“Dalam Rangka Memenuhi Tugas Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah Muamalah dengan
Disusun oleh :
A. Latar Belakang
Hubungan antar umat beragama telah lama menjadi isu yang populer di
Indonesia. Popularitas isu ini sebagai konsekuensi dari masyarakat Indonesia yang
majemuk, khususnya dari segi agama dan etnis. Karena itu, persoalan hubungan
antar umat beragama ini menjadi perhatian dari berbagai kalangan, tidak hanya
pemerintah tetapi juga komponen lain dari bangsa ini, sebut saja misalnya, LSM,
lembaga keagamaan, baik Islam maupun non Islam dan lain sebagainya.
Seringkali kita lihat di tengah masyarakat apalagi di kalangan orang
berkecukupan dan kalangan selebriti terjadi pernikahan beda agama, entah si pria
yang muslim menikah dengan wanita non muslim (nasrani, yahudi, atau agama
lainnya) atau barangkali si wanita yang muslim menikah dengan pria non muslim.
Namun kadang kita hanya mengikuti pemahaman sebagian orang yang sangat
mengagungkan perbedaan agama (pemahaman liberal). Tak sedikit yang
terpengaruh dengan pemahaman liberal semacam itu, yang mengagungkan
kebebasan, yang pemahamannya benar-benar jauh dari Islam. Paham liberal
menganut keyakinan perbedaan agama dalam pernikahan tidaklah jadi masalah.
Namun bagaimana sebenarnya menurut pandangan Islam yang benar
mengenai status pernikahan beda agama? Berangkat dari permasalahan itu kami
mencoba untuk menjelas sekelumit tentang bagaimana hukumnya pernikahan beda
agama, menurut agama Islam itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perkawinan lintas agama?
2. Bagaimana hukum perkawinan lintas agama menurut Islam?
3. Bagaimana Dasar dan Proses Pernikahan Beda Agama Di Indonesia?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian perkawinan lintas agama?
2. Untuk mengetahui hukum perkawinan lintas agama menurut Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
Dari ayat di atas dapat dilihat bahwa orang kafir ada dua macam, yakni Ahlul
Kitab dan Musyrik. Itulah istilah yang digunakan al-Quran untuk satu substansi
yang sama, yakni kekufuran dengan dua nama yang berbeda, yakni Ahlul kitab dan
orang-orang musyrik.[[4]]
1. Perempuan Muslim dengan Laki-laki Non-Muslim
Hukum perkawinan antara seorang perempuan yang beragama Islam dengan
seorang laki-laki non-muslim, apakah ahlul kitab ataukah musyrik, maka jumhur
ulama sepakat menyatakan hukum perkawinan tersebut haram, tidak
sah. Pengharaman tersebut didasarkan pada QS. Al-Baqarah ayat 221, yang
berbunyi: [[5]]
َ ِر ِكينi ْال ُم ْشiواiiوْ أَ ْع َجبَ ْت ُك ْم َوال تُ ْن ِك ُحiiَت َحتَّى ي ُْؤ ِم َّن َوأل َمةٌ ُم ْؤ ِمنَةٌ خَ ْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر َك ٍة َول ِ َوال تَ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر َكا
......ك َولَوْ أَ ْع َجبَ ُك ْمiٍ د ُم ْؤ ِم ٌن خَ ْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِرiٌ َحتَّى ي ُْؤ ِمنُوا َولَ َع ْب
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang
musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik
hatimu.” (QS. al-Baqarah: 221)
Selain didasarkan pada QS. al-Baqarah ayat 221, larangan perkawinan antara
perempuan muslim dengan laki-laki non-muslim juga didasarkan pada QS. Al-
Mumtahanah ayat 10.
وه َُّنiiإِ ْن َعلِ ْمتُ ُمi َانِ ِه َّن فiiا ْمت َِحنُوه َُّن هَّللا ُ أَ ْعلَ ُم بِإِي َمiiَت فٍ ا ِج َراiiَات ُمهiُ iَ ا َء ُك ُم ْال ُم ْؤ ِمنiوا إِ َذا َجiiُا الَّ ِذينَ آ َمنiiَا أَيُّهiiَي
ار ال ه َُّن ِح ٌّل لَهُ ْم َوال هُ ْم يَ ِحلُّونَ لَه َُّن ِ َّت فَال تَرْ ِجعُوه َُّن إِلَى ْال ُكف ٍ ُم ْؤ ِمنَا
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-
perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah
lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui
bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka
kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-
orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.” (QS. al-
Mumtahanah: 10)
Ayat ini, walaupun tidak menyebut Ahlul kitab, istilah yang digunakannya
adalah “orang-orang kafir”, dan Ahlul kitab adalah salah satu dari kelompok
orang-orang kafir. Dengan demikian, walaupun ayat ini tidak menyebut Ahlul
kitab, ketidak-halalan tersebut tercakup dalam kata “orang-orang kafir”.[[6]]
Ada beberapa argumen tentang sebab diharamkannya perempuan muslim
kawin dengan laki-laki non-muslim, yakni sebagai berikut:[[7]]
a. Laki-laki kafir tidak boleh menguasai orang Islam berdasarkan QS. An-Nisa
{4}: 141: ... dan Allah takkan memberi jalan orang kafir itu mengalahkan
orang mukmin
b. Laki-laki kafir dan Ahli Kitab tidak akan mau mengerti agama istrinya yang
muslimah, malah sebaliknya mendustakan kitab dan mengingkari ajaran
nabinya. Sedangkan apabila laki-laki muslim kawin dengan perempuan Ahli
Kitab maka dia akan mau mengerti agama, mengimani kitab, dan nabi dari
istrinya sebagai bagian dari keimanannya karena tidak akan sempurna
keimanan seseorang tanpa mengimani kitab dan nabi-nabi terdahulu.
c. Dalam rumah tangga campuran, pasangan suami isteri tidak mungkin bisa
bertahan tinggal dan hidup (bersama) karena perbedaan yang jauh.
2. Laki-laki Muslim dengan Perempuan Musyrik
Islam melarang terjadinya ikatan perkawinan yang berakibat hancurnya
keyakinan agama. Allah melarang perkawinan orang Islam dengan orang musyrik
karena orang musyrik telah berbuat dosa besar yang tidak diampuni oleh Allah
yaitu syirik, karena mengajak ke neraka (QS. al-Nisa’: 116), sedang Allah dengan
aturannya mengajak kepada kedamaian/kebahagiaan dan mendapat ampunan
Ilahi (QS. al-Baqarah: 221).[[8]]
Iman Abu Hanifah berpendapat bahwa perkawinan antara pria muslim dengan
wanita musyrik hukumnya adalah mutlak haram. Madzhab Hambali juga
berpendapat demikian, bahwa haram hukumnya menikahi wanita-wanita
musyrik. Masjfuk menegaskan bahwa Islam melarang perkawinan antara seorang
pria Muslim dengan wanita musyrik. Berdasarkan firman Allah dalam surat Al-
Baqarah ayat 221: [[9]]
(221: (البقرة... ى ي ُْؤ ِم َّن َوألَ َمةٌ ُم ْؤ ِمنَةٌ خَ ْي ٌر ِّم ْن ُم ْش ِر َك ٍة َولَوْ أَ ْع َجبَ ْت ُك ْم ِ َ ْال ُم ْش ِركاiَوالَ تَ ْن ِكحُوْ ا
َّ ت َحت
28 Juli 2005 M
Ketua Sekretaris
ttd ttd
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan-pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan sbb:
1. Dalam perjalanan historisnya, persoalan perkawinan beda agama selalu menjadi
kontroversi di kalangan umat Islam sampai saat sekarang ini. hal itu dikarenakan
adanya pihak yang menganggap perkawinan beda agama merupakan sesuatu yang
sudah final dan sangat tabu, sementara di sisi lain pihak-pihak yang ingin
melakukan rasionalisasi masalah tersebut sesuai dengan perkembangan zaman.
2. Untuk menentukan status hukum perkawinan beda agama perlu dilakukan
pembacaan ulang terhadap teks-teks yang berpotensi memperkuat dan
memperkaya keputusan yang akan diambil dengan menggunakan pendekatan
komprehensif, kontekstual dan multi analisis.
Disamping memperhatikan hail-hasil penelitian terhadap pasangan beda
agama, sehingga keputusan itu dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang
multikultural tanpa menafikan dokterin-doktrin dan kebenaran agama serta
kearifan lokal yang ada
DAFTAR PUSTAKA