika


mereka tidak memanfaatkan orang lain secara opportunistik, dan ketika mereka tidak
menuntut seseorang untuk beretika sedangkan mereka sendiri tidak melakukannya.

Dalam teori Filsuf Amerika, John Rawls, menyiratkan bahwa bisnis bertindak
secara etis ketika mereka tidak memiliki harga dan system perekrutan yang bersifat
diskriminatif, dan bisnis harus dapat menyediakan suatu barang dan jasa untuk satu
segmen masyarakat tanpa mengorbankan segmen masyarakat yang lain.

2)      Konsep dan Syarat Etika Bisnis

Ada dua konsep yang berguna dalam memahami etika bisnis yaitu konsep
stakeholder dan konsep kontrak social perusahaan. Konsep stakeholder
menyimpulkan bahwa walaupun para stakeholder tidak mempunyai hak klaim atas
perusahaan secara hukum, namun mereka dapat mempengaruhi perusahaan dalam
mencapai tujuannya, sehingga hak-hak atau kepentingan mereka harus dihormati dan
dipertimbangkan dalam setiap rencana dan keputusan perusahaan. Sedangkan konsep
kontrak sosial adalah  konsep yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang erat
antara perusahaan dengan masyarakat atau dengan para stakeholder yang tidak dapat
dipisahkan.

3)      Pendekatan pembuatan Keputusan secara Etis

Prinsip-prinsip etika yang dibangun oleh para filsuf memberikan wawasan


mengenai pemikiran etis. Ada 3 pendekatan dasar yang harus dipahami oleh para
pembuat keputusan yaitu: konsekuensialisme, tata susila, dan etika
moral. Konsekuensialisme mensyaratkan bahwa suatu keputusan yang etis
menimbulkan suatu konsekuensi yang baik; Tata Susila menyatakan bahwa tindakan
etis tergantung pada tugas, hak, dan hukum yang terlibat; dan Etika
Moral menganggap bahwa suatu tindakan disebut etis jika menunjukkan moral yang
diharapkan oleh para peserta stakeholder.

Lingkungan Etika Bagi Akuntan Profesional

 Peran & Perilaku

Akibat dari kasus-kasus besar seperti Enron, maka mambawa perubahan besar terhadap
aturan dan tata etika seorang akuntan profesional. Tugas sebenarnya seorang akuntan
professional adalah utang. Akuntan professional berutang kesetiaan kepada kepentingan
publik, bukan hanya untuk kepentingan keuangan mereka sendiri, direktur perusahaan, atau
manajemen. Untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap profesi akuntan, maka
diperlukan peraturan tambahan atas peran dan perilaku seorang akuntan publik dalam
menjalankan profesinya. Selain itu, seorang akuntan professional harus dapat memastikan
bahwa mereka telah menjalankan kode etiknya dengan benar dan siap menjalankan peran
terbaiknya untuk menjaga kredibilitas dan dukungan untuk profesi akuntan.

 Tata Kelola

Globalisasi dan internasionalisasi telah masuk ke dunia usaha, pasar modal, dan
akuntabilitas perusahaan sehingga diperlukan tata kelola yang dapat digunakan secara
internasioanal. Dalam profesi akuntan, terdapat satu kumpulan harmonisasi peraturan prinsip
akuntansi dan auditing secara global (GAAP dan GaAS) untuk menyediakan kemudahan bagi
para penyedia modal untuk masuk ke pasar dunia dan efisiensi komputasi serta audit di
seluruh dunia.

 Layanan yang Ditawarkan

Semenjak akhir tahun 1990-an, telah banyak muncul dan berkembang perusahaan-
perusahaan profesi dari berbagai multi disiplin ilmu seperti pengacara dan insinyur yang
menyediakan jasa assurance yang lebih luas dan jasa-jasa lainnya untuk klien audit mereka.
Penawaran jasa non-audit bagi klien audit ini diawasi dengan ketat sehingga harapan akan
konflik kepentingan dapat terpenuhi.

Mengelola Resiko & Peluang Etika

Pedoman disediakan untuk proses pengidentifikasian resiko etik, disarankan untuk tidak
terlalu percaya yang berlebihan pada auditor eksternal untuk tujuan ini dan wawasan yang
ditawarkan untuk mengelola dan melaporkan resiko etik. Selanjutnya strategi dan mekanisme
yang efektif untuk mempengaruhi stakeholder dibahas dengan pandangan untuk
mengembangkan dan mempertahankan dukungan mereka.

Pengusaha dengan pengalaman mengetahui bahwa krisis tidak dapat dihindari, dan
pendekatan terhadap manajemen krisis telah dikembangkan untuk memastikan bahwa
perusahaan dan eksekutif tidak menderita gangguan berlebih terhadap prospek dan reputasi
mereka. Bahkan, jika aspek etika dari krisis bisa dikelola dengan baik, maka reputasi
perusahaan dapat ditingkatkan. Memasukkan etika dalam manajemen krisis jelas dapat
mengubah risiko menjadi peluang.

Rangkuman Bab 4 Buku Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya

Prinsip-prinsip Etika Bisnis


1. Beberapa Prinsip Umum Etika Bisnis
Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku dalam kegiatan bisnis yang baik
sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia. Demikian
pula, prinsip-prinsip itu sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh
masing-masing masyarakat.
Namun, sebagai etika khusus atau etika terapan, prinsip-prinsip etika yang
berlaku dalam bisnis sesungguhnya adalah dari prindip etika pada umumnya. Karena
itu, disini secara umum dapat dikemukakan beberapa prinsip etika bisnis tersebut.
1) Prinsip Otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil
keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang
dianggapnya baik untuk dilakukan. Orang bisnis yang otonom adalah
orang yang sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajibannya dalam
dunia bisnis. Orang yang otonom bukanlah orang yang sekedar mengikuti
begitu saja norma dan nilai moral yang ada, melainkan dalah orang yang
melakukan sesuatu karena tahu dan sadar bahwa hal itu baik.
Jadi, orang otonom adalah orang yang tahu akan tindakannya, bebas
dalam melakukan tindakannya, tetapi sekaligus juga bertanggung jawab
atas tindakannya.
2) Prinsip Kejujuran
Paling kurang dalam tiga lingkup kegiatan bisnis dibawah ini bisa
ditunjukan bahwa bisnis tidak bisa bertahan lama dan berhasil bila tidak
didasarkan pada prinsip kejujuran. Para pelaku bisnis modern sadar dan
mengakui bahwa memang kejujuran dalam berbisnis adalah kunci
keberhasilannya, termasuk untuk bertahan dalam jangka panjang, dalam
suasana bisnis penuh persaingan yang ketat.
Pertama, kejujuran relavan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian
dan kontrak. Dalam mengikat perjanjian dan kontrak tertentu, semua pihak
(pelaku bisnis dalam hal ini) secara a priori saling percaya satu sama lain.
Kedua, kejujuran juga relavan dalam penawaran barang dan jasa dengan
mutu dan harga yang sebanding. Dalam bisnis modern penuh persaingan,
kepercayaan konsumen adalah hal yang paling pokok. Ketiga, kejujuran
juga relavan dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
Kejujuran dalam perusahaan hanya mungkin terjaga kalu ada etos bisnis
yang baik dalam perusahaan itu.
Dari ketiga wujud diatas, kejujuran terkait erat dengan kepercayaan.
Padahal kepercayaan adalah aset yang sangat beharga bagi kegiatan bisnis.
3) Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menuntut agar semua orang diperlakukan secara sama
sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional
objektif dan dapat dipertanggung jawabkan.
4) Prinsip Saling Menguntungkan (Mutual benefit principle)
Prinsip ini menuntut agar bisnis dijalankan sedimikian rupa sehingga
menguntungkan semua pihak. Jadi, jika prinsip keadilan menuntut agar
tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya, prinsip
saling menguntungkan secara positif menuntut hal yang sama, yaitu agar
semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan satu sama lain.
5) Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau
perusahaan agar dia perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama
baiknya atau nama beik perusahaannya.
6) Prinsip No Harm
Menurut Adam Smith prinsip no harm merupakan prinsip paling
minim dan paling pokok yang harus ada bagi interaksi sosial manapun,
termasuk bisnis. Ini berarti, dalam kaitannya dengan bisnis, tanpa prinsip
ini bisnis tidak akan bisa bertahan.

2. Etos Bisnis
Yang dimaksud dengan etos nisnis disini adalah suatu kebiasaan atau budaya
moral yang menyangkut kegiatan bisnis yang dianut dalam suatu perusahaan dalam
suatu generasi ke generasi yang lain. Inti etos ini adalah pembudayaan atau
pembiasaan penghayatan akan nilai, norma, atau prinsip moral tertentu yang dianggap
sebagai inti kekuatan dari suatu perusahaan yang sekaligus membedakan dari
perusahaan lainnya.
Wujudnya bisa dalam bentuk pengutamaan mutu, pelayanan, disipli,
kejujuran, tanggung jawab, perlakuan yang fair tanpa diskriminasi, dan seterusnya.

3. Relativitas Moral Dalam Bisnis


Dalam bisnis modern dewasa ini orang dituntut untuk bersaing secara etis.
Dalam persaingan global yang ketat tanpa mengenal adanya perlindungan dan
dukungan politik tertentu, semua perusahaan bisnis mau tidak mau harus bersaing
berdasarkan prinsip etika tertentu. Persoalannya, demikian kata De George, etika
siapa yang harus diikuti? Ini terutama berlaku dalam bisnis global yang tidak
mengenal batas negara.
Persoalan ini sesungguhnya menyangkut apakah norma dan prinsip etika
bersifat universal atau terkait dengan budaya. Menurut De George ada tiga pandangan
yang umum di anut. Pandangan pertama adalah bahwa norma etis berbeda antara satu
tempat dengan tempat yang lain. Dimana saja suatu perusahaan beroperasi, ikuti
norma dan aturan moral yang berlaku dalam negara tersebut.inti dari pandangan ini
adalah bahwa tidak ada norma atau prinsip moral yang berlaku universal. Persoalan
pandangan ini adalah bahwa perkembangan situasi dan kemauan politik pemerintah
berbeda sehingga ada situasi hukum yang berbeda. Pandangan kedua adalah bahwa
norma sendirilah yang paling benar dan tepat dalam arti tertentu mewakili kubu
moralisme universal: bahwa pada dasarnya norma dan nilai moral berlaku universal,
dan karena itu apa yang dianggap dan dianut sebagai benar di negara sendiri harus
juga diberlakukan di negara lain. Namun, pandangan ini tidak sepenuhnya benar.
Karena, ada bahaya bahwa perusahaan luar memaksakan nilai dan norma moralnya
yang sudah dikodifikasikan dalam hukum tertulis tertentu untuk diberlakukan di
negara di mana perusahaan itu beroprasi. Pandangan ketiga adalah pandangan yang
disebut De George immoralis naif yang mengatakan bahwa tidak ada norma moral
yang perlu diikuti sama sekali.

Dengan menganut pandangan universalisme moral, De George lalu


mengajukan beberapa prinsip etis yang bisa berlaku di mana saja. Menurut De George
prinsip paling pokok yang berlaku universal, khususnya dalam bisnis, adalah prinsip
integritas pribadi atau integritas moral.
Ada dua keunggulan prinsip integritas pribadi. Pertama, prinsip integritas
pribadi tidak punya konotasi negatif seperti halnya pada prinsip-prinsip moral lainnya,
bahkan pada kata etika dan moralitas itu sendiri. Prinsip integritas pribadi
mengandung pengertian bahwa norma yang dianut adalah norma yang sudah diterima
menjadi milik pribadi dan tidak lagi bersifat eksternal. Prinsip integritas moral disini
sesungguhnya sama dengan prinsip otonomi pada Kant. Bertindak dengan menjaga
integritas atau nama baik pribadi sesungguhnya berarti disatu pihak bertindak sesuai
dengan norma dan prinsip moral yang berlaku dalam masyarakat. Hanya saja norma
dan prinsip moral sudah tidak lagi bersifat eksternak dan dipaksakan dari luar,
melainkan sudah menjadi bagian integral dan pribadi seseorang dan karena itu orang
itu sendirilah yang memaksakan prinsip ini pada dirinya sendiri.
Sejalan dengan ini, De George menolak prinsip no harm sebagai prinsip paling
pokok dalam dunia bisnis. Alasannya, kendati prinsip ini penting, tidak sebagaimana
halnya dengan prinsip integritas moral, prinsip no harm terlalu bersifat legalistis dan
karena itu berkonotasi heterenom. Menurut De George, prinsip ini tidak memadai
bagi mereka yang berbisnis dengan integritas moral yang tinggi. Prinsip no harm
terlalu minimal.
Namun De George lupa bahwa prinsip no harm tidak hanya dituangkan dalam
hukum bisnis, melainkan juga –- pertama-tama – tertulis dalam hati masing-masing
pelaku bisnis sebagai prinsip yang juga dituntutnya dari pelaku bisnis lainnya. Yaitu
bahwa pelaku bisnya lainnya tidak boleh merugikan kepentingan lainnya. Jadi, prinsip
no harm tidaklah seminimal sebagaimana yang diandaikan De George.
Yang menjadi persoalannya adalah konsep integritas pribadi atau integritas
moral lebih merupakan sebuah konsep Amerika atau Barat pada umumnya. Di
Indonesia rasanya konsep ini tidak punya nilai dan muatan moral sama sekali. Orang
begitu mudah mengabaikannya. Orang begitu gampang melakukan tindakan yang
merusak integritas pribadi atau nama baiknya sendiri. Berbagai kasusu korupsi dalam
bentuk suap, kolusi, sogok, surat-surat sakti baik dalam bidang politik-birokrasi
maupun bisnis menunjukan betapa integritas pribadi diabaikan begitu saja.
Ini tidak berarti prinsip integritas moral ditolak sama sekali. Prinsip ini tetap
penting. Hanya saja prinsip ini punya kelemahan yang tidak terelakkan seperti prinsip
moral lainnya: hanya berhenti sebagai imbauan.
Dengan menekankan prinsip no harm – dan dalam arti tertentu juga prinsip
integritas – sebagai prinsip yang diakui dan berlaku di mana saja dan kapan saja harus
dikatakan bahwa relativitas moral tidak benar. Demikian pula relavitas moral dalam
bisnis pun harus ditolak karena dalam bisnis tetap dituntut, dan diakui pula oleh orang
bisnis, berbagai prinsip moral, khususnya no harm yang berlaku universal.

4. Pendekatan Stakeholders
Pendekatan stakeholders adalah cara mengamati dan menjelaskan secara
analitis bagaimana berbagai unsur dipengaruhi dan mempengaruhi keputusan dan
tindakan bisnis. Pendekatan ini mempunyai satu tujuan imperatif: bisnis harus
dijalankan sedemikian rupa agar hak dan kepentingan semua pihak yang terkait yang
berkepentingan (stakeholders) dengan suatu kegiatan bisnis dijamin, diperhatikan, dan
dihargai.
Pada umumnya ada dua kelompok stakeholders: kelompok primer dan
kelompok sekunder. Kelompok primer terdiri dari pemilik modal atau saham,
kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur, dan pesaing atau rekanan.
Kelompok sekunder terdiri dari pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok
sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat pada umumnya, dan
masyarakat setempat. Yang paling penting diperhatikan dalam suatu kegiatan bisnis
tentu saja adalah kelompok primer karena berhasil tidaknya bisnis suatu perusahaan
sangat ditentukan oleh relasi yang saling menguntungkan yang dijalin dengan
kelompok primer tersebut.
Dalam kaitannya dengan kelompok sekunder, dalam situasi tertentu kelompok
ini bisa sangat penting bahkan bisa jauh lebih penting dari kelompok primer, dan
karena itu sangat perlu diperhitungkan dan dijaga kepentingan mereka. Ketika suatu
perusahaan beroperasi tanpa memerdulikan kesejahteraan, nilai budaya, sarana dan
prasarana lokal, lapangan kerja setempat, dan seterusnya, akan menimbulkan suasana
sosial yang sangat tidak kondusif dan tidak stabil bagi kelangsungan bisnis
perusahaan tersebut.
Dengan demikian, dalam banyak kasus, perusahaan yang ingin berhasil dan
bertahan dalam bisnisnya harus pandai menangani dan memperhatikan kepentingan
kedua kelompok stakeholders si atas secara baik dan etis.

Relasi Perusahaan dan Kelompok Stakeholders


Rangkuman Bab 8 Buku Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya
HAK PEKERJA

Hak Pekerja merupakan topik yang perlu dan relevan untuk dibicarakan dalam rangka etika
bisnis. Dalam hal ini keadilan menuntut agar semua pekerja diperlakukan sesuai dengan
haknya masing-masing. Baik sebagai pekerja maupun sebagai manusia, mereka tidak boleh
dirugikan, dan perlu diperlakukan secara sama tanpa diskriminasi yang tidak rasional. Dalam
bisnis modern yang penuh dengan persaingan ketat, para pengusaha semakin menyadari
bahwa pengakuan, penghargaan, dan jaminan atas hak-hak pekerja dalam jangka panjang
akan sangat menentukan sehat tidaknya kinerja suatu perusahaan. Secara umum ada
beberapa hak pekerja yang dianggap mendasar dan harus dijamin, kendati dalam
penerapannya bisa sangat ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan sosial-budaya dari
masyarakat atau negara dimana suatu perusahaan beroperasi.

1. Macam-macam Hak Pekerja

a. Hak atas pekerjaan

Hak atas pekerjaan merupakan suatu hak asasi manusia. Karena, pertama
sebagaimana dikatakan John Locke, kerja melekat pada tubuh manusia. Kerja
adalah aktivitas tubuh dan karena itu tidak bisa dilepaskan atau dipikirkan lepas
dari tubuh manusia. Kedua, kerja merupakan perwujudan diri manusia. Melalui
kerja, manusia merealisasikan dirinya sebagai manusia dan sekaligus
membangun hidup dan lingkungannya yang lebih manusiawi. Melalui kerja,
manusia menentukan hidupnya sendiri sebagai manusia yang mandiri. Ketiga,
hak atas kerja juga merupakan salah satu hak asasi manusia karena kerja
berkaitan dengan hak atas hidup, bahkan hak atas hidup yang layak. Hanya
dengan dan melalui kerjanya manusia dapat hidup dan juga dapat hidup secara
layak sebagai manusia.

Karena demikian pentingnya, hak ini lalu dikodifikasi dalam hukum positif oleh
negara tertentu. Indonesia, misalnya dengan jelas mencantumkan dan berarti
menjamin sepenuhnya, hak atas pekerjaan ini. Tentu saja ini tergantung pada
kondisi perkembangan ekonomi suatu negara.

b. Hak atas Upah yang Adil

Hak atas Upah yang Adil merupakan hak legal yang diterima dan dituntut
seseorang sejak ia mengikat diri untuk bekerja pada suatu perusahaan.

Tiga hal yang harus ditegaskan dalam hak atas upah yang adil yaitu pertama,
bahwa setiap pekerja berhak mendapatkan upah. Artinya, setiap pekerja berhak
untuk dibayar. Ini merupakan tuntutan yang harus dipenuhi. Dasar pemikirannya
adalah bahwa setiap orang berhak memperoleh dan menikmati hasil kerjanya.
Hasil kerja melekat pada kerja, padahal kerja melekat pada tubuh setiap orang
sebagai hak asasinya, maka setiap orang berhak untuk memperoleh dan
menikmati hasil kerjanya. Kedua, setiap orang tidak hanya berhak memperoleh
upah. Ia juga berhak untuk memperoleh upah yang adil yaitu upah yang
sebanding dengan tenaga yang telah disumbangkannya. Hal ketiga yang mau
ditegaskan dengan hak atas upah yang adil adalah bahwa pada prinsipnya tidak
boleh ada perlakuan yang berbeda atau diskriminatif dalam soal pemberian upah
kepada semua karyawan. Dengan kata lain, harus berlaku prinsip upah yang
sama untuk pekerjaan yang sama. Secara lebih spesifik itu berarti bahwa untuk
pekerjaan yang sama dengan volume, insensitas, dan tingkat tanggungjawab
yang sama semua pekerja harus dibayar secara sama dengan tetap
memperhatikan pengalaman, lama kerja, dan pendidikan dari masing-masing
pekerja. Tingkat upah minimum ini didasarkan pada perhitungan kebutuhan
pokok rata-rata bagi pekerja ditempat tersebut. Dengan kata lain, upah yang adil
adalah upah yang berfluktuasi di atas tingkat upah minimum ini sesuai dengan
mekanisme pasar.

c. Hak untuk berserikat dan berkumpul

Untuk bisa memperjuangkan kepentingannya, khususnya hak atas upah yang


adil, pekerja harus diakui dan dijamin haknya untuk berserikat dan berkumpul.
Hak berserikat dan berkumpul merupakan salah satu syarat penting untuk bisa
menjamin hak atas upah yang adil. Dua moral yang penting dari hak untuk
berserikat dan berkumpul ini yaitu pertama, ini merupakan salah satu wujud
utama dari hak atas kebebasan yang merupakan salah satu hak asasi manusia.
Kedua, sebagaimana telah dikatakan diatas, dengan hak untuk berserikat dan
berkumpul, pekerja dapat bersama-sama secara kompak memperjuangkan hak
mereka yang lain, khususnya hak atas upah yang adil.

d. Hak atas Perlindungan Keamanan dan Kesehatan

Dalam bisnis modern sekarang ini semakin dianggap penting bahwa para pekerja
dijamin keamanan, keselamatan, dan kesehatannya. Lingkungan kerja dalam
industri modern khususnya yang penuh dengan berbagai risiko tinggi
mengharuskan adanya jaminan perlindungan atas keamanan, keselamatan dan
kesehatan bagi para pekerja. Dasar dari hak atas perlindungan keamanan,
keselamatan dan kesehatan kerja adalah hak atas hidup. Karena itu, hak ini pun
dianggap sebagai salah satu hak asasi manusia. Pertama, setiap pekerja berhak
mendapatkan perlindungan atas keamanan, keselamatan, dan kesehatan melalui
program jaminan atau asuransi keamanan dan kesehatan yang diadakan
perusahaan itu. Kedua, setiap pekerja berhak mengetahui kemungkinan risiko
yang akan dihadapinya dalam menjalankan pekerjaannya dalam bidang tertentu
dalam perusahaan tersebut. Karena itu, perusahaan harus memberikan informasi
serinci mungkin tentang kemungkinan-kemungkinan risiko yang dihadapi setiap
pekerja. Ketiga, setiap pekerja bebas untuk memilih dan menerima pekerjaan
dengan risiko yang sudah diketahuinya itu atau sebaliknya menolaknya. Jika
ketiga hal ini bisa dipenuhi, suatu perusahaan sudah dianggap menjamin secara
memadai hak pekerja atas perlindungan atas keamanan, keselamatan dan
kesehatan bagi para pekerja.

e. Hak untuk diproses hukum secara sah

Hak ini terutama berlaku ketika seorang pekerja dituduh dan diancam dengan
hukuman tertentu karena diduga melakukan pelanggaran atau kesalahan
tertentu. Ia wajib diberi kesempatan untuk membuktikan apakah ia melakukan
kesalahan seperti dituduhkan atau tidak.
Ini berarti secara legal maupun moral perusahaan tidak diperkenankan untuk
menindak seorang karyawan secara sepihak tanpa mencek atau mendengarkan
pekerja itu sendiri.

f. Hak untuk Diperlakukan secara sama

Dengan hak ini mau ditegaskan bahwa semua pekerja , pada prinsipnya, harus
diperlakukan secara sama, secara fair. Artinya tidak boleh ada diskriminasi dalam
perusahaan entah berdasarkan warna kulit, jenis kelamin, etnis, agama dan
semacamnya.

g. Hak atas Rahasia Pribadi

Kendati perusahaan punya hak tertentu untuk mengetahui riwayat hidup dan
data pribadi tertentu dari setiap karyawan, karyawan punya hak untuk
dirahasiakan data pribadinya itu. Bahkan perusahaan harus menerima bahwa ada
hal-hal tertentu tidak boleh diketahui oleh perusahaan dan ingin tetap
dirahasiakan oleh karyawan. Misalnya orang yang menderita penyakit tertentu,
epilepsi misalnya harus diketahui oleh perusahaan agar orang tersebut tidak
ditempatkan sebagai sopir atau di pos tertentu yang dapat mencelakakan banyak
orang.

h. Hak atas Kebebasan suara hati

Hak ini menuntut agar setiap pekerja harus dihargai kesadaran moralnya. Ia
harus dibiarkan bebas mengikuti apa yang menurut suara hatinya adallah hal
yang baik. Konkretnya, pekerja tidak boleh dipaksa untuk melakukan tindakan
tertentu yang dianggapnya tidak baik. Dia tidak boleh dipaksa untuk melakukan
hal ini kalau berdasarkan pertimbangan suara hatinya hal-hal itu tidak baik dan
tidak boleh dilakukan.

2. Whistle Blowing

Whistle blowing adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang
karyawan untuk membocorkan kecurangan entah yang dilakukan oleh perusahaan
atau atasannya kepada pihak lain. Contoh whistle blowing adalah tindakan seorang
karyawan yang melaporakan penyimpangan keuangan perusahaan.

Secara cermat dapat kita bedakan dua macam whistle blowing yaitu whistle blowing
internal dan whistle blowing eksternal.

a. Whistle blowing internal

Whistle blowing internal terjadi ketika seorang atau beberapa orang karyawan
tahu mengenai kecurangan yang dilakukan oleh karyawan lain atau kepala
bagiannya kemudian melaporkan kecurangan itu kepada pimpinan perusahaan
yang lebih tinggi. Motivasi utama dari whistle blowing adalah motivasi moral
demi mencegah kerugian bagi perusahaan tersebut. Hanya saja, tidak mudah
untuk mengetahui apakah memang betul motivasinya adalah baik.

b. Whistle blowing eksternal

Whistle blowing eksternal menyangkut kasus dimana seorang pekerja


mengetahui kecurangan yang dilakukan perusahaannya lalu membocorkannya
kepada masyarakat karena dia tahu bahwa kecurangan itu akan merugikan
masyarakat. Dalam kasus whistle blowing eksternal, argumen loyalitas tampil
jauh lebih kuat lagi. Hampir selalu semua karyawan dilarang membocorkan
kecurangan perusahaannya kepada pihak lain di luar perusahaan karena tindakan
itu dianggap sebagai bertentangan dengan prinsip loyalitas. Yang perlu
diperhatikan adalah langkah yang tepat sebelum sampai membocorkan kasus
kecurangan itu keluar, khususnya untuk mencegah sebisa mungkin agar nama
perusahaan tidak tercemar karena laporan itu, kecuali kalau terpaksa. Yang
pertama perlu ditempuh adalah memastikan bahwa kerugian yang ditimbulkan
oleh kecurangan tersebut sangat serius dan berat dan merugikan banyak orang.
Kedua, kalau menurut penilaiannya kecurangan itu besar, serius dan berakibat
merugikan banyak orang, membawa kasus tersebut kepada staf manajemen
untuk mencari jalan untuk memperbaiki dan menghentikan kecurangan itu.
Langkah- langkah intern semacam itu tidak memadai, maka secara moral
dibenarkan bahwa karyawan itu perlu membocorkan kecurangan itu kepada
publik. Pada tingkat ini karyawan pelapor tadi harus punya data yang tepat untuk
mendukung kebenaran laporannya. Dengan itu, dia harus meminta bantuan
pihak keamanan untuk mengamankan dirinya dari kemungkinan terjelek.

Dalam kasus ini, dia dihadapkan pada dilema moral antara membocorkan
kecurangan demi kepentingan masyarakat banyak atau mendiamkan kecurangan
itu demi keselamatan pribadi dan keluarganya. Keduanya punya bobot moralnya
tersendiri.

Rangkuman Bab 9 Buku Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya


Bisnis dan Perlindungan Konsumen

Masyarakat modern adalah masyarakat pasar atau masyarkat bisnis atau juga disebut
sebgai masyrakat konsumen.Bisnis sudah merasuki seluruh masyarakat manusia didunia dan
semua sendi kehidupan manusia.Karena itu tiak ada satupun orang yang luput dar
bisnis.Hanya saja, para pelaku bisnis punya anggapan bahwa mereka sesungguhnya hanyalah
memenuhi kebutuhan hidup manusia.Mereka hanya memenuhi permintaan manusia.Jadi,
mereka tidak bertanggung jawab atas sebuah barang atau jasa yang merugikan atau
berpotensi merugikan konsumen.Dalam hal ini, bisnis lalu dianggap sebagai suatu aktivitas
netral yang hanya ingin melayani kebutuhan dan permintaan manusia.Contohnya dalam kasus
rokok,perusahaan rokok hanya memenuhi kebutuhan dan permintaan konsumen tanpa
memikirkan kesehatan manusianya.Perusahaan rokok tidak bertanggung jawab bila terjadi hal
yang tidak di inginkan atau merugikan pihak konsumen.

Hubungan Produsen dan Konsumen

Pada umumnya konsumen dianggap mempunyai hak tertentu yang wajib dipenuhi
oleh produsen,yang disebut sebagai hak kontraktual. Hak kontraktual adalah hak yang timbul
dan dimiliki seseorang ketika ia memasuki suatu persetujuan atau kontrak dengan pihak lain.
Maka, hak ini hanya terwujud dan mengikat orang-orang tertentu, yaitu orang-orang yang
mengadakan persetujuan atau kontrak satu dengan yang lainnya.

Ada beberapa aturan yang perlu dipenuhi dalam sebuah kontrak yang dianggap baik dan adil,
yang menjadi dasar bagi hak kontraktual setiap pihak dalam suatu kontrak.

1. Kedua belah pihak mengetahui sepenuhnya hakikat dan kondisi persetujuan yang
mereka sepakati.
2. Tidak ada pihak yang secara sengaja memberikan fakta yang salah atau memalsukan
fakta tentang kondisi dan syarat-syarat kontrak untuk pihak lain.

3. Tidak boleh ada pihak yang dipaksa untuk melakukan kontrak atau persetujuan
itu.Kontrak atau persetujuan yang dilakukan dalam keadaan terpaksa dan dipaksa
harus batal demi hokum.

4. Kontrak juga tidak mengikat bagi pihak manapun untuk tindakan yang bertentangan
dengan moralitas.

Gerakan Konsumen

Salah satu syarat bagi terpenuhi dan terjaminnya hak-hak konsumen adalah perlunya
pasar dibuka dan dibebaskan bagi semua pelaku ekonomii, termasuuk bagi produsen dan
konsumen untuk keluar masuk pasar.

Gerakan konsumen lahir karena beberapa pertimbangan sebagai berikut :

a. Produk yang semakin banyak disatu pihak menguntungkan konsumen, karena


mereka punya pilihan bebas yang terbuka, namun dipihak lain jugamembuat
mereka menjadi rumit.

b. Jasa kini semakin terspesialisasi sehingga menyulitkan konsumen untuk


memutuskan mana yang memang benar-benar dibutuhkannya.

c. Pengaruh iklan yang merasuki setiap menit dan segi kehidupan manusia modern
melalui berbagai media massa dan media informasi lainnya, membawa pengaruh
yang besar bagi kehidupann konsumen.

d. Kenyataan menunjukkan bahwa keamanan produk jarang sekali diperhaatikannn


secara serius oleh produsen.

e. Dalam hubungan jual beli yang didasarkan pada kontrak, konsumen lebih berada
pada posisi yang lemah.

Konsumen adalah Raja

Dengan adanya presepsi “konsumen adalah Raja” bagi sebagian masyarakat atau
konsumen sebenrnya tidaklah benar karena konsumen atau masyarakat lebih banyak
mengutarakan keluhan tentang kekecewaan baik pada janji atau pelayanan yang tidak
memuaskan dari berbagai perusahaan atau produsen. Kenyataan ini sesungguhnya
memberikan isyarat paling kurang 2 hal, yaitu:

a. Pasar yang bebas dan terbuka pada ahkirnya menempatkan konsumen benar-benar
sebagai raja.

b. Prinsip-prinsip etika seperti kejujuran , tanggung jawab dan kewajiban untuk


melayani konsumen secara baik dan memuaskan, mempunyai tempat pijakan yang
nyata dalam bisnis global yang bebas dan terbuka.

Hal itu berarti pada akhirnya etika bisnis semakin dianggap serius oleh para pelaku
bisnis modern yang kompetitif. Dengan kata lain, kenyataan bahwa dalam pasar yang bebas
dan terbuka hanya mereka yang unggul, termasuk unggul dalam melayani konsumen secara
baik dan memuaskan, akan benar-benar keluar sebagai pemenang. Maka kalau pasar benar-
benar adalah sebuah medan pertempuran, pertempuran pasar adalah pertempuran keunggulan
yang fair, termasuk keunggulan nilai yang menguntungkan banyak pihak termasuk
konsumen.

Pasar bebas dan terbuka pada akhirnya menempatkan konsumen pada sebagai raja.
Prinsip-prinsip etika, seperti kejujuran, tanggung jawab dan kewajiban untuk melayani
konsumen secara baik dan memuaskan, mempunyai tempat pijakan yang nyata dalam dunia
bisnis global yang bebas dan terbuka. Itu berarti pada akhirnya etika bisnis emakin dianggap
serius oleh para pelaku bisnis daam dunia bisnis modern yang kompetitif sekarang ini.

Anda mungkin juga menyukai