Anda di halaman 1dari 10

ETIKA DAN TATA KELOLA PERUSAHAAN

Dibuat Oleh:
1. Amrina Rusda – 01044882326002
2. Andes Ghoba Chaniago - 01044882326005

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS EKONOMI
2024

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Segala sesuatu yang hendak dilakukan harus berlandaskan pada kebijakan.
Hukum akan menjadi guidelines dalam pengambilan keputusan dalam segala hal.
Hukum yang dikemas dalam bentuk kebijakan dan regulasi akan menghantarkan
seluruh komponen
masyarakat dalam kehidupan yang dinamis menjadi lebih teratur. Dinamisme
dalam realitas kehidupan ada kalanya akan membawa masyarakat ke dalam jurang
kerusakan, karena manusia akan bertindak hanya berdasarkan kepentingan pribadinya.
Dinamisme dalam masyarakat mendorong pada nilai-nilai etis yang ditinggalkan
karena dianggap tidak sesuai. Hal inilah yang menjadikan hukum dan etika menjadi
amat penting dalam keteraturan kehidupan berbangsa dan bernegara demi
mewujudkan kehidupan yang harmonis yang mana merupakan idealisme hidup yang
hendak digapai.
Namun, perlu diingat terdapat etika yang dapat diterapkan guna mengatasi
kekosongan hukum untuk mengatur kehidupan bermasyarakat. Selain itu, tidak jarang
pula bahwa hukum sebagai regulasi dalam masyarakat terbentuk atas dasar etika. Etika
merupakan hal ya ng fundamental. Hukum dan etika merupakan dua hal yang saling
berkesinambungan.
Penerapan etika berlaku secara luas, utamanya dalam dunia bisnis. Terlebih
dalam bisnis, begitu melekat prinsip ekonomi yang menyatakan bahwa tujuan bisnis
adalah mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya dengan modal yang sesedikit
mungkin. Hal ini merupakan sebuah kewajaran dalam berbisnis, karena memang
hakikatnya demikian. Namun, yang tidak dibenarkan adalah dalam usahanya meraih
keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sesedikit mungkin dicapai dengan cara-
cara yang tidak dibenarkan, seperti perbuatan curang, menipu dan perbuatan lain yang
melanggar standar moral dan etika. Terlebih, apabila perbuatan tersebut mendatangkan
dampak negatif bagi konsumen. Sehingga disinilah etika harus berperan untuk
mencegah perbuatan tersebut terjadi.
Definisi mengenai etika bisnis telah diungkapkan oleh Bertens. Bertens
berpendapat bahwa etika bisnis adalah pemikiran atau refleksi kritis tentang moralitas
dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Mengutip dari pemikiran Bertens tentang etika
bisnis, dapat disimpulkan bahwa bisnis sudah semestinya dipandang dari sudut
pandang moralitas. Pendapat demikian juga diungkapkan oleh Richard De George
yang menyatakan bahwa bisnis seperti kegiatan sosial lainnya, mengandaikan suatu
latar belakang moral dan mustahil bisa dijalankan tanpa ada latar belakang moral. Jika
setiap orang terlibat dalam bisnis bertindak secara amoral (tanpa memperdulikan
apakah tindakannya bermoral atau tidak), maka bisnis akan segera terhenti . Moralitas
adalah minyak yang menghidupkan serta lem yang melekatkan seluruh masyarakat,
termasuk juga bisnis. Sehingga dapat disimpulkan etika diperlukan dalam bisnis guna
menjadikan pelaku usaha lebih bertanggung jawabkan secara moral dalam kegiatan
bisnisnya. Selain itu, etika bisnis harus dilakukan guna menghindari perbuatan curang
yang dilakukan pelaku usaha kepada relasi, kompetitor dan konsumen bisnis.
Etika bisnis tidak hanya menegaskan mengenai larangan perbuatan curang dan
segala tindakan negatif lain. Namun lebih dari semua itu, etika bisnis apabila
diterapkan dengan baik akan mengantarkan sebuah perusahaan menjadi perusahaan
yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan
menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.
Dengan penerapan etika bisnis yang baik, maka sebuah perusahaan akan mendapatkan
kepercayaan besar secara luas.

1.2 PERUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, rumusan masalah yang diambil dalam
penelitian ini adalah:
1. Apa itu Etika?
2. Apa itu Tata Kelola?
3. Apa itu Resiko?
4. Bagaimana contoh pelanggaran nilai-nilai prinsip GCG?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Etika
2.1.1 Pengertian Etika

Ethics atau Etika memiliki beragam definisi. Wiley menyebutkan bahwa etika terkait
dengan moral, kewajiban, tanggung jawab dan keadilan social. Kata etika itu sendiri
berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu “ethikos” dan “ethos” yang bermakna
adat/kebiasaan atau sesuatu yang lazim digunakan/dilakukan

2.1.2 Kode Etik Akuntan Indonesia


Kode Etik adalah nilai-nilai yang disepakati dan dikodifikasi sebagai acuan perilaku baik
atau buruk. Sama seperti halnya kode etik yang diterbitkan IESBA-IFDAC, Kode Etik
Akuntan Profesional yang diterbitkan IAI terdiri dari tiga bagian yaitu:
Bagian 1: Kepatuhan terhadap Kode Etik
Bagian 2: Akuntan yang Bekerja di Bisnis
Bagian 3: Akuntan yang berpraktik Melayani Publik
Bagian 4A: Independensi dalam Perikatan Audit dan Perikatan Reviu
Bagian 4B: Independensi dalam Perikatan Asurans selain Perikatan Audit dan Perikatan
Reviu

2.2 Tata Kelola Perusahaan


2.2.1 Pengertian Tata Kelola Perusahaan
Terdapat beragam definisi dari tata kelola perusahaan atau Corporate Governance
(CG). Definisi awal CG disebutkan dalam laporan yang dihasilkan oleh Committee
on the Financial Aspects of Corporate Governance yang diketuai oleh Adrian
Cadbury. Pada laporan tahun 1992 tersebut, CG didefinisikan sebagai system yang
mengarahkan dan mengelola perusahaan.
Berdasarkan berbagai definisi CG diatas, dapat disimpulkan bahwa CG terkait
dengan beberapa asepek berikut:
a. CG merupakan system pengelolaan prusahaan
b. Struktur dan proses tersebut melibatkan manajmen, dewan pengawas,
pmegang saham dan pemangku kepentingan lainnya
c. Struktur dan proses tersebut beruapaya mewujudkan keseimbangan
kewenangan antar organ
d. Struktur dan prses tersebut tunduk terhadap peraturan prundangan-
undangan dan etika berusaha

2.2.2 Prinsip Tata Kelola Perusahaan


Untuk melaksanakan tata kelola perusahaan dengan baik, terdapat prinsip-prinsip
dasar yang perlu dipatuhi.
Berikut akan diuraikan lebih jauh keenam prinsip tersebut:
1. Ensuring the basis for an effective corporate governance framework
Prinsip prtama menyatakan bahwa untuk menciptakan tata kelola perusahaan yang
baik, maka kerangka tata kelola perusahaan harus mendorong terciptanya pasar yang
transparan dan wajar, serta alokasi sumbr daya yang efisien
2. The rights and equitable treatment of shareholdrs and key ownership functions
Prinsip kedua menyatakan bahwa kerangka tata kelola perusahaan harus melindungi
dan memfasilitasi pelaksanaan hak-hak pemegang saham dan memastikan perilakuan
yang adil bagi semua kelompok pemegang saham, termasuk pemegang saham
minoritas dan asing
3. Institutional investors, stock markets, and other intermediaries
Prinsip ketiga menyatakan bahwa kerangka tata kelola perusahaan harus memberikan
insentif yang efektif di seluruh rantai investasi dan mendorong pasar modal berfungsi
dengan cara yang berkontribusi terhadap tata kelola perusahaan yang baik
4. The role of stakeholders in corporate governance
Prinsip keempat menyatakan bahwa kerangka tata klola perusahaan harus mengakui
hak-hak pemangku kepentingan yang ditetapkan oleh hokum atau melalui
kesepakatan bersama dan mendorong kerjasamaaktif antara perusahaan dan
pemangku kepentingan dalam menciptakan kemakmuran, pekerjaan dan
keberlangsungan perusahaan yang sehat financial
5. Disclosure and transparency
Prinsip kelima mnyatakan bahwa kerangka kerja tata elola perusahaan harus
memastikan bahwa pngungkapan yang tepat waktu dan akurat dilakukan untuk
semua hal yang matrial terkait perusahaan, termasuk kondisi keuangan, kinerja,
kepemilikan dan tata kelola perusahaan
6. The responsibility of the board
Prinsip keenam atau prinsip terakhir menyatakan bahwa kerangka tata kelola
perusahaan harus memastikan adanya pedoman strategis perusahaan, pengwasan
manajemen oleh dewan yang efektif, serta pertanggungjawaban dewan kepada
perusahaan dan pemegang saham

2.2.3 Tanggung Jawab Dewan


Seperti telah dijelaskan, dalam prinsip dasar CG, dewan memegang peranan penting
dalam tata kelola perusahaan. Peran dewan meruipakan salah satu prinsip GCG
OECD. Peran dewan juga disebutkan dalam pedoman umum GCG Indonesia
Beberapa sub-prinsip dari prinsip keenam GCG OECD menyebutkan dngan jelas
peran-peran dewan dalam tata kelola perusahaan, yaitu sebagai berikut:
1. Seluruh anggota dewan wajib menjalankan duty of care dalam menjalankan tugas
fidusianya
2. Dewan memperlakukan seluruh kelompok pemegang saham secara adil
3. Dewan menjadi teladan penerapan standar etika yang tinggi dan senantiasa
menunjukkan perhatiannya terhadap kepentingan pmangku kepentingan
4. Dewan menjalankan bberapa fungsi utama terkait aspek-aspek strategis
perusahaan
5. Dewan mampu melakukan pnilaian independen yang obyektif

2.2.4 Pengungkapan dan Transparansi


Secara teoritis pengungkapan dan transparansi bermanfaat untuk menurunkan
informasi asimtris antara pengurus perusahaan dan pemangku kepentingan lainnya.
Penurunan informasi asimetris tersebut terjadi karena pengungkapan dan transparnsi
mndorong informs yang tadinya hanya dimiliki dan diktahui oleh pengurus
perusahaan menjadi diketahui oleh public
Pedoman umum GCG Indonesia menjelaskan pedoman pokok pelaksanaan asas
transparansi sebagai berikut:
1. Penyediaan informasi scara tpat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat
diperbandingkan, serta mudah diakses oleh pemangku kepentingfan sesuai
dengan haknya
2. Informasi yang harus diungkapkan, tetapi tidak terbatas pada visi, misi, sasaran
usaha dan strategi perusahaan
3. Prinsip keterbukaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan
kerahasiaan prusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia
jabatan dan hak-hak pribadi
4. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan
kepada pemangku kepentingan

2.3 Resiko Bisnis


Pengertian Risiko adalah suatu keadaan yang tidak pasti dan terdapat unsur bahaya,
akibat atau konsekuensi yang bisa terjadi akibat proses yang sedang berlangsung maupun
kejadian yang akan datang.
Semua aktivitas individu maupun organisasi pasti mengandung risiko di dalamnya karena
mengandung unsur ketidakpastian. Risiko tersebut bisa terjadi karena tidak ada atau
kurangnya informasi tentang hal yang akan terjadi di masa mendatang, baik itu hal yang
menguntungkan atau merugikan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Risiko
adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu
perbuatan atau tindakan. Menurut COSO ERM 2004, pengertian Risiko adalah
kemungkinan terjadinya sebuah peristiwa yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan
organisasi. Menurut Prof. Dr. Ir. Soemarno, M.S., pengertian risiko adalah suatu kondisi
yang timbul karena ketidakpastian dengan seluruh konsekuensi tidak menguntungkan
yang mungkin terjadi. Menurut Arthur Williams dan Richard, M.H, pengertian risiko
adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu. Menurut
Griffin, pengertian risiko adalah ketidakpastian tentang peristiwa masa depan atas hasil
yang diinginkan atau tidak diinginkan. Menurut Hanafi, pengertian risiko adalah bahaya,
akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung
atau kejadian yang akan datang. Menurut A. Abas Salim, pengertian risiko adalah
ketidakpastian (uncertainty) yang mungkin mengakibatkan peristiwa kerugian (loss).
Menurut Subekti pengertian risiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan
karena suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak.
2.4 Penerapan Prinsip Good Corporate Governance
indikator yang paling mendekati dari penerapan etika bisnis adalah penerapan Prinsip
Good Corporate Governance atau dalam bahasa Indonesia disebut Prinsip Tata Kelola
Perusahaan yang Baik. Prinsip ini adalah prinsip yang lazimnya diterapkan untuk para
pelaku usaha. Korelasi antara Prinsip Good Corporate Governance dengan etika bisnis
terletak dari nilai-nilai yang dianut. Bahkan dalam perkembangannya, Prinsip Good
Corporate Governance telah diakomodasi untuk menjadi kewajiban perseroan terbatas
untuk diterapkan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
Nomor PER-09/MBU/2012. Melalui penerapan prinsip ini, pemerintah ingin
menunjukkan bahwa Pemerintah hendak menegaskan pentingnya penerapan etika bisnis.
Dalam Prinsip Good Corporate Governance terdapat nilai-nilai yang harus dipatuhi setiap
pelaku usaha untuk mewujudkan bisnis yang beretika, diantaranya:
1. Transparency (Keterbukaan Informasi)
Prinsip ini merupakan prinisip yang mengharuskan pelaku usaha menyediakan
informasi yang akurat dan sesuai dengan kenyataan kepada stakeholder-nya.
2. Accountability (Akuntabilitas)
Dalam prinsip akuntabilitas, termuat bahwa pelaku usaha harus mempunyai kejelasan
fungsi dari masing-masing elemen di perusahaan sehingga akan terdapat pembagian
tugas yang jelas antar elemen perusahaan.
3. Responsibility (Tanggung Jawab)
Prinsip ini menghendaki pelaku usaha menaati segala regulasi yang berlaku, seperti
standar konstruksi bangunan, pajak, keselematan pekerja (K3) dll.
4. Independency (Kemandirian)
Prinsip ini mewajibkan sebuah perusahaan berjalan dengan profesional tanpa adanya
benturan kepentingan dari manapun yang menyalahi peraturan perundang-undangna
yang berlaku.
5. Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran)
Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Kasus korupsi Tol Jakarta – Cikampek terjadi karena kontraktor yang mengurangi
spesifikasi dari proyek merupakan contoh dari pelanggaran nilai-nilai dari Prinsip Good
Corporate Governance. Dari sudut pandang Prinsip Good Corporate Governance, yang
dilakukan oleh telah menyalahi beberapa Prinsip Good Corporate Governance,
diantaranya, Prinsip Responsibility, Accountability, Transperancy dan Fairness.
Prinsip Responsibility yang dilanggar oleh kontraktor adalah kontraktor melakukan
penggantian konstruksi dari yang seharusnya beton menjadi baja. Hal ini dikhawatirkan
akan menyebabkan konstruksi bangunan tidak kuat atau masa pakai akan tidak sepanjang
dengan konstruksi beton. Selanjutnya adalah pelanggaran prinsip Accountability yang
disebabkan karena Direktur Utama dari PT. Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JCC)
justru terlibat dalam kasus ini. Hal ini menunjukkan terdapat pelanggaran dalam Prinsip
Accountability dikarenakan Direktur Utama menyalahgunakan kewenangan yang
diembannya. Selanjutnya ada pelanggaran Prinsip Transparency yang terjadi karena
kontraktor tidak memberikan keterangan terkait penggantian rangka beton ke rangka
baja. Hal ini dilakukan oleh Ahli Jembatan PT. LAPI Ganeshatama Consulting. Selain
itu, pelanggaran prinsip ini juga terjadi karena ketidaksesuaian Harga Perkiraan Sendiri
(HPS) yang jauh melebihi harga di pasar sebagaimana diungkap oleh Menteri PUPR,
Basuki Hadimuljono. Selanjutnya adalah pelanggaran Prinsip Fairness yang disebabkan
karena keputusan perusahaan kontraktor yang mengganti spesifikasi proyek
menyebabkan kerugian negara dan diduga menguntungkan perusahaan.

PENUTUP

Penerapan Etika Bisnis di Indonesia tergolong dalam kategori buruk sebagaimana dijelaskan
dalam data yang disebutkan dalam bagian pembahasan dan contoh kasus yang telah diuraikan
oleh penulis. Hal ini menjadikan etika bisnis menjadi hal yang penting untuk ditekankan,
karena di dalam etika bisnis juga ditekanankan mengenai nilai -nilai yang harus dipatuhi
setiap pelaku usaha untuk mewujudkan bisnis yang beretika diantaranya yaitu
Transparency (Keterbukaan Informasi), Accountability (Akuntabilitas), Responsibility
(Tanggung Jawab), Independency(Kemandirian), dan Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran).
Pemerintah sebagai pembentuk regulasi juga telah mencantumkan Prinsip Good Corporate
Governance dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Negara
Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-09/MBU/2012. Hal ini menegaskan bahwa Prinsip
Good Corporate Governance merupakan sebuah urgensi dalam menjalankan bisnis. Adapun
kasus yang terjadi apabila pengabaian etika bisnis dan Prinsip Good Corporate Governance
adalah tidak hanya kemunduran internal perusahaan, namun juga secara luas berdampak pada
iklim bisnis yang buruk dalam suatu negara.

Anda mungkin juga menyukai