Anda di halaman 1dari 14

PENTINGNYA PENDIDIKAN ETIKA DALAM PROFESI AKUNTANSI

BERKAITAN DENGAN KASUS AUDITOR BPK YANG MENERIMA


SUAP
Nadya Clarissa Yumana (121610015)
Universitas Ma Chung

Abstrak: Pendidikan etika bagi profesi Akuntansi ini sangat penting. Pendidikan ini
sangat penting karena dapat membekali para akuntan dalam menghadapi
permasalahan etis ketika dalam dunia kerja. Tujuan dan keefektifan pendidikan etika
ini dapat dicontohkan dengan Auditor BPK yang terjerat kasus suap untuk kesekian
kalinya.
Kata Kunci: etika, fraud (kecurangan)

1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Banyaknya kasus-kasus yang menimpa para profesi Akuntansi seperti Auditor

BPK yang menerima suap membuat publik meragukan profesi-profesi Akuntansi ini.

Kejadian-kejadian ini berdampak negatif terhadap profesi akuntansi (Wei, 2002 dalam

Thomas 2004). Banyaknya kasus tersebut berimplikasi serius pada peran pendidikan

etika akuntansi.

Etika membantu berbagai profesi untuk memfasilitasi dan mendorong

kepercayaan publik.. Dalam profesi akuntansi tanggung jawab dinyatakan dengan

berbagai kode etik seperti yang diatur oleh organisasi profesi. Di Indonesia yang

mengatur kode etik ini ada pada Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Alasan utama

mempunyai pedoman etika bagi akuntansi adalah untuk membantu dalam proses

pembuatan keputusan, tahu yang benar dan bukan hanya yang legal. Kode etik

diperlukan sebagai pedoman dalam menangani situasi etis secara efektif.

Etika profesional merupakan aturan-aturan etika yang berlaku bagi anggota

profesi yang dirancang untuk tujuan ideal maupun tujuan praktis. Kode Etik IAI

1
dirancang untuk memenuhi tujuan ideal melalui Prinsip-Prinsip Etika, sedangkan

tujuan praktis diharapkan dapat dicapai melalui Aturan Etika yang bersifat memaksa.

Aturan Etika bisa berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam profesi

maupun perubahan dalam masyarakat. Kesadaran para anggota IAI untuk sukarela

melaksanakan kode etik-nya akan berpengaruh besar pada martabat reputasi profesi

(Yusuf, 2001)

1.2. Landasan Teori

1.2.1 Pengertian Etika

Etika diartikan sebagai moralis yang berasal dari kata mores dengan

makna adat-istiadat yang realistis bukan teoritis. (Riady, 2008)

Etika menurut Abdullah adalah berdasarkan etimologinya yang berasal

dari bahasa Yunani, ethos, yang bermakna kebiasaan atau adat-istiadat.

(Abdullah, 2006)

1.2.2 Pengertian Profesi

Profesi adalah suatu moral community (masyarakat moral) yang

memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. (Bertenz, 2007)

1.2.3 Pengertian Etika Profesi

Etika profesi merupakan sikap hidup berupa keadilan untuk

memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh

ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas

berupa kewajiban terhadap masyarakat. (Lubis, 1994)

1.2.4 Prinsip Dasar Etika Profesi

Berdasarkan kode etik profesi, praktisi harus mematuhi prinsip-prinsip berikut

ini:

a. Prinsip integritas.

2
b. Prinsip objektivitas

c. Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional

(professional competence and due care).

d. Prinsip kerahasiaan.

e. Prinsip perilaku profesional.

1.2.5 Pengertian Akuntansi

Akuntansi adalah sistem informasi yang mengidentifikasi, mencatat

dan mengkomunikasikan peristiwa ekonomi dari suatu organisasi kepada

pihak yang memiliki kepentingan. (Weygandt, Kieso, & Kimmel, 2007)

1.2.6 Pengertian Akuntan

Akuntan adalah orang yang terampil dalam praktek akuntansi atau

yang bertanggung jawab atas rekening publik atau swasta. Selain itu, akuntan

juga bertanggung jawab untuk pembuatan pelaporan dan menganalisis laporan

keuangan.

1.2.7 Prinsip Dasar Etika Akuntan Professional

Berdasarkan kode etik yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia,

akuntan professional harus mematuhi 5 prinsip dasar etika yaitu:

a. Integritas, yaitu bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan

profesionnal dan bisnis

b. Objektivitas, yaitu tidak membiarkan bias, benturan kepentingan, atau

pengaruh yang tidak semestinya dari pihak lain, yang dapat

mengesampingkan pertimbangan professional dan bisnis

c. Kompetensi dan kehati-hatian professional, yaitu yaitu menjaga

pengetahuan dan keahlian profesional pada tingkat yang

dibutuhkan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja

3
akan menerima jasa profesional yang kompeten berdasarkan

perkembangan praktik, peraturan, dan teknik mutakhir, serta

bertindak sungguh-sungguh dan sesuai dengan teknik dan

standar profesional yang berlaku.

d. Kerahasiaan, yaitu menghormati kerahasiaan informasi yang

diperoleh dari hasil hubungan profesional dan bisnis dengan

tidak mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga

tanpa ada kewenangan yang jelas dan memadai, kecuali

terdapat suatu hak atau kewajiban hukum atau profesional

untuk mengungkapkannya, serta tidak menggunakan informasi

tersebut untuk keuntungan pribadi Akuntan Profesional atau

pihak ketiga.

e. Perilaku Profesional, yaitu mematuhi hukum dan peraturan yang

berlaku dan menghindari perilaku apa pun yang mengurangi

kepercayaan kepada profesi Akuntan

1.2.8 Pendidikan Etika untuk Profesi Akuntansi

Dalam pendidikan etika akuntansi, terdapat dua pendekatan yang digunakan

yaitu:

a. Pendekatan Rules-Based

Pendekatan ini berfokus pada mengingat apa yang boleh dan tidak

boleh. Metode ini banyak diterapkan di Amerika Serikat.

b. Pendekatan Principle-Based

Prinsip ini lebih menekankan pada prinsip-prinsip fundamental.

Pendekatan ini bertujuan untuk melatih akuntan profesional untuk

menyadari situasi dan dilema etis lalu menggunakan pertimbangan

4
etika yang semestinya untuk menghadapi masalah dam tantangan yang

ada (Black et all., 2010)

1.2.9 Tujuan Pendidikan Etika

Berdasarkan adaptasi dari Loeb (1998), tujuan dari pendidikan etika untuk profesi

akuntansi antara lain:

a. Menghubungkan pendidikan akuntansi kepada persoalan-persoalan moral

b. Mengenalkan persoalan-persoalan moral dalam akuntansi yang memiliki

implikasi etis

c. Mengembangkan suatu perasaan bertanggung jawab moral

d. Mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan dalam menghadapi konflik

atau dilema etis

e. Belajar menghadapi ketidakpastian dalam profesi akuntansi

f. Sebagai tahapan untuk menapai suatu perubahan dalam perilaku etis

g. Mengapresiasikan dan memahami sejarah dan komposisi seluruh aspek etika

profesi akuntan dan hubungannya terhadap etika secara umum.

1.2.10 Pengukuran Efektivitas Pendidikan Etika

Menurut Hiltebeitel dan Jones (1992), efektifitas pendidikan etika bisa diukur dari

perubahan kemampuan dalam:

a. Mengidentifkasi respon-respon alternatif terhadap situasi yang menyangkut

aspek moral

b. Mengidentifikasi efek dari berbagai alternatif terhadap berbagai stakeholder

c. Mengevaluasi implikasi etis yang terkait dengan isu akuntansi tertentu

d. Mendasarkan pada berbagai prinsip etika

5
1.3.Kontraversi dan Gap

Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang bernama Sigit Yugoharto,

terbukti menerima suap atas temuan BPK terhadap PT. Jasa Marga. Suap diberikan

oleh General Manager PT. Jasa Marga cabang Purbaleunyi yang bernama Setia Budi.

Auditor menerima suap berupa sepeda motor Harley Davidson dan juga beberapa kali

menerima fasilitas hiburan malam. Hadiah ini diberikan karena Sigit mengubah hasil

temuan sementara Tim Penyelidik BPK atas pemeriksaan dengan tujuan tertentu

terhadap pengelolaan pendapatan usaha, pengendalian biaya dan kegiatan investasi PT

Jasa Marga tahun 2015-2016. Sigit merupakan kepala dari Tim Penyelidik BPK

tersebut. (Abba Gabrillin, nasional.kompas.com)

2 PEMBAHASAN

2.1.Analisis

2.1.1 Pelanggaran yang Dilakukan Auditor

Pelanggaran yang dilakukan Auditor ini merupakan tindakan fraud atau

kecurangan. Tindakan yang dilakukan auditor ini merupakan fraud karena

memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

a. Adanya tindakan yang disengaja (niat);

b. Perbuatan tidak jujur/terdapat unsur kecurangan;

c. Menimbulkan keuntungan pribadi atau kelompok atau kerugian

dipihak lain.

Dari kasus diatas, auditor memenuhi 3 unsur tersebut. Yang pertama,

auditor memiliki niat untuk menerima fasilitas berupa hadiah. Lalu auditor

juga melakukan perbuatan tidak jujur dan menimbulkan keuntungan pribadi

6
karena menerima suap dan mengubah opini. Dengan mengubah opini, auditor

menimbulkan kerugian bagi pihak lain karena merusak kredibilitas publik.

Tindakan yang dilakukan Sigit merupakan tindakan yang tidak

diperbolehkan merujuk pada Peraturan BPK No 2 Tahun 2011 mengenai Kode

Etik Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 9(2) “….Pemeriksa dan Pelaksana

BPK Lainnya selaku Aparatur Negara dilarang: mengubah temuan atau

memerintahkan untuk mengubah temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan

rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau bukti

bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan

rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif; dan mengubah

dan/atau menghilangkan bukti hasil pemeriksaan.”

Selain itu, Sigit juga melanggar prinsip dasar etika Akuntan Professional

yang dikeluarkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia). Prinsip yang dilanggar

antara lain:

a. Prinsip Integritas. Sigit melanggar prinsip Integritas karena memiliki

hubungan yang tidak jujur dengan General Manager PT. Jasa Marga.

Hubungan yang tidak jujur ini dikarenakan Sigit menerima suap dari

Setia Budi.

b. Prinsip Objektivitas juga dilanggar karena Auditor telah membiarkan

benturan kepentingan dari Setia Budi menghancurkan objektivitas

yang seharusnya dimiliki oleh Auditor. Dengan menerima suap, opini

dari Auditor diubah sesuai kemauan dari General Manager.

c. Kompetensi dan Kehati-hatian Professional juga dilanggar karena

dengan mengubah opini, Sigit tidak menjalankan tugas sebagai Auditor

7
dengan benar. Sigit melanggar standar Audit yang ditetapkan dengan

melakukan tindak kecurangan.

d. Prinsip Perilaku Proffesional telah dilanggar karena dengan menerima

suap, rasa percaya publik terhadap profesi akuntan telah jatuh. Dengan

tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan, Sigit secara otomatis

menyebabkan publik mempertanyakan kredibilitas yang dimiliki

Auditor

2.1.2 .Pendidikan Etika Bagi Profesi Akuntansi

Berdasarkan adaptasi dari Loeb (1998), inti dari tujuan pendidikan

etika bagi profesi akuntansi adalah bagaimana cara akuntan untuk menghadapi

perilaku yang berkaitan dengan etika nantinya dalam dunia kerja. Sedangkan

pendidikan etika yang diberikan kepada akuntan dapat dikatakan efektif

apabila memiliki perubahan kemampuan dalam dalam berbagai hal, seperti

yang diungkapkan oleh Hiltebeitel dan Jones (1992),

Berdasarkan pendapat dari 2 ahli tersebut, dapat dikatakan apabila

tujuan serta kefektifan pendidikan etika masih belum tercapai oleh Sigit,

selaku Auditor BPK. Tujuan tidak tercapai karena Sigit sendiri tidak dapat

menghadapi godaan untuk melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan

kode etik seorang akuntan sendiri. Pendidikan etika juga dikatakan tidak

efektif karena Sigit tidak memiliki kemampuan dalam menghadapi situasi

tidak etis yang ditawarkan oleh General Manajer PT. Jasa Marga ini. Mungkin

tidak hanya Sigit, tetapi banyak sekali kasus yang menyangkut Auditor BPK

seperti:

a. Kasus Suap Audit BPK atas Pemerintah Kota Bekasi (2010).

8
Kasus ini terjadi karean Auditor mendapat suap Rp

400.000.000 untuk memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian pada

laporan hasil pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah

Daerah Kota Bekasi tahun 2009.

Kronologis penyuapan, berawal pada Desember 2009 terdakwa

Tjandra mengikuti forum rapat rutin di ruang rapat yang dipimpin oleh

Walikota Bekasi. Ketika itu, Walikota Bekasi mengatakan jika laporan

keuangan dinyatakan Wajar Dengan Pengecualian, maka insentif yang

diperoleh Pemkot Bekasi sebesar Rp 18 miliar. Namun, jika laporan

keuangan dinyatakan Wajar Tanpa Pengecualian, maka Pemkor Bekasi

akan memperoleh insentif lebih besar, yakni Rp 40 miliar.

b. Kasus Suap WDP (Wajar dengan Pengecualian) atas LKPD (Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah) Tomohon (2007).

Kasus ini berawal dari Laporan Keuangan Pemda Kota

Tomohon tahun 2007. Kedua orang auditor BPK itu diduga menerima

sesuatu atau hadiah berupa uang senilai Rp 600 juta dari Walikota

Tomohon, Jefferson Soleiman Montesquie Rumajar.

Pemberian uang suap ini supaya laporan keuangan Tomohon

dinyatakan berstatus Wajar dengan Pengecualian. Mereka juga

mendapatkan fasilitas berupa hotel dan sewa kendaraan dari dana

Pemkot Tomohon sebesar Rp 7,5 juta.

c. Kasus Suap Mulyana W. Kusuma terhadap Auditor BPK (2004).

Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga

menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan

berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu

9
yang dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan

teknologi informasi. Setelah dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK

meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan

penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih

baik daripada sebelumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk

itu, maka disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu bulan

setelahnya.

d. Kasus Suap Auditor BPK dalam Joint Audit Pengawasan di

Kemendikbud (2009).

Auditor BPKP dan BPK bekerja sama dengan inspektorat

Jendral Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang bertujuan untuk

mempermudah merancang perencanaan dan kinerja, untuk membantu

manajemen dalam penyusunan Standar Operasi Prosedur (SOP)

kegiatan audit Pengawasan dan Pemeriksaan Sarana dan Prasarana

(Wasrik Sarpras).

e. Kasus Suap Auditor atas Proyek E-KTP (2017).

Wulung, auditor BPK yang memeriksa pengelolaan keuangan

Ditjen Dukcapil, menerima uang sebesar Rp 80.000.000. Setelah

pemberian itu, BPK memberi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)

terhadap pengelolaan keuangan Ditjen Dukcapil pada 2010.

Deretan kasus ini menunjukkan apabila pendidikan etika yang terdapat

dalam BPK, atau pendidikan etika yang terdapat saat menjalani studi gelar

Sarjana Ekonomi masih belum mencukupi bagi para profesi akuntan di

Indonesia.

10
Maka dari serangkaian kasus di atas, dapat dikatakan apabila

pendidikan etika bagi profesi Akuntansi sangat penting. Kualitas pendidikan

etika juga harus lebih ditingkatkan untuk menghindari kasus serupa terjadi

lagi.Pendidikan ini juga sangat penting karena sebagai lulusan yang bekerja di

bidang Akuntansi, keinginan untuk melakukan tindak kecurangan pasti ada.

Tindak kecurangan ini tentu akan dipicu oleh berbagai faktor yang timbul,

baik faktor internal (moral dan motivasi) maupun faktor eksternal (kesempatan

dan eksposure).

2.1.3 Dampak Pelanggaran Auditor terhadap Masyarakat

Dalam kasus-kasus diatas, dapat terlihat apabila auditor dapat

memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) maupun Wajar Tanpa

Pengecualian (WTP) dengan mudah setelah menerima gratifikasi dari pihak

terkait. Opini WDP ataupun WTP diberikan ketika dinilai bebas dari salah saji

material. Memang ada ketidakwajaran dalam item tertentu, namun

ketidakwajaran tersebut tidak memengaruhi kewajaran laporan keuangan

secara keseluruhan.

Padahal, sebagai auditor BPK, seharusnya mereka bertindak sesuai

kode etiknya yaitu integritas, objektivitas dan kehati-hatian. Ketika

menemukan sesuatu yang tidak wajar dalam perusahaan tersebut, sudah

seharusnya Opini Tidak Wajar diberikan agar tidak menyesatkan pihak yang

berkepentingan. Opini Tidak Wajar merupakan opini terburuk. Opini ini

diterbitkan jika laporan keuangan mengandung salah saji material atau dengan

kata lain laporan keuangan tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya.

BPK sendiri memonopoli pemberian opini untuk laporan keuangan

kementerian, lembaga negara, pemda, dan BUMN. Tak ada pihak yang

11
mengawasi atau menjadi pembanding kerja BPK. Kewenangan besar BPK

yang tanpa pengawasan dan tuntutan kementerian/lembaga (KL) mendapatkan

WTP akhirnya melahirkan praktik koruptif. Praktik koruptif ini dilakukan agar

perusahaan yang terkait mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian, yang

merupakan opini terbaik.

Kasus-kasus tersebut tentu saja mengikis kepercayaan masyarakat

terhadap BPK. Juga menimbulkan kecurigaan kepada institusi yang

mendapatkan predikat WTP, apakah diperoleh dengan wajar atau tidak.

Masyarakat juga akhirnya tahu bahwa segala opini audit bisa direkayasa.

Meskipun sudah ada standard baku dan kuantitatif dalam pemberian opini

terhadap suatu laporan keuangan, namun dalam praktiknya di lapangan,

pemberian opini bisa dimanipulasi.

2.2.Opini

Pendidikan etika bagi profesi akuntansi sangat penting. Hal ini dikarenakan

dalam dunia kerja, seorang akuntan akan dihadapkan dengan berbagai permasalahan.

Permasalahan yang timbul mungkin juga akan berkaitan dengan perilaku etis. Jika

seorang akuntan telah dibekali oleh pendidikan etika yang baik, maka seorang

akuntan dapat berpikir rasional dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan etika

tersebut.

Selain itu, timbulnya berbagai kasus suap terhadap auditor BPK menunjukkan

apabila pendidikan etika yang ada masih belum efektif. Auditor masih belum dapat

berpikir secara rasional mengenai bagaimana cara menghadapi dan tekanan yang

diberikan membuat auditor melakukan tindakan kecurangan tersebut.

12
3 PENUTUP

Kasus suap yang diterima oleh Sigit menambah rangkaian kasus Auditor BPK

yang melakukan tindak kecurangan. Berbagai kasus yang muncul ini menunjukkan

apabila tujuan dari pendidikan etika serta keefektifan pendidikan etika di Indonesia

masih belum tercapai. Banyak profesi akuntan ketika dihadapkan dengan

permasalahan etis tidak dapat menghadapi. Selain itu, banyak tekanan yang dihadapi

oleh para profesi akuntan ketika dihadapkan dengan permasalahan etis.

Dengan ditingkatkannya pendidikan etika bagi para profesi akuntansi,

diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi profesi akuntansi mengenai

permasalahan etis yang akan dihadapi dan cara menyelesaikan permasalahan etis

tersebut. Selain itu, dengan pendidikan etika diharapkan dapat menghentikan

rangkaian kasus yang dilakukan oleh para auditor BPK.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Y. (2006). Pengantar Studi Etika. Jakarta: Rajawali Pers.


Riady, D. M. (2008). Filsafat Kuno dan Manajemen Modern. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Alison (2006), Fraud Auditing (Bagian Pertama Dari Dua Tulisan)
Yeni. (2011) “Persepsi Mahasiswa Akuntansi Universitas Bina Nusantara Terhadap
Fraudulent Financial Statement”.Jakarta
Albrecht, Chad., Mary Jo Kranacher., and Steve Albercht. (2012). Asset Misappropriation
Research White Paper for the Institute for Fraud Prevention.
Tjahjono, Subagio., dkk. (2013). Business Crimes And Ethics. Yogyakarta
Fraud Dalam Audit. Diaskes pada https://www.kompasiana.com/athsense/fraud-dalam-audit-
tinjauan-atas-dugaan-suap-auditor-bpk-atas-proyek-e-ktp_58c70be98423bd75487fbc8a
Kenneth M. Hiltebeitel & Scott K. Jones · Journal of Business Ethics 11 (1):37 - 46 (1992)

Anda mungkin juga menyukai