Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bukti audit dipengaruhi oleh meterialitas dan risiko, faktor-faktor
ekonomi, serta ukuran dan karakteristik populasi. Sedangkan faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi pertimbangan auditor tentang kompetensi bukti
audit adalah relevansi, sumber, ketepatan waktu, dan objektivitas. Ketika
auditor mengembangkan perencanaan audit serta merancang prosedur audit
untuk mencapai tujuan audit spesifik, ia harus mempertimbangkan sifat bukti
yang akan diperoleh. Komponen dasar dari data akuntansi yang mendasari
yaitu jurnal, buku besar, kertas kerja, rekonsiliasi dan sebagainya. Data
akuntansi yang mendasari saja dianggap tidak cukup mendukung laporan
keuangan. Auditor harus merancang suatu prosedur audit untuk memperoleh
bukti penguat (corroborating evidence) guna mendukung data akuntansi yang
mendasari tersebut.
Tahap awal dalam suatu audit laporan, laporan keuangan adalah
mengambil keputusan untuk menerima (menolak) suatu kesempatan untuk
menjadi auditor untuk klien yang baru, atau untuk melanjutkan sebagai
auditor bagi klien yang sudah ada. Pada umumnya keputusan untuk menerima
(menolak) ini sudah dilakukan sejak enam hingga sembilan bulan sebelum
akhir tahun buku yang akan diperiksa. Dalam keseluruhan proses audit,
auditor mempertimbangkan berbagai risiko, sesuai dengan tahap-tahap proses
auditnya. Pada tahap perencanaan audit auditor harus mempertimbangkan
risiko bawaan yaitu suatu risiko salah saji yang melekat dalam saldo akun
atau aersi tentang saldo akun.

B. RumusanMasalah
1. Bagaimana Pengertian Auditing?
2. Bagaimana Praktek Audit Di Bank Syariah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Bagaimana Pengertian Auditing
2. Untuk mengetahui Bagaimana Praktek Audit Di Bank Syariah

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Auditing
Menurut Alvin A Arens dan James K Loebbecke (1980),

aditing

adalah suatu set prosedur yang sesuai dengan norma pemeriksaan akuntan
yang memberikan informasi sehingga akunan dapat menyatakan satu
pendapat tentang apakah laporan keuangan yang diperiksa disajikan secara
wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku1.
Menurut catatan seorang ahli sejarah akuntansi, dikatakan bahwa :
Asal usul auditing dimulai lebih awal dibandingkan dengan asal usul
akuntansi. Ketika kemajuan peradaban membawa pada kebutuhan akan
adanya orang yang dalam batas tertentu dipercaya untuk mengelola harta
milik orang lain, maka dipandang patut untuk melakukan pengecekan atas
kesetiaan orang tersebut, sehingga semuanya akan menjadi jelas.
Table.1 Perkembangan Audit
Perkembangan
waktu
Tahun 1800-an
Awal 1900
1900-1930

Pemakai Laporan
Auditor
Pemilik organisasi
Pemilik dan kreditur
Pemilik, kreditur, dan
pemerintah

1930- sekarang

Pemilik,
pemerintah,
masyarakat

Tujuan Audit

Penemuan kecurangan
Penemuan kecurangan
Pernyataan
bahwa
laporan
keuangan
adalah benar
kreditur, Pernyataan pendapat
atas
kewajaran
penyajian
laporan
keuangan

Pendekatan
Tes keseluruhan
Tes keseluruhan
Testing lebih kecil

Dipilih sampel

Di dunia modern ini hadirnya akuntansi dan auditing menjadi mata


uang yang tidak dapat di pisahkan, Auditing berperan sebagai instrument
1. Harahap, Sofyan Syafri, Drs., msAc., 1994. Auditing Kontemporer,
(Jakarta: Erlangga) Hal. 18

pengawasan dan kontroling terhadap manajeman perbankan guna membantu


manajemen dalam meningkatkan kinerja perbankan, terutama dari aspek
pengendalian.
Bagi beberapa kalangan auditing menjadi salah satu hal yang di takuti,
karena paradigma auditing yang terbangun adalah

berorientasi pada

mencari kesalahan (watchdog) yang meliputi aktivitas inspeksi, observasi,


perhitungan, cek & ricek yang bertujuan untuk memastikan ketaatan /
kepatuhan terhadap ketentuan, peraturan atau kebijakan yang telah
ditetapkan dan lebih pada me-judge atas kesalahan tersebut. Namun era
watchdog tersebut telah usang paradigm yang terbangun sekarang adalah
bagaimana auditor dapat berperan sebagai konsultan dan katalis.
Auditor sebagai konsultan adalah diharapkan dapat memberikan
manfaat berupa nasehat (advice) dalam pengelolaan sumber daya
(resources) organisasi sehingga dapat membantu tugas para manajer
operasional. Sedangkan auditor sebagai katalis berkaitan dengan quality
assurance, sehingga internal auditor diharapkan dapat membimbing
manajemen dalam mengenali risiko-risiko yang mengancam pencapaian
tujuan organisasi.
Auditor sebagai katalis berkaitan dengan quality assurance, sehingga
internal auditor diharapkan dapat memperhitungkan resiko-resiko yang akan
dihadapi oleh perusahaan. Quality assurance juga bertujuan untuk
mengetahui bahwa perusahaan telah menghasilkan produk yang sesuai
dengan kebutuhan customer. Saran yang diberikan oleh seorang katalis
bersifat jangka panjang.2
The Institute of Internal Auditor pada tahun lalu (2001) telah
melakukan redifinisi terhadap internal auditing. Dimana disebutkan bahwa
internal auditing adalah suatu aktivitas independen dalam menetapkan
tujuan dan merancang aktivitas konsultasi

(consulting activity) yang

bernilai tambah (value added) dan meningkatkan operasi perbankan.


Dengan demikian internal auditing membantu organisasi dalam mencapai
2 Timpe, A.Dale. 2002. Audit bank syariah. (Jakarta: PT. Gramedia) Hal. 162

tujuan dengan cara pendekatan yang terarah dan sistematis untuk menilai
dan mengevaluasi keefektifan manajemen resiko (risk management)
melalui pengendalian

(control)

dan

proses

tata

kelola

yang

baik

(governance processes).
Table.2 Paradigm Lama Vs Paradigm Baru3
Uraian
Proses
Fokus

Impact

Watchdog
Audit
Kepatuhan
(Compliance Audit)
Adanya
variasi
(penyimpangan,
kesalahan,
atau
kecurangan, dll)
Jangka pendek

Consultant
Audit operasional

Catalist
Quality Assurance

Penggunaan sumber Nilai (values)


daya (resources)

Jangka menengah

Jangka panjang

B. Praktek Audit Di Bank Syariah


Ekonomi islam pada prakteknya bukan hanya perbankan syariah
namun sudah berkembang luas dalam institusi keuangan lainnya. Seperti
asuransi, pasar modal, bisnis syariah dan tak terkecuali organisasi nirlaba
juga berusaha menerapkan system ekonomi islam dalam operasionalnya.
Lebih jauh lagi system ini tidak hanya di terapkan oleh masyarakat yang
beragama islam saja melainkan system ini sudah mulai diterapkan oleh non
muslim baik di dalam maupun di luar negeri. 4
Dengan munculnya sistem tersebut perbankan yang menerapkan
system konvensional dengan perbankan yang menerapkan system syariah
jelas akan berbeda, karena perbankan yang menerapkan system syariah ia
dioperasikan dengan menggunakan sistem nilai-nilai ke Islaman yang
didasarkan pada kedaulatan Tuhan bukan kedaulatan rasio ciptaan Tuhan
yang terbatas. Dengan demikian maka sistem yang berkaitan dengan
eksistensi lembaga ini juga perlu menerapkan nilai-nilai islami jika kita
3 Rahayu, Siti Kurnia dan Suhayati, Ely, 2010. Auditing Konsep Dasar dan
Pedoman Pemeriksaan Akuntan Publik, (Yogyakarta: Graha Ilmu) Hal. 87

4 Ikatan Akuntan Indonesia, 2007. Standar Akuntansi Keuangan, (Jakarta:


Salemba Empat) Hal. 194

ingin menerapkan nilai-nilai Islami secara konsisten. Konsekuensi logisnya


adalah seluruh manajeman dan segala hal yang berhubungan dengan
perbankan harus mengandung nilai-nilai tersebut tak terkecuali penerapan
fungsi auditing Islami.
Imam Ghazali (juz XV, hal. 6-7), menyebutkan bahwa Sesunguhnya
asas dalam pengawasan diri adalah takut kepada Allah. Ini adalah ciri
seorang muslim penganut aqidah yang mengetahui bahwa Allah melihatnya.
Selanjutnya, dia akan mengawasi dirinya karena dia mengetahui di sana ada
Pengawas yang dapat melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh manusia, dan
dapat mendengar apa yang tidak dapat didengar oleh selain-Nya di antara
makhluq-makhluq-Nya. Hal ini tampak jelas di dalam firman Allah
Tabaraka Wa Taala: Dan jika kamu melihatkan apa yang ada di hatimu
atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan
dengan kamu tentang perbuatanmu itu. (Al Baqarah:284)
Selain itu, pengawasan diri dan muhasabah terhadap diri merupakan
tuntutan asasi dari ajaran syariat Islam sebagaimana terdapat di dalam Al
Quran dan As Sunah. Diantaranya firman Allah Subhanahu Wa Ta`ala:
Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai
penghisab terhadap dirimu. (Al Isra':14)
Dalam hal ini, Khalifah Umar Ibnul Khaththab radliyallahu `anhu
berkata, Hisablah diri kalian sebelum dihisab; timbanglah amal kalian
sebelum amal kalian ditimbangkan; dan bersiap-siaplah kalian untuk
menghadapi penampakan amal.
Audit syariah merupakan pengujian kepatuhan syariah secara
menyeluruh terhadap aktivitas bank syariah. Tujuan utama audit syariah
adalah untuk memastikan kesesuaian seluruh operasional bank dengan
prinsip dan aturan syariah yang digunakan sebagai pedoman bagi
manajemen dalam mengoperasikan bank syariah. Sehingga dengan
dilakukan audit syariah diharapkan semua aktivitas dan produk bank syariah
dapat dipastikan sesuai dengan aturan dan prinsip syariah Islam. Tetapi
dalam prakteknya audit syariah seringkali dilakukan hanya sebatas pada

pengujian kesesuaian produk bank syariah dengan prinsip dan aturan syariah
yang ada, sedangkan aspek operasional bank yang lain terabaikan.
Akibatnya tujuan utama pelaksanaan audit syariah tidak tercapai sehingga
kebutuhan stakeholder bank syariah atas jaminan kepatuhan syariah menjadi
minimalis. Hal tersebut terjadi karena belum ada kerangka kerja yang
menjadi acuan pelaksanaan audit syariah secara komprehensif5.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007) syariah berlandaskan
pada paradigma dasar bahwa alam semesta dicipta oleh Tuhan sebagai
amanah (kepercayaan ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh
umat untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (alfalah). Paradigma dasar ini menekankan setiap aktivitas umat manusia
memiliki akuntabilitas dan nilai ilahiah yang menempatkan perangkat
syariah dan akhlak sebagai parameter baik dan buruk, benar dan salah
aktivitas usaha. Paradigma ini akan membentuk integritas yang membantu
terbentuknya karakter tata kelola yang baik (good governance) dan disiplin
pasar (market discipline) yang baik.
Syariah berasaskan pada prinsip: 1) Persaudaraan (ukhuwah); 2)
Keadilan (adalah); 3) Kemaslahatan (maslahah); 4) Keseimbangan
(tawazun);

dan

5) Universalisme (syumuliyah). Prinsip

persaudaraan

(ukhuwah) esensinya merupakan nilai universal yang menata interaksi


sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan
secara umum dengan semangat saling tolong menolong6.
Hanifah (2010) menjelaskan bahwa lingkup audit yang dicakup dalam
audit syariah lebih luas dibandingkan dengan audit konvensional. Audit
syariah harus memastikan kebenaran, keadilan dan relevansi laporan
keuangan yang diterbitkan manajemen dan memastikan bahwa manajemen
telah melakukan tugasnya sesuai dengan hukum dan prinsip Islam, serta
5 Timpe, A.Dale. 2002. Audit bank syariah. (Jakarta: PT. Gramedia) Hal. 64
6 Ikatan Akuntan Indonesia, 2007. Standar Akuntansi Keuangan, (Jakarta:
Salemba Empat) Hal. 118

memastikan manajemen telah berusaha melaksanakan tujuan syariah


(maqasid al-shariah) sebagai upaya untuk melindungi dan meningkatkan
kehidupan umat manusia dalam semua dimensi. Sedangkan menurut
(Yaacob & Donglah, 2012), lingkup audit syariah lebih luas yaitu mencakup
social behavior (perilaku social) dan kinerja organisasi termasuk
hubungannya dengan selruh stakeholder. Ruang lingkup audit syariah dalam
LKS yaitu laporan keuangan; operasional; struktur organisasi dan
manajemen; dan sistem informasi teknologi (Sultan, 2007). Berdasarkan
penjabaran di atas diketahui bahwa lingkup audit syariah bukan hanya
terkait aktivitas ekonomi dan laporan keuangan manajemen namun juga
mengaitkan pengaruh sosial dan lingkungan dalam proses pengauditannya
hal ini tidak lepas dari hukum Islam yang memang secara luas mengatur
setiap

sendi

kehidupan

manusia

dan

tujuan

besarnya

adalah

mempertemukan antara konsep audit dengan maqosid syariah.7


1.

Bukti Audit
a. Bukti Audit, Informasi penguat, dan prosedur Audit
Setelah auditor mengembangkan tujuan audit spesifik untuk
saldo akun atau golongan transaksi yang material, selanjutnya ia
akan mengembangkan prosedur audit yang dapat digunakan
sebagai pedoman dalam mengumpulkan bahan bukti kompeten
yang cukup. Pertimbangan auditor tentang kecukupan bukti audit
dipengaruhi oleh meterialitas dan risiko, faktor-faktor ekonomi,
serta ukuran dan karakteristik populasi. Sedangkan faktor-faktor
yang

dapat

mempengaruhi

pertimbangan

auditor

tentang

kompetensi bukti audit adalah relevansi, sumber, ketepatan waktu,


dan objektivitas.
b. Data Akuntansi Dan Bukti Penguat

7Http://Download.Portalgaruda.Org/Article.Php?
Article=437531&Val=337&Title=Praktik%20audit%20syariah%20di%20lembaga
%20keuangan%20syariah%20indonesia

Ketika auditor mengembangkan perencanaan audit serta


merancang prosedur audit untuk mencapai tujuan audit spesifik,
ia harus mempertimbangkan sifat bukti yang akan diperoleh.
Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri dari :
1) Data akuntansi yang mendasari
2) Informasi penguat yang tersedia bagi auditor
3) Komponen dasar dari data akuntansi yang mendasari
(underlying accounting data) yaitu jurnal, buku besar, kertas
kerja, rekonsiliasi dan sebagainya. Buku-buku ayat jurnal
awal, buku besar dan buku pembantu, catatan dan kertas kerja,
serta

spreadsheets

yang

mendukung

alokasi

biaya,

perhitungan, dan rekonsiliasi, semuanya tergolong sebagai


bukti yang mendukung laporan keuangan. Dewasa ini, datadata tersebut seringkali ada dalam bentuk data elektronik.
Data akuntansi yang mendasari saja dianggap tidak cukup
mendukung laporan keuangan. Auditor harus merancang suatu
prosedur audit untuk memperoleh bukti penguat (corroborating
evidence) guna mendukung data akuntansi yang mendasari
tersebut.
Bukti dokumenter (documentary evidence) telah digunakan
secara luas dalam auditing dan dapat dikaitkan dengan setiap
tujuan audit spesifik, tergantung pada situasi yang ada. Dokumen
yang dimaksud dapat berasal dari luar entitas, dari dalam entitas
dengan pengesahan atau tanda tangan dari pihak luar, atau berasal
dari dalam dan tidak beredar di luar organisasi.8
c. Bukti audit dapat di kelompokkan ke dalam 9 jenis bukti :
Struktur Pengendalian Intern Struktur pengendalian intern
dapat dipergunakan untuk mengecek ketelitian dan dapat
dipercayai data akuntansi. Kuat lemahnya struktur pengendalian
intern merupakan indicator utama yang menentukan jumlah bukti
8 Harahap, Sofyan Syafri, Drs., msAc., 1994. Auditing Kontemporer, (Jakarta:
Erlangga) Hal. 247

yang harus dikumpulkan. Oleh karena itu, struktur pengendalian


intern merupakan bukti yang kuat untuk menentukan dapat atau
tidaknya informasi keuangan dipercaya.
Bukti Fisik Bukti fisik banyak dipakai dalam verifikasi
saldo berwujud terutama kas dan persediaan. Bukti ini banyak
diperoleh dalam perhitungan aktiva berwujud. Pemeriksaan
langsung auditor secara fisik terhadap aktiva merupakan cara
yang

paling

obyektif

dalam

menentukan

kualitas

yang

bersangkutan. Oleh karena itu, bukti fisik merupakan jenis bukti


yang paling dapat dipercaya. Bukti fisik diperoleh melalui
prosedur

auditing

yang

berupa

inspeksi

penghitungan,

danobservasi. Pada umumnya biaya memperoleh bukti fdisik


sangat tinggi. Bukti fisk berkaitan erat dengan keberadaan atau
kejadian, kelengkapan, dan penilaian atau alokasi.9
Catatan Akuntansi Catatan akuntansi seperti jurnal dan buku
besar, merupakan sumber data untuk membuat laporan keuangan.
Oleh karena itu, bukti catatan akuntansi merupakan obyek yang
diperiksa dalam audit laporan keuangan. Ini bukan berarti catatan
akuntansi merupakan obyek audit. Obyek audit adalah laporan
keuangan.

Tingkat

dapat

dipercayanya

catatan

akuntansi

tergantung kuat lemahnya struktur pengendalian intern.


Konfirmasi merupakan proses pemerolehan dan penilaian
suatu komunikasi lansgung dari pihak ketiga sebagai jawaban atas
permintaan informasi tentang unsur tertentu yang berdampak
terhadap asersi laporan keuangan. Konfirmasi merupakan bukti
yang sangat tinggi reliabilitasnya karena berisi informasi yang
berasal dari pihak ketiga secara langsung dan tertulis. Konfirmasi
sangat banyak menghabiskan waktu dan biaya. Ada tiga jenis
konfirmasi yaitu:
9 Harahap, Sofyan Syafri, Drs., msAc., 1994. Auditing Kontemporer, (Jakarta:
Erlangga) Hal. 249

10

1) Konfirmasi positif
2) Blank confirmation
3) Konfirmasi negative Konfirmasi yang dilakukan auditor pada
umumnya dilakukan pada pemeriksaan:
a)
Kas di bank dikonfirmasikan ke bank klien
b)
Piutang usaha dikonfirmasikan ke pelanggan
c)
Persediaan yang disimpan di gudang umum.
Persediaan ini dikonfirmasikan ke penjaga atau kepala
gudang
d)
Hutang lease dikonfirmasikan kepada lessor
d. Bukti Dokumenter
Bukti documenter merupakan bukti yang paling penting
dalam audit. Menurutr sumber dan tingkat kepercayaannya bukti,
bukti documenter dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Bukti documenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada
auditor secara langsung
2) Bukti documenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada
auditor melalui klien
3) Bukti documenter yang dibuat dan disimpan oleh klien
Bukti documenter kelompok a mempunyai kredibilitas yang
lebih tinggi daripada kelompok b, Bukti documenter kelompok b
mempunyai kredibilitas yang lebih tinggi daripada kelompok c,
bukti documenter meliputi notulen rapat, faktur penjualan,
rekening Koran bank (bank statement), dan bermacam-macam
kontrak. Reliabilitas bukti documenter tergantung sumber
dokumen, cara memperoleh bukti, dan sifat dokumen itu sendiri.
Sifat

dokumen

mengacu

tingkat

kemungkinan

terjadinya

kesalahan atau kekeliruan yang mengakibatkan kecacatan


dokumen. Bukti documenter banyak digunakan secara luas dalam
auditing. Bukti documenter dapat memberikan bukti yang dapat
dipercaya (reliabel) untuk semua asersi.10

10 Harahap, Sofyan Syafri, Drs., msAc., 1994. Auditing Kontemporer, (Jakarta:


Erlangga) Hal. 256

11

Bukti Surat Pernyataan Tertulis Surat pernyataan tertulis


merupakan pernyataan yang ditandatangani seorang individu yang
bertanggung jawab dan berpengetahuan mengenai rekening,
kondisi, atau kejadian tertentu. Bukti surat pernyataan tertulis
dapat berasal dari manajemen atau organisasi klien maupun dari
dari sumber eksternal termasuk bukti dari spesialis. Reprentation
letter atau representasi tertulis yang dibuat manajemen merupakan
bukti yang berasal dari organisasi klien. Surat pernyataan
konsultan hokum, ahli teknik yang berkaitan dengan kegiatan
teknik operasional organisasi klien merupakan bukti yang berasal
dari pihak ketiga. Bukti ini dapat menghasilkan bukti yang
reliable untuk semua asersi.
Perhitungan Kembali sebagai Bukti Matematis Bukti
matematis diperoleh auditor melalui perhitungan kembali oleh
auditor. Penghitungan yang dilakukan auditor merupakan bukti
audit yang bersifat kuantitatif dan matematis. Bukti ini dapat
digunakan untuk membuktikan ketelitian catatan akuntansi klien.
Perhitungan tersebut misalnya: a. Footing untuk meneliti
penjumlahan

vertical

penjumlahan

horizontal

b.
c.

Cross-footing
Perhitungan

untuk

meneliti

depresiasi

Bukti

matematis dapat diperoleh dari tugas rutin seperti penjumlahan


total saldo, dan perhitugnan kembali yang rumit seperti
penghitungan

kembali

anuitas

obligasi.

Bukti

matematis

menghasilkan bukti yang handal untuk asersi penilaian atau


pengalokasian dengan biaya murah.
Bukti Lisan Auditor dalam melaksanakan tugasnya banyak
berhubungan

dengan

manusia,

sehingga

ia

mempunyai

kesempatan untuk mengajukan pertanyaan lisan. Masalah yang


ditanyakan antara lain meliputi kebijakan akuntansi, lokasi
dokumen dan catatan, pelaksanaan prosedur akuntansi yang tidak
lazim, kemungkinan adanya utang bersyarat maupun piutang yang

12

sudah lama tak tertagih. Jawaban atas pertanyaan yang ditanyakan


merupaka bukti lisan. Bukti lisan harus dicatat dalam kertas kerja
audit. Bukti ini dpat menghasilkan bukti yang berkaitan dengan
semua asersi.
Bukti Analitis dan Perbandingan Bukti analitis mencakup
penggunaan rasio dan perbandingan data klien dengan anggaran
atau standar prestasi, dan kondisi ekonomi umum. Bukti analitis
menghasilkan dasar untuk menentukan kewajaran suatu pos
tertentu dalam laporan keuangan dan kewajaran hubungan antas
pos-pos dalam laporan keuangan. Keandalan bukti analitis sangat
tergantung pada relevansi data pembanding. Bukti analitis
berkaitan serta dengan asersi keberadaan atau kejadian,
kelengkapan, dan penilaian atau pengalokasian. Bukti analitis
meliputi perbandingan atas pos-pos tertentu antara laporan
keuangan tahun berjalan dengan laporan keuangan tahun
sebelumnya. Perbandingan ini dilakukan untuk meneliti adanya
perubahan yang terjadi dan untuk menilaipenyebabnya. 11
2.

Penerimaan Perikatan Dan Perencanaan Audit


Perikatan adalah kesepakatan kedua belah pihak untuk
mengadakan suatu ikatan perjanjian. Dalam perikatan audit, klien
mengadakan

suatu

ikatan

perjanjian

dengan

auditor.

Klien

menyerahkan pekerjaan audit atas laporan keuangan kepada auditor


dan

auditor

sanggup

melaksanakan

pekerjaan

audit

tersebut

berdasarkan kompetensi profesionalnya. Langkah awal pekerjaan


audit adalah pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak
perikatan audit dari calon klien atau untuk menghentikan atau
melanjutkan perikatan audit dari klien berulang.
Tahap awal dalam suatu audit laporan, laporan keuangan adalah
mengambil keputusan untuk menerima (menolak) suatu kesempatan
11 Rahayu, Siti Kurnia dan Suhayati, Ely, 2010. Auditing Konsep Dasar dan
Pedoman Pemeriksaan Akuntan Publik, (Yogyakarta: Graha Ilmu) Hal. 82

13

untuk menjadi auditor untuk klien yang baru, atau untuk melanjutkan
sebagai auditor bagi klien yang sudah ada. Pada umumnya keputusan
untuk menerima (menolak) ini sudah dilakukan sejak enam hingga
sembilan bulan sebelum akhir tahun buku yang akan diperiksa.
Bagi suatu kantor akuntan publik, klien bisa merupakan klien
baru atau klien lama (yang sudah ada) yang diharapkan akan
melanjutkan memberikan penugasan audit pada tahun atau tahuntahun berikutnya. Pergantian auditor bisa terjadi karena bebagai
alasan, misalnya:
a. Klien merupakan hasil merger (penggabungan) antara beberapa
perusahaan yang semula memiliki auditor masing-masing yang
berbeda.
Ada kebutuhan untuk mendapat perluasan jasa professional.
Tidak puas terhadap kantor akuntanpublik yang lama.
Ingin mencari auditor dengan honorarium audit yang lebih murah.
Penggabungan antara beberapa kantor akuntan publik.12
3.
Proses Audit Atas Laporan Keuangan Dalam Beberapa Tahap
a. Penerimaan Perikatan Audit
b.
c.
d.
e.

Perikatan (engagement) adalah kesepakatan dua pihak untuk


mengadakan suatu ikatan perjanjian. Klien yang memerlukuan jasa
auditing mengadakan suatu ikatan perjanjian dengan auditor. Dalam
ikatan perjanjian tersebut, klien menyerahkan pekerjaan audit
tersebut berdasarkan kompetensi profesionalnya. Langkah awalnya
berupa pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak
perikatan dari calon klien untuk melanjutkan atau menghentikan
perikatan audit dari klien berulang.13
Di dalam memutuskan apakah suatu perikatan audit dapat
diterima atau tidak, auditor menempuh suatu proses yang terdiri dari
enam tahap:
12 Rahayu, Siti Kurnia dan Suhayati, Ely, 2010. Auditing Konsep Dasar dan
Pedoman Pemeriksaan Akuntan Publik, (Yogyakarta: Graha Ilmu) Hal. 106

13 Timpe, A.Dale. 2002. Audit bank syariah. (Jakarta: PT. Gramedia) Hal. 83

14

1)
2)
3)
4)
5)

Mengevaluasi integritas manajemen.


Mengidentifikasi keadaan khusus dan risiko luar biasa.
Menentukan kompetensi untuk melaksanakan audit.
Menilai independensi.
Menentukan kemampuan untuk menggunakan kemahiran

profesionalnya dengan kecermatan dan kesesakmaan.


6) Membuat surat perikatan audit.
b. Perencanaan Audit
Keberhasilan penyelesaian perikatan audit sangat ditentukan
oleh kualitas perencanaan audit yang dibuat oleh auditor.
Tujuh tahap yang harus ditempuh oleh auditor dalam
melaksanakan auditnya:
1)

Memahami bisnis dan industri klien. Sebelum auditor

melakukan verifikasi dan analisis transaksi atau akun-akun


tertentu, ia perlu mengenal lebih baik industri tempat klien
berusaha seerta kekhususan bisnis klien. Pemahaman atas bisnis
klien memberikan panduan tentang sumber informasi bagi
auditor untuk memahami bisnis dan industri klien :
2)
Pengalaman sebelumnya tentang entitas dan industry
3)
Dikusi dengan orang dalam entitas
4)
Diskusi Diskusi dengan personel dari fungsi audit interndan
reviw terhadap laporan auditor intern. dengan auditor lain dan
dengan penaihat hukum atau penasihat lain yang telah
memberikan jasa kepada entitas atau dalam industry
5)
Diskusi dengan orang yang berpengetahuan diluar entitas
6)
Publikasi yang berkaitan dengan indutri
7)
Perundangan dan peraturan yang secara signifikan
berdampak terhadap entitas
c. Dokumen yang dihasilkan oleh entitas
1) Melaksanakan prosedur analitik.
2) Konsep prosedur analitik
Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah
yang dicatat atau rasio yang dihitung dari jumlah-jumlah yang
tercatat, dibandingkan dengan harapan yang dikembangkan oleh
auditor.
3) Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan analitik

15

Tujuan proseduranalitik dalam perencanaan audit adalah


untuk membantu perencanaan sifant, saat, dan luas prosedur
audit yang akan digunakan untuk memperoleh bukti tentang
saldo akun atau jenis transaksi tertentu. Untuk maksud ini,
prosedur analitik dalam perencanaan audit harus ditujukan
untuk:
a) Meningkatkan pemahaman auditor atas usaha klien dan
transaksi atau peristiwa yang terjadi sejak tanggal audit
terakhir
b) Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan
risiko tertentu yang bersangkutan dengan audit
Prosedur analitik dapat mengungkapkan:
a)
b)
c)
d)
e)

Peristiwa atau transaksi yang tidak biasa


Perubahan akuntansi
Perubahan usaha
Fluktuasi acak
Salah saji.14

Salah satu tipe bukti yang di kumpulkan oleh auditor adalah


pengandalian intern. Jika auditor yakin bahwa klien telah memiliki
pengendalian inten yang baik, yang meliputi pengendalian terhadap
penyediaan data yang dapat dipercaya dan penjagaan kekayaan serta
catatan akuntansi, jumlah bukti audit yang harus dikumpulkan oleh
auditor akan lebih sedikit bila dibandingkan dengan jika keadaan
pengendalian internnya jelek. Langkah pertama dalam memehami
pengendalian intern klien adalah dengan mempelajari unsur-unsur
pengendalian intern yang berlaku. Langkah berikutnya dengan adalah
melakukan penilaian terhadap efektivitas pengendalian intern dengan
menentukan kekuatan dan kelemahan pengendalian intern tersebut.
Jika auditor telah mengetahui bahwa pengendalian intern klien
dibidang tertentu adalah kuat, maka ia akan mempercayai informasi
keuangan yang dihasilkan. Oleh karena itu, ia akan mengurangi jumlah
14 Timpe, A.Dale. 2002. Audit bank syariah. (Jakarta: PT. Gramedia) Hal. 85

16

bukti yang dikumpulkan dalam audit yang bersangkutan dengan bidang


tersebut. Untuk mendukung keyakinannya atas efektivitas pengendalian
intern tersebut, auditor melakukan pengujian pengendalian.15

15 Timpe, A.Dale. 2002. Audit bank syariah. (Jakarta: PT. Gramedia) Hal. 77

17

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keberhasilan penyelesaian perikatan audit sangat ditentukan oleh
kualitas perencanaan audit yang dibuat oleh auditor. Dalam keseluruhan
proses audit, auditor mempertimbangkan berbagai risiko, sesuai dengan
tahap-tahap proses auditnya. Pada tahap perencanaan audit auditor harus
mempertimbangkan risiko bawaan yaitu suatu risiko salah saji yang melekat
dalam saldo akun atau arsi tentang saldo akun.
Salah satu tipe bukti yang di kumpulkan oleh auditor adalah
pengandalian intern.

Jika auditor telah mengetahui bahwa pengendalian

intern klien dibidang tertentu adalah kuat, maka ia akan mempercayai


informasi keuangan yang dihasilkan. Oleh karena itu, ia akan mengurangi
jumlah bukti yang dikumpulkan dalam audit yang bersangkutan dengan
bidang

tersebut.

Untuk

mendukung

keyakinannya

atas

efektivitas

pengendalian intern tersebut, auditor melakukan pengujian pengendalian.


B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis sadar masih jauh dari kesempurnaan
dan masih terdapat banyak kekurangan, baik dalam materinya, bahasa yang
tidak baku maupun penyampaian isi makalah. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan dan menghargai kritik dan saran dari pembaca.

18

DAFTAR PUSTAKA

Harahap, Sofyan Syafri, Drs., msAc., 1994. Auditing Kontemporer,


(Jakarta: Erlangga)
Ikatan Akuntan Indonesia, 2007. Standar Akuntansi Keuangan,
(Jakarta: Salemba Empat)
Rahayu, Siti Kurnia dan Suhayati, Ely, 2010.
Dasar

dan

Pedoman

Pemeriksaan

Auditing Konsep
Akuntan

Publik,

(Yogyakarta: Graha Ilmu)


Timpe, A.Dale. 2002. Audit bank syariah. (Jakarta: PT. Gramedia)

19

MAKALAH
MANAJEMEN BISNIS DAN AUDIT
iii
Audit di Bank
Syariah

Disusun Oleh :
Agus Helmayanti
1316331226

Dosen Pengempuh :

Dra. Yusmaneri Arifin, M.Hi

PRODI MANAJEMEN DAKWAH


FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH
20

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN) BENGKULU


2016

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR....................................................................................

DAFTAR ISI..................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................

B. Rumusan Masalah...............................................................................

C. Tujuan..................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A.

Pengertian Auditing.........................................................................

B.

Praktek Audit Di Bank Syariah........................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan..........................................................................................

18

B. Saran....................................................................................................

18

DAFTAR PUSTAKA

21

KATA PENGANTAR
ii

Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat yang diberikan Allah SWT
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu penulis dalam membuat makalah ini dan teman-teman yang telah
memberi motivasi dan dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.

Bengkulu,

Penulis

22
i

Anda mungkin juga menyukai